Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH KONSEP DASAR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KRETINISME

Oleh:
KELOMPOK 3
Ahmad Syarif 1814201210003
Annisa Hafizah 1814201210008
Annesia Stefani Ismail 1814201210006
Antos Anggrawan 1814201210009
Aulia Fitriani 1814201210011
Erna Lidia Sari 1814201210018
Ermina 1814201210017
Ervina Oktaviani 1814201210021
Farid Ma’ruf 1814201210024
Fenny Rahmanoor Astuti 1814201210026
Helena Adventia 1814201210031

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN ALIH JENIS


FAKULTAS KEPERAWTAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
DAFTAR ISI

Halaman Sampul ................................................................................................... i


Daftar Isi................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 4
A. Anatomi Fisiologi ........................................................................................ 4
B. Definisi ........................................................................................................ 7
C. Etiologi dan Klasifikasi ............................................................................... 8
D. Patofisiologi ................................................................................................. 11
E. Manifestasi Klinis ........................................................................................ 12
F. Pemeriksaan Diagnostik .............................................................................. 14
G. Penatalaksanaan ........................................................................................... 14
H. Prognosis ..................................................................................................... 16
I. Asuhan Keperawatan ................................................................................... 17
BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 24
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Kelenjar tiroid janin berasal dari endoderm foregut yang kemudian bermigrasi ke
inferior sampai ke daerah kartilago tiroid. Segala sesuatu yang terjadi selama proses
migrasi ini dapat menyebabkan terjadinya tiroid ektopik. Pada usia 7 minggu, kelenjar
tiroid sudah terdiri dari 2 lobus.
Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) mulai terdapat dalam neuron pada
neonatus saat usia 4 minggu sedangkan Tiroid Stimulating Hormone (TSH) mulai
dihasilkan oleh hipofisis pada usia 9 minggu, dan dapat dideteksi dalam sirkulasi pada
usia 11 sampai 12 minggu. Kadar TSH dalam darah mulai meningkat pada usia 12
minggu sampai aterm. Pada usia 4 minggu, janin mulai mensintesis tiroglobulin.
Aktivitas tiroid mulai tampak pada usia 8 minggu kehamilan. Pada usia kehamilan 8
sampai 10 minggu, janin dapat melakukan ambilan (trapping) iodium dan pada usia 12
minggu dapat memproduksi T4 yang secara bertahap kadarnya terus meningkat sampai
mencapai usia 36 minggu. Produksi TRH oleh hipotalamus dan TSH oleh hipofisis
terjadi dalam waktu yang berrsamaan, tetapi integrasi dan fungsi aksis hipotalamus-
hipofisis-tiroid dengan mekanisme umpan baliknya belum terjadi sampai trimester
kedua kehamilan.
Sebelum memasuki trimester kedua kehamilan, perkembangan normal janin
sangat bergantung pada hormon tiroid ibu. Kira-kira sepertiga kadar T4 ibu dapat
melewati plasenta dan masuk ke janin. Apabila ibu hamil mengalami kelainan tiroid
atau mendapatkan pengobatan anti tiroid, misalnya penyakit Grave’s maka, obat anti
tiroid juga melewati plasenta sehingga janin beresiko mengalami hipotiroid.
Sesudah bayi lahir terjadi kenaikan TSH mendadak yang menyebabkan
peningkatan kadar T3 dan T4 yang kemudian secara perlahan-lahan menurun dalam 4
minggu pertama kehidupan bayi. Pada bayi prematur kadar T4 saat lahir rendah
kemudian meningkat mencapai kadar bayi aterm dalam usia 6 minggu. Semua tahap

1
2

yang melibatkan sintesis hormon tiroid termasuk trapping, oksidasi, organifikasi,


coupling dan sekresinya berada di bawah pengaruh TSH.
Hipotiroidisme neonatal adalah penurunan produksi hormon tiroid pada bayi
baru lahir. Dalam kasus yang sangat langka, tidak ada hormon tiroid yang
diproduksi.Jika bayi lahir dengan kondisi tersebut, maka disebut hipotiroidisme
kongenital. Jika berkembang segera setelah lahir, hal itu disebut hipotiroidisme
diperoleh pada periode baru lahir.
Merupakan suatu kondisi bawaan yang ditandai dengan hipotiroidisme parah dan
sering dikaitkan dengan kelainan endokrin lainnya. Gangguan terjadi biasanya di
daerah di mana diet kekurangan yodium dan mana gondok umum.
Hipotiroidisme congenital merupakan penyebab retardasi mental tersering yang
dapat diobati, disebabkan karena tidak adekuatnya produksi hormone tiroid pada bayi
baru lahir. Hal ini terjadi karena defek anatomic kelenjar tiroid, “inborn error”
metabolisme tiroid, atau defesiensi yodium. Di seluruh dunia, defesiensi yodium
merupakan penyebab terbanyak hipotiroidieme congenital. Pada daerah dengan
defesiensi yodium yang sangat berat, hipotiroidisme congenital endemic(cretin
endemic) secara klinis ditandai dengan retardasi mental,perawakan pendek, bisu tuli,
dan kelainan neurologi spesifik. Sedangkan hipotiroidisme sporadic (cretin sporadic)
terjadi di daerah nonendemik, dan penyebabnya adalah tidak ada atau tidak
berfungsinya kelenjar tiroid, 80% disebabkan oleh agenesis dan disgenesis
tiroid.(susanto,2009)
Hipotiroid kongenital adalah suatu keadaan hormon tiroid yang tidak adekuat
pada bayi baru lahir sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh yang dapat
disebabkan oleh kelainan anatomi kelenjar tiroid, kelainan genetik, kesalahan
biosintesis tiroksin serta pengaruh lingkungan.
Kecepatan pertumbuhan tidak berlangsung secara kontinu selama masa
pertumbuhan, demikian juga faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan.
Pertumbuhan janin, tampaknya sebagian besar tidak bergantung pada control hormon,
ukuran saat lahir terutama ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor
3

hormon mulai berperan penting dalam mengatur pertumbuhan setelah lahir. Faktor
genetik dan nutrisi juga sangat mempengaruhi pertumbuhan pada masa ini.
Kelenjar tiroid yang bekerja dibawah pengaruh kelenjar hipofisis, tempat
diproduksinya hormon tireotropik. Hormone ini mengatur produksi hormone tiroid,
yaitu tiroksin (T4) dan triiodo-tironin (T3). Kedua hormone tersebut dibentuk dari
monoiodo-tirosin dan diiodo-tirosin. Untuk itu diperlukan dalam proses metabolic
didalam badan, terutama dalam pemakaian oksigen. Selain itu juga merangsang sintesis
protein dan mempengaruhi metabolisme karbohidrat, lemak dan vitamin. Hormon ini
juga diperlukan untuk mengolah karoten menjadi vitamin A. Hormone tiroid esensial
juga sangat penting untuk pertumbuhan tetapi ia sendiri tidak secara langsung
bertanggung jawab menimbulkan efek hormone pertumbuhan. Hormone ini berperan
permisif dalam mendorong pertumbuhan tulang, efek hormone pertumbuhna akan
maksimum hanya apabila terdapat hormone tiroid dalam jumlah yang adekuat.
Akibatnya, pada anak hipotiroid pertumbuhan akan terganggu, tetapi hipersekresi
hormone tiroid tidak menyebabkan pertumbuhan berlebihan.
Tiroksin mengandung banyak iodium. Kekurangan iodium dalam makanan
dalam waktu panjang mengakibatkan pembesaran kelenjar gondok karena kelenjar ini
harus bekerja keras untuk membentuk tiroksin. Kekurangan tiroksin menurunkan
kecepatan metabolisme sehingga pertumbuhan lambat dan kecerdasan menurun. Bila
ini terjadi pada anak-anak mengakibatkan kretinisme.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi
Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus jaringan endokrin yang menyatu di
bagian tengah oleh bagian sempit kelenjar, sehingga kelenjar ini tampak seperti
dasi kupu-kupu. Kelenjar ini bahkan terletak di posisi yang tepat untuk
pemasangan dasi kupu-kupu, yaitu berada di atas trakea, tepat di bawah laring.
Sel-sel sekretorik utama tiroid tersusun menjadi gelembung- gelembung
berongga, yang masing-masing membentuk unit fungsional yang disebut folikel.
Dengan demikian sel-sel sekretorik ini sering disebut sebagai sel folikel. Pada
potongan mikroskopik, folikel tampak sebagai cincin-cincin sel folikel yang
meliputi lumen bagian dalam yang dipenuhi koloid, suatu bahan yang berfungsi
sebagai tempat penyimpanan untuk hormon tiroid.
Konstituen utama koloid adalah molekul besar dan kompleks yang dikenal
sebagai tiroglobulin, yang di dalamnya berisi hormon-hormon tiroid dalam
berbagai tahap pembentukannya. Sel-sel folikel menghasilkan dua hormon yang
mengandung iodium, yang berasal dari asam amino tirosin, yaitu tetraiodotironin
(T4 atau tiroksin) dan triodotironin (T3). Awalan tetra dan tri serta huruf bawaan
4 dan 3 menandakan jumlah atom Iodium yang masing-masing terdapat di dalam
setiap molekul hormon. kedua hormon ini yang secara kolektif disebut sebagai
hormon tiroid, merupakan regulator penting bagi laju metabolisme basal
keseluruhan.
Di ruang interstisium di antara folikel-folikel terdapat sel sekretorik jenis
lain, yaitu sel C (disebut demikian karena mengeluarkan hormon peptida
kalsitonin), yang berperan dalam metabolisme kalsium. Kalsitonin sama sekali
tidak berkaitan dengan kedua hormon tiroid utama di atas. Seluruh langkah
sintesis hormon tiroid berlangsung di molekul besar tiroglobulin, yang kemudian

4
5

menyimpan hormon-hormon tersebut. bahan dasar untuk sintesis hormon tiroid


adalah tirosin dan Iodium, yang keduanya harus diserap dari darah oleh sel-sel
folikel. Tirosin suatu asam amino, disintesis dalam jumlah memadai oleh tubuh,
sehingga bukan merupakan kebutuhan esensial dalam makanan. di pihak lain
Iodium yang diperlukan untuk sintesis hormon tiroid, harus diperoleh dari
makanan.
Sintesis hormon tiroid berlangsung di molekul tiroglobulin di dalam
koloid. Tiroglobulin itu sendiri dihasilkan oleh kompleks golgi retikulum
endoplasma sel folikel tiroid. Tirosin menyatu ke dalam molekul tiroglobulin
sewaktu molekul besar ini diproduksi. Setelah diproduksi, tiroglobulin yang
mengandung tirosin dikeluarkan dari sel folikel ke dalam koloid melalui
eksositosis. Tiroid menangkap Iodium dari darah dan memindahkannya ke dalam
koloid melalui suatu “pompa Iodium” yang sangat aktif atau “Iodine trapping
mechanism” protein pembawa yang sangat kuat dan memerlukan energi yang
terletak di membran luar sel folikel. Hampir semua Iodium di tubuh dipindahkan
melawan gradien konsentrasinya ke kelenjar tiroid untuk mensintesis hormon
tiroid. Selain untuk sintesis hormon tiroid, Iodium tidak memiliki manfaat lain di
tubuh.
Dalam koloid, Iodium dengan cepat melekat ke sebuah tirosin di dalam
molekul tiroglobulin. Perlekatan sebuah Iodium ke tirosin menghasilkan
monoiodotirosin (MIT). Perlekatan dua Iodium ke tirosin menghasilkan
diiodotirosin (DIT). Kemudian, terjadi proses penggabungan antara molekul-
molekul tirosin beriodium untuk membentuk hormon tiroid. Penggabungan dua
DIT (masing-masing mengandung dua atom iodium) menghasilkan (T4
atautiroksin), yaitu bentuk hormon tiroid dengan empat Iodium. Penggabungan
satu MIT (dengan satu iodium) dan satu DIT (dengan dua iodium) menghasilkan
triiodotironin atau T3 (dengan tiga iodium). Penggabungan tidak terjadi antara
dua molekul MIT. Karena reaksi-reaksi ini berlangsung di dalam molekul
tiroglobulin, semua produk tetap melekat ke protein besar tersebut. Hormon-
6

hormon tiroid tetap disimpan dalam bentuk ini di koloid sampai mereka dipecah
dan disekresikan. Diperkirakan bahwa jumlah hormon tiroid yang secara normal
disimpan di koloid cukup untuk memasok kebutuhan tubuh untuk beberapa
bulan.
2. Fisiologi
Kelenjar tiroid janin berasal dari endoderm foregut yang kemudian
bermigrasi ke inferior sampai ke daerah kartilago tiroid. Segala sesuatu yang
terjadi selama proses migrasi ini dapat menyebabkan terjadinya tiroid ektopik.
Pada usia 7 minggu, kelenjar tiroid sudah terdiri dari 2 lobus.
Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) mulai terdapat dalam neuron pada
neonatus saat usia 4 minggu sedangkan Thyroid Stimulating Hormone (TSH)
mulai dihasilkan oleh hipofisis pada usia 9 minggu, dan dapat dideteksi dalam
sirkulasi pada usia 11 sampai 12 minggu. Kadar TSH dalam darah mulai
meningkat pada usia 12 minggu sampai aterm. Pada usia 4 minggu, janin mulai
mensintesis tiroglobulin. Aktivitas tiroid mulai tampak pada usia 8 minggu
kehamilan. Pada usia kehamilan 8 sampai 10 minggu, janin dapat melakukan
ambilan (trapping) iodium dan pada usia 12 minggu dapat memproduksi T4 yang
secara bertahap kadarnya terus meningkat sampai mencapai usia 36 minggu.
Produksi TRH oleh hipotalamus dan TSH oleh hipofisis terjadi dalam waktu
yang bersamaan, tetapi integrasi dan fungsi aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid
dengan mekanisme umpan baliknya belum terjadi sampai trimester kedua
kehamilan.
Sebelum memasuki trimester kedua kehamilan, perkembangan normal
janin sangat bergantung pada hormon tiroid ibu. Kira-kira sepertiga kadar T4 ibu
dapat melewati plasenta dan masuk ke janin. Apabila ibu hamil mengalami
kelainan tiroid atau mendapatkan pengobatan anti tiroid, misalnya penyakit
Grave’s maka, obat anti tiroid juga melewati plasenta sehingga janin berisiko
mengalami hipotiroid. Sesudah bayi lahir terjadi kenaikan TSH mendadak yang
menyebabkan peningkatan kadar T3 dan T4 yang kemudian secara perlahan-
7

lahan menurun dalam 4 minggu pertama kehidupan bayi. Pada bayi prematur
kadar T4 saat lahir rendah kemudian meningkat mencapai kadar bayi aterm
dalam usia 6 minggu. Semua tahap yang melibatkan sintesis hormon tiroid
termasuk trapping, oksidasi,organifikasi, coupling dan sekresinya berada di
bawah pengaruh TSH.

B. Definisi
Kretinisme adalah suatu kelainan hormonal pada anak-anak. Ini terjadi akibat
kurangnya hormon tiroid. Penderita kelainan ini mengalami kelambatan dalam
perkembangan fisik maupun mentalnya. Kretinisme dapat diderita sejak lahir atau
pada awal masa kanak-kanak (Adrian, 2011). Kretinisme yaitu perawakan pendek
akibat kurangnya hormon tiroid dalam tubuh (Qeeya, 2010).
Kretinisme adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh kurangnya kelenjar
tiroid mengeluarkan secret pada waktu bayi, berupa hambatan pertumbuhan mental
dan fisik (Pearce, 2002).
Hipotiroidisme neonatal adalah penurunan produksi hormon tiroid pada bayi
baru lahir. Dalam kasus yang sangat langka, tidak ada hormon tiroid yang
diproduksi. Jika bayi lahir dengan kondisi tersebut, maka disebut hipotiroidisme
kongenital. Jika berkembang segera setelah lahir, hal itu disebut hipotiroidisme
diperoleh pada periode baru lahir.
Hipotiroidisme Kongenital merupakan penyebab retardasi mental tersering
yang dapat diobati, disebabkan karena tidak adekuatnya produksi hormone tiroid
pada bayi baru lahir. Hal ini terjadi karena defek anatomic kelenjar tiroid, “inborn
error” metabolisme tiroid, atau defesiensi yodium. Di seluruh dunia, defesiensi
yodium merupakan penyebab terbanyak hipotiroidieme congenital. Pada daerah
dengan defesiensi yodium yang sangat berat, hipotiroidisme congenital
endemic(cretin endemic) secara klinis ditandai dengan retardasi mental,perawakan
pendek, bisu tuli, dan kelainan neurologi spesifik. Sedangkan hipotiroidisme
sporadic (cretin sporadic) terjadi di daerah nonendemik, dan penyebabnya adalah
8

tidak ada atau tidak berfungsinya kelenjar tiroid, 80% disebabkan oleh agenesis dan
disgenesis tiroid. (Susanto, 2009)

C. Etiologi dan Klasifikasi


Ada beberapa penyebab penyakit hipotiroid kongenital. Tergantung dari
penyebabnya hipotiroid kongenital dapat bersifat permanen (pada sebagian besar
kasus, >90%), dapat pula bersifat sementara atau transient (pada sebagian kecil
kasus, <20%).
1. Etiologi Hipotiroid Kongenital Permanen
Penyebabnya antara lain:
a. Hipotiroidisme kongenital menetap
1) Disgenesis thyroid, merupakan penyebab terbanyak hipotiroidisme
kongenital non endemik, kira-kira 85%-90% kasus. Ini terjadi karena tidak
adanya jaringan (agenesis) atau hipoplasia, yang dapat terjadi akibat
gagalnya kelenjar tiroid turun ke leher (ektopik). Atau dapat juga terjadi
karena tumbuhnya kelenjar tiroid pada tempat yang salah. Namun,
kemungkinan berulang pada anak yang berikutnya sangat jarang dengan
frekuensi 1 dari 4000 bayi lahir.
2) Inborn error of thyroid thermogenesis, merupakan gangguan pada proses
pembuatan hormon tiroid, walaupun pembentukan kelenjar tiroid normal,
namun ukurannya dapat normal atau membesar. Gangguan ini
menyebabkan berkurangnya atau tidak adanya produksi hormon tiroid
sehingga bayi menderita hipotiroid kongenital. Gangguan ini diturunkan
dari orang tua kepada anaknya dengan kemungkinan pada setiap kehamilan
berikutnya 1 dari 4 anaknya akan menderita gangguan proses pembuatan
hormon tiroid. Hal ini karena terjadi mutasi gen, yang mempengaruhi
keturunan keluarga selanjutnya. Kasus ini ditemukan pada 10-15% kasus
hipotiroidisme kongenital.
9

3) Sintesis atau sekresi TSH berkurang. Gangguan pada otak yang mengatur
produksi hormon tiroid. Gangguan ini adalah penyebab hipotiroid
kongenital yang paling jarang (<5%) dan bisa bersifat keturunan atau tidak.
Ini disebabkan kelainan pada hifofisis atau hipotalamus, prevalensi antara
1: 25.000 sampai 1:100.000 kelahiran. Walaupun jarang, ini sangat penting
karena berhubungan dengan defisiensi hormone hifofisis lain yang dapat
menyebabkan kematian karena hipoglikemia.
4) Menurunnya transport T4 seluler. Kelainan kongenital dari kerja tiroid
terbaru adalah ditemukan penurunan transport T4 ke dalam sel target.
(susanto,2009). Hal ini disebabkan mutasi gen MCT8(Monocarboxylate
transporter), yang berlokasi pada kromosom Xq13.2, merupakan fasilitator
seluler aktiv transport tiroid ke dalam sel. Ekspresigen ini terutama pada
jaringan khususnya otak, jantung, paru, plasenta, ginjal dan otot skeletal,
serta hepar sehingga kelainan ini menyebabkan hipotiroidisme yang
terbatas pada laki-laki.
5) Resistensi hormon tiroid. Ditemukan pertama kali oleh Refetoff, dkk pada
tahun 1967, merupakan sindrom akibat tidak responsifnya jaringan target
terhadap hormon tiroid. Tampilan klinis biasanya sangat heterogen, bisa
didapatkan goiter, gangguan belajar disertai dengan hiperaktif, kelambatan
pertumbuhan , dan sinus takikardi. Biasanya baru terdiagnosis pada
kehidupan lanjut, kecuali ada skrinning dengan pemeriksaan TSH, bayi
yang terkena asimpomatik,insiden diperkirakan 1:50.000 bayi baru lahir.
b. Hipotiroidisme kongenital transien (sementara)
Variasi sangat besar, tergantung bagaimana keadaan ditemukan pada skrining.
Ada sekitar 1:40.000 orang bayibaru lahir atau 10% bayi baru lahir mengalami
hipotiroidisme jenis ini di Amerika utara. Penyebabnya (Brown RS, Huang S.
(2007):
10

1) Hipotiroidisme primer: terjadi akibat defisiensi yodium yang berlebihan


pada prenatal atau post natal, pemberian obat anti tiroid pada ibu hamil,
dan blocking oleh antibodi terhadap reseptor TSH ibu.
2) Hipotiroidisme sekunder: ibu pada masa prenatal menderita
hipotiroidisme, prematuritas (kurang dari 27 minggu).
3) Obat-obatan: misalnya steroid, dopamine
Ibu hamil yang mengalami kekurangan yodium pada terutama pada trimester
pertama yaitu pada masa pertumbuhan janin mempunyai risiko tinggi melahirkan
bayi kretin. Jika kekurangan iodium terjadi cukup lama (duration) dengan intensitas
berat (magnitude) dan pada saat dibutuhkan (insult time) maka kemungkinan besar
bayi akan lahir kretin yang berat(overt cretin atau kretin patognomonik). Oleh ketiga
faktor tersebut kretin dapat terjadi dalam berbagai gradasi dan berbagai tingkat
spektrumnya. Kretin patognomonik cukup mudah diidentifikasi orang yang telah
cukup mendapat latihan, namun kretin dengan gradasi yang lebih ringan sulit untuk
diidentifikasi (Budiman et al, 2000)
1. Klasifikasi:
a. Bawaan (kretinisme)
1) Agenesis atau disgenesis kelenjar tiroidea.
2) Kelainan hormogenesis
3) Kelainan bawaan enzim (inborn error)
4) Defisiensi iodium (kreatinisme endemic
5) Pemakaian obat-obatan anti tiroid oleh ibu hamil (maternal)
b. Didapat
Biasanya disebut hipotiroidisme juvenilis. Pada keadaan ini terjadi atrofi
kelenjar yang sebelumnya normal. Penyebabnya ialah:
1) Idiopatik (autoimunisasi)
2) Tiroidektomi
3) Tiroiditis (Hashimoto, dan lain-lain)
4) Pemakaian obat anti tiroid
11

5) Kelainan hipofisis
6) Defisiensi spesifik TSH
Penyebab paling sering dari kekurangan hormon tiroid adalah akibat
kurangnya bahan baku pembuat. Bahan baku terpenting untuk produksi hormon
tiroid adalah yodium. Kretinisme dapat terjadi bila kekurangan berat unsur yodium
terjadi selama masa kehamilan hingga tiga tahun pertama kehidupan bayi. Hormon
tiroid bekerja sebagai penentu utama laju metabolisme tubuh keseluruhan,
pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta fungsi saraf. Sebenarnya gangguan
pertumbuhan timbul karena kadar tiroid yang rendah mempengaruhi produksi
hormon pertumbuhan, hanya saja ditambah gangguan lain terutama pada susunan
saraf pusat dan saraf perifer.

D. Patofisiologi
Kecepatan pertumbuhan tidak berlangsung secara kontinu selama masa
pertumbuhan, demikian juga faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan.
Pertumbuhan janin, tampaknya sebagian besar tidak bergantung pada kontrol
hormon, ukuran saat lahir terutama ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan.
Faktor hormon mulai berperan penting dalam mengatur pertumbuhan setelah lahir.
Faktor genetik dan nutrisi juga sangat mempengaruhi pertumbuhan pada masa ini.
Kelenjar tiroid yang bekerja di bawah pengaruh kelenjar hipofisis, tempat
diproduksinya hormon tireotropik. Hormon ini mengatur produksi hormon tiroid,
yaitu tiroksin (T4) dan triiodo-tironin (T3). Kedua hormon tersebut dibentuk dari
monoiodo-tirosin dan diiodo-tirosin. Untuk itu diperlukan dalam proses
metabolisme di dalam badan, terutama dalam pemakaian oksigen. Selain itu juga
merangsang sintesis protein dan mempengaruhi metabolisme karbohidrat, lemak
dan vitamin. Hormon ini juga diperlukan untuk mengolah karoten menjadi vitamin
A. Hormon tiroid esensial juga sangat penting untuk pertumbuhan tetapi ia sendiri
tidak secara langsung bertanggung jawab menimbulkan efek hormon pertumbuhan.
Hormon ini berperan permisif dalam mendorong pertumbuhan tulang, efek hormon
12

pertumbuhan akan maksimum hanya apabila terdapat hormon tiroid dalam jumlah
yang adekuat. Akibatnya, pada anak hipotiroid pertumbuhan akan terganggu, tetapi
hipersekresi hormon tiroid tidak menyebabkan pertumbuhan berlebihan.
Tiroksin mengandung banyak iodium. Kekurangan iodium dalam makanan
dalam waktu panjang mengakibatkan pembesaran kelenjar gondok karena kelenjar
ini harus bekerja keras untuk membentuk tiroksin. Kekurangan tiroksin menurunkan
kecepatan metabolisme sehingga pertumbuhan lambat dan kecerdasan menurun.
Bila ini terjadi pada anak-anak mengakibatkan kretinisme

E. Manifestasi Klinis
Gangguan pertumbuhan dan retardasi mental merupakan gejala yang tersering
dan yang paling dirasakan. Namun selain itu terdapat pula gejala-gejala yang
tampak secara fisik seperti: pembesaran kelenjar tiroid atau gondok, frekuensi
buang air besar yang berkurang, suara serak, kulit dan rambut tampak kering, anak
tampak pucat dan frekuensi denyut jantungnya lebih jarang dari anak normal.
Namun seorang anak yang menderita hipotiroid kongenital tidak selalu memiliki
semua gejala-gejala tersebut. Gejala dapat timbul segera setelah lahir atau setelah
anak tersebut mengalami proses belajar, tergantung dari faktor penyebab dan
beratnya penyakit.
Pada bayi, manifestasi klinis sulit ditemukan, 95 % bayi yang terkena tidak
menunjukkan gejala secara klinis, karena masih didapat dari ibu melalui plasenta,
sehingga meskipun tidak memproduksi sama sekali namun kadar tiroid masih 25 %-
50% dari kadar normal. Namun, bayi dengan hipotiroidisme berat sering memiliki
penampilan yang unik, termasuk:kusam terlihat, kulit belang-
belang(mottling),Puffy wajah(wajah sembab)Tebal lidah yang menonjol(besar) dan
kasar serta bercelah-celah(scrotal tongue), kepala agak kecil dan brakisefalik
dengan daerah oksipital mendatar. Muka lebar, tulang pipi tinggi, hidung pesek,
mata letaknya berjauhan serta sipit miring ke atas dan ke samping, iris mata
13

menunjukkan bercak-bercak (bronsfield spot). Lipatan epikantus jelas, telinga agak


aneh, bibir tebal.
Jika tidak ditangani, Penampilan ini biasanya berkembang sebagai penyakit
semakin memburuk. Anak mungkin juga memiliki: tersedak episode(tangisan
serak), sembelit, Keringnya rambut dan rapuh, penyakit kuning,Kurangnya otot
(hipotonia), hernia umbilicus, tangan dan kaki dingin, letargi. Gejala non spesifik ,
ikterus neonatum yang lama,kesulitan minum, konstipasi,hipotermia atau distress
respirasi pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram,sering didapatkan
fontanela anterior melebar,fontanela posterior melebihi 0,5 cm, namun tidak
spesifik. Secara umum tampaknya gejala klinis tergantung pada penyebab, berat
serta lamanya hipotiroidisme.
Manifestasi klinis yang muncul pada hipotiroidisme di antaranya adalah:
1. Gangguan perkembangan fisik dan mental
2. Sukar berkonsentrasi
3. Letargi
4. Anoreksia
5. Kulit kasar, kering dan pucat
6. Rambut kepala kasar dan rapuh
7. Konstipasi
8. Suara serak atau parau
9. Wajah lembam
10. Sensitif terhadap dingin
11. Kelainan di rongga mulut, gigi permanen terlambat, terjadinya open bite,
cenderung mengalami karies dan penyakit periodontal yang lebih cepat.
14

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
TSH meningkat, T3 serta T4 menurun. Kadar T4 serum rendah, kadar T3 serum
dapat normal, Kadar prolaktin serum meningkat, Kadar Tg serum biasanya
rendah
2. Pemeriksaan Radiologis
a. Roentgenographi
1) Tidak ada distal femoral epiphysis
2) epifisis disgenesis
3) Deformitas (retak) dari vertebra thorakalis 12 atau ruas lumbal 1 atau 2
4) Foto tengkorak menunjukkan fontanela besar dan sutura lebar
5) Keterlambatan pada pembentukan dan erupsi gigi.
b. Ultrasonographic
Rendahnya level TG serum menunjukkan agenesis dan peningkatan Tg serum
ada pada kelenjar ektopik dan gondok,
c. Elektrokardiogram
Fungsi ventrikel kiri jelek dan efusi perikardial.

G. Penatalaksanaan
Untuk hipotiroid kongenital yang sementara (transient) sebenarnya tidak
diperlukan pengobatan karena fungsi dari kelenjar tiroid akan kembali normal
setelah lahir dalam waktu yang bervariasi tergantung penyebabnya. Namun kadang
diperlukan pengobatan untuk masa yang bervariasi karena kadang sulit diketahui
apakah ini tergolong sementara atau permanen pada awal kelahiran.
Pada hipotiroid kongenital yang permanen yang merupakan penyebab
tersering hipotiroid kongenital, kekurangan hormon tiroid tidak dapat dicegah
namun gejala akibat kekurangan hormon tiroid dapat dicegah dengan pemberian
pengganti atau suplemen hormon tiroid dalam bentuk tablet. Pemberian obat ini
harus dimulai sedini mungkin (usia < 1 bulan) dan diberikan seumur hidup, terutama
15

pada usia 0-3 tahun. Dengan pemberian hormon tiroid yang teratur dan terkontrol,
anak dapat tumbuh dan berkembang secara normal.
Setelah ditetapkan diagnosis, harus secepatnya diberikan pengobatan dengan
LT4 dan orang tua harus dijelaskan tentang penyeba hipotiroidisme yang terjadi
pada bayinya,dan jelaskan bahwa pengobatan dini dan adekuat akan memperbaiki
prognosis bayinya. Dosis yang dianjurkan adalah 10-15 Ug/KgBB agar T4 kembali
normal secepatnya. Pada bayi dengan hipotiroidisme berat (kadar T4 < 5 Ug/L atau
64 nmol/L) seperti pada agenesis tiroid, harus dimulai dengan dosis tinggi.
Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid ada, diberikan dosis seperti tabel
berikut:
Umur Dosis µg/kg BB/hari
0-3 bulan 10-15
3-6 bulan 8-10
6-12 bulan 6-8
1-5 tahun 5-6
2-12 tahun 4-5
> 12 tahun 2-3
Kadar T4 dipertahankan di atas pertengahan nilai normal.
Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid tidak ada, dapat dilakukan therapeutic
trial sampai usia 3 tahun dimulai dengan dosis rendah dalam 2-3 minggu; bila ada
perbaikan klinis, dosis dapat ditingkatkan bertahap atau dengan dosis pemberian +
100 µg/m2/hari. Penyesuaian dosis tiroksin berdasarkan respon klinik dari uji fungsi
tiroid T3, T4, dan TSH yang dapat berbeda tergantung dari etiologi hipotiroid.
Tiroid dapat dicampur dengan sari buah atau susu formula tetapi harus
diminum habis dan tidak boleh diberikan bersama dengan bahan-bahan yang
menghambat penyerapan , seperti besi, kedelai, atau serat. Beberapa bayi dapat
menelan tablet utuh atau dikunyah dengan air liurnya sebelum bayi mempunyai gigi.
Obat dalam bentuk cairan, tidak stabil sehingga sebaiknya tidak digunakan. Setelah
anak mulai minum obat ini, tes darah secara teratur dilakukan untuk memastikan
kadar T4 dipertahankan di atas pertengahan nilai normal. Dengan dosis yang
diberikan di atas sebagian besar bayi kadar T4 serum kembali normal dalam waktu
16

1 minggu dan TSH dalam waktu 1 bulan. Dianjurkan untuk memeriksa kembali
kadar T4 dan TSH 2 – 4 minggu setelah pengobatan
Terapi yang paling baik untuk kretinisme adalah pencegahan. Penyakit
hipotiroid kongenital dapat dideteksi dengan tes skrining, yang dilakukan dengan
pemeriksaan darah pada bayi baru lahir atau berumur 3 hari atau minimal 36 jam
atau 24 jam setelah kelahiran. Dengan diagnosis/skrining dan pemberian suplemen
hormon tiroid sedini mungkin gangguan pertumbuhan dan retardasi mental dapat
dicegah dan anak diharapkan akan tumbuh dan berkembang secara normal.
Pencegahan dapat dilakukan dengan:
1. Pemberian makanan yang adekuat dengan cukup kalori dan protein
2. Mengonsumsi makanan yang diberi garam beryodium atau pemberian suplemen
yodium untuk merangsang produksi hormon.
3. Kecukupan kebutuhan vitamin dan mineral
Pemberian obat khusus, yaitu hormon tiroid (tiroid desikatus). Diberikan
mulai dari dosis kecil, lalu dinaikkan sampai kita mendekati dosis toksik (gejala
hipertiroidisme), lalu diturunkan lagi. Penilaian dosis yang tepat ialah dengan
menilai gejala klinis dan hasil laboratorium.

H. Prognosis
1. Diagnosis awal dan pengobatan yang cukup sejak umur minggu pertama
kehidupan memungkinkan pertumbuhan linier yang normal dan intelegensinya
setingkat dengan saudara kandung yang tidak terkena.
2. Tanpa pengobatan bayi yang terkena menjadi cebol dan defisiensi mental. Bila
pengobatan dimulai pada usia 46 minggu IQ pasien tidak berbeda dengan IQ
populasi kontrol.
3. Tuli sensorineural ditemukan pada 20% kasus hipotiroid kongenital.
Semakin muda dimulai pemberian hormon tiroid, maka makin baik
prognosisnya. Kalau terapi dimulai sesudah umur 1 tahun, biasanya tidak akan
17

tercapai IQ yang normal. Pertumbuhan badan dapat baik. Pada kretinisme didapat
dengan pengobatan yang baik, prognosisnya akan lebih baik.

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada pasien dengan kelainan ini antara lain mencakup:
a. Riwayat penyakit
Adanya faktor risiko potensi penyakit yang lain, seperti tumor, kanker,
osteoporosis, dan lain-lain
b. Riwayat trauma kepala
Adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita pasien, serta
riwayat adanya terkena radiasi.
c. Sejak kapan keluhan dirasakan
Dampak defisiensi GH mulai tampak pada masa balita sedangkan defisiensi
gonadotropin nyata pada masa pra remaja.
d. Kaji adanya keluhan yang terjadi sejak lahir
Misalnya apakah orang tua pernah membandingkan pertumbuhan fisik
anaknya dengan anak- anak sebayanya yang normal.
e. Kaji TTV dasar
Untuk perbandingan dengan hasil pemeriksaan yang akan datang.
f. Kaji pertumbuhan klien
Timbang dan ukur BB, TB klien saat lahir serta bandingkan pertumbuhan
tersebut dengan standar.
g. Keluhan utama klien
1) Pertumbuhan lambat
2) Ukuran otot dan tulang kecil
3) Tanda- tanda seks sekunder tidak berkembang
h. Amati bentuk dan ukuran tubuh, dan juga pertumbuhan rambut.
i. Palpasi kulit, pada wanita biasanya terdapat kulit yang kering dan kasar.
18

j. Kaji dampak perubahan fisik.


Apakah klien sudah mampu dalam memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri.
k. Faktor Risiko
Faktor risiko yang mungkin dapat mencetuskan kretinisme:
1) Hipotiroid yang berdampak pada kekurangan yodium.
2) Kelainan hipofisis, misal adanya tumor.
3) Konsumsi obat tertentu tanpa petunjuk tim medis ketika hamil.
4) Konsumsi obat tertentu ketika anak berusia kurang dari 2 tahun.
5) Autoimun
6) Genetik
7) Gizi buruk
8) GDS yang menurun
9) Gaya hidup bisa juga pada makanan yang tidak terkontrol
l. Pemeriksaan
1) Anamnesis
Antenatal, natal dan post natal, adanya keterlambatan pertumbuhan dan
maturasi dalam keluarga (pendek, menarche), penyakit infeksi kongenital,
KMK (Kecil Masa Kehamilan).
2) Pemeriksaan Fisik
a) Antropometri (TB, BB, Lingkaran Kepala, Lingkaran dada, panjang
lengan, panjang kaki)
b) Ukur TB dan BB ayah, ibu dan saudara-saudaranya
c) Head to toe
d) Pemerisaan neurologis
e) Pemeriksaan pendengaran
f) Tes IQ menggunakan teori perkembangan Denver
3) Pemeriksaan penunjang
19

a) Laboratorium: darah lengkap rutin, serologic urea dan elektrolit,


calcium, fosfatase, T4 dan TSH, GH (growth Hormone), pemeriksaan
GDS.
b) Tes HGH
c) Rontgen untuk mengetahui:
(1) Adanya penipisan tulang / kemunduran kematangan sel.
(2) Pemeriksaan adanya dislokasi sendi.
(3) Pemeriksaan keadaan jantung, hepar dan ginjal untuk melihat
adanya toksik.
d) X-Ray
(1) Bone Age (umur tulang)
(2) Tengkorak kepala/ Sella Tursica
(3) Bila perlu CT scan (pemeriksaan cranial maupun hipofisis) atau
MRI
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
a. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan.
Tujuan: klien memahami perubahan-perubahan tubuhnya akibat proses
penyakit.
Kriteria hasil:
1) Perasaan menerima kekurangan diri akan diterima oleh klien
2) Memahami proses penyakit
Intervensi:
1) Dorong klien untuk mengungkapkan rasa takut dan cemasnya menghadapi
proses penyakit.
Rasional: kondisi ini dapat membantu untuk menyadari keadaan diri sejak
dini.
2) Berikan support yang sesuai.
Rasional: hal ini dapat membantu meningkatkan upaya menerima dirinya
dan merasa dirinya dapat diterima orang lain di kalangan sosial.
20

3) Dorong klien untuk mandiri.


Rasional: kemandirian membantu meningkatkan harga diri.
4) Memodifikasi lingkungan sesuai dengan kondisi klien
Rasional: memudahkan aktivitas klien, dan meningkatkan rasa percaya
karena diperhatikan.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan sendi dan otot.
Tujuan: klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya.
Kriteria hasil:
1) Tidak terjadi kontraktur sendi
2) Bertambahnya kekuatan otot
3) Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
Intervensi:
1) Anjurkan klien menggerakan ekstremitas setiap 2 jam sekali.
Rasional: gerakan ekstremitas seacra teratur dan bertahap akan
melemaskan sendi dan otot, sehingga jika terjadi dislokasi sendi atau otot
akan segera terdeteksi.
2) Anjurkan klien untuk banyak makan makanan yang berkalsium tinggi.
Rasional: Kalsium membantu menguatkan tulang.
3) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
Rasional: mempercepat proses penyembuhan agar ekstremitas dapat
kembali pulih.
4) Anjurkan agar klien tidak kelelahan dan membatasi aktifitas yang berat.
Rasional: kelelahan tulang dan otot akan memicu terjadinya risiko tinggi
terkena cedera.
5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Rasional: otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak
dilatih untuk digerakkan.
c. Resti cedera berhubungan dengan kerapuhan tulang, kelemahan otot.
21

Tujuan: risiko cedera dapat berkurang atau bahkan dihindari, seperti nyeri dan
spasme.
Kriteria hasil:
1) Klien dapat mengantisipasi keadaan nyeri yang tiba- tiba datang karena
adanya kerapuhan tulang.
2) Klien dapat sesegera mungkin melaporkan keadaan nyerinya yang datang
tiba- tiba.
Intervensi:
1) Pantau tanda dan gejala fraktur (vertebral, panggul atau pergelangan
tangan)
Rasional: gejala fraktur dapa terdeteksi secara dini, sehingga tidak
memperberat nyeri.
2) Pantau kifosis dari spina dorsal, ditandai dengan penurunan tinggi badan.
Rasional: pertumbuhan TB yang lebih dominan terlihat adalah pada tulang
belakang, kaji ada kelainan atau tidak.
3) Ajarkan teknik nafas distraksi relaksasi secara sederhana.
Rasional: mengurangi nyeri pada klien apabila tiba- tiba datang nyeri dan
spasme otot.
4) Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional: analgetik untuk mengurangi rasa nyeri.
d. Konstipasi berhubungan dengan penurunan metabolisme
Tujuan: gangguan eliminasi tidak terjadi
Kriteria hasil:
1) Pola eliminasi BAB normal.
2) Tidak terjadi konstipasi lagi.
Intervensi:
1) Kaji dan catat frekuensi, warna dan konsistensi feses
Rasional: untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan yang terjadi pada
eliminasi fekal.
22

2) Auskultasi bising usus


Rasional: untuk mengetahui normal atau tidaknya pergerakan usus.
3) Anjurkan klien untuk minum banyak dan sering.
Rasional: untuk merangsang pengeluaran feces.
4) Kolaborasi dalam pemberian terapi pencahar (Laxatif).
Rasional: untuk memberi kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan
eliminasi.
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
Tujuan: kebutuhan tubuh akan nutrisi adekuat terpenuhi.
Kriteria hasil:
1) Berat badan mengalami peningkatan. Pada usia toddler :4 kali BB lahir
pada usia 2,5 th dan kenaikan setiap tahun 2-3 kg(Wong, Donna L, 2008)
2) Tidak adanya mual
Intervensi:
1) Pantau masukan makanan setiap hari.
Rasional: mengidentifikasi kekuatan/defisiensi nutrisi.
2) Dorong pasien untuk makan diet tinggi kaya nutrien dengan masukan
cairan adekuat. Dorong penggunaan suplemen dan makan sering/lebih
sedikit yang dibagi-bagi selama sehari.
Rasional: kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan
(untuk menghilangkan produk sisa). Suplemen dapat memainkan peran
penting dalam mempertahankan masukan kalori dan protein adekuat.
3) Kontrol faktor lingkungan (misalnya bau kuat/tidak sedap atau kebisingan.
Hindari terlalu manis, berlemak atau makanan pedas.
Rasional: dapat mengidentifikasi respons mual/muntah.
4) Dorong penggunaan teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi
latihan sedang sebelum makan.
23

Rasional: dapat mencegah awitan atau menurunkan beratnya mual,


penurunan anoreksia, dan memungkinkan pasien meningkatkan masukan
oral.
5) Dorong komunikasi terbuka mengenai masalah anoreksia.
Rasional: sering sebagai sumber distress emosi, khususnya untuk orang
terdekat yang menginginkan untuk memberi makan pasien dengan sering.
Bila pasien menolak, orang terdekat dapat merasakan ditolak/frustasi
3. Evaluasi
a. Kaji perasaan menerima kekurangan diri akan diterima oleh klien
b. Kaji pemahaman tentang proses penyakit
c. Pantau terjadinya kontraktur sendi
d. Pantau bertambahnya kekuatan otot
e. Pantau adanya tindakan untuk meningkatkan mobilitas
f. Kaji kemampuan pasien untuk mengantisipasi keadaan nyeri yang tiba- tiba
datang karena adanya kerapuhan tulang
g. Pantau keadaan nyeri pasien yang datang tiba- tiba
h. Kaji pola eliminasi BAB
i. Kaji kondisi konstipasi
j. Kaji peningkatan berat badan
k. Kaji adanya mual
BAB III
KESIMPULAN

1. Kelenjar tiroid janin berasal dari endoderm foregut yang kemudian bermigrasi ke
inferior sampai ke daerah kartilago tiroid. Segala sesuatu yang terjadi selama proses
migrasi ini dapat menyebabkan terjadinya tiroid ektopik. Pada usia 7 minggu,
kelenjar tiroid sudah terdiri dari 2 lobus.
2. Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus jaringan endokrin yang menyatu di bagian
tengah oleh bagian sempit kelenjar, sehingga kelenjar ini tampak seperti dasi kupu-
kupu.
3. Kretinisme adalah suatu kelainan hormonal pada anak-anak. Ini terjadi akibat
kurangnya hormon tiroid. Penderita kelainan ini mengalami kelambatan dalam
perkembangan fisik maupun mentalnya. Kretinisme dapat diderita sejak lahir atau
pada awal masa kanak-kanak (Adrian, 2011). Kretinisme yaitu perawakan pendek
akibat kurangnya hormon tiroid dalam tubuh.
4. Hipotiroidisme neonatal adalah penurunan produksi hormon tiroid pada bayi baru
lahir. Dalam kasus yang sangat langka, tidak ada hormon tiroid yang diproduksi.
Jika bayi lahir dengan kondisi tersebut, maka disebut hipotiroidisme kongenital. Jika
berkembang segera setelah lahir, hal itu disebut hipotiroidisme diperoleh pada
periode baru lahir.
5. Ada beberapa penyebab penyakit hipotiroid kongenital. Tergantung dari
penyebabnya hipotiroid kongenital dapat bersifat permanen (pada sebagian besar
kasus, >90%), dapat pula bersifat sementara atau transient (pada sebagian kecil
kasus, <20%).
6. Gangguan pertumbuhan dan retardasi mental merupakan gejala yang tersering dan
yang paling dirasakan. Namun selain itu terdapat pula gejala-gejala yang tampak
secara fisik seperti: pembesaran kelenjar tiroid atau gondok, frekuensi buang air
besar yang berkurang, suara serak, kulit dan rambut tampak kering, anak tampak
pucat dan frekuensi denyut jantungnya lebih jarang dari anak normal.

24
DAFTAR PUSTAKA

Agung. 2010. Mengenal hipotiroid pada anak. Disitasi dari :


http://ngakanagung.multiply.com/journal/item/4/mengenal_hipotiroid_kongenit
al_pada_anak pada hari Rabu, 21 September 2011 pada pukul 21.05.

Anonim. 2009. Kretinisme. Diakses dari http://chapurple.wordpress.com/


2009/03/31/kretinisme/ pada hari Rabu, 21 September 2011 pukul 20.43.

Aulia, Qeeya. 2010. Perbedaan Antara Dwarfisme dan Kretinisme. Diakses dari
http://qeeyaaulia.blogspot.com/2010/04/perbedaan-antara-drawfisme-dan.html
pada Rabu, 21 September 2011 pukul 20.49.

Budiman, Basuki. 2000. Kemampuan Berbicara, Menulis dan Berhitungtifikasi


Kretinisme pada Anak Sekolah Dasar.
http://digilib.litbang.depkes.go.id/files/disk1/1/jkpkbppk-gdl-grey-2000-basuki-
15-creatinsm-basuki.pdf. Tanggal 25 September 2011. Jam 15.00 WIB

Carpenito, Lynda Juall. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

Faizi, Muhammad. 2010. Disitasi dari : Hipotiroid. www.pediatric.com pada hari Rabu,
21 September 2011 pada pukul 21.10.

Hartono, Bambang. 2005. Gangguan Perkembangan Otak Janin Akibat Defesiensi


Yodium pada Masa Kehamilan. http ://eprints.undip.ac.id./301. Tanggal 25
September. Jam 15.00 WIB

Joice. 2007. Disitasi dari : http://joicehappy.blogspot.com/2007/11/hipotiroid-


kongenital.html pada hari Rabu, 21 September 2011 pada pukul 21.15.

25
26

Pearce,Evelyn C. (2002). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT


Gramedia.

Robbins SL., et.al.(1995). Buku Ajar Patologi II (Basic Pathology Part II) Edisi 4.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Senoputra, Muh. Adrian. 2011. Asuhan Keperawatan Gigantisme dan Kretinisme.


Diakses dari http://asuhankeperawatans.blogspot.com/2011/01/asuhan-
keperawatan-gigantisme-dan.html pada hari Rabu, 21 September 2011 pada
pukul 20.59.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


(1985).Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 1. Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : FKUI

Sukrawan, Yusep. Masalah Intelegensi pada Anak Usia Dini.pdf.


http://file.upi.edu/direktori/fptk/jur._pend._teknik_mesin/196607281992021-
yusep_sukrawan/masalah_intelegensi_pada_anak_usia_dini.pdf. Tanggal 25
April 2019. Jam 15.00 WITA

Susanto. (2006). Outcome Bayi dari Ibu Hipo atau Hipotiroidisme.


pediatrics_undip.com/journal/outcome bayi dari ibu hipo atau
hipertiroidisme.pdf. Tanggal 25 April 2019. Jam 15.00 WITA

Susanto. (2009). Kelainan Tiroid pada Masa Bayi Skrining Hipotiroidisme Neonatal,
Hipotiroidisme Kongenital dan Hipotiroidisme Didapat.
pediatrics_undip/journal/kelainan tiroid masa bayi.pdf. Tanggal 25 April 2019.
Jam 15.00 WITA
27

Wilkinson, Judith. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai