Anda di halaman 1dari 18

PENDAHULUAN

Hipotiroid adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan pada

salah satu tingkat dari aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid-”end organ”, dengan

akibat terjadinya defisiensi hormon tiroid, ataupun gangguan respon jaringan

terhadap hormon tiroid.1,2

Hipotiroid kongenital masih merupakan salah satu penyebab tersering

retardasi mental yang dapat dicegah, dapat terjadi pada 1 dari 3000 sampai 4000

bayi baru lahir.1,2,3 Penyakit ini dapat terjadi secara transien, namun lebih sering

terjadi secara permanen.4 Hipotiroid, termasuk yang kongenital, paling sering

terjadi karena defisiensi iodine.4 Hipotiroid neonatal disebabkan oleh disgenesis

pada 80-85%, karena dishormogenesis pada 10-15%, dan antibodi TSH-R pada

5% populasi. Insidens hipotiroid di Amerika Serikat adalah 1 dari 3500 kelahiran

hidup. Kelainan ini terjadi dua kali lebih sering pada anak perempuan dengan

perbandingan 2:1.4 Anak dengan sindrom Down mempunyai resiko 35 kali lebih

tinggi untuk menderita hipotiroid kongenital dibandingkan dengan anak normal.

Insidens hipotiroid di Indonesia diperkirakan jauh lebih tinggi yaitu sebesar

1:1500 kelahiran hidup. Hipotiroid kongenital biasanya bersifat sporadik, namun

sampai 2% dari disgenesis tiroid bersifat familial, dan hipotiroid kongenital yang

disebabkan oleh defek organifikasi biasanya diturunkan resesif. Mutasi yang

menyebabkan hipotiroid kongenital semakin banyak ditemukan, namun penyebab

dari sebagian besar populasi masih tidak diketahui.4,5

Mengingat gejala hipotiroid pada bayi baru lahir biasanya tidak terlalu

jelas dan hipotiroid kongenital dapat menyebabkan retardasi mental berat kecuali

1
jika mendapat terapi secara dini maka sangat diperlukan skrining hipotiroid pada

neonatus. 5

Pengobatan hipotiroid termasuk efisien, mudah, murah, dan memberikan

hasil yang sangat memuaskan, namun perlu dilakukan pemantauan dan

pengawasan yang ketat mengingat pentingnya masa depan anak khususnya

perkembangan mentalnya. Sebelum pengobatan dimulai harus selalu dilakukan

pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis. Tujuan pengobatan

adalah mengembalikan fungsi metabolisme yang esensial agar menjadi normal

dalam waktu yang singkat, mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan

anak, dan mengembalikan tingkat maturitas biologis yang normal. Sodium

levotiroksin (Na-Ltiroksin) merupakan obat yang terbaik. Terapi harus dimulai

segera setelah diagnosis hipotiroid ditegakkan. 6

Bila diagnosis hipotiroid tidak ditegakkan sedini mungkin, maka akan

terjadi keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan. Umumnya keterlambatan

pertumbuhan dan perkembangan terlihat pada usia 36 bulan. Retardasi mental

yang terjadi akibat hipotiroid kongenital yang terlambat diobati sering disertai

oleh gangguan neurologis lain, seperti gangguan koordinasi, ataksia, diplegia

spastik, hipotonia dan strabismus.6

Berikut akan dilaporkan penderita hipotiroid kongenital yang dirawat di

Irina E RSU. Prof. dr. R. D. Kandou Manado.

2
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien

Nama : By. Ny. N

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 7 Bulan

Tanggal lahir : 21 januari 2019

Berat Badan lahir : 2700 gram

Lahir di : Puskesmas Tikke

Oleh : Bidan

Partus : Spontan letak belakang kepala

Identitas Orang Tua

Nama Ibu Pasien : Ny. N

Umur : 38 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : SMP

Perkawinan : Pertama

Alamat : Tikke

Nama Ayah : RA

Umur : 39 tahun

Pekerjaan : Tukang

Pendidikan : SMA

Alamat : Tikke

Masuk RS : 27 Juli 2019

3
Anamnesis

Keluhan utama : Sesak

Riw Peny. Sekarang : pasien masuk rumah sakit dengan keluhan sesak (+),

batuk berlendir (+), demam (+), mual (-), muntah (-), mimisan (-), BAB (-) 1

minggu, BAK (+).

Penderita lahir secara normal di puskesmas Tikke dengan BBL 2700 gram,

riwayat dirawat di Rumah Sakit saat lahir tidak ada. Saat ibu penderita hamil tidak

pernah menderita sakit, riwayat minum obat pada saat hamil tidak pernah, riwayat

minum jamu-jamuan tidak ada. Dirumah tidak memelihara anjing ataupun kucing.

Riwayat peny. keluarga : hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga.

Keadaan Sosial, Ekonomi, Kebiasaan dan Lingkungan : sosial ekonomi

menengah

Pemeriksaaan Fisik

(27 juli 2019)

Umur: 7 bulan BB: 6 kg PB: 58 cm

Keadaan umum : tampak sakit

Keadaan mental : compos mentis

Gizi : - BB/U = 33%

- TB/U = 58,4%

- BB/TB = 88%

Sianosis : tidak ada

4
Anemia : tidak ada

Ikterus : (-)

Kejang : tidak ada

Tanda vital

Tekanan Darah : - mmHg

Nadi : 130 ×/menit

Respirasi : 60 ×/menit

Suhu : 39 °C

Kulit Warna : kuning langsat

Efloresensi : tidak ada

Pigmentasi : tidak ada

Jaringan parut : tidak ada

Lapisan lemak : cukup

Turgor : kembali cepat

Tonus : hipotonus

Oedema : tidak ada

Kepala

Bentuk : mikrocephal

Ubun-ubun besar : terbuka

Rambut : warna hitam dan jarang

Mata

Exopthalmus : (+)

Enopthalmus : tidak ada

5
Nistigmus : (+)

Tekanan bola mata : normal pada perabaan

Konjungtiva : anemis tidak ada

Sklera : ikterik -/-

Kornea refleks : RC +/+

Pupil : bulat, isokor

Lensa : jernih

Telinga : sekret tidak ada

Hidung : sekret tidak ada,

Mulut

Bibir : sianosis tidak ada

Selaput mulut : mukosa basah

Lidah : beslag tidak ada, makroglosia (+)

Gigi : karies tidak ada

Gusi : perdarahan tidak ada

Bau pernapasan : foetor tidak ada

Tenggorokan

Tonsil : T1 – T1, tidak hiperemis

Faring : Tidak hiperemis

Trakea : letak di tengah

Kelenjar : pembesaran KGB tidak ada

Kaku kuduk : tidak ada

Thorax

Bentuk : simetris

6
Rachitis Rosary : tidak ada

Ruang Intercostal : normal

Retraksi : tidak ada

Paru-Paru

Inspeksi : simetris, retraksi tidak ada

Palpasi : stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor kanan = kiri

Auskultasi : Sp. Bronkovesikuler, Ronkhi (+/+)-, Wheezing tidak ada

Jantung

Detak Jantung : 130 ×/menit

Iktus cordis : tidak tampak

Batas kiri : ICS II linea midclavicularis sinistra

Batas kanan : ICS III linea parasternalis dextra

Batas atas : ICS II – III

Bunyi jantung : BJ I dan II murni regular

Abdomen

Bentuk : cembung, lemas, BU(+)N.

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Genitalia : Perempuan, normal

Kelenjar : pembesaran KGB tidak ada

Anggota gerak : akral hangat, capillary refill time< 2 detik

cutis mamoratus (+), kulit kering (+)

Tulang belulang : deformitas tidak ada

7
Otot-otot : eutrofi

Refleks-refleks : Refleks Fisiologi ++/++, Refleks Patologis -/-


Pemeriksaan Penunjang

Hasil Laboratorium 28/01-2014

Hemoglobin : 12,1 g/dL (normal : 12-14 g/dL)

Hematokrit : 35,3% (normal : 37%-43%)

Trombosit : 120 x 103/ mm3 (normal : 150-450 x 103/ mm3)

Leukosit : 16,00 /mm3 (normal : 5-10 x 103/ mm3)

Eritrosit : 4,43 x 106/mm3 (normal : 4-5 x 106/mm3)

GDS : 86 mg/dL

FT4 : 1,47 pmol/L

TSHS : 10,77 μIU/mL

Resume:

Pasien bayi perempuan umur 7 bulan dengan berat badan 6 kg, TB 58 cm,

masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas, batuk berlendir, demam, tidak

BAB sudah 1 minggu, BAK (+).

Penderita lahir secara normal di puskesmas Tikke dengan BBL 2700 gram,

riwayat dirawat di Rumah Sakit saat lahir tidak ada. Saat ibu penderita hamil tidak

pernah menderita sakit, riwayat minum obat pada saat hamil tidak pernah, riwayat

minum jamu-jamuan tidak ada. Dirumah tidak memelihara anjing ataupun kucing.

Pada pemeriksaaan fisik didapatkan kepala: microcephal, ubun-ubun

terbuka, mata : nistigmus (+) dan exsofptalmus (+), hidung = pangkal hidung rata.

Lidah = makroglosia, thorax = bronkovaskuler, ronkhi +/+, jantung= BJ I dan II

murni regular, abdomen = kesan cembung.

8
Pemeriksaan penunjang yang didapatkan adalah Hemoglobin: 12,1 g/dL,

Hematokrit: 35,3%, Trombosit: 120 x 103/ mm3 , Leukosit: 16,00 /mm3 , Eritrosit:

4,43 x 106/mm3 , GDS : 86 mg/dL, FT4: 1,47 pmol/L, TSHS: 10,77 μIU/mL

Diagnosis Kerja : Hipotiroid Kongenital

Diagnosis banding : Sindrom Down

Terapi : L-T4 (levotiroksin)

DISKUSI

9
Hipotiroid kongenital adalah kelainan bawaan dengan kadar hormon tiroid

(T3 danT4) di sirkulasi darah yang kurang dengan kadar TSH yang meningkat.

Kelainan ini diketahui sebagai penyebab terjadinya keterbelakangan mental dan

kecacatan fisik pada anak- anak. Produksi hormon tiroid yang berkurang

disebabkan karena berbagai hal antara lain: kelainan pada kelenjar pituitari,

hipotalamus atau tiroid, yang menyebabkan proses metabolism karbohidrat di

dalam tubuh mengalami keterlambatan. Telah diketahui bahwa hormon tiroid

merupakan salah satu hormon yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme

yang bcrperan pada pertumbuhan dan perkembangan, termasuk perkembangan

otak dan kematangan organ seks. Kebutuhan hormon tiroid pada segala tingkat

usia sangat diperlukan, terutama sangat berperan pada masa bayi dan anak- anak

yaitu masa dimana tumbuh kernbang sedang terjadi pada diri seseorang.4

Prevalensi rata-rata hipotiroid kongenital di Asia adalah 1 diantara 2.720

bayi di daerah non endemis iodium (hipotiroid kongenital sporadik) dan 1 : 1000

hipotiroid kongenital endemis di daerah defisiensi iodium. Penelitian di daerah

Yogyakarta menunjukkan angka kejadian 1 : 1500 hipotiroid kongenital sporadik

dan 1 : 1300 bayi menderita hipotiroid transien karena kekurangan iodium

(endemis). Angka kejadian hipotiroid kongenital di Indonesia belum diketahui,

namun apabila mengacu pada angka kejadian di Asia dan di Yogyakarta, maka di

Indonesia, dengan angka kelahiran sekitar 5 juta per tahun, diperkirakan sebanyak

1.765 sampai 3200 bayi dengan hipotiroid kongenital dan 966 sampai 3.200 bayi

dengan hipotiroid kongenital transien karena kekurangan iodium, lahir setiap

tahunnya.

10
Pendekatan diagnosis pada hipotiroid kongenital meliputi

anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Dari anamnesis dapat digali

berbagai gejala yang mengarah kepada hipotiroid kongenital seperti letargi,

konstipasi, nafsu makan menurun dan kulit teraba dingin. Selain itu, didapat

pertumbuhan anak kerdil, ekstremitas pendek, fontanel anterior dan posterior

terbuka lebih lebar, mata tampak berjauhan dan hidung pesek. Mulut terbuka,

lidah yang tebal dan besar menonjol keluar, gigi terlambat tumbuh. Leher pendek

dan tebal, tangan besar dan jari-jari pendek, kulit kering, miksedema dan hernia

umbilikalis, perkembangan terganggu, otot hipotonik kadang dapat ditemukan

hipertrofi otot generalisata sehingga menghasilkan tampakan tubuh berotot. Perlu

pula digali adanya riwayat keluarga dengan hipothyroidisme, terutama kedua

orang tua. Penting juga mengevaluasi riwayat kehamilan untuk mengetahui

pengobatan yang mungkin didapat ibu selama hamil, terutama yang bekerja

mempengaruhi sintesis dan kerja hormon thyroid atau kelainan lainnya.5,8,9,10

Pada neonatus, gejala khas hipotiroidisme seringkali tidak tampak dalam

beberapa minggu pertama kehidupan. Pada saat skrining hanya sedikit dijumpai

tanda klinis. Hanya 10-15% bayi baru lahir hipotiroidisme yang datang dengan

manifestasi klinik mencurigakan, yang membuat dokter waspada akan

kemungkinan hipotiroidisme. Salah satu tanda yang paling khas dari

hipotiroidisme kongenital pada bayi baru lahir adalah fontanela posterior terbuka

dengan sutura cranial yang terbuka lebar akibat keterlambatan maturasi skeletal

prenatal. 9,10

Ikterus yang memanjang adalah tanda klinis yang sering terlihat akibat

keterlambatan maturasi enzim glukoronil transferase hati. Selain itu terdapat juga

11
letargi, konstipasi, malas minum, dan masalah makan lainnya. Beberapa bayi

menunjukkan tanda klasik seperti wajah sembab, pangkal hidung ratra dengan

’pseudohipertelorisme’, pelebaran fontanel, pelebaran sutura, makroglosi, suara

tangis serak, distensi abdomen dengan hernia umbilikalis, kulit yang dingin dan

’mottled’ (cutis mammorata), ikterik, hipotoni, hiporefleksia, dan galaktorea.6

Indeks hipotiroidisme kongenital merupakan ringkasan tanda dan

gejala yang paling sering terlihat pada hipotiroidisme kongenital.

Index Quebec Score


1. Feeding Problems 1
2. Konstipasi 1
3. Inactivity 1
4.` Hipotonia 1
5. Umbilical Hernia 1
6. Enlarged Tounge 1
7. Skin Mottling 1
8. Dry Skin 1,5
9. Open Post Fontanella 1,5
10. Typical oedematous Facies 3

Dicurigai adanya hipotiroid bila skor indeks hipotiroid kongenital > 5.

Tetapi, tidak adanya gejala atau tanda yang tampak tidak menyingkirkan

kemungkinan hipotiroid kongenital.

Pada pemeriksaan laboratorium pemeriksaan rutin untuk menegakkan

diagnosis hipotiroid adalah serum T4 bebas, T3 total, TSH, dan T3RU (T3 uptake).

Kadar T4 bebas yang rendah dan meningkatnya kadar TSH mengkonfirmasi

diagnosis hipotiroid primer, sedangkan kadar T4 bebas rendah dengan kadar TSH

yang rendah pula mengarahkan pada diagnosis hipotiroid sekunder atau tersier.

Pada hipotiroid kompensata, awalnya kadar T4 normal/rendah dan TSH meninggi,

selanjutnya kadar T4 normal dan TSH meninggi. Pada defisiensi TBG, mula-mula

kadar T4 rendah dan TSH normal, selanjutnya kadar T4 rendah, T3RU meningkat

12
dan TSH normal. Untuk konfirmasi diagnosis dapat diperiksa kadar T4 bebas atau

kadar TBG yang memberikan hasil kadar T4 normal dan kadar TBG rendah.

Hipotiroid dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol dan kreatinin

fosfokinase darah, serta menyebabkan hiponatremia akibat peningkatan sekresi

hormon antidiuretik. Pada pemeriksaan darah ditemukan anemia, leukopeni,

limfositosis reaktif, LED meningkat, hiperkolesterol.

Pemeriksaan skintigrtafi kelenjar tiroid sampai saat ini masih merupakan

cara terbaik untuk menentukkan etiologi hipotiroid kongenital.

Penilaian umur tulang dengan foto roentgen dapat digunakan untuk

mengetahui berapa lama pasien sudah menderita hipotiroid.

Berdasarkan anamnesis pada kasus ini, m enurut ibu penderita,

penderita mengalami keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan sejak

penderita berusia 6 bulan. Sampai saat ini, penderita belum bisa duduk sendiri,

belum bisa berdiri sendiri, belum berjalan, belum berbicara, memanggil mama

dan papa juga tidak bisa. Penderita juga mengalami kuning di seluruh

tubuh sejak berusia 6 bulan.

Hasil pemeriksaan dengan menggunakan Index hipotiroidisme pada pasien

ini adalah sebagai berikut :

Index Quebec Score


1. Feeding Problems 1
2. Konstipasi -
3. Inactivity 1
4.` Hipotonia 1
5. Umbilical Hernia 1
6. Enlarged Tounge 1
7. Skin Mottling 1
8. Dry Skin 1,5
9. Open Post Fontanella 1,5
10. Typical oedematous Facies 3
Total 12

13
Pada pemeriksaan laboratorium, pada pemeriksaan darah didapatkan hasil

anemia, leukopeni, limfositosis reaktif, T4 menurun, TSH meningkat.

Immunoassay memberikan kesan hipotiroidism. Hasil foto roentgen menunjukkan

terdapat ossifikasi tulang terkambat.

Begitu diagnosis hipotiroid kongenital ditegakkan, dapat dilakukan

pemeriksaan tambahan untuk menetukan etiologi dasar penyakit. Bila hal ini tidak

memungkinkan, terapi awal dengan L-thyroxine harus segera dilaksanakan. Dosis

awal pengobatan dengan L-thyroxine adalah 10-15 μg/kgBB/hr yang bertujuan

segera mencapai kadar hormon tiroksin yang adekuat. Pada pasien dengan derajat

hipothyroidisme yang berat, ditandai dengan terbukanya fontanela mayor, harus

diberikan dosis yang lebih besar, yaitu lebih besar dari 15μg/kgBB/hr.4,5,11

Selanjutnya, diikuti dengan terapi maintenence dimana besar dosis mentenence

disesuaikan kondisi pasien. Tujuan terapi adalah untuk mempertahankan kadar

hormon tiroksin dan free T4 dalam batas normal, yaitu 10-16 μg/dL untuk hormon

tiroksin dan 1.4 - 2.3 ng/dl untuk free T4.4

Untuk hipotiroidisme kongenital, satu-satunya terapi adalah dengan terapi

pengganti hormon. Dalam tatalaksananya, yang paling penting adalah follow up

dan montoring terapi untuk memepertahankan kadar TSH dan T4 plasma dalam

ambang normal. Selain itu, perlu juga dilakukan monitoring 6-8 minggu setiap

pergantian dosis. Hal ini guna mengantisipasi terjadinya overtreatment yang dapat

menyebabkan efek samping seperti penutupan sutura yang prematur, dan masalah

temperament dan perilaku.4,8

14
Sesuai dengan teori yang ada, pada kasus ini penderita sudah diterapi dengan

Thyrax 50mg tablet 1x1.

Apabila keadaan hipothyroid tidak ditangani selama masa neonatus dan

bayi, maka akan dapat menyebabkan kelainan yang lebih berat berupa

keterlambatan pertumbuhan, keterlambatan perkembangan mental dan jaundice

yang persisten. Pada pasien ini sudah ditemukan keterlambatan pertumbuhan dan

perkembangan serta jaundice yang persisten.6

Keluhan lain yang menyertai penderita ini adalah anemia, sesuai dengan

jawaban konsul pada bagian hematologi anemia yang terjadi pada pasien ini

merupakan anemia karena penyakit kronik, karena itu pasien sudah mendapatkan

suplemen besi dengan dosis sesuai usia dan berat badan.

Pada hasil pemeriksaan urin ditemukan leukosit dan eritrosit melebihi nilai

normal, sedangkan pada feses occult blood screen positif. Setelah dilakukan

pemeriksaan lanjutan kultur urine dan feses ditemukan bakteri penyebab yaitu

E.coli pada urine dan Citrobacter diversus pada feses, penderita kemudian diberi

terapi antibiotik sesuai hasil kultur.

Prognosis meningkat secara dramatis dengan adanya neonatal screening

program. Diagnosis yang cepat dan pengobatan yang adekuat dari minggu

pertama kehidupan dapat memberikan pertumbuhan yang normal termasuk

intelegensi dibandingkan dengan lainnya yang tidak mendapatkannya.8 Sebelum

berkembangnya skrining bayi baru lahir. Prognosis juga bergantung pada etiologi

yang pasti.11,12 Infant yang mengalami keadaan kadar T4 yang rendah dengan

retardasi pematangan skeletal, mengalami penurunan IQ 5-10m point, dan

15
kelainan neuropskikologis misalnya, inkoordinasi, hipotonis atau hipertonis,

kurang perhatian, dan kesulitan bicara.

Prognosis pada pasien ini :

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad malam

DAFTAR PUSTAKA

1. Park SM, Chatterjee VKK. Genetics of congenital hypothyroidism, J Med

Genet 2005; 42: 379-389.

2. Jameson, J Larry. Disorders of the Thyroid Glands. In: Braunwald, TR. et

al. 2008, Harrison’s Principles of Internal Medicine, Seventeenth Edition,

McGraw Hill, New York.

3. LaFranci, Stpehen. Bherman RE, Kliegman RM, Jneson HB. Nelson

Textbook of Pediatry, 18thed. WB Saunders, Philadelphia, 2009. Chapter

24: Endocrine System.

4. Rossi WC, Caplin N, Alter CA. Thyroid Disorders in Children. In:

Moshang T, ed. Pediatric Endocrinology – The Requisites in Pediatrics. St

Louis, Missouri: Elsevier Mosby, 2005 : 171-90.

5. Agarwal, Ramesh, Vandana Jain, Ashok Deorari, dan Vinod Paul. 2008.

Congenital Hypothyroidism. Department of Pediatric: All India Institute of

16
Medical Sciences (AIIMS). NICU: New Delhi India Downloaded from:

www.newbornwhocc.org

6. Coakley, John C., dan John Connelly. 2007. Congenital Hypothyroidism:

An Information Guide For Parents. Education Research Center of Royal

Children’s Hospital: Victoria – Australia.

7. Coakley, John C., dan John Connelly. 2007. Congenital Hypothyroidism:

An Information Guide For Parents. Education Research Center of Royal

Children’s Hospital: Victoria – Australia.

8. Moreno JC, et al. Inactivating mutations in the gene for thyroid oxidase 2

(Thox2) and congenital hypothyroidism. N Engl J Med 2006; 347(2): 95-

102.

9. IDI, 2006. Standar Pelayanan Medik, Edisi 1. IDI, Jakarta. Bagian :

Endokrinologi.

10. Fisher DA. Disorders of the Thyroid in the Newborn and Infant. In :

Sperling MA, ed. Pediatric Endocrinology. Philadelphia : Saunders, 2008 :

161-82.
11. Styne DM. Disorders of the Thyroid Gland. In: Core Handbooks in

Pediatrics – Pediatric Endocrinology. Philadelphia : Lippincott Williams &

Wilkins, 2006 : 83-108.


12. Fort PF, Brown RS. Thyroid Disorders in Infancy. In : Lifshitz F, ed.

Pediatric Endocrinology. New York : Marcel Dekker, 2005 : 369-81.


13. Kumar J, Gordillo R, Kaskel FJ, Druschel CM, Woroniecki RP: Increased

prevalence of renal and urinary tract anomalies in children with

congenital hypothyroidism.JPediatr 2009, 154(2):263-6.


14. Castanet M, Polak M, Bonaiti-Pellie C, Lyonnet S, Czernichow P, Leger J:

Nineteen years of national screening for congenital hypothyroidsm:

17
familial cases with thyroid dysgenesis suggest the involvement of genetics

factors. J Clin Endrocinol Metab 2006, 86(5):2009-14.


15. Hashimoto H, Hashimoto K, Suehara N: Successful in utero treatment of

fetal goitrous hypothyroidism: case report and review of the literature.

FetalDiagnTher 2006, 21(4):360-5.

18

Anda mungkin juga menyukai