Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh Virus
Dengue (Arbovirus) yang masuk ketubuh melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty. Demam
Berdarah Dengue adalah penyakit virus berat yang ditularkan oleh nyamuk endemic (Aedes
Aegypty) dibanyak Negara Asia Tenggara dan Selatan, Pasifik dan Amerika Latin. Ditandai
dengan meningkatnya Permeabilitas pembuluh darah, hipovolemia dan gangguan mekanisme
pembuluh darah. Wabah hebat terjadi saat penyakit menyebar ke daerah baru dengan angka
serangan tinggi pada orang-orang yang rentan. Demam Berdarah Dengue ini merupakan
infeksi yang berhubungan dengan bepergian, yang sering terjadi pada turis dari Negara non
endemic. Penyakit Demam Berdarah Dengue ini ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty
yang terutama memiliki habitat perkotaan dan mendapat virus sewaktu menghisap darah
manusia yang terinfeksi (Infektip ssetelah 8-10 hari).
Penyakit demam berdarah dengue merupakan masalah kesehatan di Indonesia. hal ini
tampak dari kenyataan seluruh wilayah di Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit
penyakit demam berdarah dengue. sebab baik virus penyebab maupun nyamuk penularannya
sudah tersebar luas di perumahan-perumahan pendnuduk.
Oleh karena itu, kami akan membahas tentang Penyakit DBD dan teknik
pengendaliannya.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana siklus hidup nyamuk Aedes aegypti?
1.2.2 Bagaimana bionomik nyamuk Aedes aegypti?
1.2.3 Bagaimana mekanisme penularan penyakit DBD?
1.2.4 Apa saja teknik pengendalian penyakit DBD?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui siklus hidup nyamuk Aedes aegypti
1.3.2 Untuk mengetahui bionomik nyamuk Aedes aegypti
1.3.3 Untuk mengetahui mekanisme penularan penyakit DBD
1.3.4 Untuk mengetahui teknik pengendalian penyakit DBD
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Taksonomi Nyamuk Aedes aegypti
Urutan klasifikasi dari nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Subphylum : Uniramia
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Subordo : Nematosera
Familia : Culicidae
Sub family : Culicinae
Tribus : Culicini
Genus : Aedes
Spesies : Aedes aegypti

2.2 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti


Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna, yaitu mengalami perubahan bentuk
morfologi selama hidupnya dari stadium telur berubah menjadi stadium larva kemudian
menjadi stadium pupa dan menjadi stadium dewasa. Menurut Gillot (2005), nyamuk Aedes
aegypti (Diptera: Culicidae) disebut black-white mosquito, karena tubuhnya ditandai dengan
pita atau garis-garis putih keperakan di atas dasar hitam. Panjang badan nyamuk ini sekitar 3-
4 mm dengan bintik hitam dan putih pada badan dan kepalanya, dan juga terdapat ring putih
pada bagian kakinya. Di bagian dorsal dari toraks terdapat bentuk bercak yang khas berupa
dua garis sejajar di bagian tengah dan dua garis lengkung di tepinya. Bentuk abdomen
nyamuk betinanya lancip pada ujungnya dan memiliki cerci yang lebih panjang dari cerci
pada nyamuk -nyamuk lainnya. Ukuran tubuh nyamuk betinanya lebih besar dibandingkan
nyamuk jantan (Gillot, 2005).
2.3 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti
Tempat bertelur nyamuk Aedes aegypti adalah kontainer air buatan yang berada di
lingkungan perumahan yang banyak ditemukan di dalam rumah dan sekitar lingkungan
perkotaan seperti botol minuman, alas pot bunga, vas bunga, bak mandi, talang air. Selain itu
juga sering ditemukan di lubang pohon, tempurung kelapa dan lainnya.
Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna yaitu telur-larva-pupa/kepompong-
dewasa. Perkembangan Ae. aegypti dari telur sampai menjadi nyamuk dewasa memakan
waktu sekurang-kurangnya sembilan hari. Telur akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2
hari. Selanjutnya, larva berubah menjadi pupa dalam waktu 5 -15 hari. Stadium pupa
biasanya berlangsung dua hari, lalu keluarlah nyamuk dewasa yang siap mengisap darah dan
menularkan DBD. Umur nyamuk dewasa umumnya 2-3 minggu saja.

a. Telur
Untuk bertelur, nyamuk betina akan mencari tempat seperti genangan air atau daun
pepohonan yang lembab. Telur berwarna hitam dengan ukuran 0,8 mm, berbentuk oval yang
mengapung satu persatu pada permukaan air yang jernih, atau menempel pada dinding tempat
penampungan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dala waktu 2 hari setelah
terendam air. Stadium jentik umumnya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong
berlangsung antara 2-4 hari. Perkembangan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10
hari.
telur nyamuk Aedes aegypti
b. Larva (jentik)
Bagian belakang tubuh Aedes aegypti dilengkapi dengan semacam pipa panjang hingga
menembus permukaan air. Ukuran larva umumnya 0,5 sampai 1 cm, gerakannya berulang-
ulang dari bawah keatas permukaan air untuk bernafas kemudian turun kebawah dan
seterusnya serta pada waktu istirahat posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air.
Ciri khas dari larva Aedes aegypti adalah adanya corong udara pada segmen terakhir,
pada corong udara terdapat pecten dan sepasang rambut serta jumbae akan dijumpai pada
corong udara. Pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya yang penting adalah temperatur, cukup atau tidaknya bahan makanan dan ada
tidaknya binatang lain yang merupakan predator. Mikroorganisme merupakan makana dari
larva Aedes aegypti dengan cara memusarkan air.

larva nyamuk Aedes aegypti


c. Pupa
Pada stadium ini, pupa bernafas pada permukaan air dengan menggunakan dua tanduk
kecil yang berada pada prothorax. Pupa juga sewaktu bahaya dapat menyelam di dalam air.
Stadium ini umumnya berlangsung hingga 5-10 hari, setelah itu akan keluar dari
kepompongnya menjadi nyamuk. Pupa tidak memerlukan makan dan akan berubah menjadi
dewasa dalam 2 hari.
Dalam pertumbuhannya terjadi proses pembentukan sayap, kaki dan alat kelamin
(Depkes RI, 2007).
Pupa nyamuk Aedes Aegypti
d. Nyamuk Dewasa
Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk
keperluan hidupnya, sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih
menyukai darah manusia dari pada binatang (bersifat antropofilik). Darah (proteinnya)
diperlukan untuk mematangkan telur agar jika dibuahi oleh sperma nyamuk jantan, dapat
menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai nyamuk
mengisap darah sampa telur dikeluarkan biasanya antara 3-4 hari. (satu siklus gonotropik).
Usia nyamuk Ae. agypti biasanya 2-4 minggu.
Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktifitas mengigit
biasanya mulai pagi sampai sore hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00-10.00 dan
16.00-17.00. nyamuk Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali
dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian
nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit.
Setelah mengisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau kadang-kadang
di luar rumah berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya. Biasanya di tempat yang
agak gelap dan lembab. Di tempat-tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan
telurnya.
2.4 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti
2.4.1 Tempat Perindukan dan Berkembang Biak
Tempat perkembangbiakan utama nyamuk Aedes aegypti adalah tempat-tempat
penampungan air bersih di dalam atau di sekitar rumah, berupa genangan air yang tertampung
di suatu tempat atau bejana seperti bak mandi, tempayan, tempat minum burung, dan barang-
barang bekas yang dibuang sembarangan yang pada waktu hujan akan terisi air. Nyamuk ini
tidak dapat berkembang biak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah
(Supartha, 2008).
Tempat perindukan utama tersebut dapat dikelompokkan menjadi: (1) Tempat
Penampungan Air (TPA) untuk keperluan sehari-hari seperti drum, tempayan, bak mandi, bak
WC, ember, dan sejenisnya, (2) Tempat Penampungan Air (TPA) bukan untuk keperluan
sehari-hari seperti tempat minuman hewan, ban bekas, kaleng bekas, vas bunga, perangkap
semut, dan sebagainya, dan (3) Tempat Penampungan Air (TPA) alamiah yang terdiri dari
lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon
pisang, dan lain-lain (Soegijanto, 2006).
2.4.2 Perilaku Menghisap Darah
Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2-3 hari sekali. Nyamuk betina
menghisap darah pada pagi dan sore hari dan biasanya pada jam 09.00-10.00 dan 16.00-17.00
WIB. Untuk mendapatkan darah yang cukup, nyamuk betina sering menggigit lebih dari satu
orang. Posisi menghisap darah nyamuk Aedes aegypti sejajar dengan permukaan kulit
manusia. Jarak terbang nyamuk Aedes aegypti sekitar 100 meter (Depkes RI, 2004).

2.4.3 Perilaku Istirahat


Setelah selesai menghisap darah, nyamuk betina akan beristirahat sekitar 2-3 hari untuk
mematangkan telurnya. Nyamuk Aedes aegypti hidup domestik, artinya lebih menyukai
tinggal di dalam rumah daripada di luar rumah. Tempat beristirahat yang disenangi nyamuk
ini adalah tempat-tempat yang lembab dan kurang terang seperti kamar mandi, dapur, dan
WC. Di dalam rumah nyamuk ini beristirahat di baju-baju yang digantung, kelambu, dan
tirai. Sedangkan di luar rumah nyamuk ini beristirahat pada tanaman-tanaman yang ada di
luar rumah (Depkes RI, 2004).

2.4.4 Penyebaran
Nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub tropis. Di Indonesia,
nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun tempat-tempat umum. Nyamuk ini
dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah ±1.000 m dari permukaan air
laut. Jika di atas ketinggian 1.000 m nyamuk ini tidak dapat berkembang biak, karena pada
ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memunginkan bagi nyamuk
Aedes aegypti untuk terus berkembang biak (Depkes RI, 2005).

2.4.5 Musim
Pada saat musim hujan tiba, tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang
pada musim kemarau tidak terisi air, akan mulai terisi air. Telur-telur yang tadinya belum
sempat menetas akan menetas. Selain itu, pada musim hujan semakin banyak tempat
penampungan air alamiah yang terisi air hujan dan dapat digunakan sebagai tempat
berkembangbiaknya nyamuk ini. Oleh karena itu, pada musim hujan populasi nyamuk Aedes
aegypti akan meningkat. Bertambahnya populasi nyamuk ini merupakan salah satu faktor
yang menyebabkan peningkatan penularan penyakit dengue (Depkes RI, 2005).

2.5 Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD)


Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana
menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah,
sehingga mengakibatkan pendarahan-pendarahan.
Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil,
Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih
dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Dokter dan tenaga kesehatan lainnya seperti
Bidan dan Pak Mantri ;-) seringkali salah dalam penegakkan diagnosa, karena kecenderungan
gejala awal yang menyerupai penyakit lain seperti Flu dan Tipes (Typhoid).

2.6 Mekanisme penularan penyakit Demam Berdarah dengue

2.7 Tanda - tanda penyakit Demam Berdarah dengue


Tanda dan Gejala Penyakit Demam Berdarah Dengue Masa tunas / inkubasi selama 3 –
15 hari sejak seseorang terserang virus dengue, Selanjutnya penderita akan menampakkan
berbagai tanda dan gejala demam berdarah sebagai berikut :
1. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 – 40 derajat Celsius).
2. Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik (puspura) perdarahan.
3. Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam (konjungtiva), Mimisan
(Epitaksis), Buang air besar dengan kotoran (Peaces) berupa lendir bercampur darah
(Melena), dan lain-lainnya.
4. Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali).
5. Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok.
6. Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 – 7 terjadi penurunan trombosit
dibawah 100.000 /mm3 (Trombositopeni), terjadi peningkatan nilai Hematokrit diatas
20% dari nilai normal (Hemokonsentrasi).
7. Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah, penurunan nafsu
makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang dan sakit kepala.
8. Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi.
9. Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada persendian.
10. Munculnya bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.

2.8 Pengendalian nyamuk Aedes Aegypti


Pengendalian vector adalah upaya menurunkan factor riisiko penularan oleh vector
dengan meminimalkan habitat perkembangbiakan vector, menurunkan kepadatan dan umur
vector, mengurangi kontak antara vector dengan manusia serta memutus rantai penularan
penyakit.
Teknik pengendalian vector DBD bersifat spesifik local, dengan mempertimbangkan
factor-faktor lingkungan fisik (cuaca/iklim, permukiman, habitat perkembangbiakan);
lingkungan sosial-budaya (pengetahuan sikap dan perilaku) dan aspek vector.
Pada dasarnya metode pengendalian vektor DBD yang paling efektif adalah dengan
melibatkan peran serta masyarakat (PSM). Sehingga berbagai teknik pengendalian vektor
cara lain merupakan upaya pelengkap untuk secara cepat memutus rantai penularan.
Berbagai teknik pengendalian vektor (PV) DBD, yaitu :
 Fisik
 Kimia
 Biologi
 Manajemen lingkungan
 Pemberantasan Sarang Nyamuk/PSN
 Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vector Management/IVM)

2.8.1 Secara Fisik


A. Pengendalian terhadap nyamuk dewasa Aedes Aegypti.
1. Tidak menggantung baju secara bertumpuk dalam rumah
2. Pasang kawat kasa di ventilasi rumah
3. Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar
B. Pengendalian terhadap jentik nyamuk Aedes Aegypti
1. Ganti air dalam vas bunga, minuman burung dan tempat-tempat lainnya
seminggu sekali
2. Tidur menggunakan kelambu

2.8.2 Secara Kimia


A. Pengendalian terhadap nyamuk dewasa Aedes Aegypti.
Pengendalian vektor secara kimiawi dengan menggunakan insektisida merupakan
salah satu teknik pengendalian yang lebih populer di masyarakat dibanding dengan cara
pengendalian lain. sasaran insektisida adalah stadium dewasa dan pra dewasa. karena
insektisida adalah racun, maka penggunaannya harus mempertimbangkan dampak terhadap
lingkungan dan organisme bukan sasaran termasuk mamalia. disamping itu penentuan jenis
insektisida, dosis dan metode aplikasi merupakan syarat yang penting untuk dipahami dalam
kebijakan pengendalian vektor. aplikasi insektisida yang berulang disatuan ekosistem akan
menimbulkan terjadinya resistensi serangga sasaran.
Golongan insektisida kimiawi untuk pengendalian DBD adalah :
 sasaran dewasa (nyamuk) adalah : Organophospat (Malathion, methyl pirimiphos),
Pyrethroid (Cypermethrine, lamda-cyhalotrine, cyflutrine Permethrine & S-
Bioalethrine). Yang ditujukan untuk stadium dewasa yang diaplikasikan dengan cara
pengabutan panas/Fogging dan pengabutan dingin/ULV
 Sasaran pra dewasa (jentik) : Organophospat (Temephos).
Selain menggunakan insektisida sebagai bahan fooging bisa juga dengan :
1. Penggunaan obat nyamuk untuk menegah gigitan nyamuk
2. Penggunaan lotion anti nyamuk

B. Pengendalian terhadap jentik nyamuk Aedes Aegypti

1. Larvasida
Larvasidasi terutama dilakukan di daerah yang banyak menampung air/susah air dan
pada penampungan air terbuka yang susah dikuras/dibersihkan.
Manfaat kegiatan Larvasidasi adalah memberantas jentik-jentik nyamuk demam
berdarah dengan menggunakan bubuk abate terutama di daerah yg banyak
menampung air/susah air dan pada penampungan air terbuka yang susah
dikuras/dibersihkan.

2.8.3 Cara Biologi


Pengendalian vektor biologi menggunakan agent biologi seperti predator atau
pemangsa, parasit, bakteri sebagai musuh alami stadium pra dewasa vektor DBD. Jenis
predator yang digunakan adalah ikan pemakn jenti (cupang, tampalo, gabus, guppy, dll),
sedangkan larva Capung, Toxorrhyncites, Mesocyclops dapat juga berperan sebagai predator
walau bukan sbagai metode yang lazim untuk pengendalianvektor DBD.
Jenis pengendalian vektor biologi :
 Parasit : Romanomermes iyengeri
 Bakteri : Baccilus thuringiensis israelensis
Golongan insektisida biologi untukpengendalian DBD (Insect Growth Regulator/IGR
dan Baccilus thuringiensis israelensis/BTI), ditujukan untuk stadium pra dewasa yang
diaplikasikan kedalam habitat perkembangbiakan vektor.
Insect Growth Regulators (IGRs) mampu menghalangi pertumbuhan nyamuk di masa
pra dewasa dengan cara merintangi/menghambat proses chitinsynthesis selama masa jentik
berganti kulit atau mengacaukan proses perubahan pupae dan nyamuk dewasa. IGRs
memiliki tingkat racun yang sangat rendah terhadap mamalia (nilai LD50 untuk keracunan
akut pada methoprene adalah 34.600 mg/kg ).
Bacillus thruringiensis (BTi) sebagai pembunuh jentik nyamuk/larvasida yang tidak
menggangu lingkungan. BTi terbukti aman bagi manusia bila digunakan dalam air minum
pada dosis normal. Keunggulan BTi adalah menghancurkan jentik nyamuk tanpa menyerang
predator entomophagus dan spesies lain. Formula BTi cenderung secara cepat mengendap di
dasar wadah, karena itu dianjurkan pemakaian yang berulang kali. Racunnya tidak tahan sinar
dan rusak oleh sinar matahari.

2.8.4 Manajemen Lingkungan


Lingkungan fisik seperti tipe pemukiman, sarana-prasarana penyediaan air, vegetasi
dan musim sangat berpengaruh terhadap tersedianya habitat perkembangbiakan dan
pertumbuhan vektor DBD. Nyamuk Aedes aegypti sebagai nyamuk pemukiman mempunyai
habitat utama di kontainer buatan yang berada di daerah pemukiman. Manajemen lingkungan
adalah upaya pengelolaan lingkungan sehingga tidak kondusif sebagai habitat
perkembangbiakan atau dikenal sebagai source reduction seperti 3M plus (menguras,
menutup dan memanfaatkan barang bekas, dan plus: menyemprot, memelihara ikan predator,
menabur larvasida dll); dan menghambat pertumbuhan vektor (menjaga kebersihan
lingkungan rumah, mengurangi tempat-tempat yang gelap dan lembab di lingkungan rumah
dll).

2.8.5 Pemberantasan Sarang Nyamuk / PSN-DBD


Pengendalian Vektor DBD yang paling efisien dan efektif adalah dengan memutus
rantai penularan melalui pemberantasan jentik. Pelaksanaannya di masyarakat dilakukan
melalui upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) dalam
bentuk kegiatan 3 M plus. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, kegiatan 3 M Plus ini
harus dilakukan secara luas/serempak dan terus menerus/berkesinambungan. Tingkat
pengetahuan, sikap dan perilaku yang sangat beragam sering menghambat suksesnya gerakan
ini. Untuk itu sosialisasi kepada masyarakat/ individu untuk melakukan kegiatan ini secara
rutin serta penguatan peran tokoh masyarakat untuk mau secara terus menerus menggerakkan
masyarakat harus dilakukan melalui kegiatan promosi kesehatan, penyuluhan di media masa,
serta reward bagi yang berhasil melaksanakannya.
a. Tujuan
Mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti, sehingga penularan DBD dapat dicegah
atau dikurangi.
b. Sasaran
Semua tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD :
• Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari
• Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari (non-TPA)
• Tempat penampungan air alamiah
c. Ukuran keberhasilan
Keberhasilan kegiatan PSN DBD antara lain dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik
(ABJ), apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat
dicegah atau dikurangi.
d. Cara PSN DBD
PSN DBD dilakukan dengan cara ‘3M-Plus’, 3M yang dimaksud yaitu:
• Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi/wc, drum,
dan lain-lain seminggu sekali (M1)
• Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air/tempayan, dan lain-
lain (M2)
• Memanfaatkan atau mendaur ulang barang-barang bekas yang dapat menampung air
hujan (M3).
Selain itu ditambah (plus) dengan cara lainnya, seperti:
• Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat lainnya yang
sejenis seminggu sekali.
• Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak
• Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon, dan lain-lain (dengan tanah, dan
lain-lain)
• Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat yang sulit dikuras atau di
daerah yang sulit air
• Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak penampungan air
• Memasang kawat kasa
• Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar
• Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai
• Menggunakan kelambu
• Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk
• Cara-cara spesifik lainnya di masing-masing daerah.
Keseluruhan cara tersebut diatas dikenal dengan istilah dengan ‘3M-Plus’.
e. Pelaksanaan
1) Di rumah, dilaksanakan oleh anggota keluarga.
2) Tempat tempat umum, dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan atau
pengelola
tempat tempat umum.

2.8.6 Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vektor Management)


Pengendalian vektor terpadu atau dikenal sebagai Integrated Vector Management
(IVM) adalah pengendalian vektor yang dilakukan dengan menggunakan kombinasi beberapa
metode pengendalian vektor, berdasarkan pertimbangan keamanan, rasionalitas dan
efektivitas pelaksanaannya serta kesinambungannya.
Keunggulan Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) adalah (a) dapat meningkatkan
efektifitas serta efisiensi berbagai metode/cara pengendalian, (b) dapat meningkatkan
program pengendalian terhadap lebih dari satu penyakit tular vektor, (c) melalui kerjasama
lintas sektor hasil yang dicapai lebih optimal dan saling menguntungkan.
Pedoman PVT diharapkan menjadi kerangka kerja dan pedoman bagi penentu
kebijakan serta pengelola program pengendalian penyakit tular vektor di Indonesia. Pedoman
ini disusun sebagai acuan dalam pelaksanaan PVT bagi para pengambil keputusan tingkat
Pusat ,Propinsi, Kabupaten/kota dan sektor terkait.

2.9 Kebijakan Pengendalian Penyakit DBD


1. Keputusan Menteri Kesehatan No.581/MENKES/SK/VII/1992 tentang
Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1350/MENKES/XII/2001 Tentang Pestisida,
Depkes Ri, Jakarta Tahun 2004. (Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1, bab iii p, bab ii,
pasal 2, 3, bab iii pasal 4 s/d 7, bab iv pasal 9 s/d 13, bab v pasal 14 s/d 19, bab vi
pasal 20, bab vii pasal 21 )
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1091 Tahun 2004 Tentang Petunjuk Teknis
Standar Pelayanan Minimal Kesehatan Di Kabupaten/Kota.(Lampiran Keputusan
Nomor Urut P. Pencegahan Dan Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah)
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1457 Tahun 2003 Tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota. (P.Pencegahan Dan Pemberantasan
Penyakit Dbd)
5. Keputusan Menteri Kesehatan No.560/Menkes/Per/VII/1999 tentang Jenis Penyakit
Tertentu yang dapat menimbulkan wabah.
6. PP 52 tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Tugas Perbantuan (bab vii pasal 11, 12
bab viii pasal 13, 14 ).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna, yaitu mengalami
perubahan bentuk morfologi selama hidupnya dari stadium telur berubah
menjadi stadium larva kemudian menjadi stadium pupa dan menjadi stadium
dewasa.
2. Tempat perindukan dan berkembang biak nyamuk Aedes aegypti yaitu di
tempat penampungan air seperti bak mandi, lubang wc, ember, tempat minum
burung dan sebagainya. Untuk perilaku menghisap darahnya mereka
menghisap pada pagi hari dan sore hari. Setelah nyamuk betina menghisap
darah manusia, mereka beristirahat selama 2-3 hari dan menunggu hingga
telurnya matang. Penyebaran nyamuk Aedes aegypti yaitu pada daerah tropis
dan sub tropis.
3. Berbagai teknik pengendalian vektor (PV) DBD, yaitu :
 Fisik
 Kimia
 Biologi
 Manajemen lingkungan
 Pemberantasan Sarang Nyamuk/PSN
 Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vector Management/IVM)

Anda mungkin juga menyukai