Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan pada saluran pencernaan (gastrointestinal) merupakan

sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan

medik. Kasus pada sistem gastrointestinal tersebut merupakan penyebab

utama kasus rawat inap di Amerika Serikat, salah satunya adalah appendisitis.

Walaupun gangguan pada saluran pencernaan bukan merupakan penyebab

langsung kematian seperti pada gangguan kardiovaskuler, tetapi merupakan

salah satu penyebab kematian tersering. Angka kematian yang disebabkan

oleh Appendisitis di Amerika Serikat mencapai 0,2 – 0,8% dari angka

kejadiannya (Price dan Wilson, 2006).

Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada appendiks

vermiformis dan merupakan penyebab akut abdomen paling sering (Neil

Pierce, 2007).

Insiden terjadinya Appendisitis akut di negara maju lebih tinggi

dibandingkan dengan negara berkembang. Di Amerika Serikat, Appendisitis

merupakan kedaruratan bedah abdomen paling sering dilakukan, dengan

jumlah penderita pada tahun 2008 sebanyak 734.138 orang dan meningkat

pada tahun 2009 menjadi 739.177 (Santacroce & Craigh dalam Anonim,

2012).

Insiden ini semakin menurun pada 25 tahun terakhir, namun di negara

berkembang justru semakin meningkat, hal ini kemungkinan disebabkan oleh

1
2

perubahan ekonomi dan gaya hidup (Lawrence, 2006). Sedangkan menurut

data yang dikeluarkan oleh World Health Organization (WHO) menunjukkan

bahwa insiden appendisitis pada tahun 2007 mencapai 7% dari populasi

penduduk dunia.

Sementara untuk di Indonesia sendiri appendisitis merupakan penyakit

dengan urutan ke empat terbanyak pada tahun 2006. Data yang dirilis oleh

Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2008 jumlah penderita appendisitis di

Indonesia mencapai 591.819 orang dan meningkat pada tahun 2009 sebesar

596.132 orang. Kelompok usia yang umumnya mengalami appendisitis yaitu

pada usia antara 10 sampai 30 tahun. Dimana insiden laki-laki lebih tinggi

daripada perempuan (Eylin, 2009).

Penanganan pada kasus appendisitis yang paling sering dilakukan adalah

dengan pembedahan (operasi). Sejalan dengan perkembangan teknologi yang

semakin maju, tak terkecuali pada perkembangan di bidang teknologi kesehatan

khususnya pada prosedur tindakan pembedahan yang juga mengalami kemajuan

pesat. Dewasa ini sejumlah penyakit menunjukkan adanya indikasi untuk

dilakukannya pembedahan (Siswati, 2011).

Pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan

cara invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan

ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat

sayatan setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, kemudian dilakukan

tindakan perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka

(Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).


3

Lebih lanjut Sjamsuhidajat dan Jong (2005) menyatakan bahwa setiap

pembedahan selalu berhubungan dengan adanya insisi (sayatan) yang

merupakan trauma bagi penderita yang menimbulkan berbagai keluhan dan

gejala dimana salah satu keluhan yang sering dikemukakan adalah nyeri.

Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan

maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi

seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya

(Tamsuri, 2007). Sementara menurut International Association for Study of

Pain (IASP), menyatakan bahwa nyeri adalah pengalaman perasaan

emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan aktual

maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.

Hal ini sesuai dengan kenyataan yang sering ditemukan di lapangan

bahwa sebanyak 80% pasien mengeluh nyeri, baik nyeri sedang atau nyeri

berat pada post operasi. Nyeri setelah pembedahan merupakan hal yang

normal, namun meskipun demikian nyeri merupakan salah satu keluhan yang

paling ditakuti oleh klien post operasi. Bentuk nyeri yang dialami oleh klien

post operasi adalah nyeri akut yang terjadi karena adanya luka insisi bekas

pembedahan (Perry dan Potter, 2006).

Sementara itu Siswati (2011) menyatakan bahwa dalam operasi

appendisitis juga menimbulkan respon berupa nyeri. Dalam hal ini, terutama saat

nyeri hebat yang berlangsung pasca operasi. Meskipun tersedia obat-obatan yang

efektif, namun nyeri pasca operasi tidak dapat diatasi dengan baik. Sekitar 50%

pasien tetap mengalami nyeri (Walsh). Saat seseorang mengalami nyeri, banyak
4

faktor yang dapat mempengaruhi nyeri yang dirasakannya. Faktor-faktor ini

dapat meningkatkan atau menurunkan persepsi nyeri pasien, toleransi terhadap

nyeri dan mempengaruhi reaksi terhadap nyeri.

Bagaimanapun keadaan dan kondisinya ketidaknyamanan atau rasa nyeri

harus diatasi karena kenyamanan merupakan salah satu dari kebutuhan dasar

manusia (KDM), sebagaimana dalam hirarki Maslow (Seheno, 2010).

Seseorang yang mengalami nyeri akan berdampak pada aktivitas sehari-hari

dan istirahat tidurnya (Potter dan Perry, 2006). Jika nyeri tidak ditangani secara

adekuat, selain dapat menimbulkan ketidaknyamanan juga dapat mempengaruhi

sistem pulmonary, kardiovaskular, gastrointestinal, endokrin, imunologik dan

stress serta dapat menyebabkan depresi dan ketidakmampuan. Ketidakmampuan

ini mulai dari membatasi keikutsertaan dalam aktivitas sampai tidak mampu

untuk memenuhi kebutuhan pribadi misalnya makan, minum dan mandi serta

berpakaian (Smatzler dan Bare (2002) yang dikutip dalam Seheno (2010).

Selama ini penanganan nyeri hanya berfokus pada pemberian terapi

farmakologis saja sedangkan pemberian terapi non farmakologis kurang di

perhatikan khususnya oleh tenaga perawat (Raziq, 2009).

Smeltzer dan Bare (2002) menyatakan bahwa belum banyak yang

diketahui dan belum dikelola dengan baik oleh perawat, padahal perawat

memiliki lebih banyak kesempatan dibandingkan tenaga kesehatan yang lain

untuk membantu menghilangkan nyeri dan efeknya yang membahayakan.

Sementara itu Hidayat (2004) menyatakan bahwa salah satu fungsi

perawat adalah fungsi independent yang merupakan fungsi mandiri dan tidak
5

tergantung pada petugas medis yang lain, dimana perawat melaksanakan

tugasnya secara mandiri dengan keputusannya sendiri dalam melakukan

tindakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar manusia.

Perawat dengan menggunakan pengetahuannya dapat mengatasi

masalah nyeri post bedah baik secara mandiri maupun secara kolaboratif

dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan farmakologis dan

pendekatan non farmakologis (Raziq, 2009).

Pendekatan farmakologis merupakan pendekatan kolaborasi antara

dokter dengan perawat yang menekankan pada pemberian obat yang mampu

menghilangkan sensasi nyeri. Sedangkan pendekatan non farmakologis

merupakan pendekatan untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan

teknik manajemen nyeri yang meliputi: massage kutaneus, terapi es dan

panas, stimulasi saraf elektris transkutan, distraksi, imajinasi terbimbing,

hipnotis dan teknik relaksasi nafas dalam (Smeltzer dan Bare, 2002).

Teknik relaksasi nafas dalam merupakan intervensi mandiri

keperawatan dimana perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara

melakukan nafas dalam (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana

menghembuskan nafas secara perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas

nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkkan ventilasi paru

dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer dan Bare, 2002).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan membuktikan keberhasilan

teknik relaksasi nafas dalam diantaranya penelitian yang dilakukan oleh

Maulana (2003) yang meneliti tentang “Pengaruh Pemberian Teknik


6

Relaksasi Nafas Dalam terhadap Tingkat Nyeri Post Partum di RSUD

Bantul”. Dari hasil penelitiannya tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh

yang bermakna terhadap penurunan tingkat nyeri post partum di RSUD

Bantul setelah pemberian teknik relaksasi nafas dalam.

Penelitian lain yang menyebutkan adanya penurunan nyeri setelah

perlakuan teknik relaksasi nafas dalam seperti yang telah dilakukan oleh

Ayudianningsih (2009) yang meneliti tentang “Pengaruh Teknik Relaksasi

Nafas Dalam terhadap Penurunan Tingkat Nyeri pada Pasien Pasca Operasi

Fraktur Femur di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta” menyebutkan

bahwa sekitar 60% sampai 70% pasien dengan ketegangan nyeri dapat

mengurangi nyerinya minimal 50% dengan melakukan relaksasi nafas dalam.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo, diperoleh data

dari Subag Medical Record bahwa jumlah pasien yang melakukan tindakan

operasi pada tahun 2011 sebanyak 4282 orang, 1606 orang diantaranya adalah

pasien bedah umum, dari sekitar 1606 orang pasein bedah umum tersebut

sebanyak 576 pasien diantaranya yang melakukan operasi appendisitis atau

sekitar 35,87% pada tahun 2011.

Sedangkan pada tahun 2012 periode bulan Januari sampai bulan Mei

2012 sebanyak 1922 orang telah melakukan tindakan operasi, yang terdiri

dari 750 orang pasien dengan bedah umum, dan dari sekitar 750 pasien yang

melakukan operasi bedah umum tersebut 165 orang atau sebanyak 22%

diantaranya melakukan operasi appendisitis. Sesuai dengan hasil observasi


7

peneliti dan pengalaman praktek di Rumah Sakit khususnya di ruang

perawatan bedah RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo ditemukan

bahwa sebagian besar pasien post-operasi appendisitis tidak mau melakukan

mobilisasi dikarenakan nyeri yang dirasakannya.

Berdasarkan data yang di peroleh dari Rumah Sakit tersebut di atas

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pengaruh intervensi

keperawatan khususnya pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap

penurunan sensasi nyeri yang dialami klien pasca tindakan operasi khususnya

pada pasien pasca operasi appendisitis.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, maka rumusan

permasalahan yang diangkat adalah Apakah Ada Pengaruh Teknik Relaksasi

Nafas Dalam Terhadap Penurunan Nyeri pada Pasien Post-Operasi

Appendisitis di Ruangan Bedah di RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota

Gorontalo ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara teknik relaksasi nafas

dalam terhadap penurunan nyeri pada pasien post-operasi appendisitis di

ruangan bedah di RSUD Prof. DR. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya tingkat nyeri pada pasien post-operasi appendisitis

sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam.


8

b. Diketahuinya pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap

penurunan nyeri pada pasien post-operasi appendisitis.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Profesi Keperawatan

Memberikan kontribusi dalam mengembangkan kemandirian perawat

dalam memberikan intervensi keperawatan medikal bedah tentang

keberhasilan teknik relaksasi nafas dalam untuk menurunkan intensitas

nyeri.

2. Bagi Pendidikan Keperawatan

Memberikan pedoman atau referensi bagi teman-teman peneliti

selanjutnya sehingga mempermudah dalam penyusunan proposal dan

skripsinya, terutama yang berkaitan dengan pengaruh teknik relaksasi

nafas dalam terhadap penuruan nyeri pada pasien post-operasi

appendisitis.

3. Bagi Institusi Rumah Sakit

Membantu meningkatkan mutu pelayanan khususnya pelayanan

keperawatan dengan memberi masukan tentang pentingnya intervensi

teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan intensitas nyeri post

bedah.

4. Bagi Klien Post Operasi

Membantu menurunkan intensitas nyeri yang dirasakan oleh klien post

opearsi setelah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam.


Gangguan Sistem
Gastrointestinal
Gangguan pencernaan adalah masalah yang terjadi pada salah satu
organ sistem pencernaan, atau lebih dari satu organ pencernaan
secara bersamaan. Sistem pencernaan terdiri dari sejumlah organ,
mulai dari mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar,
dan anus.

Fungsi utama dari sistem pencernaan yaitu sebagai pencerna nutrisi


tubuh. Namun meskipun begitu, bukan berarti sistem pencernaan
pada tubuh manusia akan selalu aman karena adanya nutrisi yang
banyak. Pintu atau jalan masuknya zat dari luar dengan bebas
ternyata akan menimbulkan banyak gangguan atau penyakit pada
sistem pencernaan. Dimana penyakit tersebut akan mengganggu
atau mengancam orang yang menderitanya. Penyakit atau gangguan
yang menyerang ini akan menghambat sistem kerja organ-organ
yang lainnya.
Macam-macam gangguan
sistem gastrointestinal
Diare
Diare merupakan salah satu gangguan sistem pencernaan yang banyak
dialami. Dimana gangguan pencernaan ini akan membuat perut terasa
mulas dan feses penderita menjadi encer. Gangguan ini terjadi karena
selaput dinding usus besar si penderita mengalami iritasi. Ada beberapa hal
yang menyebabkan seseorang menderita diare, dimana salah satunya yaitu
karena penderita mengkonsumsi makanan yang tidak higenis atau
mengandung kuman, sehingga dengan begitu gerakan peristaltik usus
menjadi tidak terkendali serta di dalam usus besar tidak terjadi penyerapan
air. Jika fases penderita bercampur dengan nanah atau darah, maka gejala
tersebut menunjukan bahwa si penderita mengalami desentri yang mana
gangguan itu disebabkan karena adanya infeksi bakteri Shigella pada
dinding usus besar orang yang menderitanya.
Gastritis
Gastritis merupakan penyakit atau gangguan dimana dinding lambung
mengalami peradangan. Gangguan ini disebabkan karena kadar asam
klorida atau Hcl terlalu tinggi. Selain itu, Gastritis juga dapat disebabkan
karena penderita mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung
kuman penyebab penyakit.Ketika gastritis terjadi, ada penderita yang
merasakan gejalanya dan ada juga yang tidak.
Beberapa gejala gastritis di antaranya:
• Nyeri yang menggerogoti dan panas di dalam lambung
• Hilang nafsu makan
• Cepat merasa kenyang saat makan
• Perut kembung
• Cegukan
• Mual
• Muntah
Pencegahan fan
pengobatan gastritis
Jika Anda rentan terkena gejala gastritis, cobalah untuk
membagi porsi makan Anda ke jadwal makan baru.
Sebagai contoh, jika sebelumnya Anda suka makan
dengan porsi besar tiap jadwal makan, ubah porsinya
menjadi sedikit-sedikit sehingga jadwal makan Anda
menjadi lebih sering dari biasanya. Selain itu, hindari
makanan berminyak, asam, atau pedas.Jika gejala
gastritis sering kambuh setelah Anda menggunakan obat
pereda sakit jenis anti-inflamasi nonsteroid (OAINS)
konsultasikan hal tersebut kepada dokter. Dalam kasus
ini, dokter biasanya akan mengganti OAINS dengan obat
pereda nyeri golongan lain seperti paracetamol.
Sembelit
Sembelit merupakan salah satu gangguan pada
sistem pencernaan dimana si penderita akan
mengeluarkan fases yang keras. Gangguan ini terjadi
disebabkan karena usus besar menyerap air terlalu
banyak. Sembelit disebabkan karena kurang
mengkonsumsi makanan berserat seperti misalkan
buah dan sayur atau kebiasaan buruk yang selalu
menunda buang air besar.
Hemaroid Atau Wasir
Hemaroid atau yang lebih dikenal dengan wasir yaitu
pembengkakan berisi pembuluh darah yang membesar.
Pembuluh darah yang terkena gangguan ini yaitu berada di
sekitar atau di dalam bokong, entah itu di dalam anus atau di
dalam rektum. Biasanya kebanyakan hemaroid yaitu penyakit
ringan serta tidak menimbulkan adanya gejala. Jika saja
seseorang terdapat gajala wasir, maka hal yang sering terjadi
seperti misalkan:
Adanya pendarahan setelah buang air besar, dimana dengan
warna darah merah terang.
Adanya benjolan yang tergantung di luar anus. Biasanya
benjolan ini harus didorong kembali ke dalam anus setelah
melakukan buang air besar.
Apendisitis
Apendisitis merupakan gangguan sistem pencernaan
yang mana umbai cacing atau usus buntu mengalami
peradangan. Apendisitis ini biasanya terjadi ketika ada
sisa-sisa makanan yang terjebak serta tidak bisa keluar
di umbai cacing. Sehingga lama kelamaan umbai
cacing tersebut akan menjadi busuk serta akan
menimbulkan peradangan yang menjalar ke usus buntu.
Jika umbai cacing tidak segera dibuang, maka lama
kelamaan akan pecah. Dimana peradangan usus buntu
ini biasanya ditandai dengan terdapatnya nanah. Bila
gangguan atau penyakit ini tidak terawat, maka akan
menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi..
Tukak Lambung
Tukak lambung merupakan keadaan dimana dinding
lambung terluka. Gangguan ini disebabkan karena
terkikisnya lapisan dinding lambung itu sendiri. Luka yang
muncul ini juga bisa saja muncul pada dinding duodenum
atau usus kecil serta esofagus atau kerongkongan.
Gejala yang biasanya muncul yaitu, penderita akan
merasa nyeri atau perih pada bagian perut. Rasa nyeri
yang muncul akan menyebar ke leher, terasa semakin
perih saat perut kosong, muncul ketika malam hari, akan
hilang dan kambuh lagi pada minggu kemudian
Radang Usus Buntu &
Sariawan
Gangguan atau penyakit yang satu ini menyerang usus
buntu. Dimana keadaan ini terjadi karena usus buntu
terinfeksi oleh bakteri. Radang usus buntu terjadi karena
lubang antara usus buntu dan usus besar tersumbat oleh
lendir atau biji cabai.
Seperrti yang kita ketahui, sariawan merupakan
gangguan sistem pencernaan yang biasanya muncul di
sekitar mulut. Ketika kita mengalami gangguan ini maka
ketika makan akan merasakan perih. Sariawan terjadi
karena panas dalam pada rongga lidah atau rongga mulut.
Dimana penyebab yang paling mendasar dari penyakit ini
yaitu kurangnya vitamin C
Kolik
Kolik merupakan rasa nyeri yang mucul pada
perut, dimana rasa nyeri ini akan hilang dan timbul.
Rasa nyeri yang timbul biasanya disebabkan karena
saluran di dalam rongga perut tersumbat, seperti
misalkan usus, saluran kencing, empedu dan saluran
telur pada wanita. Salah satu penyebab gangguan ini
yaitu karena mengkonsumsi makanan yang terlalu
pedas, asam atau makan terlalu banyak.
Terima kasih !!!

Anda mungkin juga menyukai