Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kesehatan jiwa sebagai suatu kebutuhan tiap individu yang sangat
penting, sehingga menjadi hal yang perlu diperhatikan. Kesehatan jiwa
merupakan peran petugas kesehatan, namun juga menuntut adanya
keselarasan dan kerja sama dari berbagai pihak selain individu itu sendiri,
keluarga maupun lingkungan (Yosep, 2007).
Maramis (2005) mengatakan perbedaan perawatan kesehatan jiwa
dengan perawatan umum, yaitu adanya terapi sikap. Perawat menggunakan
sikap yang baik dalam menerapkan implementasi keperawatan seperti
mendemonstrasikan penerimaan, pengertian terhadap klien, meningkatkan
motivasi dan partisipasi. Dalam realitanya klien diperlakukan secara
individual dan unik, sehingga sikap perawat harus sesuai dengan masalah
yang dihadapi klien.
Perawatan kesehatan jiwa adalah proses yang berhubungan dengan
meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang akan mendukung integritas
fungsi. Klien terdiri dari individu, kelompok, keluarga, organisasi atau
masyarakat. American Nurses Association (ANA) divisi perawatan kesehatan
jiwa mendefinisikan perawatan kesehatan jiwa sebagai area khusus dalam
praktek keperawatan yang menggunakan ilmu perilaku manusia dan diri
sendiri secara terapeutik untuk meningkatkan, mempertahankan, memulihkan
kesehatan jiwa klien dan meningkatkan kesehatan mental masyarakat dimana
klien berada (Yosep, 2007).
Narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) yang biasa
disebut narkoba merupakan jenis obat/zat yang diperlukan di dalam dunia
pengobatan. Akan tetapi apabila dipergunakan tanpa pembatasan dan
pengawasan yang seksama dapat menimbulkan ketergantungan serta dapat
membahayakan kesehatan bahkan jiwa pemakainya.

Penyalahgunaan narkotika dan obat-obat berbahaya di Indonesia


beberapa tahun ini menjadu masalah serius dan telah mencapai masalah
keadaan yang memperhatikan sehingga menjadi masalah nasional.
Berdasarkan data yang dihimpun Badan Narkotika Nasional (BNN),
jumlah kasus narkoba meningkat dari sebanyak 4.478 kasus pada tahun 2000
menjadi 8.401 pada tahun 2004, atau meningkat 28,9% pertahun. Jumlah
angka tindak kejahatan narkoba pun meningkat dari 4.955 pada tahun 2000
menjadi 11.315 kasus pada tahun 2004. Data baru sampai juni 2005 saja
menunjukkan kasus itu meningkat tajam. Sekarang ini terdapat sekitar 3,2
juta pengguna narkoba di Indonesia, secara nasional dari total

111.000

tahanan, 30% karena kasus narkoba.


Pengunaan NAPZA akan menimbulkan ketergantungan psikologis dan
fisik bagi penggunanya. Ketergantungan psikologis akan menimbulkan suatu
keadaan bila pasien sudah berhenti menggunakan NAPZA dalam waktu
singkat atau lama, akan mengalami kerinduan yang kuat sekali untuk
menggunakanya kembali. Pasien akan mencari-cari dan menggunakan segala
cara untuk mendapatkan NAPZA tersebut, walaupun tidak mengalami gejala
putus zat atau sedang di bawah tekanan sesorang. Hal ketergantungan
psikologis ini erat kaitannya dengan koping dari individu dalam mencegah
pengggunaan kembali NAPZA oleh pasien.
Berdasarkan hal-hal diatas kami tertarik untuk mengangkat masalah
pada klien Tn.S dengan Koping Individu Tidak Efektif di Rumah Sakit
Ketergantuangan Obat Jakarta.

B. RUMUSAN MASALAH
Klien masuk RS atas kemauan sendiri dan kemauan keluarga
(saudaranya) setelah kurang lebih 5 bulan menghilang (keluar rumah). Klien
terakhir kali memakai putau pada satu jam sebelum masuk rumah sakit
dengan cara disuntik. Klien mengaku pertama kali menggunakan nikotin pada
tahun 1990 hingga 2014. Tahun 1998, klien mulai menggunakan shabushabu. Kemudian klien mencoba alkohol pada tahun 1993 dan ganja pada
tahun 1994. Klien memiliki masalah komplikasi medik, yaitu HIV dan post

TB. Klien mengaku pernah melakukan tindak kriminal dan dipenjara selama
1 tahun. Klien mengaku jika ingin membeli obat-obatan, ia menjual barang
pribadinya dan barang dirumah serta dengan mencuri. Klien mengaku tidak
memiliki masalah dalam pendidikan, dan di dalam masyarakat. Pekerjaan
klien hanya serabutan. Klien pernah menjalani rehabilitasi di RSUD Duren
Sawit dan BNN Lido. Klien langsung berfikir dua kali saat ditawarkan untuk
memakai zat tersebut kembali. Klien tidak mampu menahan keinginannya
untuk kembali menggunakan zat.
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang
muncul adalah Bagaimana aplikasi asuhan keperawatan pada klien Tn.S
dengan Koping Individu Tidak Efektif di Rumah Sakit Ketergantuangan Obat
Cibubur.

C. TUJUAN PENULISAN
a) Tujuan Umum
Untuk menjelaskan gambaran proses asuhan keperawatan pada klien Tn.S
dengan Koping Individu Tidak Efektif di Rumah Sakit Ketergantuangan
Obat Cibubur.
b) Tujuan Khusus
1. Dapat menggambarkan hasil pengkajian, analisa data, perumusan
masalah keperawatan, pohon masalah, dan menetapkan diagnosa
keperawatan pada klien Tn.S dengan Koping Individu Tidak Efektif di
Rumah Sakit Ketergantuangan Obat Cibubur.
2. Dapat menjelaskan rencana tindakan keperawatan dan implementasi
klien Tn.S dengan Koping Individu Tidak Efektif di Rumah Sakit
Ketergantuangan Obat Cibubur.
3. Dapat mengevaluasi perkembangan klien Tn.S dengan Koping Individu
Tidak Efektif di Rumah Sakit Ketergantuangan Obat Cibubur dari
tindakan keperawatan yang telah dilakukan.

D. RUANG LINGKUP

Makalah ini merupakan hasil pengkajian dari klien Tn.S dengan Koping
Individu Tidak Efektif di Rumah Sakit Ketergantuangan Obat Cibubur.
Makalah ini menyajikan tentang data hasil pengkajian, analisa data, masalah
keperawatan, pohon masalah, diagnosa keperawatan, rencana tindakan
keperawatan,

tindakan

keperawatan

yang

dilakukan,

dan

catatan

perkembangan pada Tn.S.

E. PROSES PEMBUATAN MAKALAH


Proses pembuatan makalah ini terdiri dari beberapa tahapan, diantaranya:
1. Studi kasus
Penulis menganalisa masalah yang dianggap unik di ruangan untuk
dijadikan tema diskusi kasus.
2. Studi literatur
Penulis melakukan kajian pada literatur/textbook terkait teori koping
individu tidak efektif.
3. Pengkajian komprehensif
Penulis melakukan pengkajian menyeluruh meliputi: identitas klien, alasan
masuk, faktor predisposisi, riwayat masalah penggunaan zat adiktif,
etiologi penggunaan zat adiktif, faktor penyebab kambuh, keluhan fisik,
psikososial, status mental, mekanisme koping, maupun aspek medis.
Selanjutnya, anggota kelompok membuat prioritas masalah berdasarkan
pohon masalah dan analisa data subjektif dan objektif.
4. Proses pelaksanaan tindakan keperawatan
Penulis melakukan intervensi yang telah direncanakan pada pasien yang
didiskusikan.
5. Analisa Kasus
Penulis mendiskusikan adanya keterkaitan atau kesenjangan antara teori
dan praktik di lapangan terkait proses keperawatan, meliputi: pengkajian,
diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
6. Penyimpulan
Penulis menyimpulkan hasil pembahasan masalah yang telah dibuat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Napza
1. Pengertian
NAPZA adalah singkatan dari narkotika, alkohol, psikotropika,
dan zat adiktif lainya. NAPZA berupa zat bila masuk kedalam tubuh,
dapat mempengaruhi tubuh terutama susunan saraf pusat yang dapat
menyebabkan gangguan fisik, psikis dan fungsi social. Istilah lainya
NAPZA narkoba, singkatan dari narkotik dan obat berbahaya.
Narkotika lebih dulu populer di tengah masyarakat (Martono, 2006).
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lain (NAPZA) adalah
bahan atau zat atau obat yang bila masuk ke dalam tubuh manusia akan
mempengaruhi tubuh terutama otak atau susunan saraf pusat, sehingga
menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya
karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan
(dependdensi) terhadap NAPZA (Martono, 2006).
Istilah NAPZA umumnya digunakan oleh sektor pelayanan
kesehatan yang menitik beratkan pada upaya penanggulangan dari
sudut kesehatan fisik, psikis, dan sosial. NAPZA sering disebut juga
sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak sehingga
menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran (Hadiyanto,
2012).
Ada kata lain yang sering berhubungan dengan NAPZA, yaitu
NARKOBA, yang merupakan singkatan dari Narkotika dan Obat /
Berbahaya. Istilah ini sangat populer di masyarakat termasuk media
massa dan aparat penegak hukum yang sebenarnya mempunyai makna
yang sama dengan NAPZA. Ada juga yang menggunakan istilah
Madat untuk NAPZA, namun istilah ini tidak disarankan karena

istilah tersebut hanya berkaitan dengan penggunaan jenis narkotika


turunan opium saja (Hadiyanto, 2012).
Ketergantungan fisik adalah suatu keadaan bila pasien
mengurangi atau menghentikan penggunaan NAPZA yang biasa di
gunakan, akan mengalami gejala putus zat, seperti nyeri dan sulit tidur.
Selain itu, pasien mengalami efek toleransi terhadap zat yaitu suatu
keadaan bila pasien memperoleh

efek zat seperti semula, ia

memerlukan jumlah (dosis) yang semakin lama semakin banyak.


Ketergantungan psikologis adalah suatu keadaan bila pasien
sudah berhenti menggunakan NAPZA dalam waktu singkat atau lama,
akan mengalami kerinduan yang kuat sekali utnuk menggunakanya
kembali. Pasien akan mencari-cari dan menggunakan segala cara untuk
mendapatkan NAPZA tersebut, walaupun tidak mengalami gejala
putus zat atau sedang di bawah tekanan sesorang (Jeanne, 1999).
Faktor individu yang tampak lebih pada kepribadian individu
tersebut; faktor keluarga lebih pada hubungan individu dengan
keluarga misalnya kurang perhatian keluarga terhadap individu,
kesibukan keluarga dan lainnya; faktor lingkungan lebih pada kurang
positif sikap masyarakat terhadap masalah tersebut misalnya
ketidakpedulian masyarakat tentang NAPZA (Hawari, 2000).
NAPZA terdiri atas opiate, ganja, kokain, sedative hipnotik,
amfetamin, halusinogen, alcohol, inhalansia, nikoin, dan kafein. Jenis
NAPZA yang mejadi masalah di Indonesia adalah opait (misalnya
heroin atau putau), ganja (cimeng, gelek), sedative hipnotik
(benzodiazepine, misalnya lexo, pil BK), alcohol (minuman keras,
misalnya whisky,arak), dan amfetamin (misalnya, ekstasi dan shabushabu) (Martono, 2006).

2. Faktor Penyebab Penyalahgunaan dan Ketergantungan


Menurut

Hadiyanto

(2012)

penyalahgunaan

dan

ketergantungan NAPZA terjadi karena tiga factor yang saling


mempengaruhi yaitu :

1) Faktor internal
1) Faktor Kepribadian
Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini.
Hal ini lebih cenderung terjadi pada usia remaja. Remaja yang
menjadi pecandu biasanya memiliki konsep diri yang negatif
dan harga diri yang rendah. Perkembangan emosi yang
terhambat,

dengan

ditandai

oleh

ketidakmampuan

mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas, pasif,


agresif, dan cenderung depresi, juga turut mempengaruhi. Selain
itu, kemampuan untuk memecahkan masalah secara adekuat
berpengaruh terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan
masalah dengan cara melarikan diri.
2) Inteligensia
Hasil

penelitian

menunjukkan

bahwa

inteligensia

pecandu yang datang untuk melakukan konseling di klinik


rehabilitasi pada umumnya berada pada taraf di bawah rata-rata
dari kelompok usianya.
3) Usia
Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja. Alasan
remaja menggunakan narkoba karena kondisi sosial, psikologis
yang membutuhkan pengakuan, dan identitas dan kelabilan
emosi; sementara pada usia yang lebih tua, narkoba digunakan
sebagai obat penenang.
4) Dorongan Kenikmatan dan Perasaan Ingin Tahu
Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan
tersendiri. Mulanya merasa enak yang diperoleh dari coba-coba
dan ingin tahu atau ingin merasakan seperti yang diceritakan
oleh teman-teman sebayanya. Lama kelamaan akan menjadi satu
kebutuhan yang utama.
5) Pemecahan Masalah
Pada umumnya para pecandu narkoba menggunakan
narkoba untuk menyelesaikan persoalan. Hal ini disebabkan

karena pengaruh narkoba dapat menurunkan tingkat kesadaran


dan membuatnya lupa pada permasalahan yang ada.
2) Factor eksternal
1) Keluarga
Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi
penyebab menjadi pengguna narkoba. Terdapat beberapa tipe
keluarga yang berisiko tinggi anggota keluarganya terlibat
penyalahgunaan narkoba, yaitu:

Keluarga yang memiliki riwayat (termasuk orang tua)


mengalami ketergantungan narkoba.

Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari


pelaksanaan aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh
ayah dan ibu (misalnya ayah bilang ya, ibu bilang tidak).

Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada


upaya penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang
berkonflik. Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah
dan anak, ibu dan anak, maupun antar saudara.

4) Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Dalam hal ini,


peran orang tua sangat dominan, dengan anak yang hanya
sekedar harus menuruti apa kata orang tua dengan alasan
sopan santun, adat istiadat, atau demi kemajuan dan masa
depan anak itu sendiri tanpa diberi kesempatan untuk
berdialog dan menyatakan ketidaksetujuannya.

Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut


anggotanya mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi
yang harus dicapai dalam banyak hal.

Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi


kecemasan dengan alasan yang kurang kuat, mudah cemas
dan curiga, sering berlebihan dalam menanggapi sesuatu.

2) Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)


Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan
kelompok, yaitu cara teman-teman atau orang-orang seumur

untuk mempengaruhi seseorang agar berperilaku seperti


kelompok itu. Peer group terlibat lebih banyak dalam
delinquent dan penggunaan obat-obatan. Dapat dikatakan
bahwa faktor-faktor sosial tersebut memiliki dampak yang
berarti kepada keasyikan seseorang dalam menggunakan obatobatan,

yang

kemudian

mengakibatkan

timbulnya

ketergantungan fisik dan psikologis.


3) Faktor Kesempatan
Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya
juga dapat disebut sebagai pemicu seseorang menjadi pecandu.
Indonesia

yang

sudah

menjadi

tujuan

pasar

narkoba

internasional, menyebabkan obat-obatan ini mudah diperoleh.


Bahkan beberapa media massa melaporkan bahwa para penjual
narkotika menjual barang dagangannya di sekolah-sekolah,
termasuk di Sekolah Dasar. Pengalaman feel good saat
mencoba drugs akan semakin memperkuat keinginan untuk
memanfaatkan kesempatan dan akhirnya menjadi pecandu.
Seseorang dapat menjadi pecandu karena disebabkan oleh
beberapa faktor sekaligus atau secara bersamaan. Karena ada
juga faktor yang muncul secara beruntun akibat dari satu factor
tertentu.

3. Rentan gangguan penggunaan NAPZA


a) Eksperimental
Pengguna taraf awal, yang disebabkan rasa ingin tahu dari remaja.
klien biasanya ingin mencari pengalaman yang baru atau cobacoba.
b) Rekreasional
Penggunaan waktu berkumpul dengan teman sebaya, misalnya
pada waktu pertemuan malam mingguan, acara ulang tahun.
Penggunaan ini mempunyai tujuan rekreasi bersama temantemannya.

c) Situasional
Mempunyai tujuan individual, merupakan kebutuhan bagi dirinya
sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk
melarikan diri atau mengatasi masalah yang dihadapi. Misalnya
individu menggunakan zat pada saat sedang mempunyai masalah,
stres, dan frustasi.
d) Penyalahgunaan
Penggunaan zat yang sudah cukup patologis, sudah mulai
digunakan secara rutin, minimal selama 1 bulan, sudah terjadi
penyimpangan perilaku mengganggu fungsi dalam peran di
lingkungan sosial, pendidikan, dan pekerjaan.
e) Ketergantungan
Penggunaan

zat

yang

sudah

cukup

berat,

telah

terjadi

ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai


dengan adanya toleransi dan sindroma putus zat (suatu kondisi
dimana individu yang biasa menggunakan zat adiktif secara rutin
pada dosis tertentu menurunkan jumlah zat yang digunakan atau
berhenti memakai, sehingga menimbulkan kumpulan gejala sesuai
dengan macam zat yang digunakan). toleransi adalah suatu kondisi
dari individu yang mengalami peningkatan dosis (jumlah zat),
untuk mencapai tujuan yang biasa diinginkannya.

4. Tanda dan Gejala


Pengaruh NAPZA pada tubuh disebut intoksitasi. Selain
intoksitasi, terdapat pula sindroma putus asa, yaitu sekumpulan gejala
yang timbul akibat penggunaan zat yang dikurangi atau dihentikan.
Tanda dan gejala intoksikasi dan putus zat berbeda pada jenis zat yang
berbeda (Kurniawan, 2008):

Opiat

Sedative

Ganja

Alcohol

hipnotik

Amfetamin

Tanda dan gelaja intoksikasi


1. Eforia

1. Eforia

2. Mengatuk

2. Mata merah

diri berkurang 2. Bicara kadel

3. Berbicara

3. Mulut kering 2.

Jalan

kadel

1.

Pengendalian 1. Mata merah

dan tertawa

5. Penurunan

5.

kesadaran

Nafsu

Gangguan

tidur

2. Berkeringat

sempoyangan 3. Bergetar
4. Perubahan

makan
4. Memperpanjang

meningkat
6.

3. Mengatuk

Selalu terdorong
untuk mendekat

3. Jalan

4. Banyak bicara sempoyang

4. Konstipasi

1.

4. Cemas

persepsi

5. Depresi

5. Penueruna

6. Paranoid

5. Hilang kedaran

persepsi

kemampuan
menilai

Tanda dan gejala putus zat


1. Nyeri

1. Jarang

2. Mata

dan dikemukan

hidung berair
pPPerasaan panas

1. Cemas

1. Cemas

2. Tangan gemetar2. Depresi

2. Depresi

3. Perubahan

3. Kelelahan

persepsi

dingin

1. Cemas

3. Muka merah

4. Mudah marah 4. Energy berkurang

4. Gangguan daya
5. Tangan

3. Diare
4. Gelisah

5.

ingat

gemetaran

5. Sulit tidur

6. Mula muntah

5. Sulit tidur

Kebutuhan tidur
meningkat

7. Sulit tidur

5. Dampak penggunaan NAPZA


Dampak penggunaan Napza menurut Lubis 2013) adalah:
a) Bagi diri sendiri
Penyalahgunaan

NAPZA

dapat

mengakibatkan

terganggunya fungsi otak dan perkembangan moral pemakainya,


intoksikasi (keracunan), overdosis (OD), yang dapat menyebabkan
kematian karena terhentinya pernapasan dan perdarahan otak,
kekambuhan, gangguan perilaku (mental sosial), gangguan
kesehatan, menurunnya nilai-nilai, dan masalah ekonomi dan

10

hukum. Sementara itu, dari segi efek dan dampak yang


ditimbulkan pada para pemakai narkoba dapat dibedakan menjadi 3
(tiga) golongan/jenis: 1) Upper yaitu jenis narkoba yang membuat
si pemakai menjadi aktif seperti sabu-sabu, ekstasi dan amfetamin,
2) Downer yang merupakan golongan narkoba yang dapat
membuat orang yang memakai jenis narkoba itu jadi tenang
dengan sifatnya yang menenangkan/sedatif seperti obat tidur
(hipnotik) dan obat anti rasa cemas, dan 3) Halusinogen adalah
napza yang beracun karena lebih menonjol sifat racunnya
dibandingkan dengan kegunaan medis.
b) Bagi keluarga
Penyalahgunaan

NAPZA

dalam

keluarga

dapat

mengakibatkan suasana nyaman dan tentram dalam keluarga


terganggu. Dimana orang tua akan merasa malu karena memilki
anak pecandu, merasa bersalah, dan berusaha menutupi perbuatan
anak mereka. Stres keluarga meningkat, merasa putus asa karena
pengeluaran yang meningkat akibat pemakaian narkoba ataupun
melihat anak yang harus berulangkali dirawat atau bahkan menjadi
penghuni di rumah tahanan maupun lembaga pemasyarakatan.
c) Bagi pendidikan atau sekolah
NAPZA akan merusak disiplin dan motivasi yang sangat
tinggi untuk proses belajar. Penyalahgunaan NAPZA berhubungan
dengan kejahatan dan perilaku asosial lain yang menganggu
suasana tertib dan aman, rusaknya barang-barang sekolah dan
meningkatnya perkelahian.
d) Bagi masyarakat, bangsa, dan Negara
Penyalahgunaan

NAPZA

mengakibatkan

terciptanya

hubungan pengedar narkoba dengan korbannya sehingga terbentuk


pasar gelap perdagangan NAPZA yang sangat sulit diputuskan
mata rantainya. Masyarakat yang rawan narkoba tidak memiliki
daya tahan dan kesinambungan pembangunan terancam. Akibatnya
negara mengalami kerugian karena masyarakatnya tidak produktif,

11

kejahatan meningkat serta sarana dan prasarana yang harus


disediakan untuk mengatasi masalah tersebut.

6. Tujuan Terapi dan Rehabilitasi


a) Abstinensia atau menghentikan sama sekali penggunaan NAPZA.
Tujuan ini tergolong sangat ideal, namun banyak orang
tidak mampu atau mempunyai motivasi untuk mencapai tujuan ini.
Terutama kalau ia baru menggunakan NAPZA pada fase-fase awal.
Pasien tersebut dapat ditolong dengan meminimasi efek-efek yang
langsung atau tidak langsung dari NAPZA. Sebagian pasien
memang telah abstinesia terhadap salah satu NAPZA tetapi
kemudian beralih untuk menggunakan jenis NAPZA yang lain
(Hawari, 2000).
b) Pengurangan frekuensi dan keparahan relaps.
Sasaran utamanya adalah pencegahan relaps. Bila pasien
pernah menggunakan satu kali saja setelah clean maka ia disebut
slip. Bila ia menyadari kekeliruannya, dan ia memang telah
dibekali ketrampilan untuk mencegah pengulangan penggunaan
kembali, pasien akan tetap mencoba bertahan untuk selalu
abstinensia. Pelatihan relapse prevention programe, program terapi
kognitif, opiate antagonist maintenance therapy dengan naltreson
merupakan beberapa alternatif untuk mencegah relaps (Hawari,
2000).
c) Memperbaiki fungsi psikologi dan fungsi adaptasi sosial.
Dalam kelompok ini, abstinensia bukan merupakan sasaran
utama. Terapi rumatan (maintence) metadon merupakan pilihan
untuk mencapai sasaran terapi golongan ini. (Hawari, 2000).

B. Sumber koping dan Mekanisme koping


1. Sumber Koping
Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan
menggunakan atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik

12

dari sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping diantaranya


adalah aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan
sosial budaya yang diyakini. Dengan integrasi sumber-sumber koping
tersebut individu dapat mengadopsi strategi koping yang efektif
(Suliswati, 2005).
2.

Mekanisme Koping
Kemampuan

individu

menanggulangi

kecemasan

secara

konstruksi merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku


patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia
mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan
dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan,
mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur,
makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi
kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain
(Suliswati, 2005). Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan
sedang, berat dan panik membutuhkan banyak energi. Menurut
Suliswati (2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua
jenis, yaitu :
a. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas.
Tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah
individu mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan
menilai secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah,
memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
1) Perilaku

menyerang

digunakan

untuk

mengubah

atau

mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan.


2) Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun
psikologik untuk memindahkan seseorang dari sumber stress.
3) Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang
mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek
kebutuhan personal seseorang.

13

b. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego.


Koping ini tidak selalu sukses dalam mengatasi masalah.
Mekanisme ini seringkali digunakan untuk melindungi diri,
sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya
mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara
realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan individu
apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
1) Perawat

dapat

mengenali

secara

akurat

penggunaan

mekanisme pertahanan klien.


2) Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa
pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian.
3) Pengaruh

penggunaan

mekanisme

pertahanan

terhadap

kemajuan kesehatan klien.


4) Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.

3. Diagnosa Keperawatan: Koping Individu Tidak Efektif

4. Intervensi Keperawatan
Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tidak mampu
mengatasi keinginan menggunakan zat adiktif.
Tujuan : klien mampu untuk mengatasi keinginan menggunakan zat
adiktif.
Individu:
Identifikasi situasi yang menyebabkan timbulnya sugesti
Identifikasi perilaku ketika sugesti datang
Diskusikan cara mengalihkan pikiran dari sugesti yang lebih positif
Bantu klien mengekspresikan perasaannya
Keluarga
Motivasi keluarga untuk membantu klien mampu jujur bila
sugestinya datin
Diskusikan upaya keluarga membantu klien mengurangi sugesti
Bantu suasana mendukung keakraban di rumah

14

C. Opiat
1. Pengertian

Obat-obat yang termasuk ke dalam golongan amfetamin adalah:


1. Putau
2. Heroin

2. Pengaruh Opiat
a) Opiat mempengaruhi otak
b) Sensasi yang ditimbulkan oleh Opiat
c) Efek mengkonsumsi Opiat

3. Efek Jangka Pendek dari Opiat


Berikut ini adalah beberapa efek dari mengkonsumsi Opiat,
yaitu :

Meningkatkan suhu tubuh

Menurunkan nafsu makan

Kerusakan sistem

Euforia

kardiovaskular

Mulut kering

Paranoia

Dilatasi pupil

Meningkatkan denyut jantung

Mual

Meningkatkan tekanan darah

Sakit kepala

Menjadi hiperaktif

Perubahan perilaku seksual

Mengurangi rasa kantuk

Tremor

4. Efek Jangka Panjang dari Opiat


Selama jangka panjang, seseorang yang menggunakan opiat secara
teratur akan menemukan tanda-tanda efek samping jangka panjang yang
biasanya terdiri dari :

Pandangan kabur

Pusing

Peningkatan detak jantung

15

Sakit kepala

Tekanan darah tinggi

Kurang nafsu makan

Nafas cepat

Gelisah

16

BAB III
KASUS

A. Hasil Pengkajian
1. Identitas klien
Nama Inisial

: Tn.S.P.

Usia:

: 37 tahun.

Ruang Rawat

: Ruang detoksifikasi

Tanggal Dirawat

: 29 Desember 2014

Tanggal Pengkajian

: 05 Januari 2015

Sumber Informasi

: klien dan rekam medis.

2. Alasan masuk
Klien masuk RS atas keinginan sendiri setelah kurang lebih 5
bulan menghilang (keluar rumah). Klien sebelumnya pernah dirawat
di BNN Lido pada tahun 2011-2012 dan RSUD Duren Sawit pada
tahun 2007 dan mengikuti program rehabilitasi. Klien terakhir kali
memakai Putau pada satu jam sebelum masuk RS dengan cara
disuntik. Klien masuk dengan keadaan intoksikasi zat.

3. Faktor predisposisi
a. Riwayat masalah penggunaan zat adiktif
Klien mengaku pertama kali menggunakan putaw pada
tahun 1998 hingga 2002. Tahun 2003, klien mulai menggunakan
shabu-shabu. Klien memiliki masalah komplikasi medik, yaitu
HIV. Akan tetapi, setelah itu klien mengaku jika ingin membeli
obat-obatan, ia menjual barang pribadinya. Klien mengaku pernah
ditangkap polisi karena terbukti memiliki putaw pada tahun 2002.
Klien mengaku pertama kali menggunakan nikotin pada
tahun 1990 hingga 2014. Tahun 1998, klien mulai menggunakan
shabu-shabu. Kemudian klien mencoba alkohol pada tahun 1993
dan ganja pada tahun 1994. Klien memiliki masalah komplikasi

17

medik, yaitu HIV dan post TB. Klien mengaku pernah melakukan
tindak kriminal dan dipenjara selama 1 tahun. Klien mengaku jika
ingin membeli obat-obatan, ia menjual barang pribadinya dan
barang dirumah serta dengan mencuri. Klien mengaku tidak
memiliki masalah dalam pendidikan, dan di dalam masyarakat.
Pekerjaan klien hanya serabutan. Klien pernah menjalani
rehabilitasi di RSUD Duren Sawit dan BNN Lido. Klien langsung
berfikir dua kali saat ditawarkan untuk memakai zat tersebut
kembali. Klien tidak mampu menahan keinginannya untuk
kembali menggunakan zat.

b. Etiologi penggunaan zat adiktif


Klien menggunakan zat dikarenakan mengikuti teman-temannya.
Klien ingin coba-coba memakai zat saat ditawari teman-temannya.
Diagnosa keperawatan: Koping individu tidak efektif: belum
mampu menahan keinginan menggunakan zat

c. Faktor penyebab Kambuh/relaps


Klien berfikir dua kali untuk menahan keinginannya untuk
kembali menggunakan zat ketika ditawarkan bertemu temanteman yang sedang menggunakan zat.
Diagnosa keperawatan: Koping individu tidak efektif: belum
mampu menahan keinginan menggunakan zat

d. Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasil tekanan darah klien
120/80 mmHg, nadi 82x/menit, suhu 36o C, pernafasan 20x/menit.
Diare selama 3 hari, turgor kulit kurang elastis, kering. Intake
cairan 750 cc/hari atau setara dengan 3 gelas air kemasan.
Diagnosa keperawatan: risiko defisit volume cairan

e. Psikososial

18

Genogram
Klien adalah anak keempat dari 7 bersaudara. Klien telah
menikah dan memiliki seorang anak perempuan berumur 9
tahun. Klien tinggal dengan seorang, istri, dan anaknya. Pola
interaksi dan komunikasi dalam keluarga baik.

Riwayat Pendidikan:
Klien adalah lulusan SMA dan pernah menimba ilmu di
beberapa universitas dan berhenti setelah satu semester,
terakhir di UI, berhenti di semester 2.

Riwayat Perkawinan
Klien sudah menikah dan memiliki seorang anak yang berusia
9 tahun.

Hubungan Sosial:
Orang yang paling dekat dengan pasien adalah istrinya. Klien
tidak berperan aktif di lingkungan sekitar rumahnya. Klien
merasa biasa saja dalam berhubungan dengan masyarakat di
sekitar rumahnya karena rata-rata di lingkungan tersebut
merupakan pemakai. Klien merasa nyaman berinteraksi
dengan sesama pasien di RSKO.

Konsep diri:
Klien mengaku puas dengan bentuk fisik yang dimilikinya.
Klien juga merasa kurang puas dengan status yang dimiliki
sekarang, yaitu sebagai ayah, suami, dan kepala keluarga.
Peran klien yang kurang bertanggung jawab karena sering
meninggalkan keluarga dan tidak menafkahi. Klien memiliki
harapan untuk sembuh karena memikirkan masa depan istri
dan anaknya. Klien mudah terpengaruh oleh keadaan. Hal ini
dibuktikan dengan klien mudah terpengaruh oleh kakaknya
yang seorang pemakai zat.
Diagnosa Keperawatan: tidak ada

Spiritual dan Religi:

19

Klien

beragama

Kristen

dan

berkeyakinan

bahwa

menggunakan zat yang terlarang bertentangan dengan nilai


agama. Selama di rumah sakit, klien tidak menjalankan ibadah
secara teratur karena menurut klien ibadah tidak perlu asal
selalu ingat dalam hati, cara beribadah masing-masing individu
berbeda.
Diagnosa Keperawatan: Hambatan Religiusitas.

Mekanisme koping:
Klien cenderung menutup diri dan lari ketika ada masalah.
Klien menghindar saat menghadapi suatu masalah dengan
kembali menggunakan zat.
Diagnosa keperawatan: Koping individu tidak efektif: belum
mampu menahan keinginan menggunakan zat

4. Aspek Medik
Diagnosa medis : HIV DO ARV
Terapi medik : Codein 90 mg 4x1, Tramadol kp 3x1, Clozapin25 +
Esilgan2 1x1 IM, Clozapin 25 mg 1x1, antipiretik (P) 1x10 mg, Lauften
1x25 mg.

5. Daftar Diagnosa Keperawatan


Koping individu tidak efektif: belum mampu menahan keinginan
menggunakan zat
Hambatan Religiusitas
Risiko Defisit volume cairan

20

B. Analisa Data
Data

Masalah

Data Objektif:

Koping individu tidak efektif:

- Klien tampak malas selama interaksi

belum mampu menahan keinginan

- Kontak mata positif

menggunakan zat

Data subjektif:
- Klien mengaku tidak mampu menahan
keinginannya untuk kembali
menggunakan zat ketika bertemu temanteman yang sedang menggunakan zat
- Klien mengaku menggunakan zat pertama
kali dikarenakan mengikuti temantemannya.
- Klien mengaku dirinya menutup diri
ketika ada masalah. Klien menghindar
saat menghadapi suatu masalah dengan
kembali menggunakan zat
Data Objektif:
-

Hambatan Religiusitas

Klien mengabaikan ajakan untuk sholat

Data subjektif:
-

Klien mengaku selama di rumah sakit,


klien tidak menjalankan ibadah secara
teratur dan tidak pernah pergi ke tempat
ibadah selama dirawat di RSKO.

Data objektif:
-

Pasien sedangdiare selama 3 hari

Pasien minum terbatas hanya 750cc /hari

Turgor kurang elastis, kering

Data Subjektif:

21

Pasien mengatakan lemas

Diagnosa Keperawatan:
- Koping individu tidak efektif: belum mampu menahan keinginan
menggunakan zat
- Hambatan Religiusitas
-

Risiko Defisit volume cairan

C. EVALUASI
Catatan Perkembangan
Implementasi
TGL/JAM : 05 Januari 2015/09.00
Data :
DS : -

Evaluasi
S:
O:
A:

DO:
P:Diagnosa Keperawatan:
Tindakan :
RTL :
TGL/JAM : 06 Januari 2015
Data :
DS :

S:

DO:
O:
Diagnosa Keperawatan:
Tindakan :

A:
P:

RTL :

TGL/JAM : 07 Januari 2015


Data :
DS :
DO:

S:
O:

Diagnosa Keperawatan:
A:
Tindakan :

P:

22


RTL :

TGL/JAM : 8 Januari 2015


Data :
DS :

DO:

Diagnosa Keperawatan:

S:

O:

A:
P:

Tindakan :

RTL :

23

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas adanya kesenjangan ataupun


keterkaitan antara teori dan kasus pada Tn. S dengan diagnosa koping individu
tidak efektif: belum mmapu mengatasi keinginan zat di ruang Detoksifikasi
Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta. Pembahasan ini disusun sesuai tahaptahap proses keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian
Adapun faktor eksternal yang menyebabkan klien memakai zat adalah
teman klien saat SMA yang menawarkan sehingga ingin coba-coba.
Jika diklasifikasikan dalam rentang penggunaan NAPZA, klien berada
dalam tahap situasional. Klien menggunakan NAPZA untuk melarikan diri
dalam mengatasi masalah yang dihadapi dan dilakukan pada saat klien
memegang uang banyak.
Tanda dan gejala putus zat putau diantaranya adalah nyeri, mata dan
hidung berair, perasaan panas dingin, diare, gelisah dan susah tidur. Hal ini
sesuai dengan keadaan klien beberapa hari setelah masuk RSKO, namun saat
pengkajian sudah tidak tampak.

B. Implementasi

C. Evaluasi
Klien sudah mempunyai motivasi untuk berhenti menggunakan zat,
yaitu anak dan istrinya, tetapi klien masih belum mampu mengontrol
keinginan untuk kembali memakai zat karena faktor lingkungan.

24

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan yang telah dijabarkan dapat disimpulkan bahwa:
1. Klien Tn. S mengalami koping individu tidak efektif: belum mampu
mengatasi keinginan menggunakan zat.
2. Pasien pernah masuk program rehabilitasi BNN dan RSUD Duren
Sawit sebelumnya. Penyebab kambuhnya pasien dikarenakan pasien
tidak kuat mengontrol keinginannya menggunakan zat jika sudah
berkumpul dengan temannya yang sesama pemakai juga.
3. Tanda gejala putus zat yang dialami Tn. S adalah nyeri, mata dan
hidung berair, perasaan panas dingin, diare, gelisah dan susah tidur.
4.

Masalah keperawatan utama adalah koping individu tidak efektif:


belum mampu mengatasi keinginan menggunakan zat.

5. Intervensi yang telah dilakukan adalah SP 1 (berdiskusi mengenai


dampak penggunaan zat, berdiskusi mengenai kehidupan pasien
sebelum memakai zat, berdiskusi mengenai harapan klien sekarang
dan masa yang akan datang, berdiskusi mengenai cara meningkatkan
motivasi untuk berhenti). Hasil dari intervensi yang telah dilakukan
selama 4 hari yaitu.

B. SARAN
1. Bagi Rumah Sakit Ketergantungan Obat
Diharapkan bagi RSKO dapat mengevaluasi dan membantu klien
meningkatkan koping klien bagi klien yang memiliki masalah
ketidakefektifan koping.
2. Bagi Institusi
Diharapkan bagi institusi keperawatan dapat memberikan masukan dan
asuhan keperawatan sesuai dengan gambaran klien yang mengalami
ketidakefektifan koping.
3. Bagi Perawat

25

Bagi perawat sendiri diharapkan dapat memberikan gambaran dari


hasil pengkajian, analisa data, perumusan masalah keperawatan, dan
menetapkan diagnosa keperawatan dengan tepat sesuai dengan apa
yang dialami oleh klien, serta merencanakan tindakan keperawatan,
implementasi dan evaluasi perkembangan klien.
4. Bagi Mahasiswa
Diharapkan

bagi

mahasiswa

keperawatan

untuk

senantiasa

memberikan asuhan keperawatan ketidakefektifan koping hingga


selesai pada klien.

26

Anda mungkin juga menyukai