Anda di halaman 1dari 29

1

BAB I
STATUS PASIEN
1.1

1.2

Identifikasi Pasien
Nama

: Ny. ABS

Umur

: 37 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Status Perkawinan

: Kawin

Agama

: Islam

Alamat

: Desa Parit Tomo Mekar Jaya Tanjab Barat, Jambi

Kebangsaan

: Indonesia

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan

: Sekolah Dasar

Ruangan

: Yasmin B

MRS

: 19-10-2015

Anamnesis
a.

Keluhan Utama:
Konsul dari bagian Penyakit Dalam RSMH untuk mencari fokal infeksi.

b.

Keluhan Tambahan:
Pasien mengeluh sering nyeri gigi.

c.

Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak 2 bulan yang lalu pasien dirawat di bagian Penyakit Dalam RSMH dan
didiagnosis AML. Pasien di konsultasikan ke bagian Gigi dan Mulut untuk
mencari ada tidaknya fokal infeksi. Pasien juga mengeluh sering nyeri pada gigi.
Nyeri sejak 1 tahun yang lalu, dirasakan saat mengunyah dan saat mengonsumsi
makanan/minuman yang panas atau dingin, nyeri dirasakan berkurang setelah
makan/minum dan berhenti mengunyah. Bau mulut ada, bau tercium busuk,
terutama saat bangun tidur. Gusi berdarah saat menyikat gigi ada. Pasien mengaku
sudah sering mengeluh nyeri gigi, namun jarang memeriksakan keluhannya ke
dokter gigi.

d.

Riwayat Penyakit atau Kelainan Sistemik


Penyakit atau Kelainan Sistemik

Ada Disangkal

Alergi : debu, dingin


Penyakit Jantung
Penyakit Tekanan Darah Tinggi
Penyakit Diabetes Melitus
Penyakit Kelainan Darah
Penyakit Hepatitis A/B/C/D/E/F/G/H
Kelainan Hati Lainnya
HIV/ AIDS
Penyakit Pernafasan/paru
Kelainan Pencernaan
Penyakit Ginjal
Penyakit / Kelainan Kelenjar ludah
Epilepsi

1.3

e.

Riwayat Penyakit Gigi dan Mulut Sebelumnya


Riwayat trauma (+) sejak 15 tahun yang lalu
Riwayat cabut gigi (+)
gigi 11 dan 12
Riwayat tumpat gigi (-)
Riwayat membersihkan karang gigi (-)

f.

Riwayat Kebiasaan
Pasien menggosok gigi 2 kali sehari saat mandi pagi dan mandi sore hari
Pemeriksaan Fisik (Sabtu, 24-10-2015, pukul 10.00 WIB)

a.

Status Umum Pasien


1.
Keadaan Umum Pasien
2.
Kesadaran
3.
Berat Badan
4.
Tinggi Badan
5.
Vital Sign
Tekanan Darah
Nadi
Respiration rate
Temperatur

: Tampak sakit sedang.


: Compos mentis.
: 48 kg
: 156 cm
: 110/70 mmHg
: 88x/menit
: 20x/menit
: 36,50C

b.

Pemeriksaan Ekstra Oral


Wajah
: Simetris.
Bibir
: Tidak ada kelainan.
- KGB : KGB servikal dan submandiularis kanan dan kiri tidak teraba dan
tidak terasa sakit.
TMJ : Dalam batas normal.

c.

Pemeriksaan Intra Oral


Mukosa bukal
Mukosa palatum
Mukosa labial
Palatum

: Tidak ada kelainan


: Tidak ada kelainan
: Tidak ada kelainan
: Tidak ada kelainan

Gigi
14
17
23
26
37
47

Torsus palantinus
Torsus mandibularis
Lidah

lidah.
Gingiva
Malposisi
Maloklusi
Kalkulus
Atrisi
Hubungan rahang

d.

Odontogram

e.

Status Lokalis

Lesi
D6
SA
D5
D5
SA
SA
f.

e.

CE
TD
+
+
TD
TD

Sondase
TD
+
+
TD
TD

Perkusi
-

: (-)
: (-)
: Tampak plak putih kekuningan di dorsal
: Hiperplasia gingiva (+), Gingivitis (+)
: (-)
: (-)
: (+) di RC,RD,RF
: (-)
: Ortognati

Palpasi
-

Temuan
a. Kalkulus di RC,RD,RF
b. Nekrosis pulpa gigi 14
c. Karies dentin gigi 23 dan 26
d. Gangren radiks gigi 17, 37, dan 47
e. Suspek kandidiasis oral
Perencanaan Terapi
a. Scalling RC,RD,RF
b. Pro Ekstraksi gigi 14, 17, 37, dan 47

Diagnosis/ ICD
Nekrosis pulpa
Gangren radiks
Karies dentin
Karies dentin
Gangren radiks
Gangren radiks

Terapi
Pro Ekstraksi
Pro Ekstraksi
Pro Konservasi
Pro Konservasi
Pro Ekstraksi
Pro Ekstraksi

c. Pro Konservasi gigi 23 dan 26


d. Pro swab lidah

fotoooo

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Rongga Mulut dan Gigi
2.1.1 Rongga Mulut
Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan. Terdiri atas dua
bagian. Bagian luar yang sempit, atau vestibula, yaitu ruang di antara gusi serta gigi
dengan bibir dan pipi, dan bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi di sisi-sisinya
oleh tulang maxilaris dan semua gigi, dan di sebelah belakang bersambung dengan awal
farinx. (Pearce, 1979).
Rongga mulut terbentang mulai dari permukaan dalam gigi sampai orofaring. Atap
mulut dibentuk oleh palatum durum dan mole. Di bagian posterior palatum mole berakhir
pada uvula. Lidah membentuk dasar mulut. Pada bagian paling posterior dari rongga
mulut terletak tonsil di antara kolumna anterior dan posterior. (Swartz, 1989)

Gambar 2. 1. Rongga Mulut (Swartz, 1989)

Ada beberapa struktur dalam rongga mulut, yaitu:


a. Palatum durum yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah depan tulang
maksilaris. Palatum durum adalah suatu struktur tulang berbentuk konkaf.
Bagian anteriornya mempunyai lipatan-lipatan yang menonjol, atau rugae.
(Swartz, 1989)
b. Palatum mole terletak dibelakang yang merupakan lipatan menggantung yang
dapat bergerak, terdiri dari jaringan fibrosa dan selaput lendir.
Palatum mole adalah suatu daerah fleksibel muscular di sebelah posterior
palatum durum. Tepi posterior berakhir pada uvula. Uvula membantu menutup
nasofaring selama menelan. (Swartz, 1989)

Gambar 2.2 Gigi-geligi dan tulang palatum (Pearce, 1979)

c. Tulang Alveolar
Tulang alveolar terdiri atas tulang spons di antara dua lapis tulang
kortikal. Pembuluh darah dan saraf gigi menembus tulang alveolar ke foramen
apical untuk memasuki rongga pulpa. Tulang alveolar cukup labil dan
berfungsi sebagai sumber kalsium siap pakai untuk mempertahankan kadar
darah ion ini. Setelah hilangnya gigi permanen atau setelah periodontitis dapat
terjadi resorbsi nyata dari tulang alveolar. (Fawcett, 2002)
d. Gingiva
Gingiva adalah membran mukosa yang melapisi vestibukum dari
rongga mulut dan melipat di atas permukaan luar tulang alveolar. Saat mendekati
gigi, ia menyatu dengan tepian bawah lapis merah muda yang lebih kuat yang
disebut gusi atau gingiva, yang merupakan bagian membran mukosa yang terikat
erat pada periosteum Krista tulang alveolar. Ia dilapisi epitel berlapis gepeng
dengan banyak papilla jaringan ikat menonjol pada dasarnya. Epitel ini
berkeratin, tetapi dalam lingkungan basah ini ia tidak memiliki stratum
granulosum dan sel-sel gepeng lapis superfisialnya tetap berinti piknotik.
(Fawcett, 2002).

e. Ligamentum Periodontal.
Akar gigi masing-masing dibungkus lapis kolagen padat, membentuk
membrane periodontal atau ligament periodontal di antara sementum dan tulang
alveolar di sekitarnya. Serat-seratnya berjalan miring ke atas dari sementum ke
tulang hingga tekanan pada gigi menekan serat-serat yang tertanam dalam
tulang. Ligamen periodontal menahan gigi pada sakunya dan masih
memungkinkan sedikit gerak (Fawcett, 2002).
f. Pulpa.
Pulpa, yang memenuhi rongga gigi, berasal dari jaringan yang
membentuk papilla dentis selama perkembangan embrional. Arteriol kecil
memasuki pulpa melalui foramen apical dan cabang kapilernya pecah dekat
dasar odontoblas dan sebagian terdapat diantaranya. Mereka ini berlanjut ke
dalam vena kecil yang letaknya lebih ke pusat pulpa. (Fawcett, 2002)
g. Lidah.
Lidah manusia sebenarnya dibentuk oleh otot-otot yang terbagi atas 2
kelompok, yaitu otot-otot yang hanya terdapat dalam lidah (otot intrinsik) dan

otot-otot ekstrinsik yang salah satu ujungnya mempunyai perlekatan di luar


lidah, yaitu pada tulang rahang bawah di dasar mulut dan tulang lidah. Otot
intrinsik mempunyai serat lebih halus daripada otot ekstrinsik. Otot-otot ini
penting dalam proses mengunyah dan mengucapkan kata-kata. Pergerakan lidah
diatur oleh saraf otak ke-12. (Wibowo, 2005)

Gambar 2.3 Bagian dorsal lidah (Swartz, 1989)

g. Kelenjar ludah. Terdiri dari:


Kelenjar parotis.
Kelenjar submaksilaris.
Kelenjar subliingualis.
2.1.2 Gigi dan Komponennya
Gigi memiliki mahkota, leher, dan akar. Mahkota gigi menjulang di atas gusi,
lehernya dikelilingi gusi dan akarnya berada di bawahnya. Gigi dibuat dari bahan yang
sangat keras, yaitu dentin. Di dalam pusat strukturnya terdapat rongga pulpa. (Pearce,
1979)

Gambar 2.4 Diagram potongan sagital gigi molar pertama bawah manusia (Fawcett, 2002)

Orang dewasa memiliki 32 gigi, 16 tertanam di dalam proses alveolaris maksila


dan 16 di dalam mandibula. Yang disebut gigi permanen ini didahului oleh satu set
sebanyak 20 gigi desidua, yang mulai muncul sekitar 7 bulan setelah lahir dan lengkap
pada umur 6-8 tahun. Gigi ini akan tanggal antara umur enam dan tiga belas, dan diganti
secara berangsur oleh gigi permanen, atau suksedaneus. Proses penggantian gigi ini
berlangsung sekitar 12 tahun sampai gigi geligi lengkap, umumnya pada umur 18, dengan
munculnya molar ketiga atau gigi kebijakan. (Fawcett, 2002)
Semua gigi terdiri atas sebuah mahkota yang menonjol di atas gusi atau gingival,
dan satu atau lebih akar gigi meruncing yang tertanam di dalam lubang atau alveolus di
dalam tulang maksila atau mandibula. Batas antara mahkota dan akar gigi disebut leher
atau serviks. (Fawcett, 2002)
Manusia memiliki susunan gigi primer dan sekunder, yaitu:
a. Gigi primer, dimulai dari tuang diantara dua gigi depan yang terdiri dari 2 gigi seri, 1
taring, 3 geraham dan untuk total keseluruhan 20 gigi
b. Gigi sekunder, terdiri dari 2 gigi seri, 1 taring, 2 premolar dan 3 geraham untuk total
keseluruhan 32 gigi.
Fungsi gigi adalah dalam proses matrikasi (pengunyahan).
Mengunyah ialah menggigit dan menggiling makanan di antara gigi atas dan
bawah. Gerakan lidah dan pipi membantu dengan memindah-mindahkan makanan linak
ke palatum keras dan gigi-gigi. (Pearce, 1979). Makanan yang masuk kedalam mulut di

potong menjadi bagian-bagian kecil dan bercamput dengan saliva unutk membentuk
bolus makanan yang dapat ditelan.
Komponen-komponen gigi meliputi:
a.

Email
Email gigi adalah substansi paling keras di tubuh. Ia berwarna putih kebiruan
dan hampir transparan. Sembilan puluh smebilan persen dari beratnya adalah mineral
dalam bentuk Kristal hidroksiapatit besar-besar. Matriks organik hanya merupakan
tidak lebih dari 1% massanya. (Fawcett, 2002)

b.

Dentin
Dentin terletak di bawah email, terdiri atas rongga-rongga berisi cairan.
Apabila lubang telah mencapai dentin, cairan ini akan menghantarkan rangsang ke
pulpa, sehingga pulpa yang berisi pembuluh saraf akan menghantarkan sinyal rasa
sakit itu ke otak. (Maulani, 2005). Dentin bersifat semitranslusen dalam keadaan
segar, dan berwarna agak kekuningan. Komposisi kimianya mirip tulang namun lebih
keras. Bahannya 20% organic dan 80% anorganik. (Fawcett, 2002)

c.

Pulpa
Pulpa merupakan bagian yang lunak dari gigi. Bagian atap pulpa merupakan
bentuk kecil dari bentuk oklusal permukaan gigi. Pulpa mempunyai hubungan dengan
jaringan peri- atau interradikular gigi, dengan demikian juga dengan keseluruhan
jaringan tubuh. Oleh karena itu, jika ada penyakit pada pulpa, jaringan periodontium
juga akan terlibat. Demikian juga dengan perawatan pulpa yang dilakukan, akan
memengaruhi jaringan di sekitar gigi. (Tarigan, 2002). Bentuk pulpa hampir
menyerupai bentuk luar dari mahkota gigi, misalnya tanduk pulpa terletak di bawah
tonjol gigi. Pada gigi dengan akar lebih dari satu, akan terbentuk lantai kamar pulpa
yang mempunyai pintu masuk ke saluran akar, disebut orifisum. Dari orifisum ke
foramen apical disebut saluran akar. Bentuk saluran akar ini sangat bervariasi, dengan
kanal samping yang beragam, selain kadang-kadang juga ditemukan kanal tambahan
(aksesori) yang ujungnya buntu, tidak bermuara ke jaringan periodontal. (Tarigan,
2002)
Bahan dasar pulpa terdiri atas 75% air dan 25% bahan:
-

Glukosaminoglikan

Glikoprotein

Proteoglikan

10

Fibroblas sebagai sintesis dari kondroitin sulfat dan dermatan sulfat (Tarigan,
2002)
Pulpa gigi berisi sel jaringan ikat, pembuluh darah, dan serabut saraf (Pearce,

1979). Pada saluran akar ditemui pembuluh darah, jaringan limfe, juga jaringan saraf,
yang masuk ke rongga pulpa dan membentuk percabangan jaringan yang teratur serta
menarik. Jaringan yang memasok darah dari pulpa, masuk dari foramen apical,
tempat arteri dan vena masuk serta keluar. Selain pembuluh darah dan jaringan limfe,
jaringan saraf masuk juga ke pulpa melalui foramen 10ensit. (Tarigan, 2002)
d. Sementum
Akar gigi ditutupi lapisan sementum tipis, yaitu jaringan bermineral yang
sangat mirip tulang. Melihat sifat fisik dan kimiawinya, sementum lebih mirip tulang
dari jaringan keras lain dari gigi. Ia terdiri atas matriks serat-serat kolagen,
glikoprotein, dan mukopolisakarida yang telah mengapur. Bagian servikal dan lapis
tipis dekat dentin adalah sementum aselular. Sisanya adalah sementum selular,
dimana terkurung sel-sel mirip osteosit, yaitu sementosit, dalam 10ensit dalam
matriks. (Fawcett, 2002).
2.2 Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa adalah suatu kematian pulpa gigi yang dapat terjadi sebagian (parsial)
atau keseluruhan dari pulpa. Nekrosis pulpa merupakan proses lanjut dari radang pulpa
yang tidak ditangani secara adekuat.
2.2.1 Etiologi1
1. Mikrobakteri
2. Trauma fisik (benturan, radiasi)
3. Bahan-bahan kimia (bahan korosif)
2.2.2

Patofisologi1,2,3

Mekanisme terjadinya nekrosis pulpa merupakan suatu proses yang membutuhkan


waktu cukup lama. Awalnya gigi akan mengalami karies superfisial (karies email). Bakteri
yang mengurai karbohidrat (sukrosa) pada gigi akan menghasilkan asam sebagai hasil
akhir yang dapat merusak email gigi hingga tebentuk suatu kavitas, selanjutnya bila tidak
ditangani secara adekuat akan terjadi karies dentin, peradangan pulpa, pulpitis

11

(reversibel/irreversibel) yang dapat menyebabkan terbentuknya eksudat inflamasi. Eksudat


inflmasi tersebut akan menyebabkan peningkatan tekanan intra pulpa sehingga sistem
limfe dan venule terputus yang akan mengakibatkan kematian jaringan pulpa/nekrosis
pulpa. Selain itu, pada gigi yang mengalami benturan keras, nekrosis juga dapat terjadi bila
aliran darah di dalam pulpa terputus.1,2
2.2.3 Gejala Nekrosis Pulpa2,4,5
a. Simptom sering kali hampir sama dengan pulpitis irreversible
b. Nyeri spontan atau tidak ada keluhan nyeri sama sekali, akan tetapi pernah
mengalami nyeri spontan pada gigi.
c. Sangat sedikit/tidak ada perubahan radiografik
d. Mungkin memiliki perubahan-perubahan radiografik definitif seperti pelebaran
jaringan periodontal.
e. Lesi radiolusen yang berukuran kecil hingga besar disekitar apeks dari gigi.
2.2.4

Diagnosis2,4
Nekrosis Sebagian

Menyerupai pulpitis irreversibel


Tes termal bereaksi lambat
Perkusi/tekanan negatif
Pemeriksaan CE postifif
Gambaran radiologi tidak
menunjukkan kelainan

Nekrosis Keseluruhan

Asimptomatik
Tes termal negatif
Perkusi/tekanan negatif
Pemeriksaan CE negatif
Radiografi, terlihat penebalan
ligamentum periodontal

a. Keluhan subjektif :
Gigi berlubang, terkadang sakit bila terkena rangsangan panas.
Bau mulut (halitosis).
Perubahan warna gigi.
b. Pemeriksaan objektif :
Perubahan warna gigi, menjadi abu-abu kehitam-hitaman.
Terdapat lubang gigi yang dalam.
Sondenasi, perkusi dan palpasi (-).
Biasanya tidak bereaksi terhadap tes elektrik dan termal.
Bila sudah ada peradangan jaringan periodontium, perkusi, palpasi dan
sondenasi (+).

12

2.3 Karies
Karies gigi adalah penyakit infeksi yang merusak struktur gigi. Karied
menyebabkan gigi berlubang. Penyebab utama karies

adalah adanya

proses

demineralisasi pada email. Sisa makanan bergula (termasuk karbohidrat) atau susu yang
menempel pada permukaan email akan bertumpuk menjadi plak dan menjadi media
pertumbuhan yang baik bagi bakteri. Bakteri yang menempel pada permukaan bergula
tersebut akan menghasilkan asam dan melarutkan permukaan email sehingga terjadi
proses demineralisasi. Demineralisasi tersebut mengakibatkan proses awal karies pada
email.
2.3.1 Jenis Karies:

Karies Email
Karies email adalah karies yang terjadi pada permukaan enamel gigi
(lapisan terluar dan terkeras pada gigi), dan belum terasa sakit, hanya terdapat
pewarnaan hitam atau coklat pada enamel. Setelah karies terbentuk proses
demineralisasi berlanjut, email mulai pecah. Permukaan email gigi tidak dapat
memperbaiki dirinya sendiri. Rencana perawatan karies taha: Remineralisasi
dengan pengulasan fluor, konsul diet dan hindari faktor risiko.

Karies Dentin
Karies yang sudah mencapai bagian dentin atau bagian pertengahan antara
permukaan gigi dan pulpa. Gigi biasanya terasa sakit apabila terkena rangsang
dingin, makanan masam, dan manis. Karies ini dapat menyebar dan mengikis
dentin. Karies yang sudah mencapai bagian dentin (tulang gigi) atau bagian
pertengahan antara permukaan gigi dan pulpa, gigi biasanya terasa sakit apabila
terkena rangsangan dingin, makanan masam, dan manis. Jika pembusukan telah
mencapai dentin, maka bagian gigi yang membusuk harus diangkat dan diganti
dengan tambalan (restorasi). Biasanya penumpatan secara langsung masih bisa
dilakukan dengan memberikan bahan pelapis sebelum diberikan bahan penumpat.
Dewasa ini telah banyak dikembangkan bahan tumpatan untuk memperbaiki gigi
yang rusak. Salah satu bahan tumpatan tetap yang pada saat ini banyak digunakan
oleh dokter gigi adalah semen glass ionomer. Bahan tumpatan yang memenuhi
persyaratan estetika adalah yang sewarna atau hampir mendekati warna gigi, baik
gigi anterior maupun posterior tanpa mengesampingkan faktor kekuatan,
keawetan, dan biokompabilitas dari bahan tersebut (Nurdin, 2001).

13

Rencana perawatan karies email:


- Konservatif.
- Pembuangan karies dentin dan penempatan restorasi.
- Penyingkiran karies dentin.
- Menghaluskan bagian dalam kavitas.
2.4 Fokal Infeksi
Fokal infeksi adalah suatu infeksi lokal yang biasanya dalam jangka waktu cukup
lama (kronis), dimana hanya melibatkan bagian kecil dari tubuh, yang kemudian dapat
menyebabkan suatu infeksi atau kumpulan gejala klinis pada bagian tubuh yang lain.
Menurut W.D Miller (1890), seluruh bagian dari sistem tubuh yang utama telah menjadi
target utama dari infeksi yang berasal dari mulut, terutama bagian pulpa dan periodontal.
Organisme yang berasal dari mulut tersebut dapat menyebar ke daerah sinus (termasuk
sinus darah kranial), saraf pusat dan perifer, sistem kardiovaskuler, mediastinum, paru-paru
dan mata.
Faktor Penyebab fokal infeksi, diantaranya :
a. Faktor agen
- Meliputi jenis bakteri dan virulensinya
- Dapat menyebar secara cepat dan difusi melalui jaringan
- Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri anaerob dengan coccus gram negatif
- Menyebar dengan masuk pembuluh darah dan membentuk penyebaran
b.
c.
-

sistemik dari kompleks imun, komponen dan produk bakteri


Faktor pejamu
Meliputi pertahanan tubuh terhadap penetrasi bakteri dari plak gigi ke jaringan
Mekanisme dapat menyebar dan menyebabkan infeksi akut dan kronik
Oral Hygiene yang buruk
Jumlah bakteri yang berkolonisasi di gigi meningkat 2-10 kali lipat dan
memungkinkan lebih banyak bakteri melewati jaringan dan masuk ke

14

pembuluh darah, menimbulkan peningkatan prevalensi dan besarnya


bakteremia
d. Faktor lingkungan
- Dilihat dari asupan gizi dan kebersihan diri yang tidak terjaga
Di dalam rongga mulut, terdapat berbagai fokus infeksi seperti :
1. Infeksi Periapikal Gigi
Karies gigi yang tidak dirawat atau dibiarkan saja lama kelamaan dapat
menyebabkan infeksi periapikal. Infeksi periapikal yang kronis dapat
menyebabkan terbentuknya granuloma, krista, dan abses.
2. Kalkulus
Kalkulus adalah deposit plak pada gigi yg mengeras akibat demineralisasi. Jika
kalkulus dibiarkan, maka akan banyak bakteri patogen yang hidup di dalam
gigi.
3. Perikoronitis
Perikoronitis merupakan Inflamasi jaringan gusi sekitar mahkota gigi yang
mengalami erupsi inkomplit.hal ini biasanya dapat disertai operkulitis yakni
inflamasi pada ginggival flap dari gigi yang mengalami erupsi inkomplit.
perikoronitis sering terjadi pada Molar 3 namun dapat juga terjadi pada gigi
lain yang mengalami erupsi inkomplit. gigi yang mengalami erupsi inkomplit
disebut wisdom tooth.
4. Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa merupakan kematian pulpa yang disebabkan iskemik jaringan
pulpa yang disertai dengan infeksi.Infeksi tersebut disebabkan oleh
mikroorganisme yang bersifat saprofit namun juga dapat disebabkan oleh
mikroorganisme yang memang bersifat patogen.Nekrosis pulpa sebagian besar
terjadi oleh komplikasi dari pulpitis baik yang akut mapun yang kronik yang
tidak ditata laksana dengan baik dan adekuat.
2.4.1 Patogenesis
Penyebaran infeksi dari fokus primer ke tempat lain dapat berlangsung melalui
beberapa cara, yaitu transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen), transmisi melalui aliran
limfatik (limfogen), perluasan infeksi dalam jaringan, dan penyebaran dari traktus
gastrointestinal dan pernapasan akibat tertelannya atau teraspirasinya materi infektif.9
1.

Transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen)


Gingiva, gigi, tulang penyangga, dan stroma jaringan lunak di sekitarnya merupakan

area yang kaya dengan suplai darah. Hal ini meningkatkan kemungkinan masuknya

15

organisme dan toksin dari daerah yang terinfeksi ke dalam sirkulasi darah. Di lain pihak,
infeksi dan inflamasi juga akan semakin meningkatkan aliran darah yang selanjutnya
menyebabkan semakin banyaknya organisme dan toksin masuk ke dalam pembuluh darah.
Vena-vena yang berasal dari rongga mulut dan sekitarnya mengalir ke pleksus vena
pterigoid yang menghubungkan sinus kavernosus dengan pleksus vena faringeal dan vena
maksilaris interna melalui vena emisaria. Karena perubahan tekanan dan edema
menyebabkan penyempitan pembuluh vena dan karena vena pada daerah ini tidak
berkatup, maka aliran darah di dalamnya dapat berlangsung dua arah, memungkinkan
penyebaran infeksi langsung dari fokus di dalam mulut ke kepala atau faring sebelum
tubuh mampu membentuk respon perlawanan terhadap infeksi tersebut. Material septik
(infektif) yang mengalir melalui vena jugularis internal dan eksternal dan kemudian ke
jantung dapat membuat sedikit kerusakan. Namun, saat berada di dalam darah, organisme
yang mampu bertahan dapat menyerang organ manapun yang kurang resisten akibat faktorfaktor predisposisi tertentu.
2.

Transmisi melalui aliran limfatik (limfogen)


Seperti halnya suplai darah, gingiva dan jaringan lunak pada mulut kaya dengan

aliran limfatik, sehingga infeksi pada rongga mulut dapat dengan mudah menjalar ke
kelenjar limfe regional. Pada rahang bawah, terdapat anastomosis pembuluh darah dari
kedua sisi melalui pembuluh limfe bibir. Akan tetapi anastomosis tersebut tidak ditemukan
pada rahang bawah.
Kelenjar getah bening regional yang terkena adalah sebagai berikut:
Sumber infeksi
Gingiva bawah
Jaringan subkutan bibir bawah

KGB regional
Submaksila
Submaksila, submental,

Jaringan submukosa bibir atas dan

profunda
Submaksila

bawah
Gingiva dan palatum atas
Pipi bagian anterior
Pipi bagian posterior

Servikal profunda
Parotis
Submaksila, fasial

servikal

Banyaknya hubungan antara berbagai kelenjar getah bening memfasilitasi penyebaran


infeksi sepanjang rute ini dan infeksi dapat mengenai kepala atau leher atau melalui duktus
torasikus dan vena subklavia ke bagian tubuh lainnya

16

.
3.

Perluasan langsung infeksi dalam jaringan


Perluasan langsung infeksi terjadi melalui tiga cara, yaitu:
Perluasan di dalam tulang tanpa pointing
Area yang terkena terbatas hanya di dalam tulang, menyebabkan osteomyelitis.
Kondisi ini terjadi pada rahang atas atau yang lebih sering pada rahang bawah. DI
rahang atas, letak yang saling berdekatan antara sinus maksila dan dasar hidung
menyebabkan mudahnya ketelibatan mereka dalam penyebaran infeksi melalui
tulang.
Perluasan di dalam tulang dengan pointing
Ini merupakan tipe infeksi yang serupa dengan perluasan di dalam tulang tanpa
pointing, tetapi perluasan tidak terlokalisis melainkan melewati tulang menuju
jaringan lunak dan kemudian membentuk abses. Di rahang atas proses ini
membentuk abses bukal, palatal, atau infraorbital. Selanjutnya, abses infraorbital
dapat mengenai mata dan menyebabkan edema di mata. Di rahag bawah, pointing
dari infeksi menyebabkan abses bukal. Apabila pointing terarah menuju lingual,
dasar mulut dapat ikut terlibat atau pusa terdorong ke posterior sehingga membentuk
abses retromolar atau peritonsilar.

Perluasan sepanjang bidang fasial


Menurut HJ Burman, fasia memegang peranan penting karena fungsinya yang
membungkus berbagai otot, kelenjar, pembuluh darah, dan saraf, serta karena adanya
ruang interfasial yang terisi oleh jaringan ikat longgar, sehingga infeksi dapat
menurun.

4.

Penyebaran ke traktus gastrointestinal dan pernapasan8,9


Bakteri yang tertelan dan produk-produk septik yang tertelan dapat menimbulkan

tonsilitis, faringitis, dan berbagai kelainan pada lambung. Aspirasi produk septik dapat
menimbulkan laringitis, trakeitis, bronkitis, atau pneumonia.
Infeksi oral dapat menimbulkan sensitisasi membran mukosa saluiran napas atas dan
menyebabkan berbagai gangguan, misalnya asma. Infeksi oral juga dapat memperburuk
kelainan sistemik yang sudah ada, misalnya tuberkulosis dan diabetes mellitus. Infeksi gigi
dapat terjadi pada seseorang tanpa kerusakan yang jelas walaupun pasien memiliki sistem
imun yang normal. Juga telah ditunjukkan bahwa tuberkel basil dapat memasuki tubuh
melalui oral, yaitu pocket periodontal danflap gingiva yang terinfeksi yang meliputi molar

17

ketiga. Infeksi oral, selain dapat memperburuk TB paru yang sudah ada, juga dapat
menambah systemic load, yang menghambat respon tubuh dalam melawan efek kaheksia
dari penyakit TB tersebut. Mendel telah menunjukkan perjalanan tuberkel basilus dari gigi
melalui limfe, KGB submaksila dan servikal tanpa didahului ulserasi primer. Tertelannya
material septik dapat menyebabkan gangguan lambung dan usus, seperti konstipasi dan
ulserasi.
2.5 Akut Mieloblastik Leukimia (AML)
Akut Mieloblastik Leukimia (AML) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid. Bila
tidak ditatalkasana secara adekuat, penyakit ini akan mengakibatkan kematian secara cepat
dalam waktu beberapa minggu sampai bulan sesudah diagnosis. Kemajuan pengobatan
AML ini dicapai dengan regimen kemoterapi yang lebih baik, kemoterapi dosis tinggi
dengan dukungan cangkok sumsum tulang dan terapi suportif yang lebih baik seperti
antibiotik generasi baru dan transfusi komponen darah untuk mengatasi efek samping
pengobatan. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Ed. IV.1234).
2.5.1 Etiologi dan Faktor Risiko
Penyebab leukemia masih belum dapat diketahui secara pasti hingga kini. Namun
menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan resiko
timbulnya penyakit leukemia. Faktor resiko tersebut adalah :
Radiasi dosis tinggi
Pajanan terhadap zat kimia tertentu (Benzene dan formaledehida)
Sindrom Down
Sindroma Mielodisplastik
Merokok
2.5.2 Gejala AML
Gejala umum yang terdapat pada penderita leukemia adalah demam atau berkeringat
malam, sering mengalami infeksi, merasa lemah atau capek, pucat, sakit kepala, mudah
berdarah atau memar (misal muda memar bila terbentur ringan), nyeri pada tulang atau

18

sendi, pembengkakan atau rasa tidak nyaman di perut akibat pembesaran limpa,
pembesaran kelenjar getah bening terutama di leher dan ketiak, penurunan berat badan.
Pada stadium akut sel leukemia dapat berfungsi hampir seperti sel normal. Mungkin
tidak ada gejala yang dirasakan selama beberapa waktu. Diagnosis pada tahap ini dapat
ditentukan saat pemeriksaan medical check up rutin. Jika muncul gejala umumnya ringan
dan perlahan-lahan semakin memberat. Leukemia kronis tidak menampilkan gejala yang
spesifik (khas) tetapi gejala yang dapat juga menjadi gejala penyakit lain seperti demam
tidak tinggi, letih, keringat dingin, perut sering merasa tidak enak, dan adakalanya terdapat
juga pembesaran limfa.
Kadangkala juga terjadi kehilangan nafsu makan dan berat badan menurun. Biasanya
gejala-gejala ringan itu berlangsung selama 3-6 bulan. Terkadang leukemia kronis ini dapat
dibilang memiliki perkembangan yang menyesatkan, hanya menunjukkan sedikit tanda
klinis dan gejala hingga penyakit cukup lanjut. Manifestasi oral pada leukemia stadium ini
ditemukan mukosa mulut yang pucat, perdarahan yang berkepanjangan setelah pencabutan
gigi dan petekia pada mukosa, tampak ulserasi superfisial pada mukosa oral.
Pada penderita stadium ini memiliki tanda-tanda oral yang mengarahkan pada
diagnosis adalah sebanyak tanda-tanda ekstraoral. Tanda-tanda oral yang paling sering
adalah limfadenopati pada daerah servikal dan submandibularis, ulserasi, pembesaran
gingiva, perdarahn gigi secara spontan, petekia, dan ekimosis. Ulserasi yang terjadi lebih
luas daripada ulserasi yang terjadi pada stadium kronis. Pembesaran gingiva pada leukemia
akut dapat demikian nyata sehingga gigi hampir seluruhnya tertutup. Pembesaran gingiva
karena leukemia ditandai dengan penampilan yang mengkilap, bersifat edema dan
"Boggy".

19

Gambar 3.1 Pembesaran Gingiva pada Acute Myeloid Leukemia

2.5.3 Diagnosis
Penyakit leukemia ini merupakan penyakit sistemik yang ditangani oleh dokter
umum spesialistik, tetapi tidak menutup kemungkinan bagi dokter gigi yang menemukan
lebih dini dari penderita. Karena manifestasi oral pada penyakit ini cukup mencolok,
sehingga pada dokter gigi dapat dengan mudah dan awal mencurigai penyakit ini pada
pasien. Selanjutnya dokter akan melakukan pemeriksaan darah. Jika hitung sel darah
menunjukkan adanya tanda-tanda leukemia, pemeriksaan dilanjutkan dengan memeriksa
sumsum tulang dengan biopsi.
Pemeriksaan sumsum tulang ini sangat berguna karena dapat diperiksa langsung pada
tempat sel darah putih itu dibuat. Jika perlu akan dilakukan pemeriksaan analisis
sitogenetik untuk mengetahui apakah ada mutasi pada sel-sel tersebut yang menandai
adanya leukemia. Dari pemeriksaan darah, ditemukan kadar sel darah putih yang
meningkat atau berkurang dan adanya sel leukemia. Saat ini terdapat 2 jenis pengambilan
sampel dari sumsum tulang, yaitu aspirasi sumsum tulang dan biopsi sumsum tulang.
2.5.4 Terapi
AML diterapi dengan menggunakan kemoterapi dan transplantasi sumsum tulang.
Pilihan terapi untuk AML antara lain:

Kemoterapi

Terapi biologi

Terapi Radiasi

20

Transplantasi stem sel

2.5.5 Manajemen Dental pada Penderita Leukimia


Manajemen yang diberikan merupakan causatif dan suportif, bertujuan untuk
menghilangkan secara permanen manifestasi oral yaitu dengan memperbaiki keadaan
umum terlebih dahulu. Pencabutan atau ekstraksi gigi tidak dianjurkan atau dihindari
karena ditakutkan terjadi resiko infeksi berat, perdarahan, dan anemia. Bila terpaksa
dilakukan ekstraksi, dpat dibantu dengan transfusi darah dan pemberian antibiotik. Berikut
ini merupakan beberapa hal yang dapat dilakukan terhadap penderita leukemia:

DHE (Dental Health Education)


yaitu memberitahukan kepada pasien untuk selalu menjaga kesehatan gigi dan
mulutnya agar tidak menjadi fokal infeksi yang berhubungan dengan penyakit yang
diderita. Seperti pemilihan sikat gigi dan cara menyikat gigi yang benar, waktu dan
frekuensi menyikat gigi yang tepat, serta penggunaan sikat lidah.

Pemberian obat kumur


Penggunaan

obat

kumur

dengan

kandungan

chlorhexidine

0,2%,

dapat

mengendalikan infeksi pada pembengkakan gingiva

Terapi antibiotik
Terapi ini diperlukan untuk ulserasi yang terjadi pada mukosa.

2.6 Manifestasi Oral Penderita Leukimia


Banyak terdapat tanda dan gejala oral. Tanda kepala dan leher disebabkan dari
infiltrasi leukemia atau kegagalan sumsum.Hal tersebut termasuk limfadenopati servikal,
perdarahan oral, infiltrasi gingival, infeksi oral, dan ulser oral (Greenbergand Glick,
2003). Lesi pada mukosa oral merupakan tanda awal dari penyakit sistemik yang belum
terdiagnosa. Ini berarti mukosa oral mempunyai fungsi yangpenting dalam mendeteksi
penyakit sistemik karena mukosa oral juga berperan sebagai barometer dan adanya
penyakit sistcmik, misalnyakelainan darah leukemia. Mukosa oral mempunyai sifat
khusus dibandingkan jaringan tubuh lainnya, ini disebabkan karena: (1) mukosaoral

21

mendapat vaskularisasi yang cukup sehingga mudah terpengaruh olehkeadaan organ yang
jauh letaknya, (2) mukosa oral sering mcngalami epitelisasi dalam waktu yang singkat,
(3) mukosa oral mudah mcngalami trauma (Greenberg and Glick, 2003).
Semua tipe leukemia khususnya leukemia akut memiliki manifestasi oral.
Manifestasi oral leukemia lebih sering ditemukan pada pasien leukemia akut pada tahap
awal perkembangan penyakit. Prevalensi dan distribusi dari komplikasi inisial leukemia
di rongga mulut pada pasien AML sama dengan pasien ALL (Wahyuni,2006). Manifestasi
oral leukemia sering menimbulkan keluhan bagi pasien. Keluhan oral ini mendorong
pasien untuk mencari pengobatan ke dokter gigi. Sebagai gambaran klinis leukemia akut
oleh dokter gigi sangat bergunasebagai indikator untuk mendeteksi dini leukemia.
Menurut Yanif danMarom, tanda dan gejala oral leukemia sering bervariasi. Meskipun
demikian, terdapat tanda dan gejala oral yang paling sering ditemukan, diantaranya
(Wahyuni,2006):

Perdarahan oral
Perdarahan oral merupakan manifestasi oral leukemia yang paling sering

menimbulkan keluhan bagi pasien. Perdarahan oral lebih sering ditemukan pada pasien
leukemia akut dibandingkan pada pasien leukemia kronik, perdarahan ini umumnya
terjadi pada bibir, lidah dan gingival (Wahyuni,2006). Perdarahan oral sering dianggap
sebagai hal yang tidak berbahaya,namun manifestasi oral ini dapat merefleksikan
kemungkinan timbulnya perdarahan di tempat lain seperti otak, paru-paru dan saluran
pencernaan yang berakibat fatal, yang mana perdarahan merupakan faktor utama
penyebab kematian pasien leukemia selain infeksi (Greenberg and Glick, 2003).
Trombositopenia dan anemia disebabkan oleh supresi sumsum daripenyakit dan hasil
kemoterapinya

adalah kepucatan pada mukosa, petechiae,dan ecchymoses, dan

perdarahan gingival. Perdarahan hebat pada gingival dapat ditangani dengan terapi lokal,
mengurangi kebutuhan transfusi platelet. Resiko dari transfusi platelet termasuk hepatitis,
infeksi HIV,reaksi transfusi, dan formasi dari antiplatelet antibodi, yang manamengurangi
kegunaan dari transfuse platelet selama episode hemorrgagicberikutnya. Hemorrhage oral
dapat diakibatkan oleh DIC, yang menyebabkan hipofibrinogenemia (Greenberg
and Glick, 2003).Pada pengobatan kemoterapi, obat-obatan anti-leukemia sangatmenekan
aktivitas sumsum tulang yang menyebabkan rombositopenia, anemia dan leukopenia.
Trombositopenia yang sering ditemukan pada pasien yang menjalankan kemoterapi timbul

22

akibat pengaruh obat-obatan yang menghambat produksi megakariosit (Greenberg and


Glick, 2003).
Pasien dengan kecenderungan perdarahan oral dapat ditandai dcnganmelihat
perubahan pada mukosa oral yang mengalami peteki dan ekimosis.Perdarahan akan
terjadi jika jumlah trombosit kurang dan 75.000/mm2. Banyaknya perdarahan tcrgantung
pada keparahan trombositopenia dankeberadaan iritan lokal. Karakteristik perdarahan
oral pada pasien leukemiaberupa darah yang berwama merah tua, konsistensinya kental,
intemiten dantitik perdarahan multipel. Kadang terjadi perdarahan yang terusmenerusdisebabkan oleh gangguan pada proses pembekuan darah (Greenberg and Glick,
2003). Terapi topikal untuk menghentikan perdarahan harus selalu ada pengangkatan dari
iritan lokal yang jelas, dan direct pressure. Dapat digunakan absorbable gelatin atau
colagen sponge, thrombin topikal. Dapat juga menggunakan obat kumur antifibrinolitik
seperti asam traneksamat atau asam aminocaproic. Jika terapi lokal ini tidak berhasil
dalam menangani perdarahan gingival dan hemorrhage, transfusi platelet sangat
diperlukan (Greenberg and Glick, 2003).

Infeksi oral
Infeksi dilandai dengan adanya demam dan dihubungkan dengankeparahan neutropenia,

aplasia sumsum tulang. Kegagalan migrasi leukosit dan kemampuan leukosit yang
berkurang untuk melawan infeksi. Selain itu,infeksi juga ditimbulkan akibat pengobatan
kemoterapi leukemia akut padaorang dewasa. Kemoterapi menyebabkan turunnya
imunitas tubuh, sehingga infeksi mudah terjadi (Greenberg and Glick, 2003).Kemoterapi
menimbulkan komplikasi oral. Komplikasi oral yangpaling sering terjadi adalah infeksi.
perdarahan dan mukositis. Perdarahandan mukositis oral memudahkan terjadinya infeksi
oral dan bakteremia yangdapat berakibat fatal (Wahyuni, 2006).
Infeksi oral merupakan komplikasi fatal dan serius yang terjadi pada pasien
leukemik neutropenik. Candidiasis adalah infeksi jamur oral yang umum terjadi, tapi
infeksi dengan jamur lain seperti histoplasma,aspergillus, atau phycomycetes dapat pula
diawalai pada jaringan oral. Saat lesi ini telah diduga positif, specimen biopsy,
aspirasi fine-needle, atau smear sitologi harus diperoleh karena kultur tunggal tidak dapat
diandalkan utuk organisme ini. Diagnosis untuk infeksi dental, terutama infeksi
periodontal dan perikoronal, sulit pada pasien neutropik leukemik karena tidak adanya
inflamasi normal (Greenberg and Glick, 2003).

23

Gambar: infeksi pada mulut


Menegakkan diagnosis pada infeksi oral menjadi hal yang sangat penting karena telah
terbukti bahwa flora oral berpotensi menyebabkan infeksi yang dapat mengancam jiwa,
yaitu bakteri Gram positif dan basil Gram negatif. Merupakan kewajiban seorang dokter
gigi untuk melakukan examinasi dan mengeliminasi segala yang dapat berpotensi menjadi
penyebab infeksi akut atau sebelum dilakukan kemoterapi, walaupun mungkin transfusi
platelet dengan kombinasi antibiotik secara intravena diperlukan sebelum dilakukan
perawatan pada gigi (Greenberg And Glick,2003).

Ulserasi Oral
Ulser pada mukosa oral sering ditemukan pada pasien leukemia yang melakukan

kemoterapi dan rata-rata disebabkan karena efek langsung dari obat kemoterapi pada sel
mukosa oral. Lockhart dan Sonis melaporkan bahwa ulcer sekunder karena kemoterapi
muncul kira-kira 7 hari setelah terapi awal dilakukan. Ulsernya besar, irregular, dan bau
busuk, dandikelilingi oleh mukosa yang pucat yang disebabkan karena anemia dan
kurangnya respon inflamatori. Ulser oral yang paling sering pada pasien leukemia yang
melakukan kemoterapi adalah infeksi HSV rekuren. Infeksi ini melibatkan mukosa
intraoral dan bibir (Greenberg and Glick, 2003). Lesinya dimulai dengan cluster klasik
dari vesikel HSV rekuren dan menyebar dengan cepat, menyebabkan ulser yang luas
yang biasanya dikelilingi mukosa yang pucat akibat anemia. Lesi memiliki respon
yangbaik pada acyclovir parenteral yang didistribusikan melalui intravena ataupun
melalui mulut. Manajemen perawatan dari ulcer oral pada pasien leukemia harus
mencegah penyebaran dari infeksi local, meminimalisir bakteri, mengusahakan
penyembuhan, dan mengurangi rasa sakit. Ulcer yang ada pada pasien leukemia yang
dirawat kemoterapi dapat terinfeksi oleh organism yang tidak umum pada infeksi oral,
misalnya gram negatif enteric bacilli (Greenberg and Glick, 2003). Terapi antibakteri
topikal dapat dihberikan dengan solusi providine-iodine, ointment bacitracin-neomycin,

24

atau bilasan chlorhexidine. Kaolindan pectin dapat digunakan dengan obat kumur
diphenhydramine untuk mengurangi rasa sakit (Greenberg and Glick, 2003).

Limfadenopati servikal
Limfadenopati servikal adalah tanda klinis yang paling sering terlihat pada pasien

leukemia akut maupun kronik. Limfadenopati servikal disebabkan oleh infiltrasi sel-sel
leukemik ke kelenjar limfe servikal, pembengkakan biasanya pada satu sisi. Kelenjar
yang membengkak akan terasa lunak dan sakit bila dipalpasi pada leukemia akut,
sedangkan pada leukemia kronik biasanya kelenjar berbatas tegas, keras dan tidak nyeri
pada saat dipalpasi (Wahyuni,2006).

Hiperplasia gingiva
Hiperplasia gingiva lebih sering terjadi pada pasien leukemia akutkhususnya AML

daripada pasien leukemia kronik. Hiperplasia gingiva disebabkan karena infiltrasi sel-sel
leukemik ke gingiva, inflamasi atau akibat hiperplasia reaktif. Faktor yang
mempermudah timbulnya hiperplasia gingiva adalah adanya respon yang berlebihan
terhadap iritan lokal yang disebabkan berkurangnya kemampuan sel darah putih untuk
melawan infeksi gingiva karena bentuknya yang tidak matang. Iritan lokal tersebut
merupakan stimulus inflamasi yang dapat berasal dari akumulasi plak (Wahyuni,2006).
Hiperplasia gingiva juga dihubungkan dengan kemoterapi leukemia. Dilaporkan,
terdapat beberapa pasien yang menderita leukemia promyelositik akut (M3) yang
awalnya tidak mengalami hiperplasia gingiva pada masa perkemabangan penyakit,
namun setelah menjalankan kemoterapi dengan penggunaan obat asam transretinoik,
mengalami hiperpalsia gingiva (Couper, 2000). Gambaran klinis hiperplasia gingiva
akibat leukemia dapat terlihat berupa pembengkakan yang difus pada papila interdental,
margin gingiva dan gingiva cekat. Pada papila interdental terlihat seperti masa yang
menyerupai tumor. Pada pasien AML sering ditemukan hiperplasia gingiva sampai
menutupi korona gigi. Gingiva yang membengkak berwarna merah kebiruan dan tidak
memiliki stippling sehingga permukaannya menjadi licindan berkilat. Konsistensinya tidak
terlalu lunak tetapi mudah terjadiperdarahan spontan akibat iritasi yang ringan, kadang
disertai infeksi, odontalgia dan inflamasi ulserstif nekrosis akut pada daerah
interdental(Couper, 2000).

25

Secara histopatologi, jaringan gingiva di infiltrasi oleh sel-sel leukosit yang belum
matang pada inflamasi kronik dapat juga terlihat leukosit yang telah matang. Jaringan
epitel memperlihatkan derajat yang bervariasi terhadap infiltrasi sel-sel leukemik, lamina
propria dipenuhi olehsel-sel leukemik yang meluas dari lapisan sel basal epitel ke dalam
gingiva. Pembuluh darah setempat tertekan oleh infiltrat yang menyebabkan jaringan
gingiva mengalami edema dan degenerasi. Pada hiperplasia gingiva yang disertai
inflamasi nekrosis akut, permukaan gingiva dilapisi oleh jaringanfibrin pseudomembran,
sel-sel epitel yang nekrosis, polimorfonuklear leukosit dan kolonisasi bakteri (Couper,
2000). Variasi lain yang tidak spesifik dari manifestasi oral leukemia adalah sakit
tenggorokan laring ofaringitis, bibir kering dan pecah-pecah, hairy tongue, sialorhoe,
halitosis, benigna migratory glossitis, median romboid glossitis, pemfigus, nyeri gusi,
dekstruksi tulang alveolar dan penyembuhan luka yang lama setelah ekstraksi gigi
(Wahyuni, 2006).
Manifestasi oral neurologis juga dapat terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik ke
nervus V dan VII. Gangguan pada nervus V dan VII pernah dilaporkan pada pasien
leukemia akibat penggunaan obat vincristin, yaitu obat yang sering dipakai untuk
pengobatan leukemia akut, khususnya AML. Manifestasi neurologi oral yang dapat
terjadi berupa paralisis fasial, neuralgia trigeminal, kesukaran menelan, kesukaran
memanjangkan lidah, kelemahan otot-otot pengunyahan dan parestesia akut (akibat
peningkatan cairan serebrospinal, perdarahan intrakranial, atau infiltrasi sel-sel ganas
yang teriokalisasi pada sistem saraf pusat maupun di sekitar saraf tepi) (Wahyuni, 2006).

26

BAB III
ANALISA KASUS
Ny. ABS/37 tahun/seorang ibu rumah tangga dikonsultasikan ke bagian Gigi dan
Mulut RSMH Palembang dari bagian Penyakit Dalam untuk mencari ada tidaknya fokal
infeksi. Pasien juga mengeluh sering nyeri pada gigi. Nyeri sejak 1 tahun yang lalu,
dirasakan saat mengunyah dan saat mengonsumsi makanan/minuman yang panas atau dingin,
nyeri dirasakan berkurang setelah makan/minum dan berhenti mengunyah. Bau mulut ada,
bau tercium busuk terutama saat bangun tidur. Gusi berdarah saat menyikat gigi ada. Pasien
mengaku sudah sering mengeluh nyeri gigi, namun jarang memeriksakan keluhannya ke
dokter gigi.
Saat dikonsultasikan pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien dalam batas normal.

Pemeriksaan ekstra oral juga dalam batas normal. Pada pemeriksaan intraoral didapatkan
hiperplasia gingiva (+), gingivitis (+). Pada status lokalis didapatkan kalkulus regio....nekrosis

27

pulpa gigi 14, karies dentin pada gigi 23 dan 26, serta gangren radiks pada gigi 17, 37, dan
47..
Pada pasien leukemia akut akan terjadi gangguan produksi dan maturasi sel darah
sehingga jumlah dan kualitas sel darah terganggu. Selain itu, terapi pada pasien leukemia
seperti kortikosteroid, kemoterapi, radiasi, hingga transplantasi stem sel dapat menyebabkan
menurunnya jumlah maupun fungsi sel darah, seperti leukosit sehingga pasien leukimia rentan
mengalami fokal infeksi akibat rendahnya sistem imunitas yang ada.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat disimpulkan bahwa pasien
menderita kalkulus, karies dentin, nekrosis pulpa, gangren radiks, dan suspek kandidiasis oral.
Karies tidak ditangani dengan baik yang menyebabkan terjadinya nekrosis pulpa. Nyeri gigi
yang dirasakan pasien merupakan manifestasi dari nekrosis pulpa yang terjadi pada gigi
tersebut. Pada nekrosis pulpa telah terjadi kematian pulpa yang disebabkan iskemik jaringan
pulpa yang disertai dengan infeksi. Infeksi tersebut disebabkan oleh mikroorganisme yang
bersifat saprofit namun juga dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang memang bersifat
patogen. Nekrosis pulpa sebagian besar terjadi oleh komplikasi dari pulpitis baik yang akut
mapun yang kronik yang tidak ditatalaksana dengan baik dan adekuat.
Nekrosis pulpa akan menyebabkan keluhan bau mulut pada pasien. Terbentuknya gasgas indol, skatol, putresin pada gigi yang mengalami nekrosis pulpa akan menyebabkan bau
mulut dan tes penciuman (+) bau busuk pada nekrosis pulpa. Semua masalah ini saling
berkaitan satu sama lain. Hal ini sangat dimungkinkan karena pasien memiliki oral hygiene
yang buruk (tidak menyikat gigi dengan baik dan benar) terlihat dari adanya plak putih
kekuningan di bagian dorsal lidah. Oral hygiene yang buruk akan meningkatkan jumlah
bakteri yang berkolonisasi di gigi meningkat menjadi 2-10 kali lipat dan memungkinkan lebih
banyak bakteri melewati jaringan serta masuk ke pembuluh darah, menimbulkan peningkatan
prevalensi dan besarnya bakteremia. Pasien juga mengaku bahwa ia jarang ke dokter gigi
walapun giginya sering nyeri. Hal ini, dapat memperberat kerusakan gigi akibat kalkulus
sehingga menyebabkan karies pada gigi pasien. Karies yang tidak ditatalaksana secara
adekuat, lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya nekrosis pulpa.
Untuk tatalaksana pada kasus ini gigi yang mengalami nekrosis dilakukan ekstrasi dan
gigi dengan karies dilakukan konservasi. Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam.

28

DAFTAR PUSTAKA
1. Bakta, I made. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC, 2006
2. Desen, Wan. Buku Ajar Onkologi Klinis Ed. 2. Balai penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta. 2008
3. Hoffbrand, A. V, J. E. Pettit, P.A.H Moss. Kapita Selekta Hematologi edisi 4.Jakarta:
EGC, 2005
4. Sudoyo, Aru W., Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti
Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Ed. IV. Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, 2006.
5. Supandiman, Iman. Prof. dr. DSPD. H. Hematologi Klinik Ed. 2. Penerbit Alumni :
Bandung. 1997.
6. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Ed. 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2003
7. Carranza.Clinical Periodontology. 11th ed. Philadelphia: WB Saunders Company.
2012.
8. Coletta RD, Granner E. Hereditary gingival fibromatosis. USA: J Periodontol. 2006
9. Bergstrom,et al. A 10 year prospective study of tobacco smoking and periodontal
health. J Periodontal. 2000;71: 1338-47.
10. Chaturvedi R. Idiopatic gingival fibromatosis associated with generalied aggressive
periodontitis. A case Report. J Can Dent Assoc. 2009; 75: 291-295.

29

11. Prasetyo A, Kasno. Patologi Rongga Mulut dan Traktus Gastro Intestinalis. Semarang:
Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2003.
12. Araujo CS, Granner E, Almeida O P, Sauk JJ, Colette RD. Histomorphometruc
characteristics an expression of epidermal growth factors and its receptors by
epithelial cells of normal gingiva and hereditary gingival fibromatosis. J Periodontol
Res. 2003; 38: 237-241.

Anda mungkin juga menyukai