Anda di halaman 1dari 44

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut
masa nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan
untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post
partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak,
2010).
Partus di anggap spontan atau normal jika wanita berada dalam
masa aterm, tidak terjadi komplikasi, terdapat satu janin presentasi puncak
kepala dan persalinana selesai dalam 24 jam (Bobak, 2005).
Partus spontan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan dengan ketentuan ibu atau tanpa anjuran atau obatobatan (prawiroharjo, 2000).
Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum
sewaktu persalinan (Mohtar, 1998).

B. Anatomi Dan Fisiologi


Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ interna, yang terletak di
dalam rongga pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis, dan genetalia
eksterna, yang terletak di perineum. Struktur reproduksi interna dan

eksterna berkembang menjadi matur akibat rangsang hormon estrogen dan


progesteron (Bobak, 2005).
1. Stuktur eksterna

a. Vulva
Vulva adalah nama yang diberikan untuk struktur genetalia
externa. Kata ini berarti penutup atau pembungkus yang berbentuk
lonjong, berukuran panjang, mulai klitoris, kanan kiri dibatasi
bibir kecil sampai ke belakang dibatasi perineum.
b. Mons pubis
Mons pubis atau mons veneris adalah jaringan lemak
subkutan berbentuk bulat yang lunak dan padat serta merupakan
jaringan ikat jarang di atas simfisis pubis. Mons pubis
mengandung banyak kelenjar sebasea dan ditumbuhi rambut
berwarna hitam, kasar, dan ikal pada masa pubertas, mons

berperan dalam sensualitas dan melindungi simfisis pubis selama


koitus.
c. Labia mayora
Labia mayora adalah dua lipatan kulit panjang melengkung
yang menutupi lemak dan jaringan kulit yang menyatu dengan
mons pubis. Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah
bawah mengililingi labia minora, berakhir di perineum pada garis
tengah. Labia mayora melindungi labia minora, meatus urinarius,
dan introitus vagina. Pada wanita yang belum pernah melahirkan
anak pervaginam, kedua labia mayora terletak berdekatan di garis
tengah, menutupi stuktur-struktur di bawahnya.
Setelah melahirkan anak dan mengalami cedera pada
vagina atau pada perineum, labia sedikit terpisah dan bahkan
introitus vagina terbuka.
Penurunan produksi hormon menyebapkan atrofi labia
mayora. Pada permukaan arah lateral kulit labia tebal, biasanya
memiliki pigmen lebih gelap daripada jaringam sekitarnya dan
ditutupi rambut yang kasar dan semakin menipis ke arah luar
perineum. Permukaan medial labia mayora licin, tebal, dan tidak
tumbuhi rambut. Sensitivitas labia mayora terhadap sentuhan,
nyeri, dan suhu tinggi. Hal ini diakibatkan adanya jaringan saraf
yang menyebar luas, yang juga berfungsi selama rangsangan
seksual.

10

d. Labia minora
Labia minora terletak di antara dua labia mayora,
merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit, dan tidak berambut
yang , memanjang ke arah bawah dari bawah klitoris dan dan
menyatu dengan fourchett. Sementara bagian lateral dan anterior
labia biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia
minora sama dengan mukosa vagina. Pembuluh darah yang
sangat banyak membuat labia berwarna merah kemerahan dan
memungkankan labia minora membengkak, bila ada stimulus
emosional atau stimulus fisik. Kelenjar-kelenjar di labia minora
juga melumasi vulva. Suplai saraf yang sangat banyak membuat
labia minora sensitif, sehingga meningkatkan fungsi erotiknya.
e. Klitoris
Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan yang
terletak tepat di bawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak
terangsang, bagian yang terlihat adalah sekitar 6x6 mm atau
kurang. Ujung badan klitoris dinamai glans dan lebih sensitif dari
pada badannya. Saat wanita secara seksual terangsang, glans dan
badan klitoris membesar.
Kelenjar sebasea klitoris menyekresi smegma, suatu
substansi lemak seperti keju yang memiliki aroma khas dan
berfungsi sebagai feromon. Istilah klitoris berasal dari kata dalam
bahasa yunani, yang berarti kunci karena klitoris dianggap

11

sebagai kunci seksualitas wanita. Jumlah pembuluh darah dan


persarafan yang banyak membuat klitoris sangat sensitif terhadap
suhu, sentuhan dan sensasi tekanan.
f. Vestibulum
Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti
perahu atau lojong, terletak di antara labia minora, klitoris dan
fourchette. Vestibulum terdiri dari muara uretra, kelenjar
parauretra,

vagina

dan

kelenjar

paravagina.

Permukaan

vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh


bahan kimia. Kelenjar vestibulum mayora adalah gabungan dua
kelenjar di dasar labia mayora, masing-masing satu pada setiap
sisi orifisium vagina.
g. Fourchette
Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih
dan tipis, dan terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora
dan minora di garis tengah di bawah orifisium vagina. Suatu
cekungan dan fosa navikularis terletak di antara fourchette dan
himen
h. Perineum
Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit antara
introitus vagina dan anus. Perineum membentuk dasar badan
perineum.

12

2. Struktur interna

a. Ovarium
Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, di bawah dan
di belakang tuba falopi. Dua lagamen mengikat ovarium pada
tempatnya, yakni bagian mesovarium ligamen lebar uterus, yang
memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis lateral kira-kira
setinggi krista iliaka anterosuperior, dan ligamentum ovarii
proprium, yang mengikat ovarium ke uterus. Dua fungsi ovarium
adalah menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi hormon.
Saat lahir, ovarium wanita normal mengandung banyak ovum
primordial. Di antara interval selama masa usia subur ovarium
juga merupakan tempat utama produksi hormon seks steroid
dalam

jumlah

yang

dibutuhkan

untuk

pertumbuhan,

perkembangan, dan fungsi wanita normal.

13

b. Tuba fallopi
Sepasang tuba fallopi melekat pada fundus uterus. Tuba ini
memanjang ke arah lateral, mencapai ujung bebas legamen lebar
dan berlekuk-lekuk mengelilingi setiap ovarium. Panjang tuba ini
kira-kira 10 cm dengan berdiameter 0,6 cm. Tuba fallopi
merupakan jalan bagi ovum. Ovum didorong di sepanjang tuba,
sebagian oleh silia, tetapi terutama oleh gerakan peristaltis lapisan
otot. Esterogen dan prostaglandin mempengaruhi gerakan
peristaltis. Aktevites peristaltis tuba fallopi dan fungsi sekresi
lapisan mukosa yang terbesar ialah pada saat ovulasi.
c. Uterus
Uterus adalah organ berdinding tebal, muskular, pipih,
cekung yang tampak mirip buah pir yang terbalik. Uterus normal
memiliki bentuk simetris, nyeri bila di tekan, licin dan teraba
padat. Uterus terdiri dari tiga bagian, fudus yang merupakan
tonjolan bulat di bagian atas dan insersituba fallopi, korpus yang
merupakan bagian utama yang mengelilingi cavum uteri, dan
istmus, yakni bagian sedikit konstriksi yang menghubungkan
korpus dengan serviks dan dikenal sebagai sekmen uterus bagian
bawah pada masa hamil. Tiga fungsi uterus adalah siklus
menstruasi dengan peremajaan endometrium, kehamilan dan
persalinan.

14

Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan :


1) Endometrium yang mengandung banyak pembuluh darah
ialah suatu lapisan membran mukosa yang terdiri dari tiga
lapisan : lapisan permukaan padat, lapisan tengah jaringan ikat
yang

berongga,

dan

lapisan

dalam

padat

yang

menghubungkan indometrium dengan miometrium.


2) Miometrum yang tebal tersusun atas lapisan lapisan serabut
otot polos yang membentang ke tiga arah. Serabut
longitudinal membentuk lapisan luar miometrium, paling
benyak ditemukan di daerah fundus, membuat lapisan ini
sangat cocok untuk mendorong bayi pada persalinan.
3) Peritonium perietalis
Suatu membran serosa, melapisi seluruh korpus uteri, kecuali
seperempat permukaan anterior bagian bawah, di mana
terdapat kandung kemih dan serviks. Tes diagnostik dan
bedah pada uterus dapat dilakukan tanpa perlu membuka
rongga abdomen karena peritonium perietalis tidak menutupi
seluruh korpus uteri.
d. Vagina
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat
melipat dan mampu meregang secara luas. Mukosa vagina
berespon

dengan

cepat

terhadap

progesteron. sel-sel mukosa

stimulai

esterogen

dan

tanggal terutama selama siklus

15

menstruasi dan selama masa hamil. Sel-sel yang di ambil dari


mukosa vagina dapat digunakan untuk mengukur kadar hormon
seks steroid. Cairan vagina berasal dari traktus genetalis atas atau
bawah. Cairan sedikit asam. Interaksi antara laktobasilus vagina
dan glikogen mempertahankan keasaman. Apabila pH nik diatas
lima, insiden infeksi vagina meningkat. Cairan yang terus
mengalir dari vagina mempertahankan kebersihan relatif vagina.

C. Etiologi
Partus normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah
cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau
jalan lain, dengan bantuan.
1. Partus dibagi menjadi 4 kala :
a. kala I, kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol
sampai pembukaan lengkap. Pada permulaan his, kala pembukaan
berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturien masih dapat
berjalan-jalan. Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12
jam sedangkan multigravida sekitar 8 jam.
b. Kala II, gejala utama kala II adalah His semakin kuat dengan
interval 2 sampai 3 menit, dengan durasi 50 sampai 100 detik.
Menjelang akhir kala I ketuban pecah yang ditandai dengan
pengeluaran cairan secara mendadak. Ketuban pecah pada
pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan mengejan. Kedua

16

kekuatan, His dan mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga


kepala membuka pintu. Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh
putar paksi luar. Setelah putar paksi luar berlangsung kepala
dipegang di bawah dagu di tarik ke bawah untuk melahirkan bahu
belakang. Setelah kedua bahu lahir ketiak di ikat untuk melahirkan
sisa badan bayi yang diikuti dengan sisa air ketuban.
c. Kala III, setelah kala II kontraksi uterus berhenti 5 sampai 10
menit. Dengan lahirnya bayi, sudah dimulai pelepasan plasenta.
Lepasnya plasenta dapat ditandai dengan uterus menjadi bundar,
uterus terdorong ke atas, tali pusat bertambah panjang dan terjadi
perdarahan.
d. Kla

IV,

dimaksudkan

untuk

melakukan

observasi

karena

perdarahan post partum paling sering terjadi pada 2 jam pertama,


observasi yang dilakukan yaitu tingkat kesadaran penderita,
pemeriksaan

tanda-tanda vital,

kontraksi

uterus,

terjadinya

perdarahan. Perdarah dianggap masih normal bila jumlahnya tidak


melebihi 400 sampai 500 cc (Manuaba, 1989).
2. Faktor penyebab ruptur perineum diantaranya adalah faktor ibu, faktor
janin, dan faktor persalinan pervaginam.
a. Faktor Ibu
1) Paritas

Menurut panduan Pusdiknakes 2003, paritas adalah jumlah


kehamilan yang mampu menghasilkan janin hidup di luar

17

rahim (lebih dari 28 minggu). Paritas menunjukkan jumlah


kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas dan
telah dilahirkan, tanpa mengingat jumlah anaknya (Oxorn,
2003).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia paritas adalah
keadaan kelahiran atau partus. Pada primipara robekan
perineum hampir selalu terjadi dan tidak jarang berulang pada
persalinan berikutnya (Sarwono, 2005).
2) Meneran

Secara fisiologis ibu akan merasakan dorongan untuk meneran


bila pembukaan sudah lengkap dan reflek ferguson telah
terjadi. Ibu harus didukung untuk meneran dengan benar pada
saat ia merasakan dorongan dan memang ingin mengejang
(Jhonson, 2004). Ibu mungkin merasa dapat meneran secara
lebih efektif pada posisi tertentu (JHPIEGO, 2005).
b. Faktor Janin
1) Berat Badan Bayi Baru lahir

Makrosomia adalah berat janin pada waktu lahir lebih dari


4000 gram (Rayburn, 2001).
Makrosomia disertai dengan meningkatnya resiko trauma
persalinan melalui vagina seperti distosia bahu, kerusakan
fleksus brakialis, patah tulang klavikula, dan kerusakan

18

jaringan lunak pada ibu seperti laserasi jalan lahir dan robekan
pada perineum (Rayburn, 2001).
2) Presentasi

Menurut kamus kedokteran, presentasi adalah letak hubungan


sumbu memanjang janin dengan sumbu memanjang panggul
ibu (Dorland,1998).
a) Presentasi Muka
Presentasi

muka

atau

presentasi

dahi

letak

janin

memanjang, sikap extensi sempurna dengan diameter pada


waktu masuk panggul atau diameter submentobregmatika
sebesar 9,5 cm. Bagian terendahnya adalah bagian antara
glabella dan dagu, sedang pada presentasi dahi bagian
terendahnya antara glabella dan bregma (Oxorn, 2003).
b) Presentasi Dahi
Presentasi

dahi

adalah

sikap

ekstensi

sebagian

(pertengahan), hal ini berlawanan dengan presentasi muka


yang ekstensinya sempurna. Bagian terendahnya adalah
daerah diantara margo orbitalis dengan bregma dengan
penunjukknya adalah dahi. Diameter bagian terendah
adalah

diameter

verticomentalis

sebesar

13,5

cm,

merupakan diameter antero posterior kepala janin yang


terpanjang (Oxorn, 2003).

19

c) Presentasi Bokong
Presentasi bokong memiliki letak memanjang dengan
kelainan dalam polaritas. Panggul janin merupakan kutub
bawah dengan penunjuknya adalah sacrum. Berdasarkan
posisi janin, presentasi bokong dapat dibedakan menjadi
empat

macam

yaitu

presentasi

bokong

sempurna,

presentasi bokong murni, presentasi bokong kaki, dan


presentasi bokong lutut (Oxorn, 2003).
c. Faktor Persalinan Pervaginam
1) Vakum ekstrasi

Vakum ekstrasi adalah suatu tindakan bantuan persalinan,


janin dilahirkan dengan ekstrasi menggunakan tekanan negatif
dengan alat vacum yang dipasang di kepalanya (Mansjoer,
2002).
2) Ekstrasi Cunam/Forsep

Ekstrasi Cunam/Forsep adalah suatu persalinan buatan, janin


dilahirkan dengan cunam yang dipasang di kepala janin
(Mansjoer, 2002). Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu
karena tindakan ekstrasi forsep antara lain ruptur uteri,
robekan portio, vagina, ruptur perineum, syok, perdarahan post
partum, pecahnya varices vagina (Oxorn, 2003).

20

3) Embriotomi adalah prosedur penyelesaian persalinan dengan

jalan melakukan pengurangan volume atau merubah struktur


organ tertentu pada bayi dengan tujuan untuk memberi peluang
yang lebih besar untuk melahirkan keseluruhan tubuh bayi
tersebut (Syaifudin, 2002).
4) Persalinan Presipitatus

Persalinan presipitatus adalah persalinan yang berlangsung


sangat cepat, berlangsung kurang dari 3 jam, dapat disebabkan
oleh abnormalitas kontraksi uterus dan rahim yang terlau kuat,
atau pada keadaan yang sangat jarang dijumpai, tidak adanya
rasa nyeri pada saat his sehingga ibu tidak menyadari adanya
proses persalinan yang sangat kuat (Cunningham, 2005).

D. Patofisiologi
1. Adaptasi Fisiologi
a. Infolusi uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat
kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan,
uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilikus
dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis.
Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di
atas umbilikus. Fundus turun kira-kira 1 smpai 2 cm setiap 24 jam.

21

Pada hari pasca partum keenam fundus normal akan berada di


pertengahan antara umbilikus dan simpisis pubis.
Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat
sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu
setelah melahirkan dan 350 gr 2 minggu setelah lahir. Satu minggu
setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul. Pada minggu
keenam, beratnya menjadi 50-60 gr. Peningkatan esterogen dan
progesteron bertabggung jawab untuk pertumbuhan masif uterus
selama hamil. Pada masa pasca partum penurunan kadar hormon
menyebapkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung
jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang
terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebap ukuran
uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
d. Kontraksi
intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera
setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap
penurunan volume intrauterin yang sangat besar. homeostasis pasca
partum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah
intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan
bekuan. Hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi pembuluh
darah dan membantu hemostasis. Salama 1-2 jam pertama pasca
partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak

22

teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin


secara intravena

atau intramuskuler diberikan segera setelah

plasenta lahir. Ibu yang merencanakan menyusui bayinya,


dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir
karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin.
3. Adaptasi psikologis
Menurut Hamilton, 1995 adaptasi psikologis ibu post partum
dibagi menjadi 3 fase yaitu :
a. Fase taking in / ketergantungan
Fase ini dimuai hari pertama dan hari kedua setelah melahirkan
dimana ibu membutuhkan perlindungandan pelayanan.
b. Fase taking hold / ketergantungan tidak ketergantungan
Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir
pada minggu keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap
untuk menerima peran barunya dan belajar tentang semua hal-hal
baru. Selama fase ini sistem pendukung menjadi sangat bernilai
bagi ibu muda yang membutuhkan sumber informasi dan
penyembuhan fisik sehingga ia dapat istirahat dengan baik
c. Fase letting go / saling ketergantungan
Dimulai sekitar minggu kelima sampai keenam setelah kelahiran.
Sistem keluarga telah menyesuaiakan diri dengan anggotanya yang
baru. Tubuh pasian telah sembuh, perasan rutinnya telah kembali
dan kegiatan hubungan seksualnya telah dilakukan kembali.

23

E. Manifestasi klinik
Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir
sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum
hamil. Periode ini kadang-kadang disebut puerperium atau trimester
keempat kehamilan (Bobak, 2004).
1.

Sistem reproduksi
a. Proses involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar
akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Uterus, pada waktu hamil
penuh baratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi
kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr dua
minggu setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus berada
di dalam panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 5060gr. Pada masa pasca partum penurunan kadar hormon
menyebapkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung
jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang
terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebap ukuran
uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
b. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera
setelah bayi lahir, hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar
hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi

24

pembuluh darah dan membantu hemostasis. Salama 1-2 jam


pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang
dan menjadi tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi
uterus, suntikan oksitosin secara intravena atau intramuskuler
diberikan segera setelah plasenta lahir.
c. Tempat plasenta
Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi
vaskular dan trombus menurunkan tempat plasenta ke suatu area
yang meninggi dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan
endometrium ke atas menyebapkan pelepasan jaringan nekrotik
dan mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi
karakteristik penyembuha luka. Regenerasi endometrum, selesai
pada akhir minggu ketiga masa pasca partum, kecuali pada bekas
tempat plasenta.
d. Lochea
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula berwarna
merah, kemudian menjadi merah tua atau merah coklat. Lochea
rubra terutama mengandung darah dan debris desidua dan debris
trofoblastik. Aliran menyembur menjadi merah setelah 2-4 hari.
Lochea serosa terdiri dari darah lama, serum, leukosit dan denrus
jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, cairan berwarna
kuning atau putih. Lochea alba mengandung leukosit, desidua, sel

25

epitel, mukus, serum dan bakteri. Lochea alba bisa bertahan 2-6
minggu setelah bayi lahir.
e. Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam
pasca partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi
lebih padat dan kembali ke bentuk semula. Serviks setinggi
segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh selama
beberapa hari setelah ibu melahirkan.
f. Vagina dan perineum
Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara
bertahap ke ukuran sebelum hami, 6-8 minggu setelah bayi lahir.
Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat,
walaupun tidak akan semenonjol pada wanita nulipara.
2. Sistem endokrin
a. Hormon plasenta
Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen dan
kortisol, serta placental enzyme insulinase membalik efek
diabetagenik kehamilan. Sehingga kadar gula darah menurun
secara yang bermakna pada masa puerperium. Kadar esterogen
dan progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta
keluar,

penurunan

kadar

esterogen

berkaitan

dengan

pembengkakan payudara dan diuresis cairan ekstra seluler


berlebih yang terakumulasi selama masa hamil.

26

b. Hormon hipofisis
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui
dan tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi
pada wanita menyusui tampaknya berperan dalam menekan
ovulasi. Karena kadar follikel-stimulating hormone terbukti sama
pada wanita menyusui dan tidak menyusui di simpulkan ovarium
tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin
meningkat (Bowes, 1991).
3.

Abdomen
Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan,
abdomenya akan menonjol dan membuat wanita tersebut tampak
seperti masih hamil. Diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding
abdomen kembali ke keadaan sebelum hami.

4.

Sistem urinarius
Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah
wanita melahirkan. Diperlukan kira-kira dua smpai 8 minggu supaya
hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal
kembali ke keadaan sebelum hamil (Cunningham, dkk ; 1993).

5. Sistem cerna
a. Nafsu makan
Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia, dan
keletihan, ibu merasa sangat lapar.

27

b. Mortilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna
menetap selam waktu yang singkat setelah bayi lahir.
c. Defekasi
Buang air besar secara spontan bias tertunda selama dua sampai
tiga hari setelah ibu melahirkan.
6. Payu dara
Konsentrasi hormon yang menstimulasai perkembangan payu
dara selama wanita hamil (esterogen, progesteron, human chorionik
gonadotropin, prolaktin, krotison, dan insulin) menurun dengan cepat
setelah bayi lahir.
a) Ibu tidak menyusui
Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada wanita yang
tidak menyusui. Pada jaringan payudara beberapa wanita, saat
palpasi dailakukan pada hari kedua dan ketiga. Pada hari ketiga
atau keempat pasca partum bisa terjadi pembengkakan. Payudara
teregang keras, nyeri bila ditekan, dan hangat jika di raba.
b) Ibu yang menyusui
Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan
kekuningan, yakni kolostrum. Setelah laktasi dimula, payudara
teraba hangat dan keras ketika disentuh. Rasa nyeri akan menetap
selama sekitar 48 jam. Susu putih kebiruan dapat dikeluarkan dari
puting susu.

28

7. Sistem kardiovaskuler
a. Volume darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor misalnya
kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta
pengeluaran cairan ekstravaskuler. Kehilangan darah merupakan
akibat penurunan volume darah total yang cepat tetapi terbatas.
Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan tubuh yang
menyebapkan volume darah menurun dengan lambat. Pada minggu
ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya
menurun sampai mencapai volume sebelum lahir.
b. Curah jantung
Denyut jantung volume sekuncup dan curah jantung meningkat
sepanjang masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan
ini akan meningkat bahkan lebih tinggi selama 30 sampai 60 menit
karena darah yang biasanya melintasi sirkuit utero plasenta tibatiba kembali ke sirkulasi umum (Bowes, 1991).
c. Tanda-tanda vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika wanita
dalam keadaan normal. Peningkatan kecil sementara, baik
peningkatan tekanan darah sistol maupun diastol dapat timbul dan
berlangsung selama sekitar empat hari setelah wanita melahirkan
(Bowes, 1991).

29

8. Sistem neurologi
Perubahan neurologis selama puerperium merupakan kebalikan
adaptasi neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan disebapkan
trauma yang dialami wanita saat bersalin dan melahirkan.
9. Sistem muskuluskeletal
Adaptasi sistem muskuluskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil
berlangsung secara terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi ini
mencakup hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi
dan perubahan pusat berat ibu akibat pemsaran rahim.
10. Sistem integumen
Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat
kehamilan berakhir. Pada beberapa wanita, pigmentasi pada daerah
tersebut akan menutap. Kulit kulit yang meregang pada payudara,
abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar, tapi tidak hilang
seluruhnya.

F. Klasifikasi Ruptur Perineum


Menurut buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008), derajat ruptur
perineum dapat dibagi menjadi empat derajat, yaitu :
a. Ruptur perineum derajat satu, dengan jaringan yang mengalami
robekan adalah :

30

1) Vagina

a) Komisura posterior
b) Kulit perineum
b. Ruptur perineum derajat dua, dengan jaringan yang mengalami
robekan adalah :
1) Mukosa Vagina

a) Komisura posterior
b) Kulit perineum
c) Otot perineum
c. Ruptur perineum derajat tiga, dengan jaringan yang mengalami
robekan adalah :
1) Sebagaimana ruptur derajat dua
2) Otot sfingter ani
d. Ruptur perineum derajat empat, dengan jaringan yang mengalami
robekan adalah :
1) Sebagaimana ruptur derajat tiga
2) Dinding depan rectum

G. Komplikasi
1. Perdarahan
Perdarahan adalah penyebap kematian terbanyak pada wanita selama
periode post partum. Perdarahan post partum adalah : kehilangan

31

darah lebih dari 500 cc setelah kelahiran kriteria perdarahan didasarkan


pada satu atau lebih tanda-tanda sebagai berikut:
a. Kehilangan darah lebih dai 500 cc
b. Sistolik atau diastolik tekanan darah menurun sekitar 30 mmHg
c. Hb turun sampai 3 gram % (novak, 1998).
Perdarahan post partum dapat diklasifikasi menurut kapan terjadinya
perdarahan dini terjadi 24 jam setelah melahirkan. Perdarahan lanjut
lebih dari 24 jam setelah melahirkan, syok hemoragik dapat
berkembang cepat dan menadi kasus lainnya, tiga penyebap utama
perdarahan antara lain :
a. Atonia uteri : pada atonia uteri uterus tidak mengadakan kontraksi
dengan baik dan ini merupakan sebap utama dari perdarahan post
partum. Uterus yang sangat teregang (hidramnion, kehamilan
ganda, dengan kehamilan dengan janin besar), partus lama dan
pemberian narkosis merupakan predisposisi untuk terjadinya atonia
uteri.
b. laserasi jalan lahir : perlukan serviks, vagina dan perineum dapat
menimbulkan perdarahan yang banyak bila tidak direparasi dengan
segera.
c. Retensio plasenta, hampir sebagian besar gangguan pelepasan
plasenta disebapkan oleh gangguan kontraksi uterus.retensio
plasenta adalah : tertahannya atau belum lahirnya plasenta atau 30
menit selelah bayi lahir.

32

d. Lain-lain
1) Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi
uterus sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka
2) Ruptur uteri, robeknya otot uterus yang utuh atau bekas
jaringan parut pada uterus setelah jalan lahir hidup.
3) Inversio uteri (Wikenjosastro, 2000).
2. Infeksi puerperalis
Didefinisikan sebagai; inveksi saluran reproduksi selama masa post
partum. Insiden infeksi puerperalis ini 1 % - 8 %, ditandai adanya
kenaikan suhu > 38 0 dalam 2 hari selama 10 hari pertama post partum.
Penyebap klasik adalah : streptococus dan staphylococus aureus dan
organisasi lainnya.
3. Endometritis
Adalah infeksi dalam uterus paling banyak disebapkan oleh infeksi
puerperalis. Bakteri vagina, pembedahan caesaria, ruptur membran
memiliki resiko tinggi terjadinya endometritis (Novak, 1999).
4. Mastitis
Yaitu infeksi pada payudara. Bakteri masuk melalui fisura atau
pecahnya puting susu akibat kesalahan tehnik menyusui, di awali
dengan pembengkakan, mastitis umumnya di awali pada bulan
pertamapost partum (Novak, 1999).

33

5. Infeksi saluran kemih


Insiden

mencapai

2-4

wanita

post

partum,

pembedahan

meningkatkan resiko infeksi saluran kemih. Organisme terbanyak


adalah Entamoba coli dan bakterigram negatif lainnya.
6. Tromboplebitis dan trombosis
Semasa hamil dan masa awal post partum, faktor koagulasi dan
meningkatnya status vena menyebapkan relaksasi sistem vaskuler,
akibatnya terjadi tromboplebitis (pembentukan trombus di pembuluh
darah dihasilkan dari dinding pembuluh darah) dan trombosis
(pembentukan trombus) tromboplebitis superfisial terjadi 1 kasus dari
500 750 kelahiran pada 3 hari pertama post partum.
7. Emboli
Yaitu : partikel berbahaya karena masuk ke pembuluh darah kecil
menyebapkan kematian terbanyak di Amerika (Novak. 1999).
8. Post partum depresi
Kasus ini kejadinya berangsur-angsur, berkembang lambat sampai
beberapa minggu, terjadi pada tahun pertama. Ibu bingung dan merasa
takut pada dirinya. Tandanya antara lain, kurang konsentrasi, kesepian
tidak aman, perasaan obsepsi cemas, kehilangan kontrol, dan lainnya.
Wanita juga mengeluh bingung, nyeri kepala, ganguan makan,
dysmenor, kesulitan menyusui, tidak tertarik pada sex, kehilanagan
semangat (Novak, 1999).

34

H. Tanda Tanda Bahaya Post Partum


Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan
kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal
dari perlukaan jalan lahir (Depkes RI, 2004).
Tanda-tanda yang mengancam terjadinya robekan perineum antara lain :
1. Kulit perineum mulai melebar dan tegang.
2. Kulit perineum berwarna pucat dan mengkilap.
3. Ada perdarahan keluar dari lubang vulva, merupakan indikasi robekan
pada mukosa vagina.

I. Penatalaksanaan atau Perawatan Post Partum


Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan
cara melakukan penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan
jangan sampai terjadi ruang kosong terbuka kearah vagina yang biasanya
dapat dimasuki bekuan-bekuan darah yang akan menyebabkan tidak
baiknya penyembuhan luka. Selain itu dapat dilakukan dengan cara
memberikan antibiotik yang cukup (Moctar, 1998).
Prinsip yang harus diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah:
1. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir,
segera memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta
atau plasenta lahir tidak lengkap.
2. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat
dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan

35

lahir, selanjutnya dilakukan penjahitan. Prinsip melakukan jahitan


pada robekan perineum :
a. Reparasi

mula-mula

dari

titik

pangkal

robekan

sebelah

dalam/proksimal ke arah luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi


lapis, dari lapis dalam kemudian lapis luar.
b. Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada
perdarahan dan aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan
segera dijahit dengan menggunakan benang catgut secara jelujur
atau dengan cara angka delapan.
c. Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika
ditemukan robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan
terlebih dahulu sebelum dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit
dengan catgut kemudian selaput lendir. Vagina dijahit dengan
catgut secara terputus-putus atau jelujur. Penjahitan mukosa vagina
dimulai dari puncak robekan. Kulit perineum dijahit dengan
benang catgut secara jelujur.
d. Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada
dinding depan rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan
fasia septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik sehingga
bertemu kembali.
e. Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang
terpisah karena robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian
dijahit antara 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali.

36

Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit


robekan perineum tingkat I.
f. Meminimalkan Derajat Ruptur Perineum
Menurut Mochtar (1998) persalinan yang salah merupakan salah
satu sebab terjadinya ruptur perineum. Menurut Buku Acuan
Asuhan Persalinan Normal (2008) kerjasama dengan ibu dan
penggunaan perasat manual yang tepat dapat mengatur ekspulsi
kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah laserasi atau
meminimalkan robekan pada perineum.
Dalam menangani asuhan keperawatan pada ibu post partum
spontan, dilakukan berbagai macam penatalaksanaan, diantaranya :
1. Monitor TTV
Tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mungkin menandakan
preeklamsi suhu tubuh meningkat menandakan terjadinya infeksi,
stress, atau dehidrasi.
2. Pemberian cairan intravena
Untuk mencegah dehidrasi dan meningkatkan kemampuan perdarahan
darah dan menjaga agar jangan jatuh dalam keadaan syok, maka cairan
pengganti merupakan tindakan yang vital, seperti Dextrose atau
Ringer.

37

3. Pemberian oksitosin
Segera setelah plasenta dilahirkan oksitosin (10 unit) ditambahkan
dengan cairan infuse atau diberikan secara intramuskuler untuk
membantu kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan post partum.
4. Obat nyeri
Obat-obatan yang mengontrol rasa sakit termasuk sedative, alaraktik,
narkotik dan antagonis narkotik. Anastesi hilangnya sensori, obat ini
diberikan secara regional/ umum (Hamilton, 1995).

J. Pengkajian Fokus
Pengkajian pada ibu post partum menurut Doenges, 2001 adalah sebagai
berikut :
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a. Bagaimana keadaan ibu saat ini ?
b. Bagaimana perasaa ibu setelah melahirkan ?
2. Pola nutrisi dan metabolik
a. Apakah klien merasa kehausan setelah melahirkan ?
b. Apakah klien merasa lapar setelah melahirkan ?
c. Apakah klien kehilangan nafsu makan atau merasa mual ?
d. Apakah ibu mengalami penurunan BB setelah melahirkan ?
3. Pola aktivitas setelah melahirkan
a. Apakah ibu tampak kelelahan atau keletihan ?
b. Apakah ibu toleransi terhadap aktivitas sedang atau ringan ?

38

c. Apakah ibu tampak mengantuk ?


4. Pola eliminasi
a. Apakah ada diuresis setelah persalinan ?
b. Adakan nyeri dalam BAB pasca persalinan ?
5. Neuro sensori
a. Apakah ibu merasa tidak nyaman ?
b. Apakah ibu merasa nyeri di bagian tubuh tertentunya ?
c. Bagaimana nyeri yang ibu raskan ?
d. Kaji melalui pengkajian P, Q, R, S, T ?
e. Apakah nyerinya menggangu aktivitas dan istirahatnya ?
6. Pola persepsi dan konsep diri
a. Bagaimana pandangan ibu terhadap dirinya saat ini
b. Adakah permasalahan yang berhubungan dengan perubahan
penampilan tubuhnya saat ini ?
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
1) Pemeriksaan TTV
2) Pengkajian tanda-tanda anemia
3) Pengkajian tanda-tanda edema atau tromboflebitis
4) Pemeriksaan reflek
5) Kaji adanya varises
6) Kaji CVAT ( cortical vertebra area tenderness )

39

b. Payudara
1) Pengkajian daerah areola ( pecah, pendek, rata )
2) Kaji adanya abses
3) Kaji adanya nyeri tekan
4) Observasi adanya pembengkakanatau ASI terhenti
5) Kaji pengeluaran ASI
c. Abdomen atau uterus
1) Observasi posisi uterus atau tiggi fundus uteri
2) Kaji adnanya kontraksi uterus
3) Observasi ukuran kandung kemih
d. Vulva atau perineum
1) Observasi pengeluaran lokhea
2) Observasi penjahitan lacerasi atau luka episiotomi
3) Kaji adanya pembengkakan
4) Kaji adnya luka
5) Kaji adanya hemoroid
8. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah
Beberapa

uji

laboratorium

biasa

segera

dilakukan

pada

periodepasca partum. Nilai hemoglobin dan hematokrit seringkali


dibutuhkan pada hari pertama pada partumuntuk mengkaji
kehilangan darah pada melahirkan.

40

b. Pemeriksaan urin
Pegambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan cateter
atau dengan tehnik pengambilan bersih (clean-cath) spisimen ini
dikirim ke laboratorium untuk dilakukan urinalisis rutin atau kultur
dan sensitivitas terutama jika cateter indwelling di pakai selama
pasca inpartum. Selain itu catatan prenatal ibu harus di kaji untuk
menentukan status rubelle dan rhesus dan kebutuhan therapy yang
mungkin (Bobak, 2004).

41

K. Pathways
POST PARTUM NORMAL

Perubahan fisiologi

Proses involusi

Peningkatan kadar
Ocytosin,peningkatan
Kontraksi uterus

Trauma
mekanis
Nyeri

Perubahan psikologi

Vagina dan perineum

Laktasi

Taking in
(ketergantungan)

Struktur dan karakte


payudara ibu

Butuh perlindungan
dan pelayanan

Ruptur jaringan

personal
Pembuluh
hygiene
darah rusak
kurang baik

Hormon
esteroge

Aliran darah
di payudara
berurai dari
uterus (involusi)

Taking hold
(ketergantungan kemandirian)

Belajar
mengenai
perawatan
diri dan bayi

Kondisi tubuh
mengalami
perubahan

Letting go
(kemandirian)
Resiko perubahan
peramenjadi
orang tua

Berfokus pada
diri sendiri dan
lemas
Butuh informai

Nyeri akut

Prolaktin
meningkat

Genetalia Perdarahan
Kotor

Resiko
terjadi
infeksi

Syok
Hipovolemik

ASI keluar

Prawiro hardjo, 2002


Irene M. Bobak, 2001
A. Marlinn E. Doenges, 2001

Pembentukan
ASI

Retensi darah
di pembuluh
payudara

Gangguan
pola tidur

Kurang
pengetahuan

Bengkak

Penyempitan pada duktus intiverus

Payu dara bengkak

ASI tidak keluar

Retensi ASI

Mastitis

Menyusui tidak efektif

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan.
(Doenges, 2001)
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan laserasi dan proses
persalinan. (Doenges, 2001)
3. Resiko

menyusui

tidak

efektif

berhubungan

dengan

kurang

pengetahuan cara perawatan payudara bagi ibu menyusui. (Bobak,


2004)
4. Gangguan pola eliminasi bowel berhubungan dengan adanya
konstipasi. (Bobak, 2004)
5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan
dengan kehilangan darah dan intake ke oral. (Doenges, 2001)
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal psikologis,
proses persalinan dan proses melelahkan. (Doenges, 2001)

C. Fokus Intervensi dan Rasional


1. Nyeri berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang
Kriteria Hasil :
a. Klien mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 3-4
b. Klien terlihat rileks, ekspresi wajah tidak tegang, klien bisa tidur
nyaman

c. Tanda-tanda vital dalam batas normal : suhu 36-370 C, N 60-100


x/menit, RR 16-24 x/menit, TD 120/80 mmHg
Intervensi :
a. Kaji karakteristik nyeri klien dengan PQRST ( P : faktor penambah
dan pengurang nyeri, Q : kualitas atau jenis nyeri, R : regio atau
daerah yang mengalami nyeri, S : skala nyeri, T : waktu dan
frekuensi )
Rasional : untuk menentukan jenis skala dan tempat terasa nyeri
b. Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri
Rasional : sebagai salah satu dasar untuk memberikan tindakan
atau asuhan keperawatan sesuai dengan respon klien
c. Berikan posisi yang nyaman, tidak bising, ruangan terang dan
tenang
Rasional : membantu klien rilaks dan mengurangi nyeri
d. Biarkan klien melakukan aktivitas yang disukai dan alihkan
perhatian klien pada hal lain
Rasional : beraktivitas sesuai kesenangan dapat mengalihkan
perhatian klien dari rasa nyeri
e. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : untuk menekan atau mengurangi nyeri

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan


cara perawatan Vulva
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi infeksi,
pengetahuan bertambah
Kriteria hasil :
a. Klien menyertakan perawatan bagi dirinya
b. Klien bisa membersihkan vagina dan perineumnya secara mandiri
c. Perawatan pervagina berkurang
d. Vulva bersih dan tidak inveksi
e. Tidak ada perawatan
f. Vital sign dalam batas normal
Intervensi :
a. Pantau vital sign
Rasional : peningkatan suhu dapat mengidentifikasi adnya infeksi
b. Kaji daerah perineum dan vulva
Rasioal : menentukan adakah tanda peradangan di daerah vulva
dan perineum
c. Kaji pengetahuan pasien mengenai cara perawatan ibu post partum
Rasional : pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya
d. Ajarkan perawatan vulva bagi pasien
Rasional : pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya

10

e. Anjurkan pasien mencuci tangan sebelum memegang daerah


vulvanya
Rasional : meminimalkan terjadinya infeksi
f. Lakukan perawatan vulva
Rasional : mencegah terjadinya infeksi dan memberikan rasa
nyaman bagi pasien
3. Resiko

menyusui

tidak

efektif

berhubungan

dengan

kurang

pengetahuan cara perawatan payudara bagi ibu menyusui


Tujuan : pasien mengetahui cara perawatan payudara bagi ibu
menyusui
Kriteria hasil :
a. Klien mengetahui cara perawatan payudara bagi ibu menyusui
b. Asi keluar
c. Payudara bersih
d. Payudara tidak bengkak dan tidak nyeri
e. Bayi mau menetek
Intervensi :
a. Kaji pengetahuan paien mengenai laktasi dan perawatan payudara
Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan pasien dan untuk
menentukan intervensi selanjutnya.
b. Ajarkan cara merawat payudara dan lakukan cara brest care
Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien dan mencegah
terjadinya bengkak pada payudara

11

c. Jelaskan mengenai manfaat menyusui dan mengenai gizi waktu


menyusui
Rasional : memberikan pengetahuan bagi ibu mengenai manfaat
ASI bagi bayi
d. Jelaskan cara menyusui yang benar
Rasional : mencegah terjadinya aspirasi pada bayi
4. Gangguan pola eliminasi bowel berhubungan dengan adanya
konstipasi
Tujuan : kebutuhan eliminasi pasien terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Pasien mengatakan sudah BAB
b. Pasien mengatakan tidak konstipasi
c. Pasien mengatakan perasaan nyamannya
Intervensi :
a. Auskultasi bising usus, apakah peristaltik menurun
Rasional : penurunan peristaltik usus menyebapkan konstpasi
b. Observasi adanya nyeri abdomen
Rasional : nyeri abdomen menimbulkan rasa takut untuk BAB
c. Anjurkan pasien makan-makanan tinggi serat
Rasional : makanan tinggi serat melancarkan BAB
d. Anjurkan pasien banyak minum terutama air putih hangat
Rasional : mengkonsumsi air hangat melancarkan BAB

12

e. Kolaborasi pemberian laksatif ( pelunak feses ) jika diperlukan


Rasional : penggunana laksatif mungkan perlu untuk merangsang
peristaltik usus dengan perlahan atau evakuasi feses
5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan
dengan kehilangan darah dan intake ke oral
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan cairan
terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Menyatakan pemahaman faktor penyebap dan perilaku yang perlu
untuk memenuhi kebutuhan cairan, seperti banyak minum air putih
dan pemberian cairan lewat IV.
b. Menunjukkan perubahan keseimbangan cairan, dibuktikan oleh
haluaran urine adekuat, tanda-tanda vital stabil, membran mukosa
lembab, turgor kulit baik
Intervensi :
a. Mengkaji keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital
Rasional : menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui
penyimpangan dari keadaan normal
b. Mengobservasi kemungkinan adanya tanda-tanda syok
Rasional : agar segera dilakukan rehidrasi maksimal jika terdapat
tanda- tanda syok

13

c. Memberikan cairan intravaskuler sesuai program


Rasional : pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang
mengalami difisit volume cairan dengan keadaan umum yang
buruk karena cairan IV langsung masuk ke pembuluh darah.
6. Gangguan polatidur berhubungan dengan respon hormonal psikologis,
proses persalinan dan proses melelahkan
Kemungkinan dibuktikan oleh mengungkapkan laporan kesulitan jatuh
tidur / tidak merasa segera setelahistirahat, peka rangsang, lingkaran
gelap di bawah mata sering menguap
Tujuan : istirahat tidur terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Mengidentifikaasikan penilaian untuk mengakomodasi perubahan
yang diperlukan dengan kebutuhan terhadap anggota keluarga
baru. Melaporkan peningkatan rasa sejahtera istirahat
Intervensi :
a. Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat. Catat lama
persalinan dan jenis kelahiran
Rasional : persalinan/ kelahiran yang lama dan sulit khususnya bila
terjadi malam meningkatkan tingkat kelelahan.
b. Kaji faktor-faktor bila ada yang mempengaruhi istirahat
Rasional : membantu meningkatkan istirahar, tidur dan relaksasi,
menurunkan rangsang

14

c. Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur / istirahat setelah


kembali ke rumah
Rasional : rencana kreatif yang memperoleh untuk tidur dengan
bayi lebih awal serta tidur lebih siang membantu untuk memenuhi
kebutuhan tubuh serta menyadari kelelahan berlebih, kelelahan
dapat mempengaruhi penilaian psikologis, suplai ASI dan
penurunan reflek secara psikologis
7. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan bayi berhubungan
dengan kurang mengenai sumber informasi
Tujuan : memahami parawatan diri dan bayi
Kriteria hasil :
a. Mengungkapkan pemahaman perubahan fiiologis kebutuhan
individu
Intervensi :
a. Pastikan persepsi klien tentang persalian dan kelahiran, lama
persalinan dan tingkat kelelahan klien
Rasional : terdapat hubungan lama persalinan dan kemampuan
untuk melakukan tanggung jawab tugas dan aktivitas perawatan
dari atau perawatan bayi

15

b. Kaji kesiapan klien dan motifasi untuk belajar, bantu klien dan
pasangan dalam mengidentifikasi hubungan
Rasional : periode postnatal dapat merupakan pengalaman positif
bila

penyuluhan

yang

tepat

diberikan

untuk

membantu

mengembangkan pertumbuhan ibu maturasi, dan kompetensi


c. Berikan informasi tentang peran progaram latihan postpartum
progresif
Rasional : latiahn membantu tonus otot, meningkatkan sirkulasai,
menghasilkan tubuh yang seimbang dan meningkatkan perasaan
sejahtera secara umum
d. Identifikasi sumber-sumber yang tersedia misal pelayanan perawat,
berkunjung pelayanan kesehatan masyarakat
Rasional : meningkatkan kemandirian dan memberikan dukunagan
untuk adaptasi pada perubahan multiple.

16

Anda mungkin juga menyukai