Anda di halaman 1dari 19

Asuhan Keperawatan pada Pasien Penyalahgunaan

NAPZA

Oleh:
Zakiatun Nufus 19010072
Ira Nurmala 19010057
Rizka Ananda 19010083
Nadia Putri 19010070
Rahma Yanti 19010078

Pengasuh:
Ns. Asri Basyir S. Kep

STIKes Medika Nurul Islam


Program Studi Ilmu Keperawatan
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita semua ke jalan kebenaran yang
diridhoi Allah SWT.
Maksud penulis membuat makalah ini adalah untuk dapat lebih memahami
tentang Asuhan Keperawatan pada Pasien Penyalahgunaan NAPZA yang
akan sangat berguna terutama untuk mahasiswa. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini banyak sekali kekurangannya baik dalam cara penulisan
maupun dalam isi.
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis
yang membuat dan umumnya bagi yang membaca makalah ini. Amin.

Sigli,19 Juni 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................i


DAFTAR ISI .....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Tujuan..........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian......................................................................................................3
B. Faktor Penyebab Penggunaan NAPZA.........................................................4
C. Gejala klinis penggunaan NAPZA................................................................5
D. Dampak penggunaan NAPZA.......................................................................6
BAB III ASKEP PADA PASIEN DENGAN PENYALAHGUNAAN NAPZA
A. Kasus............................................................................................................9
B. Pengkajian....................................................................................................11
C. Diagnosa Keperawatan................................................................................11
D. Intervensi Keperawatan................................................................................12
E. Evaluasi........................................................................................................14
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................................15
B. Saran.............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyalahgunaan dan ketergantungan zat yang termasuk dalam katagori
NAPZA pada
akhir-akhir ini makin marak dapat disaksikan dari media cetak koran dan
majalah serta media elektrolit seperti TV dan radio. Kecenderungannya
semakin makin banyak masyarakat yang memakai zat tergolong kelompok
NAPZA tersebut, khususnya anak remaja (15-24 tahun) sepertinya menjadi
suatu model perilaku baru bagi kalangan remaja (DepKes, 2001).
Penyebab banyaknya pemakaian zat tersebut antara lain karena
kurangnya pengetahuan masyarakat akan dampak pemakaian zat tersebut
serta kemudahan untuk mendapatkannya. Kurangnya pengetahuan
masyarakat bukan karena pendidikan yang rendah tetapi kadangkala
disebabkan karena faktor individu, faktor keluarga dan faktor lingkungan.
Faktor individu yang tampak lebih pada kepribadian individu tersebut;
faktor keluarga lebih pada hubungan individu dengan keluarga misalnya
kurang perhatian keluarga terhadap individu, kesibukan keluarga dan lainnya;
faktor lingkungan lebih pada kurang positif sikap masyarakat terhadap
masalah tersebut misalnya ketidakpedulian masyarakat tentang NAPZA
(Hawari, 2000). Dampak yang terjadi dari faktor-faktor di atas adalah
individu mulai melakukan penyalahgunaan dan ketergantungan akan zat. Hal
ini ditunjukkan dengan makin banyaknya individu yang dirawat di rumah
sakit karena penyalahgunaan dan ketergantungan zat yaitu mengalami
intoksikasi zat dan withdrawal.
Peran penting tenaga kesehatan dalam upaya menanggulangi
penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA di rumah sakit khususnya upaya
terapi dan rehabilitasi sering tidak disadari, kecuali mereka yang berminat
pada penanggulangan NAPZA (DepKes, 2001). Berdasarkan permasalahan
yang terjadi di atas, maka perlunya peran serta tenaga kesehatan khususnya

4
tenaga keperawatan dalam membantu masyarakat yang di rawat di rumah
sakit untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat. Untuk
itu dirasakan perlu perawat meningkatkan kemampuan merawat klien dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan yaitu asuhan keperawatan
klien penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA (sindrom putus zat).

B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari penggunaan NAPZA
2. Mengetahui factor penyebab penggunaan NAPZA
3. Mengetahui gekal klinis penggunaan NAPZA
4. Mengetahui dampak penggunaan NAPZA

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus
bahkan sampai setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan
kondisi yang parah dan sering dianggap sebagai penyakit. Adiksi umumnya
merujuk pada perilaku psikososial yang berhubungan dengan ketergantungan
zat. Gejala putus zat terjadi karena kebutuhan biologik terhadap obat.
Toleransi adalah peningkatan jumlah zat untuk memperoleh efek yang
diharapkan. Gejala putus zat dan toleransi merupakan tanda ketergantungan
fisik (Stuart dan Sundeen, 1995).
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan
terpadu melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar
pengguna NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai
kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan
pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial dan spiritual. Sarana
rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan
kebutuhan (DepKes., 2002).
Sesudah klien penyalahgunaan/ketergantungan NAZA menjalani
program terapi (detoksifikasi) dan komplikasi medik selama 1 (satu) minggu
dan dilanjutkan dengan program pemantapan (pasca detoksifikasi) selama 2
(dua) minggu, maka yang bersangkutan dapat melanjutkan ke program
berikutnya yaitu rehabilitasi (Hawari, 2000).
Lama rawat di unit rehabilitasi untuk setiap rumah sakit tidak sama
karena tergantung pada jumlah dan kemampuan sumber daya, fasilitas dan
sarana penunjang kegiatan yang tersedia di rumah sakit. Menurut Hawari
(2000) bahwa setelah klien mengalami perawatan selama 1 minggu menjalani
program terapi dan dilanjutkan dengan pemantapan terapi selama 2 minggu
maka klien tersebut akan dirawat di unit rehabilitasi (rumah sakit, pusat
rehabilitasi dan unit lainnya) selama 3-6 bulan. Sedangkan lama rawat di unit

6
rehabilitasi berdasarkan parameter sembuh menurut medis bisa beragam 6
bulan dan 1 tahun, mungkin saja bisa sampai 2 tahun (Wiguna, 2003).
Berdasarkan pengertian dan lama rawat di atas, maka perawatan di
ruang rehabilitasi tidak terlepas dari perawatan sebelumnya yaitu di ruang
detoksifikasi.
Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai menjalani
detoksifikasi sebagian besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan
NAPZA, oleh karena rasa rindu (craving) terhadap NAPZA yang selalu
terjadi (DepKes, 2001).
Dengan rehabilitasi diharapkan pengguna NAPZA dapat:
1. Mempunyai motivasi kuat untuk tidak menyalahgunakan NAPZA lagi
2. Mampu menolak tawaran penyalahgunaan NAPZA
3. Pulih kepercayaan dirinya, hilang rasa rendah dirinya
4. Mampu mengelola waktu dan berubah perilaku sehari-hari dengan baik
5. Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja
6. Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam pergaulan
dengan lingkungannya

B. Faktor Penyebab Penggunaan NAPZA


Faktor penyebab pada klien dengan penyalahgunaan dan ketergantungan
NAPZA meliputi:
1. Faktor biologic
Kecenderungan keluarga, terutama penyalahgunaan alcohol. Perubahan
metabolisme alkohol yang mengakibatkan respon fisiologik yang tidak
nyaman.
2. Faktor psikologik
· Tipe kepribadian ketergantungan
· Harga diri rendah biasanya sering berhub. dengan penganiayaan
waktu masa kanak kanak
· Perilaku maladaptif yang diperlajari secara berlebihan
· Mencari kesenangan dan menghindari rasa sakit

7
· keluarga, termasuk tidak stabil, tidak ada contoh peran yang positif,
kurang percaya diri, tidak mampu memperlakukan anak sebagai
individu, dan orang tua yang adiksi
3. Faktor sosiokultural
· Ketersediaan dan penerimaan sosial terhadap pengguna obat
· Ambivalens sosial tentang penggunaan dan penyalahgunaan
berbagai zat seperti tembakau, alkohol dan mariyuana
· Sikap, nilai, norma dan sanksi cultural
· Kemiskinan dengan keluarga yang tidak stabil dan keterbatasan
kesempatan
C. Gejala klinis penggunaan NAPZA
1. Perubahan Fisik :
- Pada saat menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara pelo
( cadel ), apatis ( acuh tak acuh ), mengantuk, agresif.
- Bila terjadi kelebihan dosis ( Overdosis ) : nafas sesak, denyut
jantung dan nadi lambat, kulit teraba dingin, bahkan meninggal.
- Saat sedang ketagihan ( Sakau ) : mata merah, hidung berair,
menguap terus, diare, rasa sakit seluruh tubuh, malas mandi, kejang,
kesadaran menurun.
- Pengaruh jangka panjang : penampilan tidak sehat, tidak perduli
terhadap kesehatan dan kebersihan, gigi keropos, bekas suntikan pada
lengan.
2. Perubahan sikap dan perilaku :
- Prestasi di sekolah menurun, tidak mengerjakan tugas sekolah, sering
membolos, pemalas, kurang bertanggung jawab.
- Pola tidur berubah, begadang, sulit dibangunkan pagi hari,
mengantuk di kelas atau tempat kerja
- Sering berpergian sampai larut malam, terkadang tidak pulang tanpa
ijin.
- Sering mengurung diri, berlama – lama di kamar mandi, menghidar
bertemu dengan anggota keluarga yang lain.

8
- Sering mendapat telpon dan didatangi orang yang tidak dikenal oleh
anggota keluarga yang lain.
- Sering berbohong, minta banyak uang dengan berbagai alasan tapi
tidak jelas penggunaannya, mengambil dan menjual barang berharga
milik sendiri atau keluarga, mencuri, terlibat kekerasan dan sering
berurusan dengan polisi.
- Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, pemarah, kasar,
bermusuhan pencurigaan, tertutup dan penuh rahasia.

D. Dampak penggunaan NAPZA


NAPZA berpengaruh pada tubuh manusia dan lingkungannya :
1. Komplikasi Medik, biasanya digunakan dalam jumlah yang banyak dan
cukup lama. 
Pengaruhnya pada :
a. Otak dan susunan saraf pusat :
· gangguan daya ingat
· gangguan perhatian / konsentrasi
· gangguan bertindak rasional
· gagguan perserpsi sehingga menimbulkan halusinasi
· gangguan motivasi, sehingga malas sekolah atau bekerja
· gangguan pengendalian diri, sehingga sulit membedakan baik /
buruk.
b. Pada saluran napas dapat terjadi radang paru (Bronchopnemonia),
pembengkakan paru (Oedema Paru).
c. Pada jantung dapat terjadi peradangan otot jantung serta
penyempitan pembuluh darah jantung.
d. Pada hati dapat terjadi Hepatitis B dan C yang menular melalui
jarum suntik dan hubungan seksual.
e. Penyakit Menular Seksual ( PMS ) dan HIV/AIDS.
Para pengguna NAPZA dikenal dengan perilaku seks resiko tinggi,
mereka mau melakukan hubungan seksual demi mendapatkan uang

9
untuk membeli zat. Penyakit Menular Seksual yang terjadi adalah :
kencing nanah (GO), raja singa (Siphilis) dll. Dan juga pengguna
NAPZA yang mengunakan jarum suntik secara bersama-sama
membuat angka penularan HIV/AIDS semakin meningkat. Penyakit
HIV/AIDS menular melalui jarum suntik dan hubungan seksual,
selain itu juga dapat melalui tranfusi darah dan penularan dari ibu ke
janin.
f. Pada sistem Reproduksi sering mengakibatkan kemandulan.
g. Pada kulit sering terdapat bekas suntikan bagi pengguna yang
menggunakan jarum suntik, sehingga mereka sering menggunakan
baju lengan panjang.
h. Komplikasi pada kehamilan :
· Ibu : anemia, infeksi vagina, hepatitis, AIDS.
· Kandungan : abortus, keracunan kehamilan, bayi lahir mati
· Janin : pertumbuhan terhambat, premature, berat bayi rendah.

2. Dampak Sosial :
a. Di Lingkungan Keluarga :
· Suasana nyaman dan tentram dalam keluarga terganggu, sering
terjadi pertengkaran, mudah tersinggung.
· Orang tua resah karena barang berharga sering hilang.
· Perilaku menyimpang / asosial anak ( berbohong, mencuri, tidak
tertib, hidup bebas) dan menjadi aib keluarga.
· Putus sekolah atau menganggur, karena dikeluarkan dari sekolah
atau pekerjaan, sehingga merusak kehidupan keluarga, kesulitan
keuangan.
· Orang tua menjadi putus asa karena pengeluaran uang
meningkat untuk biaya pengobatan dan rehabilitasi.
b. Di Lingkungan Sekolah :
· Merusak disiplin dan motivasi belajar.
· Meningkatnya tindak kenakalan, membolos, tawuran pelajar.

10
· Mempengaruhi peningkatan penyalahguanaan diantara sesama
teman sebaya.
c. Di Lingkungan Masyarakat :
· Tercipta pasar gelap antara pengedar dan bandar yang mencari
pengguna / mangsanya.
· Pengedar atau bandar menggunakan perantara remaja atau siswa
yang telah menjadi ketergantungan.
· Meningkatnya kejahatan di masyarakat : perampokan,
pencurian, pembunuhan sehingga masyarkat menjadi resah.
· Meningkatnya kecelakaan.

11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
PENYALAHGUNAAN NAPZA

A. Kasus
Andra (bukan nama sebenarnya), salah satu remaja penderita HIV. Dia
tertular HIV melalui penggunaan IDU. Andra mengaku mulai memakai jarum
suntik secara bergiliran pada 2002. "Saat itu saya masih kelas 3 SMP. Saya
suka mengonsumsi putauw. Suatu hari, saya lagi nggak punya duit. Sama
teman-teman diajak pakai jarum secara gantian. Lebih murah, kata mereka,"
ujarnya. Pesta narkoba pun dimulai bersama teman-temannya. Aktivitas
menyimpang itu dilakoninya selama setahun. Boleh dibilang Andra termasuk
pecandu berat narkoba, terutama jenis putauw. Padahal, dia mengaku tidak
memiliki uang yang cukup tebal untuk mengonsumsi putauw. "Mau tidak
mau, memakai jarum suntik merupakan alternatif bagi saya," tuturnya.
Bagi dia, ngedrugs merupakan medium untuk melupakan persoalan hidup.
Andra lahir di tengah keluarga yang kurang harmonis. Dia lebih suka
menghabiskan waktu bersama teman-temannya di luar rumah. "Dengan
teman-teman saya merasa bisa melakukan apa saja. Mereka tahu apa yang
saya mau," tukasnya. 
Hidup sarat dengan hedonisme dia lakoni selama bertahun-tahun.
Prestasi sekolah Andra yang terus merosot memacu dirinya terjun bebas ke
narkoba. Apalagi orang tuanya cuek saja dengan segala tindakan yang dia
lakukan. "Aku merasa bebas melakukan apa saja, under controll pokoknya,"
ujarnya. Hidup Andra identik bersenang-senang. Pada 2004, dia diajak
teman-temannya melakukan VCT (visite conselling test). "Saat itu aku tidak
tahu untuk apa diajak VCT. Ternyata untuk memeriksakan diri apakah
terkena HIV/AIDS atau tidak," ujarnya. 
Ternyata teman-teman Andra itu adalah relawan sebuah LSM yang konsen
dengan HIV/AIDS. Mereka prihatin dengan kondisi Andra. Benar saja, dari

12
lima orang yang memeriksakan diri, tiga orang positif HIV termasuk Andra.
"Rasanya saya ingin mati saja saat itu," ucap Andra yang waktu itu baru kelas
1 SMA. Sejak divonis itu, Andra merasa hidupnya tidak berarti lagi.
Keterputusasaan yang berat meyelimuti dirinya. "Bahkan timbul perasaan
jahat dan dendam terhadap teman-teman yang belum terkena HIV untuk
menularinya," ujarnya. Untungnya, Andra dapat mengendalikan diri. Dia pun
berusaha bangkit untuk bertahan hidup. "Untungnya teman-teman sangat
memotivasi saya untuk berobat," ujar Andra yang kini berusia 19 tahun. Satu
tahun lamanya Andra menyembunyikan kenyataan itu dari orang tuanya bila
dia positif HIV. "Lagipula apa bedanya bila saya ceritakan," ujarnya. 
Lambat-laun rahasia itu terbongkar. Ibu Andra mendapati hasil tes
VCT-nya yang disimpan di laci meja anaknya itu. "Waktu itu, ibu mencari
obat-obat terlarang itu di kamar saya," ujarnya.
"Saya tidak menyangka reaksi ibu saat mengetahui saya positif HIV. Ibu
menangis sesunggukan dan memeluk saya," ungkapnya. Sejak itu, orang tua
Andra mulai berubah. Mereka menerima Andra apa-adanya. Mereka berani
menerima kenyataan bila anaknya terjangkit penyakit yang distigmakan
buruk oleh masyarakat itu. Namun, apa pun perhatian itu, bagi Andra tidak
bisa mengembalikan dirinya seperti dulu lagi. Di dalam tubuhnya telah
berkembang virus mematikan --yang bila dia tidak aware memperhatikan
kesehatannya-- bisa semakin menyerang kekebalan tubuhnya. Kini, Andra
punya semangat hidup lagi. Hidup, katanya, harus terus berjalan, meskipun
dia sempat pesimistis dengan masa depannya. "Siapa sih yang mau menerima
cowok dengan predikat HIV positif?" tanyanya. Beberapa kali Andra
mencoba menjalin hubungan dengan teman perempuannya, namun selalu
gagal. "Begitu tahu saya terinfeksi HIV, ada yang langsung menjauh, ada juga
yang mundur pelan-pelan," ujarnya. 
Menurut Andra, tidak mudah hidup di lingkungan orang yang tidak
terkena penyakit berbahaya itu. Selalu ada benang merah antara ODHA
dengan OHIDA (orang yang hidup dengan HIV/AIDS). Meskipun keluarga
menerima Andra apa-adanya, perasaan "berbeda" tetap melekat dalam

13
hatinya. Andra pun kemudian mencari komunitas yang bisa menampung
nasibnya. "Akhirnya dengan teman-teman sebaya yang aktif memerangi
HIV/AIDS, saya merasa di situlah tempat saya. Tempat saya berkeluh-kesah,
bersama, dan berbagi hidup," 
dikutip dari www.smu_net.com

B. Pengkajian
Prinsip pengkajian yang dilakukan dapat menggunakan format
pengkajian di ruang psikiatri atau sesuai dengan pedoman yang ada di
masing-masing ruangan tergantung pada kebijaksanaan rumah sakit dan
format pengkajian yang tersedia. Adapun pengkajian yang dilakukan
meliputi:
a. Perilaku
b. Faktor penyebab dan faktor pencetus
c. Mekanisme koping yang digunakan oleh penyalahguna zat meliputi:
· penyangkalan (denial) terhadap masalah
· rasionalisasi
· memproyeksikan tanggung jawab terhadap perilakunya
· mengurangi jumlah alkohol atau obat yang dipakainya
· Sumber-sumber koping (support system) yang digunakan oleh klien

C. Diagnosa Keperawatan
Perlu diingat bahwa diagnosa keperawatan di ruang detoksifikasi bisa
berulang di ruang rehabilitasi karena timbul masalah yang sama saat dirawat
di ruang rehabilitasi. Salah satu penyebab muncul masalah yang sama adalah
kurangnya motivasi klien untuk tidak melakukan penyalahgunaan dan
ketergantungan zat. Hal lain yang juga berperan timbulnya masalah pada
klien adalah kurangnya dukungan keluarga dalam membantu mengurangi
penyalahgunaan dan penggunaan zat.
Masalah keperawatan yang sering terjadi di ruang detoksifikasi adalah
selain masalah keperawatan yang berkaitan dengan fisik juga masalah

14
keperawatan seperti:
Risiko terjadinya perubahan proses keluarga berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga pengguna
NAPZA

D. Intervensi Keperawatan
Intervensi untuk diagnose 1 :
Risiko terjadinya perubahan proses keluarga berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga terutama anggota
keluarga pengguna NAPZA
Tujuan khusus
Keluarga mampu mengenal dengan baik anggota keluarga pengguna NAPZA.
Intervensi :
1. Bersama keluarga diskusikan tentang criteria remaja pengguna NAPZA.
2. Latih keluarga mengenali remaja pengguna NAPZA.
3. Motivasi keluarga untuk selalu mengenali remaja pengguna NAPZA.
4. Berikan kesempatan bertanya hal yang belum mengerti.
5. Evaluasi kembali hal-hal yang sudah didiskusikan.
6. Berikan pujian atas keberhasilan keluarga selama interaksi.
Keluarga mampu mengambil keputusan terhadap remaja pengguna NAPZA.
Intervensi :
1. Bersama keluarga diskusikan tentang akibat dari remaja pengguna NAPZA
2. Latih keluarga mengenali akibat dari remaja pengguna NAPZA.
3. Motivasi keluarga untuk selalu mengenali akibat remaja pengguna
NAPZA.
4. Berikan kesempatan bertanya hal yang belum mengerti.
5. Evaluasi kembali hal-halyang sudah didiskusikan.
6. Berikan pujian atas keberhasilan keluarga selama interaksi.
Keluarga mampu merawat keluarga dengan remaja pengguna NAPZA.
Intervensi :
1. Bersama keluarga diskusikan tentang cara mencegah dan merawat remaja

15
pengguna NAPZA.
2. Latih keluarga cara mencegah dan merawat remaja pengguna NAPZA.
3. Motivasi keluarga untuk selalu mencegah dan merawat remaja pengguna
NAPZA.
4. Berikan kesempatan bertanya hal yang belum mengerti.
5. Evaluasi kembali hal-hal yang sudah didiskusikan.
6. Berikan pujian atas keberhasilan keluarga selama interaksi.
Keluarga mampu memodifikasi remaja pengguna NAPZA.
Intervensi :
1. Bersama keluarga diskusikan tentang cara memodifikasi lingkungan
rumah remaja pengguna NAPZA.
2. Latih keluarga cara memodifikasi dari remaja pengguna NAPZA.
3. Motivasi keluarga untuk selalu melakukan modifikasi remaja pengguna
NAPZA
4. Berikan kesempatan bertanya hal yang belum mengerti.
5. Evaluasi kembali hal-hal yang sudah didiskusikan.
6. Berikan pujian atas keberhasilan keluarga selama interaksi.
Keluarga mampu menggunakan sumber daya untuk penanganan remaja
pengguna NAPZA.
Intervensi :
1. Bersama keluarga diskusikan tentang penggunaan sumber daya masy
untuk remaja Pengguna NAPZA.
2. Latih keluarga menggunakan sumber daya untuk remaja pengguna
NAPZA.
3. Motivasi keluarga untuk selalu menggunakan sumber daya untuk remaja
pengguna NAPZA.
4. Berikan kesempatan bertanya hal yang belum mengerti.
5. Evaluasi kembali hal-hal yang sudah didiskusikan.
6. Berikan pujian atas keberhasilan keluarga selama interaksi.

16
E. Evaluasi
Evaluasi penyalahgunaan dan ketergantungan zat tergantung pada
penanganan yang dilakukan perawat terhadap klien dengan mengacu kepada
tujuan khusus yang ingin dicapai. Sebaiknya perawat dan klien bersama-sama
melakukan evaluasi terhadap keberhasilan yang telah dicapai dan tindak
lanjut yang diharapkan untuk dilakukan selanjutnya.
Jika penanganan yang dilakukan tidak berhasil maka perlu dilakukan
evaluasi kembali terhadap tujuan yang dicapai dan prioritas penyelesaian
masalah apakah sudah sesuai dengan kebutuhan klien. Klien relaps tidak bisa
disamakan dengan klien yang mengalami kegagalan pada sistem tubuh.
Tujuan penanganan pada klien relaps adalah meningkatkan kemampuan
untuk hidup lebih lama bebas dari penyalahgunaan dan ketergantungan zat.
Perlunya evaluasi yang dilakukan disesuaikan dengan tujuan yang
diharapkan, akan lebih baik perawat bersama-sama klien dalam menentukan
tujuan ke arah perencanaan pencegahan relaps.

17
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus
bahkan sampai setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan
kondisi yang parah dan sering dianggap sebagai penyakit. Adiksi umumnya
merujuk pada perilaku psikososial yang berhubungan dengan ketergantungan
zat. Gejala putus zat terjadi karena kebutuhan biologik terhadap obat.
Toleransi adalah peningkatan jumlah zat untuk memperoleh efek yang
diharapkan. Gejala putus zat dan toleransi merupakan tanda ketergantungan
fisik (Stuart dan Sundeen, 1995).

B. Saran
Diharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik dan sarannya
agar bermanfaat untulk kita semua terutama bagi kami penulis. Harapannya
tujuan dari makalah ini dapat memasyarakat dan terimplementasi dengan
baik. 

18
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. (1995). Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 6. (terjemahan).


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Depkes. (2002). Keputusan Menteri kesehatan RI tentang pedoman


penyelenggaraan sarana pelayanan rehabilitasi penyalahgunaan dan
ketergantungan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA).
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

(2001). Buku pedoman tentang masalah medis yang dapat terjadi di tempat
rehabilitasi pada pasien ketergantungan NAPZA. Jakarta: Direktorat
Kesehatan Jiwa Masyarakat Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI.

(2001). Buku pedoman praktis bagi petugas kesehatan (puskesmas) mengenai


penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA).
Jakarta: Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI Direktorat
Jenderal Kesehatan Masyarakat.

Hawari, D. (2000). Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA (narkotik, alkohol


dan zat adiktif). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

19

Anda mungkin juga menyukai