Anda di halaman 1dari 63

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan tiroid pada wanita 4 5 kali lebih banyak dibandingkan pria,
khususnya dalam masa subur. Gangguan tiroid sering terjadi pada wanita
hamil, namun karena gejalanya tidak khas dan terjadi keadaan hipermetabolik
pada kehamilan normal, maka hal ini menambah sulit diagnosis apabila terjadi
kelainan selama kehamilan. Namun petugas kesehatan harus waspada dan
harus mempertimbangkan kemungkinan adanya gangguan fungsi tiroid,
kemudian membedakan antara perubahan fisologis atau patologis, karena
kelainan fungsi tiroid pada ibu dapat berpengaruh langsung pada janin melalui
jalur transplasenta, antara lain hormon tiroid ibu yang tidak normal, reseptor
antibodi TSH atau obat anti tiroid yang diberikan pada ibu dan tentu saja secara
tidak langsung adalah perubahan fisiologis pada kehamilan ibu.
Hipotiroksinemia merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada
wanita hamil. Hal ini ditandai dengan rendahnya kadar hormon tiroid bebas
(T4) pada ibu dengan TSH masih dalam rentang normal. Keadaan ini sudah
lama berjalan tanpa ada konsekuensi apapun pada ibu dan bayinya sehingga
mendorong timbulnya beberapa penelitian. Berdasarkan penelitian tersebut di
dapati pada ibu hamil dengan hipo maupun hipertiroidisme yang tidak
terkontrol, menunjukkan bahwa bayi yang dikandung akan lahir dengan berat
badan lahir rendah, dan besar kemungkinan terjadi cacat bawaan.
Selama masa kehamilan adanya fluktuasi alami pada hormon sehingga
dapat mengubah seluruh fungsi dari kalenjar tiroid. Kadar hormon Human
chorionic gonadotropin (hCG) dan estrogen akan meningkat selama masa
kehamilan dan keduanya akan merangsang kalenjar tiroid untuk memproduksi
lebih banyak hormone tiroid dan menyebabkan menurunnya kadar TSH
(Thyroid Stimulating Hormone) dalam darah. Hormon tiroid banyak
dibutuhkan selama kehamilan karena janin masih sangat bergantung pada kadar
1

hormon tiroid ibunya hingga minimal 12 minggu masa gestasi. Sehingga untuk
menambah

fungsi

tiroid,

sangatlah

penting

bagi

ibu

hamil

untuk

mengkonsumsi minimal 200 mcg iodin sehari (kadar dua kali dari biasanya)
selama kehamilan. Iodin berperan penting dalam proses sintesis pembentukan
hormone tiroid. Selama beberapa dekade terakhir disebutkan bahwa kelompok
risiko tertinggi kurangnya asupan iodine adalah wanita hamil dan menyusui,
serta anak usia kurang dari 2 tahun yang tidak terimplementasi oleh strategi
iodisasi garam universal.
Beberapa hipotiroid selama masa kehamilan dapat menimbulkan
komplikasi serius, baik untuk ibunya maupun anaknya. Apabila ibu hamil
mengidap hipotiroid, maka anak yang akan dilahirkannya berpotensi
mengalami gangguan pertumbuhan, keterbelakangan mental bahkan cacat fisik.
Beberapa gejala seorang bayi yang mengidap hipotiroid antara lain jarang
menangis, kesulitan minum air susu ibu dan jarang sekali buang air besar (Nata
News, 2012).
Selain itu, ibu yang mengalami hipertirod juga dapat mengalami gejala
yang buruk akibat meningkatnya stimulasi tiroid selama masa kehamilan.
Prevalensi hipertiroid di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 1 %. Secara
umum fenomena ini khususnya pada wanita dengan penyakit Graves, dengan
potensi 5-10 kali lebih sering dialami oleh wanita pada usia produktif.
Prevalensi hipertiorid pada masa kehamilan mencapai 0.1% sampai 0.4%, 85%
dikarenakan penyakit Grave dan terjadi pada 1 : 1500 kehamilan. Beberapa
hipertiroid yang tidak mendapat perawatan yang optimal selama kehamilan
dapat menimbulkan pre-eclampsia dan thyroid storm. Hipertiroid akibat
penyakit Grave yang terjadi selama masa kehamilan dapat memiliki
konsekuensi serius untuk janin termasuk dalam membantu pembentukan dan
fungsi tiroid janin, berat badan lahir rendah dan premature bahkan sampai
kematian janin. Lebih jauh, komplikasi hipertiroid dapat terjadi pada berbagai
organ termasuk jantung seperti irama jantung bahkan hingga gagal jantung.
Terkait itu, masyarakat diharapkan agar lebih peduli mengenai kelainan
tiroid karena bisa menyerang segala usia. Hanya saja data tentang jumlah
kematian akibat hipotiroid maupun hipertiroid hingga saat ini belum jelas,
2

namun data penderita di rumah sakit di Indonesia berkisar 10 % sampai 15 %


(Nata News, 2012).
Pada kehamilan, penyakit tiroid memiliki karakteristik tersendiri dan
penanganannya pun akan menjadi lebih kompleks pada kondisi tertentu.
Seperti yang sudah diuraikan sedikit bahwa kehamilan dapat mempengaruhi
perjalanan gangguan tiroid dan sebaliknya penyakit tiroid dapat pula
mempengaruhi kehamilan. Oleh karena itu seorang klinisi maupun perawat
hendaknya memahami perubahan-perubahan fisiologis masa kehamilan dan
patofisiologi penyakit tiroid, dapat mengobati

secara aman sekaligus

menghindari pengobatan yang tidak perlu selama kehamilan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari hipertiroid dan hipotiroid pada ibu hamil?
2. Apa saja etiologi dari hipertiroid dan hipotiroid pada ibu hamil?
3. Bagaimana patofisiologi hipertiroid dan hipotiroid pada ibu hamil?
4.

Apa saja manifestasi klinis hipertiroid dan hipotiroid yang timbul pada
ibu hamil?

5. Apa saja pemeriksaan diagnostik hipertiroid dan hipotiroid pada ibu


hamil?
6. Apa saja penatalaksanaan hipertiroid dan hipotiroid pada ibu hamil?
7. Apa saja komplikasi yang timbul dari hipertiroid dan hipotiroid pada ibu
hamil?
8. Bagaimana WOC dari hipertiroid dan hipotiroid pada ibu hamil?
9. Bagaimana asuhan keperawatan yang sesuai pada ibu hamil dengan
hipertiroid?
10. Bagaimana asuhan keperawatan yang sesuai pada ibu hamil dengan
hipotiroid?

1.3 Tujuan
A. Tujuan Umum
Menjelaskan konsep dasar tentang Hipotiroid dan Hipertiroid pada
ibu Hamil dan Asuhan Keperawatan pada Ibu Hamil dengan Gangguan
Kelenjar Tiroid (Hipotiroid dan Hipertiroid).
B. Tujuan Khusus
Asuhan keperawatan ini disusun sebagai tugas mata kuliah
Keperawatan Endokrin 1. Setelah menyusun atau mempelajari makalah
ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengetahui dan memahami pengertian dari hipertiroid dan hipotiroid
pada ibu hamil.
2. Mengetahui dan memahami etiologi dari hipertiroid dan hipotiroid
pada ibu hamil.
3. Mengetahui dan memahami patofisiologi hipertiroid dan hipotiroid
pada ibu hamil.
4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis hipertiroid dan
hipotiroid yang timbul pada ibu hamil.
5. Mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik hipertiroid dan
hipotiroid pada ibu hamil.
6. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan hipertiroid dan hipotiroid
pada ibu hamil.
7. Mengetahui dan memahami komplikasi yang timbul dari hipertiroid
dan hipotiroid pada ibu hamil.
8. Mengetahui dan memahami WOC dari hipertiroid dan hipotiroid pada
ibu hamil.
9. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan yang sesuai pada ibu
hamil dengan hipertiroid.
10. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan yang sesuai pada ibu
hamil dengan hipotiroid.

1.4 Manfaat
4

1. Menambah pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan Asuhan


Keperawatan pada Ibu Hamil dengan Gangguan Kelenjar Tiroid
(Hipotiroid dan Hipertiroid).
2. Dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik dan tepat pada ibu
hamil dengan gangguan kelenjar tiroid (hipotiroid atau hipertiroid).
3. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa tentang
Asuhan Keperawatan pada Ibu Hamil dengan Gangguan Kelenjar Tiroid
(Hipotiroid dan Hipertiroid).

BAB II
5

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Tiroid


Thyroidea (Yunani thyreos, pelindung) suatu kelenjar endokrin
sangat vaskular, merah kecoklatan yang terdiri dari lobus dextra dan
sinistra yang dihubungkan oleh isthmus pada garis tengah. Tiap lobus
mencapai superior sejauh linea oblique cartilago thyroidea, isthmus
terletak di atas cincin trachea kedua dan ketiga, sedangkan bagian
terbawah lobus biasanya terletak di atas cincin trachea keempat atau
kelima. Kelenjar ini dibungkus oleh selubung yang berasal dari lapisan
pretrachealis fascia cervicalis profunda. Beratnya sekitar 25 gram biasanya
membesar secara fisiologis pada masa pubertas, menstruasi dan kehamilan
(Suen C. Kenneth, 2002; Gharib H, 1993).
Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli
media danfascia pre vertebralis. Di dalam ruang yang sama terletak
trakhea, esofagus, pembuluh darah besar, dan syaraf. Kelenjar tyroid
melekat pada trakhea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga
perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratyroid umumnya terletak pada
permukaan belakang kelenjar tyroid (SyamsuhidayatR, 1998).

Gambar 1. Anatomi kelenjar tiroid


Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup
cincin trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia
pretrakhea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan
6

terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk
menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tyroid
atau tidak(Djokomoeljanto, 2001).

Gambar 2. Vaskularisasi kelenjar tiroid


Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari Arteri {a.} Tiroidea Superior
(cabang dari a.Karotis Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia).
Setiap folikel lymfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik,
sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular (Djokomoeljanto,
2001). Nodus Lymfatikus {nl} tyroid berhubungan secara bebas dengan pleksus
trakhealis yang kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan
ke nl.Pretrakhealis dan nl. Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl.
Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus thoraksikus. Hubungan ini
penting untuk menduga penyebaran keganasan (Djokomoeljanto, 2001).
Kelenjar tiroid mendapat suplai darah dari arteri tiroidea superior dan
arteri tiroidea inferior. Arteri tiroidea superior merupakan percabangan dari arteri
karotis eksternal dan arteri tiroidea inferior merupakan percabangan dari arteri
subklavia. (Watson, 2002)

Gambar 3. Folikel Tiroid (Watson, 2002)

Sel-selnya menghasilkan dua hormon yang disebut dengan tiroksin (T4)


dan triiodotironin (T3), yang dapat dilepas secara langsung masuk ke dalam
darah, hal ini terjadi bila hormon ini diperlukan atau dapat berikakatan dengan
substansi protein, tiroglobulin, dan disimpan di dalam koloid. Pembentukan
hormon tiroid memerlukan asam amino tiroksin dan mineral yodium esensial.
Tiroksin di dalam hormon tiroid mengikat yodium. Tiroksin (T4) mengikat
empat ion yodium dan triidotironin (T3) mengikat tiga ion yodium.
Menurut Baradero, Dayrit, dan Siswandi (2005) fungsi hormon tiroksin
(T4) dan triiodotironin (T3) antara lain :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Katabolisme protein, lemak, dan karbohidrat dalam semua sel.


Mengatur kecepatan metabolism semua sel
Megatur produksi panas tubuh
Antagonis terhadap insulin
Memertahankan sekresi hormone pertumbuhan dan pematangan tulang
Memertahankan mobilisasi kalsium

Fungsi hormon kalsitosin :


a. Mengurangi kalsium dan fosfat serum
b. Mengurangi absorpsi kalsium dan fosfat oleh GI
Kelenjar tiroid berperan mempertahankan derajat metabolisme
dalam jaringan pada titik optimal. Hormon tiroid merangsang
penggunaan O2 pada kebanyakan sel tubuh, membantu mengatur
metabolisme lemak dan hidrat arang, dan sangat diperlukan untuk
8

pertumbuhan serta maturasi normal. Apabila tidak terdapat kelenjar


tiroid, orang tidak akan tahan dingin, akan timbul kelambanan mental
dan fisik, dan pada anak-anak terjadi retardasi mental dan dwarfisme.
Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan meninbulkan penyusutan
tubuh, gugup, takikardi, tremor, dan terjadi produksi panas yang
berlebihan.
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin
(T4) yang kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu
triyodotironin (T3). Iodium nonorganik yang diserap dari saluran cerna
merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya
menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat tinggi di
dalam jaringan tiroid. T3 dan T4 yang dihasilkan ini kemudian akan
disimpan dalam bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4
kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di
dalam kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi,
hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu globulin pengikat tiroid
(thyroid binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat albumin
(thyroxine binding prealbumine, TBPA).
Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH)
memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar
tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses
yang dikenal sebagai negative feedback sangat penting dalam proses
pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi. Dengan demikian, sekresi tiroid
dapat mengadakan penyesuaian terhadap perubahan-perubahan di
dalam maupun di luar tubuh. Juga dijumpai adanya sel parafolikuler
yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur
metabolisme kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap
tulang.
Pengukuran TSH menjadi hasil test yang jelas dari fungsi tiroid
pada banyak keadaan. Nilai TSH berkisar antara rentang luar mayor
dari kasus primer penyakit tiroid. Jika TSH tidak normal, lihat nilai dari
T4 bebas/ free T4 (fT4). Ketika ada faktor resiko, lihat free T3 (fT3)
ketika fT4 normal dan diduga ada tirotoksikosis.
9

2.2

Sintesis Hormon Tiroid


Kelenjar Tiroid memerlukan yodium untuk menghasilkan hormon
tiroid. Yodium itu sendiri adalah elemen esensial yang terdapat pada
makanan dan air. Hormone tiroid tidak akan dihasilkan jika tidak adanya
yodium. Kelenjar tiroid akan mengikat yodium dan mengolahnya menjadi
hormon tiroid. Seteleh hormon tiroid digunakan, maka beberapa yodium
akan kembali ke dalam kelenjar tiroid dan didaur ulang kembali untuk
digunakan kembali menghasilkan hormon tiroid. (Carassco, 2005.,
Djokomoeljanto, 2006., Macdougall, 2006)
TSH/Thyrotropin merupakan hormon yang memiliki peranan penting
dalam menstimulasi sintesis hormon di dalam kelenjar tiroid. TSH
merupakan salah satu dari hormon yang disintesis oleh kelenjar pituitary
anterior, dengan berat molekul lebih kurang 26,000-28,000 dalton.
Pembentukan TSH ini terjadi akibat stimulisasi oleh TRH (Thyrotropin
Releasing Hormon) yang dihasilkan oleh hipotalamus. Pada keadaan
normal, kadar dari TSH yang terdapat dalam tubuh lebih kurang 0,5-5
mU/ml (mikrounit/milliliter). (Carassco,2005., Larsen, Davies,Hay, 2006.,
Macdougall, 2006)
Peran dari TSH sangat penting dalam sintesis hingga mengatur kadar
dari hormone tiroid, yang menstimulasi terjadinya uptake yodida melalui
transporter hingga terjadinya pelepasan T3 dan T4 ke dalam sirkulasi
darah. Jika T3 dan T4 mengalami penurunan didalam sirkulasi maka
hipotalamus akan menghasilkan TRH dalam jumlah yang besar sehingga
terjadi peningkatan pembentukan TSH. Begitu juga sebaliknya, jika T3
dan T4 didalam sirkulasi mengalami peningkatan maka terjadi mekanisme
negative feedback yang dilakukan oleh T3 dan T4 pada hipotalamus,
menyebabkan produksi TSH menurun untuk menjaga keseimbangan
produksi hormone

oleh kelenjar tiroid. (Carassco,2005., Larsen,

Davies,Hay, 2006., Macdougall, 2006)


2.3

Gangguan Pada Tiroid

1. Hipertiroid
Hipertiroid digambarkan sebagai suatu kondisi dimana terjadi
kelebihan sekresi hormon tiroid. Tirotoksikosis mengacu pada manifestasi
10

klinis yang terjadi bila jaringan tubuh di stimulasi oleh peningkatan hormon
ini. Hipertiroid merupakan kelainan endokrin yang dapat di cegah. Seperti
kebanyakan kondisi tiroid, kelainan ini merupakan kelainan yang sangat
menonjol pada wanita. Kelainan ini menyerang wanita empat kali lebih
banyak daripada para pria, terutama wanita muda yang berusia antara 20 dan
40 tahun.
2. Hipotiroid
Penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid sebagai akibat kegagalan
mekanisme kompensasi kelenjar tiroid dalam memenuhi kebutuhan jaringan
tubuh akan hormon-hormon tiroid.
3. Hipertrofi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid mengalami pembesaran akibat pertambahan ukuran
sel/jaringan tanpa di sertai peningkatan atau penurunan sekresi hormonhormon kelenjar tiroid. Disebut juga sebagai goiter nontosik atau simple
goiter atau struma endemik. Pada kondisi ini dimana pembesaran kelenjar
tidak disertai penurunan atau peningkatan sekresi hormon-hormonnya maka
dampak yang ditimbulkannya hanya bersifat lokal yaitu sejauh mana
pembesaran tersebut mempengaruhi organ di sekitarnya seperti pengaruhnya
pada trakhea dan esophagus.
2.4

Fisiologi Sistem Endokrin pada Kehamilan


Selama siklus menstruasi normal, hipofisis anterior memproduksi
LH dan FSH. Follicle Stimulating Hormone (FSH) merangsang folikel de
graaf untuk menjadi matang dan berpindah ke permukaan ovarium di
mana ia dilepaskan. Folikel yang kosong dikenal sebagai korpus luteum
dirangsang oleh LH untuk memproduksi progresteron. Progresteron dan
estrogen merangsang poliferasi dari desidua (lapisan dalam uterus) dalam
upaya mempersiapkan implantasi jika kehamilan terjadi. Plasenta, yang
terbentuk secara sempurna dan berfungsi 10 minggu setelah pembuahan
terjadi, akan mengambil alih tugas korpus luteum untuk memproduksi
estrogen dan progesteron.
a. Fisiologi Hormon Tiroid pada Kehamilan
Selama masa kehamilan terjadi sejumlah perubahan fungsi tiroid.
Perubahan yang paling sering ditemukan pada ibu hamil yakni hipertiroid.
Pada janin, iodine disuplai melalui plasenta. Saat awal gestasi, janin
11

bergantung sepenuhnya pada hormone tiroid (tiroksin) ibu yang melewati


plasenta karena fungsi tiroid janin belum berfungsi sebelum 12-14 minggu
kehamilan. Tiroksin dari ibu terikat pada reseptor sel-sel otak janin,
kemudian diubah secara intraseluler menjadi T3 yang merupakan proses
penting bagi perkembangan otak janin bahkan setelah produksi hormone
tiroid janin, janin masih bergantung pada hormone-hormon tiroid ibu,
asalkan asupan iodine ibu adekuat.
Sejumlah perubahan fungsi tiroid terjadi selama masa kehamilan.
Perubahan yang paling sering ditemukan pada ibu ialah ia mengalami
hipertiroid. Sebelum kelenjar tiroid janin mampu menyintesis tiroksin,
kebutuhannya diperoleh dari ibu dengan menembus (melalui) barrier
plasenta.
Terjadi pembesaran tiroid sekitar 50% selama masa kehamilan
untuk memenuhi kebutuhan tiroksin janin yang meningkat. Peningkatan
produksi tiroksin sekurang-kurangnya sebagian disebabkan oleh efek
tirotrofik hCG dan juga oleh sejumlah kecil hormon penstimulasi tiroid
(thyroid-stimulating

hormone,TSH)

khusus,

yaitu

human

chrionicthyrotrophin, yang disekresi oleh plasenta.


Kelenjar tiroid normal mengakumulasi iodium dari makanan pada
kecepatan yang konstan. Iodium ini digabungkan ke dalam hormon tiroid
atau prekursornya. Sisa iodium yang telah dicerna akan disekresi oleh
ginjal. Hormon tiroid disimpan di kelenjar, atau dilepas ke dalam sirkulasi.
Hormon tiroid yang disekresi, yaitu tiroksin dan triiodotironin, ditranspor
di dalam darah dan cairan ekstrasel ke sel-sel. Hormon utama pengikat
protein di dalam serum ialah globulin pengikat tiroksin (Thyroxinwbinding globulin, TBG), pre albumin pengikat tiroksin (Thyroxine-binding
pre albumin, TBPA) dan albumin. Kapasitas pengikat TBG meningkat,
selama masa kehamilan, dari 25g/dl sampai sekitar 50g/dl (Furth,1983).
Hal ini menyebabkan peningkatan tiroksin dalam sirkulasi selama masa
kehamilan. Begitu hormon tiroid yang bersikulasi mencapai sel, fraksi
yang tidak terikat bebas masuk ke dalam sel. Sintesis dan pelepasan
hormone tiroid diatur oleh mekanisme umpan balik negatif yang
melibatkan kelenjar hipofisis dan hipotalamus. Hormon pelepas tirotraofin
12

(Thyrotrophin-releasing hormone, TRH) dilepas oleh hipotalamus dan


menstimulasi hipofisis untuk melepas TSH. TSH menstimulasi iodium
yang terperangkap untuk masuk ke dalam tiroid.
Kelenjar tiroid yang membesar, bersamaan dengan peningkatan
konsumsi oksigen, peningkatan frekuensi denyut nadi, intoleransi panas
dan peningkatan iodium yang terkait protein (protein bound iodine, PBI)
di masa yang lalu, di intrepretasi sebagai bukti hipertiroid.
Berbagai perubahan terjadi pada fisiologi tiroid selama masa
kehamilan. Terjadi peningkatan konsentrasi dan kapasitas pengikat TBG,
walaupun TBPA tetap konstan. Peningkatan ini merupakan akibat dari
stimulasi estrogen. Selain itu, terjadi juga peningkatan pengubahan iodium
oleh kelenjar tiroid dan seringkali peningkatan ukuran kelenjar, tetapi tidak
ada bukti peningkatan aktivitas tiroid karena pembesaran tersebut terutama
disebabkan oleh deposisi koloid. Kecepatan metabolisme basal meningkat
selama masa kehamilan, mungkin akibat peningkatan konsumsi oksigen
total ibu dan janin. Juga terjadi beberapa perubahan pada fungsi hipofisis
dan hipotalamus.
Empat perubahan penting selama kehamilan (Dimitry Garry, 2013)
yakni :
1. Waktu paruh tiroksin yang terikat globulin bertambah dari 15 menit
menjadi 3 hari dan konsentrasinya menjadi 3 kali lipat saat usia
gestasi 20 minggu akibat glikosilasi estrogen.
2. Hormone HCG dan TSH memiliki resptor dan sub unit alpha yang
sama. Pada trimester pertama, sindrom kelebihan hormone bisa
muncul, HCG menstimulasi reseptor TSH dan memberi gambaran
biomekanik hipertiroid. Hal ini sering terjadi pada kehamilan
multiple, penyakit trofoblastik dan hiperemesis gravidarum, dimana
konsentrasi HCG total dan sub tipe tirotropik meningkat.
3. Peningkatan laju filtrasi glomerulus dan peningkatan uptake iodine
ke dalam kelenjar tiroid yang dikendalikan oleh

peningkatan

konsentrasi tiroksin total dapat menyebabkan atau memperburuk


keadaan defisiensi iodin.
4. Tiga hormon delodinase mengontrol metabolisme T4 menjadi fT3
yang lebih aktif dan pemecahnya menjadi komponen inaktif.
13

Konsentrasi delodinase III meningkat di plasenta dengan adanya


kehamilan, melepaskan iodine jika perlu untuk transport ke janin,
dan jika mungkin berperan dalam penurunan transfer tiroksin.
Walaupun terjadi beberapa perubahan pada struktur dan fungsi
kelenjar tiroid selama kehamilan, namun keseimbangan fungsi tiroid dapat
dicapai melalui perubahan metabolisme iodine (Stables, 2005b).

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Kebutuhan Tiroid


Faktor faktor ini bertanggung jawab terhadap peningkatan kebutuhan
tiroid adalah sebagai berikut :
1. Human Chorionic Gonadotropin (hCG)
Seperti yang disebutkan di atas, human chorionic gonadotropin
(hCG) merupakan hormon peptid yang bertanggung jawab untuk
produksi progesterone dalam konsentrasi yang

adekuat pada awal

kehamilan, sampai produksi progesterone diambil alih oleh plasenta


yang sedang berkembang. Konsentrasi hCG meningkat secara dramatis
selama trimester pertama kehamilan dan menurun secara bertahap
setelahnya. Secara struktural, peptide hCG terdiri atas dua rantai, sebuah
rantai dan rantai , dimana rantai dari hCG identik dengan struktur
yang membentuk TSH. hCG merupakan suatu glikoprotein yang terdiri
dari 237 asam amino. Struktur yang homolog ini menjadikan hCG
mampu merangsang kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormone tiroid,
namun tidak sekuat TSH.
Kadar TSH turun

selama

kehamilan

trimester

pertama,

berbanding dengan peningkatan hCG. Pada minggu-minggu pertama


kehamilan, kadar hCG meningkat dua kali setiap 1,7 -2 hari, dan
pengukuran serial akan memberikan suatu indeks yang peka untuk fungsi
trofoblas. Kadar puncak hCG plasma ibu sekitar 100.000 mIU/mL pada
kehamilan sepuluh minggu dan perlahan-lahan akan menurun pada
trimester ketiga hingga 10.000 mIU/mL. Walaupun hCG sebagai
stimulant kelenjar tiroid, konsentrasi hormone tiroid bebas (tidak terikat)
pada umumnya dalam batas normal atau hanya sedikit di atas normal
14

selama trimester pertama. Efek perangsangan dari hCG pada kehamilan


normal tidak signifikan dan normalnya ditemukan pada pertengahan awal
kehamilan. Pada awal minggu ke-12 atau pada kondisi patologis tertentu,
termasuk hiperemesis gravidarum dan tumor trofoblastik, konsentrasi
hCG mencapai kadar maksimal yang akan menginduksi keadaan
hipertiroid dimana kadar tiroksin bebas meningkat dan kadar

TSH

ditekan.
2. Ekskresi Iodin selama Kehamilan
Konsentrasi iodine plasma

mengalami

penurunan selama

kehamilan, akibat peningkatan filtrasi glomerulus (GFR). Peningkatan


GFR menyebabkan meningkatnya pengeluaran iodine lewat ginjal yang
berlangsung pada awal kehamilan. Ini merupakan faktor penyebab
turunnya

konsentrasi

iodine

dalam

plasma

selama

kehamilan.

Kompensasi dari kelenjar tiroid dengan pembesaran dan peningkatan


klirens iodin plasma menghasilkan hormone tiroid yang cukup untuk
mempertahankan keadaan eutiorid. Beberapa penelitian menyebutkan
bahwa pembesaran kelenjar tiroid adalah hal yang fisiologis, merupakan
kompensasi adaptasi terhadap peningkatan kebutuhan iodin yang
berhubungan dengan kehamilan.
3. Thyroxine Binding Globulin
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, peningkatan TBG
menyebabkan peningkatan ikatan tiroksin, yang merupakan faktor ketiga
yang mempengaruhi fungsi tiroid selama kehamilan. Hormon tiroid
dalam serum diangkut oleh tiga protein, yaitu thyroxine binding globulin
(TBG), albumin, dan thyroxine binding prealbumin (TBPA) atau
transtiretin.Dari ketiga protein tersebut, TBG memiliki afinitas yang
lebih tinggi terhadap tiroksin. Pada pasien tidak hamil, sekitar 2/3 dari
hormone tiroksin diikat oleh TBG. Pada kehamilan

normal, terjadi

peningkatan dari konsentrasi TBG sekitar dua kali lipat dari normal
selama kehamilan sampai 6-12 bulan setelah bersalin. Hal ini
menggambarkan peningkatan kadar hormone tiroksin total (TT4) pada
15

semua wanita hamil, namun kadar tiroksin bebas (FT4) dan indeks
tiroksin total (FTI) normal. Untuk menjamin kestabilan kadar hormone
bebas, mekanisme umpan-balik merangsang pelepasan TSH yang bekerja
untuk meningkatkan pengeluaran hormone dan menjaga kestabilan
hemostasis kadar hormone bebas. Peningkatan konsentrasi TBG
merupakan efek langsung dari meningkatnya kadar estrogen selama
kehamilan.
Estrogen merangsang peningkatan sintesis TBG, memperpanjang
waktu paruh dalam sirkulasi, dan menyebabkan peningkatan konsentrasi
TBG serum. Estrogen juga merangsang hati untuk mensintesis TBG dan
menyebabkan penurunan kapasitas TBPA. Pada akhirnya,

proporsi

hormone tiroksin dalam sirkulasi yang berikatan dengan TBG meningkat


selama kehamilan, dan dapat mencapai 75%. Kadang kala perubahan
hormonal ini dapat membuat pemeriksaan fungsi tiroid selama kehamilan
sulit diinterpretasikan.

16

BAB III
HIPERTIROID PADA IBU HAMIL
3.1

Definisi Hipertiroid pada Ibu Hamil


Menurut American Thyroid Association dan American Association of

Clinical Endocrinologists, hipertiroidisme didefinisikan sebagai kondisi berupa


peningkatan kadar hormon tiroid yang disintesis dan disekresikan oleh kelenjar
tiroid melebihi normal (Bahn et al, 2011).
Hipertiroidisme merupakan salah satu bentuk thyrotoxicosis atau tingginya
kadar hormon tiroid, T4, T3 maupun kombinasi keduanya, di aliran darah.
Peningkatan kadar hormon tiroid menyebabkan paparan berlebihan pada 5
jaringan-jaringan tubuh yang menyebabkan munculnya berbagai manifestasi
klinik yang terkait dengan fungsi hormon tiroid dalam berbagai proses
metabolisme tubuh (Bartalena, 2011).
Hipertiroid pada kehamilan (morbus basodowi) adalah hiperfungsi
kelenjar tiroid ditandai dengan naiknya metabolisme basal 15-20%, kadang kala
disertai pembesaran ringan kelenjar tiroid. Penderita hipertiroid biasanya
mengalami gangguan haid ataupun kemandulan. Kadang juga terjadi kehamilan
atau timbul penyakit baru, timbul dalam masa kehamilan (Wilson, 2005).
Hipertiroidisme adalah tirotoksitosis sebagai akibat produksi tiroid itu
sendiri (mansjoer, 2001:594). Hipertiroidisme adalah kehamilan dengan penyakit
grave, merupakan penyakit autoimun dimana sejenis immunoglobbulin yang
terikat dengan reseptor hormone pemicu tiroid akan menyebabkan biosintesis dan
sekresi tiroid secara berlebihan.
Pengaruh kehamilan terhadap penyakit adalah Kehamilan dapat membuat
strua tambah besar dan keluhan penderita tambah berat. Pengaruh penyakit
terhadap kehamilan dan persalinan yaitu Kehamilan sering berakhir (abrtus
habitualis), Partus prematurus. Kala II hendaknya diperpendek dengan
ekstraksi vakum/ forsial, karena bahaya kemungkinan timbulnya dekompensasi
kordis. Untuk itu kita sebagai calon tenaga kesehatan, kita perlu mengetahui dan
memahami tanda dan gejala berbagai penyakit khususnya di sini sakit kepala.

17

3.2

Etiologi Hipertiroid pada Ibu Hamil


Hipertiroid pada kehamilan (morbus basodowi) adalah hiperfungsi

kelenjar tiroid ditandai dengan naiknya metabolisme basal 15-20%, kadang kala
disertai pembesaran ringan kelenjar tiroid. Penderita hipertiroid biasanya
mengalami gangguan haid ataupun kemandulan. Kadang juga terjadi kehamilan
atau timbul penyakit baru, timbul dalam masa kehamilan.(Wilson, 2005)
Hipertiroid adalah respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh
metabolik hormone tiroid yang berlebihan. Bentuk yang umum dari masalah ini
adalah penyakit graves, sedangkan bentuk yang lain adalah toksik adenoma,
tumor kelenjar hipofisis yang menimbulkan sekresi TSH meningkat, tiroditis
subkutan dan berbagai bentuk kanker tiroid. (Arief Mansjoer, 1999)
Pengaruh kehamilan terhadap penyakit adalah Kehamilan dapat membuat
strua tambah besar dan keluhan penderita tambah berat. Pengaruh penyakit
terhadap kehamilan dan persalinan yaitu Kehamilan sering berakhir (abrtus
habitualis), Partus prematurus. Kala II hendaknya diperpendek dengan ekstraksi
vakum/ forsial, karena bahaya kemungkinan timbulnya dekompensasi kordis.
Untuk itu kita sebagai calon tenaga kesehatan, kita perlu mengetahui dan
memahami tanda dan gejala berbagai penyakit khususnya di sini sakit kepala.
Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis,
atau hipotalamus. Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai
penurunan TSH dan TRF karena umpan balik negatif TH terhadap pelepasan
keduanya. Hipertiroidisme akibat rnalfungsi hipofisis memberikan gambaran
kadar TH dan TSH yang tinggi. TRF akan rendah karena umpan balik negatif dari
HT dan TSH. Hipertiroidisme akibat malfungsi hipotalamus akan memperlihatkan
HT yang tinggi disertai TSH dan TRH yang berlebihan.
Penyebab hipertiroid diantaranya :
1) Adenoma hipofisis
Penyakit ini merupakan tumor jinak kelenjar hipofisis dan jarang
terjadi.
2) Penyakit graves

18

Penyakit graves atau toksik goiter diffuse merupakan penyakit yang


disebabkan karena autoimun, yaitu dengan terbentuknya antibody yang
disebut thyroid-stimulating immunoglobulin [TSI] yang mendekati sel-sel
tiroid. TSI meniru tindakan TSH dan merangsang tiroid untuk membuat
hormone

tiroid

terlalu

banyak.

Penyakit

ini

dicirikan

adanya

hipertiroidisme, pembesaran kelenjar tiroid [goiter] dan eksoftalmus [mata


melotot].
Penyakit ini disebabkan oleh kelenjar tiroid yang oberaktif dan
merupakan penyebab hipertiroid yang paling sering dijumpai. Penyakit ini
biasanya turunan. Wanita 5 kali lebih sering daripada pria. Di duga
penyebabnya adalah penyakit autonoium, dimana antibodi yang ditemukan
dalam peredaran darah yaitu Tyroid Stimulating Immunogirobulin (TSI
antibodies), Thyroid peroksidase antibodies (TPO) dan TSH receptor
antibodies (TRAB).
Pencetus kelainan ini adalah stres, merokok, radiasi, kelainan mata
dan kulit, penglihatan kabur, sensitif terhadap sinar, terasa seperti ada pasir
di mata, mata dapat menonjol keluar hingga double vision. Penyakit mata
ini sering berjalan sendiri dan tidak tergantung pada tinggi rendahnya
hormon tiroid. Gangguan kulit menyebabkan kulit jadi merah, kehilangan
rasa sakit, serta berkeringat banyak.
3) Nodul tiroid [Tiroiditis]
Merupakan inflamasi kelenjar tiroid yang biasanya disebabkan oleh
bakteri seperti streptococcus pyogenes, staphylococcus aureus, dan
pneumococcus

pneumonia.

Reaksi

peradangan

ini

menimbulkan

pembesaran pada kelenjar tiroid, kerusakan sel dan peningkatan jumlah


hormon tiroid.
Tiroiditis

dikelompokan

menjadi

tiroiditis

subakut, tiroiditis

postpartum, dan tiroiditis tersembunyi.


Tiroiditis subakut
Pada tiroiditis subakut terjadi pembesaran kelenjar tiroid dan

biasanya hilang dengan sendirinya setelah beberapa bulan.


Tiroiditis postpartum
Tiroiditis postpartum terjadi sekitar 8% wanita setelah beberapa
bulan melahirkan. Penyebabnya diyakini autoimun, seperti halnya

19

dengan tiroiditis subakut, tiroiditis postpartum sering mengalami

hipotiroidisme sebelum kelenjar tiroid benar-benar sembuh.


Tiroiditis tersembunyi
Tiroiditis tersembunyi juga disebabkan karena autoimun dan pasien
tidak mengeluh nyeri, tetapi mungkin juga terjadi pembesaran
kelenjar. Tiroiditis tersembunyi dapat mengakibatkan tiroiditis

permanen.
4) Konsumsi banyak yodium
Konsumsi yodium

yang

berlebihan,

peningkatan sintesis hormone tiroid.


5) Pengobatan hipotiroid
Terapi hipotiroid, pemberian

yang

obat-obatan

mengakibatkan

hipotiroid

untuk

menstimulasi sekresi hormone tiroid. Penggunaan yang tidak tepat


menimbulkan kelebihan jumlah hormone tiroid.
6) Produksi TSH yang abnormal
Kelenjar hipofisis dapat memproduksi TSH berlebihan, sehingga
merangsang tiroid mengeluarkan T3 dan T4 yang banyak.
7) Minum obat Hormon Tiroid berlebihan
Keadaan demikian tidak jarang terjadi, karena periksa laboratorium
dan kontrol ke dokter yang tidak teratur. Sehingga pasien terus minum
obat tiroid, ada pula orang yang minum hormon tiroid dengan tujuan
menurunkan badan hingga timbul efek samping.
Penyebab hipertiroid lainnya yang jarang selain penyakit graves adalah:
1. Toksisitas pada strauma multinudular
2. Adenoma folikular fungsional atau karsinoma (jarang)
3. Edema hipofisis penyekresi-torotropin (hipertiroid hipofisis)
(F. Gary Cunningham, 2004)
3.3

Patofisiologi Hipertiroid pada Ibu Hamil


Hipertiroid dapat terjadi akibat adanya disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis,
atau hipotalamus. Malfungsi kelenjar tiroid mengakibatkan meningkatnya kadar
TH yang kemudian disertai dengan menurunnya TSH dan TRH karena umpan
balik negatif TH terhadap pelepasan keduanya. Adanya malfungsi hipofisis
menyebabkan kadar TH dan TSH yang tinggi. TRH justru akan rendah karena
umpan-balik negatif dari TH dan TSH. Sedangkan hipertiroid akibat dari
20

malfungsi hipotalamus akan menggambarkan kadar TH yang meningkat disertai


TSH dan TRH yang berlebihan.
Hipertiroid dapat terjadi pada masa kehamilan dikarenakan plasenta
memproduksi dua hormon yakni hCG dan hPL. Kedua hormon ini berperan
untuk meniru thyroid stimulating hormone atau TSH, yang dapat disiratkan dari
namanya kedua hormon tersebut berfungsi untuk meransang tiroid untuk
memproduksi hormon tiroid.
Selain itu, hipertiroid juga dapat terjadi pada kehamilan dikarenakan
adanya proses autoimun, yang menimbulkan stimulasi (pada penyakit Grave).
Proses autoimun di dalam kelenjar tiroid terjadi pembentukan antibodi yang
bersifat spesifik, disebut dengan Thyroid Stimulating Antibody (TSAb) atau
Thyroid Stimulating Imunoglobulin (TSI). Dalam proses terjadinya penyakit
Grave, ada beberapa stimulator tiroid antara lain :
1.

Long Acting Thyroid Stimulator (LATS)

2.

Long Acting Thyroid Stimulator-Protector (LATS-P)

3.

Human Thyroid Stimulator (HTS)

4.

Human Thyroid Adenylate Cyclase Stimulator (HTACS)

5.

Thyrotropin Displacement Activity (TDA)


Antibodi-antibodi ini akan berikatan dengan reseptor TSH yang terdapat

pada membrane sel folikel kelenjar tiroid, sehingga dapat menstimulasi tiroid
untuk memproduksi hormon tiroid lebih banyak. Namun jarang sekali, apabila
hipertiroid pada kehamilan dikarenakan oleh hiperemesis gravidarum (mual dan
muntah sementara) yang menyebabkan ibu hamil kehilangan berat badan dan
dehidrasi. Mual dan muntah secara ekstrim dipercayai dapat dikarenakan kadar
hCG meningkat, yang mana dapat menimbulkan hipertiroid temporer yang terjadi
selama setengah perjalanan kehamilan (National Endocrine and Metabolic
Disease Infromation Service, 2012).
3.4

Manifestasi Klinis Hipertiroid pada Ibu Hamil


Secara umum, gangguan-gangguan tiroid sulit terdiagnosis karena gejalagejala yang dimunculkan sangat klasik dan mirip dengan perubahan hormonal
21

yang terjadi pada kehamilan. Hipertiroid pada penyakit graves adalah akibat
antibodi reseptor TSH yang merangsang aktivitas tiroid, sedang pada goiter
multimodular toksik berhubungan dengan autonomi tiroid itu sendiri.
Perjalanan penyakit hipertiroid biasanya perlahan-lahan dalam beberapa
bulan sampai beberapa tahun. Keadaan ini dapat menyebabkan metabolisme
tubuh meningkat. Manifestasi klinis ( Carpenito, 2001) yang paling sering adalah
penurunan berat badan, kelelahan, tremor: gugup berkeringat banyak, tidak tahan
panas, palpasi dan pembesaran tiroid. Selain itu gambaran klinis dari hipertiroid
(Mary dan Mandy, 2007) yakni terjadi perburukan cepat tirotoksikosis, antara
lain :
1. Takikardi
2. Sering terjadi keguguran
3. Bayi lahir mati atau bayi lahir premature dengan berat badan rendah
4. Eksoftalmus
5. Hiperpereksia
6. Fibrilasi atrium cepat, yang mengakibatkan gagal jantung
7. Gelisah dan gugup, wanita dapat tampak psikosis
8. Muntah dan diare
9. Koma dapat terjadi
Selain itu, hipertiroidisme pada ibu hamil juga memberikan dampak pada
janin sekaligus neonates, antara lain:
1) Efek Hipertiroid pada Janin
Hipertiroid pada janin dipikirkan jika TSH receptor antibodies ( TSHR) menetap hingga trimester II. Diagnosis dapat ditentukan dengan
pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan terlihat kelenjar gondok janin yang
membesar, takikardi (160 x/menit), retardasi pertumbuhan, janin sangat
aktif bergerak dan maturasi tulang lebih cepat. Pada kasus-kasus tertentu,
pemeriksaan darah dari tali pusat dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosis dan monitoring terapi, tetapi prosedur ini dapat menyebabkan
komplikasi hingga abortus. Jika takikardi janin menetap, diberikan PTU
200-400mg/hr atau Metilmerkaptoimidazol (MMI) 20 mg/hr pada ibu
hamil.
2) Efek Hipertiroid pada Neonatus
Neonatus mungkin mengalami hipertiroid transien, yang kadangkadang memerlukan terapi obat antitiroid. Sebaliknya pajanan obat ini
secara berkepanjangan in utero dapat menyebabkan hipotiroidisme
22

neonatus. Perkiraan-perkiraan sebelumnya tentang efek merugikan pada


janin yang disebabkan oleh tiourea terlalu berlebihan dan pemakaian obat
ini selama kehamilan memiliki resiko yang sangat kecil (Momotani dkk,
1997; ODoherty dkk, 1999). Tidak ditemukan efek samping pada tumbuh
kembang apabila dibandingkan dengan kelompok yang jumlah tiroidnya
terkontrol (dalam batas normal) dengan usia yang sepadan.
3.5

Komplikasi Hipertiroid pada Ibu Hamil


Tirotoksikosis ibu yang tidak terobati secara optimal dapat meningkatkan
risiko kelahiran premature, berat badan lahir rendah, IUGR, pre-eklamsia, gagal
jantung kongestif dan IUFD. Berikut adalah beberapa komplikasi Hipertiroid
pada Kehamilan:
1. Penyakit jantung
Terutama kardioditis dan gagal jantung. Tekanan yang berat pada
jantung bisa menyebabkan ketidakteraturan irama jantung yang bisa
berakibat fatal [aritmia] dan syok.
2. Stroma tiroid [tirotoksitosis]
Pada periode akut pasien mengalami demam tinggi, takhikardi berat,
derilium, dehidrasi, dan iritabilitas yang ekstrem. Keadaan ini merupakan
keadaan emergensi, sehingga penanganan harus lebih khusus. Faktor
presipitasi yang berhubungan dengan tiroksikosis adalah hipertiroidisme
yang tidak terdiagnosis dan tidak tertangani, infeksi ablasi tiroid,
pembedahan, trauma, miokardiak infark, overdosis obat. Penanganan pasien
dengan stroma tiroid adalah dengan menghambat produksi hormone tiroid,
menghambat konversi T4 menjadi T3 dan menghambat efek hormone
terhadap jaringan tubuh. Obat-obatan yang diberikan untuk menghambat
kerja hormone tersebut diantaranya sodium ioded intravena, glukokortokoid,
dexsamethasone dan propylthiouracil oral. Beta bloker diberikan untuk
menurunkan efek stimulasi saraf simpatik dan takhikardi.
3. Krisis tiroid
Hal ini dapat berkembang secara spontan pada pasien hipertiroid yang
menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada
pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan
hormone tiroid dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan

23

takhikardia, agitasi, tremor, hipertermia, dan apabila tidak diobati


menyebabkan kematian.
4. Bayi lahir prematur atau keguguran
5. Bayi lahir dengan berat badan rendah
3.6

Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengetahui dan

memantau kadar hormon tiroid dalam darah sebagai berikut :


1. Pemeriksaan Kadar Hormon T3 Dan T4
T4 sebenarnya adalah prohormon, artinya hormone tiroid yang lemah,
yang harus diubah menjadi hormone T3 yang kuat, yang aktif bekerja untuk
mengatur metabolisme tubuh. Namn, bentuk yang paling banyak dikeluarkan
kelenjar tiroid adalah T4.
T3 dan T4 total akan meningkat akibat beberapa keadaan yang membuat
ikatan dengan protein bertambah, atau lantaran mengonsumsu obat-obatan
tertentu. Misalnya kehamilan, hormone estrogen meningkat.
2. Pemeriksaan F T4 (free thyroxin)
Pada saat ini sudah dapat diperiksa kadar F T 4 dalam plasma. Pada
hipertiroid kadar F T4 plasma meningkat. Kadar T3 dan T4 serum umumnya
meningkat atau menurun secara beersama-sama, namun kadar T4 merupakan
tanda yang akurat untuk menunjukkan adanya hipertiroid yang menyebabkan
kenaikan kadar T4 lebih besar dari pada T3.
3. Resin Uptake test
Pemeriksaan Resin T3 Uptake dan Resin T4 Uptake adalah mengukur
seberapa banyak rotein yang masih bisa berikatan dengan hormone T3 dan T4
(dalam persen). Jika protein banyak, hormone yang diikat oleh protein tadi pun
menjadi banyak.
4. Kadar TSHs
TSH (thyroid stimulating hormon) adalah hormon yang dikeluarkan oleh
hipofise bagian anterior yang fungsinya memacu tiroid untuk sekresi T4 dan T3.
Pada saat ini telah dikembangkan cara pemeriksaan laboratorium yang sensitif
untuk deteksi TSH (TSHs = TSH sensitive test). Pada hipertiroid kadar TSHs
akan rendah, sebaliknya pada keadaan hipotiroid kadar TSHs akan meningkat.
5. Tes tiroglobulin
Tiroglobulin merupakan prekursor untuk T3 dan T4 dapat diukur kadarnya
dalam serum. Faktor-faktor yang meningkatkan atau menurunkan aktivitas
kelenjar tiroid dan sekresi T3 dan T4 memiliki efek yang serupa terhadap

24

sintesis dan sekresi tiroglobulin. Kadar tiroglobulin meningkat pada keadaan


hipertiroid.
6. Ambilan iodium radioaktif
Tes ambilan iodium aktif dilakukan untuk mengukur kecepatan
pengambilan iodium oleh kelenjar tiroid. Pada pasien disuntikkan I131 atau
radionuklida lainnya dengan dosis tracer, dan pengukuran pada tiroid dilakukan
dengan alat pencacah skintilasi. Penderita hipertiroid akan mengalami
penumpukan I131 dalam proporsi yang tinggi.
3.7

Pemeriksaan Penunjang
1.
USG Tiroid
Melalui ultrasonografi bisa diketahui ukuran, bentuk, dan kepadatan dari
kelenjar tiroid, apakah itu suatu benjolan padat (nodul) atau suatu rongga
yang berisikan cairan (kista). Ultrasonografi ini memakai getaran suara
(ultrasound), jadi tidak menimbukan radiasi.

Gambar 1. Pemeriksaan USG pada Tiroid


Sumber dari http://www.google.com
2.

Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)


FNAB bertujuan untuk mengetahuai jaringan kelenjar tiroid yang
membesar itu. Cara ini tidak sakit, tidak perlu dibius, dan jarang sekali
menimbulkan kompliasi. Jarum yang kecil disuntikkan, sedikit jaringan
diambil dngan vakum di ujung jarum, lalu diperiksakan di bawah mikroskop.

Gambar 2. Pemeriksaan FNAB pada tiroid


25

Sumber dari http://www.emedicine.com


3.8

Penatalaksanaan Hipertiroid pada Ibu Hamil


Secara umum, terdapat beberapa pengobatan hipertiroid antara lain
pendekatan farmakologis, pembedahan, dan iodin radioaktif, masing-masing
dengan risiko terhadap kehamilan. Pada kondisi hamil, pengobatan iodin
radioaktif secara langsung merupakan kontraindikasi karena meningkatkan
risiko abortus spontan, kematian janin intra uterin, hipotiroid dan retardasi
mental pada neonatus.
1. Pemberian PTU (propylthiouracil)
Pada ibu hamil, PTU masih merupakan obat pilihan utama yang
direkomendasikan oleh banyak penulis dan pedoman, dianggap lebih baik
karena lebih sedikit melewati plasenta dibandingkan methimazole. Tetapi
telah terbukti efektivitas kedua obat dan waktu rata-rata yang diperlukan
untuk normalisasi fungsi tiroid sebenarnya sama (sekitar 2 bulan), begitu
juga kemampuan melalui plasenta. Penggunaan methimazole pada ibu hamil
berhubungan dengan sindrom teratogenik embriopati metimazole yang
ditandai dengan atresi esofagus atau koanal; anomali janin yang
membutuhkan

pembedahan

mayor

lebih

sering

berkaitan

dengan

penggunaan methimazole, sebaliknya tidak ada data hubungan antara


anomali kongenital dengan penggunaan PTU selama kehamilan. Namun
kadang methimazole tetap harus diberikan karena satu-satunya pengobatan
anti tiroid yang tersedia.
2. Pemberian obat-obatan Beta Blocker
Obat-obat golongan beta bloker untuk mengurangi gejala akut
hipertiroid dinilai aman dan efektif pada usia gestasi lanjut, pernah
dilaporkan memberikan efek buruk bagi janin bila diberikan pada awal atau
pertengahan gestasi. Propanolol pada kehamilan akhir dapat menyebabkan
hipoglikemia pada neonatus, apnea, dan bradikardia yang biasanya bersifat
transien dan tidak lebih dari 48 jam. Propanolol sebaiknya dibatasi sesingkat
mungkin dan dalam dosis rendah (10-15 mg per hari).
3. Tiroidektomi
Tiroidektomi subtotal dapat dilakukan saat kehamilan dan merupakan
pengobatan lini kedua penyakit Grave. Tiroidektomi sebaiknya dihindari
pada kehamilan trimester pertama dan ketiga karena efek teratogenik zat
26

anestesi, peningkatan risiko janin mati pada trimester pertama serta


peningkatan risiko persalinan preterm pada trimester ketiga. Paling optimal
dilakukan pada akhir trimester kedua meskipun tetap memiliki risiko
persalinan preterm sebesar 4,5%-5,5%. Tindakan pembedahan harus
didahului oleh pengobatan intensif dengan golongan thionamide, iodida, dan
beta bloker untuk menurunkan kadar hormon tiroid agar mengurangi risiko
thyroid storm selama anestesi dan juga mengoptimalkan kondisi operasi
dengan penyusutan struma dan mengurangi perdarahan.
Tiroidektomi subtotal hanya dilakukan pada keadaan tertentu misalnya
pada penderita yang sangat alergi terhadap obat antitiroid, tidak berhasil
dengan pengobatan obat antitiroid atau pada mereka dengan gejala
penekanan oleh struma. Worley dan Crosby dari Oklahoma University di
Amerika Serikat meneliti secara retrospektif penderita hipertiroid dengan
kehamilan yang pernah dirawat selama 12 tahun. Ternyata pada mereka
yang mendapat obat antitiroid saja sebanyak 70% melahirkan bayi aterm.
Sebaliknya pada mereka yang mengalami pembedahan strumektomi, hanya
43% yang melahirkan bayi aterm. Selain itu kematian bayi pada mereka
yang mengalami pembedahan ditemukan 43% sedang angka kematian pada
mereka yang mendapat obat antitiroid hanya 20%. Oleh karena itu mereka
menyimpulkan bahwa pengobatan terbaik pada wanita hipertiroid hamil
adalah pemberian obat antitiroid.
4. Pembedahan
Indikasi pembedahan adalah dibutuhkannya obat anti tiroid dosis besar
(PTU >450mg atau methimazole >300mg), timbul efek samping serius
penggunaan obat anti tiroid, struma yang menimbulkan gejala disfagia atau
obstruksi jalan napas, dan tidak dapat memenuhi terapi medis (misalnya
pada pasien gangguan jiwa).
5. Pengobatan pada Saat Laktasi
Pada akhir kehamilan proses autoimmun akan berkurang sehingga pada
akhir kehamilan pada umumnya wanita hamil akan menjadi eutiroid.
Setelah bersalin, kekambuhan hipertiorid akan terjadi pada 6 bulan pertama.
Oleh karena itu pemeriksaan fungsi tiroid sebaiknya dilakukan pada 3 bulan
dan 6 bulan setelah bersalin. Apabila terjadi hipertiroid kembali maka harus

27

segera dimulai dengan obat antitiroid. Sampai saat ini obat antitiroid yang
dianggap aman dan tidak menebus plasenta ialah PTU.
6. Terapi Farmakologis
1) Pada wanita hamil, penggunaan propiltriurasil lebih aman dibandingkan
dengan metimazol karena lebih sedikit obat yang sampai ke janin.
2) Pemberian obat-obat profiltluarasil dan metiazol dosis rendah
3) Operasi tiroidektomi, lakukan pada trimester III
4) Yodium radioaktif tidak diberikan kepada wanita hamil karena bisa
melewati sawar plasenta dan bisa merusak kelenjar tiroid janin.
7. Terapi Non Farmakologi
1) Hindari konsumsi junk food dan berbagai macam makanan olahan
(makanan kaleng, sosis, bakso, smoke beef, dll)
2) Memperbanyak makan sayur dan buah.
3) Menghindari stres yang tinggi
4) Cukup tidur
5) Pengaturan makanannya yaitu tinggi kalori, tinggi vitamin dan mineral
serta cukup protein.
3.9

WOC Hipertiroid pada Ibu Hamil


(terlampir)

28

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
HIPERTIROID PADA IBU HAMIL
3.1 Pengkajian
1. Identitas pasien
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan,
dan penanggung biaya.
2. Riwayat Sakit dan Kesehatan
a. Keluhan utama.
Klien mengalami penurunan berat badan, kelelahan.
b. Riwayat penyakit saat ini
Klien biasanya sering tremor: gugup berkeringat banyak. Kehilangan
berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak,
sering kehausan, mual dan muntah, rasa lemah, kelelahan
c. Riwayat penyakit dahulu
d. Riwayat penyakit keluarga
Dalam keluarga klien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit
hipertiroid.
3. Pemeriksaan Fisik (head to toe)
a. Pemeriksaan kepala dan wajah.

Inspeksi kepala juga kulit kepala untuk melihat dengan cermat


kondisi kepala. apakah rambut kering atau rontok.

Inspeksi area wajah.

Pemeriksaan bagian mata. Biasanya adanya exsophtalmus atau


adanya chemosis. Apakah Bola mata menonjol dapat disertai
dengan

penglihatan

ganda.

Terjadi

perubahan

pada

mata

bertambahnya pembentukan air mata, iritasi dan peka terhadap


cahaya.

Inspeksi pada area hidung.

Pemeriksaan mulut juga kerongkongan.


29

Inspeksi pada bagian telinga.

b. Pemeriksaan pada Kulit.


Apakah pada pasien terdapat Palmar erythema. Biasanya klien banyak
keringat. Kulit halus dan tipis.
c. Pemeriksaan pemeriksaan leher.

Pemeriksaan kelenjar thyroid: melihat besar serta bentuk juga kondisi


umumnya.

Palpasi bagian leher untuk memastikan tidak terjadi pembengkakan


pada bagian leher.

d. Periksa bagian dada.

Lihat juga lakukan palpasi payudara bentuk dan warna dari payudara.

e. Pemeriksaan abdomen

Inspeksi mengenai bentuknya dan pastikan tidak adanya kelainan


abdomen

f. Pemeriksaan punggung pasien ibu hamil

Inspeksi untuk memastikan apakah adanya kelainan pada bagian


spinal, serta bagaimana bentuk dari bujur sangkar-michelis.

g. Genetalia eksterna dan anus juga diperiksa.

Mengamati bentuk serta bau pada bagian vital (pastikan tidak ada
kelainan). Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi kelainan
pada organ vital atau tidak. Memastikan tidak adanya pembengkakan
serta gangguan pada bagian vital.

7. Data Laboratorium

Tes ambilan RAI : Meningkat pd penyakit graves & toksik goiter


noduler,menurun pada tiroiditis

T4 dan T3 serum : meningkat (normal : T3 = 26-39 mg, T4 = 80-100 mg)

T4 dan T3 bebas serum : meningkat

TSH : tertekan dan tidak berespon pd TRH

Tiroglobulin : meningkat
30

Stimulasi TRH : dikatakan tiroid jika TRH tidak ada sampai meningkat
setelah pemberian TRH

Ikatan protein iodiun : meningkat

Gula darah : meningkat (sehubungan dengan kerusakan andrenal)

Kortisol plasma : turun (menurunnya pengeluaran pada andrenal)

Pemeriksaan fungsi heper : abnormal

Elektrolit : hiponatrenia mungkin sebagai akibat dari respon andrenal atau


efek dilusi dalam tera cairan pengganti. Hipokalemia terjadi dengan
sendirinya pada kehilangan melalui gastrointestinal dan dieresis

3.1

Katekolamin serum : menurun

Kreatinin urine : meningkat

EKG : fibrilasi atrium, waktu sistolik memendek, kardiomegali

Diagnosa Keperawatan
1) Resiko tinggi teradap penurunan curah jantung berhubungan dengan
hipertiroid tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme, peningkatan beban
kerja jantung.
2) Kelelahan berhubungan dengan hipermetabolik dengan peningkatan
kebutuhan energi.
3) Risiko tinggi terhadap

perubahan

nutrisi

kurang

dari

kebutuhan

berhubungan dengan peningkatan metabolism (peningkatan nafsu makan


atau pemasukan dengan penurunan berat badan).
4) Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis; status hipermetabolik.
5) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan
3.2
No.
1.

pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.


Intervensi Keperawatan
Diagnosa

Tujuan dan Kriteria

Keperawatan
Resiko tinggi teradap NOC :
penurunan
dengan

Hasil

curah 1. Cardiac

jantung berhubungan
hipertiroid

Intervensi Keperawatan
NIC :

Pump

effectiveness
2. Circulation Status

A. Cardiac Care
1. Evaluasi adanya nyeri dada
(intensitas, lokasi, durasi)
31

tidak

terkontrol, 3. Vital Sign Status

keadaan

Kriteria Hasil: curah

hipermetabolisme,
peningkatan
kerja jantung.

2. Catat adanya disritmia jantung


3. Catat adanya tanda dan gejala

beban

penurunan cardiac output


jantung pasien kembali 4. Monitor status kardiovaskuler.
5. Monitor status pernafasan yang
normal
menandakan gagal jantung
6. Monitor abdomen sebagai
indicator penurunan perfusi
7. Monitor balance cairan
8. Monitor adanya perubahan
tekanan darah
9. Monitor
respon
terhadap

efek

antiaritmia
10. Atur periode
istirahat

pasien
pengobatan

latihan

untuk

dan

menghindari

kelelahan
11. Monitor toleransi

aktivitas

pasien
12. Monitor

dyspneu,

adanya

fatigue, tekipneu dan ortopneu


13. Anjurkan untuk menurunkan
stress
B. Fluid Management
1. Pertahankan catatan intake dan
output yang akurat
2. Pasang urin kateter
diperlukan
3. Monitor

status

jika
hidrasi

(kelembaban membran mukosa,


nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik), jika diperlukan
4. Monitor hasil lAb yang sesuai
dengan retensi cairan (BUN,
Hmt, osmolalitas urin)
5. Monitor status hemodinamik
termasuk CVP, MAP, PAP, dan
32

PCWP
6. Monitor

vital

sign

indikasi penyakit
7. Monitor
indikasi

sesuai
retensi/

kelebihan cairan (cracles, CVP,


edema, distensi vena leher,
asites)
8. Monitor berat pasien sebelum
dan setelah dialisis
9. Kaji lokasi dan luas edema
10. Monitor masukan makanan/
cairan dan hitung intake kalori
harian
11. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian terapi cairan sesuai
program
12. Monitor status nutrisi
13. Kolaborasi pemberian diuretik
sesuai program
14. Berikan cairan IV pada suhu
ruangan
15. Dorong masukan oral
16. Berikan penggantian nesogatrik
sesuai output
17. Dorong
keluarga

untuk

membantu pasien makan


18. Batasi masukan cairan pada
keadaan

hiponatremi

dilusi

dengan serum Na < 130 mEq/l


19. Monitor respon pasien terhadap
terapi elektrolit
20. Kolaborasi dokter jika tanda
cairan

berlebih

muncul

memburuk
21. Atur kemungkinan tranfusi
22. Persiapan untuk tranfusi
C. Fluid Monitoring
33

1. Tentukan riwayat jumlah dan


tipe intake cairan dan eliminasi
2. Tentukan kemungkinan faktor
resiko dari ketidak seimbangan
cairan

(Hipertermia,

terapi

diuretik, kelainan renal, gagal


jantung, diaporesis, disfungsi
hati, dll)
3. Monitor berat badan
4. Monitor serum dan elektrolit
urine
5. Monitor serum dan osmolalitas
urine
6. Monitor BP<HR, dan RR
7. Monitor
tekanan
darah
orthostatik dan perubahan irama
jantung
8. Kolaborasi
yang

pemberian

dapat

obat

meningkatkan

output urin
9. Lakukan hemodialisis bila perlu
dan catat respons pasien
D. Vital Sign Monitoring
1.
Monitor TD, nadi, suhu,
2.

dan RR
Catat

adanya

fluktuasi

tekanan darah
3.
Auskultasi TD pada kedua
lengan
4. Monitor TD, nadi, RR
5. Monitor kualitas dari nadi
6.
Monitor jumlah dan irama
jantung
7.
Monitor
8.

frekuensi

dan

irama pernapasan
Monitor pola pernapasan
abnormal
34

2.

Kelelahan
berhubungan dengan

NOC :

1)
2)
hipermetabolik
3)
dengan peningkatan 4)
kebutuhan energy

NIC :

Endurance
A.Energy Management
Concentration
1) Observasi adanya pembatasan
Energy conservation
klien
dalam
melakukan
Nutritional status :
aktivitas
energy
2) Dorong
anal
untuk
mengungkapkan

Kriteria Hasil :
1) Memverbalisasikan
peningkatan
dan

merasa

energi
lebih

untuk

terhadap keterbatasan
3) Kaji adanya factor

energi

mengatasi

kelelahan

menyebabkan kelelahan
4) Monitor nutrisi dan sumber

kelelahan

NOC :

terhadap perubahan

1) Nutritional
food

kebutuhan

Intake

and

Status:
Fluid

peningkatan

Kriteria Hasil :

metabolism

1) Adanya peningkatan

makan atau
pemasukan dengan
penurunan berat
badan ).

emosi
respon

kardiovaskuler

berhubungan dengan

(eningkatan nafsu

dan

pola

terhadap
tidur

dan

lamanya tidur/istirahat pasien.


NIC :

Risiko tinggi
nutrisi kurang dari

fisik

secara berlebihan
6) Monitor
aktivitas
7) Monitor

3.

yang

energi yang adekuat


5) Monitor pasien akan adanya

baik
2) Menjelaskan
penggunaan

perasaan

berat badan sesuai


dengan tujuan
2) Berat badan ideal
sesuai dengan tinggi
badan
3) Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
4) Tidak ada tanda

A. Nutrition Management
1) Kaji adanya alergi makanan
2) Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk

menentukan

kalori

dan

jumlah

nutrisi

dibutuhkan pasien.
3) Anjurkan
pasien

yang
untuk

meningkatkan intake Fe
4) Anjurkan
pasien
untuk
meningkatkan

protein

dan

vitamin C
5) Berikan substansi gula
6) Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
7) Berikan makanan yang terpilih
35

tanda malnutrisi
5) Tidak
terjadi
penurunan

berat

badan yang berarti

(sudah dikonsultasikan dengan


ahli gizi)
8) Ajarkan pasien
membuat

bagaimana

catatan

makanan

harian
9) Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
10) Berikan informasi

tentang

kebutuhan nutrisi
11) Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan

nutrisi

yang

dibutuhkan
B. Nutrition Monitoring
1) BB pasien dalam batas normal
2) Monitor adanya penurunan
berat badan
3) Monitor tipe

dan

jumlah

aktivitas yang biasa dilakukan


4) Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
5) Monitor lingkungan selama
makan
6) Jadwalkan

pengobatan

dan

tindakan tidak selama jam


makan
7) Monitor

kulit

kering

dan

perubahan pigmentasi
8) Monitor turgor kulit
9) Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
10) Monitor mual dan muntah
11) Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
12) Monitor makanan kesukaan
13) Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
14) Monitor pucat, kemerahan, dan
36

kekeringan

jaringan

konjungtiva
15) Monitor kalori
nutrisi
16) Catat

dan

adanya

intake
edema,

hiperemik, hipertonik papila


lidah dan cavitas oral.
17) Catat jika lidah berwarna
4.

magenta, scarlet
NIC :

Ansietas

NOC :

berhubungan dengan

1) Anxiety control
2) Coping

A. Anxiety

Kriteria Hasil :

menenangkan
2) Nyatakan dengan jelas harapan

faktor fisiologis;

(penurunan kecemasan)
1) Gunakan pendekatan yang

status
hipermetabolik.

1) Klien

mampu

mengidentifikasi dan
mengungkapkan

mengungkapkan dan
menunjukkan teknik
mengontrol

cemas
3) Vital sign

dalam

ekspresi

wajah,
tubuh

tingkat

dan

aktivitas

menunjukkan
berkurangnya
kecemasan

prosedur
4) Temani

pasien

memberikan

untuk

keamanan

mengurangi takut
5) Berikan informasi

dan

faktual

mengenai diagnosis, tindakan

batas normal
4) Postur
tubuh,
bahasa

terhadap pelaku pasien


3) Jelaskan semua prosedur dan
apa yang dirasakan selama

gejala cemas
2) Mengidentifikasi,

untuk

Reduction

prognosis
6) Dorong

keluarga

untuk

menemani anak
7) Lakukan back / neck rub
8) Dengarkan dengan penuh
perhatian
9) Identifikasi tingkat kecemasan
10) Bantu pasien mengenal situasi
yang menimbulkan kecemasan
11) Dorong
pasien
untuk
mengungkapkan

perasaan,

ketakutan, persepsi
12) Instruksikan

pasien

menggunakan teknik relaksasi


37

13) Berikan

5.

kondisi,

prognosis

dan

kebutuhan

1) Knowlwdge: disease A. Teaching : disease Process


process
2) Knowledge:

1.
health

Behavior

pengobatan
mengenal

sumber informasi.

Berikan

penilaian

tentang

tingkat

pengetahuan

pasien

tentang proses penyakit yang

berhubungan dengan
tidak

untuk

mengurangi kecemasan
NIC :

Kurang pengetahuan NOC :


mengenai

obat

spesifik
Kriteria Hasil :

2.

1) Pasien dan keluarga

Jelaskan
ini

pemahaman tentang
kondisi,

prognosis

dan

dari

penyakit dan bagaimana hal

menyatakan
penyakit,

patofisiologi

berhubungan

dengan

anatomi dan fisiologi, dengan


cara yang tepat.
3.

program pengobatan
2) Pasien dan keluarga

Gambarkan tanda dan gejala


yang

biasa

muncul

pada

penyakit, dengan cara yang

mampu

tepat

melaksanakan
prosedur

yang

dijelaskan

secara

benar
3) Pasien dan keluarga

4.

Gambarkan proses penyakit,


dengan cara yang tepat

5.

Identifikasi

kemungkinan

penyebab, dengan cara yang

mampu menjelaskan

tepat

kembali apa yang 6.

Sediakan

dijelaskan perawat/

pasien tentang kondisi, dengan

tim

cara yang tepat

lainnya

kesehatan

informasi

pada

7.

Hindari harapan yang kosong

8.

Sediakan

bagi

keluarga

informasi tentang kemajuan


pasien dengan cara yang tepat
9.

Diskusikan perubahan gaya


hidup

yang

mungkin

diperlukan untuk mencegah


komplikasi di masa yang akan
38

datang

dan

atau

proses

pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
11. Dukung

pasien

untuk

mengeksplorasi

atau

mendapatkan second opinion


dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
12. Eksplorasi
sumber

kemungkinan
atau

dukungan,

dengan cara yang tepat


13. Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas lokal,
dengan cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai
tanda

dan

melaporkan

gejala
pada

untuk
pemberi

perawatan kesehatan, dengan


cara yang tepat
3.3

Evaluasi
1. Klien akan mempertahankan curah jantung yang adekuat sesuai dengan
kebutuhan tubuh
2. Klien akan mengungkapkan secara verbal tentang peningkatan tingkat
energy
3. Klien akan menunjukkan berat badan stabil
4. Klien akan melaporkan ansietas berkurang sampai tingkat dapat diatasi
5. Klien akan melaporkan pemahaman tentang penyakitnya

39

BAB IV
HIPOTIROID PADA IBU HAMIL
4.1

Definisi Hipotiroid pada Ibu Hamil


Hipotiroidisme adalah satu keadaan penyakit disebabkan oleh kurangnya

produksi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid dimana kelenjar tirod kurang aktif dan
menghasilkan terlalu sedikit hormone tiroid. Hipotiroid yang sangat berat disebut
miksedema. Hipotiroidisme terjadi akibat penurunan kadar hormon tiroid dalam
darah. Hipotiroidisme terjadi akibat penurunan kadar hormon tiroid yang
bersirkulasi. Edema non-pitting dan boggy yang terjadi disekitar mata, kaki dan
tangan dan juga menginfiltrasi jaringan lain. Hipotiroidisme dapat terjadi akibat
malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis atau hipotalamus (Crowin, 2009).
Hipotiroid (hiposekresi hormon tiroid) adalah status metabolik yang
diakibatkan oleh kehilangan hormon tiroid. Hipotiroid dapat disebabkan oleh
gangguan pada salah satu tingkat dari aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid. Ada
banyak kekacauan- kekacauan yang berakibat pada hipotiroid. Kekacauankakacauan ini mungkin langsung atau tidak langsung melibatkan kelenjar tiroid.
Karena hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan banyak
proses-proses sel, hormon tiroid yang tidak memadai mempunyai konsekuensikonsekuensi yang meluas untuk tubuh (Baradero,2009).
Kekurangan yodium pada janin adalah akibat dari ibu yang kekurangan
yodium. Keadaan ini akan menyebabkan besarnya angka kejadian lahir mati,
abortus, dan cacat bawaan, yang semuanya dapat dikurangi dengan pemberian
yodium. Akibat lain yang lebih berat pada janin yang kekurangan yodium adalah
kretin endemik. Kretin endemik ada dua tipe, yang banyak didapatkan adalah tipe
nervosa, ditandai dengan retardasi mental, bisu tuli, dan kelumpuhan spastik pada
kedua tungkai.
Sebaliknya yang agak jarang terjadi adalah tipe hipotiroidisme yang ditandai
dengan kekurangan hormon tiroid dan kerdil. Penelitian terakhir menunjukkan,
transfer T4 dari ibu ke janin pada awal kehamilan sangat penting untuk
perkembangan otak janin. Bilamana ibu kekurangan yodium sejak awal
kehamilannya maka transfer T4 ke janin akan berkurang sebelum kelenjar tiroid
janin berfungsi. Jadi perkembangan otak janin sangat tergantung pada hormon
40

tiroid ibu pada trimester pertama kehamilan, bilamana ibu kekurangan yodium
maka akan berakibat pada rendahnya kadar hormon tiroid pada ibu dan janin.
Dalam trimester kedua dan ketiga kehamilan, janin sudah dapat membuat hormon
tiroid sendiri, namun karena kekurangan yodium dalam masa ini maka juga akan
berakibat pada kurangnya pembentukan hormon tiroid, sehingga berakibat
hipotiroidisme pada janin.
Secara klinis diagnosis hipotiroid ditegakan apabila kadar tiroksin bebas
rendah, sedangkan kadar tirotropin meningkat. Keadaan hipotiroid dihubungkan
dengan meningkatnya kejadian infertilitas (kemandulan) atau keguguran, dan
tidak umum ditemukan keadaan hipertiroid yang berat dalam kehamilan.
Deteksi dini hipotiroidisme pada kehamilan untuk mencegah komplikasi pada
ibu dan bayi. Gangguan tiroid (kelenjar gondok) 4-5 kali lebih banyak terjadi pada
wanita dibandingkan pada pria. Fungsi tiroid yang baik sangat penting untuk ibu
dan janin yang dikandungnya. Khususnya selama tiga bulan pertama kehamilan,
pada saat itu hanya ibu yang menjadi sumber hormon tiroid bagi janin. Gangguan
tiroid pada ibu hamil yang paling sering terjadi adalah kekurangan hormon tiroid.
4.2

Etiologi Hipotiroid pada Ibu Hamil


Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau

hipotalamus. Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar HT


yang rendah akan disertai oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak
adanya umpan balik negative oleh HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus.
Apabila hipotiroidism terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar HT yang
rendah disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus tinggi
karena, tidak adanya umpan balik negatif baik dari TSH maupun HT.
Hipotiroidism yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan menyebabkan
rendahnya kadar HT, TSH, dan TRH.
Klasifikasi penyakit hipotiroidisme antara lain:
1) Penyakit Hashimoto
Terjadi pada 3-5 dari setiap 1.000 kehamilan. Disebut juga tiroiditis
otoimun, terjadi akibat adanya otoantibodi yang merusak jaringan kelenjar
tiroid. Hal ini menyebabkan penurunan HT disertai peningkatan kadar
TSH dan TRH akibat umpan balik negatif yang minimal, Penyebab
tiroiditis

otoimun

tidak

diketahui,

tetapi

tampaknya

terdapat

kecenderungan genetic untuk mengidap penyakit ini. Penyebab yang


41

paling sering ditemukan adalah tiroiditis Hashimoto. Pada tiroiditis


Hashimoto, kelenjar tiroid seringkali membesar dan hipotiroidisme terjadi
beberapa bulan kemudian akibat rusaknya daerah kelenjar yang masih
berfungsi.
2) Penyebab kedua tersering adalah pengobatan terhadap hipertiroidisme.
Baik yodium radioaktif maupun pembedahan cenderung menyebabkan
hipotiroidisme.
3) Gondok endemik adalah hipotiroidisme akibat defisiensi iodium dalam
makanan. Gondok adalah pembesaran kelenjar tiroid. Pada defisiensi
iodiurn terjadi gondok karena sel-sel tiroid menjadi aktif berlebihan dan
hipertrofik dalam usaha untuk menyerap semua iodium yang tersisa dalam
darah. Kadar HT yang rendah akan disertai kadar TSH dan TRH yang
tinggi karena minimnya umpan balik. Kekurangan yodium jangka panjang
dalam makanan, menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang kurang
aktif (hipotiroidisme goitrosa).
4) Kekurangan yodium jangka panjang merupakan penyebab tersering dari
hipotiroidisme di negara terbelakang.
5) Karsinoma tiroid dapat, tetapi tidak selalu, menyebabkan hipotiroidisme.
Namun, terapi untuk kanker yang jarang dijumpai ini antara lain adalah
tiroidektomi, pemberian obat penekan TSH, atau terapi iodium radioaktif
untuk menghancurkan jaringan tiroid. Semua pengobatan ini dapat
menyebabkan hipotiroidisme. Pajanan ke radiasi, terutama masa anakanak, adalah penyebab kanker tiroid. Defisiensi iodium juga dapat
meningkatkan risiko pembentukan kanker tiroid karena hal tersebut
merangsang proliferasi dan hiperplasia sel tiroid.
Hipotiroidisme jarang menjadi penyulit pada kehamilan, mungkin karena ini
sering berkaitan dengan infertilitas. Pengalaman Davis dkk (1998), serta Leung
dkk (1993), menyebutkan bahwa wanita hipotiroid yang kemudian hamil
memperlihatkan insiden preeklamsia dan solusio plasenta yang tinggi disertai
jumlah bayi lahir mati dan berat lahir rendah yang sangat besar.
4.3

Patofisiologi Hipotiroid pada Ibu Hamil

42

Pada kehamilan dengan hipotiroid, kebutuhan hormon tiroksin akan


meningkat sehingga dapat terjadi hipotiroid. Hal ini mengakibatkan timbulnya
mekanisme umpan balik (feedback mechanism) yang meningkatkan produksi TSH
untuk merangsang pelepasan tiroksin pada kelenjar tiroid. Rangsangan TSH terusmenerus pada kelenjar tiroid yang tidak mendapat cukup suplai untuk produksi
hormon tiroksin berakibat pada hiperplasia kelenjar tiroid. Akibat berulangnya
episode hiperplasia, involusi dapat terjadi berbagai bentuk degenerasi seperti
fibrosis, nekrosis, kalsifikasi pembentukan kista yang menampakkan diri sebagai
struma nodosa. Penyebab hipotiroid primer umumnya meliputi tiroiditis autoimun
seperti tiroiditis Hashimothos, penyebab iatrogenik seperti radiasi atau
pembedahan, hipotiroid kongenital, obat - obatan seperti lithium atau amiodaron,
defisiensi yodium, dan penyakit-penyakit infiltratif. Hipotiroidisme sekunder
dapat disebabkan oleh penyakit hipotalamus atau hipofisa (Sheehan disease).
Hipotiroidisme pada kehamilan berkaitan erat dengan perkembangan otak
janin. Hal ini karena sebelum dilahirkan bayi sangat bergantung pada hormon
tiroid dari ibunya sebelum kelenjar tiroid bayi dapat berfungsi. Karenanya
kehamilan dengan hipotiroid dapat berakibat terjadinya retardasi mental. Pada ibu
sendiri, hipotiroid meningkatkan kerja kelenjar tiroid. Sementara suplai yodium
tidak mencukupi, maka terjadi hiperplasia kelenjar berulang. Akibatnya dapat
timbul goiter atau struma nodulus dengan manifestasi berupa benjolan pada
daerah leher (gondok). Manifestasi klinis dari hipotiroidisme seperti metabolisme
menurun, obstipasi, lesu, anoreksia, BB meningkat, dapat berisiko terjadinya
abortus, peningkatan tekanan darah dan prematuritas
4.4

Manifestasi Klinis Hipotiroid pada Ibu Hamil


Gejala-gejala khas hipotiroidisme meliputi letargi, kelemahan, anoreksia,
peningkatan berat badan, intoleransi terhadap cuaca dingin, gangguan mental,
konstipasi, dan nyeri kepala. Kulit kering, kuku-kuku yang rapuh dan tipis,
alopesia (kebotakan), turgor kulit yang buruk, dan refleks tendon dalam yang
tertunda juga umum terjadi. Temuan laboratorium hipotiroidisme meliputi
penurunan triidotironin dan tiroksin (kadar T3 dan T4).
Wanita hamil dengan hipotiroidisme memiliki resiko lebih tinggi mengalami
aborsi

spontan

pada

trimester

pertama.

Terdapat

peningkatan

insiden
43

preeklampsia dan abrupsio plasenta di antara wanita hipotiroid, diikuti


peningkatan angka kelahiran bayi dengan berat lahir rendah dan angka lahir mati
(Lazarus, 1993, Leung, dkk., 1993).
Suplemem hormon tiroid digunakan untuk mengobati hipotiroidisme.
Levotiroksin (Synthroid) merupakan obat yang paling sering diresepkan selama
masa hamil. Kadar hormon stimulan tiroid serum (TSH) dipantau dan
membutuhkan waktu dua bulan untuk mencapai kadar normal. Suplemen tiroid
tidak menembus plasenta dalam jumlah besar sehingga terapi pada ibu dianggap
aman untuk janin.
4.5

Komplikasi Hipotiroid pada Ibu Hamil


Wanita hamil yang menderita hipotiroid berpotensi mengalami komplikasi
pada kandungannya seperti :
a) Kematian janin dalam kandungan,
b) Bayi lahir premature atau keguguran
c) Hipertensi pada saat hamil
d) Preeklamsia : bengkak, mata kabur, mungkin bisa timbul kejang.
e) Plasenta lepas dari dinding rahim ini bisa menimbulkan perdarahan yang
hebat
f) Anemia. Wanita yang hamil menjadi pucat, lemah, bahkan sesak nafas
g) Masalah pada bayi yang dilahirkannya.
h) Pendarahan pasca persalinan.
Pada umumnya, bayi dari wanita hipotiroid terlihat sehat tanpa gangguan

fungsi tiroid, namun pada beberapa penelitian diketahui bahwa bayi yang lahir
dari ibu hipotiroid mempunyai risiko kematian setelah kelahiran yang lebih tinggi.
Bayi dari ibu hipotiroid juga berisiko tinggi mengalami cacat bawaan,
memiliki berat badan rendah dan berkurangnya fungsi intelektual jangka panjang.
4.6

Pemeriksaan Diagnostik Hipotiroid pada Ibu Hamil


1. Tes Yodium Pada Kelenjar Thyroid
Tes yodium pada kelenjar thyroid sebagai tes penyerapan yodium
radioaktif digunakan untuk mengevaluasi kelenjar thyroid. Kelenjar yang
penting ini, terletak di leher, menghasilkan dua hormone utama pada system
metabolisme tubuh.
Pada saat awal tes yodium pada kelenjar thyroid, klien meminum kapsul
atau cairan yang mengandung sejumlah kecil yodium radioaktif. Setelah klien
menelan yodium tersebut, sejumlah tertentu yodium radioaktif terakumulasi
44

dalam kelenjar thyroid, mengidentifikasikan kemampuan thyroid untuk


menyerap dan menahan yodium.
Tes yodium pada kelenjar thyroid digunakan untuk mendiagnosa dengan
akurat adanya hipertiroidisme, suatu kondisi dimana thyroid terlalu aktif
sehingga membebaskan hormonnya dalam jumlah yang terlalu banyak. Walau
demikian, tes yodium pada kelenjar thyroid agak kurang akurat bagi diagnosa
hipotiroidisme, suatu kondisi diamana thyroid kurang aktif dan membebaskan
hormone dalam jumlah yang terlalu sedikit.
2. Scanning Ultrasonogarfi
Scanning ultrasonografi pada tiroid membantu dokter menentukan bentuk
dan ukuran kelenjar thyroid klien. Gelombang ultrasonic diemisikan dari
transduser yang menyerupai mikrofon diarahkan pada kelenjar thyroid dan
dipantulkan kembali untuk menghasilkan citra struktur organ pada suatu
monitor. Tes Scanning ultrasonografi pada tiroid bersifat noninvasive, yang
berarti tidak terdapat benda-benda yang dimasukkan ke dalam tubuh.
Setelah dokter menemukan suatu benjolan pada leher klien, hasil scanning
dengan ultrasonic dapat membantu membedakan antara kista dan tumor. Tes
Scanning ultrasonografi pada tiroid juga digunakan untuk mengevaluasi
yodium radioaktif.
3. Pemeriksaan Anti TPO
Pemeriksaan anti TPO dapat digunakan untuk:
a. Membantu menegakkan diagnosis penyakit tiroid autoimun
b. Menentukan adanya faktor resiko, seperti:
1) Penyakt tiroid autoimun
2) Kekurangan tiroid selama terapi interferon alfa, interleukin 2 atau litium
3) Difungsi tiroid selama terapi amiodarone
4) Kekurangan tiroid pada pasien sindrom down
5) Disfungsi tiroid selama kehamilan dan tiroiditis post partum
6) Keguguran dan kegagalan pembuahan di luar kandungan atau in vitro
fertilization (IVF).
Pemeriksaan Anti TPO untuk wanita hamil dilakukan pada minggu ke
12-20 kehamilan, sedangkan pada penderita disfungsi tiroid autoimun lain,
waktu pemeriksaan dilakukan tergantung permintaan dokter.
Diagnosis dini kekurangan kelenjar tiroid dan pengobatan yang efektif
penting dilakukan, khususnya selama masa kehamilan karena komplikasi
yang timbul dapat menyebabkan kehilangan janin, hipertensi pada kehamilan,
45

kelahiran prematur, dan juga menyebabkan kelainan perkembangan otak pada


bayi. Skrining dengan evaluasi laboratorium spesifik yaitu thyroid stimulating
hormone (TSH) dan thyroid peroxidase antibodies (Anti TPO) membantu
menentukan diagnosis yang tepat.
4.7

Pemeriksaan Penunjang Hipotiroid pada Ibu Hamil


Diagnosa didapatkan melalui pemeriksaan laboratorium TSHs & T4. Bila
memungkinkan

dapat

pula

dengan

T3.

Karakteristik

pemeriksaan

laboratorium pada hipotiroid adalah :


1) Hipotiroidisme klinis ditandai dengan kadar TSH tinggi dan kadar T4
rendah.
2) Hipotiroidisme subklinis ditandai dengan kadar TSH dan T4 bebas yang
tinggi, T3 dalam batas normal.
Thyroxine (T4) di dalam aliran darah ada dalam bentuk free T4 dan yang
terikat dengan protein. Protein pengikat T4 adalah TBG sebanyak 75%,
albumin 10% dan prealbumin 15% dari T4 total. Sebagian kecil yaitu 0.03%
dari T4 ada dalam bentuk bebas yang disebut free T4. Free T4 ini merupakan
suatu uji laboratorium yang paling baik untuk mengetahui adanya disfungsi
dari kelenjar tiroid.
4.8

Penatalaksanaan Hipotiroid pada Ibu Hamil


1. Pemberian hormon Levothyroxine
Levotiroksin adalah terapi pilihan jika status nutrisi iodin tidak adekuat.
Wanita hamil hipotiroid memerlukan dosis tiroksin lebih besar, dan wanita
yang sudah menerima terapi tiroksin sebelum hamil memerlukan peningkatan
dosis harian, biasanya 30-50% di atas dosis sebelum konsepsi. Pengobatan
sebaiknya dimulai dengan dosis 100-150 mikrogram per hari atau 1,7-2,0
mikrogram per kg berat badan saat tidak hamil, dengan peningkatan dosis
hingga 2,0-2,4 mikrogram per kg berat badan saat hamil. Kadar serum fT4
dan TSH sebaiknya diukur 1 bulan setelah mulai terapi. Tujuan terapi adalah
mencapai dan mempertahankan kadar fT4 dan TSH normal selama
kehamilan.
2. Pengukuran TSHs
Pengukuran TSH dianjurkan pada wanita dengan faktor risiko gangguan
fungsi tiroid, antara lain:
46

Riwayat hipo atau hipertiroid, PPT (post partum tiroiditis), atau

lobektomi tiroid
Riwayat keluarga dengan penyakit tiroid
Wanita dengan goiter
Memiliki antibodi tiroid
Terdapat tanda dan gejala yang mengarah pada kekurangan dan kelebihan
hormon tiroid
Diabetes melitus tipe I
Penyakit autoimun lain
Infertilitas
Riwayat radiasi pada kepala dan leher
Riwayat keguguran atau melahirkan prematur

3. Diet
1) Tidak ada diet khusus yang diperlukan untuk hipotiroidisme.
2) Hipotiroidisme subklinis telah terlihat pada frekuensi meningkat pada
pasien dengan asupan yodium lebih besar. Organisasi Kesehatan Dunia
merekomendasikan asupan iodium harian diet:
a. 150 mcg untuk orang dewasa
b. 200 mcg untuk ibu hamil dan menyusui
c. 50-120 mcg untuk anak-anak.
4.9

WOC Hipotiroid pada Ibu Hamil


(terlampir)

47

BAB V
ASUHAN KEPERAWATAN
HIPOTIROID PADA IBU HAMIL

5.1

Pengkajian
1. Identitas umum
Nama, Alamat, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Agama
2. Data Biologis
a. Keluhan Utama
b. Riwayat Obsteteri
c. Riwayat kehamilan sekarang: gerakan janin, keluhan hamil muda,
imunisasi TT, obat yang dikonsumsi.
a) Riwayat haid: menachre, siklus, lama, jumlah, dan keluhannya.
b) Riwayat kehamilan sebelumnya.
d. Riwayat ginekologi: infertilitas, tumor, penyakit, operasi.
e. Riwayat KB: kontrasepsi yang lalu, keluhan, lama pemakaian, alasan

3.
4.
5.
6.

berhenti.
f. Riwayat penyakit lalu.
g. Pola nutrisi: sebelum hamil dan selama hamil.
h. Pola Eliminasi: sebelum hamil dan selama hamil.
i. Pola istirahat: sebelum hamil dan selama hamil.
Data Psiko-Sosial
1. Dukungan suami
2. Dukungan keluarga
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran, berat badan, tinggi badan
Tanda-Tanda Vital
TD, N, RR, S
Review Od System:
a. Sistem pulmoary
: Hipoventilasi, efusipleura, dispnea
b. Sistem kardiovaskuler
: Bradikardi, disritmia, pembesaran
jantung, toleransi terhadap aktifitas menurun, hipotensi.
c. Sistem neurologi
: Fungsi intelektual yang lambat, berbicara
lambat dan terbata-bata, gangguan memori, perhatian kurang, bingung,
hilang pendengaran, penurunan refleks tendom.
d. Sistem gastrointentestinal : Anoreksia, peningkatan berat badan,
obstipasi, distensi abdomen.
e. Sistem metabolik
: Penurunan metabolisme basal, penurunan
suhu tubuh, intoleransi terhadap dingin.
48

f. Sistem intergumen

: Kulit dingin, pucat , kering, bersisik dan

menebal, pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal, rambut kering, kasar,


rambut rontok dan pertumbuhannya rontok. Pada hipotiroid berat sering
terjadi miksedema. Penumpukan kopolisakarida dalam jaringan subkutan
dan interstitial
5.2

Diagnosa Keperawatan
1) Pola napas tidak efektif b.d depresi ventilasi
2) Hipotermi b.d tidak tahan dingin
3) Konstipasi b.d fungsi gastrointestinal
4) Intoleransi aktivitas b.d kelelahan, penurunan proses kognitif
5) Kurang pengetahuan tentang pengobatan b.d penerimaan yang adekuat,
defisit sumber informasi.

5.3

Intervensi Keperawatan
No.

1.

Diagnosa

Tujuan dan

Keperawatan

Kriteria Hasil

Pola napas tidak Tujuan

Intervensi Keperawatan

1) Pantau frekuensi, kedalaman pola

efektif

Pasien menunjukkan

berhubungan

pola

napas

yang

dengan

depresi efektif
Kriteria hasil :
ventilasi
- RR pasien : 16-20
kali per menit
- Tidak
adanya
dispnea

atau

Hipotermi

b.d Tujuan

tidak

tahan Mengembalikan

dingin

kondisi

ke

suhu

normal
Kriteria hasil :
- Suhu tubuh dalam
batas normal (36.50
37.50 C)

gas darah arterial


2) Dorong pasien untuk napas dalam
dan batuk efektif
3) Beri obat hipnotik dan sedatif
dengan hati-hati sesuai program
terapi
4) Pertahankan saluran napas pasien
dengan melakukan pengisapan dan

ortopnea
2.

napas, oksimetris denyut nadi dan

dukungan ventilasi jika diperlukan


1) Beri tambahan lapisan pakaian/
selimut
2) Rangsang penggunaan panas dari
luar tubuh
3) Pantau suhu tubuh pasien dan
laporkan penurunannya dari nilai
dasar normal
4) Lindungi terhadap

pemajanan

hawa dingin dan hembusan dingin


49

- Akral hangat dan


tidak dingin
- Pasien
tidak
mengeluh
3.

Konstipasi

kedinginan
b.d Tujuan

fungsi

Mengembalikan

gastrointestinal

fungsi

normal

pencernaan
Kriteria Hasil
Tidak

4.

Intoleransi
aktivitas

b.d

kelelahan,
penurunan
proses kognitif

terjadi

1) Dorong pemasukan asupan cairan


dalam batas retrikasi cairan
2) Berikan makanan yang kaya akan
serat
3) Ajarkan kepada pasien tentang
jenis-fungsi makanan yang banyak

konstipasi

mengandung serat
4) Pantau fungsi usus

Tujuan : Kebutuhan

1) Atur interval waktu antar aktifitas

untuk

beraktivitas

untuk meningkatkan istirahat dan

klien terpenuhi
Kriteria hasil :
- Klien menunjukkan

latihan yang dapat ditoleransi


2) Bantu aktifitas perawatan mandiri

peningkatan

melakukan

pasien

berada

dalam

keadaan lelah
3) Beri stimulasi melalui percakapan

aktivitas fisik
- Klien

ketika

bisa

dan aktifitas yang tidak dapat

ROM

menimbulkan stress
4) Pantau respon pasien terhadap

yang normal

peningkatan aktifitas
5.

Kurang

Tujuan

pengetahuan

Memberikan

tentang

pengetahuan tentang

pengobatan

b.d pengobatan terhadap

penerimaan
yang

adekuat,

defisit

sumber

informasi.

penyakitnya
Kriteria
cara

5.4

cara-

pengobatan

gejala penyakit

terapi penggantian hormon tiroid


2) Jelaskan efek pengobatan yang
dikehendaki pasien
3) Bantu pasien menyusun jadwal
memastikan pelaksanaan sendiri

Hasil

Mengetahui

1) Jelaskan dasar pemikiran untuk

terapi penggantian hormon tiroid


4) Jelaskan tanda-tanda dan gejala
pemberian obat dengan dosis yang
berlebih dan kurang

Evaluasi
50

1.
2.
3.
4.
5.

Klien menunjukkan pola napas yang efektif


Suhu tubuh klien kembali dalam batas normal.
Konstipasi tidak terjadi
Kebutuhan klien untuk beraktivitas terpenuhi.
Pengetahuan meningkat

BAB VI
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS SEMU
HIPOTIROID PADA IBU HAMIL
6.1

Kasus:
Ny.R umur 30 tahun datang ke Rumah Sakit Universitas Airlangga dengan

keadaan hamil 4 bulan. Pasien mengeluh sesak nafas, cepat lelah, suara serak,
sedikit darah haid dan nyeri dada sejak dua hari yang lalu. Pasien mengatakan
fesesnya keras dan pasien juga mengeluh nyeri pada bagian perut. Suhu
380C/axilla. Pasien tampak menggunakan nafas cuping hidung dan bahu RR:
28x/menit. Pasien susah tidur pada malam hari dan pada siang hari pasien banyak
tidurnya. Pasien tampak edema pada ekstremitas, (N< 60x/mnt, TD< 100/70
mmHg)
6.2

Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama
Alamat
Tanggal lahir
Umur
Agama
Pekerjaan
Status perkawinan
Status pendidikan
2. Keluhan Utama

: Ny. R
: Surabaya
: 30 Desember 1988
: 28 tahun
: Islam
: Ibu Rumah Tangga
: Menikah
: Tamat SMA

51

Cepat lelah, suara serak, sesak nafas, nyeri dada, gangguan tidur,
obstipasi, anoreksia, demam, sakit kepala, oligomenorea.
3. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan terdapat benjolan di leher depan dan nyeri saat ditekan.

b) Riwayat Kesehatan Terdahulu


Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat
penyakit. Sejak kapan klien menderita penyakit tersebut. Apakah dulu
pernah kena penyakit yang sama atau tidak, atau penyakit lainnya.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kesehatan klien dan keluarga. Apakah ada anggota
keluarga yang menderita penyakit yang sama atau tidak.
d) Riwayat psiko-sosio
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk
menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga. Apakah ada dampak yang timbul
pada klien, yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas,
rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktifitas secara optimal dan
pandangan terhadap dirinya yang salah.
4. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mencakup Inspeksi, Palpasi, Perkusi, dan auskultasi ;
a) Sistem integument: kulit dingin dan panas, pucat, kering, bersisik dan
menebal, pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal, rambut kering,
kasar, rambut rontok dan pertumbuhannya rontok.
b) Sistem pulmonary: hipoventilasi, pleural efusi, dispenia, RR >
20x/menit, penggunaan otot bantu nafas.
c) Sistem kardiovaskular: bradikardi, disritmia, pembesaran jantung,
toleransi terhadap aktifitas menurun, hipotensi (TD < 100/70 mmHg),
distensi vena jugularis, takikardia.
d) Metabolik: penurunan metabolisme basal, peningkatan suhu tubuh,
intoleransi terhadap dingin.
e) Sistem musculoskeletal: nyeri otot, edema ekstremitas, kontraksi dan
relaksasi otot yang melambat.
f) Sistem neurologi: fungsi intelektual yang lambat, berbicara lambat dan
terbata-bata, gangguan memori, perhatian kurang, bingung, hilang
pendengaran, penurunan refleks tendon.
52

g) Gastrointestinal: anoreksia, peningkatan berat badan, obstipasi, distensi


abdomen, sariawan pada rongga mulut, berat badan turun 20% dari BBI
h) Psikologis dan emosional: apatis, igitasi, depresi, paranoid, menarik
diri/ kurang percaya diri, dan bahkan maniak.
6.3

ANALISA DATA
Tanda dan Gejala
DS:
Pasien mengeluh sesak

Etiologi
Penekanan Produksi

Masalah Keperawatan
Ketidakefektifan Pola Nafas

Hormon Tiroid

nafas, cepat lelah, suara


TSH Merangsang

serak dan nyeri dada.


DO:
1. Pasien

tampak

(dispnea)
2. Pasien
menggunakan

Kelenjar Tiroid Untuk


sesak

Mensekresi
Kelenjar Tiroid

tampak
nafas

cuping hidung dan bahu


3. RR: 28x/menit

Membesar
Menekan Struktur Di
Leher
Gangguan Respirasi
Depresi Ventilasi

Ketidakefektifan Pola
Nafas
Penekanan Produksi

DS:
Pasien

mengeluh

cepat

lelah, demam, dan sakit


kepala

Hormon Tiroid
Laju BMR Lambat
Nutrisi Tubuh Kurang

DO:

Merangsang

1. Palpasi: tubuh pasien


teraba panas
2. Takikardi
3. Kulit tampak

Hipertermi

Hipotalamus
Suhu Tubuh Meningkat

kering,

Hipertermi

bersisik dan menebal


4. Kuku tampak menebal
53

5. Rambut tampak kering,


kasar, dan rontok
Suhu 380C/ axilla
DS:
Pasien

Penekanan Produksi
mengeluh

sesak

nafas, cepat lelah, dan


sedikit

darah

haid

(oligomenorea)

Penurunan Curah Jantung

Hormon Tiroid
Bradikardi
Penurunan Volume
Sekuncup
Penurunan Curah
Jantung

DO:
1. Pasien tampak dispnea
dan letih
2. Pasien tampak edema
pada ekstremitas
3. Bradikardi (N<
60x/mnt)
4. Hipotensi (TD< 100/70
mmHg)
Distensi vena jugularis.
DS:
Pasien

Penekanan Produksi
mengatakan

Hormon Tiroid

fesesnya keras dan pasien

Laju BMR Lambat

juga mengeluh nyeri pada

Akloridia

bagian perut.

Konstipasi

Penurunan Motilitas
Usus

DO:
1. Fesesnya tampak keras
2. Palpasi: nyeri tekan

Penurunan Fungsi GI
Konstipasi

pada daerah abdomen


54

DS:
Pasien mengatakan tidak
ada

nafsu

makan

(anoreksia), cepat lelah,


nyeri abdomen.

Penekanan Produksi

Ketidakseimbangan Nutrisi:

Hormon Tiroid

Kurang dari Kebutuhan

Laju BMR Lambat

Tubuh

Nutrisi Tubuh Kurang


Ketidakseimbangan
Nutrisi: Kurang dari
Kebutuhan Tubuh

DO:
1. Kulit teraba dingin dan
terlihat pucat
2. Palpasi: nyeri

tekan

pada abdomen
3. Tampak sariawan pada
rongga mulut pasien
4. BB pasien turun 20%
dari BBI
DS:
Pasien

Penekanan Produksi

mengeluh

sesak

Hormon Tiroid

nafas, cepat lelah, nyeri

Laju BMR Lambat

dada, sakit kepala dan

Nutrisi Tubuh Kurang

nyeri otot.

Intoleransi Aktivitas

Energi Tidak Terbentuk


Kelemahan

DO:
1. Pasien

Intoleransi Aktivitas
tampak

letih/

lelah
2. Bradikardia
3. Pasien tampak pucat
4. Palpasi: Nyeri tekan
pada otot betis
5. RR 28x/menit
6.4

Diagnosa Keperawatan
55

1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan depresi ventilasi


2) Hipertermi berhubungan dengan kekurangan nutrisi dan cairan dalam
tubuh
3) Penurunan curah jantung berhubungan dengan volume sekuncup akibat
bradikardi
4) Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal (peristaltik)
5) Ketidakseimbangan Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan laju BMR lambat.
6) Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan proses
kognitif
6.5

Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan depresi ventilasi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, diharapkan pola
nafas pasien efektif.
Kriteria Hasil:
a. Tidak sesak nafas (dispneu)
b. Pernafasan normal (RR: 16-20 x/menit)
c. Tidak ada bunyi nafas tambahan misalnya wheezing
Intervensi

1.

2.

Rasional

Observasi frekuensi; kedalaman, 1. Mengidentifikasi hasil pemeriksaan


pola pernapasan; oksimetri denyut

dasar untuk memantau perubahan

nadi.

selanjutnya

Pelihara

saluran

nafas

pasien

dengan melakukan pengisapan dan


dukungan ventilasi jika diperlukan.

3.

Dorong dan ajarkan pasien untuk


napas dalam dan batuk.

4.

Berikan obat (hipnotik dan sedatip)


dengan hati-hati

dan

mengevaluasi

efektifitas intervensi.
2. Penggunaan saluran napas artifisial
dan dukungan ventilasi mungkin
diperlukan

jika

pernapasan.
3. Mencegah

terjadi
aktifitas

meningkatkan

pernapasan

depresi
dan
yang

adekuat.
4. Pasien hipotiroidisme sangat rentan
terhadap
akibat

gangguan

pernapasan

gangguan obat golongan

hipnotik-sedatif.
2. Hipertermi berhubungan dengan kekurangan nutrisi dan cairan tubuh

56

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, diharapkan


suhu tubuh pasien normal (36,5-37,5 0C)
Kriteria Hasil:
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal (RR: 16-20 x/menit, N: 60-100
x/menit, TD: 120/80x/menit, S: 36,5-37,5 0C)
b. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi (mata cekung, turgor kulit>2 detik,
mukosa bibir kering, kulit kering dan pecah-pecah)
Intervensi
1. Pantau suhu pasien (derajat dan

Rasional
1) Hipertermi

pola), perhatikan menggigil.


2. Pantau suhu lingkungan.

menunjukan

proses

penyakit infeksius akut. Pola demam


menunjukkan diagnosis
2) Suhu ruangan/ jumlah selimut harus
diubah untuk mempertahankan suhu

3. Anjurkan pasien untuk banyak


minum.

mendekati normal.
3) Hipertermi dapat
kehilangan

4. Berikan kompres hangat, hindari


penggunaan alkohol.

banyak

(dehidrasi).
4) Dapat
membantu

5. Berikan antipiretik.

menyebabkan
cairan
mengurangi

demam, penggunaan es/ alkohol


mungkin menyebabkan kedinginan.

6. Berikan selimut pendingin..

Selain

itu

alkohol

mengeringkan kulit.
5) Digunakan
untuk

dapat

mengurangi

demam dengan aksi sentralnya pada


hipotalamus.
6) Digunakan

untuk

mengurangi

demam dengan hipertermi.


3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan volume sekuncup akibat
brakikardi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, diharapkan
curah jantung pasien maksimal.
Kriteria Hasil:
a. Tidak ada gangguan irama jantung
b. Tanda-tanda vital normal (RR: 16-20 x/menit, N: 60-100 x/menit, TD:
120/80x/menit, S: 36,5-37,5 0C)
57

Intervensi
1. Catat

warna

Rasional

kulit

dan

kaji 1. Sirkulasi perifer turun jika curah jantung

kualitas nadi.

turun. Membuat kulit pucat atau warna

2. Auskultasi suara nafas dan Catat.

abu-abu dan menurunnya kekuatan nadi


2. S3, S4 dan creackles terjadi karena
dekompensasi jantung atau beberapa obat

3. Dampingi

pasien

pada

melakukan aktivitas.
4. Lakukan pengukuran

saat

(penyekat beta).
3. Penghematan

energy

membantu

tekanan

menurunkan beban jantung.


darah (bandingkan kedua lengan 4. Takikardi dapat terjadi karena nyeri,
pada posisi berdiri, duduk dan

cemas, hipoksemia dan menurunnya curah

tiduran jika memungkinkan).


5. Kolaborasi dalam: pemeriksaan

jantung. Perubahan juga terjadi pada TD

serial

ECG,

pemberian

foto

obat-obatan

(hipo/hiper) karena respon jantung.


thorax, 5. Untuk hasil penunjang dan pengobatan
anti

lebih lanjut

disritmia.
4. Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal (peristaltik)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, diharapkan
konstipasi pasien dapat teratasi.
Kriteria Hasil:
a. Feses tidak keras
b. Bising usus normal (16-24 x/menit)
c. Perut tidak kembung
Intervensi

Rasional

1. Auskultasi bising Usus


1. Mengetahui berapa frekuensi bising
2. Pantau fungsi usus.
usus klien.
3. Berikan makanan yang kaya akan
2. Memungkinkan deteksi konstipasi
serat.
dan pemulihan kepada pola
4. Dorong
klien
untuk
defekasi yang normal.
meningkatkan mobilisasi dalam
3. Meningkatkan massa feses dan
batas-batas toleransi latihan.
frekuensi buang air besar.
5. Ajarkan kepada klien, tentang
4. Meningkatkan evakuasi feses.
jenis-jenis makanan yang banyak 5. Untuk peningkatan asupan cairan
mengandung air.
6. Kolaborasi: untuk pemberian obat
pencahar

dan

enema

kepada pasien agar feses tidak

keras.
bila 6. Untuk mengencerkan feses.
58

diperlukan.
5. Ketidakseimbangan Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan laju BMR lambat
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, diharapkan
nutrisi pasien seimbang.
Kriteria Hasil:
a. Pasien tidak lemah dan lesu
b. Berat badan stabil atau meningkat
c. Porsi makan habis
d. Nafsu makan meningkat
e. Hasil laboratorium indicator status nutrisi dalam rentang normal (Hb,
Albumin, Glukosa)
f. TTV dalam batas normal (RR: 16-20 x/menit, N: 60-100 x/menit, TD:
120/80x/menit, S: 36,5-37,5 0C)
Intervensi
1.
2.
3.
4.

Rasional

Observasi vital sign tiap 8 jam.


Observasi bising usus tiap pagi.
Timbang berat badan tiap pagi.
Anjurkan Klien untuk Diet tinggi

kalori, tinggi protein.


5. Kolaborasi pembeian

Suplemen

vitamin B Compleks.

1) Mengetahui frekuensi Suhu, Nadi


dan tekanan Darah Klien.
2) Mengetahui Frekuensi Bising usus.
3) Untuk mengetahui Berat badan
Klien.
4) Memenuhi kecukupan nutrisi yang
tidak terpenuhi
5) Meningkatkan nafsu makan Klien.

6. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan


proses kognitif
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, diharapkan
pasien dapat beraktivitas dengan baik.
Kriteria Hasil:
a. Klien tidak megalami kelelahan
b. Terjadi peningkatan kualitas istirahat
c. Peningkatan kualitas tidur
d. Keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
Intervensi

Rasional

1. Observasi respons pasien terhadap 1) Menjaga


peningkatan aktivitas.
2. Atur interval waktu antar aktivitas

pasien

agar

tidak

melakukan aktivitas yang berlebihan

atau kurang.
untuk meningkatkan istirahat.
2) Mendorong
3. Bantu aktivitas perawatan mandiri

aktivitas

sambil

59

ketika pasien berada dalam keadaan


lelah.
4. Berikan

stimulasi

memberikan

kesempatan

untuk

mendapatkan istirahat yang adekuat.


melalui 3) Memberi kesempatan pada pasien

percakapan dan aktifitas yang tidak


menimbulkan stress.

untuk berpartisipasi dalam aktivitas


perawatan mandiri.
4) Meningkatkan
perhatian

tanpa

terlalu menimbulkan stress pada


pasien.
6.6

Evaluasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pola nafas kembali normal


Suhu tubuh kembali normal
Curah jantung normal
Tidak terjadi konstipasi
Nutrisi tercukupi
Aktifitas kembali normal

60

BAB VII
PENUTUP
7.1

Kesimpulan
Hormon tiroid berfungsi untuk mengatur aktivitas metabolik dan seluler,

menjaga keseimbangan hormon tiroid dalam batas normal selama kehamilan


sangatlah penting demi mencegah efek buruk bagi ibu dan janin. Hipotiroid
selama kehamilan berisiko menurunkan fungsi intelektual anak walaupun dalam
rentang yang ringan. Sedangkan hipertiroid dalam kehamilan dapat meningkatkan
angka morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. Pendiagnosisan hipertiroid pada
saat kehamilan sangatlah sulit karena gejala yang dimunculkan sering tumpang
tindih dengan gejala kehamilan normal pada umumnya dan pengobatan yang
ditempuh pada ibu hamil dengan hipertiroid lebih rumit mengingat dampak dan
potensi yang dapat merugikan janin. Sehingga sangat dianjurkan bagi ibu hamil
untuk memeriksakan kadar hormon tiroid secara dini.

7.2

Saran
Gangguan tiroid memiliki dampak buruk bagi ibu hamil baik itu hipertiroid

selama kehamilan maupun hipotiroid. Hal yang disarankan bagi ibu hamil
maupun ibu yang belum hamil untuk selalu melakukan screening secara berkala
untuk mengetahui fluktuasi kadar hormon tiroid dalam darah. Selain itu, bagi ibuibu hamil untuk selalu melakukan pemeriksaan laboratorium yang bertujuan untuk
memastikan apakah ibu mengalami gangguan tiroid tertentu atau tidak. Apabila
hasil pemeriksaan menunjukkan positif adanya gangguan tiroid tertentu maka ibu
hamil disarankan untuk menghubungi dokter agar dapat diberikan tindakan
pengobatan yang tepat untuk menangani permasalahan tersebut.

61

DAFTAR PUSTAKA
Abalovich M, Amino N, Barbour LA, Cobin RH, Leslie J, Glinoer D, et al.
Management of Thyroid Dysfunction during Pregnancy and Postpartum. J.
Endocrinol. Metabolism. 2007; 92(8): S1-S47
Bobak, dkk. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta: EGC
halaman 724-725
Carpenito, Linda Juall. 2001. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Closkey, Mc, et all. 2007. Diagnosa Keperawatan NOC-NIC. St-Louis.
Colborn T. Neurodevelopmental and Endocrine Disruption. Environmental Health
Perspective. 2004;112:944-949
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap LC, Wenstrom KD,
eds. Williams Obstetrics. 23rd ed. New York: McGraw-Hill; 2010. p.11261135
Doengoes, Marlyn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta
Efendi.

2014. Hipertiroid.

file:///C:/Users/ok/Downloads/S1-2013-280476-

chapter1.pdf tanggal 24 Mei 2016 [pukul 11: 05 WIB]


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39717
Mansjoer Arif,dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I.Jakarta: Media
Aesculapius
Price, S.A dan Wilson, LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, vol 2. Jakarta: EGC.
Pridianto, Faris Aziz.2013. Askep Ibu Hamil Dengan Hipertiroid diakses dalam
https://www.scribd.com/doc/149902824/Askep-Ibu-Hamil-DenganHipertiroid tanggal 24 Mei 2016 [pukul 12: 08 WIB]
Santosa, Budi. 2005-2006. Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta: Prima
Medikal.
62

Schorge John, Schorge. 2008. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Edisi ke-2.
Tandra, Hans. 2008. Mencegah dan Mengatasi PENYAKIT TIROID. Jakarta :
Gramedia

63

Anda mungkin juga menyukai