PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
bulan, 75% nya tetap menderita keterbelakangan mental atau dapat menjadi
normal namun dengan beberapa permasalahan antara lain kesulitan belajar,
kelainan tingkah laku, atau kelainan neurologist non spesifik.
Hipotiroidisme pada masa anak, juga sering disebut sebagai hipotiroidisme
didapat. Biasanya terjadi setelah usia 6 bulan, sebagian besar kelainan ini
sporadic, hanya 10-15% kasus yang diturunkan, paling sering disebabkan oleh
tiroiditis Hashimoto, dan kejadiannya lebih banyak pada perempuan dibandingkan
laki-laki, dengan perbandingan 2:1. Pada usia sekolah, angka kejadiannya 0,33%,
yang paling sering karena tiroiditis limfositik kronik pada anak usia 12-19 tahun
angka kejadiannya 6%.6
3
Fungsi kelenjar tiroid dikendalikan oleh suatu hormon lain yaitu TSH yang
dibuat dalam kelenjar hipofisis, suatu kelenjar yang terletak di otak. TSH mutlak
diperlukan untuk suatu fungsi tiroid yang baik. Hormon tiroid memainkan
peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. jika kelenjar tiroid
tidak berkembang sempurna, maka tidak akan menghasilkan hormon yang cukup
untuk pertumbuhan bayi dan perkembangan otak yang normal. Hormon tiroid
didalam tubuh diperlukan untuk mengoptimalkan kerja semua jaringan dan organ.
pada keadaan kekurangan hormon tiroid maka berbagai proses kehidupan akan
terhambat. karena pada bayi jaringan otak sedang berkembang sangat cepat, maka
jumlah hormon tiroid yang normal amat sangat penting untuk tumbuh kembang
mereka.
4
Pada kelenjar hipofisis anterior, TRH berikatan denganreseptor membran spesifik
pada tirotrop dan sel pensekresi-prolaktin, merangsangsintesis dan pelepasan TSH
maupun prolaktin. Hormon tiroid menyebabkan suatu pengosongan lambat dari
reseptor TRH hipofisis, mengurangi respons TRH; estrogen meningkatkan
reseptor TRH, meningkatkan kepekaan hipofisis terhadap TRH.
TRH dihasilkan di hipotalamus mencapai tirotrop di hipofisis anterior
melalui sistem portal hipotalamus-hipofisis dan merangsang sintesis dan
pelepasan TSH. Baik hipotalamus dan hipofisis, T3 terutama menghambat sekresi
TRH dan TSH. T4 mengalami monodeiodinasi menjadi T3 di neural dan hipofisis
sebagaimana di jaringan perifer.
Sumbu hipotalamus-hipofisis-hipotiroid5
Tirotropin
Thyroid-stimulating hormone (hormon perangsang-tiroid), atau tirotropin
(TSH), merupakan suatu glikoprotein yang disintesis dan disekresikan oleh
tirotrop dari kelenjar hipofisis anterior. Mempunyai berat molekul sekitar 28.000
dan terdiri dari dua subunit yang dihubungan secara kovalen, alfa dan beta.
Subunit alfa lazim untuk dua glikoprotein hipofisis lain, FSH dan LH, dan juga
untuk hormone plasenta hCG; subunit beta berbeda untuk setiap hormon
5
glikoprotein dan memberikan sifat pengikatan dan aktivitas biologik yang
spesifik. Subunit alfa manusia mempunyai suatu inti apoprotein dari 92 asam
amino dan mengandung satu rantai oligosakarida.
Secara normal, hanya subunit α dan TSH utuh ditemukan dalam serum.
Kadar dari subunit α adalah sekitar 0,5-2,0 μg/L; terjadi peningkatan pada wanita
pascamenopause dan pada pasien dengan TSH-secreting pituitary tumor . Kadar
serum dari TSH adalah sekitar 0,5-5 mU/L; meningkat pada hipotiroidisme dan
menurun pada hipertiroidisme, baik karena endogen ataupun akibat asupan
hormon tiroid per oral yang berlebihan. Waktu-paruh TSH plasma adalah sekitar
30 menit, dan kecepatan produksi harian adalah sekitar 40-150 mU/hari.7
6
Regulasi Autoimun
Kemampuan dari limfosit B untuk mensintesis antibodi reseptor TSH yang
dapat menghambat aksi dari TSH ataupun meniru aktivitas TSH dengan berikatan
dengan daerah-daerah yang berbeda pada reseptor TSH memberikan suatu bentuk
pengaturan tiroid oleh sistem kekebalan (1,2,4) Dengan demikian, sintesis dan
sekresi dari hormon tiroid dikontrol oleh tiga tingkatan yang berbeda : (1) tingkat
dari hipotalamus, dengan mengubah sekresi TRH; (2) tingkat hipofisis, dengan
menghambat atau merangsang sekresi TSH; dan (3) tingkat tiroid, melalui
autoregulasi dan blokade atau perangsangan dari reseptor TSH .6
7
Penghambatan :
Antibodi penghambat TSH-R
Kelebihan iodida
Terapi litium
8
perkembangan neurologik dapat mendekati normal bila segera diberikan
pengobatan.
Pada pertengahan kehamilan, produksi hormone dari hipotalamus
“thyrotropin releasing hormone” (TRH), hipofisis yaitu “thyroid stimulating
hormone” (TSH), dan produksi T4 kelenjar tiroid janin meningkat terus sampai
kehamilan 36 bulan. Bahkan saat kelenjar tiroid janin berfungsi otonom, fungsi
tiroid normal pada ibu masih penting untuk perkembangan neurologik normal.
Telah diketahui, bahwa komponen genetik mempengaruhi kadar hormone
tiroid dalam sirkulasi, tetapi varien gen yang sering terlibat tidak semuanya dapat
diidentifikasi. Tiga enzim penting yang terlibat dalam proses deodinasi untuk
mempertahankan tetap dalam keadaan eutiroid baik dalam serum maupun pada
tingkat jaringan lokal, adalah deiodinase I (D1), (D2), dan (D3). Kerja enzim
tersebut sangat penting untuk mempertahankan aktivitas hormone tiroid pada
berbagai jaringan, berbagai keadaan penyakit dan berbagai tingkat perkembangan
anak.
Di jaringan perifer bioaktovitas hormone tiroid diatur oleh enzim
deiodinase, T4 dikonversi pada cincin luar deiodinase menjadi T3, yang memiliki
potensi 3-4 kali T4. T4 dan T3 di inaktivasi oleh deiodinase cincin dalam menjadi
“reverse” T3 (rT3) dan 3,3 diiodotironin. Deiodinase tipe I (D1) mempunyai
aktivitas deiodinase, baik pada cincin dalam maupun luar yang terletak dalam hati,
ginjal dan tiroid dan ini penting untuk produksi T3. Deiodinase tipe II (D2) hanya
mengkatalisis deiodinase cincin luar, ditemukan dalam otak hipofisis dan jaringan
lemak coklat. Deiodinase tipe III (D3) hanya mempunyai aktivitas pada cincin
dalam, berada dalam otak, kulit dan usus. T3 dan T4 juga diinaktifasi menjadi
“sulphat analogues” oleh sulphatransferase dalam hati janin. Sulfat iodotironin
merupakan metabolit hormone tiroid yang terbanya pada janin, konjugasi sulfat
dari iodotironin ini mempercepat deiodinasi.7
Didalam kelenjar tiroid, iodotirosin dehalogenase bekerja pada pelepasan
mono dan diiodotirosin selama hidrolisis tiroglubulin untuk melepaskan yodida,
yang kemudian akan masuk kembali dalam alur pembentukan hormone. Telah
dilaporkan deiodinasi dari iodotirosin predominan dalam mikrosom diperantarai
9
oleh NADPH. Akhir akhir ini didapatkan dua cDNA yang dipublikasikan dalam
genbank sebagai iodotirosin dehalogenasi 1B (DEHAI 1B). Ekspresi proteinnya
pada polapikal sel. Bilamana terjadi defek kongenital atau mutasi pada gen ini,
maka akan terjadi pelepasan yodium yang berlebihan melalui ginjal dalam bentuk
mono dan diiodotirosin, sehingga menyebabkan hipotiroidisme karena defisiensi
yodium dengan goiter yang ukuran besarnya bervariasi. Umumnya terjadi
hipertiroidisme pada usia anak sehingga menyebabkan pengobatan terlambat dan
tidak dapat ditemukan pada saat skrining hipotirodisme.
Pada janin, kadar T3 rendah dan meningkat hanya pada akhir kehamilan.
Sebaliknya, kadar rT3 tinggi, hanya mengalami penurunan pada akhir kehamilan
dan periode neonatal, sehingga termogenesis endogen minimal dan anabolisme
meningkat. Tingginya aktivitas D3 dalam plasenta (mengkonversi sebagian besar
T4 dan T3 menjadi rT3 dan 3,3 diiodotironin selama transfer plasenta), dan
didalam hati janin pada bayi preterm menyumbang tingginya kadar rT3. D1 dan
D2 ada pada trimester 3, meningkatnya aktivitas D1 ditunjukkan dengan
meningkatnya kadar T3 mulai kehamilan 30 minggu. Jaringan janin bergantung
pada T3 (terutama otak) yang mengandalkan konversi T4 lokal menjadi T3
melalui D2.
Setelah lahir pada bayi aterm sehat, kadar TSH serum meningkat secara
tiba-tiba menjadi 60-80 μU/L dalam 30-60 menit setelah lahir. Kadar serum TSH
kemudian menurun secara cepat menjadi kira-kira 20 μU/L pada hari pertama
setelah lahir, dan terus menurun sampai 6-10 μU/L pada usia satu minggu.
Kenaikan kadar TSH yang mendadak tersebut merangsang sekresi T4, dan puncak
kadar T4 10-22 μcg/dL (128,7-283,2 nmol/L) terjadi pada 24-36 jam setelah lahir.
Secara simultan kadar T3 juga meningkat sampai 250 ng/dL (3,9 nmol/L),
demikian juga terjadi konversi T4 menjadi T3 di perifer. Kemudian terjadi
penurunan secara bertahap dalam 4 minggu setelah lahir, kadar T4 menjadi 7-16
µg/dL (90,1 - 205,9 nmol/L), T4 bebas 0,8 - 2,0 ng/dL (10,3 - 25,7 pmol/L), dan
TSH 0,9 - 7,7 μU/L, kadar ini masih lebih tinggi dari kadar pada dewasa. Pada
bayi preterm (umur kehamilan 24-27 minggu), kenaikan kadar TSH dan T4 bebas
lebih sedikit dibandingkan bayi aterm, karena imaturitas aksis hipotalamus-
10
hipofisis-tiroid.6 Pada bayi preterm kadar T4 darah talipusat pada saat lahir lebih
rendah, karena imaturitas dan penyakit nontiroid pada saat tersebut, sehingga
peningkatan kadar T4 postnatal yang seharusnya pada keadaan normal terjadi,
menjadi terlambat kenaikannya. Bila mekanisme ini tidak dipahami dengan baik,
dapat menyebabkan kesalahan interpretasi pada hasil skrining hipotiroid pada bayi
baru lahir.
11
minggu dan berat badan lahir sangat rendah (kurang dari 1500gram), kenaikan
kadar TSH dan T4 terbatas bahkan seringkali T4 turun dalam minggu pertama
sampai kedua setelah lahir, seringkali terjadi hipotiroksinemia. Walaupun insiden
hipotirodisme primer transien meningkat, namun sebagian besar hipotiroksinemia
dengan kadar TSH normal. Derajat beratnya penyakit pada bayi juga dapat
direfleksikan pada kadar T4, pada bayi yang memakai ventilator karena sindrom
distress respirasi, didapatkan kadar T4 rendah, menyokong kearah penyakit non
tiroid (sick euthyroid syndrome), mungkin ini merupakan respon adaptasi terhadap
penyakit yang menyebabkan laju metabolism menurun. Alasan terjadinya
hipotiroksinemia ini multifaktor, termasuk hilangnya kontribusi T4 dari ibu,
imaturitas jaras hipotalamus-hipofisis, respon kelenjar tiroid terhadap TSH
kurang, dan imaturitas deiodinasi jaringan perifer.
Keseimbangan yodium negatif pada minggu pertama setelah lahir pada
bayi berat badan lahir sangat rendah, menyokong bahwa tiroid tidak sanggup
untuk memperbesar “uptake” yodium dan meningkatnya sekresi T4. Selanjutnya
perubahan ini terpengaruh oleh defisiensi yodium, dan penggunaan yodium yang
terdapat dalam kandungan antiseptik, obat-obatan dan bahan kontras. Kadar T3
yang relative rendah tidak meningkat dengan pemberian T4, mungkin karena
rerndahnya kadar D1 didalam hepar, sebagian besar T3 dalam sirkulasi berasal
dari produksi tiroid.
Pada bayi preterm, sebagian besar laporan menghubungkan antara
hipotiroksinemia dan hasil keluaran yang merugikan. Hipotiroksinemia berat yang
didapatkan dari hasil pemeriksaan tetes darah pada program skrining bayi baru
lahir yang pemeriksaan awal T4, dihubungkan dengan meningkatnya mortalitas
dan morbiditas perinatal. antara lain kebutuhan oksigen, penggunaan ventilator
mekanik dan lama perawatan di rumah sakit, dan meningkatnya insiden
perdarahan intraventrikuler. Pada mereka yang hidup, dilaporkan resiko problem
perkembangan syaraf meningkat, IQ berkurang, dan palsi serebral, walaupun
faktor perancu yang potensial telah dikoreksi, antara alin umur kehamilan,
pertumbuhan janin dan penyakit berat.
12
Sehingga timbul pertanyaan, apakah pada bayi preterm harus diberikan
suplementasi hormone tiroid. Sampai sekarang pada sebagian besar bayi
premature masih tidak jelas hubungan antara T3 rendah, T4 rendah dengan
morbiditas dan mortalitas jangka pendek dan kecacatan jangka panjang yang
disebabkan oleh atau refleksi dari beratnya penyakit saja. Hasil dari sejumlah
penelitian yang memberikan suplementasi hormone tiroid untuk mengurangi
problem ini, jumlah kasus pada tiap penelitian sangan keci dan dosis yang
digunakan berbeda serta hormone yang digunakan juga berbeda (T4 atau T3)
sehingga tidak dapat dilakukan meta-analisis. Beberapa penelitian menyimpulkan,
bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna pemberian hormone tiroid dengan
kematian, distress respirasi dan perkembangan psikomotor. Anjuran suplementasi
T4 hanya diberikan pada bayi yang umur kehamilannya lebih dari 26 minggu, hal
ini didukung oleh ACTOBAT (Australian Collaborative Trial of Antenatal
thyrotropin releasing hormone). Pada ibu yang resiko melahirkan bayi preterm
dapat diberikan 200 ug TRH ditambah kortikosteroid, pemberian ini sangat efektif
mengurangi distress respirasi, namun tetap terjadi deficit perkembangan pada usia
12 bulan, khususnya keterlambatan motorik, sosial dan sensorik.
Tabel 2. Nilai rentang free-T4 (fT4) and TSH dalam serum pada bayi preterm.7
Tabel 3. Nilai rentang T4, fT4 dan TSH dalam serum bayi aterm sesuai umur.7
13
2.6 ETIOLOGI
2.6.1 ETIOLOGI HIPOTIROIDISME KONGENTAL MENETAP4
a. Disgenesis Tiroid
Merupakan penyebab terbesar Hipotiroidisme Kongenital
non endemik, kira-kira 85-90 %. Merupakan akibat dari tidak
adanya jaringan tiroid total (agenesis) atau parsial (hipoplasia) yang
dapat terjadi akibat gagalnya penurunan kelenjar tiroid ke leher
(ektopik), disini dapat terjadi agenesis unilateral atau hipoplasia.
Faktor genetik dan lingkungan mungkin berperan pada disgenesis
tiroid, namun demikian sebagian besar penyebabnya belum
diketahui.
c. Resisten TSH
Sindrom resistensi hormone, bermanifestasi sangat luas,
sebagai akibat dari berkurang atau tidak adanya respon “end organ”
terhadap hormone yang biologis aktif. Hal ini dapat disebabkan
karena defek pada reseptor atau post reseptor, TSH resisten adalah
suatu keadaan kelenjar tiroid refakter terhadap rangsang TSH.
Hilangnya fungsi reseptor TSH , akibat mutasi reseptor TSH defek
molekuler pada sebagian keluarga kasus dengan resisten TSH yang
ditandai dengan kadar serum TSH tinggi , dan serum hormon tiroid
14
normal atau menurun, disertai kelenjar tiroid normal atau
hipoplastik.
15
larutan antiseptic (yodium povidon) yang digunakan membersihkan
kulit dan vagina, dapat berpengaruh.
16
b. Bahan goitrogenik lain seperti litium; terapi dengan obat
antitiroid.
c. Kelainan bawaan sintesis hormon tiroid.
Sekunder : Hipopituitarisme karena adenoma hipofisis, terapi
ablasi hipofisis, atau destruksi hipofisis.
Tersier : Disfungsi hipotalamus (jarang).
Resistensi perifer terhadap kerja hormon tiroid.
17
Tubuh pendek (cebol), muka hipotiroid yang khas, muka sembam, lidah
besar, bibir tebal, hidung pesek, mental terbelakang, bodoh (IQ dan EQ rendah),
kesulitan bicara. Agar bayi tidak mengalami keadaan demikian, satu-satunya cara
untuk mengetahui kelainan hipotiroid kongenital sedini mungkin dan segera
mengobatinya adalah dengan tes skrining.
Gambaran klinis klasik (lidah besar, suara tangisan serak, wajah sembab,
hernia umbilikalis, hipotonia, klit belang belang, akral dingin,letargi) tidak jelas.
Dicurigai adanya hipotiroid bila skor Apgar hipotiroid kongenital > 5; tetapi tidak
adanya gejala atau tanda yang tampak, tidak menyingkirkan kemungkinan
hipotiroid kongenital.
18
Fontanella posterior terbuka (>3cm) 1
Konstipasi 1
Berat badan lahir > 3,5 kg 1
Kehamilan > 40 minggu 1
Total 15
Gejala non spesifik yang menyokong yaitu umur kehamilan lebih dari 42
minggu, ikterus eonatorum yang lama, kesulitan meminum, konstipasi, hipotermia
atau distress respirasi pada bayi dengan berat lebih dari 2.500 kg. bayi yang lahir
dengan hipotiroidime congenital pada saat lahir ukurannya normal, namun
demikian bilamana diagnosis terlambat makaakan terjadi gagal tumbuh. Apabila
ditemukan jaringan tiroid pada palpasi menyokong adanya kelainan hormogenesis
kerja hormone tiroid.
Pengenalan skrining rutin terhadap bayi baru lahir untuk TSH dan Tq telah
menjadi keberhasilan besar dalam diagnosis dini hipotiroidisme neonatus. T4
serum di bawah 6 µg/dL atau TSH serum di atas 30 μU/mL indikatif adanya
hipotiroidisme neonatal. Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan bukti radiologis
adanya retardasi umur tulang.3
Hipotiroidisme pada anak-anak ditandai adanya retardasi pertumbuhan dan
tanda-tanda retardasi mental. Pada remaja, pubertas prekok dapat terjadi, dan
mungkin ada pembesaran sella tursika di samping postur tubuh pendek. Hal ini
tidak berhubungan dengan tumor hipofisis tapi mungkin berhubungan dengan
hipertrofi hipofisis yang berhubungan dengan produksi TSH berlebihan.
2.8 DIAGNOSIS
19
2.8.1 ANAMNESIS
Tanpa adanya skrining pada bayi baru lahir , pasien sering datang
terlambat dengan keluhan retardasi perkembangan disertai dengan gagal
tumbuh atau perawakan pendek, pada bayi baru lahir sampai usia 8
minggu keluhan tidak spesifik.
20
lebih lanjut. Bayi dengan kadar TSH diantara 25-50 µU/ml,
dilakukan pemeriksaan ulang 2-3 minggu kemudian.3
b. Pemeriksaan darah perifer lengkap
c. Apabila ibu dicurigai menderita hipotiroid maka bayi perlu
diperiksa antibody antitiroid. Kadar TBG diperiksa bila ada
dugaan defisiensi TBG yaitu bila dengan hormone tiroid tidak
ada respon.
Pada kasus hipotiroidisme didapat, kombinasi FT4 atau FT4I serum yang
rendah dan TSH serum meningkat adalah diagnostik adanya hipotiroidisme
primer. Kadar T3 bervariasi dan dapat berada dalam batas normal. Uji positif
terhadap autoantibodi tiroid mengarah tiroiditis Hashimoto yang mendasari. Pada
pasien dengan miksedema hipofisis, FT4 atau FT4 akan rendah tapi TSH serum
tidak akan meningkat. Kemudian mungkin perlu membedakan penyakit hipofisis
dari hipotalamus, dan untuk hal ini uji TSH paling membantu. Tidak adanya
respons TSH terhadap TRH menunjukkan adanya defisiensi hipofisis. Respon
parsial atau "normal" menunjukkan bahwa fungsi hipofisis intak tapi bahwa defek
ada pada sekresi TRH hipotalamus. Pasien mungkin mendapatkan terapi tiroid
(levotiroksin atau tablet tiroid kering) ketika pertama kali kita jumpai. 5
Kelenjar tiroid yang teraba atau membesar dan uji positif terhadap
autoantibody tiroid akan mengarahkan pada adanya tiroiditis Hashimoto yang
mendasari, pada kasus mana terapi harus diteruskan. Jika antibodi tidak ada, terapi
21
harus dihentikan selama 6 minggu. Masa penghentian 6 minggu diperlukan karena
waktu paruh tiroksin cukup panjang (7 hari) dan memungkinkan kelenjar tiroid
penyembuhan kembali setelah penekanan yang cukup lama. Pada individu
hipotiroid, TSH menjadi jelas meningkat pada 5-6 minggu dan T4 tetap normal,
kemudian keduanya normal setelah 6 minggu pada pengawasan eutiroid.
Gambaran klinis miksedema yang lengkap biasanya cukup jelas, tapi gejala gejala
dan tanda-tanda hipotiroidisme ringan dapat sangat tidak jelas. Pasien dengan
hipotiroidisme akan datang dengan gambaran tak lazim : neurasthenia dengan
gejala kram otot, parestesia, dan kelemahan; anemia; gangguan fungsi reproduksi,
termasuk infertilitas, keterlambatan pubertas atau menoragia; edema idiopatik,
efusi pleurokardial; pertumbuhan terhambat; obstipasi; rinitis kronis atau suara
parau karena edema mukosa nasal atau pita suara; dan depresi berat. yang terus
berlanjut menjadi ketidakstabilan emosional atau bahkan jelas-jelas psikosa
paranoid. Pada kasus s eperti ini, pemeriksaan diagnostik akan memastikan atau
menyingkirkan hipotiroid sebagai faktor penunjang.
BAB III
22
PEMBAHASAN
23
autoimunitas sebagai etiologi dari penyakit, dan pengobatan optimal yang
diberikan sehingga anak dapat berkembang normal bila penyakitnya terdereksi
dini.
Seperti diketahui hipotiroidisme dapat menyebabkan retardasi mental,
kecuali apabila mendapatkan pengobatan sebelum usia dua minggu, karena
sebagai besar hipotiroidisme kongenital tidak dapat dideteksi secara klinis pada
saat lahir, maka diperlukan program skrining.
Skrining hipotiroidime kongenital dilakukan dengan mengambil tetesan darah
bayi pada usia 1-4 hari, bila tidak ada hambatan sebaiknya tetes darah diambil
pada hari 4-5 diteteskan pada kertas filter kering, kemudian sampel dikirim ke lab
yang sudah ditentukan.
Uji saring hipotiroid dapat dilakukan dengan cara :6
1) Pemeriksaan primer TSH dengan sample darah dari tali pusat,
dengan nilai cut off 25 μU/ml. Tes ini dilakukan saat pemotongan tali pusat,
ditampung dalam tabung dan diperiksa di laboratorium. Cara ini mudah, tidak
membutuhkan pelatihan khusus dan tidak invasive, tetapi kerugiannya tidak
praktis untuk mass screening programme, false positif tinggi.
2) Pemeriksaan primer TSH dengan sample darah dari tumit bayi (heel
prick) dengan nilai cut off 20 μU/ml. tes ini dilakukan pada hari ke-3 sampai hari
ke-6 setelah lahir. Kemudian diteteskan di kertas saring, dikeringkan dalam suhu
kamar, dan dikirim ke laboratorium. Cara ini membutuhkan pelatihan khusus dan
secara invasive tetapi false positifnya rendah.
24
Ada 4 strategi skrining untuk mendeteksi Hipotiroidisme kongenital :10
a. Pemeriksaan awal T4, bila kadar T4 rendah diikuti dengan pemeriksaan
TSH
Sebagian besar program di Amerika Utara menggunakan pendekatan ini.
Pertama diambil tetes darah dengan kertas filter untuk pemeriksaan kadar T4,
diikuti dengan pemeriksaan kadar TSH bila kadar T4 rendah. Bila kadar T4
rendah dan TSH > 40mU/L, harus dipertimbangkan hipotiroid kongenital dan
harus segera dilakukan tes konfirmasi. Pemberian pengobatan tidak usah
menunggu hasil tes konfirmasi. Bila TSH meningkat namun <40 mU/L, harus
dilakukan pemeriksaan ulang dengan sampel baru. Kira-kira 10% bayi
hipotiroidisme kongenital didapatkan kadar TSH antara 20-40 mU/L. Dengan
melihat kadar T4, maka dapat mengidentifikasi bayi dengan defisiensi TBG
atau hipotiroidisme hipotalamus-hipofisis (Kadar T4 rendah atau normal
rendah dengan kadar TSH normal). Bila didapatkan kadar T4 tinggi juga dapat
mengidentifikasi bayi dengan hipertiroksinemia. Untuk memastikan
identifikasi bayi dengan hipotirodisme kongenital didapatkan kadar T4 normal
rendah dan kadar TSH tinggi.
25
c. Kombinasi Pemeriksaan T4 dan TSH
Dalam beberapa tahun kedepan metoda pemeriksaan T4 dan TSh
secara simultan dapat dilakukan. Metode ini paling ideal, sehingga dapat cepat
dibuat dalam waktu 48 jam tanpa keterlambatan pengobatan.
26
a. Kadar T4 normal
Rentang normal kadar T4 dan nilai batas persentil kadar T4 untuk
dilakukan pemeriksaan TSH, biasanya ditetapkan oleh masing-masing
program skrining. Sebagian besar memilih menggunakan persentil ke-10
sebagai nilai batas untuk pemeriksaan kadar TSH, dan sebagian besar program
tidak melaporkan bila kadar T4 rendah dan TSH normal. Seperti dijelaskan
sebelumnya, dalam program skrining rutin yang spesimen kedua diperoleh
saat bayi berusia antara 2 sampai 6 bulan, menunjukkan bahwa didapatkan
sekitar 10% bayi hipotiroid walaupun pada skrining kadar T4 dalam kisaran
normal, baik dengan kadar TSH tinggi atau yang awalnya rendah dan
kenaikan kadar TSK terlambat, bayi ini tidak ditemukan pada skrining awal.
Bayi hipotiroidisme mungkin tidak semuanya dapat ditemukan dengan
program skrining, sehingga harus dilakukan pemeriksaan ulang pada masa
bayi bila terdaat kecurigaan klinis hipotiroid atau dishormonogenesis familial.
27
tersupresinya jaras hipotalamus-hipofisis-tiroid karena kelebihan pemberian
T4.
28
sehingga bayi dengan kadar T4 yang jelas rendah (misalnya kurang dari
3pg/dL atau 39 nmol/L) atau bayi dengan tanda-tanda yang menyokong
hipotiroidisme, skrining harus diulang, karena ini merupakan petunjuk
mungkin adanya kesalahan dalam skrining pertama, dan harus diulang pada
usia 2-6 minggu. Walaupun perbaikan deteksi bermakna dengan pemeriksaan
rutin dan spesimen kedua pada usia 2-6 minggi, sebagian besar program tidak
menetapkan pemeriksaan rutin skrining kedua karena 1). meningkatkan biaya
skrining, 2). hasil kasusnya relative rendah, 3). perpindahan dan berkurangnya
personil kunci, 4) tidak dapat mengimplementasikan program baru, dan 5).
prognosis yang meragukan dari kelompok tersebut.10,11
29
Algoritme skrining hipotiroid kongenital10
30
3.2 TERAPI HIPOTIROID
Pengobatan hipotiroid adalah dengan memberikan penggantian hormon
tiroid yang kurang dengan tablet hormon tiroid sintetik, disebut levotiroksin atau
L-tiroksin(L-T4) setiap hari. hormon sintetik ini khasiatnya sama seperti hormon
yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Pada pemberian dengan dosis yang benar,
tidak ada efek samping dari pengobatan dengan hormon tiroid buatan.
Pada hipotiroid kongenital yang permanen yang merupakan penyebab
tersering hipotiroid kongenital, kekurangan hormon tiroid tidak dapat dicegah
namun gejala akibat kekurangan hormon tiroid dapat dicegah dengan pemberian
pengganti atau suplemen hormon tiroid dalam bentuk tablet. Pemberian obat ini
harus dimulai sedini mungkin (usia < 1 bulan) dan diberikan seumur hidup,
terutama pada usia 0-3 tahun. Dengan pemberian hormon tiroid yang teratur dan
terkontrol, anak dapat tumbuh dan berkembang secara normal.
Tujuan dari pengobatan yaitu mengembalikan secepatnya kadar T4 serum
normal, harus dihindari timbulnya hipotiroidisme, namun harus merangsang
pertumbuhan dan perkembangan kembali normal. Setelah didiagnosis segera
berikan pengobatan dengan L-T4 10 – 15 µg/ kgBB agar T4 kembali secepatnya.
Bayi dengan hipotiroid kompensasi dapat dimulai dari dosis rendah, sedang
hipotiroidisme berat (kadar t4 < 5 μg/L atau 64 nmol/L) seperti pada agenesis
tiroid harus dimulai dengan dosis tinggi 15 µg/ kgBB. Dengan dosis yang
diberikan diatas, sebagian besar bayi kadar T4 serum kembali normal dalam
waktu satu minggu dan TSH dalam waktu satu bulan.11
Tabel 5. Dosis L-Tiroksin pada hipotiroid kongenital.3
Umur Dosis µg/KgBB/hari
0-3 bulan 10-15
3-6 bulan 8-10
6-12 bulan 6-8
1-5 tahun 5-6
2-12 tahun 4-5
>12tahun 2-3
31
Hormon tiroid dapat dicampur dengan sari buah atau susu formula tetapi
harus diminum habis, tidak boleh diberikan bersama dengan bahan-bahan yang
menghambat penyerapan, seperti besi, kedelai atau serat. Beberapa bayi dapat
menelan tablet utuh atau dikunyah dengan air liurnya sebelum bayi mempunyai
gigi. Obat dalam bentuk cairan tidak stabil sehingga sebaiknya tidak digunakan.
Rekomendasi saat ini yang dianjurkan adalah mengulang pemeriksaan
kadar T4 dan TSH pada 2 dan 4 minggu sesudah pengobatan dengan L-thyroksin,
setiap 1 – 2 bulan dalam 1 tahun pertama pengobatan, setiap 2 -3 bulan pada usia
1 – 3 tahun, setelah itu setiap 3-12 bulan sampai pertumbuhan selesai.6,10,11
Untuk hipotiroid kongenital yang sementara (transient) sebenarnya tidak
diperlukan pengobatan karena fungsi dari kelenjar tiroid akan kembali normal
setelah lahir dalam waktu yang bervariasi tergantung penyebabnya. Namun
kadang diperlukan pengobatan untuk masa yang bervariasi karena kadang sulit
diketahui apakah ini tergolong sementara atau permanen pada awal kelahiran,
sehingga pengobatan tetap diberikan.
Pada bayi hipotiroid yang pada saat lahir dasar kelainan organiknya tidak
jelas dan yang dicurigai hipotiroidisme transien, maka penghentian pengobatan
dapat dicoba setelah usia 3 tahun, pada masa tersebut maturasi otak sudah tidak
tergantung hormone tiroid. Pada bayi premature, hal yang perlu dipertimbangkan
pada usia kehamilannya kurang dari 27 minggu dengan T4 rendah dan TSH tinggi
diberikan pengobatan dengan dosis 8 ug/kgBB/hari.6
Hipotiroidisme kongenital pada anak yang sudah besar, tidak terlalu
penting untuk diberikan pengobatan secepatnya. Pada pasien yang benar-benar
hipotiroidisme berat dan telah berlangsung lama, bila diberikan pengobatan untuk
menormalkan keadaan aktivitas yang dibawah normal ini secepatnya, akan terjadi
efek samping yang tidak diinginkan (kemunduran prestasi sekolah, perhatiannya
cepat berpindah, hiperaktif, insomnia, kelainan tingkah laku), sehingga
pengobatan harus diberikan dengan dosis kecil dinaikkan perlahan-lahan selama
beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan.
Pada anak hipotiroidisme berat, harus diamati secara ketat keluha-keluhan
sakit kepala yang hebat pada awal pengobatan, karena walaupun jarang dapat
32
terjadi pseudotumor serebri. Sebaliknya pada anak dengan hipotiroidisme ringan
pemberian dosis penih dapat diberikan tanpa resiko dan tidak ada konsekuensi
efek yang merugikan.
Pengobatan pada anak hipotiroidisme kompensasi (T4 normal dan TSH
meningkat) masih kontroversi. Beberapa dokter mengobati semua pasien dengan
keadaan seperti ini, sedang dokter lain mengulang pemeriksaan fungsi tiroid
dalam 3-6 bulan sebelum diberikan pengobatan karena kemungkinan kelainan
tiroidnya transien. Pengobatan dianjurkan untuk mengurangi gejala dan
menghindari resiko melanjutnya penyakit menjadi hipotiroidisme yang lebih
berat.
Pengobatan pada anak usia 1-5 tahun dengan dosis 100 µg/m2 atau 4-6
μg/kgBB, pada usia 6-10 tahun dengan dosis 3-4 µg/kgBB, dan pada usia 11
tahun atau lebih dengan dosis 2-3 μg/kgBB. Pada pasien dengan goiter dapat
diberikan dosis tinggi untuk menekan TSH agar tetap dalam rentang normal
rendah (0,3 - 1 mU/L) sehingga meminimalkan efek goiterogenik. Untuk pasien
dengan resisten hormone tirois pengobatannya masih kontroversial.6
Setelah anak mendapat dosis yang dianjurkan selama paling sedikit 6-8
minggu, pemeriksaan kadar T4 dan TSH harus diulang. Apabila telah dicapai
keadaan eutiroid, pasien harus selalu dipantau setiap 6-12 bulan. Harus diberikan
perhatian penuh pada pertumbuhan dan umur tulang. Beberapa anak dengan
hipotiroidisme berat dan sudah berlangsung lama, mungkin tidak dapat mencapai
potensi tinggi dewasa walaupun diberikan terapi yang optimal, sehingga perlu
ditekankan pentingnya diagnosis dan pengobatan awal. Pengobatan biasanya
dilanjutkan dalam waktu yang tidak terbatas.
Tidak dilaporkan adanya alergi terhadap levotiroksin murni, walau
mungkin pada pasien timbul alergi terhadap pewarna atau beberapa komponen
tablet. Reaksi toksik utama kelebihan levotiroksin adalah gejala-gejala
hipotiroidisme-- terutama gejala-gejala jantung--dan osteoporosis. Gejala
tirotoksik pada jantung adalah aritmia, khususnya, takikardia atrial proksimal atau
fibrilasi. Insomnia, tremor, gelisah, dan panas berlebih juga dapat mengganggu.
33
Dengan mudah dosis harian levotiroksin ditiadakan untuk 3 hari dan kemudian
penurunan dosis mengatasi masalah ini.
Peningkatan resorbsi tulang dan osteoporosis berat telah dikaitkan dengan
hipertiroidisme yang berlangsung lama dan akan timbul pada pasien yang diobati
dengan levotiroksin jangka lama. Hal ini dapat dicegah dengan pemantauan
teratur dan dengan mempertahankan kadar normal serum FT4 dan TSH pada
pasien yang mendapat terapi penggantian jangka panjang. Pada pasien yang
mendapat terapi supresi TSH untuk goiter nodular atau kanker tiroid, jika FT4I
atau FT4 dijaga pada batas normal atas, walau jika TSH disupresi-- efek
sampingterapi T4 pada tulang akan minimal.
34
BAB IV
KESIMPULAN
Disfungsi tiroid pada bayi dan anak berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan, juga dapat berakibat kelainan metabolic yang ditemukan pada
masa dewasa, sehingga konsekuensi klinik disfungsi tiroid bergantung pada usia
mulai timbulnya pada masa bayi atau anak. Apabila hipotiroidisme pada janin
atau bayi baru lahir tidak diobati, maka dapat menyebabkan kelainan intelektual
dan atau fungsi neurologik yang menetap. Ini menunjukkan betapa pentingnya
peran hormone tiroid dalam kehidupan pada perkembangan otak saat tersebut.
Setelah usia 3 tahun, pada saat tersebut sebagian besar perkembangan otak yang
bergantung hormone tiroid sudah lengkap, hipotiroidisme pada saat ini
mengakibatkan pertumbuhan lambat dan kelambatan maturasi tulang, tetapi
biasanya tidak menetap dan tidak berpengaruh menetap pada perkembangan
kognitif dan neurologik.
35
DAFTAR PUSTAKA
36