Anda di halaman 1dari 23

Inkotinensia urine

pada kehamilan
Inkontinensia urine
Umumnya inkontinensia urin ini dikenal sebagai masalah
perkemihan yang terjadi dimasa usia lanjut/ lansia, namun
sebenarnya masalah perkemihan ini dapat pula terjadi pada
anak, remaja dan orang dewasa yang tergantung dari etiologi
penyebab terjadinya. Kehamilan juga memberikan pengaruh
terhadap penekanan pada kandung kemih yang akan
menyebabkan sering berkemih atau ngompol (inkontinensia
urine).
Penyebab Inkontinensia urine
1. Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan
pada anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain
disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul, kebiasaan
mengejan yang salah ataupun karena penurunan hormon
estrogen pada wanita di usia 50 tahun keatas akan terjadi
penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih
(uretra) sehinga terjadinya inkontinensia urine
Penyebab Inkontinensia urine
lanjutan,,,
1. kelemahan otot dasar panggul dapat terjadi karena
kehamilan setelah melahirkan, kegemukan (obesitas), dan
menopause. Proses persalinan juga dapat membuat otot
dasar panggul rusak akibat reganggan otot dan jaringan
penunjang dan robekan jalan lahir, sehingga dapat
meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia urine.
Tipe-tipe inkontinensia urine
Overflow
01 Incontinence
Pada keadaan ini urin mengalir keluar dengan akibat
isinya yang sudah terlalu banyak di dalam kandung
kemih, pada umumnya akibat otot detrusor kandung
kemih yang lemah.

02 Urge
Incontinence
pengeluaran urin secara
tidak sadar, disertai oleh
keinginan berkemih yang
kuat.
Tipe-tipe inkontinensia urine
Mixed
03 Incontinence Stress
04 Incontinence
inkontinensia 05 Inkontinensia
campuran antara pengeluaran urin refleks
secara tidak sadar terjadi karena
stress dan urge
yang disebabkan oleh kondisi sistem saraf
inkontinensia,
peningkatan tekanan pusat yang
biasanya terjadi pada
intra abdominal oleh terganggu, seperti
wanita tua.
suatu aktivitas demensia.
Tipe-tipe inkontinensia urine

Inkontinensia
07 fungsional
Inkontinensia
06 Total
terjadi akibat penurunan
yang berat dari fungsi
Keluarnya urine total yang tidak terkontrol dan fisik dan kognitif sehingga
berkelanjutan, yang disebabkan oleh penyakit pada pasien tidak dapat
saraf spinalis atau sfingter uretra yang berada mencapai ke toilet pada
dikandung kemih dan vagina. saat yang tepat.
Hubungan inkontinensia dengan
gravida, usia ibu, dan usia
kandungan
1. Gravida : multigravida lebih besar resikonya untuk mengalami
inkontinensia urin, terdapat pula penelitian yang menyatakan bahwa riwayat
kehamilan yang lebih dari satu kali atau lebih lebih besar resikonya
mengalami inkontinensia urin dikarenakan seringnya mengalami relaksasi
otot dasar panggul.

2. Usia ibu hamil : semakin bertambah usia seseorang maka semakin besar
pula resiko seseorang tersebut untuk mengalami inkontinensia urin yang
dikarenakan oleh adanya penurunan efisiensi dan fungsi organ secara
fisiologis akibat proses penuaan.

3. Usia kandungan : salah satu faktor penyebab terjadinya inkontinensia urin


pada ibu hamil adalah dengan adanya peningkatan berat pada dan tekanan
pada bagian perut.
Penatalaksanaan inkontinensia
a. Terapi non farmakologi : Melakukan latihan menahan kemih, Promited voiding yaitu
mengajari lansia mengenali kondisi berkemih, Melakukan latihan otot dasar panggul
atau latihan kegel, Pemanfaatan kartu catatan : berkemih Yang dicatat dalam kartu
catatan yaitu waktu berkemih, jumlah urin yang keluar baik secara normal maupun
karena tak tertahan. Banyaknya minuman yang diminum, jenis minuman yang
diminum, dan waktu minumnya juga dicatat dalam catatan tersebut.
b. Terapi farmakologi : Obat yang dapat diberikan pada inkontinensia dorongan (urge)
yaitu antikolenergik atau obat yang bekerja dengan memblokir neurotransmitter, yang
disebut asetilkolin yang membawa sinyal otak untuk mengendalikan otot, Pada
inkontinensia tipe stress diberikan obat alfa adregenic yaitu obat untuk melemaskan
otot. Contoh dari obat tersebut yaitu pseudosephedrine yang berfungsi untuk
meningkatkan retensi urethra.
Lanjutan,,,
c. Modalitas lain : Terapi modalitas ini dilakukan bersama dengan proses terapi dan
pengobatan masalah inkontinensia urin, caranya dengan menggunakan beberapa
alat bantu bagi lansia antara lain pampers, kateter, dan alat bantu toilet seperti
urinal dan bedpan.
d. Manajemen diet dan cairan : Klien inkontinensia dianjurkan untuk meningkatkan
asupan cairan dan makanan berserat. Klien dianjurkan untuk mengurangi minuman
yang mengandung kafein, minuman karbonasi, jenis minuman lain yang dapat
meningkatkan rangsang berkemih lebih cepat.
e. Terapi pembedahan : Terapi ini bisa dipertimbangkan pada inkontinensia tipe
stress dan urge, bila terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Pada
inkontinensia overflow biasanya dilakukan pembedahan untuk mencegah retensi
urin. Terapi ini biasanya dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia
prostat, dan prolaps pelvis
Komplikasi
Kerusakan kulit
Isk
Infeksi kulit daerah kemaluan
Gangguan tidur
Masalah psiko sosial seperti depresi, mudah
marah dan merasa terisolasi
Pemeriksaan penunjang
● Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk
menentukan fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan
poliuria.Tes laboratorium tambahan seperti kultur urin, blood urea
nitrogen, creatinin,kalsium glukosasitol.
Asuhan keperawatan pada inkontinensia urin
●Pengkajian
● Identitas Klien : Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama/kepercayaan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, diagnose medis.
● Keluhan Utama : Pada kelayan Inkontinensia Urine keluhan-keluhan yang ada adalah
nokturia, urgence, disuria, poliuria, oliguri, dan staguri.
● Riwayat Penyakit Sekarang : Memuat tentang perjalanan penyakit sekarang sejak
timbul keluhan,usaha yang telah dilakukan untuk mengatasi keluhan.
● Riwayat Penyakit Dahulu : Adanya penyakit yang berhubungan dengan ISK (Infeksi
Saluran Kemih) yang berulang. penyakit kronis yang pernah diderita.
● Riwayat Penyakit keluarga : Apakah ada penyakit keturunan dari salah satu anggota
keluarga yang menderita penyakit Inkontinensia Urine, adakah anggota keluarga yang
menderita DM, Hipertensi.
● Pemeriksaan Fisik yang digunakan adalah B1-B6 :
a. B1 (breathing) : Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis
karena suplai oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi. 
b. B2 (blood) : Terjadi peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan
gelisah
c. B3 (brain) : Kesadaran biasanya sadar penuh
● B4 (bladder) : Inspeksi : periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat
karena adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih serta disertai
keluarnya darah apabila adalesi pada bladder, pembesaran daerah supra pubik lesi pada
meatus uretra, banyak kencing dan nyeri saat berkemih menandakan disuria akibat dari
infeksi, apakah klien terpasang
kateter sebelumnya. Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti
rasa terbakar di uretra luar sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu kencing.
● B5 (bowel) : Bising usus adalah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeritekan
abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan palpasi pada ginjal.
● B6 (bone) : Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan ekstremitas yang
lain, adakah nyeri pada persendian.
Diagnosa Keperawatan
● Intervensi dan Diagnosa 1
● Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan tidak adanya sensasi
untuk berkemih dan kehilangan kemampuan untuk menghambat kontraksi kandung kemih.
● Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien akan bisa melaporkan suatu
pengurangan / penghilangan inkontinensia
● Kriteria Hasil :
● Klien dapat menjelaskan penyebab inkonteninsia dan rasional penatalaksanaan.
● Intervensi :
● Kaji kebiasaan pola berkemih dan gunakan catatan berkemih sehari.
● R : Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan beri distensi kandung kemih
● Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari
● R: Pembatasan cairan pada malam hari dapat mencegah terjadinya enurasis
● Bila masih terjadi inkontinensia kurangi waktu antara berkemih yang telah direncanakan
● R: Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine sehingga
diperlukan untuk lebih sering berkemih.
● Instruksikan klien batuk dalam posisi litotomi, jika tidak ada kebocoran,ulangi dengan posisi
klien membentuk sudut 45, lanjutkan dengan klien berdiri jika tidak ada kebocoran yang lebih
dulu.
● R: Untuk membantu dan melatih pengosongan kandung kemih.
● Pantau masukan dan pengeluaran, pastikan klien mendapat masukan cairan 2000 ml, kecuali
harus dibatasi.
● R: Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah ISK dan batu ginjal.
● Kolaborasi dengan dokter dalam mengkaji efek medikasi dan tentukan kemungkinan
perubahan obat, dosis / jadwal pemberian obat untuk menurunkan frekuensi inkonteninsia.
Diagnosa 2
Resiko infeksi berhubungan dengan inkontinensia, imobilitas dalam waktu yang lama.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat berkemih
dengan nyaman.
Kriteria Hasil : Urine jernih, urinalisis dalam batas normal, kultur urine menunjukkan
tidak adanya bakteri.
Intervensi :
● Berikan perawatan perineal dengan air sabun setiap shift. Jika pasien inkontinensia,
cuci daerah perineal sesegera mungkin.
● R: Untuk mencegah kontaminasi uretra.
● Jika di pasang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2x sehari (merupakan
bagian dari waktu mandi pagi dan pada waktu akan tidur) dan setelah buang air
besar.
● R: Kateter memberikan jalan pada bakteri untuk memasuki kandung kemih dan naik
ke saluran perkemihan.
● Ikuti kewas padaan umum (cuci tangan sebelum dan sesudah kontak langsung, pemakaian
sarung tangan), bila kontak dengan cairan tubuh atau darah yang terjadi (memberikan
perawatan perianal, pengosongan kantung drainase urine, penampungan specimen urine).
Pertahankan teknik
aseptik bila melakukan kateterisasi, bila mengambil contoh urine dari kateter indwelling.
● R: Untuk mencegah kontaminasi silang.
● Kecuali dikontraindikasikan, ubah posisi pasien setiap 2 jam dan anjurkan masukan
sekurang-kurangnya 2400 ml / hari. Bantu melakukan ambulasi sesuai dengan kebutuhan.
● R: Untuk mencegah stasis urine.
● Lakukan tindakan untuk memelihara asam urine.
● Tingkatkan masukan sari buah berri.
● Berikan obat-obat, untuk meningkatkan asam urine.
● R : Asam urine menghalangi tumbuhnya kuman. Karena jumlah sari
buah berri diperlukan untuk mencapai dan memelihara keasaman urine. Peningkatan
masukan cairan sari buah dapat berpengaruh dalam pengobatan infeksi saluran kemih.
●Diagnosa 3
● Resiko kerusakan integitas kulit yang berhubungan dengan irigasi konstan oleh urine
● Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keruskan integritas kulit
teratasi.
● Kriteria Hasil : Jumlah bakteri <100.000/ml, Kulit periostomal tetap utuh, Suhu 37° C, Urine
jernih dengan sedimen minimal.
● Intervensi :
● Pantau penampilan kulit periostomal setiap 8 jam.
● R : Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
● Ganti wafer stomehesif setiap minggu atau bila bocor terdeteksi.Yakinkan kulit bersih dan
kering sebelum memasang wafer yang baru.Potong lubang wafer kira-kira setengah inci
lebih besar dar diameter stoma untuk menjamin ketepatan ukuran kantung yang benar-
benar menutupi kulit periostomal. Kosongkan kantung urostomi bila telah seperempat
sampai setengah penuh.
● R: Peningkatan berat urine dapat merusak segel periostomal,memungkinkan kebocoran
urine. Pemajanan menetap pada kulit periostomal terhadap asam urine dapat menyebabkan
kerusakan kulit dan peningkatan resiko infeksi.
● Diagnosa 4
● Resiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
● Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan volume cairan seimbang
● Kriteria Hasil : pengeluaran urine tepat, berat badan 50 kg
● Intervensi
● Awasi TTV
● R: Pengawasan invasive diperlukan untuk mengkaji volume intravascular,khususnya pada
pasien dengan fungsi jantung buruk.
● Catat pemasukan dan pengeluaran
● R: Untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan penurunan resiko
kelebihan cairan
● Awasi berat jenis urine
● R: Untuk mengukur kemampuan ginjal dalam mengkonsestrasikn urine
● Berikan minuman yang disukai sepanjang 24 jam
● R: Membantu periode tanpa cairan, meminimalkan kebosanan pilihan yang terbatas dan
menurunkan rasa haus
● Timbang BB setiap hari
● R: Untuk mengawasi status cairan
● Evaluasi keperawatan terhadap gangguan inkontinensia dapat dinilai dari adanya
kemampuan dalam :
● Miksi dengan normal, ditunjukkan dengan kemampuan berkemih sesuai dengan
asupan cairan dan pasien mampu berkemih tanpa menggunakan obat, kompresi
pada kandung kemih atau kateter 
● Mempertahankan intergritas kulit, ditunjukkan dengan adanya perineal kering tanpa
inflamasi dan kulit di sekitar uterostomi kering.
● Memberikan rasa nyaman, ditunjukkan dengan berkurangnya disuria, tidak
ditemukan adanya distensi kandung kemih dan adanya ekspresi senang
● Melakukan Bladder training, ditunjukkan dengan berkurangnya frekuensi
inkontinensia dan mampu berkemih di saat ingin berkemih.

Anda mungkin juga menyukai