Anda di halaman 1dari 26

PENYALAHGUNAAN NAPZA BERKAITAN DENGAN HIV/AIDS

DAN REHABILITASI PENYALAHGUNAAN NAPZA

KELOMPOK VIII

1. Anis Soimah – 202207019

2. Sulas Septris – 202207020

3. Lina Agustiani _ 202207021

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas makalah Keperawatan HIV/AIDS

STIKES MITRA KELUARGA

BEKASI TIMUR

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Penyalahgunaan narkoba hampir merata di seluruh wilayah Indonesia, mulai dari tingkat
rumah tangga, rukun tetangga (RT), rukun warga (RW), kelurahan/desa, kecamatan,
kabupaten/kota, provinsi, sampai ke tingkat nasional. Kondisi itu tercermin dari angka
prevalensi penyalahgunaan narkoba dalam satu tahun terakhir pada tahun 2019
berdasarkan survei yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerja sama
dengan Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya (PMB) LIPI pada 34 provinsi di
Indonesia, berkisar mulai dari 0,10% untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur sampai 6,50%
untuk Provinsi Sumatera Utara (Imron et al, 2020). Angka prevalensi penyalahgunaan
narkoba
itu diperoleh dari penyalahguna narkoba yang bermukim di perkotaan dan perdesaan.
Berdasarkan angka prevalensi yang ada pada masing masing provinsi, disimpulkan
bahwa tidak ada satu pun provinsi diwilayah Indonesia yang bebas dari ancaman
penyalahgunaan narkoba.
Permasalahan narkoba seakan tidak ada habisnya di Indonesia. Ada kecenderungan
jumlah pemakai narkoba mengalami peningkatan setiap tahun. Pemakai narkoba tidak
terbatas pada masyarakat perkotaan, tapi juga merambah masyarakat pedesaan.
Pemakaian narkoba tidak hanya menyasar kelas sosial tertentu, tetapi sudah mencakup
semua lapisan masyarakat. Selain itu, pemakaian narkoba tidak terbatas pada orang yang
berduit saja, bahkan keluarga miskin pun banyak yang memakai narkoba. Saat ini,
pemakaian narkoba juga sudah merata hampir di semua profesi, tanpa terkecuali.
Terdapat kaitan antara penyalahgunaan NAPZA dengan penyebaran HIV/AIDS. Berikut
adalah beberapa informasi terkait prevalensi penyalahgunaan NAPZA dan HIV/AIDS di
Indonesia:
1. Survei nasional penyalahgunaan narkoba tahun 2021 yang dilakukan oleh Badan
Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan bahwa persentase pengguna narkoba yang
terinfeksi HIV/AIDS mencapai 66% .
2. Data yang terhimpun dari Badan Narkotika Nasional Sulsel menunjukkan bahwa
penyalahgunaan NAPZA / Narkoba di Sulawesi Selatan sampai tahun 2015 tercatat
sekitar 2.000 orang yang terinfeksi HIV/AIDS.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Universitas Udayana menunjukkan bahwa sebagian
besar penyalahguna narkoba yang terinfeksi HIV/AIDS mengalami diskriminasi dan
stigmatisasi dari masyarakat
Untuk mengatasi masalah ini, rehabilitasi penyalahgunaan NAPZA menjadi penting
untuk mengurangi dampak negatif dari penyalahgunaan NAPZA dan penyebaran
HIV/AIDS. Beberapa program rehabilitasi penyalahgunaan NAPZA dan pencegahan
penyebaran HIV/AIDS juga telah dilakukan di Indonesia, seperti program Pencegahan,
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) dan program
rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA dan pencegahan penyebaran
HIV/AIDS.
Karena tingginya angka kejadian infeksi HIV / AIDS akibat penyalahgunaan NAPZA,
terutama pada kelompok yang rentan seperti pengguna narkoba suntik, rehabilitasi
penyalahgunaan NAPZA menjadi penting untuk mengurangi dampak negatif dari
penyalahgunaan NAPZA dan penyebaran HIV/AIDS .

B. Rumusan masalah
Berikut adalah beberapa manfaat diangkatnya penelitian ini:
1. Memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang hubungan antara
penyalahgunaan NAPZA dan penyebaran HIV/AIDS di Indonesia.
2. Mengevaluasi efektivitas program rehabilitasi penyalahgunaan NAPZA dan
pencegahan penyebaran HIV/AIDS yang telah dilakukan di Indonesia.
3. Memberikan informasi yang berguna bagi pemerintah dan masyarakat dalam
mengembangkan program pencegahan dan rehabilitasi penyalahgunaan NAPZA
dan penyebaran HIV/AIDS di Indonesia.
4. Menambah literatur dan pengetahuan tentang penyalahgunaan NAPZA dan
penyebaran HIV/AIDS di Indonesia.
5. Memberikan rekomendasi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam
pengembangan program pencegahan dan rehabilitasi penyalahgunaan NAPZA
dan penyebaran HIV/AIDS di Indonesia.

C. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara penyalahgunaan
NAPZA dengan penyebaran HIV/AIDS di Indonesia serta untuk mengevaluasi efektivitas
program rehabilitasi penyalahgunaan NAPZA dan pencegahan penyebaran HIV/AIDS
yang telah dilakukan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif yang melibatkan wawancara mendalam dengan narasumber terkait, observasi,
dan analisis dokumen terkait. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pemahaman
yang lebih mendalam tentang hubungan antara penyalahgunaan NAPZA dan penyebaran
HIV/AIDS, serta efektivitas program rehabilitasi penyalahgunaan NAPZA dan
pencegahan penyebaran HIV/AIDS di Indonesia.

D. Manfaat penelitian
Berikut adalah beberapa manfaat diangkatnya penelitian ini:
1. Memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang hubungan antara
penyalahgunaan NAPZA dan penyebaran HIV/AIDS di Indonesia.
2. Mengevaluasi efektivitas program rehabilitasi penyalahgunaan NAPZA dan
pencegahan penyebaran HIV/AIDS yang telah dilakukan di Indonesia.
3. Memberikan informasi yang berguna bagi pemerintah dan masyarakat dalam
mengembangkan program pencegahan dan rehabilitasi penyalahgunaan NAPZA
dan penyebaran HIV/AIDS di Indonesia.
4. Menambah literatur dan pengetahuan tentang penyalahgunaan NAPZA dan
penyebaran HIV/AIDS di Indonesia.
5. Memberikan rekomendasi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam
pengembangan program pencegahan dan rehabilitasi penyalahgunaan NAPZA
dan penyebaran HIV/AIDS di Indonesia
BAB II

TINJAUAN MASALAH

A. Definisi NAPZA
Napza adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya, meliputi
zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi menimbulkan perubahan fungsi fisik dan
psikis, serta menimbulkan ketergantungan (BNN, 2004)
NAPZA adalah zat yang memengaruhi struktur atau fungsi beberapa bagian tubuh orang
yang mengonsumsinya. Manfaat maupun risiko penggunaan NAPZA bergantung pada
seberapa banyak, seberapa sering, cara menggunakannya, dan bersamaan dengan obat
atau NAPZA lain yang di konsumsi (Kemenkes RI, 2010)
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang bersifat patologis, paling
sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga menimbulkan gangguan dalam
pekerjaan dan fungsi sosial.
Menurut Pasal 1 UU RI No.35 Tahun 2009 Ketergantungan adalah kondisi yang ditandai
oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus-menerus dengan takaran yang
meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi
dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.

B. Pengelompokan Jenis NAPZA


Narkoba (narkotika dan obat-obatan berbahaya). Di Indonesia, narkoba memiliki nama
lain Napza (Narkotika, Psikontropika dan zat aditif). Sebenarnya, narkoba merupakan
jenis obat-obatan yang biasanya dipakai dokter untuk membius pasien saat akan
dilakukan operasi atau obat-obatan yang digunakan untuk proses penyembuhan penyakit
tertentu, akan tetapi beberapa kalangan menggunakan obat-obatan tersebut dengan tujuan
yang tidak baik, sehingga menimbulkan efek bahwa obat-obatan yang digunakan untuk
medis tersebut menjadi obat-obatan yang terlarang.
1. Pengelompokan Jenis Narkoba berdasarkan Jenis narkoba berdasarkan efek yang
ditimbulkan :
a. Halusinogen
Pengguna narkoba jenis ini memiliki halusinasi yang kuat pada saat melihat suatu
hal/benda yang sebenarnya tidak ada / tidak nyata. Contoh narkoba yang meberi efek
seperti ini adalah kokain dan LSD.
b. Stimulan
Yaitu jenis narkoba yang berefek mempercepat kerja jantung dan otak lebih dari
biasanya. Pengguna narkoba jenis ini akan memiliki tenaga extra. Efek lainnya
adalah si pengguna merasa lebih senang dan gembira untuk sementara waktu.
c. Depresan
Yaitu jenis narkoba yang memiliki sistem kerja dengan cara menekan sistem saraf
pusat serta mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Pengguna narkoba jenis ini
akan merasakan efek tenang, tertidur / pingsan. Contoh Depresan adalah putaw.
d. Adiktif
Narkoba jenis ini mengakibatkan pemakai memiliki sifat yang pasif, karena
kandungan zat yang ada dalam narkoba yang tergolong jenis ini dapat
memutuskan saraf otak. Mereka biasanya akan mengalami kecanduan. Pengguna
biasanya akan selalu ingin dan ingin lagi mengkonsumsi narkoba jenis ini.
Contohnya : ganja, heroin, putaw.
Seseorang yang sudah mengalami ketergantungan narkoba, kemungkinan besar
tubuhnya akan mengalami kerusakan dan pada ujungnya akan berdampak pada
kematian.
2. Pengelompokan narkotika berdasarkan golongan :
Narkotika adalah istilah yang mengacu pada Narkotika, Psikotropika, dan Bahan
Adiktif.
Narkotika adalah suatu zat atau obat yang berasal dari tumbuhan atau bukan
tumbuhan, baik sintetik maupun semi sintetik, yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya sensasi, mengurangi hingga menghilangkan rasa
sakit, dan dapat menimbulkan kecanduan.
Narkotika dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan potensi penyalahgunaan dan
ketergantungan
a. Golongan I : Narkotika yang hanya dapat dimanfaatkan untuk keperluan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tidak digunakan untuk terapi,
serta mempunyai potensi penyalahgunaan dan ketergantungan yang sangat tinggi.
b. Golongan II : Narkotika yang dapat digunakan sebagai upaya terakhir dalam
terapi/pengobatan dan untuk keperluan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta mempunyai potensi penyalahgunaan dan ketergantungan yang
tinggi.
c. Golongan III : Narkotika yang mempunyai khasiat terapeutik dan banyak
digunakan dalam tujuan terapi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta mempunyai potensi penyalahgunaan dan ketergantungan yang
rendah

C. Dampak langsung dan tidak langsung penyalahgunaan NAPZA


Dampak langsung dan tidak langsung dari penyalahgunaan narkoba bisa sangat parah.
Narkoba yang meliputi Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Adiktif dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya sensasi, mengurangi hingga
menghilangkan rasa sakit, dan dapat menimbulkan kecanduan. Narkoba dibagi menjadi
tiga kelompok berdasarkan potensi penyalahgunaan dan ketergantungan. Dampak
langsung penyalahgunaan narkoba meliputi gangguan kesehatan fisik, mental, dan
emosional, seperti kerusakan jantung, ginjal, paru-paru, dan tulang, serta depresi,
psikosis, dan bunuh diri. Dampak tidak langsung dari penyalahgunaan narkoba antara
lain masalah keuangan, isolasi sosial, dan perilaku kriminal. Hukuman untuk pelanggaran
narkoba di Indonesia sangat berat, termasuk hukuman mati.
Penyalahgunaan NAPZA dan HIV/AIDS
A. Hubungan antara penyalahgunaan NAPZA dan HIV/AIDS
Hubungan antara penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat-zat Adiktif
Lainnya) dan HIV/AIDS sangat erat dan kompleks. Penyalahgunaan NAPZA dapat
meningkatkan risiko seseorang terkena HIV/AIDS dan memengaruhi penyebaran
penyakit ini melalui berbagai mekanisme, seperti yang dijelaskan di bawah ini:
1. Perilaku berisiko: Penyalahgunaan NAPZA sering kali berhubungan dengan
perilaku berisiko, seperti berhubungan seks tanpa kondom atau berbagi jarum
suntik saat mengonsumsi narkoba. Ini dapat memfasilitasi penularan HIV jika
seseorang terlibat dalam aktivitas seksual berisiko atau berbagi alat injeksi dengan
individu lain yang terinfeksi HIV.
2. Penurunan daya tahan tubuh: Penyalahgunaan NAPZA dapat merusak sistem
kekebalan tubuh, membuat seseorang lebih rentan terhadap infeksi, termasuk
HIV. Zat-zat kimia dalam narkoba dapat mengganggu fungsi sistem kekebalan
tubuh dan menghambat kemampuannya untuk melawan infeksi.
3. Komunitas berisiko tinggi: Orang yang terlibat dalam penyalahgunaan NAPZA
seringkali hidup dalam komunitas yang rentan terhadap HIV/AIDS, seperti
komunitas pengguna narkoba atau kelompok dengan tingkat pendidikan dan
kesejahteraan yang rendah. Hal ini dapat menciptakan lingkungan yang
memungkinkan penularan HIV.
4. Stigma dan akses ke perawatan: Penyalahguna NAPZA dan orang yang hidup
dengan HIV/AIDS sering menghadapi stigma dan diskriminasi, yang dapat
menghalangi mereka untuk mencari pengujian HIV atau perawatan yang
dibutuhkan. Stigma ini juga dapat menyebabkan isolasi sosial dan perilaku
berisiko lebih lanjut.
5. Kombinasi infeksi: Seseorang yang terinfeksi HIV dan penyalahguna NAPZA
secara bersamaan menghadapi risiko kesehatan yang lebih besar. Penyalahgunaan
narkoba dapat mengganggu pengobatan HIV yang efektif, dan sebaliknya, HIV
dapat memperburuk efek negatif penyalahgunaan NAPZA pada kesehatan.
B. Faktor risiko penularan HIV/AIDS pada penyalahguna NAPZA
Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat-zat Adiktif Lainnya) dapat
meningkatkan risiko penularan HIV/AIDS karena berbagai alasan, termasuk perilaku
berisiko dan penurunan daya tahan tubuh. Berikut adalah beberapa faktor risiko yang
berkontribusi pada penularan HIV/AIDS pada penyalahguna NAPZA:
1. Berhubungan seks tanpa kondom: Penyalahguna NAPZA mungkin terlibat dalam
perilaku seks yang berisiko, seperti berhubungan seks tanpa kondom atau dengan
pasangan yang memiliki risiko tinggi terinfeksi HIV. Hal ini dapat meningkatkan
kemungkinan penularan HIV.
2. Pertukaran jarum suntik: Pengguna narkoba yang menggunakan jarum suntik
bersama-sama dengan orang lain dapat menularkan virus HIV jika ada jarum yang
terkontaminasi dengan darah yang terinfeksi. Ini adalah salah satu cara utama
penularan HIV di antara pengguna narkoba yang menyuntikkan obat.
3. Berbagi alat semprot atau peralatan penggunaan narkoba: Berbagi alat semprot atau
peralatan lainnya yang digunakan untuk mengonsumsi narkoba (seperti alat hisap,
cerutu narkoba, atau bong) dapat menyebabkan penularan HIV jika alat-alat tersebut
terkontaminasi dengan darah yang terinfeksi.
4. Penurunan daya tahan tubuh: Pengguna NAPZA sering mengalami penurunan daya
tahan tubuh akibat paparan zat-zat beracun dan efek samping obat-obatan. Ini
membuat mereka lebih rentan terhadap infeksi, termasuk HIV.
5. Perilaku seksual berisiko lainnya: Penyalahguna NAPZA mungkin juga cenderung
terlibat dalam perilaku seksual berisiko lainnya, seperti memiliki banyak pasangan
seksual atau berpartisipasi dalam aktivitas seksual tanpa kondom dengan pasangan
yang terinfeksi HIV.
6. Hidup di lingkungan yang rentan: Pengguna NAPZA sering kali hidup dalam
lingkungan yang rentan, seperti komunitas yang miskin atau kurang berpendidikan,
yang dapat membatasi akses mereka ke informasi tentang HIV/AIDS dan layanan
kesehatan yang memadai.
7. Stigma dan diskriminasi: Stigma terhadap penyalahguna NAPZA dan orang yang
hidup dengan HIV/AIDS dapat menghambat upaya pencegahan dan perawatan.
Individu yang merasa stigmatized atau diskriminasi mungkin lebih enggan mencari
pengujian HIV atau perawatan yang dibutuhkan.
8. Penting untuk memahami bahwa penyalahgunaan NAPZA bukanlah penyebab
langsung HIV/AIDS, tetapi faktor-faktor ini dapat meningkatkan risiko penularan
virus HIV di antara individu yang terlibat dalam penggunaan narkoba dan perilaku
berisiko. Upaya pencegahan yang efektif harus mencakup pendidikan kesehatan yang
tepat, pengurangan risiko, akses ke layanan pengobatan penggunaan NAPZA, dan
dukungan bagi individu yang terkena HIV/AIDS dan penyalahgunaan NAPZA.
Rehabilitasi Penyalahgunaan NAPZA
A. Tahapan rehabilitasi penyalahguna NAPZA
Tahapan rehabilitasi penyalahguna NAPZA terdiri dari beberapa tahap, yaitu
1. Tahap rehabilitasi medis (detoksifikasi): Pada tahap ini, pecandu diperiksa seluruh
kesehatannya baik fisik dan mental oleh dokter pelatihan. Dokterlah yang
menentukan jenis obat yang diperlukan untuk membantu pecandu mengatasi gejala
putus obat atau detoksifikasi. Tahap ini bertujuan untuk membersihkan tubuh dari
zat-zat yang merusak dan membuat pecandu siap untuk melanjutkan tahap
selanjutnya.
2. Tahap rehabilitasi nonmedis: Pada tahap ini, pecandu ikut dalam program
rehabilitasi. Di Indonesia sudah dibangun tempat-tempat rehabilitasi, contoh di
bawah BNN adalah tempat rehabilitasi di daerah Lido (Kampus Unitra), Baddoka
(Makassar), dan Samarinda. Di tempat rehabilitasi ini, pecandu menjalani berbagai
program diantaranya program terapeutik komunitas (TC), 12 langkah (dua belas
langkah, pendekatan keagamaan, dan lain-lain.
3. Terapi substitusi opioda: Tahap ini hanya digunakan untuk pasien-pasien
ketergantungan heroin (opioda). Untuk pengguna opioda hard coredict (pengguna
opioda yang sangat berat), terapi substitusi opioda dapat membantu mengurangi
gejala putus obat dan mengurangi risiko overdosis.
4. Tahap bina lanjut (after care): Tahap ini pecandu diberikan kegiatan sesuai dengan
minat dan bakat untuk mengisi kegiatan sehari-hari, pecandu dapat kembali ke
sekolah atau tempat kerja namun tetap berada di bawah pengawasan. Tahap ini
bertujuan untuk membantu pecandu agar dapat kembali ke masyarakat dan
menjalani kehidupan yang produktif setelah menjalani program rehabilitasi

B. Model Terapi Rehabilitasi yang digunakan di Indonesia


Dalam penanganan pecandu narkoba, di Indonesia terdapat beberapa metode terapi dan
rehabilitasi yang digunakan yaitu :
1. Cold turkey; artinya seorang pecandu langsung menghentikan penggunaan narkoba/zat
adiktif. Metode ini merupakan metode tertua, dengan mengurung pecandu dalam masa
putus obat tanpa memberikan obat-obatan. Setelah gejala putus obat hilang, pecandu
dikeluarkan dan diikutsertakan dalam sesi konseling (rehabilitasi nonmedis). Metode
ini bnayak digunakan oleh beberapa panti rehabilitasi dengan pendekatan keagamaan
dalam fase detoksifikasinya.
2. Metode alternatif
3. Terapi substitusi opioda; hanya digunakan untuk pasien-pasien ketergantungan heroin
(opioda). Untuk pengguna opioda hard core addict (pengguna opioda yang telah
bertahun-tahun menggunakan opioda suntikan), pecandu biasanya mengalami
kekambuhan kronis sehingga perlu berulang kali menjalani terapi ketergantungan.
Kebutuhan heroin (narkotika ilegal) diganti (substitusi) dengan narkotika legal.
Beberapa obat yang sering digunakan adalah kodein, bufrenorphin, metadone, dan
nalrekson. Obat-obatan ini digunakan sebagai obat detoksifikasi, dan diberikan dalam
dosis yang sesuai dengan kebutuhan pecandu, kemudian secara bertahap dosisnya
diturunkan. Keempat obat di atas telah banyak beredar di Indonesia dan perlu adanya
kontrol penggunaan untuk menghindari adanya penyimpangan/penyalahgunaan obat-
obatan ini yang akan berdampak fatal.
4. Therapeutic community (TC); metode ini mulai digunakan pada akhir 1950 di
Amerika Serikat. Tujuan utamanya adalah menolong pecandu agar mampu kembali ke
tengah masyarakat dan dapat kembali menjalani kehidupan yang produktif. Program
TC, merupakan program yang disebut Drug Free Self Help Program. program ini
mempunyai sembilan elemen yaitu partisipasi aktif, feedback dari keanggotaan, role
modeling, format kolektif untuk perubahan pribadi, sharing norma dan nilai-nilai,
struktur & sistem, komunikasi terbuka, hubungan kelompok dan penggunaan
terminologi unik. Aktivitas dalam TC akan menolong peserta belajar mengenal dirinya
melalui lima area pengembangan kepribadian, yaitu manajemen perilaku,
emosi/psikologis, intelektual & spiritual, vocasional dan pendidikan, keterampilan
untuk bertahan bersih dari narkoba.
5. Metode 12 steps; di Amerika Serikat, jika seseorang kedapatan mabuk atau
menyalahgunakan narkoba, pengadilan akan memberikan hukuman untuk mengikuti
program 12 langkah. Pecandu yang mengikuti program ini dimotivasi untuk
mengimplementasikan ke 12 langkah ini dalam kehidupan sehari-hari.

C. Strategi rehabilitasi penyalahguna NAPZA


Strategi rehabilitasi penyalahguna napza adalah pendekatan yang digunakan untuk
membantu individu yang mengalami masalah penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan
terlarang agar dapat pulih dan kembali berfungsi secara normal dalam masyarakat.
Rehabilitasi penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif Lainnya)
adalah proses yang kompleks dan berkelanjutan yang bertujuan untuk membantu individu
yang terlibat dalam penyalahgunaan NAPZA agar pulih, kembali berfungsi normal, dan
menghindari kekambuhan. Berikut adalah beberapa strategi rehabilitasi yang penting
untuk membantu penyalahguna NAPZA dalam perjalanan pemulihan mereka:
Strategi rehabilitasi penyalahguna NAPZA dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara
lain:
1. Program scrining intervensi lapangan: Program ini dilakukan oleh BNN untuk
mendeteksi dini propaganda narkoba dan memberikan intervensi yang tepat kepada
para penyalahguna. Program ini bertujuan untuk mempercepat proses rehabilitasi dan
mencegah pencegahan narkoba yang lebih parah.
2. Pelatihan dan pendidikan: Memberikan pelatihan dan pendidikan kepada berbagai
kelompok masyarakat, mulai dari remaja dalam usia sekolah, sampai orang tua dan
tokoh-tokoh masyarakat tentang strategi-strategi pencegahan, keterampilan
mengasuh anak, pelatihan kerja untuk remaja dan lainnya. Seperti memberikan
penyuluhan tentang narkoba dan kampanye anti narkoba.
3. Terapi pengganti opioda: Terapi ini digunakan untuk pasien ketergantungan heroin
(opioda) dan bertujuan untuk mengurangi gejala putus obat dan mengurangi risiko
overdosis
4. Program rehabilitasi: Program rehabilitasi dilakukan di tempat-tempat rehabilitasi
yang sudah dibangun oleh pemerintah, seperti di bawah BNN adalah tempat
rehabilitasi di daerah Lido (Kampus Unitra), Baddoka (Makassar), dan Samarinda.
Di tempat rehabilitasi ini, pecandu menjalani berbagai program diantaranya program
terapeutik komunitas (TC), 12 langkah (dua belas langkah, pendekatan keagamaan,
dan lain-lain. Pada tahap ini, pecandu akan dilatih untuk mengontrol diri serta
terbuka kepada dokter dan rekan pengidap
5. Tahap bina lanjut (after care): Tahap ini pecandu diberikan kegiatan sesuai dengan
minat dan bakat untuk mengisi kegiatan sehari-hari, pecandu dapat kembali ke
sekolah atau tempat kerja namun tetap berada di bawah pengawasan. Tahap ini
bertujuan untuk membantu pecandu agar dapat kembali ke masyarakat dan menjalani
kehidupan yang produktif setelah menjalani program rehabilitas

D. Dampak rehabilitasi penyalahguna NAPZA


Rehabilitasi penyalahguna NAPZA dapat memberikan dampak positif bagi kesehatan
fisik dan mental seseorang. Berikut adalah beberapa dampak rehabilitasi penyalahguna
NAPZA:
1. Menurunnya risiko terkena penyakit: Dengan menjalani program rehabilitasi,
penyalahguna NAPZA dapat membersihkan tubuh dari zat-zat yang merusak dan
menurunkan risiko terkena penyakit seperti penyakit paru-paru, jantung, stroke,
kanker, dan kondisi lainnya.
2. Meningkatnya kesehatan mental: Program rehabilitasi juga dapat membantu
meningkatkan kesehatan mental seseorang. Pecandu yang telah menjalani program
rehabilitasi dapat belajar mengendalikan diri, mengatasi stres, dan membangun
kembali kepercayaan diri mereka.
3. Meningkatnya produktivitas: Setelah menjalani program rehabilitasi, penyalahguna
NAPZA dapat kembali ke dan menjalani kehidupan masyarakat yang produktif.
Mereka dapat kembali ke sekolah atau tempat kerja dan melakukan kegiatan yang
bermanfaat.
4. Menurunnya risiko overdosis: Terapi pengganti opioda dapat membantu mengurangi
risiko overdosis pada pasien ketergantungan heroin (opioda).
5. Menurunnya risiko penularan HIV/AIDS: Dengan menjalani program rehabilitasi,
penyalahguna NAPZA dapat mempelajari cara mencegah penularan HIV/AIDS,
seperti menggunakan jarum suntik yang steril dan menjalani tes HIV secara rutin
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. RESUME PASIEN
Pada tanggal 28 April 2023 pukul 08.00 WIB, Tn. A berusia 41 tahun memeriksakan diri
ke UGD RS Bhakti Wiyata. Klien diantar oleh kakak pertamanya. Klien mengatakan alasan Ia
mau masuk perawatan adalah karena saran dari kakaknya yang mengatakan takut jika adiknya
tertangkap dan tersangkut kasus hukum karena menggunakan Heroin, sehingga urusannya akan
panjang. Klien mengatakan sebenarnya ingin berhenti menggunakan Putaw (Heroin) tetapi tidak
bisa menjamin dan yakin akan benar-benar bisa berhenti karena lemahnya dukungan dari
sekitarnya seperti keluarga dan klien tidak memiliki teman dekat lagi. Klien mengatakan saat
memakai Putaw/Heroin tujuannya supaya dapat kembali merasa tenang dan mempercepat
berjalannya waktu dan dirinya akan lebih tenang dan esoknya bisa kerja. Klien juga mengatakan
susah tidur dan harus minum obat tidur tiap malam. Klien mengatakan biasa mulai tidur jam 3-an
malam sampai jam 8 pagi. Klien juga mengatakan badannya nyeri karena baru saja putus codein
dan gelisah terus. Klien pernah mengikuti terapi interferon karena positif hepatitis C. Keadaan
umum sedang, kesadaran compos mentis. Tampak lingkaran hitam di area sekitar mata, tampak
lesu, dan tidak bersemangat. Hasil observasi TTV, TD : 130/90mmHg, N : 134x/m, S : 36.6 C,
RR : 20x/m. Masalah keperawatan yang diangkat adalah koping tidak efektif. Tindakan
keperawatan yang telah dilakukan adalah membina hubungan saling percaya, melibatkan
keluarga dalam perencanaan dan aktivitas perawatan, menjelaskan pentingnya tidak
menggunakan zat, dan menganjurkan keluarga berpartisipasi dalam upaya pemulihan. Therapy
yang diberikan adalah Ranitidine 2x1 tab, Omeprazole 2x4 mg, Polysilane 3ml sebelum makan,
Esilgan 1x2 mg, Heximer 1x2 mg, Asam mefenamat 3x500 mg, Luften 1x50 mg, Tramadol
3x500 mg, Neurobath 3x1 tab. Evaluasi keperawatan secara umum, masalah belum teratasi
pasien disiapkan untuk perawatan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Koping tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan sistem pendukung
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur

C. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Standar Intervensi


Keperawatan Indonesia ( SIKI
)

1 Koping tidak efektif Setelah dilakukan Terapi penyalahan Zat


berhubungan dengan tindakan keperawatan (I.09325)
ketidakadekuatan sistem selama 3x24 jam,
Observasi :
pendukung diharapkan Status
Koping (L.09086) 1. Periksa penggunaan zat
DS :
Membaik dengan kriteria selama pengobatan (mis.
1. Klien mengatakan hasil : Skrining urine dan analisa
pertama kali nafas)
1. Perilaku koping
menggunakan NAPZA di
adaptif meningkat 2. Periksa adanya penyakit
tahun 1996, yaitu jenis
dari 3 menjadi 5, menular
alkohol karena saat itu
ditandai dengan Terapeutik :
merasa frustasi.
mampu bersosialisasi
2. Klien mengatakan 1. Bina hubungan saling
dengan orang lain dan
sebenarnya ingin berhenti percaya
mampu memecahkan
menggunakan Putaw masalah secara efektif 2. Lakukan managemen
(Heroin) tetapi tidak bisa gejala selama periode
2. Kemampuan
menjamin dan yakin akan detoksifikasi
membina hubungan
benar-benar bisa berhenti
meningkat dari 3 3. Fasilitasi resosiliasi dan
karena lemahnya
menjadi 5, ditandai membangun kembali
dukungan dari sekitarnya
dengan kemampuan hubungan
seperti keluarga dan klien
bersosialisasi kembali
tidak memiliki teman 4. Libatkan keluarga dalam
dekat lagi 3. Verbalisasi perencanaan dan aktivitas
rasionalisasi perawatan
3. Klien mengatakan saat
kegagalan menurun
memakai Putaw/Heroin Edukasi :
dari 3 menjadi 5,
tujuannya supaya dapat
ditandai dengan 1. Jelaskan efek zat yang
kembali merasa tenang
menyatakan percaya digunakan secara fisik
dan mempercepat
bisa sembuh dari dan psikologis
berjalannya waktu dan
ketergantungan zat 2. Jelaskan pentingnya tidak
dirinya akan lebih tenang
dan esoknya bisa kerja. 4. Perilaku menggunakan zat

penyalahgunaan zat 3. Anjurkan keluarga


4. Klien mengatakan sudah
menurun dari 3 berpartisipasi dalam
bercerai dengan istrinya
menjadi 5, ditandai upaya pemulihan
DO : dengan tidak
4. Ajarkan managemen
1. Klien tampak murung dan emosional, tidak ada
stress, misalnya dengan
sedih, serta tidak perilaku rasa
olahraga, teknik relaksasi
bersemangat bersalah, mampu
mengurangi sampai Kolaborasi :
2. Klien tampak hanya
berhenti
diantar oleh salah satu 1. Kolaborasi dalam
menggunakan zat
kakaknya ke RS. pemberian obat sesuai
terlarang
indikasi

3. Klien tampak
menggunakan heroin jika
merasa ingin tenang

2 Gangguan pola tidur Setelah dilakukan Dukungan Tidur ( I.05174)


berhubungan dengan kurang tindakan keperawatan
Observasi :
kontrol tidur selama 3x24 jam,
DS : diharapkan Pola tidur Identifikasi pola aktivitas dan
1. Klien mengatakan susah (L05045) membaik tidur
tidur dan harus minum obat 1. Identifikasi obat tidur yang
tidur tiap malam dengan kriteria hasil : digunakan
2. Klien mengatakan bisa
1. Keluhan sulit tidur Terapeutik :
mulai tidur jam 3-an malam
menurun dari 3
sampai jam 8 pagi 1. Modifikasi lingkungan
menjadi 5
3. Klien mengatakan 2. Fasilitasi menghilangkan
badannya terasa nyeri karena 2. Keluhan sering
stress sebelum tidur
efek putus obat terjaga malam

DO : menurun dari 3 3. Tetapkan jadwal tidur rutin

1. Tampak lingkaran hitam di menjadi 5 Edukasi :


area sekitar mata 3. Keluhan istirahat Anjurkan menepati kebiasaan
2. Klien tampak lesu tidak cukup menurun waktu tidur
3. Klien terlihat tampak tidak dari 3 menjadi 5
bersemangat
4. Kemampuan
beraktivitas
meningkat dari 3
menjadi 5

5. Keluhan pola tidur


berubah menurun dari
3 menjadi 5
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Tggl Diagnosa Implementasi Nama


&
Jam

28.4. Koping tidak Membina hubungan saling percaya Kel 8


23 efektif Respon : Pasien tampak terbuka dalam komunikasi dengan
08.00 berhubungan perawat. Pasien mengatakan menggunakan heroin dan harus
wib dengan berhenti, merasa stress, dan dijauhi oleh teman dan
ketidakadekuatan keluarganya.
sistem pendukung Pasien tampak tidak bersemangat

Jam Mengkaji adanya penyakit menular


08.30 Respon : Ada riw Hepatitis C
wib
Jam Menjelaskan pentingnya tidak menggunakan zat dan
09.00 menganjurkan keluarga berpartisipasi dalam upaya
wib pemulihan
Respon : Klien dan kakak klien tampak mendengarkan dan
mengerti penjelasan Ners

Jam Melibatkan keluarga dalam perencanaan dan aktivitas


08.40 perawatan
wib Respon : Keluarga tampak mengerti dan memberikan
semangat kepada klien untuk lepas dari zat adiktif

Jam Berkolaborasi dalam pemberian therapy Asam mefenamat


13.00 3x500 mg, Tramadol 3x500 mg, Neurobath 3x1 tab
wib Respon : Obat diberikan via oral
Tggl Diagnosa Implementasi Nama
&
Jam

28.4.2 Gangguan pola Pasien masih merasa agak nyeri pada badan, masih stress Kel 8
019 tidur berhubungan karena harus mencoba lepas dari heroin.
Jam dengan kurang Respon : Klien tampak masih sedikit gelisah
20.00 kontrol tidur
wib Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur
Respon : Pasien mengatakan masih susah tidur di jam 21.00.
21.00 Pasien tidur di jam 00 lebih karena masih banyak beban
wib pikiran dan badan masih agak ngilu. Dan klien merasa masih
stress

Berkolaborasi dalam pemberian therapy Esilgan 1x2 mg,


Heximer 1x2 mg, Luften 1x50 mg
Respon : Obat diberikan via oral
Jam
20.00 Menetapkan jadwal tidur rutin
wib Respon : Klien tampak mulai menetapkan jadwal tidur di jam
21.00 atau 22.00

Jam
21.00
wib
E. EVALUASI KEPERAWATAN

TGGL DIAGNOSA SOAP NAMA


& JAM KEPERWATAN &
PARAF

29/4/ Koping tidak S : Pasien mengatakan masih stress Kel 8


2023 efektif O : Keadaan umun sedang kes. Compos mentis
JAM berhubungan Tampak kakak pasien setia menemani pasien di RS
13.00wi dengan Klien tampak sudah mampu bersosialisasi
b ketidakadekuatan Klien sudah mampu mengontrol untuk tidak
sistem pendukung menggunakan obat zat adiktif yg berbahaya
TGGL DIAGNOSA SOAP NAMA
& JAM KEPERWATAN &
PARAF

A : Masalah teratasi sebagian


P : Lanjutkan intervensi :
Libatkan keluarga dalam perencanaan dan aktivitas
perawatan
Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi

29/4/ Gangguan pola S : Kel 8


2023 tidur berhubungan Pasien mengatakan masih susah tidur di jam 21.00.
JAM dengan kurang Pasien tidur di jam 00 lebih karena masih banyak
13.00wi kontrol tidur beban pikiran.
b O : KU.sedang, kes. Compos mentis
Lingkaran hitam bawah mata masih tampak
Klien masih tampak terjaga di malam hari
Klien terlihat masih menggunakan obat untuk
membantu tidur
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi :
Identifikasi pola aktivitas dan tidur
Tetapkan jadwal tidur rutin
Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
BAB IV
KESIMPULAN

A. Ringkasan hasil penelitian


Kesimpulan Penyalahgunaan NAPZA Berkaitan dengan HIV/AIDS dan Rehabilitasi
Penyalahgunaan NAPZA:
1. Penyalahgunaan NAPZA dapat meningkatkan risiko terkena HIV/AIDS karena
perilaku seksual resiko tinggi yang dilakukan oleh pengguna NAPZA
2. Penyalahgunaan NAPZA juga dapat memberikan dampak buruk pada kesehatan fisik
dan mental individu, seperti gangguan kesehatan jantung, paru-paru, hati, ginjal, dan
sistem saraf pusat.
3. Rehabilitasi penyalahgunaan NAPZA merupakan upaya untuk membantu individu
yang telah kecanduan NAPZA agar dapat pulih dan kembali berfungsi secara normal.
Rehabilitasi dapat dilakukan melalui berbagai metode, seperti terapi perilaku kognitif,
terapi kelompok, dan pengobatan farmakologis.
4. Pentingnya pencegahan penyalahgunaan NAPZA melalui kebijakan P4GN
(Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba) yang
diimplementasikan pada kalangan pelajar dan masyarakat umum
Dalam kesimpulannya, penyalahgunaan NAPZA dapat memberikan dampak buruk pada
kesehatan fisik dan mental individu, meningkatkan risiko terkena HIV/AIDS, dan dapat
diatasi melalui rehabilitasi. Oleh karena itu, pencegahan penyalahgunaan NAPZA
melalui kebijakan P4GN perlu ditingkatkan untuk mengurangi jumlah pengguna NAPZA
dan risiko terkena HIV/AIDS
B. Saran
Berikut adalah beberapa saran terkait penyalahgunaan NAPZA berkaitan dengan
HIV/AIDS dan rehabilitasi penyalahgunaan NAPZA:
1. Meningkatkan sosialisasi dan edukasi mengenai bahaya penyalahgunaan NAPZA dan
risiko terkena HIV/AIDS, terutama pada kalangan remaja dan masyarakat umum
2. Meningkatkan kebijakan P4GN (Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkoba) yang diimplementasikan pada kalangan pelajar dan
masyarakat umum
3. Meningkatkan akses dan kualitas layanan rehabilitasi penyalahgunaan NAPZA, seperti
terapi perilaku kognitif, terapi kelompok, dan pengobatan farmakologis
4. Meningkatkan peran keluarga dan masyarakat dalam membantu individu yang telah
kecanduan NAPZA agar dapat pulih dan kembali berfungsi secara normal
5. Meningkatkan kerjasama antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan sektor
swasta dalam upaya pencegahan dan rehabilitasi penyalahgunaan NAPZA.
Dalam kesimpulannya, saran-saran tersebut dapat dilakukan untuk mengurangi jumlah
pengguna NAPZA dan risiko terkena HIV/AIDS, serta membantu individu yang telah
kecanduan NAPZA agar dapat pulih dan kembali berfungsi secara normal. Oleh karena
itu, perlu adanya kerjasama antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan sektor
swasta dalam upaya pencegahan dan rehabilitasi penyalahgunaan NAPZA

Daftar Pustaka

Aminah, S., & Sari, D. K. (2021). Memahami Penyalahguna Narkoba yang Terinfeksi
HIV/AIDS melalui Penelitian Kualitatif. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, 10(1), 1-10.
Hawari, D. (2006). Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat
Adiktif) Edisi Kedua. FK-UI.

Anda mungkin juga menyukai