Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyalahgunaan dan ketergantungan zat yang termasuk dalam katagori NAPZA pada
akhir-akhir ini makin marak dapat disaksikan dari media cetak koran dan majalah serta
media elektrolit seperti TV dan radio. Kecenderungannya semakin makin banyak
masyarakat yang memakai zat tergolong kelompok NAPZA tersebut, khususnya anak
remaja (15-24 tahun) sepertinya menjadi suatu model perilaku baru bagi kalangan
remaja.
Penyebab banyaknya pemakaian zat tersebut antara lain karena kurangnya
pengetahuan masyarakat akan dampak pemakaian zat tersebut serta kemudahan untuk
mendapatkannya. Kurangnya pengetahuan masyarakat bukan karena pendidikan yang
rendah tetapi kadangkala disebabkan karena faktor individu, faktor keluarga dan faktor
lingkungan.
Faktor individu yang tampak lebih pada kepribadian individu tersebut; faktor
keluarga lebih pada hubungan individu dengan keluarga misalnya kurang perhatian
keluarga terhadap individu, kesibukan keluarga dan lainnya; faktor lingkungan lebih
pada kurang positif sikap masyarakat terhadap masalah tersebut misalnya
ketidakpedulian masyarakat tentang NAPZA (Hawari, 2000). Dampak yang terjadi dari
faktor-faktor di atas adalah individu mulai melakukan penyalahgunaan dan
ketergantungan akan zat. Hal ini ditunjukkan dengan makin banyaknya individu yang
dirawat di rumah sakit karena penyalahgunaan dan ketergantungan zat yaitu mengalami
intoksikasi zat dan withdrawal.
Peran penting tenaga kesehatan dalam upaya menanggulangi penyalahgunaan dan
ketergantungan NAPZA di rumah sakit khususnya upaya terapi dan rehabilitasi sering
tidak disadari, kecuali mereka yang berminat pada penanggulangan NAPZA (DepKes,
2001). Berdasarkan permasalahan yang terjadi di atas, maka perlunya peran serta tenaga
kesehatan khususnya tenaga keperawatan dalam membantu masyarakat yang di rawat di
rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat. Untuk itu
dirasakan perlu perawat meningkatkan kemampuan merawat klien dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan yaitu asuhan keperawatan klien penyalahgunaan dan
ketergantungan NAPZA (sindrom putus zat).

1
B. TujuanPenulisan
1. TujuanUmum
Mahasiswa mampu memahami konsep dan melaksanakan Asuhan Keperawatan
NAPZA
2. TujuanKhusus
a. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang Konsep
b. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang
c. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang
d. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang
e. Mahasiswa diharapkan dapat memahami
f. Mahasiswa diharapkan dapat memahami mengenai asuhan keperawatan

C. ManfaatPenulisan
1. Bagi Akademik
Menambah daftar kepustakaan dan sebagai bahan studi bagi mahasiswa dan
tenaga pendidik tentang asuhan keperawatan ketergantungan napza
2. Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan masukan dan pertimbangan bagi tim kesehatan khususnya
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien ketergantungan napza
3. Bagi Profesi Keperawatan
Memberi masukan dan sumbangan bagi perkembangan ilmu keperawatan
dan profesi keperawatan yang profesional.
4. Bagi Penulis
Menambah wawasan dan meningkatkan kemampuan penulis sebagai perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien khususnya karena
ketergantungan napza

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Defenisi NAPZA
Narkoba /NAPZA merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya yang disalahgunakan. NAPZA /Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat
secara terus menerus bahkan sampai setelah terjadi masalah (Purba dkk, 2013).
Penyalahgunaan Napza adalah suatu penyimpangan perilaku yg disebabkan oleh
penggunaan yg terus menerus sampai terjadi masalah. Napza tersebut bekerja didalam
tubuh yg mempengaruhi terjadinya perubahan: perilaku, alam perasaan, memori,proses
pikir,kondisi fisik individu yg menggunakannya.
Rentang respon gangguan penggunaan NAPZA ini berfluktuasi dari kondisi yang
ringan sampai yang berat, indikator rentang respon ini berdasarkan perilaku yang
ditampakan oleh remaja dengan ganggua penggunaan zat adiktif sebagai berikut :
1. Respon adaptif
2. Respon maladaptive
3. Eksperimental Rekreasional Situasional Penyalahgunaan ketergantungan
a. Eksperimental : Kondisi pengguna taraf awal, yang disebabkan rasa ingin tahu
dari remaja. Sesuai kebutuhan pada masa tumbuh kembangnya, ia biasanya
ingin mencari pengalaman yang baru atau sering pula dikatakan taraf coba-coba.
b. Rekreasional : Penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan dengan
teman sebaya. Misalnya pada waktu pertemuan malam mingguan, acara ulang
tahun, Penggunaan ini mempunyai tujuan rekreasi bersama teman-temannya.
c. Situasional : Mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakan kebutuhan
bagi dirinya sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk melarikan
diri atau mengatasi masalah yang dihadapi. Misalnya individu menggunakan zat
pada saat sedang konflik stress dan frustasi.

Penyalahgunaan : Penggunaan zat yang sudah cukup patologis, sudah mulai digunakan
secara rutin, minimal selama 1 bulan, sudah terjadi penyimpangan perilaku mengganggu
fungsi dalam peran di lingkungan sosial : pendidikan dan pekerjaan. Ketergantungan :
Penggunaan zat yang sudah cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan
psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan adanya Toleransi dan Syndroma putus
zat ; Suatu kondisi dimana individu yang yang biasa menggunakan zat adiktif secara

3
rutin, pada dosis tertentu menurunkan jumlah zat yang digunakan atau berhenti
memakai,sehingga menimbulkan kumpulan gejala sesuai dengan macam zat yang
digunakan, Sedangkan Toleransi ; suatu kondisi dari individu yang mengalami
peningkatan dosis (jumlah zat), untuk mencapai tujuan yang biasa diinginkannya.

B. Faktor Penyebab Penggunaan NAPZA


Faktor penyebab pada klien dengan penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA
meliputi:
1. Faktor biologic
Kecenderungan keluarga, terutama penyalahgunaan alcohol. Perubahan metabolisme
alkohol yang mengakibatkan respon fisiologik yang tidak nyaman.
2. Faktor psikologik
a. Tipe kepribadian ketergantungan
b. Harga diri rendah biasanya sering berhub. dengan penganiayaan waktu masa
kanak-kanak
c. Perilaku maladaptif yang diperlajari secara berlebihan
d. Mencari kesenangan dan menghindari rasa sakit
e. keluarga, termasuk tidak stabil, tidak ada contoh peran yang positif, kurang
percaya diri, tidak mampu memperlakukan anak sebagai individu, dan orang tua
yang adiksi
3. Faktor sosiokultural
a. Ketersediaan dan penerimaan sosial terhadap pengguna obat
b. Ambivalens sosial tentang penggunaan dan penyalahgunaan berbagai zat seperti
tembakau, alkohol dan mariyuana
c. Sikap, nilai, norma dan sanksi cultural
d. Kemiskinan dengan keluarga yang tidak stabil dan keterbatasan kesempatan

C. Jenis NAPZA
1. Heroin : Serbuk putih seperti tepung yang bersifat opioid atau menekan nyeri dan
juga depresan SSP.
2. Kokain : Di olah dari pohon Coca yang punya sifat halusinogenik.
3. Putau : golongan heroin, berbentuk bubuk.

4
4. Ganja : berisi zat kimia delta-9-tetra hidrokanbinol, berasal dari daun Cannabis yang
dikeringkan, Konsumsi dengan cara dihisap seperti rokok tetapi menggunakan
hidung
5. Shabu-shabu: kristal yang berisi methamphetamine, dikonsumsi dengan
menggunakan alat khusus yang disebut Bong kemudian dibakar.
6. Ekstasi: methylendioxy methamphetamine dalam bentuk tablet atau kapsul, mampu
meningkatkan ketahanan seseorang (disalahgunakan untuk aktivitas seksual dan
aktivitas hiburan dimalam hari).
7. Diazepam,Nipam, Megadon : obat yang jika dikonsumsi secara berlebih
menimbulkan efek halusinogenik.
8. Alkohol : minuman yang berisi produk fermentasi menghasilkan etanol, dengan
kadar diatas 40 % mampu menyebabkan depresi susunan saraf pusat, dalam kadar
tinggi bisa memicu Sirosis hepatic, hepatitis alkoholik maupun gangguan system
persarafan.

NAPZA merupakan perkembangan dari narkoba yang berubah nama seiring dengan
bertambahnya jumlah bahan yang masuk dalam kriteria narkoba. NAPZA merupakan
singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.

1. NARKOTIKA
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman yang dapat menurunkan, zat-zat
alamiah maupun buatan (sintetik) dari bahan candu/kokain atau turunannya dan
padanannya – digunakan secara medis atau disalahgunakan - menghilangkan dan
mengurangi rasa nyeri serta dapat menimbulkan ketergantungan/efek psikoaktif.
2. PSIKOTROPIKA
adalah zat-zat dalam berbagai bentuk pil dan obat yang mempengaruhi kesadaran
karena sasaran obat tersebut adalah pusat-pusat tertentu di sistem syaraf pusat (otak
dan sumsum tulang belakang). Menurut UU no.5/1997 Psikotropik meliputi :
Ecxtacy, shabu shabu, LSD, obat penenang/tidur, obat anti depresi dan anti psikosis.
Sementara PSIKOAKTIVA adalah istilah yang secara umum digunakan untuk
menyebut semua zat yang mempunyai komposisi kimiawi berpengaruh pada otak
sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, pikiran, persepsi, kesadaran.
3. ZAT ADIKTIF
yaitu zat-zat yang mengakibatkan ketergantungan seperti zat-zat solvent termasuk
inhalansia (aseton, thinner cat, lem). Zat-zat tersebut sangat berbahaya karena bisa

5
mematikan sel-sel otak. Zat adiktif juga termasuk nikotin (tembakau) dan kafein
(kopi).

D. Gejala klinis penggunaan NAPZA


1. Perubahan Fisik :
a. Pada saat menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara pelo ( cadel ),
apatis ( acuh tak acuh ), mengantuk, agresif.
b. Bila terjadi kelebihan dosis ( Overdosis ) : nafas sesak, denyut jantung dan nadi
lambat, kulit teraba dingin, bahkan meninggal.
c. Saat sedang ketagihan ( Sakau ) : mata merah, hidung berair, menguap terus,
diare, rasa sakit seluruh tubuh, malas mandi, kejang, kesadaran menurun.
d. Pengaruh jangka panjang : penampilan tidak sehat, tidak perduli terhadap
kesehatan dan kebersihan, gigi keropos, bekas suntikan pada lengan.
2. Perubahan sikap dan perilaku :
a. Prestasi di sekolah menurun, tidak mengerjakan tugas sekolah, sering
membolos, pemalas, kurang bertanggung jawab.
b. Pola tidur berubah, begadang, sulit dibangunkan pagi hari, mengantuk di kelas
atau tempat kerja.
c. Sering berpergian sampai larut malam, terkadang tidak pulang tanpa ijin.
d. Sering mengurung diri, berlama – lama di kamar mandi, menghidar bertemu
dengan anggota keluarga yang lain.
e. Sering mendapat telpon dan didatangi orang yang tidak dikenal oleh anggota
keluarga yang lain.
f. Sering berbohong, minta banyak uang dengan berbagai alasan tapi tidak jelas
penggunaannya, mengambil dan menjual barang berharga milik sendiri atau
keluarga, mencuri, terlibat kekerasan dan sering berurusan dengan polisi.
g. Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, pemarah, kasar, bermusuhan
pencurigaan, tertutup dan penuh rahasia.

E. Ciri-ciri pengguna NAPZA


1. Ciri Fisik
a. Berat badan turun drastis
b. Mata cekung dan merah, muka pucat dan bibir kehitaman.
c. Buang air besar dan air kecil kurang lancar

6
d. Sembelit atau sakit perut tanpa alasan yang jelas.
e. Tanda berbintik merah seperti bekas gigitan nyamuk dan ada bekas luka
sayatan.
f. Terdapat perubahan warna kulit di tempat bekas suntikan.
g. Sering batuk-pilek berkepanjangan.
h. Mengeluarkan air mata yang berlebihan.
i. Mengeluarkan keringat yang berlebihan.
j. Kepala sering nyeri, persendian ngilu.
2. Ciri Emosi
a. Sangat sensitif dan cepat bosan.
b. Jika ditegur atau dimarahi malah membangkang.
c. Mudah curiga dan cemas.
d. Emosinya naik turun dan tidak ragu untuk memukul atau berbicara kasar kepada
orang disekitarnya, termasuk kepada anggota keluarganya. Ada juga yang
berusaha menyakiti diri sendiri.
3. Ciri Perilaku
a. Malas dan sering melupakan tanggung jawab/tugas rutinnya.
b. Menunjukkan sikap tidak peduli dan jauh dari keluarga.
c. Di rumah waktunya dihabiskan untuk menyendiri di kamar, toilet, gudang,
kamar mandi, ruang-ruang yang gelap.
d. Nafsu makan tidak menentu.
e. Takut air, jarang mandi.
f. Sering menguap.
g. Sikapnya cenderung jadi manipulatif dan tiba-tiba bersikap manis jika ada
maunya, misalnya untuk membeli obat.
h. Sering bertemu dengan orang-orang yang tidak dikenal keluarga, pergi tanpa
pamit dan pulang lewat tengah malam.
i. Selalu kehabisan uang, barang-barang pribadinya pun hilang dijual
j. Suka berbohong dan gampang ingkar janji.
k. Sering mencuri baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun pekerjaan.
4. Ciri-ciri Kecanduan NAPZA
a. Air mata berlebhan
b. Banyak lender dari hidung
c. Diare

7
d. Bulu kuduk berdiri
e. Sukar tidur
f. Menguap
g. Jantung berdebar-debar
h. Ngilu pada sendi

F. Dampak penggunaan NAPZA


NAPZA berpengaruh pada tubuh manusia dan lingkungannya :
1. Komplikasi Medik, biasanya digunakan dalam jumlah yang banyak dan cukup lama.
Pengaruhnya pada :
a. Otak dan susunan saraf pusat :
1) gangguan daya ingat
2) gangguan perhatian / konsentrasi
3) gangguan bertindak rasional
4) gangguan perserpsi sehingga menimbulkan halusinasi
5) gangguan motivasi, sehingga malas sekolah atau bekerja
6) gangguan pengendalian diri, sehingga sulit membedakan baik / buruk.
b. Pada saluran napas dapat terjadi radang paru (Bronchopnemonia),
pembengkakan paru (Oedema Paru).
c. Pada jantung dapat terjadi peradangan otot jantung serta penyempitan pembuluh
darah jantung.
d. Pada hati dapat terjadi Hepatitis B dan C yang menular melalui jarum suntik dan
hubungan seksual.
e. Penyakit Menular Seksual ( PMS ) dan HIV/AIDS.
Para pengguna NAPZA dikenal dengan perilaku seks resiko tinggi, mereka mau
melakukan hubungan seksual demi mendapatkan uang untuk membeli zat.
Penyakit Menular Seksual yang terjadi adalah : kencing nanah (GO), raja singa
(Siphilis) dll. Dan juga pengguna NAPZA yang mengunakan jarum suntik
secara bersama-sama membuat angka penularan HIV/AIDS semakin meningkat.
Penyakit HIV/AIDS menular melalui jarum suntik dan hubungan seksual, selain
itu juga dapat melalui tranfusi darah dan penularan dari ibu ke janin.
f. Pada sistem Reproduksi sering mengakibatkan kemandulan.
g. Pada kulit sering terdapat bekas suntikan bagi pengguna yang menggunakan
jarum suntik, sehingga mereka sering menggunakan baju lengan panjang.

8
h. Komplikasi pada kehamilan :
1) Ibu : anemia, infeksi vagina, hepatitis, AIDS.
2) Kandungan : abortus, keracunan kehamilan, bayi lahir mati
3) Janin : pertumbuhan terhambat, premature, berat bayi rendah.
2. Dampak Sosial :
a. Di Lingkungan Keluarga :
1) Suasana nyaman dan tentram dalam keluarga terganggu, sering terjadi
pertengkaran, mudah tersinggung.
2) Orang tua resah karena barang berharga sering hilang.
3) Perilaku menyimpang / asosial anak ( berbohong, mencuri, tidak tertib,
hidup bebas) dan menjadi aib keluarga.
4) Putus sekolah atau menganggur, karena dikeluarkan dari sekolah atau
pekerjaan, sehingga merusak kehidupan keluarga, kesulitan keuangan.
5) Orang tua menjadi putus asa karena pengeluaran uang meningkat untuk
biaya pengobatan dan rehabilitasi.
b. Di Lingkungan Sekolah :
1) Merusak disiplin dan motivasi belajar.
2) Meningkatnya tindak kenakalan, membolos, tawuran pelajar.
3) Mempengaruhi peningkatan penyalahguanaan diantara sesama teman
sebaya.
c. Di Lingkungan Masyarakat :
1) Tercipta pasar gelap antara pengedar dan bandar yang mencari pengguna /
mangsanya.
2) Pengedar atau bandar menggunakan perantara remaja atau siswa yang telah
menjadi ketergantungan.
3) Meningkatnya kejahatan di masyarakat : perampokan, pencurian,
pembunuhan sehingga masyarkat menjadi resah.
4) Meningkatnya kecelakaan.

G. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas Klien

9
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak
dengan klien tentang: nama klien, panggilan klien, jenis kelamin (pria >
wanita), usia (biasanya pada usia produktif), pendidikan (segala jenis/ tingkat
pendidikan beresiko menggunakan NAPZA), pekerjaan (tingkat keseriusan/
tuntutan dalam pekerjaannya dapat menimbulkan masalah), status (belum
menikah, menikah atau bercerai), kemudian nama perawat, tujuan, waktu,
tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan.
b. Alasan Masuk
Biasanya karena timbul gejala-gejala penyalahgunaan NAPZA
(fsikososial) atau mungkin klien mengatakan tidak tahu, karena yang
membawanya ke RS adalah keluarganya. Alasan masuk tanyakan kepada klien
dan keluarga.
c. Faktor Predisposisi
Kaji hal-hal yang menyebabkan perubahan perilaku klien menjadi pecandu/
pengguna NAPZA, baik dari pasien maupun keluarga.
d. Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ akibat gejala yang
biasa timbul dari jenis NAPZA yang digunakan seperti tanda-tanda vital, berat
badan,dll.
e. Psikososial
1) Genogram Buatlah genogram minimal tiga gcncrasi yang dapat
menggambarkan hubungan klien dan keluarga.
2) Konsep diri
a) Gambaran diri : Klien mungkin merasa tubuhnya baik-baik saja
b) Identitas : Klien mungkin kurang puas terhadap dirinya sendiri
c) Peran : Klien merupakan anak pertama dari dua bersaudara
d) Ideal diri : Klien menginginkan keluarga dan orang lain
menghargainya
e) Harga diri : Kurangnya penghargaan keluarga terhadap perannya
3) Hubungan social
Klien penyalahgunaan NAPZA biasanya menarik diri dari aktivitas
keluarga maupun masyarakat. Klien sering menyendiri, menghindari
kontak mata langsung, sering berbohong dan lain sebagainya.
4) Spiritual
10
Nilai dan keyakinan : Menurut masyarakat, NAPZA tidak baik untuk
kesehatan. Kegiatan ibadah : Tidak menjalankan ibadah selama
menggunakan NAPZA.
5) Status Mental
a) Penampilan.
Penampilan tidak rapi, tidak sesuai dan cara berpakaian tidak seperti
biasanya dijelaskan.
b) Pembicaraan
i. Amati pembicaraan yang ditemukan pada klien, apakah cepat,
keras, gagap, membisu, apatis dan atau lambat
ii. Biasanya klien menghindari kontak mata langsung, berbohog
atau memanipulasi keadaan, bengong/linglung.
c) Aktivitas motoric
Klien biasanya menunjukkan keadaan lesu, tegang, gelisah, agitasi,
Tik, grimasen, termor dan atau komfulsif akibat penggunaan atau
tidak menggunakan NAPZA
d) Alam perasaan.
Klien bisa menunjukkan ekspresi gembira berlebihan pada saat
mengkonsumsi jenis psikotropika atau mungkin gelisah pada pecandu
shabu.
e) Afek
Pada umumnya, afek yang muncul adalah emosi yang tidak terkendai.
Afek datar muncul pada pecandu morfin karena mengalami
penurunan kesadaran.
f) lnteraksi selama wawancara
Secara umum, sering menghindari kontak mata dan mudah
tersingung. Pecandu amfetamin menunjukkan perasaan curiga.
g) Persepsi.
Pada pecandu ganja dapat mengalami halusinasi pengelihatan
h) Proses piker
Klien pecandu ganja mungkin akan banyak bicara dan tertawa
sehingga menunjukkan tangensial. Beberapa NAPZA menimbulkan
penurunan kesadaran, sehingga klien mungkin kehilangan asosiasi
dalam berkomunikasi dan berpikir.

11
i) lsi piker
Pecandu ganja mudah percaya mistik, sedangkan amfetamin
menyebabkan paranoid sehingga menunjukkan perilaku phobia.
Pecandu amfetamin dapat mengalami waham curiga akibat
paranoidnya.
j) Tingkat kesadaran
Menunjukkan perilaku bingung, disoreientasi dan sedasi akibat
pengaruh NAPZA.
k) Memori.
Golongan NAPZA yang menimbulkan penurunan kesadaran mungkin
akan menunjukkan gangguan daya ingat jangka pendek.
l) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Secara umum klien NAPZA mengalami penurunan konsentrasi.
Pecandu ganja mengalami penurunan berhitung.
m) Kemampuan penilaian
Penurunan kemampuan menilai terutama dialami oleh klien
alkoholik. Gangguan kemampuan penilaian dapat ringan maupun
bermakna.
n) Daya tilik diri
Apakah mengingkari penyakit yang diderita atau menyalahkan hal-hal
diluar dirinya.
f. Mekanisme Koping
Maladaptif.
g. Masalah Psikososial dan Lingkungan
Klien NAPZA tentu bermasalah dengan psikososial maupun lingkungannya.
h. Pengetahuan Kurang
Biasanya tentang mekanisme koping dan akibat penyalahgunaan NAPZA
i. Aspek Medik
Sesuaikan dengan terapi medik yang diberikan.
2. Pohon Masalah

12
3. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko perilaku kekerasan
b. Penyalahgunaan zat
c. Harga diri rendah
d. Gangguan konsep diri
e. Koping individu tidak efektif

4. Intervensi

Diagnosa: Resiko perilaku kekerasan

A. Pasien

Tujuan Intervensi

1. Pasien dapat SP 1
mengidentifikasi penyebab
perilaku kekerasan 1) Mengidentifikasi tanda dan gejala, penyebab dan

2. Pasien dapat akibat perilaku kekerasan

mengidentifikasi tanda- 2) Menjelaskan cara mengontrol perilaku

tanda perilaku kekerasan kekerasan dengan cara fisik 1: tarik nafas dalam

3. Pasien dapat menyebutkan dan fisik 2: pukul kasur/ bantal

jenis perilaku kekerasan 3) Malatih klien cara mengontrol perilaku

yang pernah dilakukannya kekerasan dengan cara fisik 1: tarik nafas dalam

13
4. Pasien dapat menyebutkan dan fisik 2: pukul kasur/bantal
akibat dari perilaku 4) Melatih memasukkan kegiatan tarik nafas dalam
kekerasan yang dan pukul kasur/ bantal ke dalam jadwal
dilakukannya kegiatan harian
5. Pasien dapat menyebutkan
SP 2
cara mencegah atau
mengendalikan perilaku
1) Menjelaskan cara mengontrol perilaku
kekerasannya
kekerasan dengan cara minum obat secara
6. Pasien dapat mencegah
teratur menggunakan prinsip 6 benar
atau mengendalikan
2) Mendiskusikan manfaat minum obat dan
perilaku kekerasannya
kerugian tidak minum obat
secara fisik, spiritual, dan
3) Melatih cara minum obat secara teratur
social dengan terapi
menggunakan prinsip 6 benar
psikofarmaka
4) Melatih memasukkan kegiatan minum obat
secara teratur ke dalam jadual kegiatan harian

SP 3

1) Menjelaskan cara mengontrol perilaku


kekerasan dengan verbal/bicara baik-baik
2) Melatih cara verbal/bicara baik-baik
3) Melatih memasukkan kegiatan bicara baik-
baik ke dalam jadual kegiatan harian

SP 4

1) Menjelaskan cara mengontrol perilaku


kekerasan cara spiritual
2) Melatih cara spiritual
3) Melatih klien memasukkan kegiatan spiritual
ke dalam jadual kegiatan harian

14
B. Keluarga

Tujuan Intervensi

SP1

1) Mengidentifikasi masalah keluarga dalam


merawat klien resiko perilaku kekerasan
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala,
proses terjadinya dan akibat perilaku kekerasan
3) Mendiskusikan masalah dan akibat yang
mungkin terjadi pada klien resiko perilaku
kekerasan
4) Menjelaskan cara merawat klien resiko perilaku
kekerasan: latihan tarik nafas dalam dan pukul
kasur/bantal
5) Latih keluarga latihan tarik nafas dalam dan
pukul kasur bantal

Keluarga dapat merawat pasien 6) Menganjurkan keluarga memotivasi,

di rumah membimbing dan memberi pujian klien klien


latihan tarik nafas dalam dan pukul kasur/bantal

SP 2

1) Menjelaskan kepada keluarga tentang obat


yang diminum klien
2) Mendiskusikan manfaat minum obat dan
kerugian tidak minum obat
3) Melatih keluarga cara klien minum obat
menggunakan prinsip 6 benar
4) Menganjurkan keluarga memotivasi,
membimbing dan memberi pujian saat klien
latihan minum obat sesuai dengan jadwal

SP 3

15
1) Menjelaskan kepada keluarga cara
mengontrol perilaku kekerasan secara verbal/
bicara baik-baik
2) Melatih keluarga latihan verbal/bicara baik-
baik
3) Menganjurkan keluarga memotivasi,
membimbing dan memberi pujian saat klien
latihan verbal/bicara baik-baik.

SP 4

1) Menjelaskan kepada keluarga cara


mengontrol perilaku kekerasan secara
spiritual
2) Melatih keluarga cara latihan spiritual
3) Memotivasi, membimbing dan memberi
pujian kepada klien cara spiritual
4) Menjelaskan setting lingkungan rumah yang
mendukung perawatan klien
5) Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas
kesehatan yang tersedia
6) Menjelaskan kemungkinan klien relaps dan
pencegahan relaps
7) Mengidentifikasi tanda-tanda relaps dan
kemungkinan kambuh
8) Menjelaskan dan menganjurkan follow up dan
merujuk klien ke pelayanan kesehatan.

16
17
BAB III

TINJAUAN KASUS

KASUS

An. A seorang pengamen jalanan yang masuk panti rehabilitasi pada tanggal 19 Juni
2012 pukul 13:00 WIB setelah dirazia oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP) di
Sekitaran Stasiun Jati Negara, Bekasi karena kedapatan sedang “ngelem” bersama teman-
teman ngamennya. Kemudian klien dilakukan wawancara dan pemeriksaan lebih lanjut oleh
petugas panti rehabilitasi. Setelah dilakukan wawancara, didapatkan data sebagai berikut :

Klien berusia 12 tahun berasal dari keluarga kurang mampu dan tinggal di lingkungan
kumuh di dekat TPS. Sehari-hari klien bekerja sebagai pengamen jalanan bersama anak-anak
sebayanya yang juga berasal dari keluarga kurang mampu. Klien mengaku dulu pernah
sekolah sampai kelas 2 SD kemudian tidak melanjutkan karena tidak ada biaya. Orang tuanya
kemudian menuntut klien untuk membantu mencari nafkah di jalanan.

An. A dan teman-temannya biasa melakukan kegiatan yang tidak biasa/menyimpang


dari anak normal seusianya, disela-sela waktu istirahat ngamen, klien sering “ngelem” di
pingggir jalan bersama dengan teman-temanya. Awalnya hanya karena ikut-ikutan anak
jalanan lain dan mulai penasaran dengan efek yang ditimbulkan. Kemudian klien mulai
“ngelem” bersama teman-teman pengamennya dan lam-kelamaan kebiasaan tersebut menjadi
rutinitas klien dan teman-temannya setiap hari, bahkan terkadang dengan “ngelem” tersebut
mereka merasa tidak pernah lelah untuk mencari uang dijalanan. Kebiasaan “ngelem” ini
merupakan kebiasaan yang biasa mereka gunakan untuk mengalihkan segala masalah yang
mereka hadapi, termasuk melupakan rasa lapar karena berhari-hari tidak makan. Mereka juga
mengungkapkan dengan “ngelem” mereka akan menjadi lebih bersemangat, percaya diri,
berenergi. Suatu hari klien tidak ngelem selama sehari karena ia merasa tidak enak badan,
kemudian klien merasa sangat tersiksa dan merasa badan berkeringat dingin, pusing,
gemetaran, dan merasa bahwa hidupnya berat sekali.

Masalah :

Dari hasil wawancara dengan An. A terbukti bahwa klien melakukan penyalahgunaan
zat termasuk inhalasi. Pasien menggunakan lem sebagai zat yang kemudian dihirup dan

18
kemudian menikmati sensasi yang dihasilkan dari “ngelem” tersebut. Dengan kebiasaan itu,
pasien bisa melupakan sejenak rasa capai dan beban hidupnya.

Berdasarkan data wawancara dengan klien, maka perlu adanya pengkajian lebih lanjut
untuk menegakkan diagnosa dan membuat rencana keperawatan pada pasien dengan
gangguan napza : inhalasi.

A. Pengkajian
1. Pola aktivitas atau istirahat
Pasien mengatakan :
a. “susah tidur, sering begadang dan kalau tidur suka mimpi buruk”
b. “suka tiba-tiba cemas”
c. “kalau kerja semangat, malah susah untuk diam”
d. “kalau lagi ngelem ya rasanya melayang, kadang-kadang jalan sempoyongan
kayak orang mabok”

2. Sirkulasi
Berdasarkan pemeriksaan fisik :
a. Tekanan Darah : 130/90 mmHg
b. Nadi : 97 x/menit, takhikardi

3. Integritas Ego
Pasien mengatakan :
a. “kalau lagi “ngelem” sambil kumpul ma’ anak-anak, rasanya seneng banget,
kayak kagak ada beban pikiran gitu, jadi lupa aja ma’ masalah dan capek. Malah
jadi makin PD dan keren”
b. “gua gak pernah merasa kalau itu (“ngelem”-red) salah, orang gua juga gak
nyuri lem orang kok! Hahaha........”
c. “dengan ngelem gini, gua ngerasa bisa lepas dari masalah, kalau ngak gini hidup
gua bakal ancur. Gua ‘dah ketergantungan banget”
4. Makan atau minum
Pasien mengatakan :
a. ”gak ada napsu makan, dengan “ngelem” aja udah kenyang rasanya”
b. “rasanya gua makin kurus juga, dulu gak sampai kerempeng gini, mungkin
gara-gara gak inget makan juga”

19
5. Neurosensorik
Pasien tampak :
a. Emosi psikologis : Gembira, banyak bicara, waspada berlebihan.
b. Dilatasi pupil

Pasien mengatakan :

a. “kalau ngeliat gitu, mata agak kabur”


b. “suka gemeteran juga lama-lama apalagi kalau lagi pengen (“ngelem”-red)”
c. “cemas juga kadang-kadang, takut kalau ngak “ngelem” jadi uring-uringan”

6. Nyeri
a. (pasien tidak mengeluh nyeri)

7. Pernapasan
Pasien mengatakan :
A. “Sering sesak napas seperti tercekik”

8. Keamanan
Pasien mengatakan :
a. “kalau ngak “ngelem” badan berasa panas dingin gak jelas, kayak mau meriang
rasanya”
b. “suka mau marah juga sih, apalagi kalau lagi pengen terus gak dapet, tapi belum
pernah sampai mukulin apalagi bunuh orang”

9. Seksualitas
a. (pasien tidak mengeluh ada gangguan di organ genetalia atau masalah kesehatan
reproduksi)

10. Interaksi sosial


a. “gua turun ke jalanan gini jadi gepeng juga karena ortu yang ‘gak punya
kerjaan, gua mesti nyari duit buat bertahan hidup”
b. “kalau sekolah mungkin gua udah SMP, tapi karena harus kerja begini, gua dah
ngelupain jaman sekolah”

20
B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan 1
DIAGNOSIS KEPERAWATAN GANGGUAN SENSORI/PERSEPSI
Dapat dihubungkan dengan : Gangguan Kimiawi : eksogen (stimulan atau
depresi SSP, obat-obatan yang dapat
mengganggu pikiran)

Gangguan penerimaan, transmisi, dan/atau


integrasi sensorik : gangguan status organ
sensorik
Kemungkinan Ditandai oleh : Pikiran aneh, ansietas/panik

Preokupasi yang disertai dengan/terlihat


sebagai respon terhadap stimulus internal
dari halusinasi yang dialami (missal bersikap
“sedang mendengarkan” sesuatu, tertawa dan
bicara pada diri sendiri, berhenti saat sedang
berbicara dan mendengarkan sesuatu,
membuka pakaian, mencoba “mengusir
kutu”)

Perubahan ketajaman sensorik, penurunan


persepsi nyeri
Hasil yang Diinginkan/Kriteria Membedakan realitas dengan gangguan
Evaluasi-Klien akan : persepsi

Menyadari bahwa halusinasi dapat


disebabkan oleh penggunaan obat-obatan.
Diagnosa Keperawatan 2
DIAGNOSIS KEPERAWATAN KETAKUTAN/ANSIETAS
Dapat dihubungkan dengan : Delusi paranoid berhubungan dengan
penggunaan stimulant
Kemungkinan Ditandai dengan : Perasaan/keyakinan bahwa orang lain bekerja
sama untuk melawan atau
menyerang/membunuh klien.
Hasil yang diinginkan/kriteria Mengenal rasa takut sebelum bereaksi
Evaluasi-Klien akan : terhadap rasa takut

Mendiskusikan realitas berdasarkan rasa takut


yang dialaminya kepada staff

Melaporkan rasa takut/ansietas yang

21
berkurang sampai tingkat yang mampu
diatasi.

Menunjukkan tentang perasaan yang tepat


dank lien terlihat rileks.
Diagnosa Keperawatan 3
DIAGNOSIS KEPERAWATAN NUTRISI : perubahan, kurang dari
kebutuhan tubuh
Dapat dihubungkan dengan : Anoreksia (penggunaan stimulant)

Kurangnya/tidak tepatnya penggunaan


sumber dana
Kemungdkinan Ditandai oleh : Adanya laporan/ observasi asupan yang tidak
adekuat

Kurangnya mint pada makanan : penurunan


berat badan

Tonus otot lemah

Adanya tanda/hasil laboratorium yang


menunjukkan defisiensi vitamin
Memperlihatkan peningkatan berat badan
yang sesuai dengan tujuan

Menyatakan pemahaman tentang faktor


penyebab dan kebutuhan nutrisi individu

Mengidentifikasi pilihan makanan yang tepat,


perubahan gaya hidup untuk mencapai
kembali/mempertahankan berat badan yang
diharapkan.
Diagnosa Keperawatan 4
DIAGNOSIS KEPERAWATAN GANGGUAN POLA TIDUR
Faktor resiko meliputi : Perubahan sensori SSP : faktoe eksternal
(penggunaan stimulant), faktor internal
(stress psikologis)
Kemungkinan Ditandai oleh : Perubahan siklus tidur, awalnya ditandai
dengan insomnia kemudian menjadi
hypersomnia

Kewaspadaan yang konstan, memacu pikiran


yang mencegah klien beristirahat.

22
Menyangkal kebutuhan tidur atau
melaporkan ketidakmampuan untuk tetap
terjaga.
Hal yang diinginkan/Kriteria Tidur pada malam hari selama 6-8 jam
Evaluasi-Klien akan :
Dalam sehari beristirahat sebentar dengan
cara yang tepat

Menyatakan dapat beristirahat saat terjaga.

C. Rencana Tindakan
Rencana tindakan pada Diagnosa Keperawatan 1
TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL
Mandiri 1. Membantu perawat mengkaji ada atau
1. Catat preokupasi, respon, sikap tidak halusinasi tanpa stimulasi yang
dan kemampuan sosial klien berlebihan secara verbal pada klien.
2. Bantu klien memeriksa 2. Dapat menenangkan klien dan meyakinkan
persepsinya secara verbal, berikan keselamatannya dan meyakinkan bahwa
informasi yang sedang terjadi. formikasi (ilusi adanya serangga merayap
3. akui status emosi klien, beritahu di tubuhnya) atau kesalahan persepsi lain
klien bahwa keselamatannya akan tidak terjadi.
dijaga. 3. Respon empati dapat menurunkan
4. Eksplorasi cara-cara intensitas takut klien.
menenangkan klien. 4. Relaksasi akan meningkatkan pandangan
5. Anjurkan klien untuk yang positif, mengalihkan dari pandangan
menggunakan teknik relaksasi yang negatif dan meningkatkan kejelasan
(misal nafas dalam, memfokuskan persepsi. Catatan : teknik visualisasi /
perhatian pada perawat). imajinasi terbimbing dan sentuhan mungkin
6. waspadai gangguan sensasi dan dapat meningkatkan agitasi / halusinasi
persepsi yang mungkin dapat dan biasanya tidak dianjurkan.
menyebabkan trauma ( misal 5. Penggunaan amfetamin menyebabkan
kewaspadaan terhadap tindakan gangguan kemampuan untuk menilai
klien yang membakar dirinya sehingga akan meningkatkan risiko
dengan rokok, garukan yang terjadinya trauma atau membahayakan diri.
berlebihan pada serangga yang Overdosis beberapa stimulant
sedang merayap pada kulitnya menyebabkan halusinasi yang
[yang mungkin dirasakan seperti menakutkan, seringkali berupa halusinasi.
masuk ke kulit], tanpa disengaja 6. Dengan mengetahui penyebab, efek, dan
membahayakan diri dengan sifat kesalahan persepsi yang temporer
penilaian buruk atau kesalahan mungkin dapat mengurangi rasa takut,
persepsi). (Rujuk ke DK : ansietas dan perasaan negatif. Hal tersebut
membahayakan diri sendiri / orang dapat menimbulkan harapan dan dikap

23
lain, risiko.) yang positif.
7. Berikan informasi pada klien ( jika
klien sudah cukup tenang) tentang
sifat temporer halusinasi yang
terjadi akibat stimulant yang
digunakan.

Rencana Tindakan pada Diagnosa Keperawatan 2


TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
1. Susun penugasan staff tetap dan 1. Menciptakan rasa percaya dan hubungan
tekankan pentingnya sikap dapat yang diperlukan untuk mengatasi rasa
diandalkan, jujur, iklas, bertindak takut.
tepat. 2. Empati dapat membantu klien
2. Akui perasaan yang dialami klien ( mentoleransi/ mengatasi perasaannya
misal rasa takut, terror, merasa sendiri.
dibebani, panic, ansietas, konfusi) 3. Rasa takut secara negatif dapat
3. Lakukan komunikasi yang jelas memengaruhi kemampuan seseorang
dan konkret. untuk merasakan dan mengintepretasikan
4. Kaji kesiapan klien untuk bercanda stimulus. Rasa takut merupakan hal yang
dan / atau diberi sentuhan. serius bagi orang yang merasakannya dan
5. Anjurkan klien untuk harus dihargai keberadaannya. Canda dan
mengungkapkan rasa takut/ sentuhan dapat diintepretasikan secara
ansietas yang dialaminya. keliru/ dapat meningkatkan ansietas.
6. Bantu klien melakukan penilaian 4. Mengungkapkan perasaan pada staff yang
realitas atas rasa takutnya. dipercayai dapat menurunkan intensitas
Gunakan konfrontasi yang halus. rasa takut. Hal ini member kesempatan
untuk menjelaskan kesalah pahaman klien
dan memberikan rasa nyaman pada klien.
5. Klien dapat mengurangi rasa takutnya jika
klien memahami perbedaan antara realitas
dan delusi. Harus digunakan dengan hati-
hati karean sebagai penilaian realitas
delusi berisiko pada kepercayaan klien.

Rencana Tindakan pada Diagnosa Keperawatan 3


TINDAKAN/ INTERVENSI RASIONAL
Mandiri 1. Stimuli dapat menyebabkan penurunan
1. Pastikan pola asupan makanan nadsu makan dan perubahan penilaian
selama beberapa minggu terakhir. klien terhadapkebutuhan nutrisi.
2. Diskusikan kebutuhan/ kesukaan/ 2. Akan lebih mempertahankan asupan
ketidaksukaan terhadap makanan. makanan yang diharapkan jika makanan

24
3. Antisipasi adanya hiperfagia dan adalah kesukaan individu.
timbang berat badan klien 2hari 3. Makan yang berlebihan mungkin terjadi
sekali. akibat putus obat-obatan jrnid dtimulan dan
4. Berikan makanan dalam dapat mengakibatkan prningkatan berat
lingkungan yang rileks dan tidak badan yang tiba-tiba/ tidak tepat.
ada stimulus bagi klien. 4. Pengurangan stimulus membantu relaksasi
5. Anjurkan klien untuk makan sedikit dan kemampuan klien berfokus saat
dan sering. makan.
6. Kolaborasi 5. Jumlah makanan yang sedikit dan sering
7. Dapatka/ periksa kembali hasil dapat mencegah/ mengurangi distress
laboratorium rutin ( misal : saluran pencernaan.
pemeriksaan hitung sel darah 6. Pengkajian status nutrisi diperlukan untuk
[SDM] ; protein, albumin serum, mengatasi sefesiensi yang sudah terjadi
kadar vitamin, analisi urine ). sebelumnya dan mnengatasi anemia,
8. Konsultasi dengan ahli gizi. dehidrasi, atau ketosis.
9. Berikan multivitamin sesuai 7. Berguna untuk menetapkan nutrisi yang
indikasi. dibutuhkan/ program diet.
8. Suplemen dapat membantu koreksi
terhadap defisiensi nutrisi.

Rencana Tindakan pada Diagnosa keperawatan 4


TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri 1. Istirahat dan tidur yang adekuat dapat
1. Tentukan siklus tidur yang klien meningkatkan status emosi; pemulihan
harus tidur pada malam hari, pola yang regular merupakan prioritas
terjaga pada siang hari dengan tindakan untuk para pemakai stimulant
istirahat singkat sesuai yang mengalami gangguan tidur
kebutuhannya.
2. Kurangi stimulus dan tingkatkan 2. Klien mebutuhkan ketenangan agar dapat
relaksasi terutama pada waktu beristirahat
tidur; anjurkan klien untuk lakukan
rutinitas sebelum tidur (misal mandi
air hangat, minum susu hangat,
meregangkan otot tubuh).
3. Beri kesempatan klien menghirup 3. Meningkatkan rasa kantuk atau keinginan
udara segar, melakukan olah raga tidur
ringan nonkafein dan berikan klien
lingkungan yang tenang sesuai
toleransinya

D. Evaluasi
1. Pasien telah mengalami kemajuan yang berarti untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
2. Pasien berkomunikasi seperti biasa tanpa perlu membela diri

25
3. Pasien mampu bereaksi dengan tepat, mengatasi tuntutan kehidupan sehari-hari tanpa
menggunakan obat
4. Pasien terlibat aktif pada berbagai kegiatan, menggunakan sumber kegiatan sosial eksternal
5. Pasien menggunakan sumber internal secara konsisten agar dapat produktif di tempat bekerja
dan terlibat dalam hubungan interpersonal yang berarti.

26
BAB IV
PENUTUP

a. Kesimpulan
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai
setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan sering
dianggap sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada perilaku psikososial yang
berhubungan dengan ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi karena kebutuhan
biologik terhadap obat. Toleransi adalah peningkatan jumlah zat untuk memperoleh efek
yang diharapkan. Gejala putus zat dan toleransi merupakan tanda ketergantungan fisik.
Penyalahgunaan Napza adalah suatu penyimpangan perilaku yg disebabkan oleh
penggunaan yg terus menerus sampai terjadi masalah. Napza tersebut bekerja didalam
tubuh yg mempengaruhi terjadinya perubahan: perilaku, alam perasaan, memori,proses
pikir,kondisi fisik individu yg menggunakannya.

b. Saran
Diharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik dan sarannya agar bermanfaat
untulk kita semua terutama bagi kami penulis. Harapannya tujuan dari makalah ini dapat
memasyarakat dan terimplementasi dengan baik.

27
DAFTAR PUSTAKA

Buku Pedoman, booklet A5 PIK-R Aslina ok REV 1

Modul Pik R low

Carpenito, L.J. (1995). Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 6. (terjemahan). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Depkes. (2002). Keputusan Menteri kesehatan RI tentang pedoman penyelenggaraan sarana


pelayanan rehabilitasi penyalahgunaan dan ketergantungan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya (NAPZA). Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

(2001). Buku pedoman tentang masalah medis yang dapat terjadi di tempat rehabilitasi pada
pasien ketergantungan NAPZA. Jakarta: Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI.

(2001). Buku pedoman praktis bagi petugas kesehatan (puskesmas) mengenai


penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Jakarta:
Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI Direktorat Jenderal Kesehatan
Masyarakat.

Hawari, D. (2000). Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA (narkotik, alkohol dan zat
adiktif). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Rawlins, R.P., Williams, S.R., and Beck, C.K. (1993). Mental health-psychiatric nursing a
holistic life-cycle approach. Third edition. St. Louis: Mosby Year Book.

28

Anda mungkin juga menyukai