Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Karakteristik geologis, geomorfologis, dan klimatis Kepulauan Indonesia
yang berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik besar yang aktif dan
saling bertumbukan, didukung oleh variasi konfigurasi relief, dengan iklim
tropis basah menyebabkan tingginya potensi bencana alam. Berbagai
peristiwa bencana yang terjadi telah menimbulkan kerugian harta benda dan
korban jiwa dalam jumlah tidak sedikit. Keadaan ini menunjukkan bahwa
risiko bencana alam di Indonesia masih cukup tinggi. Selain karena
banyaknya jenis bahaya yang mengancam, risiko bencana juga disebabkan
karena semaki meningkatnya jumlah manusia yang rentan terhadap ancaman
bencana serta masih rendahnya kemampuan masyarakat dalam menghadapi
bencana (Sudibyakto, 2007; Lavigne, 2010).

Dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan


Bencana disebutkan bahwa bencana merupakan peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis. Dari pengertian tersebut, bencana dapat dibagi menjadi tiga (3)
macam yaitu bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial. Bencana
alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, angin putting beliung, pohon
tumbang dan tanah longsor. Bencana non-alam adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non-alam yang antara lain
berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
Bencana sosial merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

1
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.

Tabel 1. Klasifikasi Jenis Bencana di Indonesia


Bencana Alam Bencana Non Alam Bencana Sosial
Bencana atmosferik : Kecelakaan transportasi: Kerusuhan social :
badai tropis, petir, Tabrakan kendaraan, tawuran
kekeringan jatuhnya pesawat,
tenggelamnya kapal
Bencana tektonik : Kegagalan teknologi : Konflik SARA
Gempa bumi kebakaran
Bencana vulkanik : Ledakan nuklir Terorisme
Erupsi gunung merapi
Bencana banjir : Banjir Dampak industry :
air sungai, Konvensi lahan,
penggenangan, banjir reklamasi pantai
lahar, banjir bandang,
banjir pasang
Bencana marine : Kerusakan lingkungan:
Tsunami, gelombang Pencemaran udara, laut,
pasang, gelombang sungai, air tanah,
badai, erosi pantai, kepunahan jenis
sedimentasi pantai
Bencana gravitatif : Wabah hama dan
Tanah longsor, penyakit : Serangan ulat
amblesan, runtuhan bulu, serangan belalang,
batuan, robohnya serangan
batuan, rayapan tanah wereng,serangan tikus,
leptospirosis, demam
berdarah
Bencana ekstraterestrial: Kegiatan keantariksaan:
jatuhan meteor perang bintang

2
Sumber : Sunarto, 2011

Terlepas dari faktor dan kondisi geografis, geologis, demografis, dan sosial
budaya yang memungkinkan terjadinya bencana, yang disebabkan oleh faktor
alam, faktor non alam maupun oleh perbuatan manusia yang menyebabkan
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dampak psikologis dan korban
jiwa. Dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan daerah,
sehingga akan mengganggu keadaan keamanan lingkungan, bangunan,
wilayah kota dari bahaya 9 bencana alam tersebut, maka peran strategis
Pemerintah Daerah yang diwakili oleh Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) dalam menangani dan menanggulangi bencana alam dan
penyelamatan korban di lingkungan perkotaan menjadi penting untuk
menekan timbulnya kerugian materi dan korban jiwa yang cukup besar.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Bencana Alam
2. Pengertian Resiko Bencana Alam
3. Dokumentasi Dalam Bencana Alam
4. Pelaporan Nilai Hasil Bencana

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Bencana Alam


Menurut UURI No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,
bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik
oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.
Sementara itu Sunarto dan Rahayu (2006) memberikan definisi bencana
sebagai peristiwa atau serangkaian peristiwa yang terjadi secara mendadak
ataupun perlahan-lahan, yang disebabkan oleh alam, manusia, atau kedua-
duanya dengan menimbulkan akibat bagi pola kehidupan dan penghidupan,
gangguan pada sistem pemerintahan yang normal, atau kerusakan ekosistem,
sehingga diperlukan tindakan darurat untuk menolong dan menyelamatkan
manusia dan lingkungannya. Berdasarkan genetiknya bencana dibedakan
menjadi tiga kelas yaitu bencana alam (natural disaster), bencana biologis
(biological disaster), dan bencana antropogenik (anthropogenic disasters).

Bencana alam menurut UURI No 24 Tahun 2007 adalah bencana yang


diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh
alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Sedangkan menurut Sudibyakto
dan Hadi (2001) Bencana alam merupakan suatu fenomena alam yang
disebabkan oleh tenaga eksogen maupun endogen yang terjadi pada suatu
wilayah tertentu dalam kurun waktu tertentu pula, mengakibatkan kerusakan
lingkungan, jatuhnya korban jiwa manusia, hewan, dan kehilangan harta
benda, serta rusaknya tatanan sosial dan ekonomi masyarakat secara
signifikan. Sunarto dan Rahayu (2006) menjelaskan jenis-jenis bencana alam

4
meliputi badai, banjir, erupsi gunungapi, gempabumi, tsunami, longsor, dan
bencana meteorik.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, konsep bencana alam dalam penelitian
ini adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa karena faktor alam yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat.
Faktor-faktor alam tersebut antara lain dari adanya aktivitas geologis dan
geomorfologis dan klimatologis yang berupa erupsi gunungapi, gempa bumi,
tsunami, tanah longsor, dan banjir, serta gerakan massa. Dalam penelitian ini,
jenis bencana alam yang dikaji adalah erupsi gunungapi dan gerakan massa
(longsor). Menyimpulkan dari definisi di atas, maka terjadinya bencana alam
ditimbulkan oleh adanya ancaman bahaya dari faktor alam dan
kerawanan/kerentanan sehingga menimbulkan risiko bencana alam.

B. Resiko Bencana Alam


Risiko adalah derajad kehilangan atau nilai dugaan dari kerugian (kematian,
luka-luka, properti) yang diakibatkan oleh suatu bencana. Risiko bencana
merupakan fungsi dari bahaya (hazard),exposure, dan kerentanan
(vulnerability) (Thywissen, 2006). Sedangkan menurut UURI No 24 Tahun
2007 tentang penanggulangan bencana, Risiko didefinisikan sebagai potensi
kerugian yang ditimbulkan akibat bencana di suatu wilayah dan kurun waktu
tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya
rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan
kegiatan masyarakat. Elemen risiko meliputi bahaya (hazard), kerawanan
(vulnerability) yang dapat dikombinasikan dengan kemampuan mengatasi
bencana (coping capacity). Secara sederhana risiko dapat dituliskan sebagai R
= f (H, V, C) dimana R adalah risiko, H adalah bahaya, V adalah kerawanan,
dan C adalah kemampuan mengatasi bencana (Sunarto dkk, 2010).

Pengertian bahaya tidak sama dengan bencana. Seringkali bencana (disaser)


disama-artikan dengan bahaya (hazard). Bahaya adalah ancaman yang dapat
menimbulkan suatu bencana, jadi belum mempengaruhi kehidupan manusia.
Sedangkan bencana adalah bahaya yang sudah melanda atau mempengaruhi

5
kehidupan manusia sehingga manusia mengalami kerugian atau menjadi
korban (Sunarto, 2011). Adapun kerawanan bencana merupakan kondisi atau
karakteristik geologis, biologis, 6 hidrologis, klimatologis, geografis, sosial,
budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka
waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai
kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk
bahaya tertentu (UURI No 24 Tahun 2007).

Analisis risiko bencana mempunyai kedudukan penting dalam kegiatan


penanggulangan bencana. Dalam UURI No 24 Tahun 2007 dan PPRI No 21
Tahun 2008 diamanatkan bahwa setiap kegiatan pembangunan yang
mempunyai risiko tinggi menimbulkan bencana dipersyaratkan wajib
dilengkapi dengan analisis risiko bencana sebagai bagian dari
penanggulangan bencana. Analisis risiko bencana adalah kegiatan penelitian
dan studi tentang kegiatan memungkinkan terjadi bencana (Sunarto, 2011).
Adapun dalam Peraturan Menteri ESDM No 15 Tahun 2011 tentang
Pedoman Mitigasi Bencana Gunungapi, Gerakan Tanah, Gempa Bumi, dan
Tsunami, disebutkan bahwa salah satu pertimbangan dalam penilaian risiko
bencana adalah hasil analisis kawasan rawan bencana (Sagala dan
Yasaditama, 2012).

C. Dokumentasi
Dokumentasi adalah sebuah cara yang dilakukan untuk menyediaan
dokumen-dokumen dengan menggunakan bukti yang akurat dari pencatatan
sumber-sumber informasi khusus dari karangan/ tulisan, wasiat, buku,
undang-undang, dan sebagainya. Dalam artian umum dokumentasi
merupakan sebuah pencarian, penyelidikan, pengumpulan, pengawetan,
penguasaan, pemakaian dan penyediaan dokumen. Dokumentasi ini
digunakan untuk mendapatkan keterangan dan penerangan pengetahuan dan
bukti. Dalam hal ini termasuk kegunaan dari arsip perpustakaan dan
kepustakaan Dokumentasi biasanya juga digunakan dalam sebuah laporan
pertanggung jawaban dari sebuah kejadian.

6
Merekam bencana tak bisa dikatakan mudah. Setiap musibah selalu
melibatkan emosi yang muncul dari objek maupun sang fotografer itu sendiri.
Di satu sisi fotografer bertugas menyampaikan informasi kepada publik.
Sementara di sisi lain, mereka diharuskan berpegang teguh pada norma dan
etika di tengah masyarakat. Mereka juga diharapkan menjadi penolong saat
kejadian tersebut berlangsung.

Pewarta foto Jakarta Globe dan European Pressphoto Agency (EPA), Boy Tri
Harjanto, mengatakan memotret peristiwa bencana bertujuan menyampaikan
fakta lewat gambar untuk menarik simpati dari kalangan luas. Goal-nya
adalah publik dan pemerintah dapat memberikan bantuan atau perbaikan
setelah foto tersebut dipublikasikan. “Saat memotret, utamakan kepentingan
umum. Namun, saat objek/korban sudah merasa tidak nyaman, berhentilah.
Jangan menghalangi evakuasi korban atau bahkan melakukan setting foto.
Pemilihan objek harus dipikirkan, jangan serta merta menanggalkan etika,
seperti memotret jenazah dengan frontal.

SOP Pendokumentasian Bencana :


1. Siapkan peralatan sejak awal
2. Pelajari tanda alam
3. Siapkan alat komunikasi
4. Perhatikan petunjuk petugas yang berwenang
5. Perhatikan peta jalur evakuasi

7
Hasil dokumentasi

D. Pelaporan Nilai Hasil Bencana


1. TAHAP I PENILAIAN KONDISI (Assessment)
Penilaian Kondisi adalah suatu proses mengumpulkan informasi atau
data yang dilakukan secara sistematis, yang selanjutnya akan dianalisa
untuk menentukan dan menilai kondisi-kondisi tertentu. Assessment
dalam arti yang lebih luas merupakan proses monitoring dan refleksi
yang berlangsung terus menerus yang akan membantu kita merencanakan

8
dan menyesuaikan program agar tetap cocok dengan kondisi dan
kebutuhan masyarakat korban. Dalam hal ini kegiatan assessment
menjadi sesuatu yang dilakukan setiap waktu dan bukan suatu gambaran
tetap mengenai kondisi masyarakat kebutuhan dan sumber daya yang ada
pada suatu saat tertentu.
Assessment penting dilakukan untuk mengetahui akar permasalahan
suatu kondisi krisis dan memutuskan langkah-langkah penanganan yang
tepat. Informasi yang perlu dikumpulkan pada waktu melakukan
assessment mencakup informasi awal suatu kondisi bencana dan
informasi perubahan yang terjadi.
a. Tim Penilai Kondisi Darurat
Assessment dapat dilakukan oleh orang per orang, tetapi bisa juga
oleh Tim yang terdiri dari 2 atau 3 orang. Anggota tim sebaiknya
tidak terlalu banyak untuk mencegah masuknya informasi yang
melebar yang sebenarnya tidak perlu, juga untuk menghemat waktu.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pembentukan tim
penilai antara lain :
1) Pemahaman tentang daerah bencana. Sebaiknya tim melibatkan
orang yang benar-benar memahami kondisi sehari-hari dalam
daerah bencana. Dengan demikian keterlibatan orang lokal
sangat direkomendasikan. Tetapi juga perlu diwaspadai
kemungkinan terjadi bias individu dalam penilaian, terutama
ketika ada kepentingan tertentu dari orang lokal terhadap hasil
penilaian kondisi.
2) Keseimbangan gender. Seluruh tim sebaiknya memiliki
sensitivitas gender. Ketimpangan gender yang kemungkinan
besar sudah terjadi dalam kehidupan sehari-hari, jangan sampai
menjadi lebih parah dalam kondisi bencana, dan jangan sampai
diperparah juga dalam pemberian bantuan kemanusiaan. Selain
itu penting untuk mengetahui pendapat kelompok perempuan
dalam berbagai hal, termasuk dalam menilai akar masalah
bencana, dampaknya serta kebutuhan yang ada. Dalam banyak

9
kelompok masyarakat, perempuan hanya bisa bicara terbuka
dengan perempuan, sehingga untuk bisa mendengarkan suara
perempuan dalam proses penilaian kondisi, maka penting untuk
menjaga menyeimbangkan komposisi laki-laki dan perempuan
dalam tim.
3) Kebijakan-kebijakan yang ada di dalam wilayah bencana
a) Kebijakan pembangunan yang berdampak pada resiko
bencana
b) Kebijakan penanganan bencana yang ada
4) Kepemimpinan. Kepemimpinan dalam tim penilai kondisi
darurat adalah hal yang sangat krusial, dimana pimpinan tim
harus bertangungjawab atas proses penilaian, mampu
merangkum dan menganalisis penilaian-penilaian anggota tim
dalam waktu cepat dan setepat-tepatnya.
5) Mengintegrasikan perencanaan dengan implementasi.

b. Informasi yang Dibutuhkan


1) Sumber informasi
Untuk mengetahui keadaan wilayah bencana, perlu ada
pendekatan dengan sumber-sumber local seperti :
a) Komunitas korban
b) Tokoh masyarakat : adat, agama, dll.
c) Aparat pemerintah, baik pemda (administratif), instansi
sektoral maupun instansi teknis yang berkaitan dengan
dampak bencana dan kebutuhan komunitas korban.
d) Secara khusus dari kaum perempuan korban
e) Masyarakat lokal di sekitar penampungan korban
f) Media massa
g) Orang yang baru kembali dari wilayah bencana
h) Organisasi kemanusiaan lain.
Prioritas utama sumber informasi tetap dari komunitas
korban sendiri. Sumber-sumber lain berfungsi sebagai

10
pelengkap dan atau alat perbandingan dengan kondisi lapangan
yang kasat mata. Prioritas sumber lain sangat tergantung pada
akar masalah dan dampak bencana yang terjadi, serta jenis
informasi yang diinginkan.
2) Jenis Informasi
Informasi-informasi yang perlu diketahui dalam sebuah
assessment adalah :
a) Informasi tentang kondisi darurat
b) Informasi tentang wilayah bencana
c) Informasi tentang bantuan dari pihak lain

c. Metode Pengumpulan Informasi


Informasi yang diinginkan dapat diperoleh dengan cara :
1) Review informasi yang sudah ada. Bisa bersumber dari file
kantor, organisasi lain, lembaga pemerintah, lembaga agama,
contact person yang memahami wilayah bencana dengan baik.
2) Mengunjungi langsung daerah yang terkena bencana. Selain
pengamatan lapangan, juga dibangun percakapan-percakapan
terbuka langsung dengan para korban dalam suasana informal.
Karena biasanya situasi informal akan membantu mendapatkan
informasi yang lebih dalam daripada dalam suasana formal.

d. Manfaat Informasi
1) Perencanaan program. Informasi yang diperoleh dari hasil
penilaian kondisi menjadi dasar untuk membuat rekomendasi
ataupun keputusan mengenai aktifitas yang perlu dilakukan,
dengan mempertimbangkan kelayakan, sentivitas konteks, dan
dampaknya secara jangka panjang terhadap wilayah tersebut
serta masyarakat sekitarnya.
2) Bahan Komunikasi. Sebagai bahan komunikasi, informasi yang
diperoleh bisa digunakan untuk tujuan pendidikan,

11
penggalangan dana, lobi atau advokasi kebijakan (lokal maupun
internasional).
3) Monitoring. Informasi yang diperoleh bisa dimanfaatkan untuk
membangun basis ukuran kemajuan dan capaian dalam
pelaksanaan kegiatan.

2. TAHAP II PERENCANAAN PROGRAM


a. Jenis Program
Informasi-informasi yang terangkum dalam laporan hasil assement
kemudian dipergunakan sebagai acuan dalam perencanaan kegiatan.
Kegiatan yang dilakukan tidak selalu berupa pemberian bantuan
kemanusiaan. Beberapa kegiatan yang bisa menjadi follow-up dari
hasil penilaian antara lain :
1) Memulai kegiatan bantuan kemanusiaan untuk korban bencana
2) Melakukan monitoring situasi secara regular
3) Mendukung pihak lain yang memberikan bantuan kemanusiaan
4) Melakukan advokasi atau tekanan kepada pihak lain untuk
melakukan sesuatu, baik bantuan maupun perubahan kebijakan
(khususnya kepada pemerintah)
5) Kombinasi dari hal-hal diatas.

b. Tahap-Tahap Perencanaan
Bila kita memutuskan untuk merespon dengan bantuan kemanusiaan,
maka perlu dilakukan perencanaan dengan mempertimbangkan
langkah-langkah sebagai berikut :
1) Memutuskan prioritas respon
2) Perumusan mekanisme kerja dan pembentukan tim kerja
3) Pembuatan proposal cepat

3. TAHAP III IMPLEMENTASI PROGRAM


Tahap implementasi merupakan suatu tahap yang penting dimana sebuah
lembaga pemberi bantuan dituntut kreatifitas dan kecakapannya

12
berhadapan langsung dengan masyarakat korban. Kreatifitas dan
kecakapan untuk beradaptasi dengan kondisi lapangan dan masyarakat
korban termasuk dengan perubahan–perubahan yang terjadi. Lancar
tidaknya sebuah operasi penanganan kondisi darurat sangat ditentukan
oleh sistem management dan ketepatan penanganan di lapangan. Sistem
manajemen itu sendiri sebaiknya sudah dipersiapkan sebelum terjadinya
kondisi darurat minimal prinsip-prinsip praktis berbasis lokal yang
membantu kelancaran dan kecepatan respon.

Sistem manajemen operasi respon darurat pada dasarnya tidak jauh


berbeda dengan system manajemen program jangka panjang.
Karakteristik khusus yang harus dipegang dalam manajemen kondisi
darurat adalah waktu dan perubahan. Sebuah manajemen yang ketat
sangat dibutuhkan untuk menjamin respon tepat pada waktunya, dan di
sisi lain kemampuan staff lapangan untuk membaca fenomena-fenomena
lapangan juga sangat dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian-
penyesuaian seiring dengan perubahan-perubahan yang sering terjadi
dengan cepat dalam situasi darurat.
a. Sistem Manajemen Operasi Respon Kondisi Darurat
Sistem manajemen kondisi darurat meliputi beberapa poin dasar
yakni :
1) Manajemen Tim Kerja
Kualitas suatu operasi sangat tergantung pada kualitas dan
komitmen staf yang terlibat didalam tim kerja. Pada kondisi
darurat, waktu dan kebutuhan seperti kejar mengejar. Proses
pemenuhan kebutuhan teknis dilaksanakan dalam waktu singkat.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen tim
kerja adalah :
a) Rekrutmen
b) Training cepat
c) Kontrak kerja
d) Job Description

13
e) Evaluasi kinerja
f) Peningkatan kapasitas
g) Kesejahteraan staff
h) Panduan Keamanan
2) Manajemen Keuangan
Finansial/keuangan merupakan motor dari setiap kegiatan
penanganan kondisi darurat. Oleh karenanya, diperlukan suatu
sistem pengelolaan yang baik dan sistematis. Manajemen
keuangan dalam kondisi darurat biasanya lebih sulit daripada
program jangka panjang.
3) Manajemen Logistik
Manajemen logistik dalam respon kondisi darurat terdiri dari
berbagai hal yang menyangkut kelancaran operasi. Dalam
manual kali ini akan menekankan pada dua hal, yakni
pemesanan barang dan penyimpanan (gudang).

b. Pelaksanaan Operasi di Lapangan


1) Registrasi
Registrasi adalah sebuah cara sistematis mengumpulkan
informasi dari kelompok target. Dalam hal ini, registrasi
ditujukan untuk mengetahui jumlah keseluruhan kelompok
target yang akan dibantu secara tepat dan langsung dari
sumbernya.
2) Distribusi
Tahap-tahap melakukan distribusi adalah :
a) Perencanaan
b) Pelaksanaan distribusi
c) Evaluasi distribusi
3) Pengorganisasian Camp
Kebanyakan kondisi darurat mengakibatkan terjadinya
pengungsian, dimana komunitas korban meninggalkan tempat
tinggal mereka di wilayah bencana dan pindah ke tempat lain

14
yang relative lebih aman. Biasanya mereka terkumpul di satu
atau lebih tempat dalam jumlah besar, baik yang terjadi dengan
spontan atau sengaja diatur untuk mempermudah penanganan.
Pengorganiasian kamp perlu dilakukan untuk meyakinkan
adanya partisipasi komunitas korban dalam kegiatan respon
kondisi darurat yang ada.
c. Koordinasi
Biasanya pada suatu kondisi darurat yang membutuhkan bantuan
dari luar akan ada banyak lembaga yang terlibat, baik pemerintah,
lembaga lokal, lembaga keagamaan maupun lembaga lembaga dana.
Koordinasi penting untuk menghindari kesimpangsiuran, tumpang
tindih, keterlewatan (overlooked) bantuan dan kekeliruan penafsiran
kondisi. Kegiatan koordinasi umumnya dilakukan dalam bentuk
pertemuan koordinasi antara sesama NGO dan atau lembaga
pemerintah yang bekerja pada suatu kondisi bencana yang sedang
terjadi.

4. TAHAP IV MONITORING DAN EVALUASI


a. Monitoring
1) Tujuan
Monitoring bertujuan untuk mengukur kemajuan dan efektifitas
pekerjaan dibandingkan dengan tujuan dan rencana yang telah
dirumuskan.
2) Indikator
Monitoring biasanya didasarkan pada indikator-indikator yang
dibangun dalam perencanaan, yang dicantumkan dalam proposal
kegiatan.
3) Pelaksana
Mereka yang bisa ditunjuk untuk melakukan pekerjaan
monitoring adalah sebagai berikut : Dari kelompok kerja yang
sama, pihak luar (organisasi atau individual) mempunyai

15
kapasitas penanganan bencana, staf lembaga yang paham
program.
4) Metode
a) Observasi
b) Wawancara
c) Cross-check data dan informasi dari lembaga lain maupun
dari pemerintah
d) Dokumentasi visual

b. Evaluasi
Evaluasi adalah strategi yang penting digunakan untuk menunjukkan
efektifitas dan akuntabilitas kerja kita. Monitoring yang reguler akan
membantu dalam menemukan hal-hal yang perlu dievaluasi.

5. TAHAP V PELAPORAN
Kebutuhan akan laporan dalam situasi darurat tidak semata-mata dapat
dipenuhi dengan laporan pelaksanaan kegiatan. Kejadian yang biasanya
mendadak dan perkembangan situasi yang cepat menuntut adanya sistem
pelaporan yang mengakomodir kebutuhan akan update informasi.
Beberapa jenis laporan dalam situasi darurat adalah :
a. Laporan situasi
b. Laporan kegiatan
c. Laporan situasi perkembangan keamanan

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik
oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu bencana alam, bencana nonalam, dan bencana social.
Dokumentasi adalah sebuah cara yang dilakukan untuk menyediaan
dokumen-dokumen dengan menggunakan bukti yang akurat dari pencatatan
sumber-sumber informasi khusus dari karangan/ tulisan, wasiat, buku,
undang-undang, dan sebagainya. Penilaian Kondisi adalah suatu proses
mengumpulkan informasi atau data yang dilakukan secara sistematis, yang
selanjutnya akan dianalisa untuk menentukan dan menilai kondisi-kondisi
tertentu.

17

Anda mungkin juga menyukai