Anda di halaman 1dari 105

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan pada umumnya bertujuan untuk mengembangkan

kemampuan individu secara optimal sehingga dapat hidup mandiri. Hal ini

sesuai dengan Undang Undang SISDIKNAS No 20 tahun 2003 dalam bab

II pasal 3 pembaharuan dari UUSPN No.2 Tahun 1989 sebagai berikut :

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan


membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokrartis serta bertanggung jawab.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka sudah sepantasnya semua

warga negara Indonesia menikmati layanan pendidikan. Pendidikan

dibutuhkan tidak hanya oleh anak normal, akan tetapi anak berkebutuhan

khusus juga mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan.

Hal ini sesuai dengan UU RI No. 20 Tahun 2003 pasal 32 ayat (1) bahwa:

“pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang

memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena

kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi

kecerdasan dan bakat istimewa”. Berdasarkan pernyataan tersebut

pemerintah secara tegas menjamin hak bagi anak-anak berkebutuhan

khusus termasuk anak tunagrahita ringan untuk mendapatkan pelayanan

pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang nyata dari semua

1
pihak, khususnya guru untuk memberikan layanan terbaik kepada anak

tunagrahita di bidang pendidikan.

Anak tunagrahita perlu mendapatkan pembelajaran yang sama

seperti anak normal lainnya, namun perlu ada penyesuaian dengan

kebutuhan dan kemampuannya.

Anak tunagrahita mengalami keterbatasan kecerdasan sehingga

mengalami kesulitan dalam belajar akademik namun demikian mereka

memiliki kemampuan untuk mengembangkan keterampilan vokasional.

Pendidikan keterampilan merupakan hal yang sangat penting bagi

anak tunagrahita karena dapat mengarahkan mereka ke arah kehidupan

yang mandiri, mereka membutuhkan keterampilan untuk menyongsong

masa depannya. Pendidikan keterampilan membuat bentuk geometri dari

bahan clay dianggap sesuai dengan kemampuan anak tunagrahita karena

pembuatannya mudah dan dibutuhkan oleh lingkungan di sekitar anak

tunagrahita.

Bentuk keterampilan yang dapat diberikan kepada anak tunagrahita

salah satunya yaitu membuat bentuk geometri dari bahan clay. Bentuk

geometri yang akan diberikan yaitu bentuk bidang datar persegi dan

segitiga. Selain bahan clay mudah didapat, teksturnya juga halus sehingga

tidak berbahaya ketika anak membentuknya, clay juga dapat diberi warna

sesuai keinginan sehingga anak akan berkreasi secara optimal. Melalui

keterampilan ini di harapkan anak tunagrahita dapat mengoptimalkan

fungsi motorik halus, selain itu juga anak tunagrahita dapat mengetahui

bentuk bentuk geometri secara kongkrit.

2
Berdasarkan KTSP tahun 2006 Seni Budaya dan Keterampilan bagi

anak tunagrahita kelas III semester 1 dan 2 yaitu keterampilan mencakup

segala aspek kecakapan hidup (life skills) yang meliputi keterampilan

personal, keterampilan sosial, keterampilan vokasional dan keterampilan

akademik.

Berdasarkan kenyataan lapangan yang penulis peroleh pada studi

pendahuluan yang dilakukan oleh penulis melalui kegiatan observasi pada

bulan Maret 2014 di SLB BC Putra Buahdua Kabupaten Sumedang bahwa

anak tunagrahita ringan dalam keterampilan membuat bentuk geometri

berbahan clay masih diajarkan secara tidak terjadwal oleh guru sehingga

anak belum bisa membuat sendiri dengan bentuk yang baik. Karena itu

penulis tertarik untuk meneliti tentang keterampilan anak tunagrahita

ringan, yang di tuangkan dalam judul: ”Upaya guru dalam meningkatkan

kemampuan pembelajaran keterampilan membuat bentuk geometri

berbahan clay bagi anak tunagrahita ringan kelas III di SLB BC Putra

Buahdua Kabupaten Sumedang”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis

merumuskan masalah sebagai berikut :

“Bagaimanakah upaya guru dalam meningkatkan kemampuan

pembelajaran keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay bagi

anak tunagrahita ringan kelas III di SLB BC Putra Buahdua Kabupaten

Sumedang, SLB Al-Faza dan SLB Mi’roojuttaqwa?”

3
C. Batasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penulis membatasi

masalah guna mempermudah penelitian, antara lain :

1. Kemampuan anak tunagrahita ringan kelas III di SLB BC Putra

Buahdua, slb Al-Fazza, SLB Miroojuttaqwa Kabupaten Sumedang

dalam belajar keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay.

2. Upaya guru untuk meningkatkan kemampuan anak tunagrahita ringan

kelas III di SLB BC Putra Buahdua, SLB Al-Fazza, SLB

Miroojuttaqwa Kabupaten Sumedang dalam belajar keterampilan

membuat bentuk geometri berbahan clay.

3. Kesulitan yang dihadapi guru dalam upaya meningkatkan kemampuan

anak tunagrahita ringan kelas III di SLB BC Putra Buahdua, SLB Al-

Fazza, SLB Miroojuttaqwa Kabupaten Sumedang dalam belajar

keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay.

D. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadi kesalahan dalam penafsiran mengenai

judul penelitian, maka penjelasan judul tentang kemampuan anak

tunagrahita ringan kelas III dalam pembelajaran keterampilan membuat

bentuk geometri berbahan clay di SLB BC Putra Buahdua, SLB Al-Fazza,

SLB Miroojuttaqwa Kabupaten Sumedang adalah sebagai berikut :

1. Upaya

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2009:535) upaya adalah

“usaha atau ikhtiar untuk mencapai suatu maksud, memecahkan

4
persoalan dan meningkatkan prestasi”. Maksud penelitian ini sebagai

ikhtiar bagi guru untuk meningkatkan keterampilan anak dalam

membuat bentuk geometri berbahan clay.

2. Guru

Menurut UU RI NO14 tahun 2005 yaitu tentang pengertian guru

sebagai berikut: “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas

utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,

menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia

dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan

menengah”.

Guru yang dimaksud dalam penelitian ini adalah guru, pendidikan luar

biasa yang mengajarkan keterampilan membuat bentuk geometri

berbahan clay.

3. Geometri

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2009:281) “geometri

adalah cabang matematika yang menerangkan tentang sifat sifat garis,

sudut bidang dan ruang”.

Dalam penelitian ini, yang dimaksud geometri adalah bidang datar

berupa bentuk segitiga dan persegi.

4. Keterampilan

Menurut Kustjiman dan Irawan (2001:1) keterampilan adalah

“kecakapan atau kemampuan melakukan sesuatu dengan baik dan

cermat (dengan keahlian), maksudnya kemampuan melakukan sesuatu

5
yang dapat menghasilkan produk untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya”.

5. Clay

Menurut Rais (2011:21) “clay dalam arti sesungguhnya adalah tanah

liat”. namun selain terbuat dari tanah liat, clay juga ada yang terbuat

dari berbagai macam bahan tetapi adonanya memiliki sifat seperti

tanah liat dan dapat dibentuk seperti terbuat dari tepung.

a. Alat :

1) Baskom

2) Gilingan

3) Cetakan segitiga

4) Cetakan persegi

b. Bahan :

1) Tepung terigu

2) Tepung tapioka

3) Tepung beras

4) Lem kayu

5) Minyak goreng

6) Pewarna

c. Proses pembuatan keterampilan membuat bentuk geometri

berbahan clay :

1) Mencapurkan semua bahan tepung dan lem ke dalam baskom.

2) Mengaduk bahan secara merata.

3) Memberi pewarna secukupnya.

6
4) Meremas adonan dengan kedua tangan.

5) Mengambil adonan clay secukupnya

6) Memipihkan adonan hingga rata.

7) Mengambil cetakan bentuk geometri segitiga dan persegi.

8) Membentuk adonan kedalam bentuk geometri segitiga dan

persegi.

6. Anak Tunagrahita Ringan

Menurut AAMD dan PP No. 72 tahun 1991 yang dikutip Amin,

(1995:2) anak tunagrahita adalah “anak yang kecerdasan dan adaptasi

sosialnya terhambat, namun mereka mempunyai kemampuan untuk

berkembang dalam bidang pelajaran akademik, penyesuaian sosial, dan

kemampuan bekerja”. Dalam penelitian ini anak tunagrahita yang

dimaksud adalah anak tunagrahita ringan berusia 8 tahun yang duduk di

kelas III SDLB.

Dari definisi operasional di atas, maka yang dimaksud dengan judul

penelitian ini adalah berbagai usaha atau ikhtiar yang dilakukan guru

untuk meningkatkan kemampuan anak tunagrahita ringan berusia 8 tahun

dan duduk di kelas III dalam keterampilan membuat bentuk geometri

berbahan clay di SLB Putra Buahdua, SLB Al-Fazza, SLB Miroojuttaqwa

yang meliputi: mengenal alat, mengenal bahan, proses pembuatan, dan

memelihara hasil.

7
E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran

tentang kemampuan anak tunagrahita ringan kelas III dalam pembelajaran

keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay di SLB BC Putra

Buahdua, SLB Al-Fazza, SLB Miroojuttaqwa Kabupaten Sumedang.

2. Tujuan khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

a. Untuk memperoleh data mengenai kemampuan anak tunagrahita ringan

kelas III di SLB BC Putra Buahdua, SLB Al-Fazza, SLB Miroojuttaqwa

Kabupaten Sumedang dalam belajar keterampilan membuat bentuk

geometri berbahan clay.

b. Untuk memperoleh data mengenai upaya guru untuk meningkatkan

kemampuan anak tunagrahita ringan kelas III di SLB BC Putra

Buahdua, SLB Al-Fazza, SLB Miroojuttaqwa Kabupaten Sumedang

dalam belajar keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay.

c. Untuk memperoleh data mengenai kesulitan yang di hadapi guru dalam

upaya meningkatkan kemampuan anak tunagrahita ringan kelas III di

SLB BC Putra Buahdua, SLB Al-Fazza, SLB Miroojuttaqwa Kabupaten

Sumedang dalam belajar keterampilan membuat bentuk geometri

berbahan clay.

8
F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Siswa

Dapat mengenal ketrampilan clay, membentuk dan berkreasi dengan clay

dimana hal ini sangat berguna untuk meningkatkan kemampuan

keterampilan pada anak.

2. Bagi Guru

Dapat di jadikan kumpulan informasi keterampilan yang dapat dijadikan

media pembelajaran dan sumber belajar, juga memperoleh gambaran

tentang kemampuan anak tunagrahita ringan di bidang keterampilan yang

sesuai minat dan kemampuannya.

3. Bagi Sekolah

Lebih mengembangkan dan meningkatkan potensi anak tunagrahita

ringan khususnya anak tunagrahita ringan dalam pembelajaran

keterampilan sebagai bekal anak di masa yang akan datang.

4. Bagi Orang Tua

Orang tua dapat mengetahui sejauh mana perkembangan keterampilan

pada anak.

5. Bagi Peneliti

Sebagai informasi dan bahan kajian dalam penyusunan skripsi. Selain itu

penelitian inipun berguna sebagai tambahan ilmu bagi peneliti yang bisa

di gunakan suatu saat nanti dan dapat mengetahui kemampuan anak

dalam pembelajaran .

9
G. Pertanyaan penelitian

Pertanyaan dikemukakan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kemampuan anak tunagrahita ringan kelas III di SLB BC

Putra Buahdua, SLB Al-Fazza, SLB Miroojuttaqwa Kabupaten Sumedang

dalam belajar keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay?

2. Bagaimanakah upaya guru untuk meningkatkan kemampuan anak

tunagrahita ringan kelas III di SLB BC Putra Buahdua, SLB Al-Fazza,

SLB Miroojuttaqwa Kabupaten Sumedang dalam belajar keterampilan

membuat bentuk geometri berbahan clay?

3. Bagaimanakah kesulitan yang di hadapi guru dalam upaya meningkatkan

kemampuan anak tunagrahita ringan kelas III di SLB BC Putra Buahdua,

SLB Al-Fazza, SLB Miroojuttaqwa dalam belajar keterampilan membuat

bentuk geometri berbahan clay?

10
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Anak Tunagrahita

1. Pengertian Anak Tunagrahita

Tunagrahita merupakan anak berkebutuhan khusus yang memiliki IQ

di bawah anak normal dan memiliki keterbatasan dalam perilaku adaptif.

Pengertian tentang anak tunagrahita banyak dikemukakan oleh para ahli,

diantaranya menurut Amin (1955:19),bahwa :

Untuk menentukan seseorang termasuk kategori tunagrahita selain


kemampuan kecerdasannya atau tingkat intelegensinya jelas berada
di bawah normal perlu pula diperhatikan kemampuan
penyesuaiannya (adaptasi tingkah laku) terhadap lingkungan sosial
di mana ia berada. Selanjutnya perlu diperhatikan tentang waktu
terjadinya tungrahita. Bila ketunagrahitaan itu setelah masa
perkembangan (setelah 18 tahun) maka ia tidak tergolong
tunagrahita.

Selanjutnya definisi dari American Association on Mental Deficiency

(AAMD) yang dikutip oleh Grossman (1983) alih bahasa Amin (1955:16)

“Tunagrahita mengacu pada fungsi intelektual umum yang nyata berada di

bawah rata-rata bersama dengan kekurangan dalam adaptasi tingkah laku

dan berlangsung dalam masa perkembangan.”

Selanjutnya menurut WHO seperti yang dikutip Amin (1995:11)

bahwa :

“Seseorang dikategorikan mengalami ketunagrahitaan jika

memiliki dua komponen esensial, yaitu pertama fungsi intelekual secara

11
nyata berada di bawah rata-rata, kedua karena tidak adanya kemampuan

dalam menyesuaikan diri dengan norma dan tuntutan yang berlaku dalam

masyarakat.”

Selain hal itu Somantri (2006:106) mengemukakan bahwa anak

tunagrahita adalah “anak yang memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet,

sdangkan skala Weschler (WISC) memiliki IQ 69-55”.

Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa anak

tunagrahita adalah anak-anak yang selain memiliki IQ di bawah 70 juga

memiliki masalah dalam adaptasi tingkah lakunya, sehingga akibatnya

terdapat ketidakmampuan dalam adaptasi tingkah laku dengan lingkungan

dan keadaan seperti ini berlangsung pada fase perkembangan (0-18 tahun).

2. Klasifikasi Anak Tunagrahita

Pengelompokan anak tunagrahita pada umumnya didasarkan pada

taraf intelegensinya, yang terdiri dari anak tunagrahita ringan, sedang,

berat dan sangat berat. Klasifikasi menurut Amin (1995:22-24) adalah

sebagai berikut :

a. Tunagrahita ringan (IQ sekitar 50-70)

Pada kelompok ini anak masih memiliki kemampuan untuk

berkembang dalam bidang akademiknya, dapat melakukan

pekerjaan skill dan pekerjaan sosial sederhana, dan sebagian besar

dari mereka dapat mandiri dalam mengerjakan pekerjaan tertentu

seperti pekerjaan orang dewasa.

b. Tunagrahita sedang (IQ sekitar 30-49)

Pada kelompok ini anak dapat belajar keterampilan mengurus diri

(self-helf) seperti berpakaian, makan, menggunakan toilet,

12
melindungi diri dari bahaya, belajar keterampilan dasar akademis

dan dapat bekerja dalam tempat kerja terlindung atau pekerjaan

rutin dengan pengawasan.

c. Tunagrahita berat dan sangat berat (IQ di bawah 30)

Anak tunagrahita yang tergolong pada kelompok ini hampir tidak

memiliki kemampuan untuk mengurus diri sendiri, bersosialisasi

dan bekerja. Seumur hidupnya mereka tergantung pada bantuan

orang lain.
Pendapat lain tentang kalsifikasi anak tunagrahita yang di

kemukakan saat itu seperti dikemukakan oleh buku dalam Somantri

(2006:108) sebagai berikut :

Tabel 1

Kalsifikasi berdasarkan Tingkat Intellegensi


Latar IQ
Stanford Binet Skala Weschler
Keterbelakangan
Ringan 68 – 52 69 – 55
Sedang 51 – 36 54 – 40
Berat 32 – 20 39 – 25
Sangat Berat > 19 > 24

Dari tabel di atas dapat di kemukakan bahwa anak tunagrahita

ringan menurut skala Binet memiliki IQ antara 68-52, sedangkan menurut

skala Westchler (WISC) memiliki IQ antara 69-55. Tunagrahita sedang

memiliki IQ 51-36 pada skala Binet dan 54-40 menurut skala Weschler

(WICH). Tunagrahita berat dan sangat berat memiliki IQ antara 32-20

menurut skala Binet dan antara 39-52 menurut skala Weschler (WISC).

Tunagrahita sangat berat (profound) memiliki IQ dibawah 19 menurut

skala Binet dan IQ dibawah 24 menurut skala Weschler (WICH).

13
Berdasarkan tarap intelegensinya, American Association on Mental

Deficiency (1983), dikutip oleh Ganjar, (2004: 10), mengelompokan

sebagai berikut:

Tabel 2.2

KLASIFIKASI INTELEGENSI

Kelompok Tingkat IQ
Tunagrahita ringan 55 – 70
Tunagrahita sedang 40 – 55
Tunagrahita berat 25 – 40
Tunagrahita sangat berat < 24

Jadi, dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita memiliki IQ 70 ke

bawah dan digolongkan menjadi 4, yaitu tunagrahita ringan, tunagrahita

sedang, tunagrahita berat, dan tunagrahita sangat berat.

3. Karakteristik Anak Tunagrahita

Karakteristik anak tunagrahita perlu kita pahami dengan tujuan

untuk mempermudah para pendidik atau pengajar dalam menyusun

program pengajaran sesuai dengan taraf perkembangan, kemampuan,

minat dan kebutuhan. Karakteristik anak tunagrahita menurut Page

(Suhaeri, 1979) seperti dikutip Amin (1995:53), ditinjau dari segi

kecerdasan, sosial, fungsi-fungsi mental lain, dorongan dan emosi, serta

kepribadian dan sosial yaitu :

a. Keterbatasan intelegensi mengakibatkan kapasitas belajar anak


tunagrahita sangat terbatas terutama hal-hal yang bersifat

14
akademik, dan perkembangan mentalnya mencapai puncak
pada usia yang lebih muda dari usia yang sebenarnya.
b. Anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam beradaptasi
dengan lingkungan. Mereka tidak dapat memimpin diri dalam
pergaulan, mereka tidak dapat bersaing dengan teman sebaya
sehingga lebih memilih bergauldengan teman-teman yang
usianya lebih muda daripadanya.
c. Anak tunagrahita mengalami kesulitan untuk memusatkan
perhatian, sehingga kurang berhasil dalam menghadapi tugas.
Mereka juga mengalami kesulitan dalma berkreasi.
d. Perkembangan dorongan dan emosi anak tunagrahita berbeda-
beda sesuai dengan tingkat ketunagrahitaannya. Anak
tunagrahita berat dan sangat berat 15ocial tidak
memperlhatkan tanda-tanda kalau dia lapar atau haus, tidak
ada dorongan untuk mempertahankan diri dari bahaya dan
rangsangan sakit. Mereka kurang menghayati perasaan bangga,
tanggung jawab dan hak sosial.
e. Struktur fungsi sosial anak tunagrahita pada umumnya kurang
dari anak normal, perkembangan bahasa dan motoriknya labih
lama dibandingakn anak normal. Pendengaran dan
penglihatannya banyak yang kurang sempurna. Daya tahan
tubuh mereka juga berkurang, cepat letih, dan tenaganya
kurang.

Anak tunagrahita memiliki karakteristik yang menandakan

keberadaannya, bahwa anak tunagrahita adalah sebagai berikut :

a. Kecerdasan intelektual
Kapasitas belajar anak tunagrahita sangat terbatas terutama
dalam hal – hal yang abstrak. Mereka belajar dengan membeo
(rote learning); bukan dengan pengertian.
b. Sosial
Dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, memelihara
dan memimpin diri. Mereka bermain dengan teman yang lebih
muda darinya. Setelah dewasa kepentingan ekonominya sangat
tergantung pada bantuan orang lain. Tanpa bimbingan dan
pengawasan mereka mudah terjerumus ke dalam tingkah laku
yang terlarang.
c. Fungsi mental lain

15
Mereka mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian.
Mereka pelupa dan mengalami kesulitan untuk mengungkapkan
kembali suatu ingatan. Sukar dalam membuat kreasi yang baru.
Mereka juga menghindar dari hal – hal yang membutuhkan
pemikiran.
d. Dorongan dan emosi
Kehidupan emosi anak tunagrahita lemah. Penghayatan terbatas.
Mereka jarang menghayati perasaan bangga, tanggung jawab
dan hak sosial. Bagi anak tunagrahita berat hampir-hampir tidak
memperlihatkan dorongan untuk mempertahankan diri.
e. Organisme
Baik struktur maupun fungsi-fungsi organisme pada umumnya
kurang dari anak normal. Mereka baru dapat berjalan dan
berbicara pada usia yang lebih tua dari anak normal. Sikap dan
gerakannya kurang indah dan dinamis. Bagi anak-anak yang
ketunagrahitaannya berta kurang rentan terhadap penyakit.
Badannya relatif kecil seperti kurang segar (Astati 2001:13)

Jadi dapat di simpulkan bahwa anak tunagrahita ialah anak yang

memiliki kecerdasan intelektual di bawah rata rata sehingga berpengaruh

terhadap kehidupan sosialnya dimana anak tunagrahita kesulitan untuk

memelihara dan memimpin dirinya sendiri bahkan lebih suka bermain

dengan teman yang lebih muda darinya. Selain memiliki keterbatasan sosial

merekapun sukar untuk memusatkan perhatian sehingga sulit untuk

menangkap ingatan. Dorongan emosi anak tunagrahitapun lemah sehingga

sulit untuk menghayati rasa bangga dan tanggung jawab, struktur dan fungsi

organismenya kurang dari anak normal, anak tunagrahita sikap dan

gerakannya kurang indah dan dinamis.

B. Anak Tunagrahira Ringan

1. Pengertian Anak Tunagrahita Ringan

16
Anak tunagrahita ringan merupakan anak yang mempunyai

hambatan dalam banyak hal seperti dalam bersosialisasi namun mereka

dapat dikembangkan kemampuannya. Menurut American on Mental

Deficiency dalam Mumpurniati (2007:15) anak tunagrahita ringan adalah

“seseorang yang tingkat kecerdasan (IQ) mereka berkisar 50-70, dalam

penyesuaian sosial mereka, dapat bergaul, mampu menyesuaikan diri pada

lingkungan sosial yang lebih luas dan mampu melakukan pekerjaan

setingkat demi setingkat”.

Pengertian anak tunagrahita ringan sebagaimana yang di

kemukakan oleh Kirk dan Gallagher (1986:118) yang dialih bahasakan

Astati (1998:16) mengemukakan “bahwa yang di maksud anak tunagrahita

ringan adalah anak yang berbeda dari anak anak normal dalam ciri-ciri

mental, kemampuan panca indera, kemampuan berkomunikasi, dan

perilaku sosial atau sifat-sifat fisiknya”.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita

ringan adalah anak yang mengalami hambatan dalam intelektual sehingga

kurang dapat memusatkan diri dalam pembelajaran, komunikasipun

menjadi terhambat lebih cenderung tergantung kepada orang lain.

Dari pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang

dimaksud dengan anak tunagrahita ringan adalah mereka yang jelas-jelas

mengalami keterbatasan dalam perkembangan kecerdasan yang disertai

kekurangan dalam berprilaku adaptasi, tingkah laku yang nampak pada

masa perkembangan sehingga mengalami kesulitan dalam belajar dan

17
penyesuaian diri dengan lingkungannya dan membutuhkan pelayanan

pendidikan secara khusus.

2. Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan

Keterbatasan kemampuannya dan kesulitan adaptasi di

lingkungannya, maka anak tunagrahita ringan memiliki karakteristik atau

ciri khusus yang berbeda dengan anak lainnya. Berikut ini karakteristik

anak tunagrahita ringan menurut Astati Mulyati (2001:5) mengemukakan

sebagai berikut:

Anak tunagrahita ringan banyak yang lancar berbicara tetapi

kurang perbendaharaan kata- katanya. Mereka mengalami

kesukaran berfikir abstrak, tetapi mereka masih dapat mengikuti

pelajaran akademik baik di sekolah biasa maupun di sekolah

khusus sebagaimana telah diuraikan dimuka. Pada umur 16 tahun

baru mencapai umur kecerdasan yang sama dengan anak umur 12

tahun, tetapi itupun hanya sebagian dari mereka. Sebagian tidak

dapat memcapai umur kecerdasan setinggi itu.

Berdasarkan kutipan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa

anak tunagrahita ringan memiliki karakteristik yang berbeda sehingga

dalam memberikan layanan pendidikan harus sesuai dengan kebutuhan

dan kemampuannya.

Menurut Astati dan Nani (2001 : 36) secara garis besar ada dua

indikator yang perlu diperhatikan dalam mengidentifikasi anak tunagrahita

ringan, yaitu :

18
a. Siswa-siswi memperlihatkan kemampuan belajar yang lambat
karena mereka memiliki tingkat perkembangnnya menyerupai
anak-anak yang lebih muda darinya. Biasanya mereka
mengalami keterlambatan minimal 3 tahun dari usianya.
b. Lambat dalam sebagian besar area perkembangnnya. Anak
tunagrahita miskin dalam menyelesaikan tugas-tugasnya bisa
dibandingkan dengan usianya. Mereka mengalami kesulitan
secara menyeluruh, dan berpengaruh dalam penampilannya di
sekolah, rumah, tetangga dan masyarakat. Walaupun demikian
mereka masih mampu belajar sampai dengan kelas V dan dapat
menggunakan kemampuan itu bila mereka dewasa. Namun
mereka mengalami kesulitan dalam perhatian dan dalam
mengaplikasikan apa yang dipelajarinya itu dalam situasi yang
lebih besar.

Berdasarkan kutipan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa

anak tunagrahita ringan memiliki karakteristik berbeda sehingga dalam

memberikan layanan pendidikan harus sesuai dengan kebutuhan dan

kemampuannya. Dalam mata pelajaran akademik mereka pada umumnya

mampu mengikuti mata pelajaran tingkat sekolah lanjutan, baik SMPLB

dan SMALB, maupun di sekolah biasa dengan program khusus sesuai

dengan berat ringannya ketunagrahitaan yang disandangnya.

3. Permasalahan Anak Tunagrahita Ringan

Permasalahan yang dihadapi oleh anak tunagrahita ringan di

sebabkan atas beberapa hal, yaitu: keterbatasan intelegensi, keterbatasan

perilaku adaptif, keterbatasan fungsi-fungsi mental lainnya, serta

keterbatasan dalam penggunaan bahasa.

Berikut ini pendapat Astati (2010: 22-25) mengenai permasalahan

yang dihadapi anak tunagrahita ringan :

1) Masalah kesulitan dalam kehidupan sehari


hari

19
Masalah ini berkaitan dengan kesehatan dan pemeliharaan diri
dalam kehidupan sehari hari. Melihat kondisi keterbatasan
anak-anak dalam kehidupan sehari hari mereka banyak
mengalami kesulitan pemeliharaan kehidupan sehari harinya.
Masalah-masalah yang sering di temui antaranya : cara makan,
cara menggosok gigi, memakai baju, memasang sepatu dan
lain lain.
2) Masalah kesulitan belajar
Dapat di sadari bahwa dengan keterbatasan kemampuan
berpikir mereka, tidak dapat di pungkiri lagi bahwa mereka
sudah tentu mengalami kesulitan belajar, yang tentu pula
kesulitan tersebut terutama dalam bidang pengajaran akademik
sedangkan untuk bidang non akademik mereka tidak banyak
mengalami kesulitan belajar. Masalah masalah yang sering di
rasakan dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar di
antaranya: kesulitan menangkap materi, kesulitan mencari
metode yang tepat, kemampuan berfikir abstrak yang terbatas,
daya ingat yang lemah dan sebagainya.
3) Masalah pekerjaan
Secara empirik dapat di lihat bahwa kehidupan anak
tunagrahita cenderung banyak yang masih menggantungkan
diri kepada orang lain terutama kepada keluarga (orang tua)
dan masih sedikit sekali yang sudah dapat hidup mandiri, ini
pun masih terbatas bagi anak tunagrahita ringan saja. Dengan
demikian perlu di sadari betapa pentingnya masalah
penyaluran tenaga kerja ketunagrahitaan ini dan untuk itu perlu
di pikirkan matang matang dan secara ideal dapat di wujudkan
dengan penanganan serius.
4) Masalah Penyesuaian Diri
Masalahnya ini berkaitan dengan masalah masalah atau
kesulitan dalam hubungannya dengan kelompok maupun
individu di sekitarnya. Disadari bahwa kemampuan
penyesuaian diri dengan lingkungan sangat di pengaruhi oleh
tingkat kecerdasan. Karena tingkat kecerdasan anak
tunagrahita jelas jelas berada di bawah rata rata maka dalam
kehidupan bersosialisasi mengalami hambatan. Di samping itu
mereka ada kecenderungan di isolir (di jauhi) oleh
lingkungannya.
5) Masalah Pemanfaatan Waktu Luang
Wajar bagi anak tunagrahita dalam tingkah lakunya sering
menampilkan tingkah laku nakal. Dengan kata lain bahwa anak

20
anak ini berpotensi untuk menganggu ketenangan
lingkungannya, apakah terhadap benda benda ataupun manusia
di sekitarnya, apalagi mereka yang hiperaktif.

Berdasarkan kutipan di atas penulis dapat menyimpulkan

bahwa permasalahan anak tunagrahita ringan sangat komplek, dengan

demikian perlu pemahaman permasalahan yang dihadapi anak

tunagrahita ringan untuk memudahkan mencari solusi dalam mengatasi

permasalahan tersebut.

4. Kebutuhan Anak Tunagrahita Ringan

Pada dasarnya anak tunagrahita ringan memiliki kebutuhan yang

sama dengan anak yang normal, tetapi keterbatasan yang dimiliki

mengakibatkan mereka mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan

tersebut. Secara garis besarnya kebutuhan tersebut diantaranya : kebutuhan

fisik, rasa aman, percaya diri, komunikasi, penghargaan, berkelompok,

pendidikan dan pekerjaan.

Kebutuhan menurut Witmer & Kontinsky Frampton & Gall (1955 :

117- 119) sebagaimana dikutip Amin (1995: 55- 57) adalah sebagai berikut

a. Perasaan terjamin akan kebutuhannya akan terpenuhi (The Sense


of Trust)
b. Perasaan berwewenang mengatur diri (The Sense of Autonomy)
c. Perasaan dapat berbuat menurut prakarsa sendiri (The sense of
Initiative)
d. Perasaan puas telah melaksanakan tugas (The sense of Duty and
Accomplishment)
e. Perasaan bangga atas identitas diri (The sense of Identity)
f. Perasaan Keakraban (The Sense of Intimacy)
g. Perasaan Keorangtuaan (The Parental sense)
h. Perasaan Integritas (The sense of Integrity)

21
Menurut Hosni (Dikti PLB, 2005 :14), secara garis besar kebutuhan

pembelajaran anak tunagrahita termasuk di dalamnya anak tunagrahita ringan,

sebagai berikut:

a. Dalam belajar keterampilan membaca, keterampilan motorik,


keterampilan lainnya adalah sama seperti anak normal pada
umumnya.
b. Perbedaan Tunagrahita dalam mempelajari keterampilan terletak
pada karakteristik belajarnya.
c. Perbedaan Karakteristik belajar anak tunagrahita terdapat pada
tiga daerah yaitu:
1) Tingkat kemahirannya dalam keterampilan tersebut.
2) Generalisasi dan transfer keterampilan yang baru diperoleh.
3) Perhatiannya terhadap tugas yang di embannya.

Menurut keterangan di atas bahwa anak tunagrahita ringan secara

fisik tidak terlalu berbeda dengan anak normal lainnya, namun perbedaanya

terletak pada karakteristiknya, terutama dalam karakteristik belajarnya karna

perhatian terhadap tugas dan pelajaran yang di pelajarinya sangat kurang.

5. Pendidikan Anak Tunagrahita Ringan

a. Tujuan

Tujuan pendidikan anak tunagrahita ringan tidak terlepas dari

tujuan pendidkan pada umumnya. Sesuai karakteristik anak tunagrahita

ringan, maka tujuan pendidikan perlu dirumuskan lagi dengan mengacu

kepada kebutuhan dan kemampuan mereka. Mengacu pada pendapat

Kirk (1979: 152) dialih bahasakan Astati (2001: 130), tujuan khusus

pendidikan anak tunagrahita ringan meliputi :

1) Mengembangkan keterampilan dasar belajar di sekolah,


meliputi membaca, menulis, matematika.
2) Mengembangkan kebiasaan hidup sehat.

22
3) Mengembangkan kemampuan sosialisasi.
4) Mengembangkan kemampuan emosional dan rasa aman baik
di sekolah maupun di rumah.
5) Mengembangkan kemampuan untuk menggunakan waktu
luang.
6) Mengembangkan kemampuan keterampilan melalui latihan
vakosional.
7) Mengembangkan kemampuan mendorong diri sendiri dalam
beberapa kegiatan yang sifatnya produktif.

Sedangkan tujuan khusus pendidikan anak tunagrahita ringan

berdasarkan kurikulum Depdikbud (1994:15) adalah “Memberikan bekal

kemampuan yang merupakan peluasan dan peningkatan pengetahuan,

keterampilan, dan sikap yang diperoleh yang bermanfaat bagi siswa

untuk mengembangkan hidup mandiri sesuai dengan kelainan yang

disandangnya serta tingkat perkembangannya”.

Bedasarkan uraian di atas, layanan pendidikan anak tunagrahita

ringan difokuskan pada pengembangan kemampuan agar pada akhirnya

mereka bisa mandiri.

b. Isi program

Program pendidikan anak tunagrahita ringan dirumuskan dengan

memperhatikan kebutuhan mereka, mengingat mereka berada pada level

atas di antara tunagrahita. Lebih jauh harus disadari oleh para pendidik

bahwa anak tunagrahita ringan harus dipersiapkan untuk menghadapi

kehidupan sebenarnya di masyarakat, seperti kemampuan berkomunikasi,

berpartisipasi, menjalankan kewajiban sebagai warga negara yang baik,

dan kemampuan mengatur ekonominya.

23
Mengenai hal itu, Mainord (1975: 67) dikutip Astati (2001: 14)

menyatakan bahwa “keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan anak

tunagrahita antara lain didukung oleh keterampilan berkomunikasi,

bersosialisasi, keamanan dan kesehatan, tanggung jawab sebagai warga

negara dan pemeliharaan sumber- sumber di masyarakat, kompetisi

ekonomi dan prevokasional”. Selanjutnya pernyataan Kirk & Gallagher

(1986; 140) dikutip Astati (2001: 14) adalah sebagai berikut:

Merekomendasikan program pendidikan anak tunagrahita jenjang


sekolah lanjutan yang meliputi : kesiapan dan keterampilan
akademis, pembangunan bahasa dan komunikasi, sosialisasi,
persiapan dan keterampilan kerja, serta melakukan kunjungan ke
tempat- tempat pekerjaan yang memungkinkan untuk ditempati
anak tunagrahita.

Program pendidikan anak tunagrahita yang dibagi menjadi

beberapa kelompok menurut Astati dan Mulyati (2010:36) sebagai berikut :

1) Kelompok bina diri


Mata pelajaran kelompok bina diri untuk anak tunagrahita
ringan yang hendak dicapai ada dua, yaitu tujuan langsung dan
tujuan tak langsung. Tujuan langsung mata pelajaran bina diri
ditetapkan agar setelah menyelesaikan mata pelajaran ini
mereka mampu mandiri, tidak bergantung pada orang lain dan
mempunyai rasa tanggung jawab. Selain itu kemampuan
koordinasi motorik dan kontrolnya meningkat sehingga dapat
membutuhkan rasa aman dan minat belajar. Sedangkan tujuan
tidak langsung mata pelajaran ini ditetapkan untuk
meningkatkan kemampuan konsentrasi dan ketekunan anak
dalam belajar, dan mengembangkan kemampuan sensorimotor
(penginderaan), berbahasa dan berfikir matematia secara
optimal. Mata pelajaran kelompok bina diri dikelompokan
menjadi enam jenis latihan, yaitu merawat diri, mengurus diri,
menolong diri, komunikasi, adaptasi lingkungan dan tata
laksana rumah.
2) Kelompok akademik

24
Mata pelajaran kelompok akademik hanya diberikan pada anak
tunagrahita ringan, yang termasuk dalam mata pelajaran
kelompok akademik, yaitu : membaca, menulis dan berhitung,
yang dalam bahasa inggrinya diseburt 3R (reading, writing,
and arithmathic) selanjutnya dalam kurikulum berkembang
menjadi mata pelajaran Bahasa Indonesia, Berhitung,
Matematika, IPA, dan IPS.
3) Kelompok sensorimotor
Sensorimotor merupakan fase dasar perkembangan manusia
yang menunjang perkembangan selanjutnya. Melatih
sensorimotor atau penginderaan merupakan suatu
perkembangan yang memiliki arti yang sangat penting dalam
pendidikan. Meteri pelajaran sensorimotor dapat
diklasifikasikan, yaitu sensori penglihatan, sensori perabaan,
sensori pendengaran, sensori terhadap berat, sensori terhadap
panas, sensori penciuman, sensori rasa.
4) Kelompok keterampilan
Pelajaran keterampilan ini mulai dipakai pada tingkat sekolah
dasar (SD), bersatu dengan kesenian. Pada tingkat SLTP,
pelajaran keterampilan/kejuruan merupakan pelajaran yang
berdiri sendiri. Pada tingkat ini para siswa dipersiapkan untuk
mengikuti kehidupan dimasyarakat, atau melanjutkan ke
tingkat lebih tinggi. Lingkupnya meliputi: rekayasa, pertanian,
dan kerumahtanggaan.

Dari beberapa paparan di atas jelaslah bahwa keterampilan

merupakan salah satu program yang harus diberikan bagi siswa-siswi

sesuai dengan tingkatan kemampuan mereka. Tujuan yang terletak di luar

jangkauan anak tunagrahita tidak perlu di paksakan harus di kuasai oleh

anak tunagrahita.

C. Pendidikan Keterampilan Bagi Anak Tunagrahita Ringan

1. Pengertian Pendidikan Keterampilan

Keterampilan merupakan mata pelajaran yang sangat bermanfaat

bagi siswa karena dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk

25
terlibat dalam berbagai pengalaman apresiasi dan pengalaman berkreasi

yang bermanfaat langsung bagi kehidupan siswa. Bagi siswa tunagrahita

ringan dengan keterbatasan intelektualnya, pengajaran keterampilan

diharapkan dapat megembangkan kemampuan yang dimiliki sesuai dengan

bakat dan minat seoptimal mungkin.

Pengertian pengajaran keterampilan juga dijelaskan oleh

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1997:36) bahwa: Bidang

pengajaran keterampilan adalah suatu bidang pengajaran yang dapat

membina kearah keterampilan kerja sesuai dengan bakat, minat anak,

yang memungkinkan dapat menjadi sarana untuk mencari nafkah setelah

keluar dari sekolah.

Keterampilan bagi anak tunagrahita ringan merupakan suatu

program pilihan yang tepat yang diberikan kepada peserta didik yang

diarahkan pada penugasan sutu jenis keterampilan yang dapat menjadi

bekal hidup. Mengenai hal ini dijelaskan oleh Sudirman (1987:75) bahwa:

“Pendidikan keterampilan adalah program pendidikan yang bertujuan

untuk memperoleh kecakapan dan keterampilan tertentu yang diperlukan

anak didik sebagai bekal hidup dimasyarakat”.

Pendidikan keterampilan yang dikemas secara praktis, ekonomis

dan dinamis memberikan kesan pendidikan keterampilan yang konseptual

dan terprogram. Dengan metedologi pembelajaran yang edukatif, efektif,

dan relatif mudah diterima oleh peserta didik. Pendidikan keterampilan

menurut Kustijaman dan Irawan (2011:6) sebagai berikut:

26
Pendidikan keterampilan merupakan penggabungan antara teori dan
praktik secara seimbang dengan orientasi pada kesiapan kerja
lulusannya. Kurikulum dalam pendidikan keterampilan,
terkonsentrasi pada sistem pembelajaran keahlian (apprenticeship of
learning) pada kejuruan-kejuruan khusus (specific trades). Kelebihan
pendidikan keterampilan ini, antara lain, peserta didik secara
langsung dapat mengembangkan keahliannya disesuaikan dengan
kebutuhan lapangan atau bidang tugas yang akan dihadapinya.

Adapun pengertian pendidikan keterampilan menurut Wenrich dan

Wenrich (1974:6) menyebutkan bahwa pendidikan keterampilan : “the

total process of education aimed at developing the competencies needed to

function effectively in an occupation or group of occupations”. Makna

yang tersirat dalam definisi ini ialah : (1) pengembangan kompetensi, (2)

kompetensi yang dibutuhkan, (3) kompetensi yang dikembangkan dapat

berfungsi efektif, dan (4) kompetensi yang dikembangkan terkait dengan

suatu pekerjaan atau kelompok pekerjaan.

Berdasarkan dari ketiga pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa

keterampilan bagi anak tunagrahita ringan merupakan mata pelajaran yang

sangat bermanfaat karena dapat berfungsi sebagai terapi dan pembekalan

kecakapan hidup. Pengajaran keterampilan memberikan kesempatan

kepada siswa luar biasa untuk terlibat dalam berbagai pengalaman

apresiasi dan pengalaman berkreasi yang bermanfaat langsung dalam

kehidupan siswa.

2. Tujuan Keterampilan bagi Anak Tunagrahita Ringan

Sesuai dengan tujuan institusional maka tujuan dari pengajaran

keterampilan bagi anak tunagrahita ringan menurut Kurikulum Tingkat

Satuan Pembelajaran (2006:152) adalah sebagai berikut:

27
a. Di harapkan siswa mampu memahami konsep dan pentingnya
seni budaya dan keterampilan.
b. Setelah menyelesaikan pendidikan pada SLB pendidikan seni
budaya dan keterampilan memiliki peran dalam pembentukan
pribadi siswa menjadi lebih percaya diri.
c. Di harapkan siswa dapat menampilkan sikap apresiasi terhadap
senibudaya dan keterampilan.
d. Dapat menampilkan kreativitas melalui seni budaya dan
keterampilan
e. Mampu menampilkan peran serta dalam seni budaya dan
keterampilan dalam tingkatan lokal, regional, maupun global.
f. Setelah menyelesaikan pendidikan pada SLB bagian C di
harapkan anak dapat memiliki sekurang-kurangnya satu jenis
keterampilan yang sesuai minat dan kebutuhan lingkungannya
sebagai bekal untuk mencari nafkah.

Adapun tujuan keterampilan menurut Astati dan Mulyati (2010:53)

sebagai berikut: “Pelajaran keterampilan/kejuaruan merupakan pelajaran

yang berdiri sendiri. Pada tingkat ini siswa dipersiapkan untuk mengikuti

latihan keterampilan, kejuruan yang dapat menyiapkan bekal kecakapan

praktis mereka untuk memasuki kehidupan di masyarakat, atau

melanjutkan ke tingkat lebih tinggi.”

Keterampilan itu dapat bersifat fungsional bagi kehidupan anak

tunagrahita, maka pengajaran anak keterampilan hendaknya tidak

berorientasi kepada masa yang lalu, melainkan kepada masa sekarang dan

masa yang akan datang, sesuai dengan kemampuan anak serta kebutuhan

masyarakat.

Berdasarkan kutipan di atas penulis menyimpulkan bahwa

keterampilan sangatlah berguna bagi anak tunagrahita ringan. Dengan

mempelajari keterampilan siswa di harapkan mempunyai pengetahuan

dasar tentang bidang pekerjaan, memiliki sikap percaya diri, serta

28
meningkatkan minat bakat yang ada dalam diri siswa tunagrahita sebagai

bekal untuk mencari nafkah di masa yang akan datang.

3. Fungsi Keterampilan bagi Anak Tunagrahita Ringan

Pada dasarnya keterampilan harus terus diasah dan dilatih agar

siswa dapat menguasai salah satu bidang keterampilan yang ada. Oleh

karena itu pendidikan keterampilan sangat dibutuhkan bagi anak

tunagrahita guna menunjang kehidupan yang akan datang. Selain itu fungsi

dari keterampilan yaitu untuk mengoptimalkan akal dan fikiran serta

mengasah ide dan kreatifitas anak, namun keterampilan harus terus di latih

sehingga bisa mendapatkan hasil.

Seperti yang di jelaskan fungsi pendidikan keterampilan menurut

Kustijaman dan Irawan (2011:12) sebagai berikut :

Untuk membekali peserta didik berkebutuhan khusus untuk


membiasakan hidup mandiri dan melatih peserta didik yang akan
memasuki dunia kerja. Selain itu fungsi yang mendasar ialah untuk
memberikan kesempatan pada peserta didik berkebutuhan khusus
untuk terlibat dalam berbagai pengalaman apresiasi dan berkreasi
untuk menghasilkan suatu karya yang bermanfaat langsung bagi
kehidupan peserta didik. Seluruh aktivitas pembelajaran
memberikan bekal kepada peserta didik agar adaptif, kreatif dan
inovatif melalui pengalaman belajar yang menekankan pada
aktivitas fisik dan aktivitas mental.

Berdasarkan kutipan di atas keterampilan berfungsi sebagai dasar

untuk berkreasi dan melatih anak untuk membiasakan hidup secara

mandiri agar mendapatkan suatu karya yang bermanfaat bagi

kelangsungan hidupnya.

4. Ruang Lingkup Pengajaran Keterampilan

29
Ruang lingkup pengajaran keterampilan mancakup segala aspek

kecakapan hidup yang meliputi keterampilan personal, keterampilan

sosial, keterampilan vokasional dan keterampilan akademik. Mengingat

kemampuan anak tunagrahita ringan terutama daya abstraknya terbatas,

maka dalam pembelajaran keterampilan ini penekanannya diutamakan

pada aspek keterampilan dan sikap anak. Hal ini dilakukan dengan harapan

bisa melatih konsentrasi, motorik serta koordinasi anak dan juga

menumbuhkembangkan dan melatih kepekaan anak untuk memanfaatkan

sumber daya alam yang ada di lingkungan sekitarnya.

Ruang lingkup mata pelajaran keterampilan bagi anak tunagrahita

ringan lebih dititik beratkan pada kemampuan membuat bentuk geometri

berbahan clay berikut adalah paket program keterampilan:

a. Keterampilan Rekayasa
1) Keterampilan anyaman
2) Keterampilan menyablon
3) Keterampilan tenun tradisional
4) Keterampilan prabot/mebeler
5) Keterampilan membatik
6) Keterampilan bata merah dan batako
b. Keterampilan pertanian
c. Keterampilan usaha dan perkantoran
d. Kerumahtanggaan
e. Keterampilan kesenian

(Pedoman Program Pilihan pada SMPLB dan SMALB Depdikbud


1999).

Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa ruang

lingkup pengajaran keterampilan mencakup dalam segala aspek termasuk

30
mainan dan hiasan dari berbagai wilayah serta keterampilan personal

mencakup pada kemampuan berkarya sesuai kemampuan peserta didik.

D. Keterampilan Membuat Bentuk Geometri Berbahan Clay pada Anak


Tunagrahita Ringan

1. Pengertian

Untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam penafsiran

keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay, maka

penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Bentuk Geometri

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2009:281) geometri adalah

“cabang matematika yang menerangkan tentang sifat sifat garis, sudut

bidang dan ruang”. Bentuk geometri yang akan di aplikasikan dalam clay

ini adalah segitiga dan persegi.

b. Clay

Menurut Monica (2006:3) Clay adalah bahan kerajinan yang

lembek dan lunak dapat dibentuk apa saja sesuai keinginan sehingga

menghasilkan karya seni yang mempunyai nilai. Dalam proses pembuatan

clay anak dapat meremas adonan, memilin dan membentuk. Bentuk

keterampilan yang akan di berikan adalah membuat bentuk geometri

berbahan clay.

31
Adapun menurut Margaretha (2008:2) clay adalah “semacam

tepung terigu dengan campuran bahan tertentu yang bisa lumer mirip

adonan kue, oleh karena itu clay dapat dengan mudah di bentuk sesuai

dengan keinginan.”

Dari pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa keterampilan

geometri berbahan clay adalah keterampilan dari bahan tepung yang

bertekstur lunak dengan berbagai macam warna kemudian di bentuk

geometri segitiga dan persegi dengan menggunakan cetakan.

2. Pelaksanaan Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran merupakan penerapan rancangan

program yang berupa tujuan pembelajaran, metode, materi, media, alokasi

waktu, proses pembelajaran, evaluasi, dan tindak lanjut yang telah dibuat

guru dan diaplikasikan melalui interaksi belajar mengajar.

a. Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran membuat bentuk geometri berbahan clay agar

siswa dapat memiliki keterampilan sebagai bekal kelangsungan hidupnya,

selain itu bertujuan agar anak dapat mengetahui macam macam bentuk

geometri dan meningkatkan kreativitas anak serta tidak bergantung kepada

orang lain.

b. Materi

Materi keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay

mencakup mengenal alat dan bahan, proses pembuatan keterampilan

membuat bentuk geometri, memelihara alat dan bahan, memelihara hasil

32
dengan menggunakan sumber sumber yang relevan mengenai

keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay.

c. Metode

Metode yang digunakan dalam penyampaian pembelajaran

keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay yaitu ceramah,

demonstrasi dan praktek langsung.

d. Media

Media atau alat yang digunakan dalam program keterampilan

membuat bentuk geometri berbahan clay menggunakan media nyata

seperti baskom plastik, cetakan berbentuk geometri, tepung terigu, tepung

bers, tepung taopioka, lem kayu, pewarna dan minyak goreng.

e. Waktu

Persiapan pengalokasian waktu dalam program latihan membuat

bentuk geometri berbahan clay dilaksanakan 2 kali pertemuan dalam satu

minggu pada waktu 2 jam pelajaran 1x pertemuan.

f. Proses Pembuatan Bentuk Geometri Berbahan Clay

Adapun cara pembuatan bentuk geometri berbahan clay sebagai

berikut:

1) Membuat adoanan clay

a) Siswa menyiapkan baskom plastik untuk membuat adonan

clay.

b) Siswa memasukkan tepung terigu, tepung beras, tepung

tapioka ke baskom.

33
c) Siswa mengaduk rata ketiga bahan tersebut.

d) Siswa memasukkan lem putih sedikit demi sedikit ke dalam

baskom yang berisi 3 tepung.

e) Siswa mengaduk semua bahan sampai adonan kalis.

f) Siswa memberikan pewarana pada adonan yang sudah kalis.

g) Siswa memberikan sedikit minyak pada adonan yang akan di

bentuk.

2) Membentuk adonan clay kedalam bentuk geometri

a) Siswa mengambil adonan secukupnya.

b) Siswa meratakan adonan dengan gilingan

c) Siswa menempelkan cetakan segitiga di atas adonan lalu

tekan hingga terbentuk.

d) Siswa menempelkan cetakan persegi di atas adonan untuk

mencetak bentuk persegi.

3) Mengeringkan adonan clay berbentuk geometri

a) Siswa menyimpan clay yang sudah di cetak bentuk geometri

di tempat yg rata.

b) Siswa mengeringkan clay dengan cara mengangin anginkan

di tempat yang aman sampai kering.

g. Evaluasi

Evaluasi diberikan pada saat selesai pembelajaran keterampilan

membuat bentuk geometri berbahan clay, tujuannya untuk mengetahui

sejauh mana kemampuan anak tunagrahita ringan dalam

34
pembelajaran keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay.

Bentuk evaluasi ini meliputi tanya jawab kinerja.

h. Tindak Lanjut

Dalam tahapan tindak lanjut pembelajaran keterampilan membuat

bentuk geometri berbahan clay, hal-hal yang dilakukan antara lain:

1) Pengulangan

Pengulangan diberikan kepada siswa yang belum memenuhi

indikator dengan cara melakukan praktik kembali pada

waktu lain melalui strategi pembelajaran yang berbeda

dengan harapan siswa dapat menguasai keterampilan

membuat bentuk geometri berbahan clay.

2) Pengayaan

Dalam kegiatan pengayaan ini diberikan kepada siswa

yang hampir memenuhi indikator dalam pembuatan bentuk

geometri berbahan clay sehingga hasilnya bisa lebih baik dan

lebih maksimal.

3) Pengembangan

Dalam kegiatan pengembangan siswa diberikan tugas untuk

mengikuti pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan baik dari

usaha atau kursus-kursus yang ada di masyarakat setempat guna

menambah wawasan dan pengetahuan, kemudian diberikan

bimbingan tentang cara memasarkan hasil keterampilan clay

kepada konsumen.

35
E. Upaya Guru Dalam Meningkatkan Keberhasilan Membuat Bentuk
Geometri Berbahan Clay Bagi Anak Tunagrahita Ringan

1. Meningkatkan Persiapan Pembelajaran

a. Melaksanakan Asesmen

Sebelum melaksanakan pembelajaran keterampilan membuat

bentuk geometri berbahan clay terlebih dahulu dilakukan assesmen

terhadap siswa. Hal ini penting dilakukan untuk mengetahui kesiapan

anak dalam mengikuti pelajaran yang akan di sampaikan. Melalui

assesmen juga diperoleh informasi tentang kemampuan siswa. Mengenai

hal ini Soendari (2010:5) mengemukakan bahwa:

Asessmen merupakan proses penyimpulan data/informasi


secara sistematis dan komprehensif tentang potensi individu yang
digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menyusun program
dan memberikan layanan intervensi/pembelajaran setepat mungkin
bagi perkembangan individu yang bersangkutan secara optimal.

Hal ini sesuai dengan pendapat Taylor (1981) dalam Abdurahman

(2003:30) bahwa: “assesmen dalam pendidikan luar biasa melibatkan

pengumpulan informasi yang relevan dalam membuat keputusan

dalam rangka memilih tujuan dan sarana pembelajaran, strategi

pembelajaran dan program penempatan yang tepat”.

Selanjutnya Widodo (2009:1) mengemukakan sebagai berikut:

Asesmen adalah suatu proses pengumpulan/perolehan data tentang


penugasan materi pada seseorang, baik dalam dimensi kuantitatif
(pengetahuan/teori) maupun dalam dimensi kualitatif (unjuk kerja
atau bukti kegiatan fisik dari suatu program yang akan dijalankan)
sebagai bahan dalam menyusun suatu program pembelajaran.

36
Berdasarkan kutipan di atas menyimpulkan bahwa melaksanakan

assesmen adalah suatu proses pengumpulan informasi yang harus di

lakukan oleh guru dimana hasil asesmen digunakan sebagai pertimbangan

dalam menyusun program yang sesuai dengan kemampuan siswa serta

untuk mengetahui kesiapan siswa dalam menerima pembelajaran.

b. Menyusun Program Pembelajaran

Dalam menyusun program keterampilan membuat bentuk geometri

berbahan clay meliputi tujuan, materi, metode, media, evaluasi dan tindak

lanjut. Dalam upaya meningkatkan keberhasilan belajar siswa pada materi

pembelajaran guru memberikan bentuk geometri yang lebih beragam

sehingga siswa tidak merasa bosan dan mengetahui keberagaman bentuk

geometri, kemudian metode yang di gunakan harus lebih interaktif dan

menyenangkan bagi siswa seperti melakukan tanya jawab. Dalam media

pembelajaran guru dapat menggunakan media gambar ataupun audio

visual selain menggunakan media nyata sehingga siswa lebih tertarik

dalam pembelajaran keterampilan clay.

Evaluasi dilakukan pada saat pembelajaran berakhir kemudian

ditulis dalam buku nilai sehingga perkembangan siswa dapat terlihat

secara signifikan, setelah melakukan evaluasi guru mengadakan tindak

lanjut dengan memberikan pengulangan atau remedial bagi siswa yang

belum mampu dan memberikan pengayaan bagi siswa yang hampir

mampu membuat bentuk geometri berbahan clay.

2. Meningkatkan Pelaksanaa Pembelajaran

a. Kegiatan awal

37
Pada kegiatan awal guru mengkondisikan siswa, berdoa dan

memberikan apersepsi dengan mengulang pembelajaran yang telah

diberikan sebelumnya.

b. Kegiatan Inti

1) Siswa Mengenal Alat

a) Siswa menunjukkan alat yang akan digunakan dalam

keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay

b) Siswa menyebutkan alat yang akan digunakan dalam

keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay

c) Siswa membedakan alat yang akan digunakan dalam

keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay

2) Siswa Mengenal Bahan

a) Siswa menunjukkan bahan yang akan digunakan dalam

keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay

b) Siswa menyebutkan bahan yang akan digunakan dalam

keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay

c) Siswa membedakan bahan yang akan digunakan dalam

keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay

3) Proses Pembuatan

a) Siswa menyiapkan alat

b) Siswa menyiapkan bahan

c) Siswa memasukan tepung terigu, tepung beras, tepung tapioak

kedalam baskom plastik

d) Siswa mengaduk ketiga bahan tepung sampai merata

38
e) Siswa memasukkan lem kayu kedalam baskom dan

mencampurnya dengan bahan tepung sampai menjadi adonan

f) Siswa menambahkan pewarna pada adonan

g) Siswa memberikan minyak goreng pada adonan yang sudah

diberi warna

h) Siswa meratakan adonan clay dengan gilingan

i) Siswa mencetak adonan clay yang sudah di ratakan oleh

gilingan dengan cetakan geometri

j) Siswa mengeringkan clay yang sudah di cetak

4) Memelihara alat dan bahan

a) Siswa membersihkan alat dan bahanyang sudah di gunakan

b) Siswa membereskan alat dan bahan yang sudah digunakan

c) Siswa menyimpan alat dan bahan yang sudah digunakan

5) Memelihara hasil keterampilan clay

a) Siswa mengemas hasil keterampilan

b) Siswa menjual hasil keterampilan

c. Kegiatan Akhir

Pada kegiatan akhir pembelajaran guru melakukan evaluasi sebagai

acuan melaksanakan tindak lanjut dan menutup pembelajaran dengan

berdoa bersama.

3. Meningkatkan Pelaksanaan Tindak Lanjut

Anak tunagrahita dalam pembelajarannya mudah bosan dan mudah

lupa sehingga untuk membantu anak dalam mencapai tujuan yang ingin

dicapai maka program tindak lanjut mutlak dilakukan dengan memperbaiki

39
tingkat kelemahan anak dalam mencapai tujuan pembelajaran. Tindak

lanjut dari program pembelajaran dapat dibagi dua, yaitu:

a. Promosi/Habilitasi, adalah penetapan untuk melangkah lebih

lanjut atas keberhasilan belajar siswa dengan menarik pelajaran

agar anak dapat melakukan kegiatan/keterampilannya.

b. Rehabilitasi, adalah perbaikan atas kekurangan yang telah

terjadi dalam proses pembelajaran khususnya apabila terjadi

tingkat keberhasilan siswa yang kurang memadai.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode dan Pendekatan Penelitian

Untuk memperoleh hasil penelitian ini, diperlukan metode yang

dapat mendukung tercapainya tujuan penelitian. Menurut Surakhmad

(1989 : 131) “Metode merupakan cara utama untuk mencapai tujuan”

sedangkan Hadi (1983 : 89) menjelaskan bahwa “Baik buruknya suatu

penelitian tergantung pada teknik-teknik pengumpulan datanya”. Sejalan

dengan pendapat di atas, peneliti berusaha memilih metode yang dianggap

mampu menggali data yang diperlukan dalam penelitian ini.

Berdasarkan pengertian di atas serta bertitik tolak dari tujuan

penelitan yang telah dirumuskan, maka dalam penelitian ini penulis

menggunakan metode yang dianggap paling sesuai dengan permasalahan

yang ingin diteliti adalah metode deskriptif.

40
Menurut Arikunto (2010:3) metode deskriptif adalah :

Penelitian yang di maksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi,


atau hal lain lain yang sudah di buktikan di sebutkan, yang hasilnya
di paparkan dalam bentuk laporan penelitian. Penelitian ini
merupakan penelitian yang paling sederhana karena peneliti tidak
melakukan apa apa terhadap objek atau wilayah yang di teliti.

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mendapat gambaran

mengenai upaya guru dalam meningkatkan kemampuan anak tunagrahita

ringan kelas III dalam pembelajaran keterampilan membuat bentuk

geometri berbahan clay di SLB BC Putra Buahdua, SLB Al-Fazza, SLB

Miroojuttaqwa Kabupaten Sumedang. Pendekatan pada penelitian ini

adalah pendekatan kualitatif. Penelitian dengan pendekatan kualitatif pada

hakikatnya adalah ”mengamati orang dalam lingkungan hidupnya,

berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran

mereka tentang dunia sekitarnya” (Nasution, 1996:145). Dengan demikian

terlihat hubungan yang erat antara peneliti dengan yang diteliti.

Dari pengertian di atas penulis simpulkan bahwa dalam pendekatan

kualitatif terlihat adanya hubungan yang erat antara peneliti dan pihak

yang diteliti. Dalam pelaksanaannnya, peneliti berupaya mengungkapkan

fenomena-fenomena yang terjadi di lapangan apa adanya tanpa rekayasa

dan manipulasi. Data tersebut berupa deskripsi kata-kata bukan berupa

angka-angka.

Pendekatan kualitatif pada hakikatnya adalah mengamati suatu

benda atau orang baik individu maupun kelompok dalam suatu lingkungan

hidup tertentu sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan, dengan

41
metode deskriptif dan pendekatan kualitatif diharapkan dapat mencapai

tujuan yang diinginkan, yaitu tentang upaya guru untuk meningkatkan

kemampuan anak tunagrahita ringan kelas III dalam pembelajaran

keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay di SLB BC Putra

Buahdua, SLB Al-Fazza, SLB Miroojuttaqwa Kabupaten Sumedang.

B. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan gambaran data yang sesuai dengan tujuan

penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data

yang dianggap relevan dengan permasalahan penelitian yaitu:

1. Wawancara

Teknik ini digunakan dengan cara mengajukan pertanyaan secara

lisan kepada orang-orang tertentu. Hal ini sejalan dengan pendapat

Margono (1990:165) bahwa wawancara adalah : ”Alat pengumpul

informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk

dijawab secara lisan pula”. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan

kepada guru kelas untuk mengetahui upaya guru untuk meningkatkan

kemampuan anak tunagrahita ringan kelas III dalam pembelajaran

keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay di SLB BC Putra

Buahdua Kabupaten Sumedang.

2. Observasi

42
Observasi yang di maksud dalam penelitian ini adalah untuk melihat,

mengamati, dan mencatat data secara otomatis terhadap fenomena-

fenomerna yang di teliti. Hal ini sejalan dengan pendapat Arikunto

(1996:232), bahwa observasi adalah “suatu teknik yang di lakukan dengan

cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara

sistematis”. Pengumpulan data yang akan penulis laksanakan dengan

melakukan pengamatan langsung untuk mengungkap data tentang

keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay.

C. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

induktif. Analisis induktif dilakukan setelah data terkumpul. Dalam hal ini

peneliti melakukan analisis terhadap setiap tema dari semua data yang

masuk.

Adapun langkah-langkahnya yang dilakukan dalam menganalisis

data ini sebagaimana yang dianjurkan Nasution (1988:129) yaitu:

1. Reduksi data

Reduksi data merupakan kegiatan mengintisarikan data atau

mengambil bagian pokok dari semua data yang telah terkumpul. Dengan

melalui kegiatan reduksi data akan memudahkan peneliti dalam

menentukan data apa saja yang belum ada yang harus diperoleh. Sehingga

kegiatan ini bisa memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah

penulis untuk mengumpulkan data dan mempermudah peneliti untuk

melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya jika diperlukan.

43
2. Display data

Keadaan penelitian baik secara keseluruhan maupun secara bagian-

bagian agar mudah dibaca dan dipahami, data harus dikelompokkan. Cara

menggambarkan data ke dalam kelompok-kelompok tersebut dinamakan

display data.

3. Verifikasi Data dan Kesimpulan

Data yang diperoleh dari beberapa sumber dianalisis untuk

memperoleh perbedaan maupun persamaan jawaban yang dikumpulkan

berdasarkan hasil wawancara dan kemudian dibandingkan. Hasil analisis

tersebut dideskripsikan dalam pembahasan sesuai hasil analisis penulis,

dalam kegiatan ini penulis melakukan verifikasi untuk menjaga tingkat

kepercayaan. Hal ini penulis lakukan dengan meyakinkan kembali kepada

responden tentang kesesuaiaan data yang penulis catat berdasarkan kondisi

nyata di lapangan, setelah itu penulis menanyakan kembali kepada

responden agar hasil lebih akurat.

Hal yang paling penting bagi seorang peneliti harus mampu menarik

kesimpulan tentang data yang telah terkumpul. Kegiatan menarik

kesimpulan ini dilakukan sejak awal dan berkesinambungan.

Hal demikian perlu dilakukan untuk menjaga kestabilan tingkat

kepercayaan penelitian.

D. Instrumen Penelitian

Dalam sebuah penelitian, instrumen sangat penting peranannya,

karena tanpa instrumen tidak akan diperoleh data yang betul-betul dapat

44
dipercaya. Sejalan dengan yang di nyatakan oleh Nasution (1988:223)

bahwa :

Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan menjadikan manusia


sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala
sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus
penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang di gunakan, bahkan
hasil yang di harapkan, itu semuanya tidak dapat di tentukan secara
pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu di
kembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba
tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya
peneliti itu sendiri sebagai alat satu satunya yang dapat
mencapainya.

Hal ini dilakukan karena dalam penelitian deskriptif kualitatif

peneliti merupakan instrumen pokok yang dapat menelaah dan

menafsirkan berbagai keadaan dan sekaligus mengadakan penyesuaian

terhadap kenyataan yang terjadi di lapangan. Selain itu, peneliti sebagai

instrumen dapat mengadakan hubungan langsung dengan responden dan

obyek lainnya serta memahami kaitan-kaitan yang ada di lapangan.

Data utama dalam penelitian kualitatif adalah berupa kata-kata dan

tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen. Untuk

mendapatkan gambaran data yang sesuai dengan tujuan penelitian ini

digunakan teknik pengumpulan data wawancara, observasi dan

dokumentasi. Jadi fungsi dari pedoman observasi dan wawancara adalah

sebagai acuan (guide line) agar penelitian tetap pada jalurnya dan tidak

terlepas dari tujuan yang dicapai.

E. Subyek dan Obyek Penelitian

45
Subjek penelitian ini adalah 3 (tiga) orang siswa dan 3 (tiga) orang

guru kelas III dari masing masing SLB yaitu: SLB BC Putra Buahdua,SLB

Al-Fazza dan SLB Miroojuttaqwa Kabupaten Sumedang. Data yang

diharapkan diperoleh dari ketiga subyek penelitian tersebut meliputi

kemampuan siswa dan upaya guru dalam keseluruhan kegiatan

pembelajaran keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay.

Tabel 3.1
SUBJEK PENELITIAN

NO Nama Jenis Kelamin Usia Keerangan

1. DA P 11 Siswa

2. HY P 11 Siswa

3. OI P 10 Siswa

4. CK P 51 Guru

5. SL P 36 Guru

6 DD L 48 Guru

2. Obyek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi obyek penelitian adalah upaya

guru untuk meningkatkan kemampuan anak tunagrahita ringan kelas III

dalam pembelajaran keterampilan membuat bentuk geometri berbahan

46
clay di SLB BC Putra Buahdua, SLB Al-Fazza, SLB Miroojuttaqwa

Kabupaten Sumedang, yang meliputi aspek – aspek sebagai berikut :

a. Kemampuan anak tunagrahita ringan kelas III di SLB BC Putra

Buahdua, SLB Al-Fazza, SLB Miroojuttaqwa Kabupaten Sumedang

dalam belajar keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay?

b. Upaya guru untuk meningkatkan kemampuan anak tunagrahita ringan

kelas III di SLB BC Putra Buahdua, SLB Al-Fazza, SLB Miroojuttaqwa

Kabupaten Sumedang dalam belajar keterampilan membuat bentuk

geometri berbahan clay?

c. Kesulitan yang di hadapi guru dalam upaya meningkatkan kemampuan

anak tunagrahita ringan kelas III di SLB BC Putra Buahdua, SLB Al-

Fazza, SLB Miroojuttaqwa Kabupaten Sumedang dalam belajar

keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay?

F. Prosedur Penelitian

Secara garis besar prosedur penelitian ini melalui beberapa sebagai

berikut ini, yaitu:

1. Langkah Persiapan

Tahap persiapan ini meliputi kegiatan sebagai berikut :

a. Survey tempat penelitian/studi pendahuluan

Langkah pertama yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah

survey ke tempat yang dituju yaitu SLB BC Putra Buahdua, SLB Al-

Fazza, SLB Miroojuttaqwa Kabupaten Sumedang, untuk mencari

informasi sebagai bahan penelitian.

47
b. Menyusun rancangan penelitian

Pada tahap ini penulis menentukan judul, menyusun proposal

penelitian yang diajukan pada dewan skripsi untuk mendapatkan arahan

dan persetujuan.

c. Administrasi penelitian

Langkah menyeslesaikan administrasi penelitian yaitu :

1) Membuat surat izin penelitian dari Dekan FKIP Universitas

Islam Nusantara Bandung

2) Mengurus surat rekomendasi dari pihak sekolah yang menjadi

tempat penelitian.

d. Menyusun alat pengumpul data

Alat pengumpul data yang dimaksud adalah pedoman wawancara

dan observasi yang dirumuskan dengan mengacu pada instrumen

pertanyaan penelitian. Untuk mengetahui kelayakan alat pengumpul data,

penulis melakukan uji coba pada sampel yang dimiliki karakteristik yang

hampir sama dengan subyek penelitian. Adapun laporan uji coba dan kisi-

kisi instrumen, pedoman wawancara terlampir.

e. Uji Coba

Peneliti melakukan uji coba untuk mengetahui layak tidaknya

instrumen tersebut dalam penelitian. Uji coba dilaksanakan di SLB

Hikmah Mandiri di Kabupaten Sumedang.

f. Menentukan jadwal penelitian

48
Dalam melakukan pelaksanaan penelitian ini tidak terlepas

menentukan waktu.

2. Tahap Eksplorasi

Pada tahap eksplorasi ini proses pengumpulan data dilakukan dengan

teknik observasi dan wawancara.

a. Observasi

Observasi di laksanakan sesuai dengan jadwal yang telah di

tentukan dan kesepakatan bersama antara peneliti dengan responden

dan di setujui oleh pihak pengelola sekolah yaitu kepala sekolah SLB

BC Putra Buahdua, SLB Al-Fazza, SLB Miroojuttaqwa Kabupaten

Sumedang.

Proses observasi di laksanakan untuk mengetahui kemampuan anak

tunagrahita ringan kelas III dalam pembelajaran keterampilan membuat

bentuk geometri berbahan clay. Tujuan melaksanakan observasi yaitu

untuk mengamati keadaan sekolah, guru, keadaan siswa, sarana dan

prasarana penunjang kegiatan pembelajaran, perlengkapan

administratif, alat peraga dan sumber belajar serta mengamati proses

pembelajaran berlangsung yang terjadi di dalam dan di luar ruangan,

peneliti mengamati secara cermat kegiatan belajar mengajar yang di

lakukan oleh responden, kegiatan ini di lakukan beberapa kali

pertemuan sehingga di peroleh data yang di perlukan.

49
b. Wawancara

Penulis melakukan wawancara terhadap 3 (tiga) orang guru kelas

III dari masing-masing SLB yaitu: SLB BC Putra Buahdua, SLB Al-

Fazza, SLB Miroojuttaqwa Kabupaten Sumedang. Di dalam wawancara

ini penulis menyajikan petanyaan yang perlu dijawab, wawancara ini

dilakukan kepada guru secara berulang ulang di saat waktu istirahat

dengan menyajikan banyak pertanyaan untuk mengetahui pelaksanaan

pembelajaran dalam upaya guru meningkatkan kemampuan anak

tunagrahita ringan kelas III dalam pembelajaran keterampilan membuat

bentuk geometri berbahan clay di SLB BC Putra Buahdua, SLB Al-

Fazza, SLB Miroojuttaqwa Kabupaten Sumedang.

c. Dokumentasi

Pada tahapan dokumentasi disini penulis melihat daftar riwayat

anak, melihat hasil asesmen yang telah di berikan dan melihat tentang

keterampilan apa saja yang sudah ada serta mengabadikannya dengan

memotretnya. Dengan tujuan untuk mengatahui keadaan sekolah yang

sebenarnya sesuai dengan kenyataan yang ada di SLB BC Putra

Buahdua, SLB Al-Fazza, SLB Miroojuttaqwa Kabupaten Sumedang.

3. Tahap Chek dan Richek

Pada tahap ini penulis menyampaikan perbandingan data hasil yang

disampaikan dalam observasi dan wawancara, dari hasil tersebut

penulis akan menafsirkan dan menarik kesimpulan yang diambil

berdasarkan hasil yang sudah dianalisis. Peneliti melakukannya

50
berdasarkan setiap indikator yang merupakan dasar penjabaran dari

pertanyaan-pertanyaan penelitian.

4. Tahap Pengolahan Data

Pada tahap ini adalah proses mengumpulkan dan mengolah data

sehingga dapat memberikan gambaran nyata terhadap permasalahan

yang dihadapi.

5. Tahap pelaporan data/penulisan laporan

Tahap yang paling akhir dari seluruh kegiatan penelitian ini adalah

membuat laporan tentang hasil penelitian. Tahap tersebut disusun secara

sistematis agar dapat dipahami dan digunakan oleh berbagai pihak terkait

dengan peneliti.

51
BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Profil Penelitiaan

1. Lembaga

a. SLB Putra Buahdua

SLB Putra Buahdua merupakan lembaga pendidikan luar biasa

swasta di bawah naungan Yayasan Putra Buahdua di Kabupaten Sumedang

yang berdiri pada tanggal 3 Januari pada tahun 1989, beralamat di Jl.

Dorongdong No 38 Kelurahan Buahdua Kecamatan Buahdua Kabupaten

Sumedang.

Yayasan tersebut di ketuai oleh bapak Warsan Sutedja, pada tahun

2011 responden melimpahkan wewenang dan tanggung jawab yayasan

kepada Dra. Entin Sumartini yang saat ini menjabat sebagai kepala

Sekolah. Izin operasional diterbitkan melalui Kanwil Depdikbud Provinsi

52
Jawa barat No. 671/I02/Kep/E 90 pada tanggal 3 November 1990 Dan

NIS 80.2.02.10.10.001.

SLB Putra Buahdua dibangun di atas tanah milik yayasan seluas

525M2 dengan luas bangunan 300M2 dilengkapi fasilitas yang terdiri dari

7 ruang kelas, 1 ruang keterampilan, 1 ruang kepala sekolah, 4 ruang

kamar mandi, 2 ruang gudang, 1 ruang bermain dan 1 ruang sarana olah

raga, serta 1 ruang dapur.

SLB Putra Buahdua di pimpin oleh 1 orang kepala sekolah dibantu 8

orang guru PNS, 70% merupakan Sarjana Pendidikan Luar Biasa dan 3

orang sukwan, jumlah peserta didik secara keseluruhan sebanyak 29 orang

siswa yang ada pada jenjang pendidikan SDLB sebanyak 25 orang,

SMPLB sebanyak 2 orang, dan SMALB sebanyak 2 orang dengan

spesifikasi tunagrahita dan tunarungu, proses kegiatan belajar mengajar

dilaksanakan pagi hari, mulai jam 07.30 sampai jam 13.00 WIB.

SLB Putra Buahdua membina Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

dengan program unggulannya dalam bidang menjahit. Kurikulum yang di

gunakan KTSP 2006 dan sering mendapatkan prestasi dalam bidang

olahraga khususnya dalam cabang olahraga lari dan badminton.

b. SLB AL-FAZA

SLB AL-FAZA dirintis dan didirikan oleh karena kebutuhan

masyarakat sekitar akan pentingnya pemenuhan kebutuhan Pendidikan

Luar Biasa bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Sekolah ini berada di

53
bawah naungan Yayasan Pendidikan Al-Faza yang beralamat di Jalan

Dalem Tanubaya Rt 01 Rw 06 Desa Sindang pakuon Kecamatan

Cimanggung Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa-Barat Kode Pos: 45364.

SLB Al-Faza berdiri dengan akte notaris No.4 tanggal 15 oktober 2010,

izin operasional masih dalam proses. status tanah milik pribadi dengan

luas tanah 2.400m2 dan luas bangunan 1000m2.. Terdiri dari 1 ruang

keterampilan, 4 ruang kelas, 1 ruang seni, 1 dapur kecil dan 3 kamar

mandi.

SLB Al-Fazza di pimpin oleh 1 orang Kepala Sekolah dan di bantu

oleh 4 Guru, jumlah peserta didik secara keseluruhan sebanyak 10 orang

siswa yang ada pada jenjang pendidikan SDLB sebanyak 3 orang, SMPLB

sebanyak 3 orang, dan SMALB sebanyak 4 orang dengan spesifikasi

tunagrahita dan tunarungu. Jenis layanan pendidikan yang ada di sekolah

tersebut yaitu: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunaganda,

tunalaras dan anak autis.

Kurikulum SLB AL-FAZA ini adalah kurikulum operasional yang

disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Kurikulum

yang di gunakan oleh SLB AL-FAZA adalah KTSP, kurikulum ini,

merupakan disain program sekolah sebagai arah atau pedoman dalam

penyusunan program dan pelaksanaan pembelajaran yang penyusunannya

bekerjasama dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Program unggulan

SLB Al- Fazza adalah keterampilan dan olahraga sepak bola. Prestasi yang

pernah di raih mendapat juara 2 dalam lomba membaca Al-quran.

54
c. SLB ABC Mi’roojuttaqwa

SLB ABC Mi’roojuttaqwa beralamat di Jln. Siliwangi No. 176, Rt.

04/Rw.04 Ds. Paseh Kidul Kec. Paseh Kab. Sumedang, berdiri pada

tanggal 21 maret 1990 dengan nomor pendirian sekolah No.

05SLB/JB/III/1990. Sekolah tersebut mendapatkan Surat Keputusan Ijin

Oprasional No. 83/101.12/B/1990 1990-03-19. Sekolah ini merupakan

sekolah swasta dengan NSS: 802021013001. Nomor/Tanggal. Akte

Notaris Nomor 12/Tgl. 19 – 01 – 1989 dengan keputusan Izin Pendirian

dari Kanwil Depdikbud Prov. Jawa Barat. SLB ini memiliki luas tanah

739.3 m2 dan luas bangunan 450 m2

Fasilitas yang terdapat di SLB ini yaitu 10 ruang kelas, 1 ruang

kepala sekolah, 1 ruang guru, 2 ruang kamar mandi. SLB miroojuttaqwa di

pimpin oleh 1 orang kepala sekolah dibantu 7 orang guru PNS,

merupakan Sarjana Pendidikan Luar Biasa dan 4 orang sukwan, jumlah

peserta didik secara keseluruhan sebanyak 33 orang siswa yang ada pada

jenjang pendidikan SDLB sebanyak 20 orang, SMPLB sebanyak 8 orang,

dan SMALB sebanyak 5 orang dengan spesifikasi tunagrahita dan

tunarungu

SLB Mi’roojuttaqwa membina Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

dengan program unggulannya dalam bidang keterampilan. Kurikulum

yang digunakan KTSP 2006 dan sering mendapatkan juga prestasi dalam

bidang seni khususnya angklung.

2. Responden

55
a. Responden Siswa

1) Responden siswa ke satu (RS-1)

Responden berinisial DA jenis kelamin perempuan, berusia

11 tahun, anak bungsu dari tiga bersaudara, yang terlahir dari

pasangan AP dan UT, yang beralamatkan dusun Sumber

Kecamatan Buahdua Kabupaten Sumedang. Ayah responden

bekerja sebagai petani dan ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga,

keadaan ekonomi tergolong sederhana. Responden sangat aktif,

emosi belum stabil, sering berimajinasi, dan juga sangat mudah

terpengaruh dengan lingkungan. Kemampuan akademik responden

sudah dapat menulis dan mengetahui angka dari 1 sampai 10.

2) Responden siswa kedua (RS-2)

Responden ini berinisial HY, berjenis kelamin perempuan,

berusia 11 tahun, terlahir dari pasangan orang tua JS dan YM yang

dua-duanya bekerja sebagai buruh, beralamatkan di dusun Hariang

kecamatan Buahdua, perekonomian keluarga tergolong menengah

ke bawah. Responden mempunyai sifat periang namun apabila ada

orang baru di lingkungannya susah untuk menyesuaikan diri,

responden sering mengganggu temannya, ketika belajar sering

tidak fokus susah untuk memperhatikan dan lebih sering bermain

3) Responden siswa ketiga (RS-3)

Responden berinisial OI, berjenis kelamin perempuan berusia

10 tahun, yang terlahir dari pasangan orangtua yang beinisial JJ

dan YK beralamatkan di dusun Hariang kecamatan Buahdua

56
ayahnya bekerja sebagai wiraswasta dan ibunya bekerja sebagai

ibu rumah tangga. Responden mempunyai sifat pendiam namun

dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, dalam akademik

responden dapat mengikuti pembelajaran.

b. Responden Guru

1) Responden guru kesatu (RG-1)

Responden berinisial CK berjenis kelamin perempuan,

berusia 51 tahun, beralamatkan di dusun Buahdua Kecamatan

Buahdua Kabupaten Sumedang. Status pegawai negeri sipil dengan

masa kerja 18 tahun pendidikan sarjana PLB. Responden sangat

sabar, baik, tidak cepat tersulut emosi, cenderung selalu memberi

kehangatan terhadap siswanya, membuat suasana kelas nyaman

dan ceria sehingga siswa tidak merasa segan, namun sewaktu

waktu dapat memberikan ketegasan dalam mengajarnya. Dalam

melaksanakan tugas penuh dengan rasa tanggung jawab dan

dedikasi yang tinggi.

2) Responden guru kedua (RG-2)

Responden berinisial SL berjenis kelamin perempuan, berusia

36 tahun, beralamatkan di Jalan Paseh Kabupaten Sumedang.

Status pegawai negeri sipil dengan masa kerja 8 tahun pendidikan

sarjana PLB. Responden sangat bijaksana, humoris dan memiliki

rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap keberhasilan belajar

siswa, sehingga siswa merasa nyaman ketika menerima

pembelajaran.

57
3) Responden guru ketiga (RG-3)

Responden berinisial DD berjenis kelamin laki-laki, berusia

48 tahun, beralamatkan di Jalan Parakan Muncang Kabupaten

Sumedang. Status pegawai negeri sipil dengan masa kerja 12 tahun

pendidikan sarjana PLB. Responden sedikit pendiam tetapi dekat

dengan siswa, bertanggung jawab terhadap pekerjaannya, disiplin,

memiliki kreatifitas tinggi sehingga dapat memberikan

pembelajaran keterampilan pada siswa dengan sangat baik.

B. Deskripsi data

1. Hasil observasi

a) Responden siswa kesatu (RS-1)

a) Mengenal alat

Responden mampu menunjukkan dan menyebutkan alat seperti

baskom plastik, gilingan, cetakan persegi dan cetakan segitiga, serta

mampu membedakan alat seperti baskom plastik dan cetakan persegi,

gilingan dan cetakan segitiga.

b) Mengenal bahan

Responden mampu menunjukkan dan menyebutkan bahan seperti lem

kayu, pewarna, minyak goreng, tepung terigu, tepung beras dan

tepung tapioka dengan cara di tujukkan satu persatu oleh guru, tetapi

responden belum mampu membedakan tepung terigu dan tepung

beras, tepung tapioka dan tepung beras apabila tepung di tujukkan

secara bersama sama, akan tetapi responden mampu membedakan lem

58
kayu dengan pewarna, mampu membedakan minyak goreng dan

pewarna.

c) Proses membuat bentuk geometri berbahan clay

(1) Menyiapkan alat dan bahan

Responden mampu menyiapkan alat dan bahan seperti baskom

plastik dan gilingan tetapi masih belum mampu untuk

menyiapkan cetakan. Responden mampu menyiapkan bahan

seperti pewarna, lem kayu dan minyak goreng, tetapi masih

belum dapat menyiapkan tepung terigu, tepung beras dan tepung

tapioka.

(2) Proses pembuatan bentuk geometri berbahan clay.

(a) Memasukkan tepung ke dalam baskom plastik

Setalah menyiapkan baskom plastik, responden mampu

memasukkan ketiga bahan tepung ke dalam baskom yaitu tepung

terigu, tepung beras dan tepung tapioka ke dalam baskom.

(b) Mengaduk bahan tepung sampai merata

Responden mampu mengaduk ketiga bahan yang telah

dimasukkan ke dalam baskom dengan tangan.

(c) Memasukkan lem kayu ke dalam baskom plastik

Setelah mencampur ketiga bahan tepung, responden mampu

memasukkan lem kayu ke dalam baskom plastik sedikit demi

sedikit.

(d) Mengaduk tepung dan lem kayu

59
Responden mampu mengaduk bahan tepung dan lem kayu dengan

menggunakan tangan secara merata hingga adonan menjadi kalis

(e) Menambahkan pewarna pada adonan

Setelah mengaduk tepung, responden mampu menambahkan

pewarna kedalam adonan yang sudah di uleni dengan maerata.

(f) Mencampurkan minyak goreng pada adonan

Tahap selanjutnya, responden dapat memberikan sedikit minyak

goreng pada adonan agar tidak mudah kering saat akan di cetak

dan adonan mudah di keluarkan dari cetakan.

(g) Meratakan adonan clay

Responden mampu mengambil sedikit adonan lalu meratakannya

menggunakan gilingan, namun responden lebih suka

meratakannya dengan menggunakan tangan.

(h) Memberikan minyak pada cetakan

Responden mampu memberi minyak pada cetakan yang akan

digunakan agar cetakan tidak lengket sehingga adonan clay dapat

di keluarkan dengan sempurna.

(i) Membentuk clay dengan cetakan

Untuk membuat bentuk geometri responden mampu

60
membentuk dengan menggunakan cetakan berbentuk segitiga dan

persegi.

(j) Mengeluarkan adonan dari cetakan

Responden mampu mengeluarkan adonan clay dari cetakan

dengan bentuk yang sempurna.

(k) Mengeringkan adonan clay

Responden dapat mengeringkan clay dengan cara di angin-

anginkan sampai clay menjadi kering.

d) Memelihara Alat

(1) Mencuci alat

Responden mampu mencuci menggunakan air dan sabun

kemudian mengeringkan alat, seperti baskom plastik, gilingan dan

cetakan dengan baik dan benar.

(2) Membereskan alat

Responden mampu membereskan alat seperti baskom plastik,

gilingan dan cetakan.

(3) Menyimpan alat

Responden mampu menyimpan alat baskom plastik, gilingan dan

cetakan ketempat semula.

e) Memelihara Bahan

(1) Membersihkan bahan

61
Responden mampu membersihkan sisa bahan seperti tepung

terigu, tepung beras, tepung tapioka, lem kayu, pewarna dan

minyak goreng yang berceceran dengan menggunakan lap.

(2) Membereskan bahan

Responden mampu membereskan sisa bahan seperti tepung

terigu, tepung beras, tepung tapioka, lem kayu, pewarna dan

minyak goreng dengan menutup kembali plastik bahan tersebut.

(3) Menyimpan bahan

Responden mampu menyimpan sisa bahan yang sudah tidak

digunakan seperti tepung terigu, tepung beras, tepung tapioka,

lem kayu, pewarna dan minyak goreng pada tempatnya.

f) Memelihara hasil

(1) Membungkus

Responden mampu dalam membungkus hasil keterampilan

dengan baik.

(2) Mengukur berat tiap bungkus

Dalam mengukur berat hasil ketrampilan responden belum

mampu melakukannya.

(3) Memasukkan label

62
Responden belum mampu memasukkan label ke dalam bungkus.

(4) Menutup bungkus

Responden dapat menutup bungkus hasil keterampilan yang telah

di beri label satu persatu.

(5) Menutup plastik

Responden dapat menutup plastik yang berisi 12 buah hasil

keterampilan.

(6) Mengepak hasil

Responden belum mampu mengepak hasil keterampilan clay.

(7) Memasarkan hasil

Responden belum mampu memasarkan hasil dengan cara

menitipkan ke toko-toko terdekat, menawarkan pada orang tua

dan guru sehingga masih perlu dibimbing.

b) Responden siswa kedua (RS-2)

a) Mengenal alat

Responden mampu menunjukkan dan menyebutkan alat seperti

baskom plastik, gilingan, cetakan persegi dan cetakan segitiga,

responden belum mampu membedakan cetakan persegi dan cetakan

segitiga apabila ditujunkkan secara bersamaan, akan tetapi apabila

tunjukkan satu persatu responden mampu membedakannya.

b) Mengenal bahan

63
Responden mampu menunjukkan dan menyebutkan bahan seperti lem

kayu, pewarna, minyak goreng, tepung terigu, tepung beras dan

tepung tapioka, responden mampu membedakan lem kayu dengan

pewarna dan mampu membedakan minyak goreng dengan pewarna.

c) Proses membuat bentuk geometri berbahan clay

(1) Menyiapkan alat dan bahan

Responden mampu menyiapkan alat seperti baskom plastik,

gilingan dan menyiapkan cetakan. Responden mampu

menyiapkan bahan seperti pewarna, lem kayu dan minyak goreng,

akan tetapi masih belum dapat menyiapkan tepung beras dan

tepung tapioka.

(2) Proses pembuatan bentuk geometri berbahan clay.

(a) Memasukkan tepung ke dalam baskom plastik

Memasukkan ketiga bahan tepung ke dalam baskom plastik,

responden mampu melakukannya dengan baik dan benar.

(b) Mengaduk bahan tepung sampai merata

Sebelum membuat adonan, responden mampu mengaduk

ketiga bahan tepung yang telah di masukkan ke dalam

baskom plastik sampai merata.

(c) Memasukkan lem kayu ke dalam baskom plastik

Responden mampu memasukkan lem kayu ke dalam baskom

plastik sedikit demi sedikit, setelah mencampur ketiga bahan

tepung.

(d) Mengaduk tepung dan lem kayu

64
Mengaduk bahan tepung dengan lem kayu, responden

mampu melakukannya dengan menggunakan tangan namun

belum mampu mengaduk adonan sampai kalis.

(e) Menambahkan pewarna pada adonan

Responden belum mampu menambahkan pewarna ke dalam

adonan masih dengan bantuan dari guru.

(f) Mencampurkan minyak goreng pada adonan

Sebelum adonan dibentuk, adonan diberi sedikit demi sedikit

minyak goreng pada adonan dengan tujuan agar adonan tidak

mudah kering, namun dalam pelaksanaan responden belum

mampu melakukannya masih memerlukan bantuan dan

instruksi dari guru.

(g) Meratakan adonan clay

Responden mampu mengambil sedikit adonan lalu

meratakannya menggunakan gilingan sampai merata.

(h) Memberikan minyak pada cetakan

Responden mampu memberi minyak pada cetakan persegi

dan segitiga dengan tujuan agar cetakan tidak mudah lengket

sehingga adonan dapat di keluarkan dengan sempurna.

(i) Membentuk clay dengan cetakan

Responden membutuhkan bantuan dari guru ketika

membentuk clay dengan cetakan karena masih belum mampu

dalam mencetak clay.

(j) Mengeluarkan adonan dari cetakan

65
Responden mampu mengeluarkan adonan clay dari cetakan

dengan hasil cetakan yang bagus.

(k) Mengeringkan adonan clay

Responden mampu mengeringkan clay yang selesai dicetak

dengan cara diangin-anginkan sampai kering.

d) Memelihara Alat

(1) Mencuci alat

Responden mampu mencuci menggunakan air dan sabun

kemudian mengeringkan alat seperti baskom plastik, gilingan dan

cetakan sesuai dengan instruksi dari guru.

(2) Membereskan alat

Responden mampu membereskan alat seperti baskom plastik,

gilingan dan cetakan dengan menumpuk semua alat dengan rapih.

(3) Menyimpan alat

Setelah membereskan dengan rapih, responden mampu

menyimpan alat baskom plastik, gilingan dan cetakan pada

tempatnya.

e) Memelihara Bahan

(1) Membersihkan bahan

Responden mampu membersihkan sisa bahan seperti tepung

terigu, tepung beras, tepung tapioka, lem kayu, pewarna dan

minyak goreng yang berceceran dengan mengelapnya.

(2) Membereskan bahan

66
Responden mampu membereskan sisa bahan seperti tepung

terigu, tepung beras, tepung tapioka, lem kayu, pewarna dan

minyak goreng dengan menutup kembali tutup bahan tersebut.

(3) Menyimpan bahan

Responden mampu menyimpan sisa bahan seperti tepung terigu,

tepung beras, tepung tapioka, lem kayu, pewarna dan minyak

goreng pada tempatnya dengan rapih.

f) Memelihara hasil

(1) Membungkus

Responden mampu membungkus hasil keterampilan dengan baik

dan benar.

(2) Mengukur berat tiap bungkus

Mengukur berat tiap bungkus hasil keterampilan responden belum

mampu melakukannya.

(3) Memasukkan label

Responden belum mampu memasukkan label ke dalam bungkus.

(4) Menutup bungkus

Responden mampu menutup bungkus hasil keterampilan dengan

baik satu persatu.

(5) Menutup plastik

67
Responden dapat menutup plastik yang berisi 12 buah hasil

keterampilan.

(6) Mengepak hasil

Responden belum mampu mengepak hasil keterampilan masih

memerlukan bantuan guru.

(7) Memasarkan hasil

Responden belum mampu untuk memasarkan hasil keterampilan

ke toko-toko terdekat dengan sekolah.

c) Responden siswa ketiga (RS-3)

a) Mengenal alat

Responden mampu menunjukkan alat seperti baskom plastik,

gilingan, cetakan persegi dan cetakan segitiga, namun responden

belum mampu menyebutkan alat seperti baskom plastik, gilingan

dan cetakan karena mempunyai keterbatasan dalam berbicara,

tetapi responden mampu dalam membedakan baskom plastik dan

cetakan persegi dan mampu membedakan gilingan dan cetakan

segitiga.

b) Mengenal bahan

Responden mampu menunjukkan bahan seperti lem kayu, pewarna,

minyak goreng, tepung terigu, tepung beras dan tepung tapioka,

tetapi responden belum mampu menyebutkan bahan seperti lem

68
kayu, pewarna dan bahan tepung karena mempunyai keterbatasan

dalam berbicara. Responden mampu membedakan lem kayu

dengan pewarna dan mampu membedakan minyak goreng dan

pewarna, akan tetapi responden belum mampu membedakan

tepung tapioka dan tepung beras.

c) Proses membuat bentuk geometri berbahan clay

(1) Menyiapkan alat dan bahan

Responden belum mampu menyiapkan alat dan bahan seperti

baskom plastik, gilingan, menyiapkan cetakan tepung, terigu,

tepung beras, tepung tapioka, pewarna, lem kayu dan minyak

goreng karena tangan responden sedikit kaku sehingga belum

mampu melakukannya dengan optimal.

(2) Proses pembuatan bentuk geometri berbahan clay.

(a) Memasukkan tepung ke dalam baskom plastik

Memasukkan ketiga bahan tepung ke dalam baskom

plastik, responden mampu melakukannya dengan baik tanpa

tercecer.

(b) Mengaduk bahan tepung sampai merata

Sebelum membuat adonan, responden mampu mengaduk

ketiga bahan tepung yang telah di masukkan ke dalam baskom

plastik.

(c) Memasukkan lem kayu ke dalam baskom plastik

69
Responden mampu memasukkan lem kayu ke dalam baskom

plastik sedikit demi sedikit yang berisi adonan tepung.

(d) Mengaduk tepung dan lem kayu

Setelah memasukkan bahan tepung dan lem kayu ke dalam

baskom plastik, responden belum mampu mengaduk semua

bahan dengan benar harus dengan batuan guru karena

tangannya sedikit kaku sehingga responden belum mampu

melakukan secara mandiri.

(e) Menambahkan pewarna pada adonan

Responden belum mampu menambahkan pewarna kedalam

adonan harus dengan bantuan dan instruksi dari guru dan

menggunakan meja sebagai media untuk membantu dalam

mewarnai adonan.

(f) Mencampurkan minyak goreng pada adonan

Responden belum mampu memberi minyak sedikit demi

sedikit pada adonan, masih memerlukan bantuan dari guru.

(g) Meratakan adonan clay

Meratakan adonan, responden mampu mengambil sedikit

adonan lalu meratakannya menggunakan gilingan, namun

responden lebih suka menggunakan tangan.

70
(h) Memberikan minyak pada cetakan

Responden mampu memberi minyak pada cetakan yang akan

digunakan yaitu cetakan persegi dan segitiga.

(i) Membentuk clay dengan cetakan

Responden mampu mencetak sendiri adonan dengan baik

tanpa bantuan dari guru.

(j) Mengeluarkan adonan dari cetakan

Responden belum mampu mengeluarkan adonan clay dari

cetakan harus dengan bantuan dari guru.

(k) Mengeringkan adonan clay

Setelah selesai mencetak, responden mampu mengeringkan

clay dengan cara diangin-anginkan sampai adonan kering.

d) Memelihara Alat

(1) Mencuci alat

Responden belum mampu mencuci dan mengeringkan alat seperti

baskom plastik, gilingan dan cetakan masih membutuhkan bantuan

dan instruksi dari guru karena tangannya sedikit kaku.

(2) Membereskan alat

Responden belum mampu membereskan alat seperti baskom

plastik, gilingan dan cetakan masih memerlukan bantuan dari

guru.

71
(3) Menyimpan alat

Responden mampu menyimpan alat baskom plastik, gilingan dan

cetakan ke tempat semula.

e) Memelihara Bahan

(1) Membersihkan bahan

Responden belum mampu membersihkan sisa bahan seperti

tepung terigu, tepung beras, tepung tapioka, lem kayu, pewarna

dan minyak goreng masih memerlukan bantuan dari guru.

(2) Membereskan bahan

Responden mampu membereskan sisa bahan seperti tepung terigu,

tepung beras, tepung tapioka, lem kayu, pewarna dan minyak

goreng.

(3) Menyimpan bahan

Setelah membereskan bahan, responden mampu menyimpan sisa

bahan yang tidak digunakan seperti tepung terigu, tepung beras,

tepung tapioka, lem kayu, pewarna dan minyak goreng ke

tempatnya.

f) Memelihara hasil

(1) Membungkus

Responden belum mampu membungkus hasil keterampilan dengan

baik masih memerlukan bantuan dari guru.

72
(2) Mengukur berat tiap bungkus

Mengukur hasil keterampilan responden belum mampu

melakukannya.

(3) Memasukkan label

Responden belum mampu memasukkan label ke dalam bungkus.

(4) Menutup bungkus

Responden belum mampu menutup bungkus hasil keterampilan

satu persatu masih memerlukan bantuan dari guru.

(5) Menutup plastik

Responden mampu menutup plastik yang berisi 12 buah hasil

keterampilan dengan baik dan benar.

(6) Mengepak hasil

Responden mampu mengepak hasil hasil keterampilan dengan

rapih.

(7) Memasarkan hasil

Responden belum mampu dalam memasarkan hasil sehingga

responden masih perlu dibimbing.

2. Hasil wawancara

a. Responden guru kesatu (RG-1)

73
1) Upaya guru dalam meningkatkan kemampuan pembelajaran

ketrampilan membuat bentuk geometri berbahan clay

a) Persiapan

(1) Asesmen

Dalam persiapan pembelajaran responden melakukan asesmen

untuk mengetahui kemampuan, ketidakmampuan dan kebutuhan

pembelajaran siswa, selanjutnya hasil asesmen digunakan bahan

untuk menyusun program

Asesmen dilakukan pada saat awal pemebalajaran bertempat di

ruang keterampilan dengan dilengkapi sarana yang menunjang.

seperti materi asesmen berkaitan dengan pembelajaran

keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay, terdiri dari

mengenal alat dan bahan, menyediakan alat dan bahan, proses

pembuatan, memelihara alat dan bahan serta memelihara hasil.

Hasil asesmen merupakan acuan untuk membuat program

pembelajaran.

(2) Menyusun Program

Program pembelajaran dirumuskan dengan mengacu pada

kurikulum yang berlaku dan hasil asesmen. Responden

melakukan penyusunan program pada awal semester. Adapun

program tersebut memuat komponen :

(a) Tujuan

Tujuan dibuat berdasarkan kurikulum pelajaran keterampilan

yang digunakan di sekolah. Tujuan responden dalam menyusun

74
program pembelajaran membuat bentuk geometri berbahan clay

agar anak menegtahui bahan, alat serta proses pembuatan

keterampilan clay.

(b) Materi

Materi yang diberikan kepada siswa tentang keterampilan

membuat bentuk geometri berbahan clay. Responden menetapkan

ruang lingkup materi berdasarkan kemampuan siswa, dan materi

dari buku keterampilan, yang terdiri dari: mengenal alat, bahan,

proses pembuatan, memelihara alat dan bahan serta memelihara

hasil.

(c) Metode

Metode yang digunakan dalam pelajaran membuat bentuk

geometri berbahan clay adalah dengan metode ceramah,

demonstrasi dan tanya jawab tegantung kondisi siswa saat

pembelajaran berlangsung.

(d) Media

Media yang digunakan dalam pembelajaran keterampilan

membuat bentuk geometri berbahan clay adalah yang sesuai

dengan materi pembelajaran melalui benda nyata yang di tunjang

dengan media audio visual.

(e) Waktu

75
Waktu pembelajaran yaitu dua kali dalam satu minggu pada hari

jumat dan sabtu dengan alokasi waktu yaitu 2 jam pelajaran x 1

pertemuan.

(f) Evaluasi

Bentuk evaluasi yang digunakan responden adalah tes kinerja,

evaluasi dilakukan setelah melakukan kegiatan pembelajaran dan

hasilnya di simpan di buku nilai perkembangan anak sebagai

acuan untuk melakukan tindak lanjut terhadap anak.

b) Pelaksanaan

(1) Kegiatan awal

Responden dan siswa berdoa bersama sebelum belajar, setelah

itu responden mengajak siswa bernyanyi untuk meningkatkan

motivasi, kemudian responden melaksanakan apersepsi sebelum

melanjutkan ke materi.

(2) Kegiatan inti

(a) Pada tahap awal di mulai dengan pengenalan alat dan bahan,

responden mengenalkan alat dan bahan dengan cara

menunjukkan, menyebutkan dan membedakan. langsung melalui

benda nyata.

(b) Selanjutnya mempraktekkan keterampilan membuat bentuk

geometri berbahan clay, Responden terlebih dahulu

mencontohkan cara memasukkan bahan ke dalam baskom plastik,

kemudian membuat adonan samapai menjadi kalis dan bisa di

bentuk dengan cetakan, setelah proses pembuatan selesai

76
responden mencontohkan cara memelihara alat dan bahan serta

hasil keterampilan kemudian siswa mengikuti proses

pemeliharaan. Selanjutnya siswa mengikuti langkah langkah yang

di instruksikan oleh guru.

(3) Kegiatan Akhir

Dalam kegiatan akhir responden menyimpulkan materi yang

telah diberikan. Selain itu juga responden melakukan evaluasi baik

tes lisan maupun tes kinerja.

(4) Tindak Lanjut

Pada tahap tindak lanjut responden melakukan bebrapa

tahapan yaitu:

(a) pengulangan terhadap siswa dengan melakukan remedial bagi

anak yang belum mampu, pengulangan maksimal di lakukan 3

kali, pengulangan disatukan dengan pembelajaran lain.

(b) Bagi siswa yang sudah hampir mampu responden melakukan

pengayaan dengan cara memberi peningkatan materi

keterampilan clay pada siswa.

2) Kesulitan yang di hadapi oleh guru

Kesulitan yang dihadapi responden untuk pelajaran keterampilan

membuat geometri berbahan clay yaitu:

(a) Waktu belajar yang sempit, maka terkadang pada saat mengakhiri

pelajaran siswa belum sempat merapikan alat dan bahan yang telah

77
digunakan, sehingga pada evaluasi memelihara alat dan bahan

responden kesulitan karena membutuhkan waktu yang lebih lama.

(b) Responden masih mengalami kesulitan dalam mengarahkan siswa

untuk menirukan bentuk geometri, di karenakan sebagian siswa

belum memahami bentuk geometri.

(c) Responden mengalami kesulitan mengkondisikan siswa agar fokus

dalam pembelajaran keterampilan.

(d) Responden mengalami kesulitan dalam mengajarkan mengepak hasil

keterampilan dalam hitungan perlusin, karena siswa belum

mengetahui bilangan sampai 12.

b. Responden Guru kedua (RG-2)

1) Upaya guru dalam meningkatkan kemampuan pembelajaran

ketrampilan membuat bentuk geometri berbahan clay

a) Persiapan

(1) Asesmen

Asesmen dilakukan oleh responden pada awal pembelajaran,

berupa pengamatan langsung terhadap kemampuan siswa dalam

membuat bentuk geometri berbahan clay, dengan tujuan untuk

mengetahui kemampuan, ketidakmampuan serta keluhan belajar

siswa, yang akan di jadikan acuan untuk membuat program.

(2) Menyusun Program

78
Program di susun berdasarkan hasil asesmen, ruang lingkup

program yang disusun meliputi: tujuan, metode, tempat, alat,

alokasi waktu dan penilaian.

(a) Tujuan

Tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran keterampilan

membuat bentuk geomteri berbahan clay yaitu mengenal

alat dan bahan serta cara membuat bentuk geometri

berbahan clay.

(b) Materi

Ruang lingkup materi yang diberikan dalam pelajaran

keterampilan bagi anak tunagrahita ringan kelas III yaitu

mengenal alat dan bahan, proses membuat bentuk geometri

berbahan clay, memelihara alat dan bahan serta memelihara

hasil.

(c) Metode

Metode yang digunakan dalam pelajaran membuat bentuk

geometri berbahan clay adalah dengan metode ceramah,

demonstrasi dan tanya jawab yang disesuaikan dengan

kondisi siswa saat pembelajaran berlangsung.

(d) Alat

Media yang digunakan dalam pembelajaran keterampilan

membuat bentuk geometri berbahan clay adalah benda asli

seperti lem kayu, minyak goreng, tepung terigu, tepung

79
tapioka, tepung beras, cetakan, dan benda-benda yang

dibutuhkan saat mempraktekkan.

(e) Waktu

Alokasi waktu yang dipergunakan responden adalah sesuai

dengan jadwal pelajaran yang di gunakan yaitu 2 kali

pertemuan dalam satu minggu di lakukan pada hari kamis

dan sabtu, dengan waktu 2 jam pelajaran 1x pertemuan.

(f) Evaluasi

Bentuk evaluasi yang digunakan responden adalah tes

kinerja, evaluasi dilakukan setelah melakukan kegiatan

pembelajaran dan hasilnya di simpan di buku nilai

perkembangan anak sebagai acuan untuk melakukan tindak

lanjut terhadap anak.

b) Pelaksanaan

(1) Kegiatan awal

Kegiatan responden mengabsen siswa sebelum pelajaran dimulai

dilanjutkan dengan memotivasi siswa dengan memberikan pujian.

Langkah selanjutnya menempatkan duduk responden mengatur

sedemikian rupa sehingga siswa senang dalam mengikuti

pelajaran.

(2) Kegiatan inti

Kegiatan inti yang dilakukan oleh responden meliputi:

(a) Pada tahap awal di mulai dengan pengenalan alat dan bahan,

responden mengenalkan alat dan bahan dengan cara

80
menunjukkan, menyebutkan dan membedakan langsung

melalui benda nyata.

(b) Selanjutnya mempraktekkan keterampilan membuat bentuk

geometri berbahan clay, Responden terlebih dahulu

mencontohkan cara memasukkan bahan kedalam baskom

plastik, kemudian membuat adonan samapai menjadi kalis

dan bisa di bentuk dengan cetakan, setelah proses pembuatan

selesai responden mencontohkan cara cara memelihara alat

dan bahan serta hasil keterampilan kemudian siswa

mengikuti proses pemeliharaan. Selanjutnya siswa mengikuti

langkah langkah yang di instruksikan oleh guru.

(3) Kegiatan Akhir

Pada akhir pembelajaran responden selalu mengadakan evaluasi

berupa penilaian baik dalam bentuk lisan maupun praktek.

(4) Tindak Lanjut

Responden mengadakan tindak lanjut dengan memberikan

pengulangan atau remedial bagi siswa yang belum mampu dan

memberikan pengayaan bagi siswa yang hampir mampu membuat

bentuk geometri berbahan clay

2) Kesulitan yang di hadapi oleh Responden

Responden mengalami kesulitan dalam pelajaran keterampilan

membuat bentuk geometri berbahan clay yaitu dalam hal :

81
(a) Pelaksanaan program dengan waktu yang terbatas sehingga

penyampaian materi tidak maksimal.

(b) Menghadapi kondisi siswa yang kurang konsentrasi dan kurang mau

berusaha.

(c) Mengajarkan pengenenalan bahan kepada siswa, di karenakan siswa

mudah lupa sehingga harus di ulang ulang. Seperti membedakan

tepung terigu dan tepung tapioka.

c. Responden guru ketiga (RG-3)

1) Upaya guru dalam meningkatkan kemampuan pembelajaran

ketrampilan membuat bentuk geometri berbahan clay

a) Persiapan

(1) Asesmen

Sebagai upaya persiapan pengajaran keterampilan membuat bentuk

geometri berbahan clay, responden terlebih dahulu melakukan

asesmen berupa pengamatan langsung terhadap kemampuan siswa

dan bertanya pada guru keterampilan lain mengenai kemampuan

siswa. Hasil asesmen digunakan sebagai bahan untuk membuat

program pembelajaran.

(2) Menyusun Program

Program pembelajaran yang disusun oleh responden berdasarkan

hasil asesmen meliputi tujuan, materi, metode, tempat/ lokasi, alat/

media, alokasi waktu dan penilaian.

(a) Tujuan

82
Tujuan yang dicapai dalam pembelajaran keterampilan

membuat bentuk geomteri berbahan menurut responden yaitu

agar siswa mengetahui bentuk geometri dan siswa mengetahui

alat dan bahan untuk membuat bentuk geometri berbahan clay

serta siswa dapat mempraktekkannya.

(b) Materi

Ruang lingkup materi yang diberikan responden yaitu

mencakup mengenal alat dan bahan keterampilan membuat

clay serta mempraktekan proses pembuatan keterampilan.

(c) Metode

Metode yang digunakan dalam pelajaran membuat bentuk

geometri berbahan clay adalah dengan metode ceramah,

demonstrasi dan tanya jawab yang disesuaikan dengan kondisi

siswa saat pembelajaran berlangsung.

(d) Alat

Media yang digunakan dalam pembelajaran keterampilan

membuat bentuk geometri berbahan clay adalah benda nyata

seperti lem kayu, minyak goreng, tepung terigu, tepung

tapioka, tepung beras, cetakan, dan benda-benda yang

dibutuhkan saat mempraktekkan dan menggunakan media

gambar.

(e) Waktu

Alokasi waktu yang dipergunakan responden adalah sesuai

dengan jadwal pelajaran yang digunakan yaitu 2 kali

83
pertemuan dalam satu minggu yaitu 2 jam pelajaran 1 x

pertemuan.

(f) Evaluasi

Penilaian dilakukan setelah proses belajar mengajar berakhir.

b) Pelaksanaan

(1) Kegiatan awal

Sebelum kegiatan pembelajaran berlangsung responden mengabsen

siswa, kemudian melakukan apersepsi. Posisi duduk diatur

sedemikian rupa agar siswa nyaman bergerak dan kegiatan

pembelajaran menyenangkan.

(2) Kegiatan inti

Kegiatan inti yang dilakukan oleh responden meliputi:

(a) Pada tahap pertama responden mengenalkan alat dan bahan

seperti menunjukkan, menyebutkan dan membedakan alat dan

bahan dalam membuat bentuk geometri berbahan clay

(b) Kemudian responden mempraktekkan cara membuat bentuk

geometri berbahan clay, pertama responden mencontohkan cara

memasukkan bahan kedalam baskom plastik, kemudian

mencampur bahan sampai menjadi adonan, setelah adonan kalis

respopnden mencontohkan cara mencetak adonan sampai

mengeringkan adonan clay.

(c) Responden memberikan contoh cara memelihara alat dan bahan

serta memelihara hasil keterampilan yaitu mengajarkan cara

mengemas sampai memasarkan hasil keterampilan.

84
(3) Kegiatan Akhir

Pada akhir pembelajaran responden selalu mengadakan evaluasi

berupa tanya jawab dan demonstrasi.

(4) Tindak Lanjut

(a) Responden mengadakan tindak lanjut dengan cara memberikan

remedial bagi siswa yang belum mampu membuat bentuk

geometri berbahan clay, pengulangan di berikan secara terus

menerus sampai siswa mampu membuat keterampilan.

(b) Bagi siswa yang hampir mampu membuat keterampilan,

responden memberikan pengayaan dengan memberikan materi

keterampilan yang lebih tinggi kepada siswa.

2) Kesulitan yang di hadapi oleh Responden

Kesulitan yang di hadapi oleh responden yaitu:

(a) Responden mengalami keterbatasan dalam waktu karena siswa

tunagrahita ringan lebih memerlukan jam pembelajaran yang lebih

lama.

(b) Responden mengalami kesulitan dalam memfokuskan konsentrasi

siswa dalam mempraktekkan membuat bentuk geometri berbahan

clay

(c) Responden mengalami kesulitan dalam mendapatkan buku sumber

materi yang sesuai dengan kebutuhan siswa.

85
(d) Responden mengalami kesulitan dalam mengajarkan siswa dalam

menakar bahan keterampilan clay.

(e) Responden mengalami kesulitan dalam mengajarkan siswa cara

membungkus hasil keterampilan dengan clay.

C. Analisis Data

1. Hasil observasi

a. Responden siswa ke satu (RS-1)

Responden mampu menunjukkan, menyebutkan alat dan bahan,

untuk membedakan bahan responden mampu membedakan beberapa

bahan. Responden mampu melakukan sebagian besar proses mermbuat

keterampilan geometri berbahan clay sampai pada memelihara alat dan

bahan.

Kesulitan responden dalam membedakan bahan adalah

responden belum mampu membedakan tepung terigu, tepung beras dan

tepung tapioka, karena warna dari ketiga tepung tersebut berwarna

putih dan tekstur tepung sukar untuk di bedakan. Proses dalam

membuat keterampilan bentuk geomeri berbahan clay sebagian besar

proses responden mampu melakukannya sendiri, namun pada saat

menambahkan pewarna pada adonan responden masih memerlukan

bantuan dan intsrruksi dari guru. Responden mengalami kesulitan

dalam memasukkan label ke dalam plastik, responden mengalami

kesulitan dalam mengepak hasil keterampilan dalam beberapa buah.

responden belum mampu mengukur berat tiap bungkus. Responden

86
mengalami kesulitan dalam memasarkan hasil ke toko-toko terdekat,

menawarkan kepada orang tua dan guru.

b. Responden siswa kedua (RS-2)

Kemampuan dalam mengenal alat bahan pada menunjukkan dan

menyebutkan responden mampu melakukannya dengan baik. Dalam

proses pembuatan keterampilan responden sebagian besar mampu

melakukannya, namun ada beberapa tahap proses responden

memerlukan bantuan guru. Responden mampu memelihara alat dan

bahan dengan baik, mampu menyimpan alat dan bahan di tempatnya

dan membersihkan sisa sisa bahan serta mencuci alat yang sudah

dipergunakan. Pada tahap memelihara hasil keterampilan responden

mampu membungkus, menutup bungkus dan menutup plasik.

Kesulitan yang dihadapi responden dalam membedakan alat

ketika membedakan cetakan karena responden masih kurang

memahami bentuk geometri segitiga dan persegi. Kesulitan lain yang

di hadapi responden adalah membedakan bahan tepung yaitu tepung

terigu, tepung beras dan tepung tapioka karena ketiga tepung berwarna

putih sehingga sukar untuk di bedakan dan tekstur ketiga tepung sama

sama halus.

Dalam proses pembuatan keterampilan clay responden

mengalami kesulitan pada saat memberikan minyak goreng,

memberikan pewarna pada adonan masih memerlukan instruksi guru,

kesulitan dalam menimbang berat tiap bungkus, memasukkan label

87
dan kesulitan dalam mengepak hasil keterampilan. Begitu juga pada

tahapan memasarkan hasil keterampilan responden masih belum

mampu untuk memasarkannya ke toko-toko terdekat ataupun

menawarkan hasil keterampilan pada guru dan orang tua.

c. Responden siswa ketiga (RS-3)

Menunjukkan alat dan bahan mampu melakukannya dengan

baik, begitupun membedakan alat dan bahan responden mampu

melakukannya. Responden mampu melakukan beberapa langkah

dalam proses membuat keterampilan bentuk geometri berbahan clay

dengan baik sesuai yang di contohkan oleh guru. Pada tahap

memlihara alat dan bahan responden mampu membereskan serta

menyimpan alat dan bahan rapih pada tempatnya.

Kesulitan yang dihadapi oleh responden dalam menyebutkan

alat dan bahan karena responden mempunyai kesulitan berbicara.

Proses membuat bentuk geometri berbahan clay responden belum

mampu menyiapkan alat dan bahan sendiri karena responden

tangannya sedikit kaku oleh karena itu masih memerlukan bantuan dari

guru, belum mampu mengaduk ketiga bahan tepung, menambahkan

pewarna karena sering tercecer, mengeluarkan adonan dari cetakan

masih memerlukan bantuan. Memelihara hasil seperti menutup plastik

dan mengepak hasil.

Begitu pula dalam tahapan memelihara alat dan bahan

responden mengalami kesulitan dalam mencuci alat, membereskan alat

88
serta membersihkan sisa sisa bahan masih perlu bantuan dari guru,

memasarkan hasil ke toko-toko, menawarkan kepada guru dan orang

tua.

2. Hasil wawancara

a. Responden Guru kesatu (RG-1)

Upaya yang di lakukan oleh responden pada Tahap pertama

responden melakukan asesmen untuk mengetahui kemampuan dan

ketidak mampuan siswa, hasil asesmen di jadikan acuan untuk

membuat program. Penyusuanan program pembelajaran di rumuskan

sesuai dengan kurikulum yang berlaku beserta hasil asesmen

kemampuan siswa, program pembelajran di susun pada awal semester

yang memuat komponen sebagai berikut: tujuan, materi, metode,

media, waktu dan evaluasi.

Dalam tahap pelaksanaan keterampilan membuat bentuk

geometri berbahan clay terdiri dari beberapa kegiatan yaitu kegiatan

awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir. Kegiatan awal pelaksanaan

membuat keterampilan clay dilakukan dengan cara responden

menjelaskan dan memberikan contoh kepada siswa, siswa

mempraktekkan cara membuat bentuk geometri berbahan clay.

Pembelajaran keterampilan diberikan 2 kali pertemuan dalam satu

minggu di lakukan pada hari jumat dan sabtu, dengan waktu 2 jam

pelajaran 1x pertemuan. Responden memberikan pengulangan kembali

pada siswa yang memahami keterampilan tersebut.

89
Responden memberikan latihan kembali dengan cara mengulas

materi tentang membuat keterampilan bentuk geometri berbahan clay

yang sudah diajarkan pada siswa. Selanjutnya diberikan kepada siswa

yang hampir menguasai materi.

Kesulitan yang di alami oleh responden yaitu waktu belajar yang

sempit, terkadang pada saat mengakhiri pelajaran siswa belum sempat

merapikan alat dan bahan yang telah digunakan, sehingga pada

evaluasi memelihara alat dan bahan responden kesulitan karena

membutuhkan waktu yang lebih lama. Sulit mengarahkan siswa untuk

menirukan bentuk geometri, dikarenakan sebagian siswa belum

memahami bentuk geometri. Sulit membuat siswa fokus dalam

tahapan tahapan membuat keterampilan bentuk geometri berbahan

clay. Sulit mengajarkan mengepak hasil keterampilan dalam hitungan

perlusin.

b. Responden Guru kedua (RG-2)

Upaya yang di lakukan oleh responden pada tahap pertama

responden melakukan asessmen dengan pengamatan langsung

terhadap siswa sesuai dengan kemampuan siswa. Program

pembelajaran yang responden buat yaitu mencakup tujuan, media,

materi, metode, alat, waktu dan evaluasi. Tujuan yang ingin di capai

dalam pembelajaran keterampilan membuat bentuk geometri berbahan

clay untuk mengetahui cara pembuatan keterampilan clay dan

mengenalkan bentuk geometri kepada siswa. Metode yang di gunakan

90
adalah ceramah, demonstrasi, dan tanya jawab di sesuaikan dengan

kebutuhan siswa, keterampilan di berikan 2 kali pertemuan dalam satu

minggu di lakukan pada hari kamis dan sabtu, dengan waktu 2 jam

pelajaran 1x pertemuan. Responden melakukan evaluasi dan tes kinerja

untuk menjadikan acuan melakukan tindak lanjut.

Responden melakukan tindak lanjut dengan melakukan remedial

bagi siswa yang belum mampu membuat keterampilan serta responden

melakukan pengayaan bagi siswa yang hampir mampu melakukan

keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay.

Kesulitan yang di hadapi responden pada pelaksanaan program

dengan waktu yang terbatas sehingga penyampaian materi tidak

maksimal. Menghadapi kondisi siswa yang kurang konsentrasi dan

kurang mau berusaha, mengajarkan pengenenalan bahan kepada siswa

dikarenakan siswa mudah lupa sehingga harus diberikan secara

berulang-ulang misalnya dalam hal membedakan tepung terigu dan

tepung beras.

c. Responden Guru ketiga (RG-3)

Upaya yang di lakukan responden pada tahap awal, responden

melakukan asesmen dengan melakukan pengamatan secara langsung

terhadap kemampuan siswa dan meminta pendapat dari guru

sebelumnya mengenai kemampuan siswa yang di ketahui guru.

Responden menyusun program pembelajaran meliputi tujuan, materi,

metode, alokasi waktu dan penilaian. Tujuan yang ingin di capai

91
dalam pembelajaran ini siswa mengetahui bentuk geometri dan siswa

mengetahui alat, bahan dan cara membuat bentuk geometri berbahan

clay di sampaikan dengan menggunakan metode ceramah,

demonstrasi dan tanya jawab, responden menggunakan benda nyata

untuk media pembelajaran, evaluasi di lakukan responden di akhir

pembelajaran.

Pada tahap pelaksanaan pembelajran keterampilan membuat

bentuk geometri berbahan clay terdiri dari 3 (tiga) proses yaitu

kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir. Pada kegiatan awal

responden mengabsen siswa terlebih dahulu kemudian mengatur

tempat duduk siswa agar pembelajaran menjadi nyaman kemudian

responden memberikan apesepsi. Pada kegiatan inti responden

memberikan pembelajaran menunjukkan, menyebutkan dan

membedakan alat dan bahan kemudian responden mempraktekkan cara

membuat bentuk geometri berbahan clay, setelah proses pembelajaran

responden mecontohkan cara memelihara alat, bahan dan hasil

keterampilan. Pada kegiatan akhir responden melakukan evaluasi

dengan tanya jawab dan demonstrasi.

Responden melakukan tindak lanjut dengan melakukan remedial

bagi siswa yang belum mampu membuat keterampilan serta responden

melakukan pengayaan bagi siswa yang hampir mampu melakukan

keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay.

92
Kesulitan yang di hadapi oleh responden mengalami

keterbatasan dalam waktu karena siswa tunagrahita ringan lebih

memerlukan jam pembelajaran yang lebih lama, dalam memfokuskan

konsentrasi siswa ketika mempraktekkan, dalam mendapatkan buku

sumber materi yang sesuai dengan kebutuhan siswa, mengajarkan

siswa pada bagian menakar bahan keterampilan clay, setrta dalam

mengajarkan cara membungkus hasil keterampilan dengan clay.

D. Analisis data silang

Analisis data silang adalah bentuk perbandingan antara tiap

responden. Adapun hasilnya dalah sebagai berikut:

a. Responden Guru 1 dan Responden Guru 2

1) Persamaan

Persamaan pada RG-1 dan RG-2 yaitu pada tahap awal melakukan

asesmen pada siswa untuk mengetahui kemampuan dan

ketidakmampuan siswa. Selanjutnya menyusun program pembelajaran

keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay yang berisi

tujuan, materi, metode, media, alokasi waktu dan evaluasi. Alokasi

waktu yang di gunakan 2 kali pertemuan dalam satu minggu dengan

waktu 2 jam pelajaran 1x pertemuan. Pada tindak lanjut RG-1 dan RG-

2 melakukan remidial bagi siswa yang belum mampu dan memberikan

pengayan bagi siswa yang hampir mampu. Kesulitan yang dialami RG-

93
1 dan RG-2 yaitu dalam terbatasnya waktu pembelajaran dan kesulitan

dalam memfokuskan siswa pada saat pembelajaran berlangsung.

2) Perbedaan

Tujuan pembelajaran RG-1 fokus tujuannya anak mengetahui cara

pembuatan keterampilan clay, sedangkan RG-2 fokus tujuannya siswa

mengenal bentuk geometri. Evaluasi RG-1 menggunakan lisan dan

kinerja sedangkan RG-2 hanya menggunakan kinerja. Kesulitan yang

di hadapi RG-1 dalam mengajarakan cara mencetak bentuk geometri

sedangkan RG-2 tidak mengalaminya. RG-1 kesulitan dalam

mengajarakan cara mengepak hasil, sedangkan RG-2 tidak

mengalaminya.

b. Responden Guru 1 dan Responden Guru 3

1) Persamaan

Persamaan RG-1 dan RG-3 yaitu sama sama melakukan asessmen

sebelum melaksanakan pembelajaran dengan mengamati siswa secara

langsung. RG-1 dan RG-3 menyusun program dengan komponen yang

sama yaitu tujuan, materi, metode, media, alokasi waktu dan evaluasi.

Pada kegiatan awal melakukan absen terlebih dahulu pada siswa dan

memberikan apersepsi, memberikan remedial bagi siswa yang belum

mampu dan memberikan pengayaann bagi siswa yang hampir mampu.

Tujuan yang ingin di capai oleh RG-1 dan RG-3 yaitu ingin

mengajarakan cara pembuatan keterampilan terhadap siswa. Kesulitan

94
yang di hadapi RG-1 dan RG-3 yaitu kurangnya waktu pembelajaran

dalam pembuatan keterampilan clay.

2) Perbedaan

Perbedaan RG-1 dan RG-3 terletak pada kesulitan yang di hadapi yaitu

RG-1 mengalami kesulitan dalam mengajarkan cara mengepak hasil

sedangkan RG-3 tidak mengalami kesulitan, RG-3 mengalami

kesulitan dalam mengajarkan cara menakar bahan sedangkan RG-1

tidak mengalaminya. RG-3 mengalami kesulitan dalam memasukkan

label sedangkan RG-1 tidak mengalaminya.

c. Responden Guru 2 dan Responden Guru 3

1) Persamaan

Persamaan RG-2 dan RG-3 melakukan asesmen terhadap siswa dengan

pengamatan secara langsung. Program pembelajaran terdiri dari

komponen tujuan, materi, media, metode, alokasi waktu dan evaluasi.

Tujuan pembelajaran yang ingin di capai RG-2 dan RG-3 untuk

mengenalkan bentuk geometri dan cara pembuatan keterampilan clay

terhadap siswa. RG-2 dan RG-3 melakukan pengayaan bagi siswa

yang hampir mampu dalam keterampilan membuat bentuk geometri

berbahan clay dan memberikan remedial bagi siswa yang belum

mampu melakukannya. Kesulitan yang di hadapi RG-2 dan RG-3 yaitu

terbatasnya waktu pembelajaran, serta kesulitan dalam memfokuskan

siswa pada saat pembelajaran.

2) Perbedaan

95
Perbedaan pada RG-2 dan RG-3 terletak pada kesulitan, RG-2

mengalami kesulitan dalam mengajarkan pengenalan bahan, sedangkan

RG-3 tidak mengalaminya. RG-3 mengalami kesulitan menakar bahan

sedangkan RG-2 tidak mengalaminya. RG-3 mengalami kesulitan

dalam mengajarkan cara membungkus hasil keterampilan sedangkan

RG-2 tidak mengalaminya. RG-3 mengalami kesulitan dalam

mendapatkan buku sumber sedangkan RG-3 mengalami kesulitan

dalam mendaptkan buku sumber.

E. Jawaban pertanyaan penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian yang dipaparkan pada bab 1

sebelumnya, maka pada bagian ini akan mepaparkan jawaban atas

pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana kemampuan anak tunagrahita ringan kelas III di SLB BC

Putra Buahdua, SLB al-Fazza, SLB Mirrojuttaqwa Kabupaten

Sumedang dalam belajar keterampilan membuat bentuk geometri

berbahan clay?

Berdasarkan hasil penelitian mengenai kemampuan siswa tunagrahita

ringan kelas III di SLB Putra Buahdua, SLB AL-Fazza, SLB

Mi’rojuttaqwa Kabupaten Sumedang dalam pembelajaran keterampilan

membuat bentuk geometri berbahan clay di ketahui bahwa ketiga siswa

tunagrahita mampu menunjukkan, menyebutkan dan membedakan alat

dan bahan clay, dalam mempraktekan keterampilan serta memelihara alat

96
dan bahan membuat bentuk geometri berbahan clay siswa ke 1 dan ke 2

dapat mempraktekkan tanpa ada kendala yang berarti.

Untuk siswa ke 3 mengalami kesulitan dalam beberapa tahapan

seperti menyebutkan alat dan bahan karena mempunyai kesulitan

berbicara, selain itu siswa ke 3 mengalami kesulitan dalam membuat

adonan, memberi pewarna dan minyak goreng pada adonan karena

tangannya kaku sehingga masih memerlukan bantuan dari guru dan siswa

ke 3 sudah mampu dalam membereskan dan membersihkan alat dan bahan

dengan baik.

Pada umumnya dari ketiga siswa yang di teliti mampu

mempraktekkan keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay.

Masih ada 1 siswa memerlukan latihan yang teratur dan bimbingan guru

agar lebih menguasai keterampilan

2. Bagaimana upaya guru untuk meningkatkan kemampuan anak

tunagrahita ringan kelas III di SLB BC Putra Buahdua, SLB Al-Fazza,

SLB Mirrojuttaqwa Kabupaten Sumedang dalam belajar keterampilan

membuat bentuk geometri berbahan clay?

Untuk menjawab pertanyaan penelitian mengenai upaya guru dalam

meningkatkan keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay bagi

siswa tunagrahita ringan akan dipaparkan di bawah ini :

Upaya yang di lakukan berupa pelaksanaan asesmen terhadap

kemamapuan siswa, asesmen di lakukan dengan cara mengamati siswa

97
secara langsung dan menanyakan kemampuan siswa pada guru

keterampilan. Program di buat oleh guru mengacu pada hasil asesmen

yang terdiri dari tujuan, materi, metode, media, alokasi waktu, dan

evaluasi. Tujuan pembelajaran untuk mengenalkan bentuk geometri dan

diharapkan dapat meningkatkan keterampilan serta kreatifitas pada siswa.

Metode yang di gunakan yaitu ceramah, demontrasi dan tanya jawab

tergantung dari kondisi siswa, media pembelajaran yang digunakan berupa

media nyata.

Evaluasi dilakukan oleh guru pada saat pembelajaran berakhir,

bentuk evaluasi yang di gunakan setiap guru beragam seperti tes lisan dan

kinerja. Untuk tindak lanjut guru melakukan pengulangan bagi siswa yang

belum mampu serta melakukan pengayaan bagi siswa yang hampir mampu

dalam membuat keterampilan.

3. Bagaimana kesulitan yang dihadapi guru dalam upaya meningkatkan

kemampuan anak tunagrahita ringan kelas III di SLB BC Putra

Buahdua, SLB Al-Fazza, SLB Mirrojuttaqwa Kabupaten Sumedang

dalam belajar keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay?

Upaya meningkatkan pembelajaran keterampilan membuat bentuk

geometri berbahan clay bagi anak tunagrahita ringan, guru menghadapi

kesulitan seperti yang dipaparkan di bawah ini:

Kesulitan yang sama dihadapi oleh ketiga guru yaitu terhadap

kurangnya waktu dalam pembelajaran sehingga tahapan dalam

pembelajaran keterampilan clay sering tidak tersampaikan sampai tahap

98
akhir, selain itu kondisi siswa terkadang malas untuk mengikuti

pembelajaran keterampilan siswa harus sering diberi motivasi oleh guru,

selain kedua hal di atas guru kesulitan mendapatkan buku sumber yang

sesuai bagi siswa tunagrahita.

Proses pembelajaran keterampilan guru ke-1 mengalami kesulitan

dalam mengajarkan cara mengepak hasil keterampilan, guru ke-2

mengalami kesulitan dalam mengajarkan cara pengenalan bahan terutama

bahan tepung yang terdiri dari tepung terigu, tepung beras dan tepung

tapioka. guru ke-3 mengalami kesulitan dalam mengajarkan cara menakar

bahan kepada siswa serta mengalami kesulitan dalam mengajarkan cara

membungkus hasil keterampilan.

BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan pengolahan dan analisis data pada bab sebelumnya,

diperoleh simpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mengenai

upaya guru dalam meningkatkan kemampuan keterampilan membuat

bentuk geometri berbahan clay bagi anak tunagrahita ringan.

A. Simpulan

Pada bab ini merupakan simpulan umum dan kesimpulan khusus.

1. Simpulan umum

99
Anak tunagrahita ringan adalah anak yang mengalami keterbatasan

kecerdasan dan terlambat dalam adaptasi perilaku terhadap lingkungan

sedemikian rupa dan terjadi selama masa perkembangan (0-18 tahun).

Meskipun kecerdasan dan adaptasi sosialnya terhambat, namun mereka

mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam bidang pelajaran

akademik, penyesuaian sosial, dan kemampuan bekerja. Selain itu masalah

anak tunagrahita ringan sangat kompleks, mereka mengalami kesulitan

gerakan/motorik, gangguan bicara, gangguan kecerdasan, gangguan

tingkah laku dan gangguan emosi.

Oleh karena itu anak tunagrahita ringan perlu mendapatkan layanan

pendidikan khusus agar mereka mampu mengembangkan diri dan

mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki. Salah satu program

pendidikan yang dikembangkan bagi anak tunagrahita ringan adalah

membuat keterampilan geometri berbahan clay.

Pembelajaran keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay

sangat berguna untuk melatih motorik halus serta melatih ketelitian,

kreatifitas, ketekunan dan kesabaran anak tunagrahita ringan. Selain hal itu

keterampilan dapat mengarahkan anak tunagrahita ringan untuk mencapai

kemandirian serta menghasilkan pendapatan karena hasil dari keterampilan

dapat di pasarkan sehingga membantu dalam perekonomiannya.

2. Simpulan Khusus

Simpulan secara khusus akan upaya guru dalam meningkatkan

pembelajaran keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay pada

100
anak tunagrahita ringan kelas III di SLB Putra Buahdua, SLB

Miroojuttaqwq, SLB Al-Fazza Kabupaten Sumedang adalah:

Kemampuan anak tunagrahita ringan kelas III di SLB BC Putra

Buahdua, SLB Miroojuttaqwa, SLB Al-Fazza Kabupaten Sumedang dalam

proses membuat keterampilan mulai dari mengenal bahan dan alat, proses

membuat keterampilan clay, memelihara alat dan bahan serta memelihara

hasil sudah baik. Walaupun dalam pelaksaannya masih terbentur dengan

masalah dan hambatan-hambatan, seperti sulitnya siswa dalam

membedakan alat dan bahan. Dalam proses membuat keterampilan rata-

rata mereka mampu melaksanakannya mulai dari proses kegiatan

menyiapkan alat dan bahan, tetapi pemasaran belum di lakukan dengan

baik karena masih mengalami kendala namun guru terus mendorong dan

memotivasinya supaya anak berhasil memasarkannya.

Upaya guru untuk meningkatkan kemampuan anak tunagrahita

ringan kelas III di SLB BC Putra Buahdua, SLB Miroojuttaqwa, SLB Al-

Fazza Kabupaten Sumedang dalam meningkatkan pembelajaran

keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay pada anak

tunagrahita ringan yaitu pada tahap pertama guru melakukan asesmen

kemudian guru membuat program yang di sesuaikan dengan hasil

asesmen. Melaksanakan pembelajaran yang terdiri dari kegiatan awal, inti

dan akhir, pada kegiatan inti guru berupaya mejelaskan dan

mendemonstrasikan cara pembuatan clay, dengan metode yag bervariatif

dan alat yang menarik. Upaya lain yang di lakukan oleh guru yaitu

101
mengajarkan anak untuk dapat mengemas hasil keterampilan agar menjadi

lebih menarik dan dapat di jual ke masyarakat.

Kesulitan yang dihadapi guru dalam upaya meningkatkan

kemampuan anak tunagrahita ringan kelas III di SLB BC Putra Buahdua

Kabupaten Sumedang, SLB Miroojuttaqwa, SLB Al-Fazza dalam belajar

keterampilan membuat bentuk geometri berbahan clay yaitu terletak pada

meningkatkan kemauan anak untuk mempelajari karena masih ada anak

yang terlihat tidak terlalu tertarik untuk mengerjakan keterampilan ini,

untuk menirukan bentuk geometri guru mengalami kesulitan dalam

mengarahkan siswa, kesulitan dalam mengajarkan cara memelihara hasil

keterampilan dan dalam menakar bahan. Kendala lain yang di hadapi oleh

guru yaitu terbatasnya buku sumber. dan pada saat memberikan materi

untuk memfokuskan anak dalam belajar.

3. Rekomendasi

Berdasarkan data dan fakta yang penulis dapat dari penelitian ini

ternyata masih ada beberapa kekurangan yang harus diperbaiki, untuk itu

penulis mengemukakan rekomendasi untuk kemajuan pendidikan.

Rekomendasi ditujukan kepada:

1. Bagi Kepala Sekolah

Berdasarkan hasil observasi di sekolah sekolah tersebut fasilitas yang

ada di pandang masih kurang memadai sehingga peningkatan

pembelajaran tidak dapat menjadi optimal, mengingat bahwa peningkatan

hasil pembelajaran dipengaruhi oleh kelengkapan alat peraga dan media

pembelajaran, maka hendaknya pemimpin sekolah melengkapi

102
sarana/prasarana yaitu dengan mengadakan ruangan khusus keterampilan

dan alat-alat untuk pembelajaran keterampilan membuat keterampilan

bentuk geometri berbahan clay bagi siswa agar proses pembelajaran

keterampilan berjalan lancar.

Sarana dan prasarana merupakan suatu penunjang yang sangat

berpengaruh di dalam pembelajaran. Oleh karena itu, hendaknya pihak

sekolah melengkapi sarana dan prasarana yang mendukung dalam

pembelajaran keterampilan.

2. Bagi Orang Tua

Dari yang penulis teliti, orang tua terlihat acuh tak acuh terhadap

kemajuan belajar siswa sedangkan kemajuan belajar anak tidak dapat

dipisahkan dari perhatian dan dukungan orang tua, untuk itu diperlukan

kerjasama antara guru dan orang tua untuk senantiasa memantau

perkembangan dan motivasi anak baik secara langsung ataupun tidak

langsung. Selain itu orang tua juga diharapkan dapat melatih anak di

rumah dengan mempraktekan proses pembuatan membuat keterampilan

bentuk geometri berbahan clay karena alat dan bahannya sederhana dan

mudah di dapat sehingga memungkinkan orang tua untuk

mempraktekannya di rumah. Selain itu, orang tua mengadakan komunikasi

dengan guru untuk menetapkan pola pembelajaran keterampilan membuat

bentuk geometri berbahan clay agar polanya sejalan dengan yang di

berikan di sekolah sehingga mendapatkan hasil yang optimal.

3. Bagi Guru

103
Melihat guru yang penulis teliti pada saat observasi guru masih

belum menyiapkan peserta didik untuk memulai pembelajaran maka dari

itu untuk mencapai, pembelajaran yang optimal, sebelum menempatkan

anak di sekolah, guru sebaiknya melakukan asesmen dengan tujuan

mengetahui kemampuan dan kebutuhan masing-masing anak dalam

kegiatan pembelajaran. Guru diharapkan dapat menyampaikan program

pembelajaran secara sistematis. Untuk penyampaian materi tentang

membuat keterampilan bentuk geometri berbahan clay, yang selanjutnya

disusul kepada pihak lembaga. Cara lain yang dapat ditempuh misalnya

melakukan kerjasama dengan orang tua untuk menerapkan kemandirian

dalam menyelesaikan tugasnya.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian membuat bentuk geometri berbahan clay bagi anak

tunagrahita ringan kelas III, bagi peneliti selanjutnya di harapkan dapat di

jadikan acuan atau referensi bagi penulis selanjutnya. Di harapkan penulis

selanjutnya dapat mengembangkan pembelajaran keterampilan yang telah

penulis teliti.

B. Penutup

Akhirnya kegiatan penelitian ini, penulis panjatkan puji dan syukur

kepada Alloh SWT yang mana berkat karunia-Nya berakhir kegiatan

penelitian ini. Meskipun sangat penulis sadari bahwa hasil penelitian ini

masih jauh dari sempurna, namun apa yang telah tersampaikan dalam

penulisan ini semoga memberi manfaat bagi kita sekalian. Dengan segala

104
kerendahan hati penulis harapkan saran dan kritik yang membangun bagi

kebaikan skripsi ini.

Penulis hanya dapat menyajikan sesederhana mungkin, untuk itu

penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun. Mudah-

mudahan penelitian ini dapat berguna khususnya bagi peneliti dan pada

umumnya semoga dapat berguna sebagai sumbangsih penulis terhadap

dunia pendidikan luar biasa.

105

Anda mungkin juga menyukai