BAB I
STATUS PASIEN
1.1
1.2
Identifikasi Pasien
Nama
: Ny. ABS
Umur
: 37 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Status Perkawinan
: Kawin
Agama
: Islam
Alamat
Kebangsaan
: Indonesia
Pekerjaan
Pendidikan
: Sekolah Dasar
Ruangan
: Yasmin B
MRS
: 19-10-2015
Anamnesis
a.
Keluhan Utama:
Konsul dari bagian Penyakit Dalam RSMH untuk mencari fokal infeksi.
b.
Keluhan Tambahan:
Pasien mengeluh sering nyeri gigi.
c.
d.
Ada Disangkal
1.3
e.
f.
Riwayat Kebiasaan
Pasien menggosok gigi 2 kali sehari saat mandi pagi dan mandi sore hari
Pemeriksaan Fisik (Sabtu, 24-10-2015, pukul 10.00 WIB)
a.
b.
c.
Gigi
14
17
23
26
37
47
Torsus palantinus
Torsus mandibularis
Lidah
lidah.
Gingiva
Malposisi
Maloklusi
Kalkulus
Atrisi
Hubungan rahang
d.
Odontogram
e.
Status Lokalis
Lesi
D6
SA
D5
D5
SA
SA
f.
e.
CE
TD
+
+
TD
TD
Sondase
TD
+
+
TD
TD
Perkusi
-
: (-)
: (-)
: Tampak plak putih kekuningan di dorsal
: Hiperplasia gingiva (+), Gingivitis (+)
: (-)
: (-)
: (+) di RC,RD,RF
: (-)
: Ortognati
Palpasi
-
Temuan
a. Kalkulus di RC,RD,RF
b. Nekrosis pulpa gigi 14
c. Karies dentin gigi 23 dan 26
d. Gangren radiks gigi 17, 37, dan 47
e. Suspek kandidiasis oral
Perencanaan Terapi
a. Scalling RC,RD,RF
b. Pro Ekstraksi gigi 14, 17, 37, dan 47
Diagnosis/ ICD
Nekrosis pulpa
Gangren radiks
Karies dentin
Karies dentin
Gangren radiks
Gangren radiks
Terapi
Pro Ekstraksi
Pro Ekstraksi
Pro Konservasi
Pro Konservasi
Pro Ekstraksi
Pro Ekstraksi
fotoooo
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Rongga Mulut dan Gigi
2.1.1 Rongga Mulut
Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan. Terdiri atas dua
bagian. Bagian luar yang sempit, atau vestibula, yaitu ruang di antara gusi serta gigi
dengan bibir dan pipi, dan bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi di sisi-sisinya
oleh tulang maxilaris dan semua gigi, dan di sebelah belakang bersambung dengan awal
farinx. (Pearce, 1979).
Rongga mulut terbentang mulai dari permukaan dalam gigi sampai orofaring. Atap
mulut dibentuk oleh palatum durum dan mole. Di bagian posterior palatum mole berakhir
pada uvula. Lidah membentuk dasar mulut. Pada bagian paling posterior dari rongga
mulut terletak tonsil di antara kolumna anterior dan posterior. (Swartz, 1989)
c. Tulang Alveolar
Tulang alveolar terdiri atas tulang spons di antara dua lapis tulang
kortikal. Pembuluh darah dan saraf gigi menembus tulang alveolar ke foramen
apical untuk memasuki rongga pulpa. Tulang alveolar cukup labil dan
berfungsi sebagai sumber kalsium siap pakai untuk mempertahankan kadar
darah ion ini. Setelah hilangnya gigi permanen atau setelah periodontitis dapat
terjadi resorbsi nyata dari tulang alveolar. (Fawcett, 2002)
d. Gingiva
Gingiva adalah membran mukosa yang melapisi vestibukum dari
rongga mulut dan melipat di atas permukaan luar tulang alveolar. Saat mendekati
gigi, ia menyatu dengan tepian bawah lapis merah muda yang lebih kuat yang
disebut gusi atau gingiva, yang merupakan bagian membran mukosa yang terikat
erat pada periosteum Krista tulang alveolar. Ia dilapisi epitel berlapis gepeng
dengan banyak papilla jaringan ikat menonjol pada dasarnya. Epitel ini
berkeratin, tetapi dalam lingkungan basah ini ia tidak memiliki stratum
granulosum dan sel-sel gepeng lapis superfisialnya tetap berinti piknotik.
(Fawcett, 2002).
e. Ligamentum Periodontal.
Akar gigi masing-masing dibungkus lapis kolagen padat, membentuk
membrane periodontal atau ligament periodontal di antara sementum dan tulang
alveolar di sekitarnya. Serat-seratnya berjalan miring ke atas dari sementum ke
tulang hingga tekanan pada gigi menekan serat-serat yang tertanam dalam
tulang. Ligamen periodontal menahan gigi pada sakunya dan masih
memungkinkan sedikit gerak (Fawcett, 2002).
f. Pulpa.
Pulpa, yang memenuhi rongga gigi, berasal dari jaringan yang
membentuk papilla dentis selama perkembangan embrional. Arteriol kecil
memasuki pulpa melalui foramen apical dan cabang kapilernya pecah dekat
dasar odontoblas dan sebagian terdapat diantaranya. Mereka ini berlanjut ke
dalam vena kecil yang letaknya lebih ke pusat pulpa. (Fawcett, 2002)
g. Lidah.
Lidah manusia sebenarnya dibentuk oleh otot-otot yang terbagi atas 2
kelompok, yaitu otot-otot yang hanya terdapat dalam lidah (otot intrinsik) dan
Gambar 2.4 Diagram potongan sagital gigi molar pertama bawah manusia (Fawcett, 2002)
potong menjadi bagian-bagian kecil dan bercamput dengan saliva unutk membentuk
bolus makanan yang dapat ditelan.
Komponen-komponen gigi meliputi:
a.
Email
Email gigi adalah substansi paling keras di tubuh. Ia berwarna putih kebiruan
dan hampir transparan. Sembilan puluh smebilan persen dari beratnya adalah mineral
dalam bentuk Kristal hidroksiapatit besar-besar. Matriks organik hanya merupakan
tidak lebih dari 1% massanya. (Fawcett, 2002)
b.
Dentin
Dentin terletak di bawah email, terdiri atas rongga-rongga berisi cairan.
Apabila lubang telah mencapai dentin, cairan ini akan menghantarkan rangsang ke
pulpa, sehingga pulpa yang berisi pembuluh saraf akan menghantarkan sinyal rasa
sakit itu ke otak. (Maulani, 2005). Dentin bersifat semitranslusen dalam keadaan
segar, dan berwarna agak kekuningan. Komposisi kimianya mirip tulang namun lebih
keras. Bahannya 20% organic dan 80% anorganik. (Fawcett, 2002)
c.
Pulpa
Pulpa merupakan bagian yang lunak dari gigi. Bagian atap pulpa merupakan
bentuk kecil dari bentuk oklusal permukaan gigi. Pulpa mempunyai hubungan dengan
jaringan peri- atau interradikular gigi, dengan demikian juga dengan keseluruhan
jaringan tubuh. Oleh karena itu, jika ada penyakit pada pulpa, jaringan periodontium
juga akan terlibat. Demikian juga dengan perawatan pulpa yang dilakukan, akan
memengaruhi jaringan di sekitar gigi. (Tarigan, 2002). Bentuk pulpa hampir
menyerupai bentuk luar dari mahkota gigi, misalnya tanduk pulpa terletak di bawah
tonjol gigi. Pada gigi dengan akar lebih dari satu, akan terbentuk lantai kamar pulpa
yang mempunyai pintu masuk ke saluran akar, disebut orifisum. Dari orifisum ke
foramen apical disebut saluran akar. Bentuk saluran akar ini sangat bervariasi, dengan
kanal samping yang beragam, selain kadang-kadang juga ditemukan kanal tambahan
(aksesori) yang ujungnya buntu, tidak bermuara ke jaringan periodontal. (Tarigan,
2002)
Bahan dasar pulpa terdiri atas 75% air dan 25% bahan:
-
Glukosaminoglikan
Glikoprotein
Proteoglikan
10
Fibroblas sebagai sintesis dari kondroitin sulfat dan dermatan sulfat (Tarigan,
2002)
Pulpa gigi berisi sel jaringan ikat, pembuluh darah, dan serabut saraf (Pearce,
1979). Pada saluran akar ditemui pembuluh darah, jaringan limfe, juga jaringan saraf,
yang masuk ke rongga pulpa dan membentuk percabangan jaringan yang teratur serta
menarik. Jaringan yang memasok darah dari pulpa, masuk dari foramen apical,
tempat arteri dan vena masuk serta keluar. Selain pembuluh darah dan jaringan limfe,
jaringan saraf masuk juga ke pulpa melalui foramen 10ensit. (Tarigan, 2002)
d. Sementum
Akar gigi ditutupi lapisan sementum tipis, yaitu jaringan bermineral yang
sangat mirip tulang. Melihat sifat fisik dan kimiawinya, sementum lebih mirip tulang
dari jaringan keras lain dari gigi. Ia terdiri atas matriks serat-serat kolagen,
glikoprotein, dan mukopolisakarida yang telah mengapur. Bagian servikal dan lapis
tipis dekat dentin adalah sementum aselular. Sisanya adalah sementum selular,
dimana terkurung sel-sel mirip osteosit, yaitu sementosit, dalam 10ensit dalam
matriks. (Fawcett, 2002).
2.2 Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa adalah suatu kematian pulpa gigi yang dapat terjadi sebagian (parsial)
atau keseluruhan dari pulpa. Nekrosis pulpa merupakan proses lanjut dari radang pulpa
yang tidak ditangani secara adekuat.
2.2.1 Etiologi1
1. Mikrobakteri
2. Trauma fisik (benturan, radiasi)
3. Bahan-bahan kimia (bahan korosif)
2.2.2
Patofisologi1,2,3
11
Diagnosis2,4
Nekrosis Sebagian
Nekrosis Keseluruhan
Asimptomatik
Tes termal negatif
Perkusi/tekanan negatif
Pemeriksaan CE negatif
Radiografi, terlihat penebalan
ligamentum periodontal
a. Keluhan subjektif :
Gigi berlubang, terkadang sakit bila terkena rangsangan panas.
Bau mulut (halitosis).
Perubahan warna gigi.
b. Pemeriksaan objektif :
Perubahan warna gigi, menjadi abu-abu kehitam-hitaman.
Terdapat lubang gigi yang dalam.
Sondenasi, perkusi dan palpasi (-).
Biasanya tidak bereaksi terhadap tes elektrik dan termal.
Bila sudah ada peradangan jaringan periodontium, perkusi, palpasi dan
sondenasi (+).
12
2.3 Karies
Karies gigi adalah penyakit infeksi yang merusak struktur gigi. Karied
menyebabkan gigi berlubang. Penyebab utama karies
adalah adanya
proses
demineralisasi pada email. Sisa makanan bergula (termasuk karbohidrat) atau susu yang
menempel pada permukaan email akan bertumpuk menjadi plak dan menjadi media
pertumbuhan yang baik bagi bakteri. Bakteri yang menempel pada permukaan bergula
tersebut akan menghasilkan asam dan melarutkan permukaan email sehingga terjadi
proses demineralisasi. Demineralisasi tersebut mengakibatkan proses awal karies pada
email.
2.3.1 Jenis Karies:
Karies Email
Karies email adalah karies yang terjadi pada permukaan enamel gigi
(lapisan terluar dan terkeras pada gigi), dan belum terasa sakit, hanya terdapat
pewarnaan hitam atau coklat pada enamel. Setelah karies terbentuk proses
demineralisasi berlanjut, email mulai pecah. Permukaan email gigi tidak dapat
memperbaiki dirinya sendiri. Rencana perawatan karies taha: Remineralisasi
dengan pengulasan fluor, konsul diet dan hindari faktor risiko.
Karies Dentin
Karies yang sudah mencapai bagian dentin atau bagian pertengahan antara
permukaan gigi dan pulpa. Gigi biasanya terasa sakit apabila terkena rangsang
dingin, makanan masam, dan manis. Karies ini dapat menyebar dan mengikis
dentin. Karies yang sudah mencapai bagian dentin (tulang gigi) atau bagian
pertengahan antara permukaan gigi dan pulpa, gigi biasanya terasa sakit apabila
terkena rangsangan dingin, makanan masam, dan manis. Jika pembusukan telah
mencapai dentin, maka bagian gigi yang membusuk harus diangkat dan diganti
dengan tambalan (restorasi). Biasanya penumpatan secara langsung masih bisa
dilakukan dengan memberikan bahan pelapis sebelum diberikan bahan penumpat.
Dewasa ini telah banyak dikembangkan bahan tumpatan untuk memperbaiki gigi
yang rusak. Salah satu bahan tumpatan tetap yang pada saat ini banyak digunakan
oleh dokter gigi adalah semen glass ionomer. Bahan tumpatan yang memenuhi
persyaratan estetika adalah yang sewarna atau hampir mendekati warna gigi, baik
gigi anterior maupun posterior tanpa mengesampingkan faktor kekuatan,
keawetan, dan biokompabilitas dari bahan tersebut (Nurdin, 2001).
13
14
area yang kaya dengan suplai darah. Hal ini meningkatkan kemungkinan masuknya
15
organisme dan toksin dari daerah yang terinfeksi ke dalam sirkulasi darah. Di lain pihak,
infeksi dan inflamasi juga akan semakin meningkatkan aliran darah yang selanjutnya
menyebabkan semakin banyaknya organisme dan toksin masuk ke dalam pembuluh darah.
Vena-vena yang berasal dari rongga mulut dan sekitarnya mengalir ke pleksus vena
pterigoid yang menghubungkan sinus kavernosus dengan pleksus vena faringeal dan vena
maksilaris interna melalui vena emisaria. Karena perubahan tekanan dan edema
menyebabkan penyempitan pembuluh vena dan karena vena pada daerah ini tidak
berkatup, maka aliran darah di dalamnya dapat berlangsung dua arah, memungkinkan
penyebaran infeksi langsung dari fokus di dalam mulut ke kepala atau faring sebelum
tubuh mampu membentuk respon perlawanan terhadap infeksi tersebut. Material septik
(infektif) yang mengalir melalui vena jugularis internal dan eksternal dan kemudian ke
jantung dapat membuat sedikit kerusakan. Namun, saat berada di dalam darah, organisme
yang mampu bertahan dapat menyerang organ manapun yang kurang resisten akibat faktorfaktor predisposisi tertentu.
2.
aliran limfatik, sehingga infeksi pada rongga mulut dapat dengan mudah menjalar ke
kelenjar limfe regional. Pada rahang bawah, terdapat anastomosis pembuluh darah dari
kedua sisi melalui pembuluh limfe bibir. Akan tetapi anastomosis tersebut tidak ditemukan
pada rahang bawah.
Kelenjar getah bening regional yang terkena adalah sebagai berikut:
Sumber infeksi
Gingiva bawah
Jaringan subkutan bibir bawah
KGB regional
Submaksila
Submaksila, submental,
profunda
Submaksila
bawah
Gingiva dan palatum atas
Pipi bagian anterior
Pipi bagian posterior
Servikal profunda
Parotis
Submaksila, fasial
servikal
16
.
3.
4.
tonsilitis, faringitis, dan berbagai kelainan pada lambung. Aspirasi produk septik dapat
menimbulkan laringitis, trakeitis, bronkitis, atau pneumonia.
Infeksi oral dapat menimbulkan sensitisasi membran mukosa saluiran napas atas dan
menyebabkan berbagai gangguan, misalnya asma. Infeksi oral juga dapat memperburuk
kelainan sistemik yang sudah ada, misalnya tuberkulosis dan diabetes mellitus. Infeksi gigi
dapat terjadi pada seseorang tanpa kerusakan yang jelas walaupun pasien memiliki sistem
imun yang normal. Juga telah ditunjukkan bahwa tuberkel basil dapat memasuki tubuh
melalui oral, yaitu pocket periodontal danflap gingiva yang terinfeksi yang meliputi molar
17
ketiga. Infeksi oral, selain dapat memperburuk TB paru yang sudah ada, juga dapat
menambah systemic load, yang menghambat respon tubuh dalam melawan efek kaheksia
dari penyakit TB tersebut. Mendel telah menunjukkan perjalanan tuberkel basilus dari gigi
melalui limfe, KGB submaksila dan servikal tanpa didahului ulserasi primer. Tertelannya
material septik dapat menyebabkan gangguan lambung dan usus, seperti konstipasi dan
ulserasi.
2.5 Akut Mieloblastik Leukimia (AML)
Akut Mieloblastik Leukimia (AML) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid. Bila
tidak ditatalkasana secara adekuat, penyakit ini akan mengakibatkan kematian secara cepat
dalam waktu beberapa minggu sampai bulan sesudah diagnosis. Kemajuan pengobatan
AML ini dicapai dengan regimen kemoterapi yang lebih baik, kemoterapi dosis tinggi
dengan dukungan cangkok sumsum tulang dan terapi suportif yang lebih baik seperti
antibiotik generasi baru dan transfusi komponen darah untuk mengatasi efek samping
pengobatan. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Ed. IV.1234).
2.5.1 Etiologi dan Faktor Risiko
Penyebab leukemia masih belum dapat diketahui secara pasti hingga kini. Namun
menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan resiko
timbulnya penyakit leukemia. Faktor resiko tersebut adalah :
Radiasi dosis tinggi
Pajanan terhadap zat kimia tertentu (Benzene dan formaledehida)
Sindrom Down
Sindroma Mielodisplastik
Merokok
2.5.2 Gejala AML
Gejala umum yang terdapat pada penderita leukemia adalah demam atau berkeringat
malam, sering mengalami infeksi, merasa lemah atau capek, pucat, sakit kepala, mudah
berdarah atau memar (misal muda memar bila terbentur ringan), nyeri pada tulang atau
18
sendi, pembengkakan atau rasa tidak nyaman di perut akibat pembesaran limpa,
pembesaran kelenjar getah bening terutama di leher dan ketiak, penurunan berat badan.
Pada stadium akut sel leukemia dapat berfungsi hampir seperti sel normal. Mungkin
tidak ada gejala yang dirasakan selama beberapa waktu. Diagnosis pada tahap ini dapat
ditentukan saat pemeriksaan medical check up rutin. Jika muncul gejala umumnya ringan
dan perlahan-lahan semakin memberat. Leukemia kronis tidak menampilkan gejala yang
spesifik (khas) tetapi gejala yang dapat juga menjadi gejala penyakit lain seperti demam
tidak tinggi, letih, keringat dingin, perut sering merasa tidak enak, dan adakalanya terdapat
juga pembesaran limfa.
Kadangkala juga terjadi kehilangan nafsu makan dan berat badan menurun. Biasanya
gejala-gejala ringan itu berlangsung selama 3-6 bulan. Terkadang leukemia kronis ini dapat
dibilang memiliki perkembangan yang menyesatkan, hanya menunjukkan sedikit tanda
klinis dan gejala hingga penyakit cukup lanjut. Manifestasi oral pada leukemia stadium ini
ditemukan mukosa mulut yang pucat, perdarahan yang berkepanjangan setelah pencabutan
gigi dan petekia pada mukosa, tampak ulserasi superfisial pada mukosa oral.
Pada penderita stadium ini memiliki tanda-tanda oral yang mengarahkan pada
diagnosis adalah sebanyak tanda-tanda ekstraoral. Tanda-tanda oral yang paling sering
adalah limfadenopati pada daerah servikal dan submandibularis, ulserasi, pembesaran
gingiva, perdarahn gigi secara spontan, petekia, dan ekimosis. Ulserasi yang terjadi lebih
luas daripada ulserasi yang terjadi pada stadium kronis. Pembesaran gingiva pada leukemia
akut dapat demikian nyata sehingga gigi hampir seluruhnya tertutup. Pembesaran gingiva
karena leukemia ditandai dengan penampilan yang mengkilap, bersifat edema dan
"Boggy".
19
2.5.3 Diagnosis
Penyakit leukemia ini merupakan penyakit sistemik yang ditangani oleh dokter
umum spesialistik, tetapi tidak menutup kemungkinan bagi dokter gigi yang menemukan
lebih dini dari penderita. Karena manifestasi oral pada penyakit ini cukup mencolok,
sehingga pada dokter gigi dapat dengan mudah dan awal mencurigai penyakit ini pada
pasien. Selanjutnya dokter akan melakukan pemeriksaan darah. Jika hitung sel darah
menunjukkan adanya tanda-tanda leukemia, pemeriksaan dilanjutkan dengan memeriksa
sumsum tulang dengan biopsi.
Pemeriksaan sumsum tulang ini sangat berguna karena dapat diperiksa langsung pada
tempat sel darah putih itu dibuat. Jika perlu akan dilakukan pemeriksaan analisis
sitogenetik untuk mengetahui apakah ada mutasi pada sel-sel tersebut yang menandai
adanya leukemia. Dari pemeriksaan darah, ditemukan kadar sel darah putih yang
meningkat atau berkurang dan adanya sel leukemia. Saat ini terdapat 2 jenis pengambilan
sampel dari sumsum tulang, yaitu aspirasi sumsum tulang dan biopsi sumsum tulang.
2.5.4 Terapi
AML diterapi dengan menggunakan kemoterapi dan transplantasi sumsum tulang.
Pilihan terapi untuk AML antara lain:
Kemoterapi
Terapi biologi
Terapi Radiasi
20
obat
kumur
dengan
kandungan
chlorhexidine
0,2%,
dapat
Terapi antibiotik
Terapi ini diperlukan untuk ulserasi yang terjadi pada mukosa.
21
mendapat vaskularisasi yang cukup sehingga mudah terpengaruh olehkeadaan organ yang
jauh letaknya, (2) mukosa oral sering mcngalami epitelisasi dalam waktu yang singkat,
(3) mukosa oral mudah mcngalami trauma (Greenberg and Glick, 2003).
Semua tipe leukemia khususnya leukemia akut memiliki manifestasi oral.
Manifestasi oral leukemia lebih sering ditemukan pada pasien leukemia akut pada tahap
awal perkembangan penyakit. Prevalensi dan distribusi dari komplikasi inisial leukemia
di rongga mulut pada pasien AML sama dengan pasien ALL (Wahyuni,2006). Manifestasi
oral leukemia sering menimbulkan keluhan bagi pasien. Keluhan oral ini mendorong
pasien untuk mencari pengobatan ke dokter gigi. Sebagai gambaran klinis leukemia akut
oleh dokter gigi sangat bergunasebagai indikator untuk mendeteksi dini leukemia.
Menurut Yanif danMarom, tanda dan gejala oral leukemia sering bervariasi. Meskipun
demikian, terdapat tanda dan gejala oral yang paling sering ditemukan, diantaranya
(Wahyuni,2006):
Perdarahan oral
Perdarahan oral merupakan manifestasi oral leukemia yang paling sering
menimbulkan keluhan bagi pasien. Perdarahan oral lebih sering ditemukan pada pasien
leukemia akut dibandingkan pada pasien leukemia kronik, perdarahan ini umumnya
terjadi pada bibir, lidah dan gingival (Wahyuni,2006). Perdarahan oral sering dianggap
sebagai hal yang tidak berbahaya,namun manifestasi oral ini dapat merefleksikan
kemungkinan timbulnya perdarahan di tempat lain seperti otak, paru-paru dan saluran
pencernaan yang berakibat fatal, yang mana perdarahan merupakan faktor utama
penyebab kematian pasien leukemia selain infeksi (Greenberg and Glick, 2003).
Trombositopenia dan anemia disebabkan oleh supresi sumsum daripenyakit dan hasil
kemoterapinya
perdarahan gingival. Perdarahan hebat pada gingival dapat ditangani dengan terapi lokal,
mengurangi kebutuhan transfusi platelet. Resiko dari transfusi platelet termasuk hepatitis,
infeksi HIV,reaksi transfusi, dan formasi dari antiplatelet antibodi, yang manamengurangi
kegunaan dari transfuse platelet selama episode hemorrgagicberikutnya. Hemorrhage oral
dapat diakibatkan oleh DIC, yang menyebabkan hipofibrinogenemia (Greenberg
and Glick, 2003).Pada pengobatan kemoterapi, obat-obatan anti-leukemia sangatmenekan
aktivitas sumsum tulang yang menyebabkan rombositopenia, anemia dan leukopenia.
Trombositopenia yang sering ditemukan pada pasien yang menjalankan kemoterapi timbul
22
Infeksi oral
Infeksi dilandai dengan adanya demam dan dihubungkan dengankeparahan neutropenia,
aplasia sumsum tulang. Kegagalan migrasi leukosit dan kemampuan leukosit yang
berkurang untuk melawan infeksi. Selain itu,infeksi juga ditimbulkan akibat pengobatan
kemoterapi leukemia akut padaorang dewasa. Kemoterapi menyebabkan turunnya
imunitas tubuh, sehingga infeksi mudah terjadi (Greenberg and Glick, 2003).Kemoterapi
menimbulkan komplikasi oral. Komplikasi oral yangpaling sering terjadi adalah infeksi.
perdarahan dan mukositis. Perdarahandan mukositis oral memudahkan terjadinya infeksi
oral dan bakteremia yangdapat berakibat fatal (Wahyuni, 2006).
Infeksi oral merupakan komplikasi fatal dan serius yang terjadi pada pasien
leukemik neutropenik. Candidiasis adalah infeksi jamur oral yang umum terjadi, tapi
infeksi dengan jamur lain seperti histoplasma,aspergillus, atau phycomycetes dapat pula
diawalai pada jaringan oral. Saat lesi ini telah diduga positif, specimen biopsy,
aspirasi fine-needle, atau smear sitologi harus diperoleh karena kultur tunggal tidak dapat
diandalkan utuk organisme ini. Diagnosis untuk infeksi dental, terutama infeksi
periodontal dan perikoronal, sulit pada pasien neutropik leukemik karena tidak adanya
inflamasi normal (Greenberg and Glick, 2003).
23
Ulserasi Oral
Ulser pada mukosa oral sering ditemukan pada pasien leukemia yang melakukan
kemoterapi dan rata-rata disebabkan karena efek langsung dari obat kemoterapi pada sel
mukosa oral. Lockhart dan Sonis melaporkan bahwa ulcer sekunder karena kemoterapi
muncul kira-kira 7 hari setelah terapi awal dilakukan. Ulsernya besar, irregular, dan bau
busuk, dandikelilingi oleh mukosa yang pucat yang disebabkan karena anemia dan
kurangnya respon inflamatori. Ulser oral yang paling sering pada pasien leukemia yang
melakukan kemoterapi adalah infeksi HSV rekuren. Infeksi ini melibatkan mukosa
intraoral dan bibir (Greenberg and Glick, 2003). Lesinya dimulai dengan cluster klasik
dari vesikel HSV rekuren dan menyebar dengan cepat, menyebabkan ulser yang luas
yang biasanya dikelilingi mukosa yang pucat akibat anemia. Lesi memiliki respon
yangbaik pada acyclovir parenteral yang didistribusikan melalui intravena ataupun
melalui mulut. Manajemen perawatan dari ulcer oral pada pasien leukemia harus
mencegah penyebaran dari infeksi local, meminimalisir bakteri, mengusahakan
penyembuhan, dan mengurangi rasa sakit. Ulcer yang ada pada pasien leukemia yang
dirawat kemoterapi dapat terinfeksi oleh organism yang tidak umum pada infeksi oral,
misalnya gram negatif enteric bacilli (Greenberg and Glick, 2003). Terapi antibakteri
topikal dapat dihberikan dengan solusi providine-iodine, ointment bacitracin-neomycin,
24
atau bilasan chlorhexidine. Kaolindan pectin dapat digunakan dengan obat kumur
diphenhydramine untuk mengurangi rasa sakit (Greenberg and Glick, 2003).
Limfadenopati servikal
Limfadenopati servikal adalah tanda klinis yang paling sering terlihat pada pasien
leukemia akut maupun kronik. Limfadenopati servikal disebabkan oleh infiltrasi sel-sel
leukemik ke kelenjar limfe servikal, pembengkakan biasanya pada satu sisi. Kelenjar
yang membengkak akan terasa lunak dan sakit bila dipalpasi pada leukemia akut,
sedangkan pada leukemia kronik biasanya kelenjar berbatas tegas, keras dan tidak nyeri
pada saat dipalpasi (Wahyuni,2006).
Hiperplasia gingiva
Hiperplasia gingiva lebih sering terjadi pada pasien leukemia akutkhususnya AML
daripada pasien leukemia kronik. Hiperplasia gingiva disebabkan karena infiltrasi sel-sel
leukemik ke gingiva, inflamasi atau akibat hiperplasia reaktif. Faktor yang
mempermudah timbulnya hiperplasia gingiva adalah adanya respon yang berlebihan
terhadap iritan lokal yang disebabkan berkurangnya kemampuan sel darah putih untuk
melawan infeksi gingiva karena bentuknya yang tidak matang. Iritan lokal tersebut
merupakan stimulus inflamasi yang dapat berasal dari akumulasi plak (Wahyuni,2006).
Hiperplasia gingiva juga dihubungkan dengan kemoterapi leukemia. Dilaporkan,
terdapat beberapa pasien yang menderita leukemia promyelositik akut (M3) yang
awalnya tidak mengalami hiperplasia gingiva pada masa perkemabangan penyakit,
namun setelah menjalankan kemoterapi dengan penggunaan obat asam transretinoik,
mengalami hiperpalsia gingiva (Couper, 2000). Gambaran klinis hiperplasia gingiva
akibat leukemia dapat terlihat berupa pembengkakan yang difus pada papila interdental,
margin gingiva dan gingiva cekat. Pada papila interdental terlihat seperti masa yang
menyerupai tumor. Pada pasien AML sering ditemukan hiperplasia gingiva sampai
menutupi korona gigi. Gingiva yang membengkak berwarna merah kebiruan dan tidak
memiliki stippling sehingga permukaannya menjadi licindan berkilat. Konsistensinya tidak
terlalu lunak tetapi mudah terjadiperdarahan spontan akibat iritasi yang ringan, kadang
disertai infeksi, odontalgia dan inflamasi ulserstif nekrosis akut pada daerah
interdental(Couper, 2000).
25
Secara histopatologi, jaringan gingiva di infiltrasi oleh sel-sel leukosit yang belum
matang pada inflamasi kronik dapat juga terlihat leukosit yang telah matang. Jaringan
epitel memperlihatkan derajat yang bervariasi terhadap infiltrasi sel-sel leukemik, lamina
propria dipenuhi olehsel-sel leukemik yang meluas dari lapisan sel basal epitel ke dalam
gingiva. Pembuluh darah setempat tertekan oleh infiltrat yang menyebabkan jaringan
gingiva mengalami edema dan degenerasi. Pada hiperplasia gingiva yang disertai
inflamasi nekrosis akut, permukaan gingiva dilapisi oleh jaringanfibrin pseudomembran,
sel-sel epitel yang nekrosis, polimorfonuklear leukosit dan kolonisasi bakteri (Couper,
2000). Variasi lain yang tidak spesifik dari manifestasi oral leukemia adalah sakit
tenggorokan laring ofaringitis, bibir kering dan pecah-pecah, hairy tongue, sialorhoe,
halitosis, benigna migratory glossitis, median romboid glossitis, pemfigus, nyeri gusi,
dekstruksi tulang alveolar dan penyembuhan luka yang lama setelah ekstraksi gigi
(Wahyuni, 2006).
Manifestasi oral neurologis juga dapat terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik ke
nervus V dan VII. Gangguan pada nervus V dan VII pernah dilaporkan pada pasien
leukemia akibat penggunaan obat vincristin, yaitu obat yang sering dipakai untuk
pengobatan leukemia akut, khususnya AML. Manifestasi neurologi oral yang dapat
terjadi berupa paralisis fasial, neuralgia trigeminal, kesukaran menelan, kesukaran
memanjangkan lidah, kelemahan otot-otot pengunyahan dan parestesia akut (akibat
peningkatan cairan serebrospinal, perdarahan intrakranial, atau infiltrasi sel-sel ganas
yang teriokalisasi pada sistem saraf pusat maupun di sekitar saraf tepi) (Wahyuni, 2006).
26
BAB III
ANALISA KASUS
Ny. ABS/37 tahun/seorang ibu rumah tangga dikonsultasikan ke bagian Gigi dan
Mulut RSMH Palembang dari bagian Penyakit Dalam untuk mencari ada tidaknya fokal
infeksi. Pasien juga mengeluh sering nyeri pada gigi. Nyeri sejak 1 tahun yang lalu,
dirasakan saat mengunyah dan saat mengonsumsi makanan/minuman yang panas atau dingin,
nyeri dirasakan berkurang setelah makan/minum dan berhenti mengunyah. Bau mulut ada,
bau tercium busuk terutama saat bangun tidur. Gusi berdarah saat menyikat gigi ada. Pasien
mengaku sudah sering mengeluh nyeri gigi, namun jarang memeriksakan keluhannya ke
dokter gigi.
Saat dikonsultasikan pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien dalam batas normal.
Pemeriksaan ekstra oral juga dalam batas normal. Pada pemeriksaan intraoral didapatkan
hiperplasia gingiva (+), gingivitis (+). Pada status lokalis didapatkan kalkulus regio....nekrosis
27
pulpa gigi 14, karies dentin pada gigi 23 dan 26, serta gangren radiks pada gigi 17, 37, dan
47..
Pada pasien leukemia akut akan terjadi gangguan produksi dan maturasi sel darah
sehingga jumlah dan kualitas sel darah terganggu. Selain itu, terapi pada pasien leukemia
seperti kortikosteroid, kemoterapi, radiasi, hingga transplantasi stem sel dapat menyebabkan
menurunnya jumlah maupun fungsi sel darah, seperti leukosit sehingga pasien leukimia rentan
mengalami fokal infeksi akibat rendahnya sistem imunitas yang ada.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat disimpulkan bahwa pasien
menderita kalkulus, karies dentin, nekrosis pulpa, gangren radiks, dan suspek kandidiasis oral.
Karies tidak ditangani dengan baik yang menyebabkan terjadinya nekrosis pulpa. Nyeri gigi
yang dirasakan pasien merupakan manifestasi dari nekrosis pulpa yang terjadi pada gigi
tersebut. Pada nekrosis pulpa telah terjadi kematian pulpa yang disebabkan iskemik jaringan
pulpa yang disertai dengan infeksi. Infeksi tersebut disebabkan oleh mikroorganisme yang
bersifat saprofit namun juga dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang memang bersifat
patogen. Nekrosis pulpa sebagian besar terjadi oleh komplikasi dari pulpitis baik yang akut
mapun yang kronik yang tidak ditatalaksana dengan baik dan adekuat.
Nekrosis pulpa akan menyebabkan keluhan bau mulut pada pasien. Terbentuknya gasgas indol, skatol, putresin pada gigi yang mengalami nekrosis pulpa akan menyebabkan bau
mulut dan tes penciuman (+) bau busuk pada nekrosis pulpa. Semua masalah ini saling
berkaitan satu sama lain. Hal ini sangat dimungkinkan karena pasien memiliki oral hygiene
yang buruk (tidak menyikat gigi dengan baik dan benar) terlihat dari adanya plak putih
kekuningan di bagian dorsal lidah. Oral hygiene yang buruk akan meningkatkan jumlah
bakteri yang berkolonisasi di gigi meningkat menjadi 2-10 kali lipat dan memungkinkan lebih
banyak bakteri melewati jaringan serta masuk ke pembuluh darah, menimbulkan peningkatan
prevalensi dan besarnya bakteremia. Pasien juga mengaku bahwa ia jarang ke dokter gigi
walapun giginya sering nyeri. Hal ini, dapat memperberat kerusakan gigi akibat kalkulus
sehingga menyebabkan karies pada gigi pasien. Karies yang tidak ditatalaksana secara
adekuat, lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya nekrosis pulpa.
Untuk tatalaksana pada kasus ini gigi yang mengalami nekrosis dilakukan ekstrasi dan
gigi dengan karies dilakukan konservasi. Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Bakta, I made. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC, 2006
2. Desen, Wan. Buku Ajar Onkologi Klinis Ed. 2. Balai penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta. 2008
3. Hoffbrand, A. V, J. E. Pettit, P.A.H Moss. Kapita Selekta Hematologi edisi 4.Jakarta:
EGC, 2005
4. Sudoyo, Aru W., Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti
Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Ed. IV. Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, 2006.
5. Supandiman, Iman. Prof. dr. DSPD. H. Hematologi Klinik Ed. 2. Penerbit Alumni :
Bandung. 1997.
6. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Ed. 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2003
7. Carranza.Clinical Periodontology. 11th ed. Philadelphia: WB Saunders Company.
2012.
8. Coletta RD, Granner E. Hereditary gingival fibromatosis. USA: J Periodontol. 2006
9. Bergstrom,et al. A 10 year prospective study of tobacco smoking and periodontal
health. J Periodontal. 2000;71: 1338-47.
10. Chaturvedi R. Idiopatic gingival fibromatosis associated with generalied aggressive
periodontitis. A case Report. J Can Dent Assoc. 2009; 75: 291-295.
29
11. Prasetyo A, Kasno. Patologi Rongga Mulut dan Traktus Gastro Intestinalis. Semarang:
Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2003.
12. Araujo CS, Granner E, Almeida O P, Sauk JJ, Colette RD. Histomorphometruc
characteristics an expression of epidermal growth factors and its receptors by
epithelial cells of normal gingiva and hereditary gingival fibromatosis. J Periodontol
Res. 2003; 38: 237-241.