Anda di halaman 1dari 85

HIPOTIROID KONGENITAL

MUTIARA INSAN SANGAJI


AGUSTINA TIARADITA

DEFINISI
Hipotiroid kongenital (HK) merupakan kelainan pada
bayi sejak lahir yang disebabkan defisiensi sekresi
hormon tiroid oleh kelenjar tiroid, dan berkurangnya
kerja hormon tiroid pada tingkat selular, Kelainan
fungsi tiroid yang terjadi sebelum atau saat lahir
Dapat mengakibatkan terjadinya retardasi mental dan
kecacatan fisik
Hipotiroid kongenital merupakan salah satu penyebab
retardasi mental yang dapat dihindari bila
ditemukan dan diobati sebelum usia 1 bulan.
Hipotiroid primer kelainan di kelenjar tiroid
Hipotiroid sekunder kelainan di kelenjar hipofisis
Hipotiroid tersier kelainan di hipotalamus

HK merupakan suatu penyakit bawaan yang


dapat disembuhkan secara total jika pengobatan
dilakukan sejak dini.
Di antara penyebab-penyebab retardasi mental
yang dapat dicegah yang dapat dikenali melalui
uji saring pada bayi baru lahir (BBL), HK
merupakan penyebab yang tersering.

EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian HK di dunia adalah sekitar
1:3.500.
Setiap tahun di Indonesia diperkirakan lahir 1.143
bayi dengan HK.
Di RSCM pada tahun 1992-2004 terdapat 93
kasus dengan perbandingan perempuan terhadap
laki-laki adalah 57:36 (61%:39%).
Prevalensi HK di Jawa Barat adalah 1:3.885

Terdapat 1:25000 s/d 4000


bayi baru lahir
Wanita > pria 2 : 1 cv
Berdasarkan peta gizi
Indonesia terdapat 7 provinsi
yang endemik :
Sumbar, Jaewa Timur, NTB, NTT,
Sulawesi tengah, Sulawesi
tenggara, Maluku

Di Indonesia, dengan angka kelahiran sekitar 5


juta per tahun, diperkirakan sebanyak 1.765
sampai
3200
bayi
dengan
hipotiroid
kongenital.
Angka kejadian di berbagai negara bervariasi
dengan kisaran antara 4000-6000 angka kelahiran
hidup.
Prevalensi rata-rata hipotiroid kongenital di Asia
adalah 1 diantara 2.720 bayi di daerah non endemis
iodium (hipotiroid kongenital sporadik) dan 1:1000
hipotiroid kongenital endemis di daerah defisiensi
iodium

Penelitian di daerah Yogyakarta menunjukkan angka


kejadian 1:1500 hipotiroid kongenital sporadik dan
1:1300 bayi menderita hipotiroid transien karena
kekurangan iodium (endemis). Kekurangan hormon
tiroid atau hipotiroid pada awal masa kehidupan anak,
baik permanen maupun transien akan mengakibatkan
hambatan pertumbuhan dan retardasi mental.2, 3
Angka kejadian hipotiroid kongenital di Indonesia
belum diketahui, namun apabila mengacu pada angka
kejadian di Asia dan di Yogyakarta, maka di Indonesia,
dengan angka kelahiran sekitar 5 juta per tahun,
diperkirakan sebanyak 1.765 sampai 3200 bayi
dengan hipotiroid kongenital dan 966 sampai 3.200
bayi dengan hipotiroid kongenital transien karena
kekurangan iodium, lahir setiap tahunnya

Bayi / anak dengan hipotiroid


kongenital yang diobati
<3 bulan memiliki kemungkinan
mencapai IQ > 90 (normal) 7585%
> 3 bln 755 tetap menderita
retardasi mental / menjadi normal
namum memiliki masalah
kesulitan belajar, kelainan tingkah
laku, kelainan neurologis non
spesifik

3-7% disertai dengan kelainan


jantung bawaan terutama
defek septum atrium dan
ventrikel

Dengan penyebab tersering adalah, disgenesis tiroid


yang
mencakup 80% kasus.
Lebih sering ditemukan pada anak perempuan daripada laki-laki
dengan perbandingan 2:1
Insiden hipotiroid di Indonesia diperkirakan jauh lebih tinggi yaitu
sebesar 1:1500 kelahiran hidup. Prevalensi ini lebih rendah pada
Amerika Negro (1 dalam 32.000), dan lebih tinggi pada keturunan
Spanyol dan Amerika asli (1 dalam 2000).
Penyebab hipotiroid yang paling sering di dunia ialah defisiensi
Iodium yang merupakan komponen pokok tiroksin (T4) dan
triiodotrionin (T3).
Anak yang lahir dari ibu dengan defisinsi Iodium berat akan
mengalami hipotiroid yang tidak terkompensasi karena hormon
tiroid ibu tidak dapat melewati plasenta.

METABOLISE HORMON TIROID


Aktivitas
biologik
kelenjar
tiroid
dalam
memproduksi hormon tiroid memerlukan unsur
iodium yang berasal dari makanan yang diserap
melalui usus kecil kemudian diubah dalam bentuk
ion iodida (I-).
Iodium yang diabsorbsi usus sebagian besar
dibawa ke ginjal untuk diekskresikan melalui
urin, dan sebagian lagi ke kelenjar tiroid.

Kelenjar pituitirin (hipofise) memproduksi TSH


(Thyroid Stimulating Hormone) yang akan
merangsang kelenjar tiroid untuk memproduksi
hormon T3 dan T4.
Produksi TSH sendiri dipacu oleh TRH (Thyroid
Releasing Hormone) dari hipotalamus.
Sekresi TSH dipengaruhi oleh ritme harian dan
puncaknya antara pukul 22.00-04.00.

Pada keadaan normal T4 adalah produk sekresi utama


kelenjar tiroid.
Sebagian besar T3 (80%) berasal dari monodeiodinasi
T4 di jaringan perifer, sedangkan yang 20% diproduksi
oleh kelenar tiroid.
Dalam plasma, T3 (99,75%) dan T4 (99,98%) terikat
dan diangkut oleh protein pengikat seperti Thyroxine
Binding Globulin (TBG) , Thyroxine Binding Pre
Albumin (TBPA), dan Thyroid Binding Albumin (TBA),
dimana ini berfungsi sebagai cadangan.
Sedangkan hormon yang bebas sajalah yang
mempunyai aktivias biologik, dan aktivitas T3
besarnya adalah 3-5 kali dari T4

EFEK TSH
a.Menyebabkan perubahan morfologi sel epitel
b.Menyebabkan pertumbuhan sel sehingga terjadi
penambahan ukuran kelenjar dan penambahan
vaskularisasi sehingga terjadi gondok.
c.Meningkatkan metabolisme iodium dalam hal
up take, iodinasi, dan sekresi.
d. Meningkatkan aktivitas lysosom sehingga
sekresi T3 dan T4 meningkat.
e. Meningkatkan aktivitas enzim 1,5 deiodinase
sehingga terjadi pemeliharaan kadar iodium intra
tiroid

HORMON TIROID
Proses metabolisme

Termoregulasi
Metabolisme protein
Metabolisme karbohidrat
Metabolisme lemak
Memacu proses konversi pro vitamin A menjadi vitamin A.

Berperan penting dalam pertumbuhan fetus


khususnya pertumbuhan saraf dan tulang,
Berperan dalam pertumbuhan syaraf otak dan
perifer pada 3 tahun pertama kehidupan.
Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin
Merangsang pembentukan sel darah merah

HORMON TIROID
Efek kronotropik dan inotropik terhadap jantung
yaitu menambah kekuatan kontraksi otot dan
menambah irama jantung

KLASIFIKASI
1. Primer
a. Goiter : Tiroiditis Hashimoto, fase penyembuhan
setelah tiroiditis, defisiensi yodium.
b. Non-goiter : destruksi pembedahan, kondisi
setelah pemberian yodium radioaktif atau radiasi
eksternal, agenesis, amiodaron.
2. Sekunder : kegagalan pituitari (penurunan
kadar TSH, penurunan kadar T4 bebas).
3. Tersier : kegagalan hipotalamus (penurunan
kadar TRH, TSH yang berubah-ubah, penurunan
kadar T4 bebas).

ETIOLOGI

ETIOLOGI
Defisiensi iodine
Kelainan anatomis berupa tidak terbentuknya kelenjar tiroid
(agenesis/atiroid), hipotrofi, atau kelenjar terletak tidak pada
tempatnya (ektopik).
Kelainan dari metabolisme dari hormon tiroid dishormogenesis

TSH tidak mau merespon / TSH reseptor abnormal


Gangguan kemampuan untuk uptake iodida
Ketidakmampuan mengonversi iodida menjadi iodin
Tiroglobulin defect (ketidakmampuan membentuk / menurunkan tiroglobulin)

Endemik
Idiopatik
Ibu hipotiroid
Ibu menggunakan obat-obatan yang menekan produksi hormon tiroid
pada saat hamil
Ibu memproduksi antibodi tiroid selama hamil yang memblokir
produksi hormon tiroid pada janin
Kadar yodium yang berlebihan selama masa kehamilan atau menyusui
akibat penggunaan obat-obatan yang mengandung yodium pada ibu
yang tidak menderita kekurangan yodium

ETIOLOGI
Etiologi yang spesifik bervariasi pada berbagai
negara, yang tersering menurut Bourgeois yaitu:
1. Tiroid ektopik (25-50%)
2. Agenesis tiroid (20-50%)
3. Dishormogenesis (4-15%)
4. Disfungsi hipotalamus pituitari (10-15%)

FAKTOR RESIKO
Kurangnya kadar iodium pada ibu hamil krn asupan
iodium yang berkurang
Riwayat gangguan tiroid dalam keluarga,
Riwayat ibu memiliki gangguan tiroid saat ibu hamil
Riwayat pemakaian obat anti tiroid dan terapi sinar

TIPE HIPOTIROIDISME
Athyrosis 35%
Tiroid gagal terbentuk sebelum kelahiran
Shg tidak ada hormon tiroksin yang di produksi
Kelenjar tiroid ektopik 50%
Pada bayi dgn kondisi ini, kel tiroid berukuran
kecil dan tidak terletak secara normal pada
posisinya di depan trakea
Sering ditemukan dibawah lidah (dekat lokasi
dmn kel tiroid terbentuk ketika embrio)

TIPE HIPOTIROIDISME
Malformasi Kelenjar tiroid pada posisi normal
(hipoplasia)
Kel berukuran kecil, tidak terbentuk secara
optimal dan terkadang hanya memiliki satu
lobus
Dysmorphogenesis 14%
Kel tiroid tumbuh dengan normal namun tidak
dapat berfungsi optimal.
Sering krn defek enzim tertentu
Ukuran kel tiroid membesar

GEJALA KLINIS
Sebagian besar BBL dengan HK adalah asimtomatik karena
adanya T4 transplasenta maternal.
Gejala yang berat yang tampak pada minggu-minggu pertama
kehidupan dan pada derajat defisiensi yang ringan gangguan
baru bermanifestasi setelah usia beberapa bulan
Hipotiroid kongenital memberikan menifestasi klinis sebagai
berikut:
1. Gangguan makan (malas, kurang nafsu makan, dan sering
tersedak pada satu bulan pertama)
2. Jarang menangis, banyak tidur (somnolen), dan tampak
lamban
3. Konstipasi
4. Tangisan parau (hoarse cry)
5. Pucat
6. Berat dan panjang lahir normal, lingkar kepala sedikit melebar
7. Ikterus fisiologis yang memanjang
8. Lidah besar (makroglosia) sehingga menimbulkan gangguan
pernafasan

9. Ukuran abdomen besar dengan hernia umbilikalis


10. Temperatur tubuh subnormal, seringkali <35C
11. Kulit (terutama ekstremitas) dingin, kering dan berbercak
12. Miksedema kelopak mata, regio genitalia, dan ekstremitas
13. Frekuensi nadi lambat
14. Murmur, kardiomegali, dan efusi perikardium
15. Anemia (makrositik) yang membaik dengan terapi
hematinik
16. Letargi
17. Coarse facial features
18. Fontanel anterior dan posterior paten dengan sutura
kranialis lebar
19. Retardasi perkembangan fisik dan mental
20. Hipotonia
21. Tanda ileus paralitik: hipomotilitas, distensi abdomen, dan
hipertimpani
22. pembesaran kelenjar tiroid atau gondok

GEJALA KLINIS
Gangguan pertumbuhan dan retardisi mental
merupakan gejala yang tersering dan dan yang
paling dirasakan.
Perlu diingat bahwa seorang anak yang
menderita hipotiroid kongenital tidak selalu
memiliki semua gejala-gejala tersebut. Gejala
dapat timbul segera setelah lahir atau setelah
anak tersebut mengalami proses belajar,
tergantung dari faktor penyebab dan beratnya
penyakit.

Pada usia sekitar tiga hingga enam bulan


gambaran klinis telah sepenuhnya terlihat.
Diagnosis dan tatalaksana HK harus dilakukan
sedini mungkin pada periode neonatal yaitu
untuk mencapai perkembangan otak maupun
pertumbuhan fisik yang normal, karena terapi
efektif bila dimulai pada minggu-minggu
pertama kehidupan.

PATOGENESIS
Jalur 1

Agenesis tiroid dan keadaan lain yang sejenis


menyebabkan sintesis dan sekresi hormon
tiroid menurun sehingga terjadi hipotiroid
primer dengan peningkatan kadar TSH tanpa
adanya struma.

Jalur 2

Defisiensi
iodium
berat
menyebabkan
sintesis dan sekresi hormon tiroid menurun,
sehingga hipofisis non sekresi TSH lebih banyak
untuk memacu kelenjar tiroid mensintesis dan
mensekresi hormon tiroid agar sesuai dengan
kebutuhan. Akibatnya kadar TSH meningkat dan
kelenjer tiroid membesar (stadium kompensasi).
Bila kompensasi ini gagal, maka akan terjadi
stadium dekompensasi, yaitu terdapatnya struma
difusa, peningktan kadar TSH, dan kadar hormon
tiroid rendah.

Jalur 3

Semua hal yang terjadi pada kelenjer tiroid


dapat mengganggu atau menurunkan sintesis
hormon tiroid (bahan/ obat goitrogenik, tiroiditis,
pasca tiroidektomi, pasca terapi dengan iodium
radioaktif, dan adanya kelainan enzim didalam
jalur
sintesis
hormon
tiroid)disebut
dishormogenesis yang mengakibatkan sekresi
hormon
tiroid
menurun,
sehingga
terjadi
hipotiroid dengan kadar TSH tinggi, dengan/tanpa
struma tergantung pada penyebabnya.

Jalur 4A

Semua
keadaan
yang
menyebabkan
penurunan kadar TSH akibat kelainan hipofisis
akan mengakibatkan hipotiroid tanpa struma
dengan kadar TSH yang sangat rendah atau tidak
terukur.
Jalur 4B

Semua
kelainan
hipotalamus
yang
mengakibatkan yang menyebabkan sekresi TSH
ynag menurun akan menyebabkan hipotiroid
dengan kadar TSH rendah dan tanpa struma.

DIAGNOSIS
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, gejala
klinis, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
radiologis dan skrining.
Anamnesis
apakah ibu berasal dari daerah gondok endemik,
riwayat struma pada ibu, riwayat pengobatan anti
tiroid waktu hamil atau tidak, riwayat struma
pada keluarga dan perkembangan anak.

DIAGNOSIS
anak yang menderita hipotiroid kongenital
biasanya :
-Mengalami ikterus neonatorum yang
berkepanjangan
-Hipotoni
-Malas minum atau makan
-Konstipasi
-Somnolen

Pasien sering datang terlambat dengan keluhan retardasi perkembangan


disertai dengan gagal tumbuh atau perawakan pendek.
Pada beberapa kasus pasien datang dengan keluhan pucat.
Pada bayi baru lahir sampai usia 8 minggu keluhan tidak spesifik.>Perlu
ditanyakan pula riwayat gangguan tiroid dalam keluarga, penyakit ibu
hamil, obat antitiroid yang sedang diminum dan terapi sinar.
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan antara lain :
a. Hipotermi
b. Pergerakan lambat
c. Hipotoni (perut buncit dan hernia umbilikalis)
d. Ubun-ubun besar dan kecil melebar
e. Makroglosi
f. Bradikardi dan tekanan darah menurun
g. Profil muka kasar, rambut kering dan kusam
h. Kulit kering, dingin dan berbercak oedem non-pitting (myxedema)
i. Suara atau nangis serak
j. Kelenjar tiroid mungkin membesar atau normal

Seringkali ditemukan pula adanya pertumbuhan


dan perkembangan yang terlambat, meliputi :
a.Pendek
b.Proporsi tubuh tidak seimbang, ekstreminitas
pendek
c.1. Pangkal hidung datar dan luas
c.2. Jarak kedua mata melebar
d.Maturasi sentrum osifikasi terlambat
e.Ubun-ubun terlambat menutup
f.Erupsi gigi terlambat

PEMERIKSAAN FISIK
Bertubuh kecil
Tumbuh
kembangterlambat
Hipotonia
Fontanel anterior
besar & lambar
menurun
Fitur wajahnya kasar
Makroglosia
Hernia umbilikalis

PEMERIKSAAN FISIK
Pucat
Kulit berbintik-bintik
dan kering
Jaundice persisten
Myxedema puffy
face, hands, and feet
Akral dingin
Bradikardi
alopesia

Pemeriksaan Laboratorium
Pada
pemeriksaan
hipotiroid
kongenital
ditemukan nilai TSH meningkat, dan T3 serta T4
menurun.
Kadar T4 serum rendah, kadar T3 serum dapat
normal dan tidak bermanfaat pada diagnosis.
Jika defeknya terutama pada tiroid, kadar TSH
meningkat, sering diatas 100U/mL.

Pemeriksaan Darah

a. Pemeriksaan fungsi tiroid T4 dan TSH dialkukan


untuk memastikan diagnosis, apabil ditemukan kadar
T4 rendah disertai TSH yang meningkat maka
diagnosis sudah dapat ditegakkan.
b. Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan adalah
darah perifer lengkap.
c. Apabila ibu dicurigai menderita hipotiroid maka
bayi perlu diperiksa antibodi antitiroid.
Kadar TBG diperiksa bila ada dugaan defisiensi TBG
yaitu bila dengan pengobatan hormon tiroid tidak ada
respon.

Pemeriksaan Radiologis
Retardasi perkembangan tulang dapat ditunjukkan
dengan roentgenographi saat lahir dan sekitar 60%
bayi hipotiroid kongenital menunjukkan kekurangan
hormon tiroid selama kehidupan intrauterine.
Contohnya, distal femoral epiphysis, yang biasanya
ada saat lahir, sering tidak ada.
Foto tengkorak menunjukkan fontanela besar dan
sutura lebar, tulang antar sutura biasanya ada. Sella
tursica sering besar dan bulat
Keterlambatan pada pembentukan dan erupsi gigi
dapat terjadi.

Pemeriksaan 123 I-natrium iodida lebih unggul dari 99m


Tc-natrium pertechnetate untuk tujuan ini.
Ultrasonographic tiroid sangat membantu, tapi
penelitian menunjukkan jaringan tiroid ektopik yang
tidak terdeteksi dengan USG tiroid dan ini dapat
ditunjukkan oleh skintigrapI.
Adanya jaringan tiroid ektopik adalah diagnostik
untuk
disgenesis
tiroid
yang
membutuhkan
pengobatan seumur hidup dengan T4.
Kegagalan menemukan jaringan tiroid menunjukkan
tiroid aplasia
Kelenjar tiroid yang normal dengan ambilan
radionuklida
yang
normal
atau
meningkat
menunjukkan cacat dalam biosintesis hormon tiroid.

1. Pemeriksaan penyaring untuk kelainan fungsi kelenjar


tiroid :
a.Kadar T4 menurun, atau
b.Kadar TSH meninggi
2.Pemeriksaan selanjutnya :
-a.Pemeriksaan darah T3, T4, dan tiroid binding globulin
indirex
-b.Iodine uptake dan scan tiroid
-c. Pemeriksaan TSH. Pemeriksaan yang dilakukan pada bayi
baru lahir dengan tujuan untuk menyaring kemungkinan
adanya hipotiroid bawaan dengan melihat fungsi tiroidnya.
Jika kadar hormon tiroid menurun dan sekresi TSH meningkat
menandakan hipotiroidisme
-d.Bila kadar TSH rendah, dilakukan tiroid hormon stimulator
test : Tiroid releasing hormon sebanyak 7 ug/kgBB/iv. Kadar
TSH diukur pada saat 0 menit dan diulang 90 menit
kemudian
-e.Pemeriksaan radiologik untuk menentukan umur tulang

FOLLOW UP
Follow up jangka pendek dimulai dari hasil laboratorium (hasil
positif) dan berakhir dengan pemberian terapi hormon tiroid
(tiroksin).
Follow up jangka panjang diawali sejak pemberian obat dan
berlangsung seumur hidup pada kelainan yang permanen.
Pada bayi dengan hasil tes positif, harus segera dipanggil
kembali untuk pemeriksaan TSH dan T4 serum. Bayi dengan
hasil TSH tinggi ( 50 mIU/L) dan T4 rendah (< 6 g/dL), harus
dianggap menderita HK sampai diagnosis pasti ditegakkan.
Penatalaksanaan selanjutnya adalah sebagai berikut :
Anamnesis pada ibu, apakah ada penyakit tiroid pada ibu atau
keluarga, atau mengkonsumsi obat antitiroid;
Anamnesis tentang bayi;
Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda dan gejala HK

Bila memungkinkan, lakukan pemeriksaan penunjang :


Sidik tiroid (dengan 123I atau TC99m).
Pencitraan, pemeriksaan pertumbuhan tulang (sendi lutut
dan panggul). Tidak tampaknya epifisis pada lutut
menunjukkan derajat hipotiroid dalam kandungan.
Pemeriksaan anti tiroid antibodi bayi dan ibu, bila ada
riwayat penyakit autoimun tiroid.
Penjelasan/penyuluhan kepada orangtua bayi mengenai :
penyebab HK dari bayi mereka,
pentingnya diagnosis dan terapi dini untuk mencegah
hambatan tumbuh kembang bayi,
cara pemberian obat tiroksin,
pentingnya pemeriksaan secara teratur sesuai jadwal yang
dianjurkan dokter.

Skrining untuk fasilitas terbatas Untuk tingkat


pelayanan kesehatan dengan fasilitas terbatas,
dapat dipergunakan neonatal hipotyroid index
untuk skrining HK.
Skrining ini didasarkan pada penilaian terhadap
klinis bayi; diagnosis HK ditentukan jika skor 4;
bayi normal jika skor <2. Seluruh bayi dengan
skor > 2 kemudian diperiksa nilai FT4 & TSHs.
Pemeriksaan ini tidak valid setelah bayi berusia
> 6 bulan.

TERAPI
Tujuan pengobatan adalah:
Mengembalikan
fungsi
metabolisme
yang
esensial agar menjadi normal dalam waktu
singkat. Termasuk fungsi termoregulasi, respirasi,
metabolisme otot dan otot jantung yang sangat
diperlukan pada masa awal kehidupan seperti
proses enzimatik di otak, perkembangan akson,
dendrite, sel glia dan proses mielinisasi neuron.
Mengoptimalkan
pertumbuhan
dan
perkembangan anak
Mengembalikan tingkat maturitas biologis yang
normal, khususnya otak

Terapi harus dimulai segera setelah diagnosis


hipotiroid kongenital ditegakkan.
Orang tua pasin harus diberikan penjelasan mengenai
kemungkinan
penyebab
hipoiroid,
pentingnya
kepatuhan minum obat dan prognosisnya baik jika
terapi diberikan secara dini.
Natrium L-tiroksin (sodium L-thyroxin) merupakan obat
yang tepat untuk pengobatan hipotiroid kongenital.
Karena 80% T3 dalam sirkulasi darah berasal dari
monodeiodinasi dari T4 maka dengan dosis yang tepat
kadar T4 dan T3 akan segera kembali normal.
Dalam prakteknya pemberian dosis inisial berkisar
antara 25, 37,5 atau 50 g per hari.
Tiroksin sebaiknya tidak diberikan bersama-sama zat
besi atau makanan tinggi serat karena makanan ini
akan
mengikat
T4
dan
atau
menghambat
penyerapannya.

Pengobatan diberikan seumur hidup karena tubuh


tidak mampu memproduksi kebutuhan tiroid
sehingga perinsip terapi adalah replacement
therapyDengan meningkatkan kadar tiroksin di
dalam tubuh, hormon tersebut akan membantu
proses mielinisasi susunan saraf pusat sehingga
perkembangan fungsi otak yang terjadi antara
usia 0 sampai 3 tahun.

Dosis tiroksin
Pada umumnya dosis bervariasi tergantung dari berat badan dan
disesuaikan dengan respons masing-masing anak dalam menormalkan
kadar T4. Sebagai pedoman, dosis yang umum digunakan adalah :
0 6 bulan
25-50 g/hari
atau
8-15 g/kg/hari
6 12 bulan 50-75 g/hari
atau
7-10 g/kg/hari
1 5 tahun
50-100 g/hari atau
5-7 g/kg/hari
5 10 tahun 100-150 g/hari
atau
3-5 g/kg/hari
>10-12 tahun
100-200 g/hari
atau
2-4 g/kg/hari
Setelah masa bayi biasanya dosis berkisar sekitar 100 g/m2/hari
Untuk neonatus yang terdeteksi pada minggu awal kehidupan
direkomendasikan
untuk diberikan dosis inisial sebesar 10-15
g/kg/hari karena lebih cepat dalam normalisasi kadar T 4 dan TSH.
Bayi-bayi dengan hipotiroidisme berat ( kadar T 4 sangat rendah, TSH
sangat tinggi, dan hilangnya epifise femoral distal dan tibia proksimal
pada gambaran radiologi lutut) harus dimulai dengan dosis 15
g/kgBB/hari.

Monitoring
Pemantauan pada pasien dengan hipotiroid kongenital antara
lain:
Pertumbuhan dan perkembangan
Pemantauan kadar T4 bebas dan TSH
Kadar T4 harus dijaga dalam batas normal ( 10-16 g/dl)
atau T4 bebas dalam rentang 1,4-2,3 ng/dl dengan TSH
ditekan dalam batas normal. Bone-age tiap tahun.
Jadwal pemeriksaan kadar T4 dan TSH, yaitu setiap 1-2
bulan selama 6 bulan pertama kehidupan, tiap 3-4 bulan
pada usia 6 bulan 3 tahun, selanjutnya tiap 6-12 bulan.
Selain itu kadar T4 dan TSH juga harus diperiksa 6-8 minggu
setelah perubahan dosis. Hal ini penting untuk mencegah
pengobatan
yang
berlebihan.
Efek
samping
dari
pengobatan berlebihan ini adalah fusi dini dari sutura,
percepatan kematangan tulang, dan masalah pada
tempramen, dan perilaku.

Suportif
Anemia berat diobati sesuai dengan protokol anemia berat.
Rehabilitasi atau fisioterapi diperlukan untuk mengatasi
retardasi perkembangan motorik yang sudah terjadi.
Penilaian intelegensi atau IQ dilakukan menjelang usia
sekolah untuk mengetahui jenis sekolah yang dapat diikuti,
sekolah biasa atau luar biasa.
Diet
Suplementasi Iodium sangat dibutuhkan terutama di daerah
defisiensi Iodium.
Umumnya anak yang menderita hipotiroid kongenital dan
mendapat replacement hormon tiroid, asupan makanan
yang mengandung goitrogen harus dibatasi seperti
asparagus, bayam, brokoli, kubis, kacang-kacangan, lobak,
salada, dan susu kedelai karena dapat rnenurunkan
absorbsi Sodium-L-Tiroksin.

Promotif/Preventif

Hipotiroid kongenital endemik yang disebabkan


defisiensi yodium menampakkan gejala klinis
pada bayi baru lahir atau anggota keluarga
lainnya dan dapat disertai gangguan neurologis
sejak lahir. Sedangkan hipotiroid kongenital
sporadis pada bayi baru lahir sering tidak
menampakkan gejala, oleh sebab itu skrining
hipotiroid kongenital diberlakuan di beberapa
negara untuk mencegah retardasi mental dan
fisik

TARGET
Target terapi adalah mencapai kadar T4 normal dalam 2
minggu dan TSH dalam 1 bulan.

Bayi baru lahir biasanya membutuhkan dosis 8-15


g/kg/hari; tujuan terapi adalah menormalisasi kadar TSH
sesegera mungkin.
Terapi untuk bayi cukup bulan dimulai dengan 50 g/hari
selama 1-2 minggu, kemudian dosis diturunkan menjadi
37.5 g/hari (p.o.).
Tablet levothyroxine sintetis dilarutkan dalam 5-10 ml air
dan diminumkan kepada bayi dengan spuit pada awal
menyusu untuk memastikan seluruh obatnya terminum
dengan baik. Dianjurkan untuk memberikan selang waktu
minimal 1 jam antara terapi dengan konsumsi susu formula
yang mengandung kedelai atau suplementasi besi dan
serat.
Pemberian ASI dapat dilanjutkan.

TARGET
Sebagai tanda bahwa bayi mendapatkan terapi
yang mencukupi, kadar T4 harus segera
mencapai
nilai
normal.
Untuk
mencapai
kecukupan obat, dianjurkan selama pengobatan,
nilai T4 berada diatas nilai tengah rentang kadar
T4 normal, yaitu 130-206 nmol/L (10-16 g/dL)
dan nilai TSH < 5 mIU/L (0.5-2.0 mIU/L); FT4 1830 pmol/L (1.4-2.3 ng/dL).

Kondisi ini dipertahankan terus selama terapi sampai


bayi berusia 3 tahun.
Dianjurkan memberikan dosis awal tidak kurang dari
10 ug/kg/hari, agar tercapai IQ mendekati normal.
Setelah terapi, diharapkan kadar T4 meningkat
mencapai > 10 g/dL; FT4 > 2 ng/dl dalam 2 minggu
pascaterapi inisial. TSH diharapkan normal dalam 1
bulan pascaterapi inisial
Tujuan terapi adalah mencapai tumbuh kembang
normal dengan mempertahankan konsentrasi total T4
dan FT4 serum dalam nilai tengah rentang normal
sepanjang 1 tahun pertama kehidupan bayi, dengan
konsentrasi TSH serum yang optimal (0.5-2.0 mIU/L).

Segala upaya terapi untuk mencapai target


tersebut, tetap harus mempertimbangkan efek
samping dari pengobatan yang berlebihan
terhadap bayi, serta harus dilakukan pemantauan
konsentrasi FT4 serum secara berkala.
Umumnya dosis tiroksin bervariasi tergantung
berat badan dan disesuaikan respons masingmasing anak dalam menormalkan kadar T4.

DOSIS TIROKSIN

PEMANTAUAN

PEMANTAUAN
Dengan adanya kecenderungan untuk memberikan dosis
tiroksin yang tinggi pada awal dignosis, maka
kemungkinan terjadinya hipertiroidism perlu diwaspadai.
Pemeriksaan fungsi tiroid secara berkala (setiap bulan
apabila ada perubahan dosis terapi) akan membantu
pemantauan
efek
samping
ini.
Apabila
fase
perkembangan kritis otak sudah dilalui, pemantauan
dapat dilakukan 3 bulan sekali dengan memperhatikan
pertumbuhan linier, berat badan, perkembangan motorik
dan bahasa, serta kemampuan akademis untuk yang
sudah bersekolah. Apabila terjadi regresi atau stagnasi
perkembangan kepatuhan pengobatan perlu diselidiki.
Pengobatan yang dilakukan setelah usia 3 bulan akan
mengakibatkan taraf IQ subnormal atau lebih rendah.

KOMPLIKASI
Kekurangan hormon tiroid sejak lahir (hipotiroid
kongenital) bila tidak diketahui dan diobati sejak
dini akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan
dan perkembangan.
Kekurangan hormon tiroid atau hipotiroid pada
awal masa kehidupan anak, baik permanen
maupun transien akan mengakibatkan hambatan
pertumbuhan dan retardasi mental.

Hipotiroid
kongenital
mempengaruhi
perkembangan fisik, intelektual, dan juga emosi
serta perilaku anak.
Hasil penelitian di RSCM Jakarta menunjukkan
terdapat masalah perilaku sosial, masalah atensi,
perilaku agresif, dan reaksi buruk terhadap
frustrasi anak penderita hipotiroid kongenital.

karena hormon tiroid berfungsi menggerakkan


metabolisme tubuh, jika jumlah hormon itu kurang
atau sama sekali tidak ada, asupan gizi ke seluruh
organ tubuh pun tidak sesuai dengan yang
dibutuhkan, atau bahkan tidak ada. Akibatnya
pertumbuhan fisik anak terganggu. Yang paling
membahayakan tentu terganggunya kecerdasan
anak. Sebab pada bayi baru lahir, otak
memerlukan
banyak
asupan
gizi
untuk
berkembang. Jadi, jika anak yang semasa bayinya
menderita hipotiroid dan terlambat atau tidak
diobati, ia akan tumbuh menjadi anak dengan
mental yang terbelakang

PEMERIKSAAN PENYARING
Pemeriksaan yang dilakukan pada bayi baru lahir
dengan tujuan untuk menyaring kemungkinan adanya
hipotiroid bawaan dengan melihat fungsi tiroidnya.
Jika kadar hormon tiroid menurun dan sekresi TSH
meningkat menandakan hipotiroidisme.
Tes skrining dilakukan melalui pemeriksaan darah
bayi.
Darah bayi akan diambil sebelum ibu dan bayi
meninggalkan rumah sakit bersalin. Jika bayi
dilahirkan di rumah, bayi diharapkan dibawa ke rumah
sakit / dokter sebelum usia 7 hari untuk dilakukan
pemeriksaan ini.
Darah diambil melalui tusukan kecil pada salah satu
tumit bayi, lalu diteteskan beberapa kali pada suatu
kertas saring (kertas Guthrie) dan setelah mengering
dikirim ke laboratorium

Oleh karena gejala baru terlihat pada bulan


pertama akan tetapi sering tidak terdiagnosa,
karena gejala minimal sedangkan terapi dini
sangat penting untuk mencegah gangguan
pertumbuhan
dan
perkembangan
maka
pemeriksaan penyaring dilakukan pada umur 3060 hari.
golden period atau masa paling baik dan sangat
menentukan dalam penanganan hipotiroid adalah
tiga bulan setelah bayi dilahirkan.

Pemeriksaan paling baik untuk mengetahui


hipotiroid pada bayi adalah 2 minggu setelah bayi
dilahirkan, bila kondisi bayi normal dan tidak
mengalami gangguan kesehatan.

SCREENING
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk
mendeteksi dini HK adalah (1) kadar TSH; (2) kadar T4 atau
free T4 (FT4). Pemeriksaan primer TSH merupakan uji fungsi
tiroid yang paling sensitif. Peningkatan kadar TSH sebagai
marka hormonal, cukup akurat digunakan untuk menapis
hipotiroid kongenital primer. Pemeriksaan pencitraan yang
dapat menunjang diagnosis hipotiroid adalah sebagai berikut :
1. Scanning tiroid (menggunakan 99mTc atau 123I)
2. Ultrasonografi (USG)
3. Radiografi (Rontgen tulang/bone age)
4. Elektrokardiografi (EKG) dan ekokardiografi (ECG)
5. Elektromiografi (EMG)
6. Elektroensefalogram (EEG)
7. Brain Evoke Response Audiometry (BERA)
8. Proton magnetic resonance spectroscopy

Prosedur skrining
Sampel darah dapat berupa darah kapiler dari
tusukan tumit bayi (heel stick); dari permukaan
lateral atau medial dari tumit bayi. Sebaiknya
darah diambil pada hari ke-3 s/d 5

Skrining dilakukan dengan mengukur kadar T4


atau TSH yang dilakukan pada kertas saring pada
usia 3-4 hari. Bayi yang memiliki kadar TSH awal
> 50 U/mL memiliki kemungkinan sangat besar
untuk menderita hipotiroid kongenital permanen,
sedangkan kadar TSH 20-49
U/mL dapat
menunujukkan hipotiroid transien atau positif
palsu.

skrining dilakukan sebelum pemulangan dari rumah


sakit atau sebelum transfusi.
Tetesan darah ditempelkan pada kertas saring
Schleicher & Schuell #903TM (S & S 903).
Setelah dibiarkan kering selama 3-4 jam, dapat
dikirimkan perpos dalam amplop surat. Dengan
demikian hasil bisa cepat diperoleh dan pada kasus
positif memungkinkan pengobatan sebelum bayi
berumur 1 bulan. Pada bayi prematur atau bayi yang
sakit berat, pengambilan darah bisa ditangguhkan,
tetapi tidak melebihi umur 7 hari.
Deteksi dini HK akan mencegah keterlambatan
perkembangan neurologis dan retardasi mental akibat
HK yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati

Nilai TSH yang mencapai 10 mIU/l dianggap


normal, 10-20 mIU/L dianggap sebagai nilai batas
dan >20 mIU/L dianggap abrnormal.
Nilai tersebut dapat bervariasi, tergantung pada
reagen yang digunakan.

PROGNOSIS
Dengan adanya program skrining neonatus untuk
mendeteksi hipotiorid kongenital, prognosis bayi
hipotiroid kongenital lebih baik dari sebelumnya.

Prognosis jelek pada kasus yang terlambat diobati


telah lama dikenal, terutama defisit IQ.
Sebaliknya penderita yang diobati dengan
hormon tiroid sebelum umur 3 bulan, dapat
mencapai pertumbuhan dan IQ yang mendekati
normal.

DAFTAR PUSTAKA
http://emedicine.medscape.com/article/919758-workup#showal
l
Pusat penelitian dan pengembangan gizi Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, UNUD, Survey Pemetaan GAKY,
1998
Prosedur pemeriksaan neonatal-TSH IRMA, Kit Coat-A-Count
Neonatal TSH IRMA Diagnostic Products Street USA. 2003-1104
Agarwal, Ramesh, Vandana Jain, Ashok Deorari, dan Vinod
Paul. 2008. Congenital Hypothyroidism. Department of
Pediatric: All India Institute of Medical Sciences (AIIMS). NICU:
New Delhi India Downloaded from: www.newbornwhocc.org
Moreno JC, et al. Inactivating mutations in the gene for thyroid
oxidase 2 (Thox2) and congenital hypothyroidism, N Engl J Med
2002; 347(2): 95-102.

Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti


Setiati. Buku ajar penyakit dalam: Jilid II. 3 rd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
2006: 1949-52.
Tata Kustiman Amsi. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak, BAB X Endokrinologi.
Jakarta: UPT Penerbitan Universitas Tarumanegara, 2000: 211-212.
Hardiono D. Pusponegoro. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi I.
Jakarta: Balai Penerbit IDAI, 2005: 27-29.
MI Tjahjati DM. Diktat Pegangan Kuliah Patologi Klinik II. Semarang: Bagian
Patologi Klinik FK Undip, 1999: 236-46
Siti Nor. Hipotiroidisme. Available at
http://en.wikipedia.org/wiki/Hashimoto's_thyroiditis. Accessed September 1st,
2009.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FK UI,
1985: 1121-23.
Fisher DA. Disorders of the Thyroid in the Newborn and Infant. In : Sperling MA,
ed. Pediatric Endocrinology. Philadelphia : Saunders, 2002 : 161-82.
Styne DM. Disorders of the Thyroid Gland. In: Core Handbooks in Pediatrics
Pediatric Endocrinology. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2004 : 83108.
Rossi WC, Caplin N, Alter CA. Thyroid Disorders in Children. In: Moshang T, ed.
Pediatric Endocrinology The Requisites in Pediatrics. St Louis, Missouri: Elsevier
Mosby, 2005 : 171-90.
Fort PF, Brown RS.Thyroid Disorders in Infancy. In : Lifshitz F, ed. Pediatric
Endocrinology. New York : Marcel Dekker, 1996 : 369-81

Rustama DS, Fadil MR, Harahap ER, Primadi A. Newborn screening in Indonesia.
Dalam: David-Padilla C, Abad L, Silao CL, Therell BL. Southeast Asian J Tropical
Med and Public Health 2003; 34 Suppl 3:76-9.
Satyawirawan FS. Penapisan hipotiroid congenital. Dalam : Suryaatmadja M.
Pendidikan berkesinambungan patologi klinik 2005. Jakarta: Departemen
Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005. H. 95-104.
Pulungan AB. Hipotiroid kongenital (HK). UKK Endokrinologi IDAI, Departemen
Ilmu Kesehatan Anak FKUI Jakarta.
Deliana M, Batubara JR, Tridjaja B, Pulungan AB. Hipotiroidisme kongenital di
Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSCM Jakarta, tahun 1992-2002. Sari Pediatri
2003; 5(2):79-84. (Level of Evidence IIB, Grade of Recommendation B)
Bourgeois MJ. Congenital hypothyroidism. Department of Pediatrics, Division of
Pediatric Endocrinology and Metabolism, Texas Tech University School of
Medicine; 2004. h.1-13.
LaFranchi S. Thyroid function in preterm infant. Thyroid 1999; 9: 71-8
Komite Nasional Skrining Hipotiroid Kongenital. Pedoman Umum Pelaksanaan
Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK). Departemen Kesehatan; 2005.
National Guideline Clearinghouse. Update of newborn screening and therapy for
congenital hypothyroidism (2006).
Murray MA. Primary TSH screen for congenital hypothyroidism. Summer
2009;1(2):1-5.

Batubara, Jose RL, dkk. Ganggguan Kelenjar Tiroid. Dalam : Buku Ajar
Endokrinologi Anak Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2010. hal.205-212.
La Franchi, Stephen. Hypothyroidism. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM,
Jenson HB, editor. Nelson textbook of pediatrics 18th ed. Philadelphia:
Saunders, 2007.hal. 2319-25.
Sherwood, Lauralee. Organ Endokrin Perifer. Fisiologi Manusia Dari Sel ke
Sistem (Human Physiology: From Cells to Systems). Edisi 2. Jakarta: EGC, 2001.
hal 644-651.
Schteingart, David E. Gangguan Kelenjar Tiroid. Dalam Price AS, Wilson LM.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6, Volume 2.
Jakarta: EGC, 2006. hal 1225-1234.
Larson, Cecilia A. Congenital Hypothyroidism. Dalam: Radovick, S, MD,
MacGilivray, MH, MD, editor. Pediatric Endocrinology : A Practical Clinical
Guide. New Jersey : Humana Press Inc. 2003.hal. 275-284.
Van vliet, G, Polak, M. Pediatric Endocrinology Fifth Edition volume 2. Thyroid
Disorders In Infancy. New York : Informa Healthcare USA Inc. 2007.hal. 392-8.
Jian, Vandana, dkk. Congenital Hypothyroidism. Di akses dari
www.newbornwhocc.org
Postellon DC, Bourgeouis MJ. Anatomy of Thyroid Gland. Di akses dari
www.emedicine.medscape.com

Anda mungkin juga menyukai