Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN NAPZA

MATA KULIAH KEP. HIV-AIDS

Dosen Pengampu : Ns. Affuadi, M.kep

Disusun oleh :

KELOMPOK III

{SEMESTER : IV / D}

1. Aulia Saputri ( 1707201103 )

2. Intan Fitria ( 1707201109 )

3. Maulidar Fitri ( 1707201115 )

4. Niken Apdiningsih ( 1707201119 )

5. Pani Ayuni ( 1707201123 )

6. Zikrur Rahmat ( 1707201133 )

PRODI SI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH

LHOKSEUMAWE

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita semua ke jalan kebenaran yang
diridhoi Allah SWT.
Maksud penulis membuat makalah ini adalah untuk dapat lebih memahami
tentang Asuhan Keperawatan klien dengan NAPZA yang akan sangat berguna
terutama untuk mahasiswa. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah
ini banyak sekali kekurangannya baik dalam cara penulisan maupun dalam isi.
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis yang
membuat dan umumnya bagi yang membaca makalah ini. Amin.

Lhokseumawe, 27 Juni 2019

Tim penyusun

i
ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah penyalahgunaan NAPZA semakin banyak dibicarakan baik di
kota besar maupun kota kecil di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Peredaran NAPZA sudah sangat mengkhawatirkan sehingga cepat atau
lambat penyalahgunaan NAPZA akan menghancurkan generasi bangsa atau
disebut dengan lost generation (Joewana, 2005).
Faktor individu yang tampak lebih pada kepribadian individu tersebut;
faktor keluarga lebih pada hubungan individu dengan keluarga misalnya
kurang perhatian keluarga terhadap individu, kesibukan keluarga dan lainnya;
faktor lingkungan lebih pada kurang positifnya sikap masyarakat terhadap
masalah tersebut misalnya ketidakpedulian masyarakat tentang NAPZA
(Hawari, 2003).
Dampak yang terjadi dari faktor-faktor di atas adalah individu mulai
melakukan penyalahgunaan dan ketergantungan akan zat. Hal ini
ditunjukkan dengan makin banyaknya individu yang dirawat di rumah sakit
karena penyalahgunaan dan ketergantungan zat yaitu mengalami intoksikasi zat
dan withdrawal.
Peran penting tenaga kesehatan dalam upaya menanggulangi
penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA di rumah sakit khususnya upaya
terapi dan rehabilitasi sering tidak disadari, kecuali mereka yang berminat pada
penanggulangan NAPZA (DepKes, 2001). Berdasarkan permasalahan yang
terjadi di atas, maka perlunya peran serta tenaga kesehatan khususnya tenaga
keperawatan dalam membantu masyarakat yang sedang dirawat di rumah sakit
untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat tentang
perawatan dan pencegahan kembali penyalahgunaan NAPZA pada klien.
Untuk itu dirasakan perlu perawat meningkatkan kemampuan merawat klien
dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yaitu asuhan
keperawatan klien penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA
(sindroma putus zat).

1
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Pembaca dapat mengerti tentang faktor-faktor yang menyebabkan individu
menggunakan dan menyalahgunakan zat-zat adiktif sehingga setiap
individu dapat mengembangkan koping sistem agar tidak menggunakan zat
adiktif.
Dari keefektifan koping individu, maka akan menghindarkan individu
terhadap akibat dari penggunaan zat-zat adiktif yang salah satunya adalah
gangguan psikologi.
2. Tujuan Khusus
a. Pembaca dapat mengerti tentang penyalahgunaan zat adiktif.
b. Pembaca dapat mengerti tentang rentang respon gangguan penggunaan
zat.
c. Pembaca dapat mengetahui jenis-jenis NAPZA.
d. Pembaca dapat mengerti tentang faktor penyebab dari penggunaan zat-
zat adiktif.
e. Pembaca dapat mengerti tentang tanda dan gejala intoksikasi dan putus
zat.
f. Pembaca dapat mengerti tentang dampak penyalahgunaan NAPZA.
g. Pembaca dapat mengerti tentang penanggulangan masalah NAPZA.
h. Pembaca dapat mengerti tentang penyalahgunaan zat adiktif.
i. Pembaca dapat mengerti Asuhan Keperawatan pada klien pengguna zat
adiktif.
j. Pembaca dapat mengerti tentang Strategi Pelaksanaan pada klien
pengguna zat adiktif.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. KONSEP KEPERAWATAN NAPZA


A. PENGERTIAN NAPZA
NAPZA adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif
lainnya, meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi menimbulkan
perubahan fungsi fisik dan psikis, serta menimbulkan ketergantungan (BNN,
2004)
NAPZA adalah zat yang memengaruhi struktur atau fungsi beberapa
bagian tubuh orang yang mengonsumsinya. Manfaat maupun risiko
penggunaan NAPZA bergantung pada seberapa banyak, seberapa sering, cara
menggunakannya, dan bersamaan dengan obat atau NAPZA lain yang di
konsumsi (Kemenkes RI, 2010).
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang bersifat
patologis, paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga
menimbulkan gangguan dalam pekerjaan dan fungsi sosial. Sebetulnya
NAPZA banyak dipakai untuk kepentingan pengobatan, misalnya
menenangkan klien atau mengurangi rasa sakit. Tetapi karena efeknya “enak”
bagi pemakai, maka NAPZA kemudian dipakai secara salah, yaitu bukan
utnuk pengobatan tetapi untuk mendapatkan rasa nikmat. Penyalahgunaan
NAPZA secara tetap ini menyebabkan pengguna merasa ketergantungan pada
obat tersebut sehingga menyebabkan kerusakan fisik (Sumiati, 2009).

B. RENTANG RESPON GANGGUAN PENGGUNAAN ZAT


Rentang respons ganguan pengunaan NAPZA ini berfluktuasi dari
kondisi yang ringan sampai yang berat, indikator ini berdasarkan perilaku
yang ditunjukkan oleh pengguna NAPZA.
Respon adaptif Respon Maladaptif

Eksperimental Rekreasional Situasional Penyalahgunaan Ketergantungan

(Sumber: Yosep, 2007)

3
a. Eksperimental : Kondisi pengguna taraf awal, yang disebabkan rasa ingin
tahu dari remaja. Sesuai kebutuan pada masa tumbuh kembangnya, klien
biasanya ingin mencari pengalaman yang baru atau sering dikatakan taraf
coba-coba.
b. Rekreasional : Penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan
teman sebaya, misalnya pada waktu pertemuan malam mingguan, acara
ulang tahun. Penggunaan ini mempunyai tujuan rekreasi bersama teman-
temannya.
c. Situasional : Mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakan
kebutuhan bagi dirinya sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan cara
untuk melarikan diri atau mengatasi masalah yang dihadapi. Misalnya
individu menggunakan zat pada saat sedang mempunyai masalah,
stres, dan frustasi.
d. Penyalahgunaan : Penggunaan zat yang sudah cukup patologis, sudah
mulai digunakan secara rutin, minimal selama 1 bulan, sudah terjadi
penyimpangan perilaku mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan
sosial, pendidikan, dan pekerjaan.
e. Ketergantungan : Penggunaan zat yang sudah cukup berat, telah terjadi
ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan
adanya toleransi dan sindroma putus zat (suatu kondisi dimana individu
yang biasa menggunakan zat adiktif secara rutin pada dosis tertentu
menurunkan jumlah zat yang digunakan atau berhenti memakai, sehingga
menimbulkan kumpulan gejala sesuai dengan macam zat yang digunakan.
Sedangkan toleransi adalah suatu kondisi dari individu yang mengalami
peningkatan dosis (jumlah zat), untuk mencapai tujuan yang biasa
diinginkannya.

C. JENIS-JENIS NAPZA
NAPZA dapat dibagi ke dalam beberapa golongan yaitu :
1. Narkotika
Narkotika adalah suatu obat atau zat alami, sintetis maupun sintetis yang
dapat menyebabkan turunnya kesadaran, menghilangkan atau mengurangi

4
hilang rasa atau nyeri dan perubahan kesadaran yang menimbulkan
ketergantungna akan zat tersebut secara terus menerus. Contoh
narkotika yang terkenal adalah seperti ganja, heroin, kokain, morfin,
amfetamin, dan lain-lain. Narkotika menurut UU No.22 tahun 1997
adalah zat atau obat berbahaya yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat
menyebabkan penurunan maupun perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan (Wresniwiro dkk. 1999).
Golongan narkotika berdasarkan bahan pembuatannya adalah :
1) Narkotika alami yaitu zat dan obat yang langsung dapat dipakai
sebagai narkotik tanpa perlu adanya proses fermentasi, isolasi dan
proses lainnya terlebih dahulu karena bisa langsung dipakai dengan
sedikit proses sederhana. Bahan alami tersebut umumnya tidak boleh
digunakan untuk terapi pengobatan secara langsung karena terlalu
berisiko. Contoh narkotika alami yaitu seperti ganja dan daun koka.
2) Narkotika sintetis adalah jenis narkotika yang memerlukan proses yang
bersifat sintesis untuk keperluan medis dan penelitian sebagai
penghilang rasa sakit/analgesik. Contohnya yaitu seperti amfetamin,
metadon, dekstropropakasifen, deksamfetamin, dan sebagainya.
Narkotika sintetis dapat menimbulkan dampak sebagai berikut :
a) Depresan = membuat pemakai tertidur atau tidak sadarkan diri.
b) Stimulan = membuat pemakai bersemangat dalam berakti kerja dan
merasa badan lebih segar.
c) Halusinogen = dapat membuat si pemakai jadi berhalusinasi yang
mengubah perasaan serta pikiran.
3) Narkotika semi sintetis yaitu zat/obat yang diproduksi dengan cara
isolasi, ekstraksi, dan lain sebagainya seperti heroin, morfin, kodein,
dan lain-lain.

2. Psikotropika
Menurut Kepmenkes RI No. 996/MENKES/SK/VIII/2002, psikotropika

5
adalah zat atau obat, baik sintesis maupun semisintesis yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Zat
yang tergolong dalam psikotropika (Hawari, 2006) adalah stimulansia
yang membuat pusat syaraf menjadi sangat aktif karena merangsang
syaraf simpatis. Termasuk dalam golongan stimulan adalah
amphetamine, ektasy (metamfetamin), dan fenfluramin. Amphetamine
sering disebut dengan speed, shabu-shabu, whiz, dan sulph. Golongan
stimulan lainnya adalah halusinogen yang dapat mengubah perasaan
dan pikiran sehingga perasaan dapat terganggu. Sedative dan hipnotika
seperti barbiturat dan benzodiazepine merupakan golongan stimulan
yang dapat mengakibatkan rusaknya daya ingat dan kesadaran,
ketergantungan secara fisik dan psikologis bila digunakan dalam waktu
lama.
3. Zat Adiktif Lainnya
Zat adiktif lainnya adalah zat, bahan kimia, dan biologi dalam bentuk
tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan
lingkungan hidup secara langsung dan tidak langsung yang mempunyai
sifat karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi. Bahan-
bahan berbahaya ini adalah zat adiktif yang bukan termasuk ke dalam
narkotika dan psikoropika, tetapi mempunyai pengaruh dan efek merusak
fisik seseorang jika disalahgunakan (Wresniwiro dkk. 1999). Adapun
yang termasuk zat adiktif ini antara lain: minuman keras (minuman
beralkohol) yang meliputi minuman keras golongan A (kadar ethanol 1%
sampai 5%) seperti bir, green sand; minuman keras golongan B (kadar
ethanol lebih dari 5% sampai 20%) seperti anggur malaga; dan minuman
keras golongan C (kadar ethanol lebih dari 20% sampai 55%) seperti
brandy, wine, whisky. Zat dalam alkohol dapat mengganggu
aktivitas sehari-hari bila kadarnya dalam darah mencapai 0,5% dan
hampir semua akan mengalami gangguan koordinasi bila kadarnya
dalam darah 0,10% (Marviana dkk. 2000). Zat adiktif lainnya
adalahnikotin, votaile, dan solvent/inhalasia.

6
D. FAKTOR PENYEBAB PENYALAHGUNAAN NAPZA
Harboenangin (dikutip dari Yatim, 1986) mengemukakan ada beberapa faktor
yang menyebabkan seseorang menjadi pecandu narkoba yaitu faktor eksternal
dan faktor internal.

1. Faktor Internal
a. Faktor Kepribadian
Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini lebih
cenderung terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi pecandu
biasanya memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri yang rendah.
Perkembangan emosi yang terhambat, dengan ditandai oleh
ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas,
pasif, agresif, dan cenderung depresi, juga turut mempengaruhi. Selain
itu, kemampuan untuk memecahkan masalah secara adekuat berpengaruh
terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah dengan cara
melarikan diri.
b. Inteligensia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang datang
untuk melakukan konseling di klinik rehabilitasi pada umumnya berada
pada taraf di bawah rata-rata dari kelompok usianya.
c. Usia
Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja. Alasan remaja menggunakan
narkoba karena kondisi sosial, psikologis yang membutuhkan pengakuan,
dan identitas dan kelabilan emosi; sementara pada usia yang lebih tua,
narkoba digunakan sebagai obat penenang.
d. Dorongan Kenikmatan dan Perasaan Ingin Tahu
Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan tersendiri.
Mulanya merasa enak yang diperoleh dari coba-coba dan ingin tahu atau
ingin merasakan seperti yang diceritakan oleh teman-teman sebayanya.
Lama kelamaan akan menjadi satu kebutuhan yang utama.
e. Pemecahan Masalah
Pada umumnya para pecandu narkoba menggunakan narkoba
untuk menyelesaikan persoalan. Hal ini disebabkan karena pengaruh

7
narkoba dapat menurunkan tingkat kesadaran dan membuatnya
lupa pada permasalahan yang ada.

2. Faktor Eksternal
a. Keluarga
merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab
seseorang menjadi pengguna narkoba. Berdasarkan hasil penelitian
tim UKM Atma Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta pada
tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang berisiko tinggi
anggota keluarganya terlibat penyalahgunaan narkoba, yaitu:
1) Keluarga yang memiliki riwayat (termasuk orang tua) mengalami
ketergantungan narkoba.
2) Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari
pelaksanaan aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan
ibu (misalnya ayah bilang ya, ibu bilang tidak).
3) Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya
penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang berkonflik.
Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan
anak, maupun antar saudara.
4) Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Dalam hal ini, peran
orang tua sangat dominan, dengan anak yang hanya sekedar harus
menuruti apa kata orang tua dengan alasan sopan santun, adat
istiadat, atau demi kemajuan dan masa depan anak itu sendiri -
tanpa diberi kesempatan untuk berdialog dan menyatakan
ketidaksetujuannya.
5) Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut
anggotanya mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang
harus dicapai dalam banyak hal.
6) Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan
dengan alasan yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, sering
berlebihan dalam menanggapi sesuatu.
b. Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)

8
Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu
cara teman-teman atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi
seseorang agar berperilaku seperti kelompok itu. Peer group terlibat
lebih banyak dalam delinquent dan penggunaan obat-obatan. Dapat
dikatakan bahwa faktor-faktor sosial tersebut memiliki dampak yang
berarti kepada keasyikan seseorang dalam menggunakan obat-obatan,
yang kemudian mengakibatkan timbulnya ketergantungan fisik dan
psikologis. Sinaga (2007) melaporkan bahwa faktor penyebab
penyalahgunaan NAPZA pada remaja adalah teman sebaya (78,1%). Hal
ini menunjukkan betapa besarnya pengaruh teman kelompoknya
sehingga remaja menggunakan narkoba. Hasil penelitian ini relevan
dengan studi yang dilakukan oleh Hawari (1990) yang
memperlihatkan bahwa teman kelompok yang menyebabkan remaja
memakai NAPZA mulai dari tahap coba-coba sampai ketagihan.
c. Faktor Kesempatan
Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya juga dapat disebut
sebagai pemicu seseorang menjadi pecandu. Indonesia yang sudah
menjadi tujuan pasar narkoba internasional, menyebabkan obat-obatan
ini mudah diperoleh. Bahkan beberapa media massa melaporkan bahwa
para penjual narkotika menjual barang dagangannya di sekolah-
sekolah, termasuk di Sekolah Dasar. Pengalaman feel good saat
mencoba drugs akan semakin memperkuat keinginan untuk
memanfaatkan kesempatan dan akhirnya menjadi pecandu. Seseorang
dapat menjadi pecandu karena disebabkan oleh beberapa faktor sekaligus
atau secara bersamaan. Karena ada juga faktor yang muncul secara
beruntun akibat dari satu faktor tertentu.

E. TANDA DAN GEJALA


Pengaruh NAPZA pada tubuh disebut intoksikasi. Selain intoksikasi, ada juga
sindroma putus zat yaitu sekumpulan gejala yang timbul akibat penggunaan
zat yang dikurangi atau dihentikan. Tanda dan gejala intoksikasi dan putus
zat berbeda pada jenis zat yang berbeda.

9
Tabel 1. Tanda dan Gejala Intoksikasi
Opiat Ganja Sedatif-Hipnotik Alkohol Amfetamine
 Eforia  eforia  pengendalian  mata merah  selalu
 Mengantuk  mata merah diri berkurang  bicara cadel terdorong
 bicara cadel  mulut kering  jalan  jalan untuk
 konstipasi  banyak sempoyongan sempoyongan bergerak

 penurunan bicara dan  mengantuk  perubahan  berkeringat


kesadaran tertawa  memperpanjang persepsi  gemetar
 nafsu makan tidur  penurunan  cemas
meningkat  hilang kemampuan  depresi
 gangguan  kesadaran menilai  paranoid
persepsi

Tabel 2. Tanda dan Gejala Putus Zat


Opiat Ganja Sedatif-Hipnotik Alkohol Amfetamine
 nyeri  Jarang  Cemas  cemas  cemas
 depresi  depresi
 mata dan ditemukan  tangan gemetar
 muka merah  kelelahan
hidung  perubahan persepsi  mudah marah  energy
 tangan berkurang
berair  gangguan daya ingat
gemetar  kebutuhan
 perasaan  tidak bisa tidur  mual muntah tidur
panas  tidak bias  meningkat
tidur
dingin
 diare
 gelisah
 tidak bisa
tidur

F. DAMPAK PENYALAHGUNAAN NAPZA


Martono (2006) menjelaskan bahwa penyalahgunaan NAPZA mempunyai
dampak yang sangat luas bagi pemakainya (diri sendiri), keluarga, pihak
sekolah (pendidikan), serta masyarakat, bangsa, dan Negara.
1) Bagi diri sendiri. Penyalahgunaan NAPZA dapat mengakibatkan
terganggunya fungsi otak dan perkembangan moral pemakainya,
intoksikasi (keracunan), overdosis (OD), yang dapat menyebabkan
kematian karena terhentinya pernapasan dan perdarahan otak,
kekambuhan, gangguan perilaku (mental sosial), gangguan kesehatan,

10
menurunnya nilai-nilai, dan masalah ekonomi dan hukum. Sementara itu,
dari segi efek dan dampak yang ditimbulkan pada para pemakai narkoba
dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan/jenis: 1) Upper yaitu jenis
narkoba yang membuat si pemakai menjadi aktif seperti sabu-sabu, ekstasi
dan amfetamin, 2) Downer yang merupakan golongan narkoba yang dapat
membuat orang yang memakai jenis narkoba itu jadi tenang dengan
sifatnya yang menenangkan/sedatif seperti obat tidur (hipnotik) dan obat
anti rasa cemas, dan 3) Halusinogen adalah napza yang beracun karena
lebih menonjol sifat racunnya dibandingkan dengan kegunaan medis.
2) Bagi keluarga. Penyalahgunaan NAPZA dalam keluarga dapat
mengakibatkan suasana nyaman dan tentram dalam keluarga terganggu.
Dimana orang tua akan merasa malu karena memilki anak pecandu,
merasa bersalah, dan berusaha menutupi perbuatan anak mereka. Stres
keluarga meningkat, merasa putus asa karena pengeluaran yang
meningkat akibat pemakaian narkoba ataupun melihat anak yang harus
berulangkali dirawat atau bahkan menjadi penghuni di rumah tahanan
maupun lembaga pemasyarakatan.
3) Bagi pendidikan atau sekolah. NAPZA akan merusak disiplin dan motivasi
yang sangat tinggi untuk proses belajar. Penyalahgunaan NAPZA
berhubungan dengan kejahatan dan perilaku asosial lain yang menganggu
suasana tertib dan aman, rusaknya barang-barang sekolah dan
meningkatnya perkelahian.
4) Bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Penyalahgunaan NAPZA
mengakibatkan terciptanya hubungan pengedar narkoba dengan
korbannya sehingga terbentuk pasar gelap perdagangan NAPZA yang
sangat sulit diputuskan mata rantainya. Masyarakat yang rawan narkoba
tidak memiliki daya tahan dan kesinambungan pembangunan terancam.
Akibatnya Negara mengalami kerugian karena masyarakatnya tidak
produktif, kejahatan meningkat serta sarana dan prasarana yang harus
disediakan untuk mengatasi masalah tersebut.

11
G. PENANGGULANGAN MASALAH NAPZA
1. Pencegahan
Pencegahan penyalahgunaan NAPZA, meliputi (BNN, 2004) :
1) Pencegahan primer
Pencegahan primer atau pencegahan dini yang ditujukan kepada
mereka, individu, keluarga, kelompok atau komunitas yang memiliki
risiko tinggi terhadap penyalahgunaan NAPZA, untuk melakukan
intervensi agar individu, kelompok, dan masyarakat waspada serta
memiliki ketahanan agar tidak menggunakan NAPZA. Upaya
pencegahan ini dilakukan sejak anak berusia dini, agar faktor yang
dapat menghabat proses tumbuh kembang anak dapat diatasi dengan
baik.
2) Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan pada kelompok atau komunitas yang
sudah menyalahgunakan NAPZA. Dilakukan pengobatan agar mereka
tidak menggunakan NAPZA lagi.
3) Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan kepada mereka yang sudah pernah
menjadi penyalahguna NAPZA dan telah mengikuti program terapi
dan rehabilitasi untuk menjaga agar tidak kambuh lagi. Sedangkan
pencegahan terhadap penyalahgunaan NAPZA yang kambuh kembali
adalah dengan melakukan pendampingan yang dapat membantunya
untuk mengatasi masalah perilaku adiksinya, detoksifikasi, maupun
dengan melakukan rehabilitasi kembali.
2. Pengobatan
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi.
Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala
putus zat, dengan dua cara yaitu:
1) Detoksifikasi Tanpa Subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat
yang mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk
menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja -

12
sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
2) Detoksifikasi dengan Substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat
misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna
sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya
diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis
secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian
substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala
simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat
tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat
tersebut (Purba, 2008).
3. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan mengembalikan kondisi para
mantan penyalahguna NAPZA kembali sehat dalam arti sehat fisik,
psikologik, sosial, dan spiritual. Dengan kondisi sehat tersebut diharapkan
mereka akan mampu kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupannya
sehari-hari.
Menurut Hawari (2006) jenis-jenis rehabilitasi antara lain :
1) Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik ini dimaksudkan agar mantan penyalahgunaan
NAPZA benar-benar sehat secara fisik. Termasuk dalam program
rehabilitasi medik ini ialah memulihkan kondisi fisik yang lemah, tidak
cukup diberikan gizi makanan yang bernilai tinggi, tetapi juga kegiatan
olahraga yang teratur disesuaikan dengan kemampuan masing-masing
yang bersangkutan.
2) Rehabilitasi Psikiatrik
Rehabilitasi psikiatrik ini dimaksudkan agar peserta rehabilitasi yang
semula bersikap dan bertindak antisosial dapat dihilangkan, sehingga
mereka dapat bersosialisasi dengan baik dengan sesama rekannya
maupun personil yang membimbing atau mengasuhnya.Termasuk
rehabilitasi psikiatrik ini adalah psikoterapi/konsultasi keluarga yang
dapat dianggap sebagai “rehabilitasi” keluarga terutama bagi keluarga-

13
keluarga broken home. Konsultasi keluarga ini penting dilakukan agar
keluarga dapat memahami aspek-aspek kepribadian anaknya yang
terlibat penyalahgunaan NAPZA, bagaimana cara menyikapinya bila
kelak ia telah kembali ke rumah dan upaya pencegahan agar tidak
kambuh.
3) Rehabilitasi Psikososial
Dengan rehabilitasi psikososial ini dimaksudkan agar peserta
rehabilitasi dapat kembali adaptif bersosialisasi dalam lingkungan
sosialnya, yaitu di rumah, di sekolah/kampus dan di tempat kerja.
Program ini merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat. Oleh
karena itu, mereka perlu dibekali dengan pendidikan dan keterampilan
misalnya berbagai kursus ataupun balai latihan kerja yang dapat
diadakan di pusat rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila
mereka telah selesai menjalani program rehabilitasi dapat melanjutkan
kembali ke sekolah/kuliah atau bekerja.
4) Rehabilitasi Psikoreligius
Rehabilitasi psikoreligius memegang peranan penting. Unsur agama
dalam rehabilitasi bagi para pasien penyalahguna NAPZA mempunyai
arti penting dalam mencapai penyembuhan. Unsur agama yang mereka
terima akan memulihkan dam memperkuat rasa percaya diri, harapan
dan keimanan. Pendalaman, penghayatan dan pengamalan keagamaan
atau keimanan ini akan menumbuhkan kekuatan kerohanian pada diri
seseorang sehingga mampu menekan risiko seminimal mungkin
terlibat kembali dalam penyalahgunaan NAPZA.
5) Forum Silaturahmi
Forum silaturahmi merupakan program lanjutan (pasca rehabilitasi)
yaitu program atau kegiatan yang dapat diikuti oleh mantan
penyalahguna NAPZA (yang telah selesai menjalani tahapan
rehabilitasi) dan keluarganya. Tujuan yang hendak dicapai dalam
forum silaturahmi ini adalah untuk memantapkan terwujudnya rumah
tangga/keluarga sakinah yaitu keluarga yang harmonis dan religius,
sehingga dapat memperkecil kekambuhan penyalahgunaan NAPZA

14
6) Program Terminal
Pengalaman menunjukkan bahwa banyak dari mereka sesudah
menjalani program rehabilitasi dan kemudian mengikuti forum
silaturahmi, mengalami kebingungan untuk program selanjutnya.
Khususnya bagi pelajar dan mahasiswa yang karena keterlibatannya
pada penyalahgunaan NAPZA di masa lalu terpaksa putus sekolah
menjadi pengangguran; perlu menjalani program khusus yang
dinamakan program terminal (re-entry program), yaitu program
persiapan untuk kembali melanjutkan sekolah/kuliah atau bekerja.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Setiap melakukan pengkajian, tulis tanggal pengkajian, tanggal dan tempat
klien dirawat.
1. Identitas Klien
Identitas klien yang perlu di tulis adalah nama klien, jenis kelamin, umur
(biasanya pada usia produktif), pendidikan (segala jenis/ tingkat
pendidikan beresiko menggunakan NAPZA), pekerjaan (tingkat
keseriusan/ tuntutan dalam pekerjaannya dapat menimbulkan masalah),
status (belum menikah, menikah atau bercerai), alamat,
kemudian nama perawat
2. Data Demografi
Buatlah genogram minimal tiga generasi yang dapat menggambarkan
hubungan klien dan keluarga.
Jelaskan: Seseorang yang berada dalam disfungsi keluarga akan tertekan
dan ketertekanan itu dapat merupakan faktor penyerta bagi dirinya terlibat
dalam penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA, kondisi keluarga yang
tidak baik itu adalah: 1) Keluarga yang tidak utuh: orang tua meninggal,
orang tua cerai, dll, 2) kesibukan orang tua, 3) hubungan interpersonal
dalam keluarga tidak baik
3. Keluhan Utama

15
Biasanya karena timbul gejala-gejala penyalahgunaan NAPZA. Alasan
masuk tanyakan pada keluarga klien.
4. Riwayat Penggunaan Zat Sebelumnya
Tanyakan pada klien apakah pernah menggunakan narkotika, psikotropika
atau zat adiktif lainnya sebelumnya.
5. Riwayat Pengobatan
Tanyakan pada klien dan keluarga apakah klien sudah mendapatkan terapi
dan rehabilitasi. Biasanya klien yang telah mendapatkan terapi sebagian
besar akan mengulangi kebiasaannya menggunakan NAPZA.
6. Faktor Predisposisi
Kaji hal-hal yang menyebabkan perubahan perilaku klien menjadi
pecandu/ pengguna NAPZA, baik dari pasien maupun keluarga seperti:
Factor biologis, factor psikologis dan faktor sosial kultural
7. Faktor Presipitasi
Kaji faktor yang membuat klien menggunakan napza:
a. Pernyataan untuk mandiri dan membutuhkan teman sebaya sebagai
pengakuan (resiko relatif untuk terlibat NAPZA 81,3%)
b. Sebagai prinsip kesenangan, menghindari sakit/stress
c. Kehilangan seseorang atau sesuatu yang berarti
d. Diasingkan oleh lingkungan: rumah, teman-teman
e. Kompleksitas dari kehidupan modern
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: klien dengan pengguna napza biasanya akan
dijumpai kondisi yang disebut intoksikasi (teler) yang menyebabkan
perubahan memori, perilaku, kognitif, alam perasaan dan kesadaran.
b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : hipotensi/normal
Nadi : takikardi
Suhu : meningkat, berhubungan dengan gangguan keseimbangan
cairan elektrolit
Pernafasan : sesak nafas, nyeri dada
Berat badan : mengalami penurunan akibat nafsu makan menurun

16
Keluhan fisik : nyeri sendi, otot dan tulang
9. Psikososial
Klien dengan pengguna napza akan mengalami perubahan dalam
kehidupan individualnya baik yang bersifat psikologik maupun kehidupan
social seperti:
a. Prestasi sekolah menurun secara drastis/anjlok
b. Pola tidur berubah, misalnya pagi susah dibangunkan dan malam suka
begadang
c. Selera makan berkurang
d. Banyak mengurangi diri dalam kamar, menghindari bertemu anggota
keluarga lainnya karena takut ketahuan, dan menolak makan bersama
e. Bersikap tidak ramah, kasar terhadap anggota keluarga lainnya, dan
mulai suka berbohong
f. Mabuk, bicara pelo (cadel), dan jalan sempoyongan
10. Konsep Diri
a. citra tubuh : Klien mungkin merasa tubuhnya baik-baik saja
b. Identitas : Klien mungkin kurang puas terhadap dirinya sendiri
c. Peran : klien meruapakan anak keberapa dari berapa saudara
d. Ideal diri : Klien menginginkan keluarga dan orang lain
menghargainya
e. Harga diri : Kurangnya penghargaan keluarga terhadap perannya
11. Hubungan Sosial
Banyak mengurung diri dalam kamar, menghindari bertemu anggota
keluarga lainnya karena takut ketahuan, dan menolak makan bersama.
Bersikap tidak ramah, kasar terhadap anggota keluarga lainnya, dan mulai
suka berbohong
12. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Menurut masyarakat, NAPZA tidak baik untuk
kesehatan.
b. Kegiatan ibadah : Tidak menjalankan ibadah selama menggunakan
NAPZA
13. Status Mental

17
a. Penampilan
Tidak rapi, tidak sesuai dan cara berpakaian tidak seperti biasanya
b. Pembicaraan
Kaji cara bicara klien apakah cepat, keras, gagap, apatis, lambat atau
membisu
Biasanya klien menghindari kontak mata langsung, berbohong atau
memanipulasi keadaa, bengong/linglung
c. Aktivitas Motorik
1) Kelambatan : hipoaktifitas (lesu), katalepsi (gangguan kesadaran)
2) Kelambatan : hipoaktifitas (lesu), katalepsi (gangguan kesadaran)
3) Peningkatan : gelisah, TIK, grimasen (gerakan otot muka yang
berubah-ubah, tidak dapat dikontrol), tremor, kompulsif (kegiatan
yang dilakukan berulang)
d. Afek Dan Emosi
1) Afek : tumpul (datar) dikarenakan terjadi penurunan kesadaran
2) Emosi : klien dengan penyalahgunaan NAPZA biasanya memiliki
emosi yang berubah-ubah (cepat marah, depresi, cema, eforia)
e. Interaksi Selama Wawancara
Kontak mata kurang dan cepat tersinggung. Biasanya klien akan
menunjukkan rasa curiga
14. Persepsi
Biasanya klien mengalami halusinasi
15. Proses Piker
Klien pecandu ganja mungkin akan banyak bicara dan tertawa sehingga
menunjukkan tangensial. Beberapa NAPZA menimbulkan penurunan
kesadaran, sehingga klien mungkin kehilangan asosiasi dalam
berkomunikasi dan berpikir.
16. Isi Piker
Pecandu ganja mudah percaya mistik, sedangkan amfetamin
menyebabkan paranoid sehingga menunjukkan perilaku phobia. Pecandu
amfetamin dapat mengalami waham curiga akibat paranoidnya
17. Tingkat Kesadaran

18
Menunjukkan perilaku bingung, disorientasi dan sedasi akibat pengaruh
NAPZA.
18. Memori
Golongan NAPZA yang menimbulkan penurunan kesadaran mungkin
akan menunjukkan gangguan daya ingat jangka pendek.
19. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Secara umum klien NAPZA mengalami penurunan konsentrasi. Pecandu
ganja mengalami penurunan berhitung.
20. Kemampuan Penilaian
Penurunan kemampuan menilai terutama dialami oleh klien alkoholik.
Gangguan kemampuan penilaian dapat ringan maupun bermakna.
21. Daya Tilik Diri
Apakah mengingkari penyakit yang diderita atau menyalahkan hal-hal
diluar dirinya

B. Pohon Masalah
Risiko Bunuh Diri

Risiko perilaku kekerasan

Halusinasi Efek

Intoksikasi Core

Penyalahgunaan Zat Cause

Harga Diri Rendah

Gangguan Konsep
Diri

Koping individu
tidak efektif
19
C. Masalah Yang Sering Timbul
1. Ancaman kehidupan (kondisi overdosis)
a. Tidak efektifnya jalan napas (depresi system pernapasan)
berhubungan dengan intoksikasi opioida, sedative hipnotik, alkohol.
b. Gangguan kesadaran berhubungan dengan intoksikasi sedative
hipnotik, alkohol
c. Gangguan keseimbangan cairan elektrolit berhubungan dengan
delirium tremens (putus zat alkohol)
d. Amuk berhubungan dengan intoksikasi sedative hipnotik
e. Potensial melukai diri/lingkungan berhubugan dengan intoksikasi
alkohol, sedative hipnotik
f. Potensial merusak diri/bunuh diri berhubungan dengan putus zat
MDMA (ekstasi).
2. Kondisi intoksikasi
a. Cemas berhubungan dengan intoksikasi ganja
b. Perilaku agresif berhubungan dengan intoksikasi sedative hipnotik,
alkohol
c. Gangguan komunikasi verbal berhubugan dengan intoksikasi
sedative hipnotik, alkohol, opionida
d. Gangguan kognitif berhubungan dengan intoksikasi sedative
hipnotik, alkohol, kanabis, opioida
e. Gangguan rasa nyaman, seperti mual/muntah berhubungan dengan
intoksikasi MDMA (ekstasi)
3. Sindroma putus zat (withdrawal)
a. Kejang berhubungan dengan putus zat alkohol, sedative hipnotik
b. Gangguan persepsi (halusinansi) berhubungan dengan putus zat
alkohol, sedative hipnotik
c. Gangguan proses berpikir (waham) berhubungan dengan putus zat
alkohol, sedative hipnotik
d. Gangguan tidur (insomnia, hypersomnia) berhubungan dengan putus
zat alkohol, sedative hipnotik opioida, MDMA (ekstasi)

20
e. Gangguan rasa nyaman (mual, muntah) berhubugan dengan putus zat
alkohol, sedative hipnotik, opioida
f. Gangguan rasa nyaman (nyeri sendi, otot, tulang) berhubungan
dengan putus zat opioida.
g. Gangguan afektif (depresi) berhubungan dengan putus zat MDMA
(ekstesi)
h. Perilaku manipulative berhubungan dengan putus zat opioida
i. Terputusnya program perawatan (melarikan diri, pulang paksa)
berhubungan dengan kurangnya system dukungan keluarga
j. Cemas (keluarga) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
dalam merawat pasien ketergantungan zat adiktif
k. Potensial gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan
dengan putus zat opioida.
4. Pascadetoksikasi (Rehabilitasi)
a. Gangguan pemusata perhatian berhubungan dengan dampak
penggunaan zat adiktif
b. Gangguan kegiatan hidup sehari-hari (activity daily life-ADL)
berhubungan dengan dampak penggunaan zat adiktif
c. Pemecahan masalah yang tidak efektif berhubungan dengan kurang
pengetahuan, pola asuh yang salah, dan tidak mampu asertif
d. Gangguan konsep diri (harga diri rendah) berhubungan dengan
pemecahan masalah yang tidak adekuat sehingga melakukan
pengguanaan zat adiktif
e. Potensial melarikan diri berhubungan dengan ketergantungan
psikologis ganja dan alkohol
f. Potensial kambuh (relaps) berhubungan dengan kurang/tidak adanya
system dukungan keluarga.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi menciderai diri sendiri
2. Intoksikasi
3. Harga diri rendah

21
4. Gangguan Konsep diri
5. Koping individu inefektif

E. TINDAKAN KEPERAWATAN
a. Kondisi overdosis
Tujuan : Klien tidak mengalami ancaman kehidupan
Rencana tindakan:
1. Observasi tanda – tanda vital, kesadaran pada 15 menit pada 3 jam
pertama, 30 menit pada 3 jam kedua tiap 1 jam pada 24 jam berikutnya.
2. Bekerja sama dengan dokter untuk pemberian obat.
3. Observasi keseimbangan cairan.
4. Menjaga keselamatan diri klien.
5. Menemani klien.
6. Fiksasi bila perlu.

b. Kondisi intoksikasi
Tujuan : intoksikasi pada klien dapat diatasi, kecemasan berkurang/hilang
Rencana tindakan:
1. Membentuk hubungan saling percaya.
2. Mengkaji tingkat kecemasan klien.
3. Bicaralah dengan bahasa yang sederhana, singkat mudah dimengerti.
4. Dengarkan klien berbicara.
5. Sering gunakan komunikasi terapeutik.
6. Hindari sikap yang menimbulkan rasa curiga, tepatilah janji, memberi
jawaban nyata, tidak berbisik di depan klien, bersikap tegas, hangat dan
bersahabat.

c. Kondisi withdrawl
1. Observasi tanda- tanda kejang.
2. Berikan kompres hangat bila terdapat kejang pada perut.
3. Memberikan perawatan pada klien waham, halusinasi: terutama untuk
menuunkan perasaa yang disebabkan masalah ini : takut, curiga, cemas,

22
gembira berlebihan, benarkan persepsi yang salah.
4. Bekerja sama dengan dokter dalam memberikan obat anti nyeri.

d. Kondisi detoksikasi
1. Melatih konsentrasi: mengadakan kelompok diskusi pagi.
2. Memberikan konselin untuk merubah moral dan spiritual klien selama
ini yang menyimpang, ditujukan agar klien menjadi manusia yang
bertanggung jawab, sehat mental, rasa bersyukur, dan optimis.
3. Mempersiapkan klien untuk kembali ke masyarakat, dengan bekerja
sama dengan pekerja social, psikolog.

23
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus-menerus bahkan
sampai setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang
parah dan sering dianggap sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada
perilaku psikososial yang berhubungan dengan ketergantungan zat. Gejala putus
zat terjadi karena kebutuhan biologik terhadap zat. Toleransi adalah peningkatan
jumlah zat untuk memperoleh efek yang diharapkan. Gejala putus zat dan
toleransi merupakan tanda ketergantungan fisik.
Dalam gangguan pemakaian zat adiktif terdapat proses terjadinya masalah
seperti rentang respon kimiawi, perilaku dan faktor penyebab. Dari definisi
tersebut maka perlunya peran serta tenaga kesehatan khususnya tenaga
keperawatan dalam membantu masyarakat yang dirawat di rumah sakit untuk
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat. Untuk itu dirasakan
perlu perawat meningkatkan kemampuan merawat klien dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan yaitu asuhan keperawatan klien penyalahgunaan
dan ketergantungan NAPZA (sindrom putus zat).

B. Saran
Sebagai mahasiswa/i keperawatan, diharapkan agar dapat mengerti akan
asuhan keperawatan dengan Gangguan Penggunaan Zat Adiktif kepada klien
dengan benar dan menerapkan dengan baik. Penulis juga meminta kepada
pembaca agar dapat memberikan masukan saran yang positif agar makalah ini
dapat lebih baik lagi dan mendekati sempurna.

24
DAFTAR PUSTAKA

Cokingting, P.S., Darst,E, dan Dancy, B. 1992. Mental Health and Psichiatric
Nursing. Philadelpia : Lippincott Company.
Handoyo, I.L. 2004. Narkoba perlukah mengenalnya. Yogyakarta: PT. Pakar
Raya.
Hawari, D. 2003. Penyelahgunaan dan ketergantungan NAPZA. Gaya Baru:
Jakarta.
Joewana, Satya. 2003. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat
Psikoaktif. EGC: Jakarta.
Keliat. A. Budi., Akemat., Subu. A. 2006. MODUL IC CMHN Manajeman Kasus
Gangguan Jiwa Dalam Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia. World Health Organization Indonesia.
Stuart, Gail W. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. EGC: Jakarta.
Varcaloris, Elizabeth M. 1994. Foundations of Psychiatric Mental Health Nusing.
W.B. Saunder Co: Pennsylvania.
Wresniwiro. 1999. Narkoba Musuh Bangsa-Bangsa. Yayasan Mitra Bintibmas:
Jakarta.
Yosep, I. 2007. Keperawatan Jiwa. PT Reflika Aditama: Bandung.

25

Anda mungkin juga menyukai