Anda di halaman 1dari 29

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI FISIOLOGI
2.1.1 Fase Embriologi
Kelenjar tiroid janin berasal dari endoderm foregut yang kemudian bermigrasi ke
inferior sampai ke daerah kartilago tiroid. Segala sesuatu yangterjadi selama proses migrasi
ini dapat menyebabkan terjadinya tiroid ektopik.Pada usia 7 minggu, kelenjar tiroid sudah
terdiri dari 2 lobus.

Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) mulai terdapat dalam neuron padaneonatus


saat usia 4 minggu sedangkan Tiroid Stimulating Hormone (TSH) mulai dihasilkan oleh
hipofisis pada usia 9 minggu, dan dapat dideteksi dalam sirkulasi pada usia 11 sampai 12
minggu. Kadar TSH dalam darah mulai meningkat padausia 12 minggu sampai aterm.
Pada usia 4 minggu, janin mulai mensintesis tiroglobulin. Aktivitas tiroid mulai tampak
pada usia 8 minggu kehamilan. Pada usia kehamilan 8 sampai 10 minggu, janin dapat
melakukan ambilan (trapping) iodium dan pada usia 12 minggu dapat memproduksi T4
yang secara bertahap kadarnya terus meningkat sampai mencapai usia 36 minggu. Produksi
TRH oleh hipotalamus dan TSH oleh hipofisis terjadi dalam waktu yang berrsamaan, tetapi
integrasi dan fungsi aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid dengan mekanisme umpan baliknya
belum terjadi sampai trimester kedua kehamilan.
Sebelum memasuki trimester kedua kehamilan, perkembangan normal janin sangat
bergantung pada hormon tiroid ibu. Kira-kira sepertiga kadar T4 ibudapat melewati
plasenta dan masuk ke janin. Apabila ibu hamil mengalami kelainan tiroid atau

4
5

mendapatkan pengobatan anti tiroid, misalnya penyakit Grave’s maka, obat anti tiroid juga
melewati plasenta sehingga janin beresiko mengalami hipotiroid. Sesudah bayi lahir terjadi
kenaikan TSH mendadak yang menyebabkan peningkatan kadar T3 dan T4 yang kemudian
secara perlahan-lahan menurun dalam 4 minggu pertama kehidupan bayi. Pada bayi
prematur kadar T4 saat lahir
rendah kemudian meningkat mencapai kadar bayi aterm dalam usia 6
minggu.Semua tahap yang melibatkan sintesis hormon tiroid termasuk trapping ,
oksidasi,organifikasi, coupling
dan sekresinya berada di bawah pengaruh TSH.

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi


Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus jaringan endokrin yang menyatu di bagian
tengah oleh bagian sempit kelenjar, sehingga kelenjar ini tampak sepertidasi kupu-kupu.
Kelenjar ini bahkan terletak di posisi yang tepat untuk pemasangan dasi kupu-kupu, yaitu
berada di atas trakea, tepat di bawah laring.sel-sel sekretorik utama tiroid tersusun menjadi
gelembung- gelembung berongga,yang masing-masing membentuk unit fungsional yang
disebut folikel. Dengandemikian sel-sel sekretorik ini sering disebut sebagai sel folikel.
Pada potongan mikroskopik, folikel tampak sebagai cincin-cincin sel folikel yang meliputi
lumen bagian dalam yang dipenuhi koloid, suatu bahan yang berfungsi sebagai
tempat penyimpanan untuk hormon tiroid.
Konstituen utama koloid adalah molekul besar dan kompleks yang dikenal sebagai
tiroglobulin, yang di dalamnya berisi hormon-hormon tiroid dalam berbagai tahap
pembentukannya. Sel-sel folikel menghasilkan dua hormon yangmengandung iodium,
yang berasal dari asam amino tirosin, yaitu tetraiodotironin(T4 atau tiroksin) dan
triiodotironin (T3). Awalan tetra dan tri serta huruf bawaan4 dan 3 menandakan jumlah
atom Iodium yang masing-masing terdapat di dalam setiap molekul hormon. kedua hormon
ini yang secara kolektif disebut sebagai hormon tiroid, merupakan regulator penting bagi
laju metabolisme basal keseluruhan.
Di ruang interstisium di antara folikel-folikel terdapat sel sekretorik jenis lain, yaitu
sel C (disebut demikian karena mengeluarkan hormon peptidakalsitonin), yang berperan
dalam metabolisme kalsium. Kalsitonin sama sekali tidak berkaitan dengan kedua hormon
tiroid utama di atas. Seluruh langkah sintesis hormon tiroid berlangsung di molekul besar
tiroglobulin, yang kemudian menyimpan hormon-hormon tersebut. bahan dasar untuk
sintesis hormon tiroid adalah tirosin dan Iodium, yang keduanya harus diserap dari darah
6

oleh sel-selfolikel. Tirosin suatu asam amino, disintesis dalam jumlah memadai oleh tubuh,
sehingga bukan merupakan kebutuhan esensial dalam makanan. di pihak lain Iodium yang
diperlukan untuk sintesis hormon tiroid, harus diperoleh dari makanan.
Sintesis hormon tiroid berlangsung di molekul tiroglobulin di dalam koloid.
Tiroglobulin itu sendiri dihasilkan oleh kompleks golgi/ retikulum endoplasma sel folikel
tiroid. Tirosin menyatu ke dalam molekul tiroglobulin sewaktu molekul besar ini
diproduksi. Setelah diproduksi, tiroglobulin yangmengandung tirosin dikeluarkan dari sel
folikel ke dalam koloid melaluuieksositosis. Tiroid menangkap Iodium dari darah dan
memindahkannya ke dalam koloid melalui suatu “pompa Iodium” yang sangat aktif atau “
Iodine trapping mechanism ” protein pembawa yang sangat kuat dan memerlukan energi
yang terletak di membran luar sel folikel. Hampir semua Iodium di tubuh dipindahkan
melawan gradien konsentrasinya ke kelenjar tiroid untuk mensintesis hormontiroid. Selain
untuk sintesis hormon tiroid, Iodium tidak memiliki manfaat lain ditubuh.
Dalam koloid, Iodium dengan cepat melekat ke sebuah tirosin di dalammolekul
tiroglobulin. Perlekatan sebuah Iodium ke tirosin menghasilkan monoiodotirosin (MIT).
Perlekatan dua Iodium ke tirosin menghasilkan diiodotirosin (DIT). Kemudian, terjadi
proses penggabungan antara molekul-molekul tirosin beriodium untuk membentuk hormon
tiroid. Penggabungan dua DIT (masing-masing mengandung dua atom iodium)
menghasilkan (T4 atautiroksin), yaitu bentuk hormon tiroid dengan empat Iodium.
Penggabungan satuMIT (dengan satu iodium) dan satu DIT (dengan dua iodium)
menghasilkan triiodotironin atau T3 (dengan tiga iodium). Penggabungan tidak terjadi
antaradua molekul MIT. Karena reaksi-reaksi ini berlangsung di dalam molekul
tiroglobulin, semua produk tetap melekat ke protein besar tersebut. Hormon-hormon tiroid
tetap disimpan dalam bentuk ini di koloid sampai mereka dipecah dan disekresikan.
Diperkirakan bahwa jumlah hormon tiroid yang secara normal disimpan di koloid cukup
untuk memasok kebutuhan tubuh untuk beberapa bulan.

2.2 KRETINISME
2.2.1 Definisi
Kretinisme adalah suatu kelainan hormonal pada anak-anak. Ini terjadi akibat
kurangnya hormon tiroid. Penderita kelainan ini mengalami kelambatan dalam
perkembangan fisik maupun mentalnya. Kretinisme dapat diderita sejak lahir atau
pada awal masa kanak-kanak (Adrian, 2011). Kretinisme yaitu perawakan pendek
akibat kurangnya hormon tiroid dalam tubuh (Qeeya, 2010).
7

Kretinisme adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh kurangnya kelenjar


tiroid mengeluarkan secret pada waktu bayi, berupa hambatan pertumbuhan mental
dan fisik (Pearce, 2002).
Kretinisme adalah keadaan jasmani dengan tanda-tanda badannya cebol, kulit
muka dan badan tebal berlipat-lipat, muka menggembung dan tampak bodoh.
Lidahnya menjulur keluar dan dahinya penuh rambut. Bila guru melihat jenis kelainan
ini disekolah, guru lebih baik menganjurkan kepada orangtua anak untuk
menyekolahkannya di tempat khusus, sebab sekolah umum tidak dapat mendidik
anak-anak yang mengalami kelainan ini. Penyebab kretinisme ini ialah gangguan
perkembangan kelenjar thyroid (kelenjar gondok). Anak kretin ini biasanya mulai
berjalan dan berbicara lebih lambat daripada anak normal, umur mentalnya hanya
mencapai umur mental 3 sampai 4 tahun, sehingga dapat dikategorikan lemah mental
berat.

2.2.2 Etiologi dan Klasifikasi


Ibu hamil yang mengalami kekurangan yodium pada terutama pada trimester
pertama yaitu pada masa pertumbuhan janin mempunyai resiko tinggi melahirkan bayi
kretin. Jika kekurangan iodium terjadi cukup lama(duration) dengan intensitas
berat(magnitude) dan pada saat dibutuhkan( insult time) maka kemungkinan besar
bayi akan lahir kretin yang berat(overt cretin atau kretin patognomonik). Oleh ketiga
factor tersebut kretin dapat terjadi dalam berbagai gradasi dan berbagai tingkat
spektrumnya. Kretin patognomonik cukup mudah diidentifikasi orang yang telah
cukup mendapat latihan, namun kretin dengan gradasi yang lebih ringan sulit untuk
diidentifikasi(Budiman et al, 2000)
Klasifikasi :
1. Bawaan (kretinisme)
a. Agenesis atau disgenesis kelenjar tiroidea.
b. Kelainan hormogenesis :
c. Kelainan bawaan enzim (inborn error)
d. Defisiensi iodium (kreatinisme endemic
e. Pemakaian obat-obatan anti tiroid oleh ibu hamil (maternal)
2. Didapat
Biasanya disebut hipotiroidisme juvenilis. Pada keadaan ini terjadi atrofi
kelenjar yang sebelumnya normal. Penyebabnya ialah :
8

a. Idiopatik (autoimunisasi)
b. Tiroidektomi
c. Tiroiditis (Hashimoto, dll)
d. Pemakaian obat anti tiroid
e. Kelainan hipofisis
f. Defisiensi spesifik TSH
Penyebab paling sering dari kekurangan hormone tiroid adalah akibat
kurangnya bahan baku pembuat. Bahan baku terpenting untuk produksi hormone
tiroid adalah yodium. Kretinisme dapat terjadi bila kekurangan berat unsur yodium
terjadi selama masa kehamilan hingga tiga tahun pertama kehidupan bayi.hormon
tiroid bekerja sebagai penentu utama laju metabolic tubuh keseluruhan,
pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta fungsi saraf. Sebenarnya gangguan
pertumbuhan timbul karena kadar tiroid yang rendah mempengaruhi produksi
hormon pertumbuhan, hanya saja ditambah gangguan lain terutama pada susunan
saraf pusat dan saraf perifer. Bila kekurangan hormone tiroid terjadi sejak janin,
maka gejalanya adalah retardasi mental (IQ rendah) disertai salah satu atau kedua
gejala dibawah ini :
1) Gangguan pendengaran (kedua telinga dan nada tinggi) dan gangguan wicara,
gangguan cara berjalan (seperti orang kelimpungan) ,mata juling, cara berjalan
yang khas, kurangnya massa tulang, terlambatnya perkembangan masa
pubertas dll.
2) Cebol dan hipotiroidisme
Keadaan yang ditimbulkan karena defesiensi iodium antara lain :
1. Embrio/fetus
a. abortus, lahir mati, gangguan congenital.
b. Kretin neurologic : defesiensi mental, bisu tuli, displegia spatika,mata juling.
c. Kretin hipotirodisme :defesiensi mental, kerdil, hipotiroidisme, defek
psikomotorik
2. Neonatus
a. Kenaikan mortalitas perinatal
b. Hipotiroidisme neonatus
c. Retardasi mental dan perkembangan fisik
3. Anak dan aldoselen
a. Kenaikan mortalitas bayi
b. Retardasi mental dan perkembangan fisik.

2.2.3 Manifestasi Klinis


9

Hipotiroidisme merupakan suatu keadaan klinik ditandai dengan :


1. Gangguan perkembangan fisik dan mental
2. Sukar berkonsentrasi
3. Letargi
4. Anoreksia
5. Kulit kasar, kering dan pucat
6. Rambut kepala kasar dan rapuh
7. Konstipasi
8. Suara serak atau parau
9. Wajah lembam
10. Sensitif terhadap dingin
11. Kelainan di rongga mulut, gigi permanen terlambat, terjadinya open bite,

cenderung mengalami karies dan penyakit periodontal yang lebih cepat.


Kecepatan pertumbuhan tidak berlangsung secara kontinyu selama masa
pertumbuhan, demikian juga faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan. Pertumbuhan
janin, tampaknya sebagian besar tidak bergantung pada control hormon, ukuran saat
lahir terutama ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor hormon mulai
berperan penting dalam mengatur pertumbuhan setelah lahir. Faktor genetik dan nutrisi
juga sangat mempengaruhi pertumbuhan pada masa ini.
Kelenjar tiroid yang bekerja dibawah pengaruh kelenjar hipofisis, tempat
diproduksinya hormon tireotropik. Hormone ini mengatur produksi hormone tiroid,
yaitu tiroksin (T4) dan triiodo-tironin (T3). Kedua hormone tersebut dibentuk dari
monoiodo-tirosin dan diiodo-tirosin. Untuk itu diperlukan dalam proses metabolic
didalam badan, terutama dalam pemakaian oksigen. Selain itu juga merangsang sintesis
protein dan mempengaruhi metabolisme karbohidrat, lemak dan vitamin. Hormon ini
juga diperlukan untuk mengolah karoten menjadi vitamin A. Hormone tiroid esensial
juga sangat penting untuk pertumbuhan tetapi ia sendiri tidak secara langsung
bertanggung jawab menimbulkan efek hormone pertumbuhan. Hormone ini berperan
permisif dalam mendorong pertumbuhan tulang, efek hormone pertumbuhna akan
maksimum hanya apabila terdapat hormone tiroid dalam jumlah yang adekuat.
Akibatnya, pada anak hipotiroid pertumbuhan akan terganggu, tetapi hipersekresi
hormone tiroid tidak menyebabkan pertumbuhan berlebihan.
Tiroksin mengandung banyak iodium. Kekurangan iodium dalam makanan dalam
waktu panjang mengakibatkan pembesaran kelenjar gondok karena kelenjar ini harus
bekerja keras untuk membentuk tiroksin. Kekurangan tiroksin menurunkan kecepatan
metabolisme sehingga pertumbuhan lambat dan kecerdasan menurun. Bila ini terjadi
pada anak-anak mengakibatkan kretinisme.
10

2.2.4 Patofisiologi
Kecepatan pertumbuhan tidak berlangsung secara kontinyu selama masa
pertumbuhan, demikian juga faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan.
Pertumbuhan janin, tampaknya sebagian besar tidak bergantung pada control hormon,
ukuran saat lahir terutama ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor
hormon mulai berperan penting dalam mengatur pertumbuhan setelah lahir. Faktor
genetik dan nutrisi juga sangat mempengaruhi pertumbuhan pada masa ini.
Kelenjar tiroid yang bekerja dibawah pengaruh kelenjar hipofisis, tempat
diproduksinya hormon tireotropik. Hormone ini mengatur produksi hormone tiroid,
yaitu tiroksin (T4) dan triiodo-tironin (T3). Kedua hormone tersebut dibentuk dari
monoiodo-tirosin dan diiodo-tirosin. Untuk itu diperlukan dalam proses metabolic
didalam badan, terutama dalam pemakaian oksigen. Selain itu juga merangsang sintesis
protein dan mempengaruhi metabolisme karbohidrat, lemak dan vitamin. Hormon ini
juga diperlukan untuk mengolah karoten menjadi vitamin A. Hormone tiroid esensial
juga sangat penting untuk pertumbuhan tetapi ia sendiri tidak secara langsung
bertanggung jawab menimbulkan efek hormone pertumbuhan. Hormone ini berperan
permisif dalam mendorong pertumbuhan tulang, efek hormone pertumbuhna akan
maksimum hanya apabila terdapat hormone tiroid dalam jumlah yang adekuat.
Akibatnya, pada anak hipotiroid pertumbuhan akan terganggu, tetapi hipersekresi
hormone tiroid tidak menyebabkan pertumbuhan berlebihan.
Tiroksin mengandung banyak iodium. Kekurangan iodium dalam makanan dalam
waktu panjang mengakibatkan pembesaran kelenjar gondok karena kelenjar ini harus
bekerja keras untuk membentuk tiroksin. Kekurangan tiroksin menurunkan kecepatan
metabolisme sehingga pertumbuhan lambat dan kecerdasan menurun. Bila ini terjadi
pada anak-anak mengakibatkan kretinisme

2.2.5 Penatalaksanaan
Terapi yang paling baik untuk kretinisme adalah pencegahan. Pencegahan dapat
dilakukan dengan :
1. Pemberian makanan yang adekuat dengan cukup kalori dan protein
2. Mengkonsumsi makanan yang diberi garam beryodium atau pemberian suplemen
yodium untuk merangsang produksi hormon.
3. Kecukupan kebutuhan vitamin dan mineral
11

Pemberian obat khusus, yaitu hormon tiroid (tiroid desikatus). Diberikan mulai dari
dosis kecil, lalu dinaikan sampai kita mendekati dosis toksik (gejala hipertiroidisme),
lalu diturunkan lagi. Penilaian dosis yang tepat ialah dengan menilai gejala klinis dan
hasil laboratorium

2.2.6 Prognosis
Makin muda dimulai pemberian hormon tiroid, maka makin baik prognosisnya.
Kalau terapi dimulai sesudah umur 1 tahun, biasanya tidak akan tercapai IQ yang
normal. Pertumbuhan badan dapat baik. Pada kretinisme didapat dengan pengobatan
yang baik, prognosisnya akan lebih baik.

2.3 HIPOTIROID KONGENITAL


2.3.1 Definisi
Hipotiroidisme neonatal adalah penurunan produksi hormon tiroid pada bayi baru
lahir. Dalam kasus yang sangat langka, tidak ada hormon tiroid yang diproduksi.Jika
bayi lahir dengan kondisi tersebut, maka disebut hipotiroidisme kongenital. Jika
berkembang segera setelah lahir, hal itu disebut hipotiroidisme diperoleh pada periode
baru lahir.
Merupakan suatu kondisi bawaan yang ditandai dengan hipotiroidisme parah dan
sering dikaitkan dengan kelainan endokrin lainnya. Gangguan terjadi biasanya di daerah
di mana diet kekurangan yodium dan mana gondok umum.
Hipotiroidisme congenital merupakan penyebab retardasi mental tersering yang
dapat diobati, disebabkan karena tidak adekuatnya produksi hormone tiroid pada bayi
baru lahir. Hal ini terjadi karena defek anatomic kelenjar tiroid, “inborn error”
metabolisme tiroid, atau defesiensi yodium. Di seluruh dunia, defesiensi yodium
merupakan penyebab terbanyak hipotiroidieme congenital. Pada daerah dengan
defesiensi yodium yang sangat berat, hipotiroidisme congenital endemic(cretin
endemic) secara klinis ditandai dengan retardasi mental,perawakan pendek, bisu tuli,
dan kelainan neurologi spesifik. Sedangkan hipotiroidisme sporadic (cretin sporadic)
terjadi di daerah nonendemik, dan penyebabnya adalah tidak ada atau tidak
berfungsinya kelenjar tiroid, 80% disebabkan oleh agenesis dan disgenesis tiroid.
(susanto,2009)
12

Hipotiroid kongenital adalah suatu keadaan hormon tiroid yang tidak adekuat pada
bayi baru lahir sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh yang dapat
disebabkan oleh kelainan anatomi kelenjar tiroid, kelainan genetik, kesalahan
biosintesis tiroksin serta pengaruh lingkungan.

Pembentukan kelenjar tiroid pada janin


Kelenjar tiroid janin berasal dari endoderm foregut yang kemudian bermigrasi ke
inferior sampai ke daerah kartilago tiroid. Segala sesuatu yang terjadi selama proses
migrasi ini dapat menyebabkan terjadinya tiroid ektopik. Pada usia 7 minggu, kelenjar
tiroid sudah terdiri dari 2 lobus.

Gambar 1. Perkembangan Kelenjar Tiroid

Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) mulai terdapat dalam neuron pada


neonatus saat usia 4 minggu sedangkan Tiroid Stimulating Hormone (TSH) mulai
dihasilkan oleh hipofisis pada usia 9 minggu, dan dapat dideteksi dalam sirkulasi pada
usia 11 sampai 12 minggu. Kadar TSH dalam darah mulai meningkat pada usia 12
minggu sampai aterm. Pada usia 4 minggu, janin mulai mensintesis tiroglobulin.
Aktivitas tiroid mulai tampak pada usia 8 minggu kehamilan. Pada usia kehamilan 8
sampai 10 minggu, janin dapat melakukan ambilan (trapping) iodium dan pada usia 12
minggu dapat memproduksi T4 yang secara bertahap kadarnya terus meningkat sampai
mencapai usia 36 minggu. Produksi TRH oleh hipotalamus dan TSH oleh hipofisis
terjadi dalam waktu yang berrsamaan, tetapi integrasi dan fungsi aksis hipotalamus-
hipofisis-tiroid dengan mekanisme umpan baliknya belum terjadi sampai trimester
kedua kehamilan.
13

Sebelum memasuki trimester kedua kehamilan, perkembangan normal janin sangat


bergantung pada hormon tiroid ibu. Kira-kira sepertiga kadar T4 ibu dapat melewati
plasenta dan masuk ke janin. Apabila ibu hamil mengalami kelainan tiroid atau
mendapatkan pengobatan anti tiroid, misalnya penyakit Grave’s maka, obat anti tiroid
juga melewati plasenta sehingga janin beresiko mengalami hipotiroid.
Sesudah bayi lahir terjadi kenaikan TSH mendadak yang menyebabkan
peningkatan kadar T3 dan T4 yang kemudian secara perlahan-lahan menurun dalam 4
minggu pertama kehidupan bayi. Pada bayi prematur kadar T4 saat lahir rendah
kemudian meningkat mencapai kadar bayi aterm dalam usia 6 minggu. Semua tahap
yang melibatkan sintesis hormon tiroid termasuk trapping, oksidasi, organifikasi,
coupling dan sekresinya berada di bawah pengaruh TSH.

2.3.2 Etiologi
Ada beberapa penyebab penyakit hipotiroid kongenital. Tergantung dari
penyebabnya hipotiroid kongenital dapat bersifat permanen (pada sebagian besar kasus,
> 90%), dapat pula bersifat sementara atau transient (pada sebagian kecil kasus,
<20%).
Etiologi hipotiroid kongenital permanen :
Penyebabnya antara lain :
1. Hipotiroidisme congenital menetap
a. Disgenesis tiroid , merupakan penyebab terbanyak hipotiroidisme congenital
non endemic, kira-kira 85%-90% kasus. Ini terjadi karena tidak adanya
jaringan(agenesis) atau hipoplasia,yang dapat terjadi akibat gagalnya kelenjar
tiroid turun ke leher (ektopik). Atau dapat juga terjadi karena tumbuhnya
kelenjar tiroid pada tempat yang salah. Namun, kemungkinan berulang pada
anak yang berikutnya sangat jarang dengan frekuensi 1 dari 4000 bayi lahir.
b. “Inborn error of thyroid thermogenesis”, Gangguan pada proses pembuatan
hormon tiroid, walaupun pembentukan kelenjar tiroid normal, namun ukurannya
dapat normal atau membesar. Gangguan ini menyebabkan berkurangnya atau
tidak adanya produksi hormon tiroid sehingga bayi menderita hipotiroid
kongenital. Gangguan ini diturunkan dari orang tua kepada anaknya dengan
kemungkinan pada setiap kehamilan berikutnya 1 dari 4 anaknya akan menderita
gangguan proses pembuatan hormon tiroid. Hal ini karena terjadi mutasi
gen,yang mempengaruhi keturunan keluarga selanjutnya. Kasus ini ditemukan
pada 10-15% kasus hipotiroidisme congenital.
14

c. Sintesis atau sekresi TSH berkurang Gangguan pada otak yang mengatur
produksi hormon tiroid. gangguan ini adalah penyebab hipotiroid kongenital
yang paling jarang (<5%) dan bisa bersifat keturunan atau tidak. Ini disebabkan
kelainan pada hifofisis atau hipotalamus, prevalensi antara 1 : 25.000 sampai 1 :
100.000 kelahiran. Walaupun jarang, ini sangat penting karena berhubungan
dengan defisiensi hormone hifofisis lain yang dapat menyebabkan kematian
karena hipoglikemia.
d. Menurunnya transport T4 seluler, Kelainan congenital dari kerja tiroid terbaru
adalah ditemukan penurunan transport T4 kedalam sel target. (susanto,2009).
Hal ini disebabkan mutasi gen MCT8(Monocarboxylate transporter), yang
berlokasi pada kromosom Xq13.2, merupakan fasilitator seluler aktiv transport
tiroid ke dalam sel. Ekspresigen ini terutama pada jaringan khususnya otak,
jantung, paru, plasenta, ginjal dan otot skeletal, serta hepar sehingga kelainan ini
menyebabkan hipotiroidisme yang terbatas pada laki-laki.
e. Resistensi hormone tiroid, Ditemukan pertama kali oleh Refetoff,dkk pada tahun
1967, merupakan sindrom akibat tidak resfonsifnya jaringan target terhadap
hormone tiroid. Tampilan klinis biasanya sangat heterogen, bisa didapatkan
goiter, gangguan belajar disertai dengan hiperaktif, kelambatan pertumbuhan ,
dan sinus takikardi. Biasanya baru terdiagnosis pada kehidupan lanjut, kecuali
ada skrinning dengan pemeriksaan TSH, bayi yang terkena asimpomatik,insiden
diperkirakan 1 :50.000 bayi baru lahir.
2. Hipotiroidisme congenital transien (sementara)
Variasi sangat besar, tergantung bagaimana keadaan ditemukan pada skrining. Ada
sekitar 1 :40.000 orang bayibaru lahir atau 10% bayi baru lahir mengalami
hipotiroidisme jenis ini di Amerika utara. Penyebabnya (Brown RS, Huang S.
(2007):
a. Hipotiroidisme primer :defesiensi yodium/yodium yg berlebihan pada prenatal
atau post natal, pemberian obat anti tiroid pada ibu hamil, bloking antibody
reseptor TSH ibu.
b. Hipertiroidisme sekunder : ibu pada masa prenatal menderita hipertiroidisme,
prematuritas( kurang dari 27 minggu)
c. Obat-obatan : misalnya steroid, dopamine

2.3.3 Manifestasi Klinis


Gangguan pertumbuhan dan retardasi mental merupakan gejala yang tersering dan
dan yang paling dirasakan. Namun selain itu terdapat pula gejala-gejala yang tampak
15

secara fisik seperti : pembesaran kelenjar tiroid atau gondok, frekuensi buang air besar
yang berkurang, suara serak, kulit dan rambut tampak kering, anak tampak pucat dan
frekuensi denyut jantungnya lebih jarang dari anak normal. Namun seorang anak yang
menderita hipotiroid kongenital tidak selalu memiliki semua gejala-gejala tersebut.
Gejala dapat timbul segera setelah lahir atau setelah anak tersebut mengalami proses
belajar, tergantung dari faktor penyebab dan beratnya penyakit.
Pada bayi, manifestasi klinis sulit ditemukan, 95 % bayi yang terkena tidak
menunjukkan gejala secara klinis, karena masih didapat dari ibu melalui plasenta,
sehingga meskipun tidak memproduksi sama sekali namun kadar tiroid masih 25 %-
50% dari kadar normal. Namun, bayi dengan hipotiroidisme berat sering memiliki
penampilan yang unik, termasuk:kusam terlihat, kulit belang-belang(mottling),Puffy
wajah(wajah sembab)Tebal lidah yang menonjol(besar) dan kasar serta bercelah-
celah(scrotal tongue), kepala agak kecil dan brakisefalik dengan daerah oksipital
mendatar. Muka lebar, tulang pipi tinggi, hidung pesek, mata letaknya berjauhan serta
sipit miring ke atas dan ke samping, iris mata menunjukkan bercak-bercak (bronsfield
spot). Lipatan epikantus jelas, telinga agak aneh, bibir tebal.
Jika tidak ditangani, Penampilan ini biasanya berkembang sebagai penyakit
semakin memburuk. Anak mungkin juga memiliki: tersedak episode(tangisan serak),
sembelit, Keringnya rambut dan rapuh, penyakit kuning,Kurangnya otot (hipotonia),
hernia umbilicus, tangan dan kaki dingin, letargi. Gejala non spesifik , ikterus
neonatum yang lama,kesulitan minum, konstipasi,hipotermia atau distress respirasi
pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram,sering didapatkan fontanela anterior
melebar,fontanela posterior melebihi 0,5 cm, namun tidak spesifik. Secara umum
tampaknya gejala klinis tergantung pada penyebab,berat serta lamanya hipotiroidisme

Tabel : Skor Apgar pada hipotiroid kongenital

Gejala klinis Skore


Hernia umbilicalis 2
Kromosom Y tidak ada (wanita) 1
Pucat, dingin, hipotermi 1
Tipe wajah khas edematus 2
Makroglosi 1
Hipotoni 1
16

Ikterus lebih dari 3 hari 1


Kulit kasar, kering 1
Fontanella posterior terbuka (>3cm) 1
Konstipasi 1
Berat badan lahir > 3,5 kg 1
Kehamilan > 40 minggu 1
Total 15

2.3.4 Pemeriksaan diagnostik


1. Pemeriksaan Laboratorium
TSH meningkat, T3 serta T4 menurun. Kadar T4 serum rendah, kadar T3
serum dapat normal, Kadar prolaktin serum meningkat, Kadar Tg serum biasanya
rendah
2. Pemeriksaan Radiologis
a. Roentgenographi
1) Tidak ada distal femoral epiphysis
2) epifisis disgenesis
3) Deformitas (retak) dari vertebra thorakalis 12 atau ruas lumbal 1 atau 2
4) Foto tengkorak menunjukkan fontanela besar dan sutura lebar
5) Keterlambatan pada pembentukan dan erupsi gigi.
b. Ultrasonographic
Rendahnya level TG serum menunjukkan agenesis dan peningkatan Tg
serum ada pada kelenjar ektopik dan gondok,
c. Elektrokardiogram
Fungsi ventrikel kiri jelek dan efusi perikardial.

2.3.5 Penatalaksanaan
Untuk hipotiroid kongenital yang sementara (transient) sebenarnya tidak diperlukan
pengobatan karena fungsi dari kelenjar tiroid akan kembali normal setelah lahir dalam
waktu yang bervariasi tergantung penyebabnya. Namun kadang diperlukan pengobatan
untuk masa yang bervariasi karena kadang sulit diketahui apakah ini tergolong
sementara atau permanen pada awal kelahiran.
Pada hipotiroid kongenital yang permanen yang merupakan penyebab tersering
hipotiroid kongenital, kekurangan hormon tiroid tidak dapat dicegah namun gejala
akibat kekurangan hormon tiroid dapat dicegah dengan pemberian pengganti atau
suplemen hormon tiroid dalam bentuk tablet. Pemberian obat ini harus dimulai sedini
mungkin (usia < 1 bulan) dan diberikan seumur hidup, terutama pada usia 0-3 tahun.
17

Dengan pemberian hormon tiroid yang teratur dan terkontrol, anak dapat tumbuh dan
berkembang secara normal.

Pengobatan
Setelah ditetapkan diagnosis, harus secepatnya diberikan pengobatan dengan
LT4 dan orang tua harus dijelaskan tentang penyeba hipotiroidisme yang terjadi pada
bayinya,dan jelaskan bahwa pengobatan dini dan adekuat akan memperbaiki prognosis
bayinya. Dosis yang dianjurkan adalah 10-15 Ug/KgBB agar T4 kembali normal
secepatnya. Pada bayi dengan hipotiroidisme berat (kadar T4 < 5 Ug/L atau 64
nmol/L) seperti pada agenesis tiroid, harus dimulai dengan dosis tinggi.
1. Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid ada, diberikan dosis seperti tabel
berikut :

Umur Dosis µg/kg BB/hari


0-3 bulan 10-15
3-6 bulan 8-10
6-12 bulan 6-8
1-5 tahun 5-6
2-12 tahun 4-5
> 12 tahun 2-3
Kadar T4 dipertahankan di atas pertengahan nilai normal.

2. Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid tidak ada, dapat dilakukan therapeutic
trial sampai usia 3 tahun dimulai dengan dosis rendah dalam 2-3 minggu; bila
ada perbaikan klinis, dosis dapat ditingkatkan bertahap atau dengan dosis
pemberian + 100 μg/m2/hari. Penyesuaian dosis tiroksin berdasarkan respon
klinik dari uji fungsi tiroid T3, T4, dan TSH yang dapat berbeda tergantung
dari etiologi hipotiroid.
Tiroid dapat dicampur dengan sari buah atau susu formula tetapi harus diminum
habis dan tidak boleh diberikan bersama dengan bahan-bahan yang menghambat
penyerapan , seperti besi, kedelai, atau serat. Beberapa bayi dapat menelan tablet utuh
atau dikunyah dengan air liurnya sebelum bayi mempunyai gigi. Obat dalam bentuk
cairan, tidak stabil sehingga sebaiknya tidak digunakan. Setelah anak mulai minum
obat ini, tes darah secara teratur dilakukan untuk memastikan kadar T4 dipertahankan
di atas pertengahan nilai normal. Dengan dosis yang diberikan di atas sebagian besar
18

bayi kadar T4 serum kembali normal dalam waktu 1 minggu dan TSH dalam waktu 1
bulan. Dianjurkan untuk memeriksa kembali kadar T4 dan TSH 2 – 4 minggu setelah
pengobatan

Deteksi dini
Penyakit hipotiroid kongenital dapat dideteksi dengan tes skrining, yang dilakukan
dengan pemeriksaan darah pada bayi baru lahir atau berumur 3 hari atau minimal 36
jam atau 24 jam setelah kelahiran. Dengan diagnosis/skrining dan pemberian
suplemen hormon tiroid sedini mungkin gangguan pertumbuhan dan retardasi mental
dapat dicegah dan anak diharapkan akan tumbuh dan berkembang secara normal.

2.3.6 Prognosis
1. Diagnosis awal dan pengobatan yang cukup sejak umur minggu pertama
kehidupan memungkinkan pertumbuhan linier yang normal dan intelegensinya
setingkat dengan saudara kandung yang tidak terkena.
2. Tanpa pengobatan bayi yang terkena menjadi cebol dan defisiensi mental. Bila
pengobatan dimulai pada usia 46 minggu IQ pasien tidak berbeda dengan IQ
populasi kontrol.
3. Tuli sensorineural ditemukan pada 20% kasus hipotiroid kongenital.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan pada Kretinisme


3.1.1 Pengkajian dan Anamnesa
Pengkajian keperawatan pada pasien dengan kelainan ini antara lain mencakup:
1. Riwayat penyakit.
Adanya factor resiko potensi penyakit yang lain, seperti tumor, kanker,
osteoporosis, dll
2. Riwayat trauma kepala.
Adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita pasien, serta riwayat
adanya terkena radiasi.
3. Sejak kapan keluhan dirasakan.
Dampak defisiensi GH mulai tampak pada masa balita sedangkan defisiensi
gonadotropin nyata pada masa pra remaja.
19

4. Kaji adanya keluhan yang terjadi sejak lahir.


Misalnya apakah orang tua pernah membandingkan pertumbuhan fisik anaknya
dengan anak- anak sebayanya yang normal.
5. Kaji TTV dasar.
Untuk perbandingan dengan hasil pemeriksaan yang akan datang.
6. Kaji pertumbuhan klien.
Timbang dan ukur BB, TB klien saat lahir serta bandingkan pertumbuhan tersebut
dengan standar.
7. Keluhan utama klien.
a. Pertumbuhan lambat
b. Ukuran otot dan tulang kecil
c. Tanda- tanda sex sekunder tidak berkembang

8. Amati bentuk dan ukuran tubuh, dan juga pertumbuhan rambut.


9. Palpasi kulit, pada wanita biasanya terdapat kulit yang kering dan kasar.
10. Kaji dampak perubahan fisik.
Apakah klien sudah mampu dalam memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri.
11. Faktor Resiko
Faktor resiko yang mungkin dapat mencetuskan kretinisme:
a. Hipotiroid yang berdampak pada kekurangan yodium.
b. Kelainan hipofisis, misal adanya19tumor.
c. Konsumsi obat tertentu tanpa petunjuk tim medis ketika hamil.
d. Konsumsi obat tertentu ketika anak berusia kurang dari 2 tahun.
e. Autoimun.
f. Genetic.
g. Gizi buruk.
h. GDS yang menurun.
i. Gaya hidup bisa juga pada makanan yang tidak terkontrol.
3. Pemeriksaan
a. Anamnesis
Antenatal, Natal dan Postnatal, adanya keterlambatan pertumbuhan dan maturasi
dalam keluarga (pendek, menarche), penyakit infeksi kongenital, KMK (Kecil
Masa Kehamilan),
b. Pemeriksaan Fisik
20

 Antropometri (TB, BB, Lingkaran Kepala, Lingkaran dada, panjang


lengan, panjang kaki)
 Ukur TB dan BB ayah, ibu dan saudara-saudaranya
 Head to toe
 Pemerisaan neurologis
 Pemeriksaan pendengaran
 Tes IQ menggunakan teori perkembangan Denver
c. Pemeriksaan penunjang
 Laboratorium : Darah lengkap rutin, serologic urea dan elektrolit, calcium,
fosfatase, T4 dan TSH, GH (growth Hormone), Pemeriksaan GDS
 Test HGH
 Rontgen untuk mengetahui:
 Adanya penipisan tulang / kemunduran kematangan sel.
 Pemeriksaan adanya dislokasi sendi.
 Pemeriksaan keadaan jantung, hepar dan ginjal untuk melihat

adanya toksik.
 X-Ray :
 Bone Age (umur tulang)
 Tengkorak kepala/ Sella Tursica.
 Bila perlu CT scan (pemeriksaan cranial maupun hipofisis) atau MRI

4. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan body image b.d perubahan penampilan.
Tujuan:
Klien memahami perubahan-perubahan tubuhnya akibat proses penyakit.
KH:
- Perasaan menerima kekurangan diri akan diterima oleh klien.
- Memahami proses penyakit.
Intervensi:
o Dorong klien untuk mengungkapkan rasa takut dan cemasnya menghadapi
proses penyakit.
Rasional: Kondisi ini dapat membantu untuk menyadari keadaan diri sejak dini.
o Berikan support yang sesuai.
Rasional: Hal ini dapat membantu meningkatkan upaya menerima dirinya dan
merasa dirinya dapat diterima orang lain dikalangan sosial.
o Dorong klien untuk mandiri.
Rasional: Kemandirian membantu meningkatkan harga diri.
21

o Memodifikasi lingkungan sesuai dengan kondisi klien


Rasional: Memudahkan aktivitas klien, dan meningkatkan rasa percaya karena
diperhatikan.
b. Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan sendi dan otot.
Tujuan : klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil:
o Tidak terjadi kontraktur sendi
o Bertambahnya kekuatan otot
o Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
Intervensi:
o Anjurkan klien menggerakan ekstremitas setiap 2 jam sekali.
Rasional: Gerakan ekstremitas seacra teratur dan bertahap akan melemaskan
sendi dan otot, sehingga jika terjadi dislokasi sendi atau otot akan segera
terdeteksi.
o Anjurkan klien untuk banyak makan makanan yang berkalsium tinggi.
Rasional: Kalsium membantu menguatkan tulang.
o Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
Rasional: Mempercepat proses penyembuhan agar ekstremitas dapat kembali
pulih.
o Anjurkan agar klien tidak kelelahan dan membatasi aktifitas yang berat.
Rasional: Kelelahan tulang dan otot akan memicu terjadinya resiko tinggi
terkena cedera.
o Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Rasional: Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak
dilatih untuk digerakkan.

c. Resti cedera b.d kerapuhan tulang, kelemahan otot.


Tujuan : Resiko cedera dapat berkurang atau bahkan dihindari, seperti nyeri dan
spasme.
Kriteria Hasil:
o Klien dapat mengantisipasi keadaan nyeri yang tiba- tiba datang karena
adanya kerapuhan tulang.
o Klien dapat sesegera mungkin melaporkan keadaan nyerinya yang datang
tiba- tiba.
Intervensi:
22

o Pantau tanda dan gejala fraktur (vertebral, panggul atau pergelangan tangan)
Rasional: Gejala fraktur dapa terdeteksi secara dini, sehingga tidak
memeperberat nyeri.
o Pantau kifosis dari spina dorsal, ditandai dengan penurunan tinggi badan.
Rasional: Pertumbuhan TB yang lebih dominan terlihat adalah pada tulang
belakang, kaji ada kelainan atau tidak.
o Ajarkan teknik nafas distraksi relaksasi secara sederhana.
Rasional: mengurangi nyeri pada klien apabila tiba- tiba datang nyeri dan
spasme otot.
o Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional: analgetik untuk mengurangi rasa nyeri.

d. Konstipasi berhubungan dengan penurunan metabolisme


Tujuan : gangguan eliminasi tidak terjadi
Kriteria hasil:
o Pola eliminasi BAB normal.
o Tidak terjadi konstipasi lagi.
Intervensi:
o Kaji dan catat frekuensi, warna dan konsistensi feces
Rasional : Untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan yang terjadi pada
eliminasi fekal.
o Auskultasi bising usus
Rasional : Untuk mengetahui normal atau tidaknya pergerakan usus.
o Anjurkan klien untuk minum banyak dan sering.
Rasional: Untuk merangsang pengeluaran feces.
o Kolaborasi dalam pemberian terapi pencahar (Laxatif).
Rasional : Untuk memberi kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan
eliminasi.

e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia


Tujuan : Kebutuhan tubuh akan nutrisi adekuat terpenuhi.
Kriteria hasil :
 Berat badan mengalami peningkatan. Pada usia toddler :4 kali BB lahir
pada usia 2,5 th dan kenaikan setiap tahun 2-3 kg(Wong, Donna L, 2008)
23

 Tidak adanya mual


Intervensi :
a. Pantau masukan makanan setiap hari.
Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/defisiensi nutrisi.
b. Dorong pasien untuk makan diet tinggi kaya nutrien dengan
masukan cairan adekuat. Dorong penggunaan suplemen dan makan
sering/lebih sedikit yang dibagi-bagi selama sehari.
Rasional : Kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan
(untuk menghilangkan produk sisa). Suplemen dapat memainkan peran
penting dalam mempertahankan masukan kalori dan protein adekuat.
c. Kontrol faktor lingkungan (misalnya bau kuat/tidak sedap atau kebisingan.
Hindari terlalu manis, berlemak atau makanan pedas.
Rasional : Dapat mengidentifikasi respons mual/muntah.
d. Dorong penggunaan teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi
latihan sedang sebelum makan.
Rasional : Dapat mencegah awitan atau menurunkan beratnya mual,
penurunan anoreksia, dan memungkinkan pasien meningkatkan masukan
oral.
e. Dorong komunikasi terbuka mengenai masalah anoreksia.
Rasional : Sering sebagai sumber distress emosi, khususnya untuk orang
terdekat yang menginginkan untuk memberi makan pasien dengan sering.
Bila pasien menolak, orang terdekat dapat merasakan ditolak/frustasi

3.2 Asuhan Keperawatan pada Hipotiroid Kongenital

3.2.1 Pengkajian
1. Anamnesis :
Apakah berasal dari daerah gondok endemik?

Jika ada Struma pada ibu. Apakah ibu diberi KI, PTU waktu hamil?
Adakah keluarga yang struma?

agaimana perkembangan anak?


2. Gejala klinis :
24

Dicurigai adanya hipotiroid bila skor Apgar hipotiroid kongenital > 5; tetapi tidak
adanya gejala atau tanda yang tampak, tidak menyingkirkan kemungkinan hipotiroid
kongenital.
3. Pengkajian
Keadaan umum : bayi tampak pucat, wajah sembab(puffly), tangan dan kaki dingin,
suhu tuhuh menurun (hipotermia)
a. Kepala :fontanela anterior melebar,fontanela posterior melebihi 0,5 cm, namun tidak
spesifik. Rambut kering dan rapuh. Kepala agak kecil dan brakisefalik dengan
daerah oksipital mendatar. Muka lebar, tulang pipi tinggi
b. Mata : mata letaknya berjauhan serta sipit miring ke atas dan ke samping, iris mata
menunjukkan bercak-bercak (bronsfield spot). Lipatan epikantus jelas
c. Hidung : hidung pesek
d. Telinga : telinga agak aneh,
e. Mulut :bibir dan lidah tebal. Lidah tampak menonjol (besar), kasar serta bercelah-
celah(scrotal tongue), suara tangisan serak/seperti berteriak, bayi kesulitan minum.
f. Leher : pembesaran kelenjar tiroid atau gondok
g. Dada : kadang dapat terjadi distress pernapasan, bradikardi
h. Abdomen : frekuensi BAB berkurang-sembelit(konstipasi),kadang terdapat hernia
umbilikus.
i. Tulang : akral dingin, penurunan tonus otot, ikterus neonatorum, kulit kering.
Tangan dan kaki pendek, dengan jari-jari yang lebar.

3.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Pola nafas tidak efektif b.d tidak adanya/tidak adekuatnya fungsi tiroid dalam
metabolisme tubuh
2. Hipotermi berhubungan dengan hipotiroidisme kongenital
3. Intoleransi aktivitas b.d penurunan ATP akibat penurunan metabolisme tubuh
3. Konstipasi b.d penurunan fungsi gastrointestinal akibat penurunan metabolisme tubuh.

3.2.3 Intervensi Keperawatan


1. Pola nafas tidak efektif b.d tidak adanya/tidak adekuatnya fungsi tiroid dalam
metabolisme tubuh
Tujuan : Menunjukkan pola nafas yang efektif
Kriteria Hasil : Dalam 3x 24 jam, pasien menunjukkan:
RR dalam batas normal,kedalaman inspirasi dan kedalaman bernafas normal
Tidak ada penggunaan otot bantu nafas

No Intervensi Rasional
1 Pantau frekwensi pernafasan, kedalaman, dan kerjaUntuk mengetahui adanya
25

pernafasan gangguan pernafasan pada pasien


Menghindari penekanan pada jalan
Posisikan bayi agar leher tidak tertekuk/posisikan
2 nafas untuk meminimalkan
semi ekstensi atau ekstensi
penyempitan jalan nafas
Berikan asupan nutrisi dan cairan dengan berhati-
Agar tidak memperberat kondisi
3 hati , misalnya menghindari resiko aspirasi atau
gangguan pernapasan
menutup jalan nafas saat memberikan ASI
Kekurangan oksigen menjadi
4 Kolaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi penyebab pola nafas menjadi tidak
efektif
26

2. Hipotermia berhubungan dengan hipotiroidisme kongenital

Tujuan : mempertahkankan suhu tubuh pasien normal

Kriteria hasil : Suhu tubuh normal, nadi normal,warna kulit tidak berubah, tidak
gemetar.

No Intervensi Rasional

Mempertahankan suhu tubuh pasien denganMencegah keluarnya panas tubuh yang


1 memakaikan pakaian yang kering dan kaos kakiberlebihan dari permukaan tubuh
serta selimut. pasien.

Memantau suhu tubuh secara


berkelanjutan penting untuk
2 Memonitor temperatur pasien setiap 2 jam
mewaspadai tingkat keparahan
hipotermia.
Observasi adanya tanda-tanda hipotermia
Memantau perbaikan kondisi pasien
seperti gemeter, bicara ngelantur,kulit pucat atau
3
berubah warna, lemah, fatigue.

3. Intoleransi aktivitas b.d penurunan ATP akibat penurunan metabolisme tubuh


Tujuan : Menunjukkan tingkat energy yang adekuat untuk beraktivitas
Kriteria Hasil : Dalam 3x 24 jam, pasien menunjukkan:
Mentoleransi aktivitas ,Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat
Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktivitas

No Intervensi Rasional
Kaji pola aktivitas yang lalu, apakah anak Untuk membandingkan aktivitas sebelum
sudah bisa beraktivitas seperti bayisakit dan yang akan diharapkan setelah
1
seusianya atau bayi menunjukkan perilakuperawatan
perubahan pola aktivitas yang signifikan
Rencanakan perawatan bersama orangtuaDengan merencanakan perawatan, perawat
ntuk menentukan aktivitas yang bisadengan keluarga dapat mempermudah
2 dilakukan oleh pasien: misalnya belajarsuatu keberhasilan karena keluarga
membalikkan badan. mendukung perawatan.

Seimbangkan aktivitas dengan waktuUntuk mengatasi kelelahan akibat latihan.


3 istirahat. Jangan paksa klien beraktivitas saat
ingin tidur
Anjurkan klien untuk member asupan nutrisiUntuk mempercepat pemulihan dan
4
yang cukup kepada bayinya menambah energi
27

4. Konstipasi berhubungan dengan penurunan fungsi gastrointestinal akibat penurunan


metabolisme tubuh
Tujuan : Menunjukkan kemampuan saluran gastrointestinal untuk
mengeluarkan feses secara efektif
Kriteria Hasil : Dalam 3x 24 jam, pasien menunjukkan:
Motilitas usus menuju perbaikan
Tidak ada distensi abdomen
Klien tidak mengejan saat defekasi
Struktur feses lunak

No Intervensi Rasional
Anjurkan keluarga memberi peningkatan asupanMelunakkan feses dan
1
cairan dan makanan yang kaya akan serat meningkatkan massa feses
Anjurkan keluarga untuk meningkatkan mobilisasi Meningkatkan evakuasi feses
2
dalam batas-batas toleransi latihan
Kolaborasi : untuk pemberian obat pencahar danUntuk mengencerkan feses
3
enema bila diperlukan
Auskultasi peristaltic usus Mengetahui tingkat keberhasilan
4
intervensi
28

BAB 4
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.1.1 Kreatinisme
a. Pengertian
Suatu keadaan yang diakibatkan oleh kurangnya kelenjar tiroid
mengeluarkan sekret pada waktu bayi ,berupa hambatan pertumbuhan
mental.
b. etiologi
kurangnya yodium pada trismester pertama yaitu pada masa
pertumbuhan janin mempunyai resiko tinggi melahirkan bayi kreatinin.
c. Tanda dan gejala
1) Pertumbuhan fisik lambat, seperti TB, BB.
2) Menurunnya pertumbuhan gigi.
3) Nafsu makan bertambah tetapi BB berkurang.
4) Menurunnya kematangan hormone gonad.
5) Tubuh berperawakan pendek, kurang dari TB normal.
6) Wajah lebam
7) TB kurang dari normal.
8) Hidung, bibir, dan lidah lebar.
9) Ekor mata tidak sejajar dengan telinga
10) BB meningkat dengan otot yang lembek.
11) Rambut kepala kasar dan rapuh.
12) Pertumbuhan gigi menurun.
13) Suara parau.
14) Wajah mengikuti umur.
15) Biasanya terjadi penurunan IQ.
16) Susah konsentrasi.
17) Gangguan system indra.
18) Keterlambatan pubertas.
19) Sering konstipasi.
20) Kulit kering dan keriput.

d. Penatalaksananaan
Pencegahan dan pemberian28
obat khusus
e. Prognosis
Makin muda dimulai pemberian hormon tiroid, maka makin baik
prognosisnya. Kalau terapi dimulai sesudah umur 1 tahun, biasanya tidak
akan tercapai IQ yang normal. Pertumbuhan badan dapat baik. Pada
kretinisme didapat dengan pengobatan yang baik, prognosisnya akan
lebih baik.
3.1.2 Hipotiroidisme kongenital
a. Pengertian
29

Hipotiroidisme neonatal adalah penurunan produksi hormon tiroid pada


bayi baru lahir. Dalam kasus yang sangat langka, tidak ada hormon tiroid
yang diproduksi.Jika bayi lahir dengan kondisi tersebut, maka disebut
hipotiroidisme congenital.
b. Etiologi
1) Pada bayi baru lahir
a) Sebuah kelenjar hilang atau kurang berkembang tiroid
b) Sebuah kelenjar pituitari yang tidak merangsang kelenjar tiroid
c) Hormon tiroid yang kurang terbentuk atau tidak bekerja
2) Pada anak
a) Hipotiroidisme kongenital menetap
b) Hipotiriodisme kongenital transien (sementara)
c. Tanda dan gejala
Gangguan pertumbuhan dan retardasi mental merupakan gejala yang
tersering dan dan yang paling dirasakan. Namun selain itu terdapat pula
gejala-gejala yang tampak secara fisik seperti : pembesaran kelenjar
tiroid atau gondok, frekuensi buang air besar yang berkurang, suara
serak, kulit dan rambut tampak kering, anak tampak pucat dan frekuensi
denyut jantungnya lebih jarang dari anak normal. Namun seorang anak
yang menderita hipotiroid kongenital tidak selalu memiliki semua
gejala-gejala tersebut. Gejala dapat timbul segera setelah lahir atau
setelah anak tersebut mengalami proses belajar, tergantung dari faktor
penyebab dan beratnya penyakit.

d. Prognosis
Hipothiroidisme ringan tidak diobati dapat menyebabkan
keterbelakangan mental yang berat dan retardasi pertumbuhan. Sistem
saraf berjalan melalui perkembangan penting selama beberapa bulan
pertama setelah kelahiran. Kurangnya hormon tiroid dapat
menyebabkan kerusakan yang reversibel.
3.1.3 Asuhan keperawatan pada anak dengan kreatinisme dan hipotiroidisme kongenital.
Masalah keperawatan yang sering muncul pada anak dengan kreatinisme
dan hipotiroidisme kongenital adalah
a. Pola nafas tidak efektif b.d tidak adanya/tidak adekuatnya fungsi tiroid
dalam metabolisme tubuh
b. Hipotermi berhubungan dengan hipotiroidisme kongenital
c. Intoleransi aktivitas b.d penurunan ATP akibat penurunan metabolisme
tubuh
Konstipasi b.d penurunan fungsi gastrointestinal akibat penurunan metabolisme
tubuh.
30

3.2. Saran
1. Bagi Kepentingan Teoritis

Sebagai tambahan referensi khususnya tentang penyakit serta asuhan keperawatan

pada anak dengan kreatinisme dan hipotiroidisme kongenital.

2. Secara praktis

a. Bagi praktik keperawatan

Untuk mengetahui penatalaksanaan dan asuhan keperawatan pada pasien dengan

kreatinisme dan hipotiroidisme congenital.

b. Bagi Institusi
Sebagai bahan masukan dan tambahan referensi mengenai penyakit kreatinisme
dan hipotiroidisme congenital serta penatalaksanaannya
31

DAFTAR PUSTAKA

Agung. 2010. Mengenal hipotiroid pada anak. Disitasi dari :


http://ngakanagung.multiply.com/journal/item/4/mengenal_hipotiroid_kongenital_pa
da_anak pada hari Rabu, 21 September 2011 pada pukul 21.05.
Anonim. 2009. Kretinisme. Diakses dari http://chapurple.wordpress.com/
2009/03/31/kretinisme/ pada hari Rabu, 21 September 2011 pukul 20.43.
Aulia, Qeeya. 2010. Perbedaan Antara Dwarfisme dan Kretinisme. Diakses dari
http://qeeyaaulia.blogspot.com/2010/04/perbedaan-antara-drawfisme-dan.html
pada Rabu, 21 September 2011 pukul 20.49.
Budiman, Basuki. 2000. Kemampuan Berbicara, Menulis dan Berhitungtifikasi Kretinisme
pada Anak Sekolah Dasar. http://digilib.litbang.depkes.go.id/files/disk1/1/jkpkbppk-
gdl-grey-2000-basuki-15-creatinsm-basuki.pdf. Tanggal 25 September 2011. Jam
15.00 WIB

Carpenito, Lynda Juall. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.
Faizi, Muhammad. 2010. Disitasi dari : Hipotiroid. www.pediatric.com pada hari Rabu, 21
September 2011 pada pukul 21.10.
Hartono, Bambang. 2005. Gangguan Perkembangan Otak Janin Akibat Defesiensi
Yodium pada Masa Kehamilan. http ://eprints.undip.ac.id./301. Tanggal 25
September. Jam 15.00 WIB

Joice. 2007. Disitasi dari : http://joicehappy.blogspot.com/2007/11/hipotiroid-


kongenital.html pada hari Rabu, 21 September 2011 pada pukul 21.15.
Pearce,Evelyn C. (2002). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT Gramedia.

Robbins SL., et.al.(1995). Buku Ajar Patologi II (Basic Pathology Part II) Edisi 4.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Senoputra, Muh. Adrian. 2011. Asuhan Keperawatan Gigantisme dan Kretinisme. Diakses
dari http://asuhankeperawatans.blogspot.com/2011/01/asuhan-keperawatan-
gigantisme-dan.html pada hari Rabu, 21 September 2011 pada pukul 20.59.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
(1985).Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 1. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : FKUI

Sukrawan, Yusep. Masalah Intelegensi pada Anak Usia Dini.pdf.


http://file.upi.edu/direktori/fptk/jur._pend._teknik_mesin/196607281992021-
yusep_sukrawan/masalah_intelegensi_pada_anak_usia_dini.pdf. Tanggal 25
September 2012. Jam 15.00 WIB

31
32

Susanto. 2006. Outcome Bayi dari Ibu Hipo atau Hipotiroidisme.


pediatrics_undip.com/journal/outcome bayi dari ibu hipo atau hipertiroidisme.pdf.
Tanggal 25 September 2012. Jam 15.00 Wib

Susanto. 2009. Kelainan Tiroid pada Masa Bayi Skrining Hipotiroidisme Neonatal,
Hipotiroidisme Kongenital dan Hipotiroidisme Didapat.
pediatrics_undip/journal/kelainan tiroid masa bayi.pdf. Tanggal 25 September 2011.
Jam 15.00 WIB

Wilkinson, Judith. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai