Anda di halaman 1dari 18

APENDISITIS

Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekum
tepat di bawah katup ileosekal. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke
dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi
tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (apendisitis).

Apendisitis, penyebab paling umum inflamasi dakut pada kuadran bawah kanan dari rongga
abdomen, adalah penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Kira-kira 7% dari populasi
akan mengalami apendisitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup mereka; pria lebih sering
dipengaruhi daripada wanita, dan remaja lebih sering pada orang dewasa. Meskipun ini dapat terjadi
pada usia berapa pun, apendisitis paling sering terjadi antara usia 10 dan 30 tahun.

PATOFISIOLOGI

Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat, kemungkinan
karena fekalit (massa keras dari feses), tumor atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan
tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif,
dalam beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya, apendiks yang
terinflamasi berisi pus.

MANIFESTASI KLINIS

Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertau oleh demam ringan, mual, muntah, dan hilangnya
nafsu akan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan leapsa (hasil
atau intensifikasi dari nyeri bila tekanan dilepaskan) mungkin dijumpai. Derajat nyeri tekan, spasme
otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi
apendiks. Bila apendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah
lumbar, bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan
rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan apendiks berada dekat rektum, nyeri pada saat berkemih
menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan
pada bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi.

Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial
menyebabkan nyeri yang terasa di kuadran kanan bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri
menjadi lebih menyebar; distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik, dan kondisi pasien
memburuk.

Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda tersebut dapat
sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak
mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi
pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan tidak
secepat pasien-pasien yang lebih muda.

EVALUASI DIAGNOSTIK

Diagnosa didasarkan pada pemeriksaan fisik lengkap dan tes laboratorium dari sinar-x. Hitung darah
lengkap dilakukan dan akan menunjukkan peningkatan jumlah darah putih. Jumlah leukosit mungkin
lebih besar 10.000/mm3 dan pemeriksaan ultrasound dapat menunjukkan densitas kuadaran kanan
bawah atau kadar aliran-udara terlokalisasi.

PENATALAKSANAAN
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV
diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan.

Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk


menurunkan risiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal
dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang
sangat efektif.

KOMPLIKASI

Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks, yang dapat berkembang menjadi peritonitis
atau abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan
lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan
suhu 37,7 °C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinu.

INTERVENSI KEPERAWATAN

Tujuan keperawatan mencakup menghilangkan nyeri, mencegah kekurangan volume cairan,


mengurangi ansietas, menghilangkan infeksi karena potensial atau gangguan aktual saluran
gastrointestinal, mempertahankan integritas kulit, dan mendapatkan nutrisi yang optimum.

Pada praoperatif, perawat menyiapkan pasien untuk pembedahan. Infus intravena digunakan untuk
meningkat fungsi ginjal adekuat dan menggantikan cairan yang telah hilang. Aspirin dapat diberikan
untuk mengurangi peningkatan suhu. Terapi antibiotik dapat diberikan untuk mencegah infeksi.
Apabila terdapat bukti atau kemungkinan terjadi ileus paralitik, selang nasogastrik dapat dipasang.
Enema tidak diberikan, karena dapat menimbulkan perforasi.

Pada pascaoperatif, pasien ditempatkan pada posisi semi-Fowler. Posisi ini mengurangi tegangan
pada insisi dan organ abdomen, yang membantu mengurangi nyeri. Opioid, biasanya sulfat morfin,
diberikan untuk menghilangkan nyeri. Cairan per oral biasanya diberikan bila meraka dapat
mentoleransi. Pasien yang mengalami dehidrasi sebelum pembedahan diberikan cairan secara
intravena. Makanan dapat diberikan sesuai keinginan pada hari pembedahan bila dapat ditoleransi.

Apabila apendiktomi tidak mengalami komplikasi, pasien dapat dipulangkan pada hari itu juga bila
suhu dalam batas normal dan area operatif terasa nyaman. Penyuluhan saat pulang untuk pasien dan
keluarga sangat penting. Pasien diinstruksikan untuk membuat janju untuk menemui ahli bedah yang
akan mengangkat jahitan antara hari kelima dan ketujuh. Perawatan insisi dan pedoman aktivitas
didiskusikan. Aktivitas normal biasanya dapat dilakukan dalam 2 sampai 4 minggu.

Apabila terdapat kemungkinan peritonitis, drain dibiarkan di tempat insisi. Pasien yang berisiko
terhadap komplikasi dipertahankan di rumah sakit selama beberapa hari dan dipantau dengan ketat
terhadap adanya tanda-tanda obstruksi usus atau hemoragi sekunder. Abses sekunder dapat
terbentuk di pelvis, dibawah diafragma, atau di hati yang menyebabkan peningkatan suhu dan
frekuensi nadi, serta peningkatan pada jumlah leukosit.

Apabila pasien siap untuk pulang, pasien dan keluarga dapat diajarkan untuk merawat luka dan
melakukan penggantian balutan dan irigasi sesuai program. Perawat kesehatan di rumah mungkin
diperlukan untuk membantu perawatan ini dan memantau pasien terhadap adanya komplikasi dan
penyembuhan luka.

Komplikasi potensial lain setelah apendiktomi teridentifikasi pada tabel dibawah ini.

Komplikasi Pengkajian dan intervensi keperawatan


Peritonitis - Obstruksi terhadap nyeri tekan
abdomen, demam, muntah, kekakuan
abdomen, dan takikardia
- Lakukan penghisapan nasogastrik
konstan
- Perbaiki dehidrasi sesuai program
- Berikan preparat antibiotik sesuai
program
Abses pelvis atau lumbal - Evaluasi adanya anoreksia, menggigil,
demam, dan diaforesis
- Observasi adanya diare, yang dapat
menurunkan abses pelvis
- Siapkan pasien untuk pemeriksaan
rektal
- Siapkan pasien untuk prosedur drainase
operatif
Abses subfrenik (abses dibawah diafragma) - Kaji pasien terhadap adanya menggigil,
demam, diaforesis
- Siapkan untuk pemeriksaan sinar-x
- Siapkan drainase bedah terhadap abses
Ileus (paralitik dan mekanis) - Kaji bising usus
- Lakukan intubasi dan pengisapan
nasogastrik
- Ganti cairan dan elektrolit dengan rute
intravena sesuai program
- Siapkan untuk pembedahan, bila
diagnosis ileus mekanis ditegakkan

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC.

APENDIKTOMI

Pengangkatan apendiks terinflamasi dapat dilakukan pada pasien rawat jalan dengan menggunakna
pendekatan endoskopi. Namun, adanya perlengketan multipel, posisi retroperitoneal dari apendiks,
atau robek perlu dilakukan prosedur pembukaan (tradisional).

MASALAH YANG BERHUBUNGAN

- Peritonitis
- Aaspek-aspek psikososial perawatan akut
- Intervensi bedah

DASAR DATA PENGKAJIAN PASIEN (PRAOPERASI)

AKTIVITAS/ISTIRAHAT

- Gejala : malaise

SIRKULASI
- Tanda : takikardia

ELIMINASI

- Gejala : konstipasi pada awitan awal, diare (kadang-kadang)


- Tanda : distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekauan, penurunan atau tak ada bising
usus

MAKANAN/CAIRAN

- Gejala : anoreksia, mual/muntah

NYERI/KENYAMANAN

- Gejala : nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus, yang meningkat berat dan
terlokalisasi pada titik Mc Burney (setengah jarak antara umbilikus dan tulang ileum kanan),
meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam (nyeri berhenti tiba-tiba diduga
perforasi atau infark pada apendiks), keluhan berbagai rasa nyeri/gejala tak jelas
(sehubungan dengan lokasi apendiks, contoh : retrosekal atau sebelah ureter)
- Tanda : perilaku berhati-hati; berbarinng ke samping atau telentang dengan lutut ditekuk;
meningkatakan nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi
duduk tegak, nyeri lepas pada sisi kiri diduga inflamasi peritoneal

KEAMANAN

- Tanda : demam (biasanya rendah)

PERNAPASAN

- Tanda : takipnea, pernapasan dangkal

PENYULUHAN/PEMBELAJARAN

- Gejala : riwayat kondisi lain yang berhubungan dengan nyeri abdomen, contoh pielitis akut,
batu uretra, salpingitis akut, ileitis regional; dapat terjadi pada berbagai usia
- Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 4,2 hari
- Rencana pemulangan : membutuhkan bantuan sedikit dalam transportasi, tugas
pemeliharaan rumah

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

- SDP : leukositis diatas 12.000/mm3, neutrofil meningkat sampai 75%


- Urinalisis : normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada
- Foto abdomen : dapat menyatakan adanya pengerasan material pada apendiks (fekalit), ileus
terlokalisir

PRIORITAS KEPERAWATAN

1. Meningkatkan kenyamanan
2. Mencegah komplikasi
3. Memberikan informasi tentang prosedur pembedahan/prognosis, kebutuhan pengobatan,
dan potensial komplikasi

TUJUAN PEMULANGAN

1. Komplikasi dicegah/minimal
2. Nyeri hilang/terkontrol
3. Prosedur bedah/prognosisi, program terapi, dan kemungkinan komplikasi dipahami

DIAGNOSA KEPERAWATAN : infeksi, risiko tinggi terhadap

Faktor risiko, meliputi : tidak adekuatnya pertahanan utama, perforasi/ruptur pada apendiks,
peritonitis, pembentukan abses, prosedur invasif, insisi bedah

Kemungkinan dibuktikan oleh : (tidak dapat diterapkan, adanya tanda-tanda dan gejala-gejala yang
ada membuat diagnosa aktual)

HASIL YANG DIHARAPKAN/KRITERIA EVALUASI PASIEN AKAN : meningkatkan penyembuhan luka


dengan benar, bebas tanda infeksi/inflamasi, drainase purulen, eritema, dan demam

TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri :
Awasi tanda vital. Perhatikan demam, Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses,
menggigil, berkeringat, perubahan mental, peritonitis
meningkatnya nyeri abdomen
Lakukan pencucian tangan yang baik dan Menurunkan risiko penyebaran bakteri
perawatan luka aseptik. Berikan perawatan
paripurna
Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik Memberikan deteksi dini terjadinya proses
drainase luka/drein (bila dimasukan), adanya infeksi, dan/atau pengawasan penyembuhan
eritema peritonitis yang telah ada sebelumnya
Berikan informasi yang tepat, jujur pada Pengetahuan tentang kemajuan situasi
pasien/orang terdekat memberikan dukungan emosi, membantu
menurunkan ansietas
Kolaborasi
Ambil contoh drainase bila diindikasikan Kultur pewarnaan Gram dan sensitivitas
berguna untuk mengidentifikasi organisme
penyebab dan pilihan terapi
Berikan antibiotik sesuai indikasi Mungkin diberikan secara profilaktik atau
menurunkan jumlah organisme (pada infeksi
yang telah ada sebelumnya), untuk
menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya
pada rongga abdomen
Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan Dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses
terlokalisir

DIAGNOSA KEPERAWATAN : kekurangan volume cairan, risiko tinggi terhadap

- Faktor risiko, meliputi : muntah praoperasi, pembatasan pascaoperasi (contoh puasa), status
hipermetabolik (contoh : demam, proses penyembuhan), inflamasi peritonium dengan cairan
asing
- Kemungkinan dibuktikan oleh : (tidak dapat diterapkan, adanya tanda-tanda dan gejala-
gejala membuat diagnosa aktual)

HASIL YANG DIHARAPKAN/KRITERIA EVALUASI – PASIEN AKAN : mempertahankan keseimbangan


cairan dibuktikan oleh kelembaban membran mukosa, turgor kulit baik, tanda vital stabil, dan secara
individual haluaran urine adekuat

TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Awasi TD dan nadi Tanda yang membantu mengidentifikasi
fluktuasi volume intravaskuler
Lihat membran mukosa, kaji turgor kulit dan Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan
pengisian kapiler hidrasi seluler
Awasi masukan dan haluaran, catat warna Penurunan haluaran urine pekat dengan
urine/konsentrasi, berat jenis peningkatan berat jenis diduga
dehidrasi/kebutuhan peningkatan cairan
Auskultasi bising usus. Catat kelancaran flatus, Indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk
gerakan usus pemasukan per oral
Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila Menurunkan iritasi gaster/muntah untuk
pemasukan per oral dimulai, dan lanjutkan meminimalkan kehilangan cairan
dengan diet sesuai toleransi
Berikan perawatan mulut sering dengan Dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering
perhatian khusus pada perlindungan bibir dan pecah-pecah
Kolaborasi
Pertahankan penghisapan gaster/usus Selang NG biasanya dimasukkan pada
praoperasi dan dipertahankan pada fase segera
pascaoperasi untuk dekompresi usus,
meningkatkan istirahat usus, mencegah muntah
Berikan cairan IV dan elektrolit Peritonium bereaksi terhadap iritasi/infeksi
dengan menghasilkan sejumlah besar cairan
yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah,
mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi dan
dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit

DIAGNOSA KEPERAWATAN : nyeri (akut)

- Dapat dihubungkan dengan : distensi jaringan usus oleh inflamasi, adanya insisi bedah
- Kemungkinan dibuktikan oleh : laporan nyeri, wajah mengkerut, otot tegangg, perilaku
distraksi, respons otomatis

HASIL YANG DIHARAPKAN/KRITERIA EVALUASI – PASIEN AKAN : melaporkann nyeri


hilang/terkontrol, tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat

TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya Berguna dalam pengawasan keefektifan obat,
(skala 0 – 10). Selidiki dan laporkan perubahan kemajuan penyembuhan. Perubahan pada
nyeri dengan tepat karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya
abses/peritonitis, memerlukan upaya evaluasi
medik dan intervensi
Pertahankan istirahat dengan posisi semi- Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam
Fowler abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan
tegangan abdomen yang bertambah dengan
posisi telentang
Dorong ambulasi dini Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh
merangsang peristaltik dan kelancaran flatus,
menurunkan ketidaknyamanan abdomen
Berikan aktivitas hiburan Fokus perhatian kembali, meningkatkan
relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan
koping.
Kolaborasi
Pertahankan puasa/penghisapan NG pada awal Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik
usus dini dan iritasi gaster/muntah
Berikan analgesik sesuai indikasi Menghilangkan nyeri mempermudah kerja
sama dengan intervensi terapi lain contoh
ambulansi, batuk
Berikan kantong es pada abdomen Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui
penghilangan rasa ujung saraf. Catatan : jangan
lakukan kompres panas karena dapat
menyebabkan kongesti jaringan

DIAGNOSA KEPERAWATAN : kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis,


dan kebutuhan pengobatan

- Dapat dihubungkan dengan : kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi, tidak


mengenal sumber informasi
- Kemungkinan dibuktikan dengan : pertanyaan meminta informasi, menyatakan
masalah/perhatian, menyatakan salah konsepsi, tidak tepat mengikuti instruksi, terjadi
komplikasi yang dapat dicegah

HASIL YANG DIHARAPKAN/KRITERIA EVALUASI – PASIEN AKAN : menyatakan pemahaman proses


penyakit, pengoabtan dan potensial komplikasi; berpartisipasi dalam program pengobatan

TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Kaji ulang pembatasan aktivitas pascaoperasi, Memberikan informasi pada pasien untuk
contoh mengangkat berat, olahraga, seks, merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa
latihan, menyetir menimbulkan masalah
Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan Mencegah kelemahan, meningkatkan
periode istirahat periodik penyembuhan dan perasaan sehat, dan
mempermudah kembali ke aktivitas normal
Anjurkan menggunakan laksatif/pelembek feses Membantu kembali ke fungsi usus semula,
ringan bila perlu dan hindari enema mencegah mengejan saat defekasi
Diskusikan perawatan insisi, termasuk Pemahaman meningkatkan kerja sama dengan
mengganti balutan, pembatasan mandi, dan program terapi, meningkatkan penyembuhan
kembali ke dokter untuk mengangkat dan proses perbaikan
jahitan/pengikat
Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi Upaya intervensi menurunkan risiko komplikasi
medik, contoh peningkatan nyeri, serius contoh lambatnya penyembuhan,
edema/eritema luka, adanya drainase, demam peritonitis

DAFTAR PUSTAKA :

Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse, dan Alice C. Geissler. 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta :
EGC.

LATAR BELAKANG
Penyakit inflamasi pada sistem pencernaan sangat banyak, diantaranya appendisitis dan
divertikular disease. Appendisitis adalah suatu penyakit inflamasi pada apendiks diakibanya
terbuntunya lumen apendiks. Divertikular disease merupakan penyakit inflamasi pada saluran
cerna terutama kolon. Keduanya merupakan penyakit inflamasi tetapi penyebabnya berbeda.
Appendisitis disebabkan terbuntunya lumen apendiks. dengan fecalit, benda asing atau karena
terjepitnya apendiks, sedang diverticular disebabkan karena massa feces yang terlalu keras
dan membuat tekanan dalam lumen usus besar sehingga membentuk tonjolan-tonjolan
divertikula dan divertikula ini yang kemudian bila sampai terjepit atau terbuntu akan
mengakibatkan diverticulitis.

Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada Negara berkembang,
namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100
kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin
disebabkan perubahan pola makan, yaitu Negara berkembang berubah menjadi makanan
kurang serat. Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita,
meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an,
sedangkan angka ini menurun pada menjelang dewasa. Sedangkan insiden diverticulitis lebih
umum terjadi pada sebagian besar Negara barat dengan diet rendah serat. Lazimnya di
Amerika Serikat sekitar 10%. Dan lebih dari 50% pada pemeriksaan fisik orang dewasa pada
umur lebih dari 60 tahun menderita penyakit ini.

Apendisitis dan divertikulitis termasuk penyakit yang dapat dicegah apabila kita
mengetahui dan mengerti ilmu tentang penyakit ini. Seorang perawat memiliki peran tidak
hanya sebagai care giver yang nantinya hanya akan bisa memberikan perawatan pada pasien
yang sedang sakit saja. Tetapi, perawat harus mampu menjadi promotor, promosi kesehatan
yang tepat akan menurunkan tingkat kejadian penyakit ini.

Sehingga makalah ini di susun agar memberi pengetahuan tentang penyakit apendisitis
dan diverticulitis sehingga mahasiswa calon perawat dapat lebih mudah memahami tentang
pengertian, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, asuhan keperawatan, penatalaksanaan
medis pada pasien dengan apendisitis dan diverticulitis.

1. Penatalaksanaan
Pada apendisitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks. Dalam
waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler,
diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang peristaltik, jika
terjadi perforasi diberikan drain diperut kanan bawah.
1. Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan
kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirah baring dan
dipuasakan
2. Tindakan operatif : appendiktomi
3. Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak
di tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak
di luar kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang.

2. Komplikasi
1. Perforasi dengan pembentukan abses
2. Peritonitis generalisata
3. Pieloflebitis dan abses hati (jarang terjadi)

TUJUAN PENULISAN

Tujuan
1.3.2 Tujuan umum
Menjelaskan konsep dan proses asuhan keperawatan pada apendisitis.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi definisi dari apendisitis


2. Mengidentifikasi anatomi dan fisiologi apendisitis

3. Mengidentifikasi etiologi dari apendisitis

4. Mengidentifikasi klasifikasi dari apendisitis

5. Mengidentifikasi patofisiologi dari apendisitis

6. Mengidentifikasi manifestasi klinis dari apendisitis

7. Mengidentifikasi penatalaksanaan dari apendisitis

8. Mengidentifikasi asuhan keperawatan dari apendisitis

BAB PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. Appendix vermiformis (umbai cacing) adalah sebuah tonjolan dari apex caecum,
tetapi seiring pertumbuhan dan distensi caecum. Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm.
Lebar 0,3 – 0,7 cm. Apendiks menghasilkan lender 1-2 ml per hari. Lendir itu
normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan
aliran lender di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid
tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA.
Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
C. Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak
berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari
apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran
darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).
D. Appendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor-faktor
prediposisi yang menyertai. Faktor tersering yang muncul adalah obtruksi lumen.
E. 1. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :
F. a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
G. b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
H. c. Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.
I. d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
J. 2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
K. Tanda dan gejalanya adalah nyeri terasa pada abdomen kuadran kanan bawah
menembus kebelakang (kepunggung) dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila
dilakukan tekanan.
L. Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obst tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan.
Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen.
Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan
ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan
nyeri epigastrium.
M. Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding
sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat
menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif
akut.
N. Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang
diikuti ganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks
rapuh maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi.
O. Pada apendisitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks. Dalam
waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler,
diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang peristaltik, jika
terjadi perforasi diberikan drain diperut kanan bawah.
P. Komplikasinya :
Q. 1. Perforasi dengan pembentukan abses
R. 2. Peritonitis generalisata
S. 3. Pieloflebitis dan abses hati (jarang terjadi)
T. Cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan apendisitis
meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
U.
V. 4.2. Saran
W. Kepada seluruh pembaca baik mahasiswa maupun dosen pembimbing untuk
melakukan kebiasaan hidup sehat, karena pola hidup tidak sehat tentu tidak benar dan
harus dihindari, pengetahuan tentang penyakit dan makanan menjadi prioritas utama
untuk menanamkan pola hidup sehat. Salah satu penyakit yang timbul pada sistem
pencernaan adalah apendisitis.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marylinn E. (2000), Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien,


Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.

Henderson, M.A. (1992), Ilmu Bedah Perawat, Yayasan Mesentha Medica, Jakarta.

Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Price, SA. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta :
EGC

Price, SA, Wilson,LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama. Edisi 4.
Jakarta. EGC

Schwartz, Seymour, (2000), Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran,
EGC. Jakarta.

Smeltzer, Suzanne C, (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 2, Penerbit


Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Smeltzer, Bare (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8.
Volume 2. Jakarta, EGC

Doenges Marilynn E, dkk, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III, EGC.
Depkes RI, 2000, Indonesia Sehat 2010, Visi Baru, Misi Kebijakan dan Strategi
Pembangunan kesehatan, Jakarta.
Smelzzer dan Bare C, 2000. Buku Ajar Medikal Brunner and Suddarth, Edisi VIII, Volume 2,
EGC Jakarta.
Doenges, Marylinn E. (2000), Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien,
Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
Henderson, M.A. (1992), Ilmu Bedah Perawat, Yayasan Mesentha Medica, Jakarta.
Mansjoer, A.(2001). Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Price, SA. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6.Jakarta : EGC
Price, SA, Wilson,LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama.Edisi 4.
Jakarta. EGC
Schwartz, Seymour, (2000), Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran,
EGC. Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C, (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 2, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Smeltzer, Bare (1997).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Brunner & suddart.Edisi
8.Volume 2. Jakarta, EGC
Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.
Fatma.(2010). Askep Appendicitis.Diakses http://fatmazdnrs.blogspot.com/2010/08/askep-
appendicitis.html pada tanggal 09 Mei 2012.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Mansjoer, A.(2001). Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Nuzulul.(2009). Askep Appendicitis.Diakses
http://nuzulul.fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35840-Kep%20Pencernaan Askep
%20Apendisitis.html tanggal 09 Mei 2012.
Smeltzer, Bare (2002).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Brunner & suddart.Edisi
8.Volume 2. Jakarta, EGC

Corwin, Elisabeth J. ( 2000 ). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.


Doenges, Marilyn E. ( 1999 ). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
http:// downloads. ziddu. com / appendicitis.
http:// www.infopenyakit.com /2008 / 09 / penyakit – appendicitis.
Mansjoer,arif ( 2000 ). Kapita Selekta Kedokteran,Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius.
Nursalam.( 2001 ). Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik,Edisi 1. Jakarta :
Salemba Medika.
Price, Sylvia Anderson, ( 2005 ). Patofisiologi : Konsep klinik proses – proses penyakit. Jakarta :
EGC.
Smeltzer, Suzanne. C, ( 2001 ). Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah, Edisi 8. Jakarta: EGC.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini penulis akan menuliskan beberapa kesimpulan dan saran dalam

peningkatan pelayanan asuhan keperawatan khususnya pada penderita pre op apendisitis.

A. Kesimpulan

1. Klien dengan pre op apendisitis memerlukan asuhan keperawatan yang sesuai dengan respon

dan kebutuhan dasarnya.

2. Klien dengan pre op apendisitis proses pengobatan memerlukan perhatian khusus untuk

memenuhi kebutuhan setiap hari dan pemberian motivasi atau dukungan untuk mengurangi

tingkat kecemasannya.

3. Klien dengan pre op apendisitis perlu perhatian selama perawatan dan menjaga kebersihan

kulit karena umumnya mengalami gangguan aktivitas (bedrest total).


4. Keterlibatan keluarga, orang dekat dan pelayan kesehatan khususnya perawat sangat

membantu klien memenuhi kebutuhan dasarnya.

B. Saran

1. Untuk rumah sakit perlu menyiapkan sarana dan prasarana yang lebih memadai

sebagai sarana peningkatan kualitas asuhan keperawatan khususnya klien dengan pre

op apendisitis.

2. Peningkatan sumber daya manusia sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilynn E, dkk, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III, EGC.
Depkes RI, 2000, Indonesia Sehat 2010, Visi Baru, Misi Kebijakan dan Strategi Pembangunan
kesehatan, Jakarta.
Smelzzer dan Bare C, 2000. Buku Ajar Medikal Brunner and Suddarth, Edisi VIII, Volume 2,
EGC Jakarta.

Metode Penulisan

Untuk memperoleh data bahan penulisan yang dibutuhkan dalam penyusunan karya

tulis ini, maka penulis menggunakan beberapa metode sebagai berikut :

1. Studi kasus, yaitu dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan dalam

melaksanakan asuhan keperawatan pada klien yang meliputi pengkajian data, analisa data,

penetapan diagnosa keperawatan, penyusunan perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi

asuhan keperawatan.

2. Studi kepustakaan yaitu dilakukan dengan cara membaca literatur-literatur yang berkaitan

dengan karya tulis ini.

3. Diskusi dengan perawat yang ada di ruangan, tenaga kesehatan, yang terlibat, dosen dan

pembimbing dari institusi pendidikan.


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Appendiksitis merupakan peradangan dari apendiks vermiformis dan juga penyebab
abdomen akut yang paling sering terjadi. Apendisitis disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks yang dapat menyebabkan hyperplasia, limfoid, fekalit, benda asing striktur karena
vibrosis akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma. (Mansjoer, 2000 : 307) Penyumbatan
tersebut dapat menyebabkan pembengkakan, infeksi dan ulserasi, bila keadaan ini dibiarkan
terus maka akan terjadi nekrosis, gangren dan perforasi (Price,S.A. 2005 : 448)
Apendisitis adalah peradangan apandiks yang relatif yang sering dijumpai yang dapat
timbul tanpa sebab yang jelas atau timbul setelah obstruksi apandiks oleh tinja atau akibat
terpuntirnya apendiks atau pembuluh darah (corwin, Elisabeth. 2000 : 529). penyebab
apendisitis paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah dari rongga abdomen.
Menifestasi yang sering muncul adalah nyeri abdomen pada kuadran kanan bawah biasanya
disertai demam ringan, mual, muntah dan nyeri tekan lokal pada titik MC Burney. Bila
apendisitis tidak diatasi dapat berlanjut menjadi abses, perforasi, selanjutnya peritonitis dan
kematian. (Smeltzer, Suzanne. C. 2001 : 1098)
Dalam penelitian ditemukan bahwa ulserasi mukosa merupakan langkah awal dari
terjadinya apendisitis daripada sumbatan pada lumen. Penelitian terakhir menunujukkan
bahwa ulserasi mukosa berjumlah sekitar 60 hingga 70 % kasus, penyebabnya tidak diketahui
sampai sekarang diperkirakan disebabkan oleh virus (Price, S. A 2005 : 448). Di Amerika
kasus apendisitis didapatkan 4 : 10.000 pada anak umur dibawah 14 tahun lebih dari 80.000
kasus dalam setahun. Sedangkan di Indonesia pada tahun 1991-2000 ada penurunan jumlah
kasus dari 100 kasus menjadi 52 kasus setiap 100 ribu penduduk Penelitian epidemologi
menunjukkan peran kebiasaan mengkonsumsi makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi
dapat menimbulkan penyakit apendisitis. Konstipasi akan menyebabkan meningkatnya
tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman atau bakteri seperti escherichia coli, yang sering kali
mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus buntu atau apendiks.
(http://medlinux.com/2008/12/appendicitis).
Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah
Atambua, selama 3 tahun terakhir yaitu tahun 2007 jumlah pasien apendisitis yang dirawat
sebanyak 123 orang dengan prosentase 3,35 %, tahun 2008 jumlah pasien apendisitis yang
dirawat sebanyak 174 orang dengan prosentase 2,37 %. Sedangkan pada tahun 2009
(Januari–Juni) jumlah pasien apendisitis yang dirawat sebanyak 115 orang dengan prosentase
3,58 %.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi dan mengurangi terjadinya apendisitis adalah
dengan banyak mengkonsumsi makanan yang berserat sehingga dapat mengurangi konstipasi
dan menghindari makanan yang berbiji (http: // www.infopenyakit.com / 2008 / 09 / penyakit
- appendicitis). Penanganan apendisitis yang paling tepat adalah dengan tindakan operasi
yaitu apendektomi. Pembedahan dilakukan apabila diagnosa apendisitis telah ditegakkan.
Penatalaksanaan yang diberikan sebelum operasi meliputi observasi 8-12 jam, pemberian
antibiotik dan cairan IV, pemberian analgesik setelah diagnosa ditegakkan, pasien di minta
untuk tibah baring dan di puasakan. Sedangkan pasca operasi meliputi observasi TTV, pasien
di baringkan dalam posisi fowler, bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan maka pasien
dikatakan baik, satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur.
(Manjoer, Arif. 2000:308)
Berdasarkan uraian di atas, maka Penulis tertarik untuk memberikan Asuhan
Keperawatan pada Pasien Apendisitis dengan Pendekatan Proses Keperawatan di Ruang
Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Atambua.

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan dan pembahasan pada BAB sebelumnya maka penulis dapat
menyimpulkan sebagai berikut :
1. Pengkajian.
Pada kasus nyata yang diberikan pada An. Y. N berumur 12 tahun dengan diagnosa
medik Apendiksitis di ruang bedah. Asuhan keperawatan yang diberikan menggunakn
pendekatan proses keperawatan. Pada tahap pengkajian masalah yang muncul adalah pasien
mengeluh nyeri pada perut kanan bawah, panas, mual muntah.
2. Diagnosa Keperawatan.
diagnosa keperawtan pada pasien dengan Apendiksitis ditentukan berdasarkan keluhan
atau respon pasien, seihngga diagnosa yang muncul adalah :
1) Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peradanagn apendiks.
2) Ansietas b.d tindakan pembedahan.
3. Rencana tindakan
Merupakan bagian Inti dari proses keperawatan karena sebagai keputusan awal yang
memberi arah bagi tujuan yang ingin dicapai dengan memiliki l;angkah-langkah menentukan
prioritas diagniosa keperawatan, merumuskan tujuan. menentukan kriteria hasil, menentukan
rencana tindakan dan rasional serta mendokumentasikannya. Kemudian dibuat rtencana
tindakan dalam bentuk tabel (diagnosa keperawatan, tujuan, Intervensi, Rasional,
Implementasi, dan Evaluasi).
4. Pelaksanaan
Dalam tahap ini, penulis mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan dalam bentuk
Intervansi keperawatan untuk membantu pasien mencapai tujuan yang di tetapkan. Kegiatan
yang akan dilakukan penulis pada An. Y. N Dalam tahap ini adalah komunikas yang efektif.
menciptakan hubungan Saling percaya dan Saling bantu, melakukan teknik
psikomotor,mengobservasi secara sisteris memberikan pendidikan kesehatan dan evaluasi.
5. Evaluasi
dalam tahap ini penulis menilai kembali seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan , serta tindakan keperawatan yang telah dilakukan. berdasarkan kasus pada An. Y. N
di temukan bahwa diagnosa keperawatan yang diambil belum teratasi.
6. Dokumentasi
Mulai dari pengkajian sampai dengan evalalusi telah didokumentasikan pada catatan
perkembangan sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat dikemudian hari.
B. SARAN
Proses keperawatan merupakan metode yang sistemik yang digunakan perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien untuk di harapkan pada pihak-pihak yang
berkompoten dalam bidang keperawatan lainnya yakni :
1. Bagi Rumah Sakit
sebagai bahan pertimbangan khususnya bagi kepala bidang pelayanan keperawatan yang akan
disampaikan kepada seluruh perawat di Badah bagaimana pentingnya asuhan keperawatan
pada pasien dengan Apendiksitis.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dari pihak Institusi diharapkan untuk meningkatkan kamampuan mahasiswa dalam
memberikan asuhan keperawatan melalui penerapan teori dan penelitian di lapangan terlebih
khusus di rumah sakit.
3. Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar dapat menambah pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan asuhan
keperawatan secara nyata pada pasien dengan Apendiksitis.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai seorang manusia tentunya kita menginginkan tubuh yang sehat dan kuat.
Tubuh yang sehat dan kuat akan memberikan kemudahan dalam memberikan kemudahan
dalam melakukan berbagai macam aktivitas yang vital bagi setiap orang. Aktivitas yang
dilakukan tentunya mendukung proses kehidupan dan interaksi antar manusia yang satu dan
yang lainnya.
Setiap detik dunia mengalami perubahan dalam berbagai aspek kehidupan seperti kemajuan
teknologi, perubahan gaya hidup, politik, budaya, ekonomi, dan ilmu pengetahuan. Semua itu
mengarah kepada penyeragaman, kita dapat melihat polahidup, ekonomi, budaya, dan
teknologi yang mirip disetiap negara.

Pola hidup tidak sehat tentu tidak benar dan harus dihindari, pengetahuan tentang
penyakit dan makanan menjadi prioritas utama untuk menanamkan pola hidup sehat. Salah
satu penyakit yang timbul adalah apendisitis.
Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak
berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari
apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan
mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).
Penjelasan selanjutnya akan di bahas pada bab pembahasan.

Anda mungkin juga menyukai