Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Appendisitis merupakan peradangan dari apendiks vermiformis dan juga
penyebab abdomen akut yang paling sering terjadi. Apendisitis disebabkan oleh
penyumbatan lumen apendiks yang dapat menyebabkan hyperplasia, limfoid,
fekalit, benda asing striktur karena vibrosis akibat peradangan sebelumnya atau
neoplasma (Mansjoer, 2000).
Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm
(4 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Apendiks berisi
makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena
pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi
tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (apendisitis) (Smeltzer C.
Suzanne, 2001).
Menurut Smeltzer C. Suzanne (2001), apendisitis adalah penyebab paling
umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Manifestasi
yang sering muncul adalah nyeri abdomen pada kuadran kanan bawah biasanya
disertai demam ringan, mual, muntah dan nyeri tekan lokal pada titik MC
Burney. Bila apendisitis tidak diatasi dapat berlanjut menjadi abses, perforasi,
selanjutnya peritonitis dan kematian. (Smeltzer, Suzanne. C. 2001)
Dalam penelitian ditemukan bahwa ulserasi mukosa merupakan langkah
awal dari terjadinya apendisitis daripada sumbatan pada lumen. Penelitian
terakhir menunujukkan bahwa ulserasi mukosa berjumlah sekitar 60% hingga
70% kasus, penyebabnya tidak diketahui sampai sekarang diperkirakan
disebabkan oleh virus (Price, S. A 2005). Di Amerika kasus apendisitis
didapatkan 4 : 10.000 pada anak umur dibawah 14 tahun lebih dari 80.000 kasus
dalam setahun. Sedangkan di Indonesia pada tahun 1991-2000 ada penurunan
jumlah kasus dari 100 kasus menjadi 52 kasus setiap 100 ribu penduduk
Penelitian epidemologi menunjukkan peran kebiasaan mengkonsumsi makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi dapat menimbulkan penyakit apendisitis.

1
Konstipasi akan menyebabkan meningkatnya tekanan intrasekal yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
kuman atau bakteri seperti escherichia coli, yang sering kali mengakibatkan
infeksi yang berakibat pada peradangan usus buntu atau apendiks.
(http://medlinux.com/2008/12/appendicitis).
Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada Negara
berkembang, namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun
secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000
populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan pola makan, yaitu Negara
berkembang berubah menjadi makanan kurang serat. Menurut data epidemiologi
apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada pubertas, dan
mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan angka ini
menurun pada menjelang dewasa. Sedangkan insiden diverticulitis lebih umum
terjadi pada sebagian besar Negara barat dengan diet rendah serat. Lazimnya di
Amerika Serikat sekitar 10%. Dan lebih dari 50% pada pemeriksaan fisik orang
dewasa pada umur lebih dari 60 tahun menderita penyakit ini.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi dan mengurangi terjadinya
apendisitis adalah dengan banyak mengkonsumsi makanan yang berserat
sehingga dapat mengurangi konstipasi dan menghindari makanan yang berbiji
(http://www.infopenyakit.com/2008/09/penyakit-appendicitis).
Penanganan apendisitis yang paling tepat adalah dengan tindakan operasi
yaitu apendektomi. Pembedahan dilakukan apabila diagnosa apendisitis telah
ditegakkan. Penatalaksanaan yang diberikan sebelum operasi meliputi observasi
8-12 jam, pemberian antibiotik dan cairan IV, pemberian analgesik setelah
diagnosa ditegakkan, pasien di minta untuk tibah baring dan di puasakan.
Sedangkan pasca operasi meliputi observasi TTV, pasien di baringkan dalam
posisi fowler, bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan maka pasien dikatakan
baik, satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat
tidur. (Manjoer, Arif. 2000).
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Menjelaskan konsep dan proses asuhan keperawatan pada apendisitis

2
2. Tujuan khusus
a) Mengidentifikasi dan menjelaskan apendisitis, meliputi : anatomi dan
fisiologis apendiks, definisi, anatomi, etiologi, klasifikasi, gejala klinis
(manifestasi klinis), patofisiologis, penatalaksanaan, komplikasi, dan
pemeriksaan penunjang pada apendisitis.
b) Mengidentifikasi dan menjelaskan proses asuhan keperawatan
apendisitis, meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi pada apendisitis.

C. Metodologi
Untuk memperoleh data bahan penulisan yang dibutuhkan dalam
penyusunan makalah ini, maka penulis menggunakan beberapa metode sebagai
berikut :
1. Metode Penulisan
Data-data yang dipergunakan dalam penulisan karya tulis ini beasal dari
berbagai literatur kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang
dibahas. Beberapa jenis referensi utama adalah beberapa buku mengenai
keperawatan medikal bedah, jurnal cetak maupun online, dan artikel ilmiah
yang bersumber dari internet. Jenis data yang diperoleh bervariatid, bersifat
kualitatif dan kuantitatif.

2. Pengumpulan Data
Metode penulisan bersifat studi pustaka dari berbagai literatur dan disusun
berdasarkan hasil diskusi dari informasi yang diperoleh. Penulisan
diupayakan saling terkait antara satu sama lain sesuai dengan topik yang
dibahas.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Anatomi Apendiks
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm,
dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di
bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar

3
pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin
menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia itu (Departemen Bedah
UGM, 2010). Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang
mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri apendikularis, sedangkan
persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis 10. Oleh karena itu, nyeri
viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus (Sjamsuhidajat, De Jong,
2004). Pendarahan apendiks berasal dari arteri apendikularis yang merupakan
arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada
infeksi, apendiks akan mengalami gangren (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Persarafan sekum dan apendiks vermiformis berasal dari saraf simpatis
dan parasimpatis dari plekxus mesenterica superior. Serabut saraf simpatis
berasal dari medula spinalis torakal bagian kaudal, dan serabut parasimpatis
berasal dari kedua nervus vagus. Serabut saraf aferen dari apendiks vermiformis
mengiringi saraf simpatis ke segmen medula spinalis thorakal 10 (Moore, 2006).
Posisi apendiks terbanyak adalah retrocaecal (65%), pelvical (30%), patileal
(5%), paracaecal (2%), anteileal (2%) dan preleal (1%) (R.Putz dan R.Pabst,
2006). Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal, yang memungkinkan
apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks
penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu
di belakang sekum, di belakang kolon asendens. Gejala klinis apendisitis
ditentukan oleh letak apendiks (Schwartz, 2000). Anatomi apendiks dapat dilihat
pada gambar 2.1

4
Gambar Anatomi Apendiks (Indonesia Children, 2009)

B. Fisiologis Apendiks
Secara fisiologis apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir
tersebut normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke
sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada
patogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut
Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat di sepanjang saluran cerna
termasuk apendiks adalah IgA, imunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai
pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini sangat
kecil jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.
Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat karena
usus yang buntu sebenarnya adalah sekum. Apendiks diperkirakan ikut serta
dalam sistem imun sekretorik di saluran pencernaan, namun pengangkatan
apendiks tidak menimbulkan defek fungsi sistem imun yang jelas (Schwartz,
2000).

C. Definisi Apendisitis
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000). Apendisitis adalah peradangan
dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering
(Mansjoer, 2001).
Apendiks merupakan suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi
terletak pada bagian inferior dari seikum. Penyebab yang paling umum dari
apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai
aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson dan
Goldman, 1989).

5
Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm
(4 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Apendiks berisi
makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena
pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi
tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (apendisitis) (Smeltzer C.
Suzanne, 2001).
Menurut Smeltzer C. Suzanne (2001), apendisitis adalah penyebab paling
umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah
abdomen darurat (Smeltzer, 2001). Infeksi pada apendiks terjadi karena
tersumatnya lumen oleh fekalit (batu feses), hiperplasi jaringan limfoid, dan
cacing usus. Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks yang berbahaya
dan jika tidak ditangani dengan segera akan terjadi infeksi berat yang bisa
menyebabkan pecahnya lumen usus (Williams dan Wilkins dalam Indri dkk.,
2014).

D. Etiologi Apendisitis
Menurut Smetlzer (2001), apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau
spesifik tetapi ada faktor predisposisi, yaitu :
1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen apendiks. Pada umumnya
obstruksi ini terjadi karena :
a) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak
b) Adanya fecalit dalam lumen apendiks
c) Adanya benda asing seperti biji-bijian
d) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
e) tumor apendiks, benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus.
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Insiden yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada massa tersebut.

6
Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan kebiasaan mengkonsumsi
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya penyakit
apendisitis.

E. Klasifikasi Apendisitis
1. Appendiksitis Akut
Peradangan pada apendiks dengan gejala khas yang memberikan tanda
setempat. Gejala apendisitis akut antara lain nyeri samar dan tumpul yang
merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilicus.
Keluhan ini disertai rasa mual, muntah, dan penurunan nafsu makan. Dalam
beberapa jam nyeri yang dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan nyeri somatik setempat (Hidayat, 2005).
Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang
selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks. Penyebab
obstruksi dapat berupa :
a) Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks
b) Fekalit
c) Benda asing
d) Tumor
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin/cairan mukosa yang
diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks. Hal ini semakin meningkatkan
tekanan intraluminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga
semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding
apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan
pus/nanah pada dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat
disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian
menyebar secara hematogen ke apendiks.

2. Appendiksitis Kronis
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan tiga
hal yaitu, pertama, pasien memiliki riwayat nyeri pada kuadran kanan bawah
abdomen selama paling sedikit tiga minggu tanpa alternatif diagnosis lain.
Kedua, setelah dilakukan apendiktomi, gejala yang dialami pasien akan

7
hilang; ketiga, secara histopatologik gejala dibuktikan sebagai akibat dari
inflamasi kronis yang aktif atau fibrosis pada apendiks (Santacroce dan
Craig, 2006).
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya
jaringan parut, dan ulkus lama di mukosa serta infiltrasi sel inflamasi kronik.
Insidens apendisitis kronik antara 1-5%.

3. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)


Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada
apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam
dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi
suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks
terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri
tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak
aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut
disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.

4. Apendisitis Rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil
patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn
apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak
perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut.
Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50%. Insidens apendisitis
rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena
sering penderita datang dalam serangan akut.

5. Mukokel Apendiks

8
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin
akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa
jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi.
Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang
dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut
kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu
saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya
adalah apendiktomi.

6. Tumor Apendiks (Adenokarsinoma apendiks)


Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu
apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke
limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi
harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.

7. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang
didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut.
Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka,
sesak napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada
sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin
yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa
memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai
radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan
pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau
hemikolektomi kanan.

F. Gejala Klinis (Manifestasi Klinis) Apendisitis

9
Menurut Ida Mardalena dalam Buku Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Pencernaan, gejala berkembang cepat, kondisi dapat
didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah munculnya gejala pertama.
1. Nyeri perut. Beberapa tanda nyeri yang terjadi pada kasus apendisitis dapat
diketahui melalui beberapa tanda nyeri antara lain, Rovsing’s sign, Psoas
sign, dan Jump sign. Nyeri perut ini sering disertai mual serta satu atau lebih
episode muntah dengan rasa sakit
2. Umumnya nafsu makan akan menurun
3. Konstipasi
4. Nilai leukosit biasanya meningkat dari rentang nilai normal
5. Pada auskultasi, bising usus normal atau meningkat pada awal apendisitis
dan bising melemah jika terjadi perforasi
6. Demam
Temuan dari hasil USG berupa cairan yang berada di sekitar apendiks
menjadi sebuah tanda sonografik penting.
Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar
37,5-38,5 derajat celcius . (Price dan Wilson, 2006).
Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual,
muntah, dan hilangnya nafsu akan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc Burney bila
dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas (hasil atau intensifikasi dari nyeri bila
tekanan dilepaskan) mungkin dijumpai. Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan
apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan
lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri
tekan dapat terasa di daerah lumbar, bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda
ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi
menunjukkan apendiks berada dekat rektum, nyeri pada saat berkemih
menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter.
Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi (Smeltzer,
2001).
Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri
yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa di kuadran kanan
bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi lebih menyebar; distensi

10
abdomen terjadi akibat ileus paralitik, dan kondisi pasien memburuk
(Smeltzer,2001).
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah
nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilicus atau
periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan
terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam
beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah. Di titik ini nyeri
terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatic
setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium,
tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memelukan obat pencahar.
Tindakan ini dianggap berbahaya Karena bisa mempermudah terjadinya
perforasi .

G. Patofisiologi Apendisitis
Tanda patogenetik primer diduga karena obstruksi lumen dan ulserasi
mukosa menjadi langkah awal terjadinya apendisitis. Obstruksi lumen yang
terteutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimal. Selanjutnya terjadi
peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi secara terus
menerus karena multiplikasi cepat dari bakteri. Obstruksi juga menyebabkan
mukus yang diproduksi mukosa terbendung. Semakin lama, mukus tersebut
semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks terbatas sehingga
meningkatkan tekanan intralumen.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, hambatan aliran limfe, ulserasi mukosa, dan invasi bakteri. Infeksi
memperberat pembengkakan apendiks (edema) dan trombosis pada pembuluh
darah intramural (dinding apendiks) menyebabkan iskmeik. Pada tahap ini
mungkin terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila
sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat dan menyebabkan
obstruksi vena, edema bertambah, serta bakteri akan menembus dinding. Bila
kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangren.

11
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau
tersumbat, kemungkinan karena fekalit (massa keras dari feses), tumor atau
benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan
nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam,
terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya, apendiks yang
terinflamasi berisi pus (Smetlzer, 2001).

H. Penatalaksanaan Apendisitis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita apendisitis meliputi :
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang
tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik.
Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita
Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan
elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka
tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks
(appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik
dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks dilakukan
drainage (mengeluarkan nanah).
3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi
utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan
terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau
antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan pemberian
antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi intra-
abdomen.

Penatalaksanaan apendisitis menurut Mansjoer (2001) antara lain :


1. Sebelum operasi
a) Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
b) Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin
c) Rehidrasi

12
d) Antibiotik dengan spektrum luas, dosis tinggi, dan diberikan secara
intravena
e) Obat-obatan penurun panas diberikan setelah rehidrasi tercapai
f) Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anesteri
2. Operasi
a) Apendiktomi
b) Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka
abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika
c) Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin
mengecil atau abses mungkin memerlukan drainasi dalam jangka
waktu beberapa hari
d) Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah
6 minggu sampai 3 bulan
3. Pascaoperasi
a) Observasi TTV
b) Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi
cairan lambung dapat dicegah
c) Baringkan pasien dalam posisi semi fowler
d) Pasien dikatan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama
pasien dipuasakan
e) Bila ada tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi, puasa
dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal
f) Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4 – 5 jam lalu naikkan
menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring, dan
hari berikutnya diberikan makanan lunak.
g) Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di
tempat tidur selama 2x30 menit
h) Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar
i) Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang
Keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan
:
1. Keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
2. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat
tanda-tanda pertonitis
3. Laboratorium masih terdapat leukositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri.

13
4. Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien
dipersiapkan, akrena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis
umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya
mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan pada
apendisitis sederhana tanpa perforasi.
Keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai
dengan :
1. Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak
tinggi lagi.
2. Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda pertonitis dan hanya
teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan
3. Laboratorium hitung leukosit dan hitung jenis normal.

I. Komplikasi Apendisitis
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis.Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita
meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan
diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat
melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka
morbiditas dan mortalitas.Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering
pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah
2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada
anak-anak dan orang tua. Sebanyak 43 anak-anak memiliki dinding appendiks
yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna
memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan
pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula
berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal
ini terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh
omentum
2. Perforasi

14
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut.Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat
diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul
lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri
tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN).
Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat
menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis.Bila infeksi
tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya
peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.Peritonitis disertai rasa
sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan
leukositosis.

J. Pemeriksaan Penunjang Apendisitis


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penderita apendisitis meliputi :
1. Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut
dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
- Palpasi ; di daerah perut kanan bawha bila ditekan akna terasa nyeri dan
bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana
merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut
- Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat/tungkai diangkat
tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign)
- Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila
pemeriksaan dubur dan/atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga
- Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu
- Pada apendiks terletak para retro sekal maka uji psoas akan positif dan
tanda perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila

15
apendiks terletak di rongga pelvis maka obturator sign akan positif dan
tanda perangsangan peritoneum akan lebih menonjol.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 –
18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka
kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
3. Pemeriksaan Radiologi
- Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang
membantu)
- Ultrasonografi (USG), CT Scan
- Kasus kronik dapat dilakukan dengan rontgen foto abdomen, USG
abdomen, dan apendikogram

16
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam,
2001).
a) Identitas
1) Identitas pasien : nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pekerjaan, pendidikan, alamat
2) Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama,
pekerjaan, hubungan dengan pasien, alamat.
b) Keluhan utama pasien. Pasien mengeluhkan rasa nyeri di sekitar
epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Nyeri perut kanan bawah
mungkin timbul beberapa jam dan kemudian nnyeri di pusat atau di
epigastrium akan dirasakan setelahnya. Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-
menerus, atau hilang/timbul dalam waktu yang lama. Keluhan yang
menyertai biasanya pasien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
c) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan oleh pasien mulai pertama/saat dirumah sampai
MRS / opname.
d) Riwayat kesehatan masa lalu/sebelumnya
Riwayat penyakit yang diderita sebelumnya. Biasanya berhubungan dengan
masalah kesehatan klien sekarang.
e) Riwayat kesehatan keluarga

17
Riwayat penyakit yang diderita oleh keluarga
f) Riwayat psikososial
g) Diet dan kebiasaan makan makanan rendah serat
h) Kebiasaan eliminasi
i) Pemeriksaan Fisik (Pre Operasi)
Pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak sakit ringan/sedang/berat
pada saat pre operasi
1) Sirkulasi : Takikardia
2) Respirasi : Takipnea, pernapasan dangkal
3) Aktivasi/istirahat : Malaise.
4) Eliminasi :
o Gejala : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang
o Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan,
penurunan atau tidak ada bising usus.
5) Nyeri/ketidaknyaman
o Gejala : nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney (setengah
jarak antara umilicus dan tulang ileum kanan). Nyeri meningkat
karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam (nyeri berhenti
tiba-tiba diduga perforasi atau infark pada apendiks).
o Tanda : berbaring ke samping atau terlentang dengan lutut
ditekuk, meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena
posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
6) Demam lebih dari 38 °C
7) Nutrisi/Cairan
o Gejala : anoreksia, mual/muntah
8) Data psikologis pasien nampak gelisah, ada perasaan takut,
penampilan yang tidak tenang
9) Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan
10) Pada pemeriksaan rectal toucher akan teraba benjolan dan penderita
merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
j) Pemeriksaan Penunjang
1) Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran
perselubungan mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran
garis permukaan cairan udara di sekum atau ileum)
2) Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat
3) Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal
4) Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil

18
5) Pada enema barium apendiks tidak terisi
6) Pemeriksaan USG untuk menemukan fekalit nonkalsifikasi, apendiks
nonperforasi, abses apendiks

B. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons
manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau
kelompok dimana perawat secara akuntabilitis dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan
menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah ( Nursalam, 2001).
Berdasarkan data-data hasil pengkajian, diagnosis keperawatan yang
biasanya muncul pada pasien dengan apendisitis adalah :
a) Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan/insisi bedah,
trauma jaringan, distensi jaringan usus oleh inflamasi
b) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah, kehilangan
volume cairan secara aktif, kegagalan mekanisme pengaturan, pembatasan
pascaoperasi (puasa)
c) Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan ingesti, digesti, dan absorbsi.
d) Cemas (ansietas) berhubungan dengan perubahan status kesehatan,
kemungkinan dilakukannya operasi
e) Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh,
prosedure invasive (insisi bedah)
f) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi,
keterbatasan kognitif.
g) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan obstruksi dan
peradangan apendiks
C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi atau mengoreksi masalah – masalah yang di identifikasi pada
diagnosa keperawatan. ( Nursalam, 2001).
a) Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan/insisi bedah,
trauma jaringan, detensi jaringan usus oleh inflamasi

19
1) Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, pasien
melaporkan rasa nyeri berkurang atau hilang dengan kriteria hasil pasien
tampak rileks, tenang, dan mampu tidur/istirahat dengan tepat
2) Intervensi :
(a) Lakukan pengkajian nyeri, secara komprehensif meliputi lokasi,
keparahan
Rasional : berguna dalam mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan
merupakan indikator secara dini untuk dapat memberikan tindakan
selanjutnya
(b) Observasi ketidaknyamanan non verbal
Rasional : berguna dalam pengawasan perubahan karakteristik nyeri
(c) Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien
untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara memberikan
pijatan, perubahan posisi, dan berikan perawatan yang tidak terburu-
buru
Rasional : pasien merasa nyaman dan aman serta dapat mengurangi
nyeri
(d) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respons
pasien terhadap ketidaknyamanan
Rasional : pasien dapat mengenali faktor yang merespons
ketidaknyamanan dan dapat menghindari faktor tersebut
(e) Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan teknik relaksasi
saat nyeri
Rasional : untuk mendistraksi perhatian pasien pada nyeri
(f) Kolaborasi medis dalam pemberian analgesik
Rasional : pemberian analgesik dapat mengurangi nyeri
b) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual-muntah,
anorexia diare, kehilangan volume cairan secara aktif, kegagalan mekanisme
pengaturan, pembatasan pascaoperasi (puasa)
1) Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam
diharapkan keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan dengan
kriteria klien tidak diare, nafsu makan baik, klien tidak mual dan muntah
2) Tujuan :
(a) Pertahankan catatan intake dan output serta konsentrasi urine yang
akurat

20
Rasional : menurunnya out put dan konsentrasi urine akan
meningkatkan kepekaan/endapan sebagai salah satu kesan adanya
dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan
(b) Monitor vital sign dan status hidrasi
Rasional : merupakan indikator secara dini tentang hypovolemia
(c) Monitor status nutrisi
Rasional : merupakan indikator keadekuatan nutrisi
(d) Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin, dan waktu
pembekuan
(e) Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi
Rasional : untuk meminimalkan hilangnya cairan
(f) Atur kemungkinan transfusi darah
(g) Kolaborasi pertahankan pengisapan gaster atau usus
Rasional : selang NG biasanya dimasukan pada pra operasi dan
dipertahankan pada fase segera pascaoperasi untuk dekompresi usus,
meningkatkan istirahat usus, mencegah muntah
c) Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ganggguan ingesti, digesti, dan absorbsi.
1) Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan pasien dapat memenuhi kebutuhan nutrisi dengan kriteria
hasil pasien dapat makan sesuai dengan diit yang diberikan, tidak mual
dan muntah
2) Intervensi :
(a) Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
Rasional : memilih dan menyiapkan menu makanan pasien untuk
kebutuhan nutrisi
(b) Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
Rasional : mengetahui berapa kalori dan jenis nutrisi yang dikonsumsi
pasien
(c) Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana
memenuhinya
Rasional : meminimalkan kesalahan dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi dan cara memenuhi
(d) Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah
Rasional : untuk meminimalkan pengeluaran cairan yang dapat
menyebabkan nutrisi kurang
(e) Pertahankan higienitas mulut sebelum dan sesudah makan

21
Rasional : mulut yang bersih, meningkatkan nafsu makan
d) Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, kemungkinan
dilakukannya operasi
1) Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam
diharapkan pasien menyatakan siap menerima tindakan operasi dengan
kriteria hasil tidak gelisah lagi, kecemasan berkurang
2) Intervensi :
(a) Kaji tingkat kecemasan pasien
Rasional : sebagai data dasar untuk memberikan pendidikan kesehatan
yang sesuai dengan tingkat pengetahuan pasien
(b) Memberikan informasi kepada pasien mengenai prosedur dan tujuan
dilakukan tindakan pembedahan
Rasional : pengetahuan yang ada dapat membantu mengurangi
kecemasan dan mengembangkan kerjasama terapeutik
(c) Berbincang dengan pasien mengenai apa yang akan dikerjakan
Rasional : pasien yang merasa nyaman akan mudah memahami
tindakan yang akan dilakukan
(d) Menggunakan pendekatan yang tenang untuk menyakinkan pasien
Rasional : pasien akan merasa percaya dan aman dengan tindakan
pembedahan yang akan dilakukan
(e) Memotivasi keluarga untuk selalu menemani pasien
Rasional : dukungan keluarga akan meningkatkan rasa percaya diri
dan mengurangi kecemasan pasien
e) Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh,
prosedure invasive (insisi bedah)
1) Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan 2 x 24 jam, pasien
diharapkan tidak terjadi infeksi dengan kriteria bebas dari tanda infeksi
atau inflamasi, tanda-tanda vital dalam rentang normal
2) Intervensi :
(a) Melakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptik
Rasional : untuk memutuskan mata rantai dan menurunkan risiko
penyebaran infeksi
(b) Mengobservasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda infeksi
Rasional : untuk deteksi dini terhadap perkembangan kondisi pasien
dan adanya tanda-tanda infeksi
(c) Memberikan antibiotik sesuai indikasi

22
Rasional : mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan
jumlah organisme (pada infeksi yang ada sebelumnya) untuk
menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya
f) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi,
keterbatasan kognitif
1) Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan 2 x 24 jam diharapkan
pengetahuan pasien meningkat melalui pendidikan kesehatan dengan
kriteria hasil dapat mengetahui penyebab penyakit dan berpartisipasi
dalam program pengobatan
2) Intervensi :
(a) Memberikan penjelasan pada pasien tentang penyakitnya
Rasional : pasien dapat mengetahui tentang penyakitnya
(b) Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang tindakan
dan perkembangan kondisi pasien
Rasional : keluarga dan pasien kooperatif dengan petugas kesehatan
dalam setiap tindakan pengobatan
g) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan obstruksi dan
peradangan apendiks
1) Hasil yang diharapkan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1
x 14 jam diharapkan rasa nyeri akan teratasi atau berkurang dengan
kriteria pernapasan normal, sirkulasi normal
2) Intervensi :
(a) Kaji tingkat nyeri, lokasi, dan karakteristik nyeri (skala 0 – 10)
Rasional : untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan
merupakan indikator secara dini untuk dapat memberikan tindakan
selanjutnya
(b) Anjurkan pernapasan dalam
Rasional : pernapasan yang dapat dapat menghirup O2 secara adekuat
sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa
nyeri
(c) Pertahankan istirahat dengan posisi semi-fowler
Rasional : mengurangi nyeri dan menghilangkan tegangan abdomen
yang bertambah dengan posisi terlentang
(d) Berikan aktivitas hiburan
Rasional : meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan
kemampuan koping

23
(e) Beri analgesik sesuai indikasi
Rasional : dapat menghilangkan rasa nyeri

D. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh
perawat dan klien. Hal-hal yang diperhatikan dalam melakukan implementasi
adalah :
1. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah validasi
2. Penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual, dan teknikal
3. Intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien
4. Keamanan fisik dan psikologis dilindungi
5. Dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan
Ada dua hasil diharapkan dalam pelaksanaan perawatan, yaitu :
1. Adanya bukti bahwa klien sedang dalam proses menuju kepada tujuan atau
telah mencapai tujuan tersebut
2. Adanya bukti bahwa tindakan-tindakan perawatan yang diterima oleh klien

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan fase akhir dari proses keperawatan terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan yang telah dilakukan. Dalam
melakukan evaluasi mencakup hal sebagai berikut :
1. Apakah tujuan keperawatan sudah tercapai atau belum
2. Apakah masalah yang ada telah teratasi
3. Apakah perlu pengkajian kembali
4. Apakah timbul masalah baru
Hal-hal yang dievaluasi adalah : keakuratan, kelengkapan dan kualitas
data, teratasi atau tidaknya masalah klien, serta pencapaian tujuan serta
ketepatan intervensi keperawatan.
Evaluasi dalam asuhan keperawatan pada pasien dengan apendisitis adalah
sebagai berikut :
1. Pasien melaporkan berkurangnya nyeri, nyeri hilang atau terkontrol
2. Pasien tampak rileks, mampu tidur/istirahat
3. Kecemasan berkurang, pasein tampak tenang
4. Cairan tubuh seimbang
5. Turgor kulit baik
6. Tubuh pasien mampu mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan
berat badan, berat jenis urine normal, dan HT normal

24
7. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal. Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab.
8. Tidak ada rasa haus yang berlebihan, nutrisi terpenuhi, berat badan stabil
9. Toleransi terhadap diet yang dianjurkan
10. Pasien menunjukkan tingkat keadekuatan tingkat energi
11. Pasien menunjukkan tidak ada tanda infeksi, luka sembuh tanpa ada tanda
infeksi, cairan yang keluar dari luka tidak purulen
12. Pasien mengatakan mengerti tentang penyakitnya dan prosedur tindakan
yang akan dilakukan

BAB III
CONTOH KASUS
Seorang bernama Sdr. Dian datang ke RSUD Dr. Koesma Tuban pada hari sabtu
tanggal 1 Desember 2012, dibawa ke IGD RSUD Dr. Koesma Tuban dan mendapat No.
Register 112. Dan dirujuk ke Ruang Bougenfil. Sdr Dian berusia 19 tahun, dengan
pendidikan terahir SLTA. Beralamat di Desa Cepoko Rejo Kecamatan Palang, seorang
Mahasiswa. Suku Jawa. Mengeluhan nyeri perut bawah kanan sejak dua hari sebelum
masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan secara terus menerus dan dirasa semakin berat
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri semakin bertambah jika dibuat berjalan.
Pasien tidak BAB selama 2 hari dengan BAK normal. Pola makan pasien tidak teratur
dan jarang mengkonsumsi makanan yang mengandung serat, nafsu makan menurun
disertai mual. Keadaan umum pasien benar-benar terlihat sakit, demam. Diagnostik
medis pasien apendiksitis.
Pemeriksaan fisiknya TD 130/80 mmHg, pernafasan 20x/menit, nadi 90x/menit, dan
suhu 38,10 ⁰C.

25
PARAMETER HASIL PEMERIKSAAN NILAI NORMAL
Hemoglobin Rutin
HB 13,7 g/dl L 13,4 – 17, 2 g/dl
Laju Endap Darah 0 L 0 – 15 mm/jam
PCV 40,3% L 40 – 54%
Eritrosit 5.190.000 L 4 – 6 jt/cm2
Hitung Jumlah Sel -/-/-/90/9/1 0-3/0-1/50-70/20-40/4-10
Leukosit 18.000 4.000 – 11.000/cm2
Immunologi
Hbs Ag Negatif Negatif
Hati
SGOT 22 u/L L 37 u/L
SGPT 11 u/L L 42 u/L
Ginjal
BUN 12,4 mg/dl 6 – 20 mg/dl
Kreatinin 1,17 mg/dl L 0,6 – 0,1 mg/dl
Glukosa
Glukosa Darah Sewaktu 92 mg/dl 140 mg/dl
Faal Hemostatis
APTT 28,5 27,4 – 39,3
PPT 14,1 11,3 – 14,7 detik

LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Sdr. “D”
DENGAN PENYAKIT APENDISITIS
A. PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian : 01 Desember 2012
Pukul : 11.00 WIB
1. Biodata
Nama : Sdr. “D”
Jenis Kelamin : laki-laki
Usia : 20 tahun
Alamat : Desa Cepoko Rejo, Kecamatan Palang, Kabupaten
Tuban
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Mahasiswa
Status : Belum Menikah

26
Tanggal MRS : 01 Desember 2012
No. Register : 112
Diagnosa Medis : Apendisitis
2. Status Kesehatan
a. Alasan MRS
Pasien mmengalami nyeri pada perut bawah kanan atau pada area
epigastrik sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan
secara terus menerus dan dirasa semakin berat sejak satu hari sebelum
masuk rumah sakit, nyeri semakin bertambah jika dibuat berjalan.
b. Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri pada perut bawah kanan (Right Lower Quadrant).
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengatakan nyeri perut bagian bawah kanan sejak dua hari
sebelum masuk RS, nyeri dirasakan secara terus menerus dan dirasa
semakin berat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan
semakin bertambah jika dibuat jalan. Tidak bisa BAB selama 2 hari tapi
BAK seperti biasa. Merasa mual dan nafsu makan menurun. Kualitas
nyeri degan skala 6-7 (nyeri berat).
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan tidak pernah masuk Rumah Sakit sebelumnya,
hanya sakit ringan seperti sakit kepala, pilek, dan batuk jika cuacanya
tidak mendukung.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga mengatakan tidak mempunyai penyakit apendiksitis atau
usus buntu.
f. Riwayat Pembedahan
Pasien mengatakan tidak pernah menjalani operasi pembedahan.

3. Pola Fungsi Kesehatan


a. Pola Persepsi terhadap Kesehatan dan Penyakit

27
Klien mengatakan mengetahui tentang keadaan kesehatannya dan
ingin sembuh dari penyakit yang dideritanya.

b. Pola Nutrisi – Metabolisme


Sebelum dirawat di Rumah Sakit pasien jarang mengkonsumsi buah
dan sayur. Makan tidak teratur, nafsu makan kurang baik. Dan beberapa
hari sebelum masuk rumah sakit pasien merasa mual. Selama dirawat di
Rumah Sakit pasien puasa sebelum dilakukan tindakan pembedahan.
c. Pola Eliminasi
Pasien tidak BAB selama 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit dan
BAK secara normal. Setelah masuk Rumah Sakit pasien belum BAB,
dengan BAK 3 kali sehari.
d. Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum masuk Rumah sakit pasien tidur 7-8 jam per hari. Pasien
hampir tidak pernah tidur siang. Tapi setelah masuk Rumah Sakit pasien
hanya tidur 4-5 jam per hari, dan sering terbangun dimalam hari karena
nyeri yang dialami sangat menggangu.
e. Pola Kognitif dan Perseptual
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik terhadap orang-orang
disekitarnya. Pasien mampu menjawab semua pertanyaan dari perawat
maupun dari orang-orang sekitarnya dengan baik.
f. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pasien selalu mengeluh nyeri perut pada bagian kanan bawah (Right
Lower Quadrant).
g. Pola Hubungan dan Peran
Pasien berkomunikasi menggunakan Bahasa Jawa dan berbicara
dengan normal. Mampu berorientasi terhadap orang, waktu, dan tempat
dengan baik. Hubungan dengan keluarga baik, terlihat dengan adanya
keluarga yang menemaninya di Rumah Sakit. Hubungan pasien dengan
tim medis maupun perawat baik dan kooperatif. Namun terdapat

28
keterbatasan gerak yang mengakibatkan pasien tidak mampu melakukan
perannya dalam keluarga dan masyarakat.

h. Pola Aktivitas
Sebelum masuk Rumah Sakit klien mengatakan selalu berolah raga
sepak bola disetiap sorenya dan sering bersepeda. Setelah masuk Rumah
Sakit pasien terlihat lemas (Malaise) dan hanya berbaring di tempat tidur
karena nyeri pada perut kanan bawah (Right Lower Quadrant).
i. Kebersihan Diri
Sebelum dirawat di Rumah Sakit pasien mandi 2 kali sehari, keramas
tiga kali seminggu, dengan gosok gigi 2 kali sehari. Dan ganti pakaian
selama 2 kali sehari, semua dilakukan secara mandiri. Selama dirawat di
Rumah Sakit pasien belum pernah mandi, gosok gigi, ataupun keramas.
j. Pola Koping dan Toleransi Strees
Adanya kecemasan atau ansietas karena nyeri yang dirasakan dan
ansietas terhadap respon pembedahan.
k. Pola Keyakinan dan Nilai
Sebelum masuk Rumah Sakit pasien rajin beribadah bersama
keluarga. Setelah dirawat di Rumah Sakit paasien tidak sholat karena
nyeri pada perut jika dipakai untuk bergerak.

4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Composmentis (sadar), pasien terlihat pucat, lemah
(malaise). Pasien terpasang infus RL dengan 20
tetes/menit.
GCS : E = 4, V = 5 & M = 6
a. Tanda-tanda vital
TD : 130/80 mmHg
N : 90x/menit
RR : 20x/menit

29
S : 38,10 ⁰C

b. Body System
1) Pernapasan (B1 : Breathing)
Hidung : bentuk simetris, tidak terdapat cuping hidung
Trachea : Tachipnea, pernapasan dangkal
Leher : tidak terdapat benjolan, lesi atau bengkak
Dada : bentuk normal dengan gerak simetris
2) Cardiovaskuler (B2 : Bleeding)
Takikardia, pucat, edema
3) Persyarafan (B3 : Brain)
Kesadaran pasien Composmentis, dengan hasil GCS, yaitu E = 4,
V = 5, M = 6. Pada kelapa tidak terdapat benjolan. Pupil mata isokor.
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid.
4) Muskuloskeletal (B4 : Bone)
Kemampuan pergerakan sendi pasien bebas, Akral hangat, turgor
cukup, warna kulit pucat, demam. Tidak ada kelainan pada extremitas
atas maupun bawah. Tidak terdapat parase, parelise ataupun
hemoparase.
5) Pencernaan (B5 : Bowel)
Bibir : pucat
Mulut : mukosa mulut kering
Abdomen : terdapat nyeri tekan dan bising usus
BAB : belum BAB
BAK : normal
6) Integumen
Warna kulit pasien pucat. Akral hangat, turgor cukup. Produksi
urin 100 ml/hari dengan frekuensi 3 kali sehari.

30
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
PARAMETER HASIL NILAI NORMAL
PEMERIKSAAN
Hemoglobin Rutin
HB 13,7 g/dl L 13,4 – 17,1 g/dl
Laju Endap Darah 0 L 0 – 15 mm/jam
PCV 40,3% L 40 – 50%
Eritrosit 5.190.00 L 4 – 6 jt/cm2
Hitung Jumlah Sel -/-/-/90/9/1 0-3/0-1/50-70/20-
40/4-10
Leukosit 18.000 4.000 – 11.00/cm2
Immunologi
Hbs Ag Negatif Negatif
Hati
SGOT 22 u/L L 37 u/L
SGPT 11 u/L L 42 u/L
Ginjal
BUN 12,4 mg/dl 6 – 20 mg/dl
Kreatinin 1,17 mg/dl L 0,6 – 0,1 mg/dl
Glukosa
Glukosa Darah
Sewaktu
Faal Hemostatis
APTT 28,5 17,4 – 39,3
PPT 14,1 detik 11,3 – 14,7 detik

b. Pemeriksaan Radiologi
Terjadi peritonitis, dan terdapat:
1) Adanya fluid yang disebabkan karena adanya udara dan cairan.
2) Terdapat fecolit atau sumbatan.

31
3) Ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.
6. Penatalaksanaan
Sebelum tindakan operasi (pre operasi):
a. Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin
b. Antibiotik dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara
intravena
c. Analgestik
d. Bila demam, harus diturunkan sebelum anastesi.
e. IV cairan Infus RL 500 ml dengan 20 tetes/menit.
7. Analisis Data
DATA ETIOLOGI MASALAH
Data Subjektif : Distensi jaringan usus Gangguan rasa nyaman
- Pasien mengatakan oleh inflamasi (nyeri) (SDKI, 2017)
nyeri pada perut
bagian bawah
kanan (Right lower
Quadrant)
- Nyeri dirasakan
semakin bertambah
jika dibuat jalan
- Kualitas nyeri
dengan skala 6 – 7
(nyeri berat)

Data Objektif :
- Pasien nampak
memegangi
perutnya untuk
menahan nyeri

32
- Pasien nampak
lemah
- Nyeri tekan titik
Mc Burner : nyeri
- TTV :
TD : 130/80
mmHg
S : 38,10 °C
N : 90x/menit
RR : 20x/menit
Data Subjektif : Intake cairan yang Resiko tinggi
- Pasien mengeluh tidak adekuat kekurangan volume
mual dan muntah cairan (NANDA 2018)

Data Objektif :
- Pasien demam
- Pasien terpasang
infus
- Hasil TTV :
TD : 130/80
mmHg
S : 38,10 °C
N : 90x/menit
RR : 20x/menit
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri abdomen berhubungan dengan obstruksi dan peradangan apendiks
(SDKI, 2017)
2. Resiko tinggi kekurangan volume carian berhubungan dengan kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah pre operasi (NANDA, 2018)

33
C. INTERVENSI
1. Nyeri Abdomen berhubungan dengan obstruksi dan peradangan appendiks
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam tingkat
kenyamanan klien meningkat dan nyeri terkontrol
Kriteria hasil :
a. Klien melaporkan nyeri berkurang sampai hilang
b. Klien terlihat tenang dan mampu beristirahat
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal
Rencana Tindakan :
Tindakan/Intervensi Rasional
Observasi tanda-tanda vital, suhu, Mengetahui keadaan umum pasien
nadi, pernapasan, dan tekanan darah
Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, Berguna dalam pengawasan
beratnya (0 – 10), selidiki dan keefektifam obat, kemajuan
laporkan perubahan nyeri dengan penyembuhan. Perubahan pada
cepat karakteristik nyeri menunjukkan
terjadinya abses/peritonitis,
memerlukan upaya evaluasi medik
dan intervensi
Pertahankan istirahat dengan posisi Gravitasi melokaslisasi eksudat
semi-fowler inflamasi dalam abdomen bawah
atau pelvis, menghilangkan
tegangan abdomen yang bertambah
dengan posisi telentang
Berikan lingkungan yang tenang dan Meningkatkan istirahat
kurangi rangsangan nyeri
Ajarkan teknik napas dalam bila rasa Teknik napas dalam menurunkan
nyeri datang konsumsi abdomen akan O2,
menurunkan frekuensi pernapasan,
frekuensi jantung, dan ketegangan

34
otot yang menghasilkan siklus nyeri
Kolaborasi dengan pemberian Menghilangkan nyeri,
analgetik sesuai indikasi mempermudah kerjasama dengan
intervensi lain, contoh ambulasi,
batuk

2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurang dari


kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah pre-operasi
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam klien dapat
mempertahankan keseimbangan cairan
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan dengan kelembaban
membran mukosa
b. Turgor kulit baik
c. Tanda-tanda vital stabil
d. Secara individual haluaran urine adekuat
Rencana Tindakan :
Tindakan/Intervensi Rasional
Awasi tekanan darah (TD) dan nadi Tanda yang membantu
mengidentifikasi fluktuasi volume
intravaskuler
Lihat membran mukosa, kaji turgor Indikator keadekuatan sirkulasi
kulit, dan pengisian kapiler perifer dan hidrasi seluler
Awasi masukan dan haluaran, catat Penurunan haluaran urine pekat
warna urien/konsentrasi, berat jenis dengan peningkatan berat jenis
diduga dehidrasi/kebutuhan
peningkatan cairan
Auskultasi bising usus. Catat Indikator kembalinya peristaltik,
kelancaran flatus, gerakan usus kesiapan untuk pemasukan oral
Berikan sejumlah kecil minuman Menurunkan iritasi gaster/muntah
jernih bila pemasukan oral dimulai, untuk meminimalkan kehilangan

35
dan dilanjutkan dengan diet sesuai cairan
toleransi
Berikan perawatan mulut sering Menghindari adanya dehidrasi yang
dengan perhatian khusus pada mengakibatkan bibir dan mulut
perlindungan bibir kering dan pecah-pecah
Berikan cairan IV dan elektrolit Peritonium berekasi terhadap
iritasi/infeksi dengan menghasilkan
sejumlah besar cairan yang dapat
menurunkan volume sirkulasi darah,
mengakibatkan hipovolemia,
dehidrasi dan dapat terjadi
ketidakseimbangan elektrolit

D. IMPLEMENTASI
Sabtu, 01 Desember 2018
WAKTU IMPLEMENTASI RESPON PARAF
12.15 WIB  Mengobservasi TD : 130/80 Tegar GP
TTV (Tekanan mmHg
Darah, Nadi, S : 38,10 °C
Suhu, N : 90x/menit
Pernapasan) RR : 20x/menit
 Mengkaji Skala nyeri pasien
tentang kualitas, (6 – 7), pasien
intensitas, dan meringis,
penyebaran memegangi perut
nyeri
12.20 WIB Memberi penjelasan Pasien dan Tegar GP
tentang sebab dan keluarga mengerti
akibat nyeri dan tentang
tindakan penyebaran nyeri
keperawatan yang yang dialami dan

36
akan dilakukan mengetahui
penyebab nyerinya
12.30 WIB Memberikan posisi Pasien melakukan Tegar GP
nyaman untuk pasien instruksi yang
dan mempertahankan dianjurkan perawat
kenyamanan untuk dengan
meningkatkan mempertahankan
kualitas tidur pasien posisi semi fowler
Mengajarkan teknik Pasien mengikuti Tegar GP
napas dalam bila instruksi yang
nyeri datang diajarkan perawat
Kolaborasi dengan Pasien mematuhi Tegar GP
tim medis dalam terapi obat yang
pemberian : diresepkan dokter
Infus RL 20
tetes/menit
Cefotaxin 2x1 gr

E. EVALUASI
Minggu, 02 Desember 2012
S :
 Klien mengatakan nyeri sedikit berkurang (4 – 5), nyeri sedang.
 Pasien dapat tidur meskipun terbangun lagi karena adanya nyeri
O :
 Pasien tampak gelisah dan takut dengan tindakan pembedahan
 Tangan pasien terpasang infus RL dengan 20 tetes/menit
 Posisi pasien semi fowler
A : Masalah belum teratasi.
P : Intervensi dilanjutkan, pasien dibawa ke ruang operasi untuk dilakukan
operasi apendiktomi

37
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000). Apendisitis adalah peradangan
dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering
(Mansjoer, 2001).
Menurut Smeltzer C. Suzanne (2001), apendisitis adalah penyebab paling
umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.
Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm
(4 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Apendiks berisi
makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena
pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi

38
tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (apendisitis) (Smeltzer C.
Suzanne, 2001).
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada faktor
predisposisi, yaitu :
1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen apendiks. Pada umumnya
obstruksi ini terjadi karena :
a) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak
b) Adanya fecalit dalam lumen apendiks
c) Adanya benda asing seperti biji-bijian
d) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
e) tumor apendiks, benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus.
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Insiden yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada massa tersebut.
Apendisitis diklasifikasikan menjadi beberapa yaitu apendisitis akut,
apendisitis kronik, apendisitis purulenta (Supurative Appendicitis), apendisitis
rekurens, mukokel pendiks, tumor apendiks (Adenokarsinoma apendiks),
karsinoid apendiks.
Tanda terjadinya penyakit apendisitis adalah nyeri perut kuadran bawah
terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah, dan hilangnya
nafsu akan. Beberapa tanda nyeri yang terjadi pada kasus apendisitis dapat
diketahui melalui beberapa tanda nyeri antara lain, Rovsing’s sign, Psoas sign,
dan Jump sign. Tanda lainnya adalah nilai leukosit biasanya meningkat dari
rentang nilai normal. Pada auskultasi, bising usus normal atau meningkat pada
awal apendisitis dan bising melemah jika terjadi perforasi. Gejala berkembang
cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah munculnya gejala
pertama.
Tanda patogenetik primer diduga karena obstruksi lumen dan ulserasi
mukosa menjadi langkah awal terjadinya apendisitis. Obstruksi lumen yang
terteutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimal. Selanjutnya terjadi
peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi secara terus
menerus karena multiplikasi cepat dari bakteri. Obstruksi juga menyebabkan

39
mukus yang diproduksi mukosa terbendung. Semakin lama, mukus tersebut
semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks terbatas sehingga
meningkatkan tekanan intralumen.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, hambatan aliran limfe, ulserasi mukosa, dan invasi bakteri. Infeksi
memperberat pembengkakan apendiks (edema) dan trombosis pada pembuluh
darah intramural (dinding apendiks) menyebabkan iskmeik. Pada tahap ini
mungkin terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila
sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat dan menyebabkan
obstruksi vena, edema bertambah, serta bakteri akan menembus dinding. Bila
kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangren.
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau
tersumbat, kemungkinan karena fekalit (massa keras dari feses), tumor atau
benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan
nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam,
terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya, apendiks yang
terinflamasi berisi pus (Smetlzer, 2001).
Penatalaksanaan pada penderita apendisitis meliputi pertama,
penanggulangan konservatif berupa pemberian antibiotik. Kedua, operasi
membuang apendiks (apendektomi) bila diagnosa sudah tepat dan jelas
ditemukan apendisitis. Ketiga, pencegahan primer lebih ditujukan untuk
mencegah terjadunya komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-
abdomen.
Penatalaksanaan lainnya meliputi pertama, sebelum operasi dengan
dilakukan pemasangan sonde lambung, kateter, rehidrasi, pemberian antibiotik
intravena spektrum luas dengan dosis tinggi, pemberian obat-obatan penurun
panas. Kedua, operasi dengan apendiktomi dan bila terjadi abses apendiks
diobati dengan antibiotika intravena. Ketiga, pascaoperasi dilakukan dengan
observasi tanda-tanda vital, pengangkatan sonde lambung bila pasien sudah
sadar, baringkan pasien dalam posisi semi fowler, pasien dipuasakan sampai

40
fungsi usus kembali normal, pasien diberi minum 15 ml/jam selama 4 – 5 jam
lalu dinaikkan menjadi 30 ml/jam dan keesokan harinya diberi makanan saring
lalu hari berikutnya diberi makanan lunak, satu hari pascaoperasi pasien
dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit, dan pada hari
ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
Komplikasi pada apendisitis meliputi abses, perforasi, dan peritonitis.
Pemeriksaan penunjang pada apendisitis, meliputi pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan apakah sel darah putih (leukosit)
mengalami kenaikan. Dan yang terakhir adalah pemeriksaan radiologi meliputi
foto polos perut yang memperlihatkan adanya fekalit, ultrasonografi (USG), CT
Scan, dan pada kasus kronik dapat dilakukan dengan rontgen foto abdommen,
USG abdomen, dan apendikogram.
Asuhan keperawatan pada pasien apendisitis meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Pengkajian pada
apendisitis meliputi identitas, keluhan utama, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosa yang biasa muncul pada penderita apendisitis
adalah nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan/insisi bedah,
trauma jaringan, detensi jaringan usus oleh inflamasi; risiko kekurangan volume
cairan berhubungan dengan muntah, kehilangan volume cairan secara aktif,
kegagalan mekanisme pengaturan, pembatasan pascaoperasi (puasa);
ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan ingesti, digesti, dan absorbsi; cemas (ansietas) berhubungan dengan
perubahan status kesehatan, kemungkinan dilakukannya operasi; risiko infeksi
berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh, prosedure invasive
(insisi bedah); kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya
informasi, keterbatasan kognitif; dan gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan
dengan obstruksi dan peradangan apendiks.

B. Saran
Kepada seluruh pembaca baik mahasiswa maupun dosen pembimbing
untuk melakukan kebiasaan hidup sehat, karena pola hidup tidak sehat tentu

41
tidak benar dan harus dihindari, pengetahuan tentang penyakit dan makanan
menjadi prioritas utama untuk menanamkan pola hidup sehat.
Jagalah kesehatan dengan minum air putih yang cukup minimal 8 gelas
perhari dan tidak menunda buang air besar juga akan membantu kelancaran
pergerakan saluran cerna secara keseluruhan. Selain itu, seringlah makan
sayuran dan buah-buahan demi kelancaran saluran pencernaan dan agar
terhindar dari penyakit pada sistem pencernaan salah satunya adalah apendisitis.

42

Anda mungkin juga menyukai