Anda di halaman 1dari 29

REFLEKSI KASUS

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS DEXTRA DENGAN

MASTOIDITIS KRONIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, dan Tenggorok

RSUD Kabupaten Temanggung

Disusun oleh

Mega Fadhilah

NIPP : 20224010021

Pembimbing:

dr. Pramono, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU THT RSUD TEMANGGUNG


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2023
LAPORAN KASUS

A. Pengalaman

Pasien perempuan usia 72 tahun datang dengan keluhan nyeri telinga kanan

sejak 3 bulan yang lalu. Nyeri terutama dirasakan di bagian belakang telinga,

bertambah nyeri bila berbaring ke arah telinga kanan, nyeri juga dirasakan menjalar ke

kepala serta pipi kan terus - menerus disertai pusing seperti berputar. Satu hari

sebelumnya pasien mengeluh demam dan perasaan panas pada bagian telinga

kanannya. Selain itu pasien juga mengatakan ada cairan yang keluar dari telinga kanan

berwarna kuning kehijauan dan berbau tapi tidak menyengat. Pasien juga sering

mengalami batuk, pilek, yang kambuh-kambuhan selama 1 tahun ini, dan sembuh

setelah dibawa berobat ke klinik. Selain itu pendengaran telinga kanan terasa berkurang

dibandingkan telinga kiri.

Pasien sudah memeriksakan diri ke Puskesmas 5 hari SMRS, kemudian

dirujuk ke rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut ke poli THT dan

pemeriksaan rontgen mastoid.

Hasil yang didapat adalah:

- Air cellulae mastoidea sinistra sebagian besar tertutup opasitas sesuai

gambaran mastoiditis

- CAE sinistra: normal

- CAE dextra menyempit suspect Granuloma

- Air cellulae mastoidea dextra : normolusen (normal)

- Tak tampak osteodestruksi

Pasien disarankan untuk rawat inap dengan program mastoidektomi.


B. Masalah yang Dikaji

1. Apa Definisi Otitis Media Supuratif Kronis?

2. Apa Etiologi Otitis Media Supuratif Kronis?

3. Bagaimana Klasifikasi Otitis Media Supuratif Kronis?

4. Apa itu Mastoiditis Kronis?

5. Bagaimana Patofisiologi Otitis Media Supuratif Kronis Dengan Mastoiditis

Kronis?

6. Bagaimana Tanda dan Gejala Klinis OMSK Dengan Mastoiditis Kronis?

7. Bagaimana Cara Menegakkan Diagnosis OMSK Dengan Mastoiditis Kronis?

8. Bagaimana Penatalaksanaan OMSK Dengan Mastoiditis Kronis?

9. Apa Komplikasi dari OMSK Dengan Mastoiditis Kronis?

C. Pembahasan

1. Definisi Otitis Media Supuratif Kronik

Otitis Media (OM) merupakan penyakit infeksi pada telinga bagian tengah

yang meliputi sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius,

antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Walaupun OM paling sering terjadi pada

anak- anak usia enam bulan sampai tiga tahun, namun OM dapat juga terjadi pada

orang dewasa. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah penyakit

peradangan kronis pada telinga tengah yang ditandai dengan adanya

perforasi membrane timpani, dengan / tanpa otorea persisten. Otorea adalah

sekret yang keluar dari telinga secara terus menerus atau hilang timbul. 1,2
Durasi waktu yang membedakan Otitis Media Akut (OMA) dan OMSK

sampai saat ini belum ada keseragaman. World Health Organization (WHO)

mendefinisikan OMSK jika terdapat otorea kurang lebih selama 2 minggu.3

2. Etiologi Otitis Media Supuratif Kronik

Otitis Media Supuratif Kronik dapat disebabkan oleh infeksi bakteri

maupun jamur. Bakteri penyebab yang sering ditemukan pada pasien dengan

OMSK berdasarkan suatu review dari berbagai penelitian yaitu Pseudomonas

aeruginosa (22-44%), Staphylococcus aureus (17-37%), Klebsiella pneumoniae

(4-7%), Proteus mirabilis (3-20%), Eschericia coli (1-21%) dan Proteus vulgaris

(0,9-3%). Bakteri anaerob juga dapat menjadi penyebab, seperti Bacteroides sp.

(4–8%), Clostridium sp.(3–6%), Prevotella sp.(1–3%) dan Fusobacterium

nucleatum (3- 4%). Sedangkan jamur yang kerap ditemukan yaitu Aspergilus sp.

(3-20%) dan Candida albicans (0,9-23%).1,2,3

3. Klasifikasi Otitis Media Supuratif Kronik

Otitis Media Supuratif Kronik dibagi menjadi dua tipe, yaitu OMSK tipe

tubotimpani dan OMSK tipe atikoantral.4

a) OMSK Tipe Tubotimpani

Perforasi membrane timpani terjadi di bagian sentral pada celah tengah

antero- inferior telinga. Tipe ini disebut juga dengan tipe aman karena tidak

berisiko mengalami komplikasi yang lebih serius.

b) OMSK Tipe Atikoantral

Perforasi membrane timpani terjadi di bagian atik atau marginal. OMSK ini

disebut juga sebagai OMSK tipe bahaya karena sering berhubungan dengan
proses kerusakan tulang akibat kolesteatoma, granulasi, atau osteitis sehingga

meningkatkan angka komplikasi.

4. Mastoiditis Kronis

Mastoiditis adalah komplikasi umum dari Infeksi telinga bagian tengah

dengan perluasan inflamasi mencapai tulang mastoid. Timbulnya perubahan pada

mastoid seperti penebalan mukosa dan terkumpulnya eksudat dapat menyebabkan

peradangan tulang (osteitis).5,6

Macam-macam mastoiditis antara lain:

a) Mastoiditis + nanah + jaringan granulasi

b) Mastoiditis + colesteatoma

c) Campuran 1 dan 2

d) Mastoiditis yang sklerotik

Selain itu, mastoiditis dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori

berdasarkan mekanisme infeksinya:

a) Mastoiditis Insipien

Infeksi primer mastoid tanpa adanya hubungan dengan telinga bagian tengah.

b) Mastoiditis Koalesen Akut

Inflamasi pada lapisan epithel dengan erosi pada septa-septa tulang dalam

rongga mastoid. Erosi tersebut dapat berlanjut menjadi abses intra-cavum.

c) Mastoiditis Sub-akut

Infeksi persisten pada telinga tengah atau episode rekuren OMA dengan

terapi antimicrobial yang tidak adekuat, sehingga menyebabkan erosi pada

septa- septa tulang dalam rongga mastoid.


5. Patofisiologi Otitis Media Supuratif Kronis Dengan Mastoiditis Kronis

Patogensis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini

OMSK merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi

yang sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus. OMA

dibagi menjadi 5 stadium, yaitu:

a. Stadium 1: Okulsi tuba, retraksi

b. Stadium 2: Hiperemis, pembuluh darah melebar

c. Stadium 3: Supurasi, bulging

d. Stadium 4: Perforasi, rupture

e. Stadium 5: Resolusi, sekret (-)

Otitis Media Supuratif Kronis diawali dengan patogen bakteri yang

menginfeksi lapisan mukosa telinga tengah sehingga terjadi reaksi inflamasi.

Selanjutnya akan diikuti dengan edema dan fibrosis hingga akhirnya terjadi

perforasi membrane timpani dengan infeksi yang terus berlanjut.

Salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada OMSK adalah Mastoiditis.

Terdapat banyak faktor yang berkontribusi dalam perjalanan penyakit

Mastoiditis. Diantaranya adalah faktor imun, virulensi pathogen, terlambatnya

terapi, higenitas buruk, predisposisi genetic dan faktor anatomi seperti disfungsi

tuba Eustachius.

Tuba Eustachius adalah penghubung antara telinga tengah dan mulut.

Saluran tersebut berfungsi sebagai drainase cairan dan udara dari telinga tengah.

Jika tuba Eustachius menyempit atau mengalami obstruksi akibat inflamasi

maupun debris, maka ia dapat menjadi tempat pathogen oportunistik untuk

tumbuh. Secara anatomi, telinga bagian tengah bersinggungan dengan tulang

mastoid, sehingga ketika terjadi infeksi, perjalanan penyakit dapat mencapai

tulang mastoid dan ikut menginfeksi lapisan epitel mastoid dan menimbulkan
erosi septa-
septa tulang. Jika dibiarkan, maka akan terbentuk koalesen dari rongga mastoid

sehingga rongga yang tadinya berisi udara akan terisi oleh pus. Koalesen adalah

peristiwa terjadinya penggabungan globul-globul menjadi lebih besar.

Penanganan yang terlambat dan infeksi yang semakin parah akan

mengikis rongga mastoid sehingga dinding-dinding sel mastoid (trabaikel)

menjadi nekrotik, pus yang terkumpul dalam rongga mastoid akan keluar melalui

kortek sampai di bawah periost dibelakang daun telinga dan membentuk abses

subperiosteal retrourikuler.

Faktor resiko yang dikaitkan dengan OMSK adalah episode berulang

OMA, infeksi saluran pernafasan atas, trauma pada membrane timpani dan

kondisi hidup dengan higenitas dan nutrisi yang kurang memadai.6,7

6. Tanda dan Gejala Klinis Mastoiditis Kronis

Pada Mastoiditis dapat dijumpai tanda dan gejala klinis sebagai berikut:

a) Nyeri atau rasa tidak nyaman pada telinga

b) Ottorhea

c) Pendengaran berkurang

d) Demam

e) Sakit kepala

f) Nyeri tekan daerah mastoid

g) Edema pada processus mastoideus hiperemis yang lambat laun menjadi

abses

h) Liang telinga bagian atas belakang turun (sagging). Hal ini disebabkan

oleh karena timbulnya periotitis pada tempat ini


i) Membrana timpani menonjol keluar dan terjadi pengeluaran cairan yang

kontinu dan semakin banyak lubang perforasi gendang.

j) Kadang terdapat gejala iritasi vestibuler, antara lain:

- Vertigo

- Nistagmus spontan

- Ganguan respon kalorik

7. Penegakan Diagnosis OMSK dengan Mastoiditis Kronis

a) Anamnesis

Pada anamnesis, terdapat beberapa keluhan yang mengarahkan dokter untuk

menegakan diagnosis OMSK, yaitu:

1) Sekret telinga keluar hilang timbul maupun terus menerus selama 2 – 6

minggu. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah

2) Gejala umum lain yang terkait keluhan di telinga, termasuk:

- Penurunan pendengaran

- Rasa penuh di telinga

- Tinitus

3) Gejala-gejala yang mengindikasikan adanya komplikasi, seperti:

- Paralisis wajah sementara atau menetap

- Otalgia

- Vertigo

- Demam tinggi

- Fotofobia

- Bengkak di belakang telinga (indikasi mastoiditis)


4) Gejala komplikasi emergensi (red flags) yang mengindikasikan

perujukan segera:

- Sakit kepala berat

- Muntah proyektil

- Defisit neurologis fokal

- Penurunan kesadaran

Adanya gejala tambahan seperti common cold, sakit tenggorok, batuk

atau gejala lain dari infeksi saluran pernafasan atas, serta faktor resiko seperti

gizi kurang atau higenitas yang buruk, ditambah riwayat keluarnya secret

telinga akan menambah kecurigaan diagnosis OMSK.8

b) Pemeriksaan Fisik

1) Pemeriksaan Fisik Umum

Lakukan pemeriksaan tanda vital. Suhu yang tinggi bukan

manifestasi klinik yang khas pada OMSK, namun mungkin

mengindikasikan adanya infeksi yang masih berlanjut. Jika demam tinggi

disertai dengan deficit neurologis berupa rasa baal atau kelemahan dan

kaku kuduk dapat menandakan adanya komplikasi intracranial atau

ekstrakranial.

2) Pemeriksaan Telinga

Pemeriksaan telinga terdiri pada pemeriksaan liang telinga dan

mastoid, pemeriksaan telinga tengah dan pemeriksaan fungsi

pendengaran.

i. Pemeriksaan liang telinga dan mastoid untuk mengidentifikasi hal-

hal berikut:

- Adanya tanda riwayat operasi telinga (bekas luka/parut)


- Ada atau tidaknya fistula retroaurikula

- Tanda inflamasi retroaurikular (hiperemis, edema dengan atau tanpa

fluktuasi, nyeri tekan mastoid)

- Kondisi liang telinga, termasuk ada atau tidaknya penyempitan liang

telinga (sagging) dan secret telinga

ii. Pemeriksaan telinga tengah dengan lampu kepala, otoskopi atau

otomikroskopi atau otoendoskopi untuk memastikan diagnosis pada

pasien dengan kecurigaan OMSK. Hal-hal yang perlu diperhatikan

adalah:

- Perforasi membrane timpani

Perforasi membrane timpani dapat ditemukan di daerah sentral (pars

tensa), marginal (sebagian tepi perforasi langsung berhubungan

dengan anulus atau sulkus timpanikum), atau atik (pars flaksida).

Perdorasi yang terletak di sentral termasuk dalam OMSK tipe aman,

sedangkan perforasi pada OMSK tipe bahaya terletak di marginal

atau atik.

- Keadaan perforasi membrane timpani

Adanya atelektasis membrane timpani dapat meningkatkan

kecurigaan terhadap disfungsi tuba eustachius. Ciri dari atelectasis

adalah adanya retraksi atau kolaps dari membrane timpani.

- Tanda inflamasi mukosa telinga tengah

Ditemukan adanya hiperemis atau pucar, polypoid dan atau edema,

dengan atau tanpa otorea. Sekret telinga pada OMSK dapat bersifat

serosa, mukopurulen bahkan hemoragik.

- Adanya jaringan granulasi


- Adanya Kolesteatoma

Pada telinga tengah atau area pneumatisasi di tulang temporal

ditemukan adanya epitel skuamosa berkeratin yang dapat

menyebabkan erosi tulang.

- Timpanosklerosis

Plak berwarna keputihan di membrane timpani dan deposit nodular

di lapis submucosa telinga tengah. Timpanosklerosis biasanya

terjadi sebagai bentuk sekuel dari penyakit kronis telinga tengah.

iii. Pemeriksaan fungsi pendengaran

- Tes Penala

Teridiri atas tes Rinne, Weber dan Schwabach yang berfungsi untuk

memeriksa pendengaran secara kualitatif dan untuk membedakan

gangguan pendengaran konduktif dan sensorineural.

- Whispered Voice Test

Tes ini dilakukan dengan jarak 0,6 m atau satu lengan dari belakang

telinga pasien. Pasien selanjutnya diminta untuk mengulang

kombinasi kata yang terdiri atas satu sampai dua suku kata.

- Calibrated Finger Rub Auditory Screening Test (CALIFRAST)

Tes yang dilakukan dengan menggosok-gosokkan ibu jari ke jari

kelingking saat jari dalam keadaan kering di ruangan yang tenang.

3) Pemeriksaan Penunjang

i. Otomikroskopi atau Otoendoskopi

Otomikroskopi merupakan pemeriksaan untuk mengidentifikasi

kelainan di liang telinga dan membran timpani menggunakan

mikroskop otologi binocular. Alat ini berguna dalam menilai kondisi


liang telinga, kelainan di membran timpani seperti perforasi, atrofi,

timpanosklerosis, atau atelektasis, serta ada atau tidaknya sekret di

telinga tengah. Selain teknik otomikroskopi, penggunaan endoskopi

baik tipe fleksibel maupun kaku dapat dilakukan untuk

mengevaluasi struktur telinga tengah.

ii. Audiometri Nada Murni

Derajat ketulian dihitung menggunakan indeks Fletcher dengan

menjumlahkan ambang dengar pada frekuensi 500 Hz, 1000 Hz,

2000 Hz, 4000 Hz, dan kemudian membaginya dengan empat.

Pendengaran dikatakan normal bila ambang dengar 0-25 dB,

tuli ringan bila diantara 26-40 dB, tuli sedang antara 41-55 dB,

tuli sedang berat antara 56-70 dB, tuli berat antara 71-90 dB, dan

tuli sangat berat jika >90 dB.

iii. Bone Conduction Brainstem Evoked Response Audiometry

(BCBERA)

BC BERA berguna pada pasien dengan malformasi telinga (atresia,

mikrotia), juga pada pasien otitis media dan kelainan telinga luar

atau telinga tengah. Hasil BERA dapat memberitahu fungsi koklea

yang lebih baik jika terdapat perbedaan pendengaran antara dua

telinga.

iv. Pencitraan

- Foto Polos Mastoid posisi Schuller bilateral

Pada OMSK dengan komplikasi Mastoidea dapat ditemukan

opasitas yang menutupi air cellulae mastoidea

- High Resolution Computed Tomography (HRCT) Temporal


HRCT memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi untuk

mendeteksi kolesteatoma, setelah dikonfirmasi melalui temuan

intraoperatif.

- Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI dapat digunakan untuk menilai rekurensi pasca operasi

4) Kultur sekret telinga

Umumnya pemeriksaan kultur secret telinga hanya diminta apabila

dicurigai adanya resistensi obat. Pada prakteknya, pasien diberikan

antibiotik spektrum luas sebagai terapi empiris.

5) Biopsi massa liang telinga atau telinga tengah

Pemeriksaan biopsi perlu dipertimbangkan untuk menyingkirkan

kemungkinan keganasan pada pasien dengan:

- Polip telinga tengah atau jaringan granulasi

- Abnormal patologi yang terlihat saat operasi

- Kolesteatoma

Kriteria diagnosis OMSK dengan Mastoiditis dapat ditegakkan

berdasarkan gejala klinis, hasil laboratorium seperti temuan leukositosis pada

pemeriksaan darah dan pengambilan secret untuk pemeriksaan kultur dan

sensitivitas antibiotic. Untuk mengkonfirmasi adanya mastoiditis dapat

dilakukan foto rontgen dan CT Scan dengan temuan perkabutan difus sel-sel

mastoid dan hilangnya septa antar selulae. Untuk pemeriksaan audiometric

akan didapatkan hasil tuli konduktif, tuli sensorineural atau tuli campuran.8,9

8. Tatalaksana
Beberapa studi menyatakan antibiotik adalah terapi utama dalam mastoiditis,

namun pemberian antibiotik saja dapat menimbulkan complication rate sebesar

8.5%. Sehingga terapi seperti myringotomy, tympanostomy tube placement dan

mastoidektomi dapat dilakukan berdasarkan tingkat keparahan infeksi.

Pasien dengan komplikasi minimal tanpa ada riwayat komorbid dan temuan

minimal pada pemeriksaan fisik dapat berhasil disembuhkan dengan terapi IV

ceftriaxone, untuk rawat inap bisa ditambahkan IV steroid dosis tinggi,

myringotomy dengan tympanostomy tube placement.

Selain itu, perlu diperhatikan pemeriksaan fisik secara berkala untuk

memonitor pasien. Hal ini dikarenakan keadaan pasien dengan mastoiditis dapat

memburuk dengan cepat. Apabila mastoiditis tidak responsive terhadap antibiotik

selama 48 jam, maka tindakan operasi mastoidektomi perlu dilakukan.

Prosedur mastoidektomi dikategorikan berdasarkan apakah dinding posterior

liang telinga diangkat; dinding runtuk (canal wall down) atau dipertahankan; dinding

utuh (canal wall up). Prosedur dapat termasuk rekonstruksi pendengaran saat

pembedahan atau setelahnya secara bertahap. Prosedur dapat pula disertai

ostikuloplasti dan timpanoplasti, graft autolog dan pemasangan alat bantu dengar.9,10

Mastoidektomi Radikal dan Mastoidektomi Radikal dengan Modifikasi (MRM)

Teknik mastoidektomi radikal dilakukan dengan membersihkan kavum

timpani dan mastoid dari seluruh jaringan patologik. Dinding oembatas antara liang

telinga luar dan tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiganya

menjadi satu ruangan. Tujuannya yaitu untuk membuang semua jaringan patologik

dan mencegah komplikasi intrakranial.


Mastoidektomi radikal dengan modifikasi dilakukan dengan membersihkan

seluruh rongga mastoid dan merendahkan dinding posterior liang telinga. Teknik ini

bertujuan untuk mempertahankan fungsi pendengaran pada pasien OMSK tipe

bahaya dengan kolesteatoma epitimpanik terbatas. Prosedur ini mempertahankan

rantai osikular saat dilakukan mastoidektomi dinding runtuh.

Pada penelitian komparatif retrospektif, mastoidektomi dinding runtuh

mungkin dapat memperbaiki fungsi pendengaran pasien OMSK lebih baik

dibandingkan mastoidektomi dinding utuh. Sedangkan mastoidektomi radikal

dengan modifikasi disertai timpanoplasti tipe III menggunakan graft fasia

temporalis, memberikan hasil yang baik terkait fungsi pendengaran dan eradikasi

penyakit pada pasien OMSK tipe atiko-antral.10

Timpanoplasti

Timpanoplasti merupakan prosedur bedah rekonstruksi membran timpani

dengan atau tanpa memperbaiki struktur osikular. Prosedur ini diharapkan dapat

meningkatkan pendengaran dan memperbaiki fungsi barier telinga tengah untuk

mengurangi risiko infeksi berulang.

Pendekatan timpanoplasti transkanal dapat meningkatkan hasil dan

menurunkan risiko komplikasi dibandingkan pendekatan post-aural pada pasien-

pasien OMSK, termasuk pasien dengan perforasi sentral sedang hingga besar.10

Obliterasi Mastoid

Obliterasi mastoid dapat dilakukan sebagai tambahan dari prosedur mastoid.

Obliterasi dapat dilakukan dengan berbagai teknik atau material termasuk autolog

tulang, hidroksiapetit, kartilago, dan flap periosteal-perikranial. Obliterasi mastoid

dikatakan dapat membantu penyembuhan dan epitelisasi. Prosedur ini dapat

dilakukan
pada mastoidektomi dinding runtuh atau tahap selanjutnya setelah dinding runtuh.

Obliterasi mengurangi volume kavitas mastoid, sehingga mengurangi pula ukuran

meatal yang dibutuhkan.10

Meatoplasti

Meatoplasti rutin dilakukan sebagai bagian penting dari prosedur

mastoidektomi dinding runtuh. Prosedur ini dilakukan pada akhir mastoidektomi

untuk membantu ventilasi dan sebagai akses yang mudah untuk membersihkan

kavitas mastoid pasca operasi.10

Rehabilitasi

Setelah infeksi teratasi, edukasi pasien untuk mempertahankan telinga tetap

kering, misalnya membersihkan dengan swab kapas untuk membantu menurunkan

resiko infeksi berulang.

Selanjutnya dapat diberikan Alat Bantu Dengar (ABD) untuk meningkatkan

kualitas hidup pasien, terutama pada pasien dengan tuli sensorineural. Pada pasien

OMSK pasca operasi timpanomastoidektomi dinding runtuh dengan kavitas besar

atau secret yang masih aktif tidak direkomendasikan untuk menggunakan ABD

konvensional. Pada kondisi ini disarankan unruk menggunakan alat bantu dengar

ditanam atau alat bantu dengar hantaran tulang.10

9. Komplikasi dari OMSK dengan Mastoiditis Kronis

Secara garis besar, komplikasi OMSK dapat dibagi menjadi 2 kelompok,

yaitu intratemporal dan ekstratemporal.

a) Komplikasi Intratemporal

1) Gangguan tulang pendengaran (Ossicular Chain Disruption)


2) Tuli sensorineural

3) Fistula labirin dan labirinitis

4) Paresis saraf fasialis

b) Komplikasi ekstratemporal

1) Intrakranial

- Abses otak

- Meningitis

- Empiema subdural

- Hidrosefalus otitik

- Trombosis sinus lateralis

2) Ekstrakranial

- Abses subperiosteal

- Abses bezold

OMSK dengan kecurigaan komplikasi, terutama komplikasi intrakranial

yang mengancam nyawa, perlu ditatalaksana sedini mungkin. Pemberian antibiotik

intravena dosis tinggi perlu diberikan secepatnya pada pasien dengan komplikasi

intrakranial. Antibiotik empiris yang digunakan yaitu anti-pseudomonas seperti

ceftazidime dengan durasi 4-8 minggu sesuai kondisi pasien. Pengambilan sampel

pus dan kultur juga diperlukan. Konsultasi bedah saraf diperlukan untuk

menentukan perlu tidaknya tindakan operatif atau dekompresi pada pasien.9,10


D. Dokumentasi

1. Identitas Pasien

Nama : Ny N

Umur : 72 tahun

Alamat : Kranggan Temanggung

No. RM 00308947

Masuk RS : 21/03/2023

2. Anamnesis

a. Keluhan utama

Nyeri disertai cairan keluar dari telinga kiri

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien perempuan usia 72 tahun datang dengan keluhan nyeri telinga kanan

sejak 3 bulan yang lalu. Nyeri terutama dirasakan di bagian belakang telinga,

bertambah nyeri bila berbaring ke arah telinga kanan, nyeri juga dirasakan menjalar ke

kepala serta pipi kan terus - menerus disertai pusing seperti berputar. Satu hari

sebelumnya pasien mengeluh demam dan perasaan panas pada bagian telinga

kanannya. Selain itu pasien juga mengatakan ada cairan yang keluar dari telinga kanan

berwarna kuning kehijauan dan berbau tapi tidak menyengat. Pasien juga sering

mengalami batuk, pilek, yang kambuh-kambuhan selama 1 tahun ini, dan sembuh

setelah dibawa berobat ke klinik. Selain itu pendengaran telinga kanan terasa berkurang

dibandingkan telinga kiri.

Pasien sudah memeriksakan diri ke Puskesmas 5 hari SMRS, kemudian

dirujuk ke rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut ke poli THT

dan pemeriksaan rontgen mastoid.

Hasil yang didapat adalah:


- Air cellulae mastoidea sinistra sebagian besar tertutup opasitas sesuai

gambaran mastoiditis

- CAE sinistra: normal

- CAE dextra menyempit suspect Granuloma

- Air cellulae mastoidea dextra : normolusen (normal)

- Tak tampak osteodestruksi

Pasien disarankan untuk rawat inap dengan program mastoidektomi.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat batuk pilek (+) setiap bulan

- Riwayat alergi (-)

- Riwayat trauma (-)

- Riwayat DM (-)

- Riwayat hipertensi (-)

d. Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat keluhan serupa (-)

- Riwayat alergi (-)

- Riwayat DM (-)

- Riwayat hipertensi (-)

e. Riwayat Personal Sosial

- Riwayat merokok (+)

- Pasien dengan pembiayaan dari BPJS non PBI

3. Pemeriksaan Fisik

a. Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis


Vital Sign :

- TD : 168/89

- Suhu : 36.9 0C

- Nadi : 89 x /menit, regular

- RR : 20 x /menit

- SpO2 : 99%

Kepala : Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-),

Leher : Simetris, pembesaran limfonodi (-)

Thorax :

Inspeksi : Simetris, jejas (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-)

Perkusi : Sonor

Auskultasi : SDV (+/+), BJ 1-2 Reguler

Abdomen :

Inspeksi : Datar, jejas (-)

Auskultasi : Bising usus (+), normal

Palpasi : Supel, nyeri tekan (+)

Perkusi : Timpani

Ekstremitas :

Superior : Akral hangat, edema (-)

Inferior : Akral hangat, edema (-)

b. Status Lokalis

1) Telinga

Bagian telinga Auris dextra Auris sinistra

Auricula
o Deformitas (-) (-)
o Hiperemis (-) (-)
o Edema (-) (-)
o Nyeri tekan (-) (-)

Daerah Preauricula:
o Deformitas (-) (-)
o Hiperemis (-) (-)
o Edema (-) (-)

Daerah Retrouricular
o Edema (+) (-)
o Hiperemis (-) (-)
o Nyeri tekan (+) (-)
o Sulcus (-) (-)

CAE
o Serumen (-) (-)
o Edema (-) (-)
o Hiperemis (+) (-)
o Otore (+) (-)

Membran timpani
o Intak (-) (+)
o Hiperemis (-) (-)
o Bulging (-) (-)
o Cone of light (-) (+)

2) Hidung

Dextra Sinistra

Hidung luar Bentuk normal Bentuk normal


Hiperemis (-), Hiperemis (-),
deformitas (-) deformitas (-)
Nyeri tekan (-) (-)

3) Tenggorok

Inspeksi Dextra Sinistra

Tonsil Palatina T1, hiperemis (-), T1, hiperemis (-),


kripta melebar (-) kripta melebar (-)

Uvula Deviasi (-), edema (-)

Faring Hiperemis (-), edem (-), sekret mukoid (-)

Nasofaring Hiperemis (-), edem (-)

Orofaring Post nasal drip (-)

Hypofaring Hiperemis (-), edem (-)

Cavum oris Palatum: hiperemis (-), edema (-)


Lidah: sariawan (-), kotor (-)

4. Pemeriksaan Penunjang
5. Diagnosis

- Otitis Media Supuratif Kronis Dextra

- Mastoiditis Kronis Dextra

6. Diagnosis banding

- Otitis Media Akut

- Otitis Media Supuratif Kronis Maligna

- Barotitis Media

7. Tatalaksana

Program mastoidektomi

a. Pre-op

- Inj. Ceftriaxone 1 gr

- Inj. Asam tranexamat 500 mg

- Inj. Dexametason 1 amp

- Inf. RL 20 tpm

- Puasakan

b. Operasi

Mastoidektomi (S)

c. Post-op

- Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam

- Metronidazole 1 gr/ 8 jam

- Dexametasone 1 amp/ 8 jam

- Asam tranexamat 500 mg/ 8 jam

- Adona 1 vial/ 12 jam

- Ranitidin 1 amp/ 12 jam


E. Analisa Kasus

Pasien perempuan usia 72 tahun datang dengan keluhan nyeri telinga kanan

sejak 3 bulan yang lalu. Nyeri terutama dirasakan di bagian belakang telinga,

bertambah nyeri bila berbaring ke arah telinga kanan, nyeri juga dirasakan menjalar ke

kepala serta pipi kan terus - menerus disertai pusing seperti berputar. Satu hari

sebelumnya pasien mengeluh demam dan perasaan panas pada bagian telinga

kanannya. Selain itu pasien juga mengatakan ada cairan yang keluar dari telinga kanan

berwarna kuning kehijauan dan berbau tapi tidak menyengat. Pasien juga sering

mengalami batuk, pilek, yang kambuh-kambuhan selama 1 tahun ini, dan sembuh

setelah dibawa berobat ke klinik. Selain itu pendengaran telinga kanan terasa berkurang

dibandingkan telinga kiri.

Perjalanan penyakit dari Otitis Media Kronis Supuratif (OMSK) bermula dari

infeksi liang telinga luar yang merambat menuju telinga bagian tengah atau biasa

disebut Otitis Media Akut (OMA). OMA paling sering disebabkan oleh bakteri

pseudomonas aeruginosa dan staphylococcus aureus dengan riwayat higenitas telinga

yang buruk dan infeksi saluran pernafasan atas. Pasien memiliki riwayat higenitas

telinga yang buruk dan riwayat batuk pilek berulang karena sering terpapar hujan.

Semua faktor tersebut memudahkan bakteri untuk tumbuh pada liang telinga. Hal ini

kemudian diperparah dengan kebiasaan pasien yang sering membersihkan telinga

menggunakan cotton bud. Penggunaan cotton bud dapat menyebabkan perlukaan

liang telinga dan iritasi sehingga bakteri dapat lebih mudah menginfeksi telinga.

Selanjutnya OMA akan melewati stadium 1 yaitu okulsi tuba, lalu stadium 2

yaitu eritema, kemudian stadium 3 yaitu supuratif atau buldging. Pada stadium ini,

biasanya pasien akan mengeluhkan nyeri hebat pada telinga. Kasus buldging

membrane timpani dapat mengalami perforasi dengan sendirinya atau bisa dibantu

intervensi invasive untuk mengurangi tekanan pada telinga dengan myringotomy.


Saat membrane timpani perforasi maka perjalanan penyakit sudah memasuki

stadium 4. Selanjutnya pada stadium 5 akan mengalami resolusi. OMSK ditandai

dengan gejala klinis keluar cairan dari liang telinga atau ottorhea. Hal ini berhubungan

dengan robeknya membrane timpani. OMSK dibagi menjadi dua jenis, yaitu OMSK

benigna dan OMSK maligna. Pada OMSK benigna robekan membrane timpani

berada pada bagian sentral dan jarang menimbulkan komplikasi sehingga

dikategorikan sebagai OMSK tipe aman. Pada OMSK maligna, perforasi membrane

timpani terjadi di bagian atik atau marginal. OMSK ini disebut juga sebagai OMSK

tipe bahaya karena sering berhubungan dengan proses kerusakan tulang akibat

kolesteatoma, granulasi, atau osteitis sehingga meningkatkan angka komplikasi.

Secara anatomi, telinga bagian tengah bersinggungan dengan tulang mastoid,

sehingga ketika terjadi infeksi, perjalanan penyakit dapat mencapai tulang mastoid

dan ikut menginfeksi lapisan epitel mastoid dan menimbulkan erosi septa-septa

tulang. Jika dibiarkan, maka akan terbentuk koalesen dari rongga mastoid sehingga

rongga yang tadinya berisi udara akan terisi oleh pus.

Pada pasien ditemukan gambaran foto rontgen air cellulae mastoidea sinistra

sebagian besar tertutup opasitas. Temuan tersebut dapat mengkonfirmasi adanya

mastoiditis dengan gejala klinis OMSK pada pasien.

Diagnosis banding dari OMSK tipe benigna adalah Otitis Media Akut, OMSK

Maligna dan Barotitis Media. OMSK dan OMA bisa dibedakan berdasarkan stadium

OMA, apabila OMA masih berada pada stadium 1-3, maka pada pemeriksaan fisik

membrane timpani akan ditemukan masih dalam keadaan intak. Selanjutnya OMSK

tipe benigna dan tipe maligna bisa dibedakan melalui pemeriksaan letak robekan

membrane timpani, jika robekan berada di tengah maka merupakan OMSK tipe

benigna
sedangkan jika ada di atik atau marginal maka merupakan OMSK tipe maligna.

Barotitis media adalah kerusakan yang terjadi pada bagian telinga tengah akibat

perubahan tekanan tiba-tiba. Gejala klinis yang mungkin muncul adalah nyeri dan

rasa penuh di telinga, tinnitus, kesulitan mendengar, keluar darah pada telinga dan

hidung dan kesulitan menggerakan salah satu sisi wajah. Pada barotitis media, perlu

dicermati riwayat barotitis media sebelumnya, riwayat berpergian menggunakan

pesawat, scuba diving, sky diving dan aktivitas-aktivitas lain yang melibatkan

perubahan tekanan secara tiba-tiba.

Tatalaksana dari OMSK tipe benigna dengan mastoiditis adalah

mastoidektomi. Pasien kemudian akan diberi terapi lanjutan dengan antibiotik.

Edukasi menjaga kebersihan telinga agar tidak terjadi infeksi berulang dan

penggunaan alat bantu dengar juga penting untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK


01.07 / MENKES / 350 / 2018 TENTANG PEDOMAN NASIONAL
PELAYANAN KEDOKTERAN TATA LAKSANA OTITIS MEDIA SUPURATIF
KRONIK
2. Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D. Kelainan Telinga Tengah.
Dalam: Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Edisi
ketujuh. Jakarta: FKUI; 2012.
3. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed.Buku ajar
ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima.Jakarta: FKUI,
2001. h. 49-62
4. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid.Dalam:
Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6.Jakarta: EGC,
1997: 88-118
5. Rosario DC, Mendez MD. Chronic Suppurative Otitis. [Updated 2022 Mar 15]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554592/
6. Sahi D, Nguyen H, Callender KD. Mastoiditis. [Updated 2022 Aug 8]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560877/
7. Nanda A, Zeki D, Parperis K. Chronic Suppurative Otitis Media Complicated With
Mastoiditis: An Unusual Presentation of Tuberculosis. Am J Med Sci.
2016;352(5):544. doi:10.1016/j.amjms.2016.02.026
8. Hogan CJ, Tadi P. StatPearls [Internet]. StatPearls Publishing; Treasure Island (FL):
Nov 6, 2021. Ear Examination. [PubMed]
9. Alkhateeb A, Morin F, Aziz H, Manogaran M, Guertin W, Duval M. Outpatient
management of pediatric acute mastoiditis. Int J Pediatr Otorhinolaryngol. 2017
Nov;102:98-102. [PubMed]
10. Do TN, Linabery AM, Patterson RJ, Tu A. Cranial Rhabdomyosarcoma
Masquerading

Anda mungkin juga menyukai