Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH NAPZA

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Remaja dan Pranikah

Disusun oleh :

Galuh Pramesti Cintani A. (205070601111006)

Maranti Ima Lestari (205070601111007)

Wildatus Suhailah (205070601111008)

PSKB A

Pembimbing :

Nur Aini Retno, M.Keb

PROGRAM STUDI KEBIDANAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kepada Allah Swt, berkat hidayah dan rahmat-Nya
yang diberikan kepada penulis berupa kesehatan rohani dan jasmani sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif” dapat
diselesaikan dengan baik.

Penulis berusaha menguraikan dan menjelaskan tentang zat yang bekerja pada otak,
sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran pada penggunanya
yangbiasa disebut dengan NAPZA (Narkotika, psikotropika, dan zat adiktif).

Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis banyak menemukan hambatan, tetapi


berkat dukungan pihak-pihak yang telah membantu, penulis dapat menyelesaikannya dengan
baik. Untuk itu tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada orang-orang yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, diantaranya :

1. Ibu Nur Aini Retno, M.Keb selaku dosen Asuhan Kebidanan Remaja dan Pranikah
yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan makalah ini;
2. Orang tua yang telah memberikan semangat dan do’a kepada penulis hingga dapat
meyelesaikan penulisan makalah ini dengan baik;
3. Rekan-rekan Kebidanan Universitas Brawijaya yang telah memberikan motivasi dan
keceriaan selama penulisan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Dan semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman khususnya
bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Malang, 13 April 2021

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini, banyak sekali kita temui zat-zat adiktif yang negatif dan berbahaya
bagi tubuh manusia di sekitar kita. Zat-zat ini disebut dengan sebutan narkotika dan
obat-obatan terlarang. Pada zaman dhaulu, narkoba hanya dipakai secara terbatas oleh
beberapa komunitas manusia di berbagai negara untuk suatu kepentingan. Namun kini
narkoba telah menyebar dalam spektrum yang semakin meluas. Para era modern ini,
masalah penggunaan narkoba telah menjadi masalah yang sangat kompleks bagi
seluruh manusia di berbagai negara. Narkoba ini merupakan zat yang bisa mengobrak-
abrik nalar atau akal sehat yang cerah, merusak jiwa manusia, dan raga yang mana
dapat mengancam masa depan manusia.

Pada 2.000 tahun yang lalu, terdapat catatan-catatan mengenai penggunaan


kokain di daerah Andes. Penggunaan yang ditemukan ini terkait adat dengan tujuan
untuk bertahan hidup (sampai sekarang) dan juga untuk menahan rasa lapar dan haus.
Sedangkan opium digunakan sebagai sedative (penawar rasa sakit) dan aphrodisiac
(perangsang). Pada zaman dahulu memang obat-obatan ini digunakan untuk tujuan
pengobatan. Namun seiring berjalannya waktu, penyalahgunaan NAPZA semakin
bertambah kasusnya. Kemudian ketergantungan menjadi parah sesudah ditemukannya
morphine (1804), diresepkan sebagai anaesthetic, digunakan luas pada waktu perang
di abad ke-19 hingga sekarang dan penyalahgunaan NAPZA di berbagai negara yang
sulit untuk dikendalikan hingga saat ini. Tampaknya generasi muda adalah sasaran
strategis perdagangan gelap NAPZA. Oleh karena itu, kita semua perlu mewaspadai
bahaya dan pengaruhnya terhadap ancaman kelangsungan pembinaan generasi muda.
Sektor kesehatan memegang peranan penting dalam upaya penanggulangan
penyalahgunaan NAPZA.

2.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari NAPZA ?
2. Apa sajakah penyebab seseorang menggunakan NAPZA?
3. Bagaimana efek fisiologi dari penggunaan NAPZA?
4. Apakah faktor resiko dari penggunaan NAPZA?
5. Bagaimana penatalaksanaan pengguna NAPZA secara umum?
6. Bagaimana peran bidan dalam mengatasi permasalahan ini sesuai dengan
wewenangnya?

2.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari NAPZAA
2. Mengetahui penyebab seseorang menggunakan NAPZA
3. Mengetahui efek fisiologi dari penggunaan NAPZA
4. Mengetahui faktor resiko dari penggunaan NAPZA
5. Mengetahui penatalaksanaan pengguna NAPZA secara umum
6. Mengetahui peran bidan dalam mengatasi permasalahan ini sesuai dengan
wewenangnya

2.4 Manfaat
1. Mendapatkan informasi tentang bahaya penyalahgunaan napza bagi remaja
2. Dapat mengantisipasi adanya penyalahgunaan napza di kalangan remaja
3. Mampu memberikan informasi dan pendidikan tentang bahaya penyalahgunaan napza
bagi remaja
4. Bidan dapat memberikan pelayanan yang optimal bagi remaja
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian NAPZA

NAPZA merupakan kepanjangan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif


lainnya. NAPZA itu sendiri merupakan zat adiktif yang dapat mempengarui kondisi
kejiwaan atau psikologi seseorang (pikiran, perasaaan, dan perilaku). Tidak hanya itu,
NAPZA juga dapat menimbulkan ketergantungan fisik.

Menurut Undang-Undang No. 35 tahun 2009, narkotika merupakan zat atau


obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis,
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Yang termasuk dalam NAPZA adalah narkotika, psikotropika, zat
adiktif dan lainnya.

Menurut Undang-Undang No. 5 tahun 1997, psikotropika adalah zat atau obat,
baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiatpsikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
padaaktivitas mental dan perilaku.

Zat adiktif lainnya adalah zat, bahan kimia, dan biologi dalam bentuk tunggal
maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan hidup secara
langsung dan tidak langsung yang mempunyai sifat karsinogenik, teratogenik,
mutagenik, korosif, dan iritasi. Bahan-bahan berbahaya ini adalah zat4 adiktif yang
bukan termasuk ke dalam narkotika dan psikoropika, tetapi mempunyai pengaruh dan
efek merusak fisik seseorang jika disalahgunakan (Wresniwiro dkk. 1999).

Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus-menerus bahkan


sampai/setelah terjadi masalah. (Stuart & Sundeen, 1998). Jadi, penyalahgunaan
NAPZA adalah kondisi dimana zat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menekan susunan saraf pusat sehingga
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, fisik, dan mental, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Gangguan penggunaan zat adiktif adalah suatu penyimpangan perilaku yang
disebabkan oleh penggunaan zat adiktif yang bekerja pada susunan saraf pusat yang
mempengaruhi tingkah laku, memori alam perasaan, proses pikir fungsi sosial .
Gangguan penggunaan zat ini terdiri dari : penyalahgunaan dan ketergantungan zat.

2.2 Fisiologi
2.2.1 Paru-paru dan Jantung
Paru-paru dan jantung bekerja saling berhubungan. Ketika zat-zat kimia
beracun memasuki paru-paru, maka zat-zat beracun tersebut akan masuk ke
jantung dan peredaran darah secara keseluruhan. Dan karena darah beredar ke
seluruh tubuh, maka akan menyebar pula zat-zat beracun yang dibawanya ke
seluruh tubuh. Sistem peredaran darah menjadi rusak dan mudah terserang
berbagai penyakit yang berhubungan dengan peredaran darah. Yang paling
pertama dapat terlihat dari pengguna narkoba yang rusak sistem peredaran
darahnya adalah mata yang memerah akibat melebarnya pembuluh darah mata.
2.2.2 Otak
Ketika zat-zat narkoba sudah memasuki sistem pembuluh darah, hanya dalam
hitungan menit, senyawa kimia beracun dan berbahaya dibawa menuju otak
dan organ lainnya. Di otak, yang merupakan sistem syaraf pusat, senyawa
narkoba / THC melepaskan doplamin dan menyebabkan pengguna merasa
tenang atau”fly”. Doplamin yang dikeuarkan sangat banyak sehingga pada
tahapan lanjut atau pecandu akan menyebabkan pengguna tidak dapat
mencerna informasi secara benar, maupun mengingat sesuatu. Akibatnya,
halusinasi terus menurus sampai kehilangan kesadaran. Alih-alih akan
menambah kreatifitas dan meningkatkan fungsi kerja otak, narkoba
menyebabkan kerusakan pada otak.
2.2.3 Hati
Dalam sistem pencernaan organ hati berfungsi menawarkan racun. Segala
jenis racun akan masuk ke dalam hati, terutama narkoba yang dikonsumsi
melalui mulut dan pernapasan. Karena banyaknya racun yang masuk, hati
bekerja berlebihan sehingga mengalami gangguan fungsi hati. Gejala awal /
ciri-ciri gangguan hati pengguna narkoba adalah perasaan tersengat di mulut
dan tenggorokan.
2.3 Etiologi/Penyebab:
2.3.1 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rosida, et al. (2015), faktor penyebab
penggunaan NAPZA ada dua, yaitu:
2.3.1.1 Faktor internal

Faktor internal dalam penyalahgunaan NAPZA biasanya


berasal dari diri sendiri yang menyebabkan adanya perubahan perilaku,
adapun diantaranya : rasa ingin tahu yang tinggi sehingga terdapat
keinginan untuk mencoba, keinginan untuk bersenang-senang,
keinginan untuk mengikuti gaya hidup terbaru, keinginan untuk
diterima oleh lingkungan atau kelompok, pengertian yang salah bahwa
penggunaan sekali-kali tidak menimbulkan ketagihan, pengetahuan
agama yang kurang, ketidaktahuan akan bahaya NAPZA baik bagi
dirinya, keluarga, lingkungan maupun masa depannya. Selain itu juga
disebabkan oleh faktor lain seperti rendah diri dan merasa tertekan atau
ingin lepas dari segala aturan-aturan dari orang tua.

2.3.1.2 Faktor Eksternal


NAPZA juga dapat dipengaruhi faktor eksternal dari keluarga
seperti hubungan antara anggota keluarga tidak harmonis, keluarga
yang tidak utuh, kurang komunikasi antar anggota keluarga, keluarga
terlalu mengekang kehidupan pribadi, keluarga yang kurang
mengamalkan hidup beragama dan keluarga yang orang tuanya telah
menggunakan NAPZA. Faktor lain yang merupakan faktor eksternal
berasal dari pengaruh buruk dari lingkungan pergaulan, khususnya
pengaruh dan tekanan dari kelompok teman sebaya dan kurangnya
perhatian dari pemerintah.

Kedua faktor tersebut dapat menyebabkan ketergantungan.


Ketergantungan sendiri dapat dibagi menjadi dua yaitu ketergantungan
fisik yaitu suatu keadaan jika penyalahguna mengurangi dosis yang
biasa digunakan akan mengalami gejala putus zat sedangkan
ketergantungan secara psikologis yaitu suatu keadaan bila berhenti
menggunakan NAPZA penyalahguna akan mengalami kerinduan yang
sangat kuat untuk menggunakannya walaupun ia tidak mengalami
gejala fisik. Pada fase ketergantungan, tubuh memerlukan sejumlah
dosis zat yang dipakai agar ia dapat berfungsi normal. Selama pasokan
NAPZA cukup, ia tampak sehat, meskipun sebenarnya sakit. Akan
tetapi, jika pemakaiannya dikurangi atau dihentikan, timbul gejala
sakit. Hal ini disebut gejala putus zat (sakaw). Gejala lain
ketergantungan adalah toleransi, suatu keadaan di mana jumlah
NAPZA yang dikonsumsi tidak lagi cukup untuk menghasilkan
pengaruh yang sama seperti yang dialami sebelumnya. Oleh karena itu,
jumlah yang diperlukan meningkat. Jika jumlah NAPZA yang dipakai
berlebihan (overdosis), dapat menyebabkan kematian.

2.3.2 Penelitian yang dilakukan Nur’artavia (2017) membedakan penyalahgunaan


NAPZA menjadi beberapa faktor, yakni:

2.3.2.1 Faktor predisposisi yang meliputi kepribadian, kehidupan beragama, dan


gangguan kejiwaan.Faktor predisposisi merupakan faktor bawaan sejak
lahir antara lain kepribadian. Kepribadian merupakan segala kebiasaan
dalam dirinya yang digunakan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan
sekitar, kebiasaan tersebut merupakan corak yang khas dari individu
tersebut. Penyalahguna NAPZA menderita disregulasi afektif berupa
depresi yang dapat diringankan dengan zat psikoaktif sehingga dapat
dikatakan bahwa penyalahguna merupakan seseorang yang menderita
gangguan pengendalian impuls yang didorong untuk mencari kenikmatan
dan mendominasi berbagai impuls lainnya.
2.3.2.2 Faktor kontribusi adalah faktor yang ada di luar diri seseorang meliputi
kondisi keluarga, sekolah, dan berfungsi sebagai pendorong sebelum
melakukan sesuatu. Faktor-faktor yang berasal dari keluarga yang dapat
menyebabkan remaja terjerumus dalam NAPZA antara lain keluarga yang
kurang harmonis, tidak komunikastif terhadap anak, terlalu otoriter
terhadap anak, selalu menuntut prestasi terbaik pada anak dengan cara
memaksa, dan kurang memberikan perhatian pada anak karena sibuk
dengan aktivitas sendiri. Selain itu, faktor lingkungan substance
availibility berperan sebagai faktor pencetus perilaku penyalahguna
NAPZA dengan predisposisi gangguan kepribadian. Lingkungan fisik
adalah kondisi sekitar tempat tinggal yang dinilai ketersediaan fasilitas
sarana dan prasarana. Remaja yang hidup di lingkungan tersebut akan
mudah terpengaruh penyimpangan sosial karena hal tersebut merupakan
suatu hal yang biasa misalnya remaja yang suka mengonsumsi alkohol atau
NAPZA yang dilakukan di tempat umum tanpa merasa malu karena
ketidaktahuannya bahwa zat tersebut haram baik dari sisi agama maupun
hukum.
2.3.2.3 Faktor pencetus yaitu ketersediaan, dorongan dari dalam diri sendiri, dan
gaya hidup. faktor pencetus seseorang menyalahgunakan NAPZA antara
lain mengatasi perasaaan tidak bahagia (anhedonia), pelampiasan nafsu
(hedonisme banal), mencapai kenikmatan sempurna (ultimate aesthetica),
meringankan perasaan kalah terhadap lingkungan (doping), suatu
pemberontakan (mind in rebellion), identitas yang salah (mal
identification), pengalaman spiritual (supernatural) serta untuk mengatasi
rasa takut dan bersalah (disinhibisi).
2.3.2.4 Faktor yang memengaruhi penyalahgunaan NAPZA dikalangan remaja
adalah jenis kelamin. Tingginya kasus penyalahgunaan NAPZA pada laki-
laki disebabkan oleh beberapa hal antara lain kepribadian laki-laki yang
cenderung ingin terlihat berani dan jantan, pemberontakan dalam keluarga
juga banyak dilakukan oleh kaum laki-laki dan laki-laki cenderung lebih
senang bergaul secara berkelompok sehingga mereka akan melakukan
berbagai hal agar dapat diterima dalam kelompok tersebut sehingga jika
terdapat salah satu anggota kelompok yang menyalahgunakan narkoba
maka anggota kelompok yang lain cenderung mengikuti perilaku
menyimpang tersebut. Peristiwa tersebut juga dapat digolongkan ke dalam
kenakalan remaja, karena pada usia remaja tingkat keingintahuannya
sangat besar dalam mengeksplorasi dunia sekitarnya, dan mencoba hal
baru untuk mencari pengalaman hidup baru, dan penyalahgunaan NAPZA
menurut mereka merupakan simbol kedewasaan. Jenis NAPZA yang
paling sering disalahgunakan oleh pelajar adalah double L.
Trihexyphenidyl atau yang lebih dikenal dengan pil double L adalah obat
untuk mengatasi gangguan gerakan tidak normal. Trihexyphenidyl
termasuk dalam sedatif hipnotik. Sedatif adalah substansi yang dapat
memberikan efek menenangkan, dan hipnotik adalah substansi dapat
memberikan efek kantuk. Penggunaan double L pada pelajar cukup meluas
dikarenakan harga yang relatif murah.
2.3.3 Menurut Armono (2014), faktor yang mempengaruhi penggunaan NAPZA
juga bisa disebabkan karena faktor medis. Penggunaan Psitoprika dalam
bidang kesehatan juga bermanfaat karena asam barbiturat (pentobarbital dan
secobarbitoral) yang biasa digunakan untuk menghilangkan rasa cemas pada
pasien sebelum melakukan operasi (obat penenang) yang bertujuan untuk
mengurangi jumlah bius yang dibutuhkan pada bagian pertama operasi karena
pada awalnya sudah diberikan obat penenang sebelum melakukan operasi.
Sedangkan narkotika bisa digunakan untuk obat penyakit tertentu. Namun,
pemakaian NAPZA di Indonesia harus merujuk pada aturan yang ditetapkan
Kementerian Kesehatan. Contoh penggunaan dalam bidang medis yakni:
a. LSD: sebagai obat depresi dan menghentikan sakit kepala.
b. Jamur Psychedelic: mengobati sakit kepala cluster dan OCD.
c. Ekstasi: mengurangi kecemasan, meringankan gejala Parkinson's dan
perawatan untuk PTSD (Post Traumatic Stress Disorder)
d. Kokain dan Tanaman Coca: sebuah obat bius baru, obat pencahar dan
sebagai obat motion sickness.
e. Amfetamin: digunakan oleh untuk mengobati narcolepsy dan ADHD.
f. Alkohol: yang dapat membunuh kuman penyakit, sehingga biasa
digunakan untuk membersihkan alat-alat kedokteran pada proses
sterilisasi.

2.4 Faktor Risiko

2.4.1 Bahaya Napza yang digunakan lama-kelamaan akan menimbulkan penyakit


seperti:

a. Penyakit jantung
b. Merusak otak
c. Pengeroposan tulang
d. Pembuluh darah bermaslah
e. Gangguana kulit
f. Merusak sistem syaraf
g. Mengganggu paru-paru
h. Mengganggu sistem pencernaan
i. Pemicu gagal ginjal, gagal jantung, kanker, tumor, dan HIV/AIDS
(karena pemakaian jarum suntik secara bergantian)
j. Gangguan jiwa dan gangguan hormon
k. Merusak organ
l. Menurunkan berat badan
m. Membuat mandul
n. Mengakibatkan kematian

2.4.2 Menurut Efeknya


a. Halusinogen
Bila dikonsumsi dalam sekian dosis tertentu dapat mengakibatkan
seseorang menjadi ber-halusinasi dengan melihat suatu hal/benda yang
sebenarnya tidak ada / tidak nyata contohnya kokain & LSD.
b. Stimulan
Efek dari narkoba ini bisa mengakibatkan kerja organ tubuh seperti
jantung dan otak bekerja lebih cepat dari kerja biasanya sehingga
mengakibatkan seseorang lebih bertenaga untuk sementara waktu, dan
cenderung membuat seorang pengguna lebih senang dan gembira untuk
sementara waktu.
c. Depresan
Efek dari narkoba ini bisa menekan sistem syaraf pusat dan
mengurangi aktivitas fungsional tubuh, sehingga pemakai merasa tenang
bahkan bisa membuat pemakai tidur dan tidak sadarkan diri. Contohnya
pemakaian putaw.
d. Adiktif
Seseorang yang sudah mengkonsumsi narkoba biasanya akan ingin
dan ingin lagi karena zat tertentu dalam narkoba mengakibatkan seseorang
cenderung bersifat pasif , karena secara tidak langsung narkoba
memutuskan syaraf-syaraf dalam otak, contohnya ganja, heroin, putaw.

2.4.3 Menurut Jenisnya


a. Tanda-tanda pengguna narkotika secara fisik:
Timbul ketergantungan, pernafasan terhambat, sering muntah, perus
sering kejang, muka selalu memerah, gatal pada bagian hidung, sembelit
(kesulitan buang air besar/ BAB), jumlah air seni dalam tubuh berkurang,
sering terjadi gangguan haid pada wanita pengguna narkotika, dapat
menyebabkan impotensi, dan sering mengantuk.

b. Tanda-tanda pengguna alkohol secara fisik:

Rentan terhadap berbagai infeksi, ada kecenderungan hipertensi, dan


pada pengguna yang berlebihan dan secara terus menerus dapat memicu
timbulnya penyakit kanker.

c. Tanda-tanda pengguna psikotropika secara fisik:

Berat badan menurun, tubuh sering berkeringat, mulut selalu kering,


rahang mulut terasa kaku, detak jantung meningkat, suhu badan meningkat,
mata sering berair, hilang nafsu makan, sering muntah-muntah, bicara
sering tidak jelas/pelo, bila berjalan sempoyongan, dan badan merasa terlalu
lelah tapi sulit tidur.

d. Tanda-tanda pengguna zat adiktif lain secara fisik:

Sering mual, sering sakit perut, sering muntah-muntah, sering diare,


sering sakit kepala, sering keluar keringat dingin, denyut nadi bertambah
cepat tapi lemah, bronkus melebar, iritasi pada lambung, produksi getah
lambung meningkat, dan susah tidur.

e. Tanda-tanda pengguna napza secara psikologis:

Nampak merasa gembira, nampak merasa percaya diri, merasa


santai, merasa sejahtera/tentram, tidak dapat berfikir jernih atau konsentrasi
menurun, daya ingat melemah, mudah tertidur dan mimpi indah, nafsu
seksual tinggi, keberanian berlalulintas tinggi (tanpa perhitungan sehingga
sering terjadi kecelakaan), ada kecenderungan melakukan tindak kriminal,
dan banyak bicara sendiri (ngomel). Emosi labil (kadang merasa tertekun,
kadang terlaku bergembira, mudah tersinggung dan mudah marah), dan
merasa tertekan atau ada perasaan tidak aman. Mudah kecewa, minder,
selalu terburu-buru, suka berpetualangan yang beresiko, selalu merasa
bosan, kurang ada semangat hidup, kurang berpartisipasi dalam kegiatan
ekstrakurikuler (untuk pelajar), cenderung memiliki gangguan jiwa (misal
selalu cemas), potensi keterbelakangan mental, potensi penyimpangan
(seksual, dropout, anti sosial, agresif, kenakalan remaja, pembohong), tidak
suka olahraga, protes sosial, merasa dikucilkan dalam keluarga, potensi
perokok, berteman akrab dengan sesama pengguna Napza, dan jauh dari
Tuhan.

2.5 Penatalaksanaan Secara Umum


2.5.1. Menurut KEPMENKES Nomor 422
Prinsip Dasar Penatalaksanaan Umum dibahas mengenai beberapa prinsip-prinsip
yang diterapkan dalam identifikasi, penatalaksanaan dan intervensi pada pengguna
NAPZA. Beberapa isu yang sangat terkait dengan hal ini meliputi:
1. Intoksikasi
2. Penyalahgunaan
3. Ketergantungan
Tidak semua gangguan penggunaan NAPZA terkait dengan masalah ketergantungan
atau adiksi. Banyak masalah gangguan penggunaan NAPZA berkaitan dengan pola
penggunaan yang tidak berada dalam taraf ketergantungan tetapi mempunyai risiko
untuk menjadi ketergantungan. Intervensi yang diberikan harus disesuaikan dengan
masalah, pengalaman dan faktor risiko yang ada pada seseorang.
A Pengenalan Dan Skrining
1. Pengenalan Awal
Pengenalan awal sangat penting karena dapat mencegah seseorang menjadi
ketergantungan atau terjadi perkembangan kerusakan yang menetap. Akan tetapi
masalah penggunaan NAPZA sangat sulit untuk dideteksi secara dini, khususnya
pada penggunaan tahap awal. Beberapa alasan mengenai hal ini antara lain:
a. Tidak memahami apa yang terlihat
b. Kurang waspada
c. Malu untuk menanyakan masalah ini
d. Tidak tahu apa yang mesti dilakukan ketika mengenali masalah ini
e. Individu menyangkal atau mengelak

2. Deteksi Dini Dapat Ditingkatkan Dengan Melakukan :


a. Melakukan penyelidikan/wawancara rutin tentang penggunaan NAPZA
b. Skrining dengan kuesioner
c. Skrining biologi (pemeriksaan laboratorium)
d. Seringkali melakukan presentasi klinis tentang penggunaan NAPZA
3. Wawancara Rutin Tentang Penggunaan NAPZA

Dokter mempunyai kesempatan yang sangat bervariasi untuk melakukan


wawancara mengenai penggunaan NAPZA, seperti dibawah ini:

a. Pasien baru, merupakan bagian dan pengambilan data awal


b. Pengobatan pasien dengan gangguan kronis, misalnya pengguna
alkohol dengan keluhan gangguan jantung, diabetes, depresi
c. Pengobatan pasien dengan kondisi akut, misalnya: trauma, gangguan
pencernaan, stress/kecemasan, masalah psikologis
d. Asesmen sebelum tindakan pembedahan
e. Klinik ibu dan anak serta antenatal care
f. Orang yang akan mengikuti asuransi kesehatan

4. Kuesioner-Skrining

Penggunaan kuesioner secara umum meliputi: isu-isu tentang gaya hidup seperti
merokok, diet, olahraga, penggunaan NAPZA mungkin bukan ancaman bagi
mereka. Banyak alat yang dapat digunakan untuk melakukan skrining penggunaan
NAPZA pada individu seperti ASSIST (Alcohol, Smoking, Substance Involvement
Screening Test.)

5. Skrining Biologik

a. Beberapa Jenis Pemeriksaan Darah


Beberapa jenis pemeriksaan darah dapat digunakan untuk skrining
penggunaan NAPZA. Namun demikian hal ini sering kurang sensitif maupun
spesifik daripada penggunaan kuesioner.Tes untuk skrining biologik termasuk:
1). Pemeriksaan darah perifer lengkap termasuk MCV
2). Tes Fungsi Hati termasuk gamma GT
3). Trigliserid
b. Tes Urin
Tes urin dapat mendeteksi adanya penggunaan berbagai jenis NAPZA
(alkohol, kokain, kanabis, benzodiazepin, barbiturat dll.) berdasarkan sisa
metabolitnya. Namun demikian pemeriksaan urin harus disertai dengan
wawancara untuk mendeteksi adanya penggunaan zat lain yang akan
mempengaruhi hasil tes urin (misal: obat batuk yang mengandung kodein, obat
maag yang mengandung benzodiazepin, obat flu yang mengandung
fenilpropanolamin/efedrin).

c. Skrining Etiologik Untuk Pengguna NAPZA Termasuk :

1) Pemeriksaan darah perifer lengkap termasuk hitung lekosit


2) Tes Fungsi hati
3) Hepatitis B, C dan HIV/AIDS

B. Asesmen

1. Asesmen secara khusus mempunyai beberapa tujuan :


a. mengidentifikasi perilaku penggunaan NAPZA awal
b. menemukan batas-batas masalah kesehatan akibat efek NAPZA
c. untuk menilai konteks sosial penggunaan NAPZA baik terhadap
pasien maupun orang lain yang bermakna
d. untuk menentukan intervensi yang akan diberikan

2. Fase asesmen
Ada empat fase penting dalam melakukan asesmen yang harus terpenuhi:
a. mengembangkan hubungan berdasarkan saling percaya,
empati dan sikap yang tidak menghakimi
b. membantu pasien secara akurat untuk menilai kembali
penggunaan NAPZA mereka, yang mungkin akan menfasilitasi
mereka untuk berubah
c. menfasilitasi untuk mengingat kembali kejadian masa lalu dan masa
kini dan menghubungkan dengan penggunaan NAPZA nya saat ini
d. mendorong pasien untuk mereflekssi pilihan menggunakan
NAPZA dan konsekuensi dari perilaku penggunaan NAPZAnya.

3. Secara tradisional pengobatan berhasil dapat diukur dengan kondisi


abstinensia (bebas NAPZA), saat ini lebih ditekankan pada:
a. Kesejahteraan
b.Pemahaman tentang minum minuman keras dan
penggunaan NAPZA lain
c. Kesiapan untuk berubah
d. Harapan yang terkait dengan penggunaan NAPZA
(penghentian)
e. Fungsi sosial dan dukungan sosial
Semua hal diatas merupakan prediktor keberhasilan dalam pengobatan
penggunaan NAPZA.

2.5.2. Menurut BNN


Dampak yang disebabkan oleh penyalahgunaan NAPZA ini dapat ditangani dengan
pengobatan bertahap. Menurut BNN (2010) untuk mengobati masalah
penyalahgunaan narkoba telah dibentuk suatu wadah yaitu Unit Pelaksana Teknis
(UPT) Terapi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional. Unit ini menangani melalui
pendekatan humanis dan kekeluargaan yang dibagi dalam tiga tahap, tahapan ini juga
berlaku di Rumah Sakit Ketergantungan Obat. Tahapan pertama, pasien akan
menjalani detoksifikasi atau putus zat dengan terapi simptomik secara berkelanjutan
selama satu bulan. Penyalahguna menghentikan pemakaian semua zat adiktif atau
dengan penurunan dosis obat pengganti, hal ini dilakukan sampai tes urine
menunujukkan hasil negative terhadap zat adiktif. Setelah itu, penyalahguana akan
menjalani tahapan kedua yaitu program primary selama 6 bulan yakni dengan pola
rehabilitasi sosial therapeutic community (TC). Selanjutnya, program TC lanjutan
terapi vokasional dan resosialisasi selama 5 bulan. Tahap terakhir disebut Back to
Family yaitu pengembalian klien ke keluarga setelah dinyatakan sembuh.

2.6 Peran Bidan Sesuai Wewenang


Peran Bidan Dalam Penanggulangan Narkoba Upaya penanggulangan narkoba
di era seperti saat ini menjadi sangat sulit. Hal ini akibat adanya rantai penyalahgunaan
yang semakin panjang. Jaringan pemakaian narkoba juga sudah semakin luas. Namun,
bukan berarti penanggulangannya juga menjadi mustahil. Dalam upaya
penanggulangan tersebut, dibutuhkan peran dari segala pihak, termasuk seorang
bidan. Bidan adalah elemen yang memiliki ikatan emosinal dengan kesehatan ibu dan
anak. Dari aspek inilah seorang bidan dapat menjalankan peranannya. Apa lagi dalam
perspektif profesi modern, kebidanan tidak hanya memiliki objek kajian dalam hal
kesehatan ibu dan anak, tetapi juga kesehatan bangsa dan Negara termasuk semua
elemen yang ada di dalamnya.

Upaya pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba dapat


dilakukan melalui tindakan persuatif maupun tindakan-tindakan lain yang sifatnya
rehabilitasi dan pemberian efek jera. Peran seorang bidan dalam penanggulangan
penyalahgunaan narkoba akan lebih cenderung pada tindakan persuatif, terutama di
kalangan ibu, anak dan remaja. Dalam menjalankan peranannya, seorang bidan dapat
menggunakan komunikasi efektif dalam upaya pemberian tindakan persuatif tersebut.
Upaya penanggulangan secara persuasif dapat dilakukan jika seseorang telah dibekali
dengan pengetahuan dasar mengenai narkoba itu sendiri dan juga bahaya
penyalahgunaannya. Ikatan emosional seorang bidan dengan kesehatan ibu dan anak
sudah seharusnya membuka pola pikir mereka untuk memperhatikan bagaimana
merencanakan program kesehatan yang optimal terhadap mereka, termasuk dalam hal
pencegahan penyalahgunaan narkoba di kalangan ibu dan remaja. Seorang bidan dapat
merencanakan suatu komunikasi massa untuk memberikan gambaran dampak bahaya
narkoba terhadap kesehatan seorang ibu, terutama bagi ibu hamil. Apalagi
penggunaan narkoba bagi ibu hamil juga ikut mempengaruhi janin yang
dikandungnya. Di sinilah peran seorang bidan untuk menjalin komunikasi baik secara
individual dengan seorang ibu ataupun secara kolektif dalam masyarakat. Seorang
bidan juga dapat memutus mata rantai penyalahgunaan narkoba dalam masyarakat
melalui suatu komunikasi massa yang melibatkan seluruh elemen masyarakat, tidak
hanya terbatas pada seorang ibu. Bagaimanapun juga upaya preventif adalah hal yang
sangat tepat.

Apalagi dampak penyalahgunaan narkoba ini dapat mempengaruhi


masyarakat secara keseluruhan. Upaya memberikan gambaran mengenai dampak
penyalahgunaan narkoba kepada masyarakat juga efektif diberikan kepada kaum
remaja. Secara perspektif profesi, remaja memang berada diluar profesi seorang bidan,
tetapi secara kode etik dan tanggung jawab moral, remaja adalah objek kajian bagi
seorang bidan karena kesalahan yang dilakukan seseorang ketika berada pada masa
remaja sebagian besar akan diperoleh dalam waktu-waktu yang mendatang. Oleh
karena itu, seorang bidan dapat mengaitkan hal ini dengan kehidupan masa depan
mereka sekaligus memberikan gambaran dampak penyalahgunaan narkoba di masa
remaja dan efeknya di masa depan mereka. Jika seorang bidan menjadikan remaja
sebagai objek kajian persuatif mereka, maka dapat juga menyisipkan berbagai tips
untuk dapat menghindari penyalahgunaan narkoba seperti:

1) Jangan sekali-sekali mencoba NARKOBA walaupun hanya sekali saja. Jangan


takut atau malu untuk menolak terhadap orang / teman yang menawarkan
NARKOBA.
2) Membangun komunikasi antar anggota keluarga. Biasakanlah menjalin
komunikasi antar keluarga dan luangkan waktu walaupun sedikit untuk
berkumpul dengan keluarga.
3) Usahakan untuk belajar memecahkan masalah. Jangan sekali-sekali memakai
NARKOBA ketika Anda mempunyai suatu masalah. Memakai NARKOBA
samasekali tidak memecahkan masalah.
4) Perkuat dan perdalam agama dan iman. Ini berguna agar iman tidak goyah oleh
rayuan untuk memakai NARKOBA. Hal ini sangat dianjurkan dimulai dari
keluarga.
5) Sering mengikuti / mendengar kampanye ANTI NARKOBA. Hal ini dilakukan
agar kita mengerti dampak- dampak negatif yang ditimbulkan jikalau memakai
NARKOBA.
6) Memperbanyak pengetahuan mengenai NARKOBA. Hal ini merupakan salahsatu
benteng yang sangat kuat untuk menolak memakai NARKOBA. Jikalau Anda
sudah mengerti akan begitu banyak dampak buruknya memakai NARKOBA
maka tentu akan berpikir dua kali untuk mempergunakannya.
7) Mengkampanyekan / mencegah NARKOBA. Berperan serta untuk menyebarkan
dampak - dampak negatif yang ditimbulkan jikalau memakai narkoba agar orang
menjadi mengerti sehingga tidak memakai NARKOBA. Selain tindakan-tindakan
persuatif, seorang bidan juga dapat terlibat dalam hal rehabilitasi pengguna
narkoba. Dalam tindakan rehabilitasi tersebut, seorang bidan dapat menyisipkan
ide profesi mereka kepada objek rehabilitasi sehingga ketika mereka kembali ke
masyarakat, mereka telah memiliki pengetahuan dasar mengenai dampak
penyalahgunaan narkoba terhadap kesehatan, terutama yang menyangkut
kesehatan keluarga. Selain sebagai pengetahuan dasar, diharapkan mereka juga
dapat berperan aktif untuk menyampaikan informasi yang telah mereka peroleh
kepada masyarakat secara umum.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Masalah penyalahgunaan NAPZA khususnya pada remaja tentu menjadi
sebuah masalah yang sangat mengkhawatirkan, terutama bagi keluarga dan suatu
bangsa. Pengaruh NAPZA yang diberikan sangat buruk, baik dari segi kesehatan fisik,
psikologi bahkan mengganggu hubungan sosialnya dengan lingkungan sekitar.

Masalah tersebut bukan hanya menjadi tanggung jawab sekelompok orang


saja, namun sudah menjadi tugas kita sebagai generasi penerus bangsa dan juga bagi
seluruh lapisan masyarakat. Upaya pencegahan penyalahgunaan NAPZA yang
dilakukan sejak dini sangat baik. Hal ini tentunya juga dibekali dengan pengetahuan
tentang penanggulangannya. Peran bidan dalam permasalahan ini sangatlah besar bagi
pencegahan tersebarnya NAPZA.

3.2 Saran
Dengan mengetahui fakta0fakta yang berada di lapanagan, diharapkan
pencegahan dalam penggunaan obat obatan tersebut dapat lebih efektif. Hal ini
mengingat bahwa pengaruh yang diberikan oleh NAPZA sangatlah berdampak
negatif bagi rohani dan jasmani pemakainya. Karena dengan adanya kesadaran dari
tiap individu akan bahaya NAPZA dalam kehidupan maka hal ini akan meminimalisir
hal yang tidak diinginkan yang dapat terjadi akibat penyalahgunaan NAPZA tersebut.

Oleh karena itu, kami sebagai penyusun memberikan saran kepada sesame
generasi muda bahwa jangan pernah menyentuh barang barang haram tersebut
maupun yang berhubungan dan dapat menjadi awal mula terjeremusnya kita ke dunia
obat obatan terlarang karena dapat merusak kehidupan kita dan juga masa depan kita.
DAFTAR PUSTAKA

Armono, Y. W., & SE, S. (2014, December). Kegunaan Narkotika dalam Dunia Medis.
In PROSEDING SEMINAR UNSA.
No, J. P., & Indonesia, J. (2015). Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyalahgunaan NAPZA
pada Masyarakat di Kabupaten Jember. Jurnal Farmasi Komunitas Vol, 2(1), 1-4.
Nur’artavia, M. R. (2017). Karakteristik pelajar penyalahguna NAPZA dan jenis NAPZA
yang digunakan di Kota Surabaya. The Indonesian Journal of Public Health, 12(1),
27-38.
Pamija, A. R. (2019). permasalahan narkoba.
Yuzar, D. N. (2020). NARKOBA JENIS-JENIS & PENCEGAHANNYA.
Widyasih, H., Hernayanti, M. R., & Purnamaningrum, Y. E. (2018). MODUL PRAKTIK

ASUHAN KEBIDANAN HOLISTIK PADA REMAJA DAN PRA NIKAH.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 422 tentang Pedoman


Penatalaksanaan Medik Gangguan Penggunaan NAPZA

Putri, N. R. (2012). HUBUNGAN ANTARA PENYALAHGUNAAN JENIS NARKOBA


DENGAN GANGGUAN KESEHATAN REPRODUKSI DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN KOTA BENGKULU TAHUN 2012. JURNAL MEDIA
KESEHATAN, 5(2), 119-126.

Anda mungkin juga menyukai