Anda di halaman 1dari 11

KEPERAWATAN DASAR

KELOMPOK 5

Dosen Pembimbing :

Bejo Danang S., M.Kep.

Di Susun Oleh :

1. Josephira Reynawati Putri Jatmiko (106121027)


2. Intan Wahyu Kurniandari (106121033)
3. Yudanto Hanata Wijaya (106121045)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA MASALAH KEBUTUHAN ELIMINASI


URINE

DIPLOMA 3 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS AL IRSYAD CILACAP

TAHUN 2022
PEMBAHASAN

A. Definisi
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh. Pembuan
gan dapat melalui urine ataupun bowel.
Eliminasi urine normalnya adalah pengeluaran cairan. Proses pengeluaran ini san
gat bergantung pada fungsi-fungsi organ eliminasi urine seperti ginjal, ureter, bladder,
dan uretra. Ginjal memindahkan air dari darah dalam bentuk urine. Ureter mengalirka
n urine ke bladder. Dalam bladder urine ditampung sampai mencapai batas tertentu ya
ng kemudian dikeluarkan melalui uretra.

B. Urine
1. Ciri-ciri urine normal
a. Jumlah dalam 24 jam ± 1.500 cc,bergantung pada banyaknya asupan caira
n
b. Berwarna oranye bening,pucat,tanpa endapan
c. Berbau tajam
d. Sedikit asam ( pH rata – rata 6 )
2. Proses pembentukan urine
Ada tiga proses dasar yang berperan dalam pembentukan urine : filtrasi glome
rulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus.
a. Filtrasi glomerulus. Proses ini terjadi karena permukaan aferen lebih bes
ar dari permukaan eferen sehingga terjadi penyerapan darah. Saat darah m
elalui glomerulus, terjadi filtrasi plasma bebas – protein menembus memb
ran kapiler glomerulus ke dalam kapsul Bowman. Filtrasi yang lolos terse
but terdiri atas air, glukosa, natrium, klorida, sulfat, dan bikarbonat yang
kemudian diteruskan ke tubulus ginjal.
b. Reabsorpsi tubulus. Pada tubulus bagian atas, terjadi penyerapan kembal
i sebagian besar zat – zat penting, seperti glukosa, natrium, klorida, sulfat,
dan ion bikarbonat. Proses tersebut berlangsung secara pasif yang dikenal
dengan istilah reabsorpsi obligator. Apabila diperlukan, tubulus bawah ak
an menyerap kembali natrium dan ion bikarbonat melalui proses aktif yan
g dikenal dengan istilah reabsorpsi fakultatif. Zat – zat yang direabsorpsi t
ersebut diangkut oleh kapiler peritubulus ke vena dan kemudian ke jantun
g untuk kembali diedarkan.
c. Sekresi tubulus. Mekanisme ini merupakan cara kedua bagi darah untuk
masuk ke dalam tubulus di samping melalui filtrasi glomerulus. Melalui s
ekresi tubulus, zat – zata tertentu pada plasma yang tidak berhasil disaring
di kapiler tubus dapat lebih cepat dieliminasi.

C. Fisiologi Berkemih
Fisiologi berkemih secara umum menurut Gibson (2003) :
Faktor yang memengaruhi eleminasi urine :
1. Pertumbuhan dan perkembangan. Jumlah urine yang diekskresikan dapat
dipengaruhi oleh usia dan berat badan seseorang. Normalnya, bayi dan anak
– anak mengekskresikan 400 – 500 ml urine setiap harinya. Sedangkan oran
g dewasa mengekskresikan 1500 – 1600 ml urine per hari. Dengan kata lain,
bayi yang beratnya 10% orang dewasa mampu mengekskresikan urine 33%
lebih banyak dari orang dewasa. Seiring penuaan, lansia juga mengalami per
ubahan pda fungsi ginjal dan kandung kemihnya sehinggga mengakibatkan p
erubahan pada pola eliminasi urine ( misal : nokturia, sering berkemih, resid
u urine). Sedangkan ibu hamil dapat mengalami peningkatan keinginan miks
i akibat adanya penekanan pada kandung kemih.
2. Asupan cairan dan makanan. Kebiasaan mengkonsumsi jenis makanan ata
u minuman tertentu (misal : teh, kopi, coklat, alkohol) dapat menyebabkan p
eningkatan ekskresi urine karena dapat menghambat hormon antidiuretik (A
DH).
3. Kebiasaan/gaya hidup. Gaya hidup ada kaitanya dengan kebiasaan seseora
ng ketika berkemih. Sebagai contoh, seseorang yang terbiasa buang air kecil
di sungai atau di alam bebas akan mengalami kesulitan ketika harus berkemi
h di toilet atau menggunakan pispot pada saat sakit.
4. Faktor psikolgis. Kondisi stres dan kecemasan dapat menyebabkan peningk
atan stimulus berkemih, di samping stimulus buang air besar (diare) sebagai
upaya kompensasi.
5. Aktivitas dan tonus otot. Eliminasi urine membutuhkan kerja ( kontaksi ) o
tot – otot kandung kemih, abdomen, dan pelvis. Jika terjadi gangguan pada
kemampuan tonus otot, dorongan untuk berkemih juga akan berkurang. Akti
vitas dapat meningkatkan kemampuan metabolisme dan produksi urine secar
a optimal.
6. Kondisi patologis. Kondisi sakit seperti demam dapat menyebabkan penuru
nan produksi urine akibat banyaknya cairan yang dikeluarkan melalui pengu
apan kulit. Kondisi inflamasi dan iritasi organ kemih dapat menyebabkan ret
ensi urine.
7. Medikasi. Penggunaan obat – obat tertentu ( misal : diuretik) dapat mening
katkan haluaran urine, sedangkan penggunaan antikolinerrgik dapat menyeb
abkan retensi urine.
8. Proses pembedahan. Tindakan pembedahan menyebabkan stres yang akan
memicu sindrom adaptasi umum. Kelenjar hipofisi anterior akan melepaskan
hormon ADH sehingga meningkatkan reabsorpsi air dan menurunkan haluar
an urine. Selain itu, respons stres juga meningkatkan kadar aldosteron yang
mengakibatkan penurunan haluaran urine.
9. Pemeriksaan diagnostik. Prosedur pemeriksaan saluran perkemihan, sepert
i pielogram intravena dan urogram,tidak membolehkan pasian mengkonsum
si cairan per oral sehingga akan memengaruhi haluaran urine. Selain itu, pe
meriksaan diagnostik yang bertujuan melihat langsung struktur perkemihan
(misal : sitoskopi) dapat menyebabkan edema pada outlet uretra dan spasme
pada sfingter kandung kemih. Ini menyebabkan kien sering mengalami reten
si urine dan mengeluarkan urine berwarna merah muda akibat adanya perdar
ahan.

D. Masalah Pada Pola Berkemih


1. Perubahan eliminasi urine
Meskipun produksi urine normal,ada sejumlah faktor atau kondisi yang dapat
memengaruhi eliminasi urine. Beberapa perubahan yang terjadi pada pola eli
minasi urine akibat kondisi tersebut antara lain inkontinensia, retensi, enuresi
s, frekuensi, urgensi, dan disuria.
a. Inkontinensia urine. Inkontinensia urine adalah kondisi ketika dorongan
berkemih tidak mampu dikontrol oleh sfingter eksternal. Sifatmya bisa m
enyeluruh (inkontinensia parsial).
Ada dua jenis inkontinensia, yakni inkontinensia stres dan inkontinensia u
rgensi.
a) Inkontinensia stres. Inkontinensia stres terjadi saat tekanan intraabdo
men meningkat dan menyebabkan kompresi kandung kemih. Kondisi
ini biasanya terjadi ketika seseorang batuk atau tertawa. Penyebabny
a antara lain peningkatan tekanan intraabdomen, perubahan degenera
tif terkait usia, dan lain – lain.
b) Inkontinensia urgensi. Inkontinensia urgensi terjadi saat klien menga
lami pengeluaran urine involunter karena desakan yang kuat dan tiba
– tiba untuk berkemih. Penyebabnya antara lain infeksi saluran kemi
h bagian bawah, spasme kandung kemih, overdistensi, penurunan ka
pasitas kandung kemih, peningkatan konsumsi kafein atau alkohol, s
erta peningkatkan konsentrasi urine (Taylor,1989).
b. Retensi urine. Retensi urine adalah kondisi tertahannya urine di kandung
kemih akibat terganggunya proses pengosongan kandung kemih sehingga
kandung kemih menjadi regang. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh o
bstuksi (Misal : hipertrofi prostat), pembedahan, otot sfingter yang kuat, p
eningkatan tekanan uretra akibat otot detrusor yang lemah.
c. Enuresis (mengompol). Enuresis adalah peristiwa berkemih yang tidak d
isadari pada anak yang usianya melampaui batas usia normal kontrol kan
dung kemih seharusnya tercapai. Enuresis lebih banyak terjadi pada anak
– anak di malam hari (enuresis nokturnal ). Faktor penyebabnya antara lai
n kapasitas kandung kemih yang kurang dari normal, infeksi saluran kemi
h, konsumsi makanan yang banyak mengandung garam dan mineral, takut
keluar malam, dan gangguan pola miksi.
d. Sering berkemih (frekuensi). Sering berkemih (frekuensi) adalaah meni
ngkatnya frekuensi berkemih tanpa disertai peningkatan asupan cairan. K
ondisi ini biasanya terjadi pada wanita hamil (tekanan rahim pada kandun
g kemih), kondisi stres, dan infeksi saluran kemih.
e. Urgensi. Urgensi adalah perasaan yang sangat kuat untuk berkemih. Ini b
iasa terjadi pada anak – anak karena kemampuan kontrol sfingter mereka
yang lemah. Gangguan ini biasanya muncul pada kondisi stres psikologis
dan iritasi uretra.
f. Disuria. Disuria adalah rasa nyeri dan kesulitan saat berkemih. Ini biasan
ya terjadi pada kasus infeksi uretra, infeksi saluran kemih, trauma kandun
g kemih.
2. Perubahan produksi urine
Selain perubahan eliminasi urine, masalah lain yang kerap dijumpai pada pol
a berkemih adalah perubahan produksi urine. Perubahan tersebut meliputi pol
iuria, oliguria, dan anuria.
a. Poliuria. Poliuria adalah produksi urine yang melebihi batas normal tanp
a disertai peningkatan asupan cairan. Kondisi ini dapat terjadi pada pende
rita diabetes, ketidakseimbangan hormonal (misal : ADH), dan nefritis kr
onik. Poliuria dapat menyebabkan kehilangan cairan yang berlebihan yan
g mengarah pada dehidrasi.
b. Oliguria dan anuria. Oliguria adalah produksi urine yang rendah, yakni
100 – 500 ml/24 jam. Kondisi ini bisa disebabkan oleh asupan cairan yan
g sedikit atau pengeluaran cairan yang abnormal, dan terkadang ini mengi
ndikasikan gangguan pada aliran darah menuju ginjal. Sedangkan anuria a
dalah produksi urine kurang dari 100 ml/24 jam.

E. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan
a) Pola berkemih
b) Gejala dari perubahan berkemih
c) Faktor yang mempengaruhi berkemih.
b. Pemeriksaan Fisik
a) Abdomen
Pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder, pembe
saran ginjal, nyeri tekan, tenderness, bising usus.
b) Genetalia Wanita
Inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, keadaan atropi jarin
gan vagina.
c) Genetalia laki-laki
d) Kebersihan, adanya lesi, tenderness, adanya pembesaran skrotum.
c. Intake dan output cairan
a) Kaji intake dan output cairan dalam sehari (24 jam).
b) Kebiasaan minum di rumah.
c) Intake : cairan infus, oral, makanan, NGT.
d) Kaji perubahan volume urine untuk mengetahui ketidakseimbangan c
airan.
e) Output urine dari urinal, cateter bag,drainage ureterostomy, sistostom
i.
f) Karakteristik urine : warna, kejernihan, bau, kepekatan.
d. Pemeriksaan diagnostik
a) Pemeriksaan urine (urinalisis) :
 Warna (N: jernih kekuningan)
 Penampilan (N: jernih)
 Bau (N: beraroma)
 pH (H: 4,5-8,0)
 Berat jenis (N; 1,005-1,030)
 Glukosa (n: negatif)
 Keton (N: negatif)
b) Kultur urine (N: kuman patogen negatif).
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
a. Gangguan pola eliminasi urine : inkontinensia
Definisi: Kondisi di mana seseorang tidak mampu mengendalikan pengelu
aran urine.
Kemungkinan berhubungan dengan :
a) Gangguan neuromuskuler.
b) Spasme bladder.
c) Trauma pelvice.
d) Infeksi saluran kemih.
e) Trauma medulla spinalis.
Kemungkinan data yang ditemukan:
a) Inkontinensia.
b) Keinginan berkemih yang segar.
c) Sering ke toilet.
d) Menghindari minum.
e) Spasme bladder.
f) Setiap berkemih kurang dari 100 ml atau lebih dari 550 ml.
Tujuan yang diharapkan:
a) Klien dapat mengontrol pengeluaran urine setiap 4 jam.
b) Tidak ada tanda-tanda retensi dan inkontinensia urine.
c) Klien berkemih dalam keadaan rileks.
b. Retensi urine
Definisi: Kondisi di mana seseorang tidak mampu mengosongkan bladder
secara tuntas.
Kemungkinan data yang ditentukan:
a) Tidak tuntasnya pengeluaran urine.
b) Distensi bladder.
c) Hipertropi prostat.
d) Kanker.
e) Infeksi saluran kemih.
f) Pembedahan besar abdomen.
Tujuan yang diharapkan:
a) Pasien dapat mengontrol pengeluaran bladder setiap 4 jam.
b) Tanda dan gejala retensi urine tidak ada.

F. Proses Keperawatan

1. Pengkajian
Dalam pengkajian harus melakukan harus menggerakkan semua indera dan te
naga untuk melakukan pengkajian secara cermat baik melalui wawancara , obs
ervasi, pemeriksaan fisik untuk menggali data yang akurat .
a. Tanyakan riwayat keperawatan klien tentang pola berkemih, gejala berkem
ih,gejala dari perubahan berkemih, faktor yang mempengaruhi berkemih .
b. Pemeriksaan fisik klien meliputi :
 Abdomen ,pembesaran , pelebaran pembuluh darah vena distensi bl
edder , pembesaran ginjal, nyeri tekan, tandamess , bising usus.
 Genetalia : wanita , inflamasi, nodul, lessi, adanya secret dari meat
us, kesadaran, antropi jaringan vagina dan genitalia laki-laki kebers
ihan , adanya lesi ,tenderness, adanya pembesaran scrotum .
c. Identifikasi intake dan output cairan dalam (24 jam ) meliputi pemasukan
minum dan infus, NGT, dan pengeluaran perubahan urine dari urinal, catet
er bag, ainage , ureternomy, kateter urine, warna kejernihan , bau kepekata
n.
d. Pemeriksaan diagnostik :
 Pemeriksaan urine (urinalisis)
 Warna (jernih kekuningan )
 Penampilan (N : jernih )
 Bau (N : beraroma)
 pH (N : 4,5-8,0)
 Berat Jenis (N : 1,005- 1,030)
 Glukosa (N: Negatif )
 Keton (N; negatif )
 Kultur urine (N : kuman petogen negatif)

2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

Gangguan pola eliminasi urine : inkontinesia

Definisi : Kondisi di mana seseorang tidak mampu mengedalikan pengeluaran uri


ne, kemungkinan penyebab (berhubungan dengan) gangguan neuromuskuler, spasme
baldder, trauma pelvic, infeksi saluran kemih, trauma medulla spinalis , kemungkinan
klien mengalami ( data yang ditemukan ) : inkontinesia, keinginan berkemih yang se
gera, sering ke toilet , menghindari minum , spasme bladder , setiap berkemih kurang
dari 100 ml atau lebih dari 550ml.

Tujuan yang diharapkan :

a. Klien dapat mengontrol pengeluaran urine tiap 4 jam.


b. Tidak ada tanda- tanda retensi dan inkontinensia urine .
c. Klien berkemih dalam keadaan berkemih .

3. Intervensi
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor keadaan bladder setia 1. Tingkatkan kekuatan otot blad
p 2 jam dan kolaborasi dalam der
bladder training
2. Hindari faktor pencentus inko
ntenensia urine seperti cemas 2. Mengurangi atau menghindari
3. Kolabarasi dengan dokter dal inkontinensia
am pengobatan dan kateterisa 3. Menghindari faktor penyebab
si
4. Berikan penjelasan tentang pe 4. Meningkatkan pengetahuan da
ngobatan , kateter , penyebab n pasien lebih kooperatif
dan tindakan lainnya

5. Kriteria Evaluasi
Setelah membantu klien untuk melakukan evaluasi . klien mampu mengontrol
pengeluaran bladder setiap 4 jam, tanda dan gejala retensi urine tidak ada

6. Retensi Urine
Definisi : Kondisi dimana seseorang tidak mampu mengosongkan bladder seca
ra tuntas , kemungkinan penyebab (berhubungan dengan ): Obstruksi mekanik
pembesaran prostat , trauma, pembedahan kehamilan, kemungkinan klien men
galami (data yang ditemukan) : tidak tuntasnya penyeluaran urine distensi bled
der, hypertropi prostat , kanker, infeksi saluran kemih , pembesaran besar abdo
men.

INTERVENSI RASIONAL
1. Memonitor keadaan bledder s 1. Menentukan masalah
etiap 2 jam
2. Ukur intake dan output cairan 2. Memontior keseimbangan cair
steiap 4 jam an
3. Berikan cairan 2000ml / hari
dengan kolaborasi 3. Menjaga defisit cairan
4. Kurangi minum setelah jam 6
malam
5. Kaji dan monitor analisis urin 4. Mencegah nocturia
e elektrolit dan berat badan 5. Membantu monitor keseimban
6. Lakukan latihan prgerakan da gan cairan
n lakukan relaksasi ketika dud 6. Meningkatkan fungsi ginjal da
uk berkemih n bledder
7. Ajarkan teknik latihan dengan 7. Relaksasi pikiran dapat menin
kolaborasi dokter/ fisioterapi gkatkan kemampuan berkemih
8. Kolaborasi dalam pemasanga 8. Mengoatkan otot pelvis
n kateter 9. Mengeluarkan urien

Anda mungkin juga menyukai