Anda di halaman 1dari 33

1

2.8.1 OTITIS MEDIA

Penyakit pada telinga tengah dan mastoid Mengingat pentingnya mengenali gejala
sering ditemukan di seluruh dunia yang tidak komplikasi dari otitis media ini maka referat
dibatasi oleh bentuk geografis maupun suku ini disusun untuk lebih memahami komplikasi
bangsa. Dari beberapa penelitian otitis media; patofisiologi, diagnosa dan
mengemukakan bahwa otitis media merupakan penatalaksanaannya.
penyakit paling umum kedua pada anak-anak
setelah pilek.1 OTITIS MEDIA AKUT DAN OTITIS
Di poliklinik THT-KL RSUP Dr Hasan MEDIA SUPURATIF KRONIK
sadikin Bandung selama periode 1988-1990, Otitis media sering terjadi pada anak-anak,
terdapat 15% kunjungan penderita adalah dan merupakan kasus tersering yang dapat
penderita dengan peradangan telinga tengah menyebabkan gangguan dengar, dan menjadi
yang disertai dengan perforasi membran indikasi pemberian antimikrobial dan terapi
timpani (Boesoirie, 1992). Soedjak dan operasi. Komplikasi yang infeksius maupun
Herawati (1982) menemukan otitis media akut yang noninfeksius menunjukkan angka
dan kronik sebanyak 18.6% dari semua morbiditas yang nyata. Komplikasi yang
penyakit THT di RS Dr Sutomo Surabaya. infeksius termasuk akut dan kronik
Helmi (1990) menemukan bahwa 15% mastoiditis, petrositis dan infeksi intrakranial.
pengunjung poliklinik THT RSUPN Sedangkan komplikasi yang tidak infeksius
Ciptomangunkusumo adalah penderita termasuk di dalamnya perforasi akut atau
OMSK.2 kronik membran timpani, atelektasis telinga
Radang celah telinga tengah (tuba tengah, dan tympanosklerosis.5
eustachius, mastoid, dan telinga tengah) dan
komplikasinya sering terjadi pada anak, Otitis Media Akut
terutama pada daerah – daerah yang kumuh, Otitis media didefinisikan sebagai
dengan adanya keterlambatan pada inflamasi pada telinga tengah yang prosesnya
penanganan, ketidaktepatan penanganan, dimulai pada membran timpani yang intak.9,11
virulensi bakteri yang tinggi, resistensi tubuh Otitis media akut ditandai dengan adanya
yang lemah terhadap kuman, gizi yang jelek, gejala infeksi akut ( demam, nyeri, membran
tingkat kebersihan dan pengetahuan yang timpani yang bulging dan hiperemis dan efusi
rendah.2 Dengan penyakit penyerta lainnya di telinga tengah). 6-8.
dapat mengakibatkan terjadinya seringnya Otitis media kronik dengan efusi (OME)
penyakit tersebut timbul kembali dan pada mengindikasikan adanya efusi telinga tengah
akhirnya kesulitan untuk ditangani sehingga tanpa adanya nyeri, kemerahan, atau bulging
seringkali timbul komplikasi yang tidak pada membran timpani. 6-8.
diinginkan, misalnya dengan adanya Pada anak terdapat tuba eustachius yang
penyebaran penyakit tersebut ke daerah yang lebih pendek dan lebih mendatar
intratemporal, intrakranial, dan dibandingkan dewasa, hal inilah yang faktor
ekstratemporal. Keadaan tersebut adalah penting pada terjadinya otitis media pada anak.
6-8.
pasien dengan seringnya terkena penyakit
infeksi saluran nafas atas ataupun alergi yang Akibat faktor pertahanan tubuh yang
dapat mengakibatkan seringnya proses aktif terganggu, terjadi infeksi saluran nafas, dan
penyakit tersebut dan berperan untuk faktor inilah yang memudahkan terjadinya
timbulnya komplikasi.1-3 otitis media akut.
Komplikasi tersebut diakibatkan oleh Jalan masuknya mikroorganisme dari
adanya penyebaran penyakit tersebut diluar nasopharing ke telinga tengah, adalah melalui
celah telinga tengah sehingga dapat tuba eustachius. Refluks dari nasopharing ke
mengakibatkan terjadinya kelainan pada telinga tengah adalah selama menelan pada
daerah intratemporal, intrakranial dan posisi telungkup dibuktikan oleh Bluestone.
ekstrakranial lainnya. 4 Refluks juga bisa disebabkan karena nose

1
2

blowing dan closed nose swalowing (Toynbee Dengan melihat perjalanan penyakit dari
maneuver) atau aspirasi ke telinga tengah otitis media akut, kita dapat memahami bahwa
karena karena tekanan negatif telinga tengah. pada otitis media akut yang sudah mengalami
Sumber lain terjadinya tekanan negatif di perforasi menetap dan terdapat otorrhea kronis
telinga tengah adalah bersin. Bluestone juga lebih dari 2 bulan maka terjadi otitis media
menyebutkan bahwa anak dengan patulous supuratif kronik (OMSK)
estachian tube juga mempermudah terjadinya Definisi OMSK adalah radang kronis
otitis media. 6-9 telinga tengah dengan perforasi membran
Otitis media yang menyebabkan perubahan timpani dan riwayat keluarnya sekret dari
mukosa telinga tengah ini ada 4 stadium. telinga lebih dari 2 bulan, baik terus menerus
1. Stadium oklusi tuba eustachius atau hilang timbul. Sekret mungkin serus atau
Ditandai dengan gambaran retraksi purulen.10
memberan timpani akibat adanya tekanan
negatif di telinga tengah, karena adanya Otitis Media Supuratif Kronik
absorpsi udara. Kadang menbran timpani Otitis media supuratif kronis terbagi atas 2
tampak normal atau berwarna keruh pucat. bagian, berdasarkan ada tidaknya
Efusi mungkin telah terjadi kolesteatom:10-11
2. Stadium hiperemis 1. OMSK Benigna
Tampak pembuluh darah yang melebar di Proses peradangan OMSK benigna terbatas
membran timpani atau seluruh membran pada mukosa saja, tidak mengenai tulang.
timpani tampak hiperemis serta edema. Perforasi terletak di sentral. Umumnya
Sekret yang telah terbentuk mungkin masih OMSK tipe benigna jarang menimbulkan
bersifat eksudat. komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK
3. Stadium supurasi tipe benigna tidak terdapat kolesteatom
Edema yang hebat pada mukosa telinga
tengah dan hancurnya sel epitel superfisial,
serta terbentuknya eksudat purulen di
kavum timpani, menyebabkan membran
timpani bulging ke arah telinga luar.
Pad keadaan ini pasien tampak sangat
sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri
di telinga bertambah hebat.
Apabila tekanan di kavum timpani tidak
berkurang, maka terjadi iskemia, akibat
tekanan pada kapiler, nekrosis ini pada
membran timpani terlihat daerah yang
lebih lunak dan berwarna kekuningan. Di
tempat ini akan terjadi ruptur. Gambaran Klinik OMSK
Bila tidak dilakukan miringotomi pada Benigna11
stadium ini maka membran timpani akan
ruptur. 2. OMSK Maligna
4. Stadium resolusi OMSK disertai kolesteatom, perforasi
Bila membran timpani tetap utuh, maka biasanya terletak di marginal atau atik.
keadaan membran timpani akan normal Sebagian besar komplikasi yang berbahaya
kembali. Bila sudah terjadi perforasi, dapat timbul pada tipe ini.
sekret akan berkurang, akhirnya
mengering. Resolusi dapat terjadi dengan
atau adanya pengobatan, tergantung dari
daya tahan tubuh dan virulensi kuman.

2
3

Etiologi Otitis Media Supuratif Kronik


Meskipun sumber penyakit dari OMSK ini
masih menjadi perdebatan, tetapi sebagian
besar ahli percaya bahwa penyakit ini timbul
karena proses efusi pada telinga tengah yang
telah berlangsung lama, baik efusi yang
bersifat purulen, serous, maupun mukoid.
Dasar dari hipotesis ini adalah penelitian Jhon
dkk, pada 2 dekade silam, yang melakukan
penelitian pada serologi pada contoh tulang
temporal pasien dan digabungkan dengan
berbagai disiplin ilmu, didapatkan bahwa
Gambaran Klinik OMSK Maligna10 proses inflamasi yang terjadi pada telinga
tengah dalam jangka waktu yang lama akan
menyebabkan terjadinya produksi cairan efusi
Definisi Otitis Media Supuratif Kronik dari telinga tengah yang menetap sehingga
Otitis media supuratif kronik (OMSK) terjadi perubahan mukosa yang menetap. 2,6,7
adalah proses peradangan akibat infeksi
mukoperiosteum rongga telinga tengah yang
ditandai oleh perforasi membran timpani,
keluar sekret yang terus-menerus atau hilang
timbul, dan dapat menyebabkan perubahan
patologik yang permanen.1 Proctor (1980)
memberikan batas waktu 6 minggu untuk
terjadinya awal proses kronis pada OMSK,
sedangkan Paparella (1983) mengatakan
bahwa kronisitas cenderung berdasarkan atas
kelainan patologis yang telah terjadi, dan pada
umumnya peradangan setelah peradangan
berlangsung 12 minggu.3
Di kepustakaan lain disebutkan bahwa
pada otitis media kronik selain terjadinya
proses peradangan pada telinga tengah juga
terjadi pada daerah mastoid.3 Otitis media Peradangan pada Telinga Tengah12
supuratif kronik juga disertai dengan
terjadinya proses infeksi kronis dan Dari bukti penelitian lain didapatkan bukti
pengeluaran cairan (Otorrhea) melalui bahwa, pada cairan otitis media kronik
perforasi membran timpani yang disertai terdapat enzim yang dapat mengubah mukosa
dengan adanya keterlibatan dari mukosa pada telinga tengah, termasuk didalamnya
telinga tengah dan rongga pneumatisasi pada enzim tersebut dapat mengakibatkan
daerah tulang temporal.3 terjadinya perubahan pada permukaan lateral
Komplikasi Otitis media kronik adalah dan tengah membran timpani sehingga akan
penyebaran infeksi diluar daerah rongga mengakibatkan terjadinya kelemahan pada
pneumatisasi dari tulang temporal dan membran timapani dan akhirnya akan
mukosanya.3 menyebabkan terjadinya kolaps dan perforasi
kronis membran timpani. 2,6,7
Perubahan struktur pada mukosa telinga
tengah juga dapat diakibatkan oleh akibat

3
4

langsung dari infeksi bakteri patogen ke perubahan mukosa tersebut menjadi polipoid,
telinga tengah dan mastoid yang yang mana hal ini ditandai dengan adanya
mengakibatkan terjadinya proses infeksi dan pembentukan mukosa kapiler baru yang rapuh
peradangan kronis pada telinga tengah dan yang diikuti dengan terbentuknya jaringan
mastoid. Perubahan mukosa tersebut akan granulasi.7,14
mengakibatkan terjadinya udema dan Gambaran histopatologi jaringan granulasi
degenerasi polipoid pada mukosa telinga pada telinga tengah dapat dilihat pada gambar
tengah, yang akan mengakibatkan terjadinya berikut
obliterasi sebagian atau total dari antrum Dari penelitian Sade didapatkan bahwa
mastoid (aditus block), sehingga drainase dari pada penyakit yang dengan proses peradangan
sel mastoid akan terganggu dan kronis pada telinga tengah ditandai dengan
mengakibatkan terjadinya proses peradangan adanya yang epitel sekretori yang banyak,
pada mastoid yang lama kelamaan akan perubahan ini bersifat irreversible dan
mengakibatkan terjadinya perubahan dari sel- menyebar keseluruh permukaan mukosa dan
sel udara pada rongga mastoid tersebut secara bertanggung jawab terhadap keluarnya cairan
persisten. 6,13 sekret yang bersifat mukoid dan
mukopurulen. Dalam hal ini juga ditandai
Bakteriologi Otitis Media Supuratif Kronik dengan adanya kerusakan pada mukosa yang
Jenis bakteri yang aktif pada penyakit ditandai dengan adanya proses ulserasi yang
OMSK berbeda dengan pada OMA, sebagian jika berlangsung lama dapat mengakibatkan
besar penelitian memperlihatkan bakteri tereksposnya lapisan kapsul tulang. Dan hal ini
Pseudomonas aeruginosa, dengan tingkat dapat mengakibatkan terjadinya osteitis kronis
prevalensi 40%-65%, kemudian dan periosteitis.7,14
Staphylococcus aerius, dengan tingkat Membran timpani juga dapat mengalami
prevalensi 10% - 20%. Sedangkan bakteri lain perubahan yang beragam, yang pada akhirnya
dari golongan aerob adalah Escherichia colli, akan mengakibatkan terjadinya perubahan
proteus dan S. epidermidis. Bakteri golongan proses perforasi kronis dan kehilangan lapisan
anaerob adalah Bacteroides, terutama dari kolagen yang difus.
golongan B. melaninogenicus dan B. fragilis Perubahan erosi pada tulang pendengaran
(grup basil gram negative). Bakteri aerob gram sering terjadi pada pasien yang disebabkan
positif grup kokus adalah peptostreptococcus. oleh proses infeksi kronis dan kemudian
Dari golongan jamur, terkadang juga
didapatkan pada sekret biakan OMK.
Tingkat insidensi (golongan aerob dan
anaerob) dari bakteri yang memproduksi β-
laktamase sekitar 70%.7,14

Patologi Otitis Media Supuratif Kronik


Perubahan tulang temporal pada OMSK
pada telinga dengan atau tanpa perforasi
membran timpani adalah sama. Selama fase
aktif, mukosa telinga tengah memperlihatkan
proses infiltrasi yang ektensif dari sel-sel akut
maupun kronis. Sel-sel limfosit dan plasma
paling menonjol dalm fase ini, dan terkadang
juga ditemukan infeksi bakteri intraepithelial. diikuti dengan proses nekrosis pada tulang
Proses infeksi akan mengakibatkan terjadinya tersebut yang kemudian diikuti dengan
proses udema yang kronis pada mukosa yang trombosis vaskular. Hal ini biasanya
pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya berpengaruh terhadap prosessus lentikularis

4
5

yang ada pada daerah inkus dan kepala stapes, Pemeriksaan Fisik Otitis Media Supuratif
dimana daerah tersebut akan digantikan oleh Kronik7,8,14
jaringan fibrous. Tulang yang mengalami - Pemeriksaan kanalis akustikus eksternus
proses periostitis dan osteotis akan diikuti akan dijumpai suatu proses peradangan, dan
dengan perubahan osteoklas, dekalsifikasi dan terkadang krusta.
kehilangan matriks tulang. Perubahan tersebut - Otoskopi, akan dijumpai otorrhea yang
terutama terjadi pada daerah mastoid yang berbau, membran timpani yang perforasi,
ditandai dengan proses destruksi dan jaringan granulasi, polip, ataupun
perbaikan, tetapi yang paling menonjol adalah kolesteatom.
proses perusakan tulang tersebut yang pada
akhirnya ditandai terbentuknya proses Perforasi Membran Timpani & Otorrhea12
sklerotik pada tulang tersebut.6,7,13
Ossifikasi pada daerah labirin (labyrinthitis Otoskop pneumatik diperlukan untuk
ossificans) merupakan proses yang jarang evaluasi dari membran timpani dan malleus
terjadi, dimana hal ini terbentuknya proses dan untuk menyingkirkan kemungkinan
pembentukan formasi tulang didaerah terjadinya otitis media serosa.
membranaseus labirin dan hal ini dapat Karakter dari otorrhea sendiri harus
mengakibatkan gangguan pendengaran. Proses diperhatikan. Cairan otorrhea mukoid yang
ossifikasi Labirintitis biasanya sebagai akibat tidak berbau merupakan indikasi adanya suatu
dari proses supuratif meningitis. Bakteri penyakit pada mukosa telinga tengah dan
masuk ke telinga dalam melalui kanalis gangguan fungsi tuba eustachius. Cairan
auditorius internus dan akuaduktus kokhlea, otorrhea yang purulen menandakan adanya
sehingga mengakibatkan destruksi daerah suatu proses infeksi, biasanya lapisan mukosa
membranasesus yang luas. Proses ossifikasi ini yang terinfeksi oleh bakteri yang opurtunistik
terjadi pada minggu ke 2 dan 3 setelah proses dan bisa mengalami penyembuhan dengan
akut purulen. 6,7,13 baik dengan menggunakan antibiotika lokal
maupun
Gejala Otitis Media Supuratif Kronik sistemik yang
Gejala yang paling utama adalah otorrhea tepat. Jika tidak
yang sangat bau dan penurunan pendengaran. memberikan
Sedangkan gejala berupa otalgia jarang respon yang
ditemukan, kecuali pada eksaserbasi akut. baik,
Otalgia yang menetap, khususnya yang sering kemungkinan
berhubungan dengan sakit kepala biasanya telah terjadi
telah terjadi proses penyebaran penyakit ke resistensi
susunan saraf pusat. Vertigo, jarang dijumpai. bakteri,
Jika keluhan ini muncul, maka dicurigai perubahan jaringan mukosa yang irreversible,
kemungkinan keterlibatan labirintitis atau ataupun kolesteatom. Sedangkan jika cairan
fistula labirin, vertigo muncul terutama pada otorrhea purulen yang berbau menandakan
saat kita akan melakukan pembersihan sekret, adanya suatu nekrosis jaringan yang biasanya
aspirasi sekret. Sedangkan nistagmus yang berhubungan dengan suatu kolesteatoma
spontan yang muncul pada saat tersebut juga ataupun keganasan (seperti karsinoma sel
dicurigai kemungkinan telah terjadi fistula skuamosa maupun glomus tumor).7,8,14,17
labirin.7,8,14 - Mikroskop operasi, sangat
direkomendasikan untuk pemeriksaan
manipulasi yang atraumatik dan membutuhkan
ketepatan yang tinggi.
- Riwayat penyakit infeksi saluran nafas
atas yang berulang.7

5
6

Pemeriksaan Penunjang Otitis Media terkadang mengalami kendala


Supuratif Kronik superimposisi dengan telinga sisi yang
sebelahnya, untuk mengatasi hal ini,
Pemeriksaan audiologi dilakukan modifikasi dengan membentuk
Pada pemeriksaan audiometri akan sudut pemeriksaan (menempatkan
dijumpai hasil berupa tuli konduktif atau alatnya) dalam posisi 15° terhadap garis
campur, dimana derajat gangguannya horizontal.
tergantung kepada berat ringannya OMSK 1.b. Stenver’s view
tersebut. Pemeriksaanya dengan melakukan tes Dari pemeriksaan ini kita berharap dapat
garputala, audiometri nada murni, speech mengetahui keadaan tulang petrosus,
reception test (SRT), Word Diskrimination meatus akustikus internus, kanalis
Score (WDS). Terjadinya tuli saraf semisirkularis lateral dan superior,
menandakan adanya proses penyakit tersebut kavum timpani, antrum mastoid, dan
sudah dalam tahap lanjut. prosessus mastoid.
Pemeriksaan dengan menggunakan 1. c. Schuller view
timpanometri bisa digunakan untuk menilai Dilakukan untuk melihat keadaan dari
keadaan membran timpani, tulang tegmen mastoid, sinus sigmoid, ukuran
pendengaran, dan memberikan informasi mastoid secara keseluruhan, visualisasi
tentang keadaan telinga tengah. Pemeriksaan atik (epitimpanum).
ini dapat dilakukan jika membran timpani 1.d. Submentovertical view
dalam keadaan utuh atau sklerotik.7,17 Mempunyai peranan yang penting pada
pemeriksaan telinga, sehingga ada istilah
Evaluasi vestibular bahwa tidak lengkap melakukan
Pemeriksaan fungsi vestibular bukan pemeriksaan radiologi telinga tanpa
merupakan pemeriksaan rutin pada sebagian melakukan pemeriksaan pada posisi ini.
besar pasien OMSK. Pemeriksaan ini Ini merupakan posisi klasik. Dari
dilakukan jika ada gejala vertigo, meliputi tes pemeriksaan ini kita mendapatkan
rotasi sinusoidal, nistagmus spontan dan gambaran tentang Telinga tengah, meatus
posisional, dan fistula tes, baik dalam keadaan akustikus internus-eksternus dan bagian
mata terbuka maupun mata tertutup.7,17 tulang dari tuba eustachius. Dikatakan
bahwa pada posisi ini, kita dapat
Pemeriksaan Radiologi7,17 melakukan penilaian terbaik untuk
Pemeriksaan radiologi dibutuhkan jika keadaan udara pada telinga tengah,
terdapat otorrhea yang berlebihan, dan dengan menilai tranlusenya dan tulang-
terjadinya kemungkinan komplikasi, seperti tulang pendengaran, terutama malleus
disfungsi saraf, gangguan labirin dan susunan dan inkus. Disamping itu, kita dapat pula
saraf pusat. menilai kokhlea.
1. Rontgen 1.e. Town’s view
Beberapa jenis pemeriksaan yang dapat Dilakukan jika keadaan memang sangat
dilakukan untuk menunjang diagnosis dan membutuhkan pemeriksaan ini, hal ini
prognosis penyakit tersebut adalah : disebabkan adanya efek radiasi yang
1.a.Lateral view besar pada daerah mata. Pemeriksaan ini
Pemeriksaan dari lateral untuk melihat dilakukan untuk mengetahui keadaan
atik (resessus epitimpanum), antrum, meatus akustikus internus, labirin dan
pneumatisasi dari rongga mastoid, telinga tengah.
hubungan sinus sigmoid terhadap tegmen
timpani, dan massa tulang yang
mengelilingi daerah labirin. Foto ini

6
7

Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Pemeriksaan ini pada daerah telinga
kurang begitu memegang peranan yang
penting, kepentinganya hanya pada beberapa
kasus tertentu. Pada pemeriksaan ini daerah
tulang petromastoid dan udara pada daerah
kavum timpani dan mastoid akan
memperlihatkan adanya daerah hitam. Hanya
jaringan lunak pada daerah yang berada dalam
tulang petrosus temporal yang dapat dengan
Towne’s view 7 jelas ditampilkan dan salah satu keuntungan
lainya adalah dengan pemeriksaan ini dapat
2. Computerized Tomography Scan (CT diperlihatkan saraf kranialis yang melalui
Scan) dasar tengkorak dengan jelas dan beberapa
CT Scan terutama digunakan untuk menilai saat terakhir juga sedang dikembangkan untuk
sejauh mana proses perluasan dari penyakit melihat permukaan dari kokhlea dan sebagai
tersebut dan pengaruhnya terhadap jaringan pemeriksaan penunjang yang mempunyai
sekitarnya. Pada keadaan untuk menilai peranan cukup penting pada pasien dengan
komplikasi OMSK ke daerah intrakranial, neuroma akustik.
seperti abses otak, pemeriksaan ini
mempunyai nilai yang sangat penting. CT
Scan dapat menilai keadaan tulang – tulang
petromastoid dengan baik dan jika terdapat
kecurigaan terdapat massa dapat digunakan
kontras, untuk membedakan massa dengan
jaringan sekitarnya. Sebaiknya digunakan CT
Scan yang mempunyai nilai resolusi yang
tinggi (potongan 1 mm, baik aksial maupun
koronal).
Komplikasi intrakranial dari OMSK
(terutama abses) dapat dinilai dengan adanya
daerah terlokalisasi dengan penguatan yang
rendah dan setelah dilakukan pemasukan
kontras, akan memperlihatkan adanya daerah
dengan penguatan yang tinggi mengelilingi
daerah yang penguatanya rendah (hipodens)
tersebut. Jika lesi pada otak cukup besar, maka
akan didapatkan adanya penekanan pada
daerah ventrikel, dan dalam hal ini KOMPLIKASI OTITIS MEDIA
pemeriksaan serial CT Scan dibutuhkan untuk Secara umum otitis media baik yang akut
menilai perkembangan dari lesi tersebut dan maupun kronis dapat menyebabkan
memberikan peringatan sedini mungkin komplikasi. Komplikasi yang infeksius
terhadap kemungkinan terjadinya ruptur lesi maupun yang noninfeksius menunjukkan
kedalam ventrikel tersebut, disamping itu angka morbiditas yang nyata. Komplikasi
pemeriksaan serial ini berguna untuk menilai yang infeksius termasuk akut dan kronik
keadaan setelah operasi, baik penilaian mastoiditis, petrositis dan infeksi intrakranial.
terhadap rongga telinga tengah-mastoid Sedangkan komplikasi yang tidak infeksius
maupun lesi didaerah otaknya. termasuk di dalamnya perforasi akut atau

7
8

kronik membran timpani, atelektasis telinga


tengah, dan tympanosklerosis.7,8 Connective tissue degeneration

Komplikasi non infeksius yang mungkin Various pathogenic factors

terjadi pada otitis media adalah : (such as inflamation, autoimunity, trauma

1. Perforasi membran timpani Fibrocyte degeneration


Fibrolysis
2. Atelektasis telinga tengah7,8
Sade dan Berco menjelaskan 4 tahap Hyalinization Extracellular matrix vesicles with Ca-PO4

terjadinya retraksi membran timpani.(Gambar Change in pH Supersaturation


25 )
Ca-phosphate precipitates
Tahap I : retraksi membran timpani Ca phosphate precipitates

Tahap II : retraksi sampai kontak dengan inkus Dystrophic calcification Matrix vesicle calcification

Tahap III : atelektasis telinga tengah


Calcified tympanosclerotic plaques
Tahap IV : adhesive otitis media

Tahapan Retraksi Membran Timpani 7 Skema Terjadinya Timpanosklerosis7

Terjadinya kantung retraksi ini (bisa Komplikasi lain yang infeksius dapat
pada pars flaccida atau pars tensa) dapat terlihat pada skema berikut, baik pada otitis
mempresipitasi terjadinya kolesteatom. media akut maupun kronis .
Pembahasan komplikasi pada bab V
Tynpanosclerosis7,8 berikut ini akan terbagi menjadi komplikasi
Otitis media dapat juga menyebabkan intratemporal dan intrakranial.
tympanosklerosis, dimana hyalin aselular dan
deposit calcium terakumulasi di membran
timpani. Tympanosklerosis plak di membran Otitis media akut Otitis media kronis
timpani tampak sebagai gambaran
semisirkular atau horseshoe shaped plak Fasial paralisis Mastoiditis/petrositis
akut
Serous labirintitis
Meningitis
berwarna putih. Patogenesis terjadinya Mastoiditis/petrositis Labirintitis kronik
Abses subdural
tympanosklerosis dapat dilihat pada diagram kronis

berikut
Subperiosteal abses Supuratif labirintitis

Ekstradural abses
Sigmoid sinus tromboflebitis

Otitic hydrocephalus
Abses otak

Komplikasi dari Otitis Media7

Tympanosklerosis 16

8
9

KOMPLIKASI INTRATEMPORAL & 3. Melalui jalur anatomi yang normal - oval


INTRAKRANIAL PADA OTITIS MEDIA window atau round window ke meatus
Auditori internus, koklea dan aquaduktus
Suatu otitis media terutama OMSK akan vestibular, dehiscence dari tulang tipis
mempunyai potensi untuk menjadi serius pada bulbus jugularis, dehiscence garis
karena sejumlah komplikasinya yang dapat sutur pada tulang temporal
mengancam kesehatan dan dapat Dapat diketahui bila:
menyebabkan kematian. Komplikasi tersebut a. Komplikasi terjadi pada awal dari
timbul jika pasien tidak mendapat penanganan penyakit
yang tepat terhadap penyakitnya dan adanya b. Serangan labirintis atau meningitis
keterlambatan dalam penanganannya. berulang
Komplikasi dari otitis media dengan atau c. Pada saat operasi ditemukan penjalaran
tanpa kolesteatom dapat terjadi apabila melalui tulang yang bukan disebabkan
pertahanan telinga tengah yang normal oleh proses erosi.9,11,18
terlewati, sehingga memungkinkan untuk 4. Melalui defek tulang yang non anatomis,
penjalaran infeksi ke struktur sekitarnya.6,7-9,13 yang disebabkan trauma, operasi, atau
erosi karena keganasan.
Cara Penyebaran Infeksi 5. Melalui defek karena pembedahan,
Ada beberapa jalan yang dapat menyebabkan misalnya fenestrasi ke semisirkular kanal
terjadinya proses penyebaran infeksi tersebut, lateral pada operasi stapedektomi.
diantaranya:13 6. Ke dalam jaringan otak sepanjang ruang
1. Ekstensi melalui tulang yang telah periarteriolar Virchow-Robin. Penyebaran
mengalami demineralisasi selama infeksi ini tidak mempengaruhi arteri di kortikal,
akut atau karena terjadi resorpsi oleh sehingga menjelaskan pembentukan abses
kolestetatom atau osteitis pada penyakit hanya di white area tanpa terlihat infeksi di
kronis yang destruktif permukaan otak
Dapat diketahui bila:
a. Komplikasi terjadi beberapa minggu Diagram yang menggambarkan rute
atau lebih setelah awal penyakit. penyebaran infeksi dari telinga tengah, dapat
b. Gejala infeksi lokal mendahului gejala dilihat pada gambar berikut.
infeksi sistemik
c. Pada proses operasi ditemukan lapisan
tulang yang rusak diantara fokus
supurasi dengan jaringan sekitarnya.
2. Penyebaran melalui darah yang terinfeksi
melalui vena melewati tulang dan dura ke
sinus venosus – petrosus lateral dan
superior – struktur intrakranial.
Ternyata tulang yang intak memungkinkan
terjadinya tromboflebitis di dalam sistem
vascular Havers. Penyebaran
tromboflebitis dari sinus lateralis ke
serebelum dan dari sinus petrosus superior
ke lobus temporalis menjelaskan
komplikasi yang sering terjadi.
Secara umum penyebaran dengan cara ini
terjadi dalam waktu 10 hari setelah masa Rute Penyebaran Infeksi dari Telinga
infeksi pertama. Tengah13

9
10

Selain dari beberapa faktor diatas, ada c. Otitic hydrocephalus


faktor lain yang dapat menimbulkan terjadinya d. Meningitis
komplikasi dari penyakit tersebut, Nelly e. Abses otak
menggolongkannya dalam 5 kategori : f. Abses subdural
1. Bakteriologi
2. Terapi antibiotika 3. Ekstratemporal dan kranial
3. Resistensi tubuh penderita Diantaranya :
4. Pertahanan anatomi a. Abses Bezold
5. Drainase b. Abses subperiosteal
Dua faktor pertama berhubungan dengan
mikrobiologi, dan tiga faktor terakhir Sedangkan Adams, dkk mengemukakan
berhubungan dengan tubuh pasien.13 klasifikasi sebagai berikut:10
Dari data yang diperoleh, terdapat A. Komplikasi di telinga tengah :
kecenderungan untuk timbulnya komplikasi 1. Perforasi persisten
dari pasien OMSK adalah sekitar 76%, dan 2. Erosi tulang pendengaran
sebagian besar berhubungan dengan 3. Paralisis saraf fasialis
kolesteatom. Dimana kolesteatom ini sulit B. Komplikasi di telinga dalam :
untuk diketahui sejak dini dan penanganan 1. Fistel labirin
juga sulit, sedangkan jika mengalami 2. Labirintitis supuratif
keterlambatan dalam penanganan atau 3. Tuli saraf (sensorineural)
ketidaktepatan dalam penanganan, maka dapat C. Komplikasi di ekstradural :
mengakibatkan komplikasi yang cepat dan 1. Abses ekstradural
serius.6-9,13 2. Trombosis sinus lateralis
Seiring dengan berkembangnya penyakit 3. Petrositis
yang menurunkan daya tahan dan kekebalan D. Komplikasi ke susunan saraf pusat :
tubuh yaitu HIV dan AIDS pada abad terakhir 1. Meningitis
ini, sebaiknya perlu dilakukan penelitian lebih 2. Abses otak
mendalam pengaruhnya kelainan ini terhadap 3. Hidrosefalus otitis
OMSK. Karena sampai saat ini belum pernah
dilakukan penelitian keduanya.6-9,13
Paparella dan Shumrick (1980) membaginya
Klasifikasi Komplikasi OMSK dalam:10
Nelly, membagi komplikasi OMSK A. Komplikasi otologik :
berdasarkan anatominya dapat dibagi menjadi 1. Mastoiditis koalesen
3:13 2. Petrositis
1. Intratemporal 3. Paresis fasial
Diantaranya : 4. Labirintitis
a. Mastoiditis B. Komplikasi intrakranial :
b. Labirintitis 1. Abses ekstradural
c. Sensorineural Hearing Loss 2. Trombosis sinus lateralis
d. Petrositis 3. Abses subdural
e. Paralisis fasialis 4. Meningitis
f. Kolesteatoma 5. Abses otak
g. Fistula labirinti 6. Hidrosefalus otitis

2. Intrakranial Shambaugh (1980) membaginya atas


Diantaranya : komplikasi meningeal dan nonmeningeal :
a. Abses epidural A. Komplikasi meningeal :
b. Trombosis sinus lateralis 1. Abses ekstradural dan abses perisinus

10
11

2. Meningitis jumlah komplikasi 28% dari OMSK di Sudan,


3. Tromboflebitis sinus lateral dua pertiga dari komplikasi tersebut adalah
4. Hidrosefalus otitis komplikasi intrakranial. Sedangkan dari
5. Otore likuor serebrospinal penelitian yang dilakukan di India didapatkan
B. Komplikasi nonmeningeal : data bahwa angka kematian yang diakibatkan
1. Abses otak oleh komplikasi intrakranial berupa abses otak
2. Labirintitis adalah 57 %.6-9,13
3. Petrositis
4. Paresis fasial Berikut ini akan dibahas patofisiologi dan
terapi dari masing-masing komplikasi
Skema tempat terjadinya infeksi pada
komplikasi otitis media dapat dilihat pada
gambar berikut. Komplikasi Intratemporal6-9,13

Mastoiditis
Patofisiologi
Mastoiditis yang disebabkan oleh OMK
dapat digolongkan dalam 2 jenis yaitu
mastoiditis koalesens akut dan mastoiditis
kronis.
Penyebab terjadinya komplikasi
mastoiditis ini disebabkan oleh proses infeksi
pada rongga telinga tengah dan rongga
mastoid yang kemudian diikuti dengan adanya
perubahan pada mukosa telinga tengah,
dimana hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
sumbatan baik secara parsial maupun total
pada antrum mastoid sehingga sistim drainase
Tempat Terjadinya Infeksi pada dari rongga mastoid terganggu dan pada
Komplikasi Otitis Media13 akhirnya proses infeksi pada rongga mastoid
menjadi berlanjut dan menjadi kronis.6-9,13
Komplikasi intrakranial yang sering terjadi Mastoiditis Koalensen akut lebih sering
adalah meningitis (34%), abses otak (25%) berhubungan dengan dengan otitis media akut,
lobus temporalis (15%), serebelum (10%), tetapi juga dapat berhubungan otitis media
labyrintitis (12%), otitic hydrocephalus (12%), kronis. Koalensen mastoiditis akut terjadi
thrombosis sinus duramater (10%), abses pada proses pneumatisasi sebagian atau
ekstradural (3%), petrositis (3%), abses keseluruhan dari sel-sel udara yang berada
ekstradural (3%), dan subdural abses (1%). dalam rongga mastoid. Biasanya hal ini terjadi
Terjadinya komplikasi intrakranial sudah jauh dalam waktu 2 minggu setelah proses akut
berkurang seiring dengan adanya penggunaan supuratif otitis media.6-9,13
antibiotik, dari 35% menjadi 5%.6
Dari beberapa penelitian yang telah Diagnosa
dilakukan didapatkan data dalam periode Mastoiditis ditandai dengan gejala sbb:
penelitian selama 8 tahun di Thailand 1. Demam
didapatkan data bahwa sekitar 17.144 pasien 2. Nyeri
datang dengan keluhan OMSK dengan 3. Gangguan pendengaran
prevalensi terjadinya komplikasi pada daerah Dari pemeriksaan fisik, didapatkan :
intrakranial adalah sekitar 0.24% dan 0.45% 1. Membran timpani yang menonjol
komplikasi pada daerah ekstrakranial. Dari

11
12

2. Dinding kanalis posterior yang


menggantung
3. Pembengkakan daerah telinga bagian
belakang, sehingga mendorong pinna
keluar dan ke depan.
4. Nyeri tekan daerah mastoid, terutama pada
posterior dan sedikit diatas liang telinga
(segitiga Mc Ewen)
5. Dari pemeriksaan radiologis dan CT Scan
didapatkan gambaran : destruksi secara
hebat dari sel-sel udara mastoid,
opasifikasi sel-sel udara mastoid oleh
cairan dan hilangnya trabekulasi normal
dari se-sel tersebut.4,5,7,14,19 MRI pada Kasus Mastoiditis7
Mastoiditis kronis ditandai dengan adanya
proses nekrosis dan erosi (osteolisis) dari septa
sel-sel udara mastoid sehingga pada ruangan Penatalaksanaan
mastoid tersebut akan terkumpul materi yang Tindakan mastoidektomi
purulen. Erosi tulang yang terus menerus akan
menyebabkan terjadinya penyebaran infeksi, Labyrintitis
yang jika ke medial dapat menyebabkan Patofisiologi6-9,13
infeksi intrakranial, ke lateral atau superfisial Terjadinya penyebaran pada labirin
akan menyebabkan terjadinya proses abses diakibatkan oleh adanya pnyebaran secara
bezold atau abses subperiosteal. langsung dari infeksi telinga tengah kronis,
Sedangkan mastoiditis kronis ditandai yang dapat mengakibatkan terjadinya
dengan adanya cairan purulen kronis yang gangguan pada fungsi keseimbangan maupun
berbau busuk berwarna kuning kehijauan atau pendengaran. Labirintitis yang disebabkan
keabu-abuan yang menandakan adanya kesan oleh virus jarang sekali berakibat fatal. Ada 2
kolesteatom dan produk degenerasinya, nyeri jenis labirintitis yang terjadi, yaitu labitintitis
pada daerah belakang telinga yang telah purulen dan serous labirintitis.
berlangsung lama. Nyeri merupakan suatu hal Proses labirintitis supuratif terjadi setelah
yang patut diwaspadai, karena nyeri ini dapat bakteri dari OMK menginfiltrasi cairan yang
menimbulkan suatu kesan adanya proses berada dalam rongga labirin, sehingga timbul
terkenanya duramater, sinus lateralis, ataupun pus. Beberapa keadaan yang mengakibatkan
pembentukan abses otak. Disertai pula dengan masuknya bakteri dalam rongga labirin adalah
adanya gangguan fungsi pendengaran yang erosi dari tulang labirin, tulang temporal yang
bersifat konduktif maupun campuran.6-9,13 patah, dan labirin fistula. Kerusakan labirin
Dari pemeriksaan radiologi didapatkan dapat mengakibatkan terjadinya vertigo dan
gambaran adanya gambaran lesi yang irregular penurunan pendengaran. Pada fase
didaerah mastoid dan daerah sinus sigmoid peradangan, vertigo merupakan hasil dari
dikelilingi oleh daerah hyperostotic. Pada perangsangan organ vestibular, sedangkan jika
pamariksaan dengan CT Scan seringkali tidak telah berlangsung lama, vertigo merupakan
didaptkan gambaran yang signifikan dan hasil dari kerusakan organ vestibular yang
seringkali yang dipakai adalah yang sesuai permanen. Sedangkan gangguan pendengaran
dengan gambaran klinis. MRI didapatkan yang biasanya bersifat permanen. Hal ini
gambaran nonspesifik, dengan gambaran disebabkan karena adanya kerusakan organ
peradangan yang persisten.6-9,13 korti.
Serous labirintitis lebih sering terjadi
karena proses peradangan dari labirin tanpa

12
13

disertai dengan pembentukan pus, peradangan Sensorineural Hearing Loss


merupakan respon terhadap racun bakteri Sebenarnya hubungan antara OMK dengan
ataupun sel-sel mediator peradangan. Reaksi SNHL masih kontroversial, walaupun secara
peradangan juga menghasilkan gejala klinis terlihat seperti berhubungan. Beberapa
timbulnya vertigo dan gangguan pendengaran. faktor yang diduga turut berperan adalah
Daerah yang paling sering sebagai pintu endotoksin, patogenesis bakteri, factor
masuk reaksi tersebut adalah foramen sirkulasi dan faktor mekanik. Teori lain
rotundum maupun foramen ovale. 7,9,18 mengatakan bahwa seringkali terjadinya
Pemeriksaan dapat kita lakukan dengan gangguan pada aliran darah foramen ovale dan
melakukan tes fistel. diikuti dengan berkurangnya pasokan oksigen
ke telinga bagian dalam, sehingga akan
Diagnosis menyebabkan kerusakan pada telinga bagian
Diagnosis pasti dari kedua hal ini sulit dalam.6-9,13
dibedakan, hal ini disebabkan munculnya Paparella menunjukkan bahwa otitis media
gejala yang hampir sama, tidak ada satu tes kronik dapat menyebabkan permanen SNHL
pun yang dapat membedakan kedua kelainan karena pasase substansi toksik melalui
tersebut. Diagnosis serous labirintitis dapat membran round window.
dibuat retrospektif, yang ditandai dengan SNHL yang terjadi merupakan pengaruh
adanya pemulihan gejala vertigo dan gangguan sekunder dari kelainan primernya, diantaranya
pendengaran. Sedangkan jika terkena supuratif serous dan supuratif labirintitis, fistula
labirintitis biasanya kedua gejala tersebut akan labirintitis, dan kolesteatom yang telah masuk
menetap walaupun telah diambil tindakan ke labirin.6-9,13
operasi.6-9,13 Untuk mengetahui derajat penurunanya
dapat dilakukan dengan pemeriksaan serial
Penatalaksanaan audiometri.
Penanganan dari labirintitis yang
diakibatkan oleh OMK adalah dengan Petrositis
tindakan kultur dan dilakukan tindakan Patofisiologi
drainase. Pada infeksi akut cukup kita lakukan Merupakan proses peradangan bagian
tindakan miringotomi dan pemakaian petrosus dari tulang temporal yang ditandai
timpanostomi tube, disamping pemberian dengan timbulnya sindrom Gradenigo.6-9,13
antibiotika. Sedangkan pada kasus yang Apex petrosus terdapat pada bagian medial –
kronis, diperlukan tindakan masteidektomi. anterior dari tulang temporal, dengan posisi
Beberapa ahli merekomendasikan untuk tepatnya adalah di depan otic capsule. Pada
dilakukan tindakan ini pada masa akut untuk daerah ini terdapat penonjolan yang dibentuk
menghindari terjadinya komplikasi yang lebih dari a. karotis interna. Tulang temporal
luas. Pasien sebaiknya bedrest total ditempat mempunyai sel-sel udara sampai daerah apex
tidur dengan pergerakan kepala yang petrosus sekitar 30% dari tulang temporal,
seminimal mungkin. Pemberian antibiotika timbulnya pneumatisasi ini setelah anak
selama masih dalam perawatan di RS berusia lebih dari 3 tahun. Dimana sel-sel ini
dilakukan intravena.6-9,13 Tindakan operasi akan berhubungan dengan telinga tengah
labirintektomi dilakukann jika terdapat maupun rongga mastoid melalui jalur sempit
gangguan total dari fungsi labirin tersebut atau yang letaknya bersebelahan dengan otic
meningitis setelah pasien mendapatkan terapi capsule. Sehingga infeksi daerah telinga
yang adekuat dengan antibiotik. Jika tengah maupun mastoid dapat mempengaruhi
ditemukan proses ossifikasi pada labirin se-sel udara yang terdapat pada apex petrosus
sebaiknya dilakukan tindakan pemasangan melalui daerah celah sempit tersebut.
kokhlear implant.6-9,13 Jadi karakteristik di daerah tulang petrosus
ini :

13
14

 Drainase lebih terbatas


 Proksimal dari apical air cels sampai
diploic spaces merupakan predisposisi
terjadinya osteomyelitis
 Proksimal dari struktur intrakranial dan
drainase yang kurang memperedisposisi
terjadinya ekstensi ke intrakranial
Kelainan petrositis timbul jika sistim
drainase dari mastoid daerah apex petrosus
terganggu sehingga akan terjadi peradangan
pada daerah tersebut dan selanjutnya akan
menyebar ke daerah sekitarnya. Apex petrosus
ini posisinya berdekatan dengan fossa kranial
medial dan posterior, sehingga jika sampai
infeksi tersebut menyebabkan terjadinya
petrositis dapat menyebabkan timbulnya
infeksi ke daerah intrakranial.

Diagnosa
Petrositis sendiri berhubungan dengan
timbulnya Sindrom Gradenigo, yang terdiri
dari trias klasik:6,7,13
1) Nyeri di belakang mata atau telinga yang CT scan pada Kasus Petrositis16
hebat
2) Keluarnya cairan dari telinga Penatalaksanaan
3) Kelumpuhan dari saraf kranialis ke-6 (N. Penanganan kasus petrositis yang akut
Abducens) yang terletak pada Dorello’s adalah dengan menggunakan intravena
canal, pada sisi ipsilateral sehingga timbul antibiotika yang tepat dan tindakan
keluhan diplopia. masteidektomi. Pada pasien petrositis yang
disebabkan oleh OMK seringkali diikuti
Di samping timbulnya sindrom gradenigo dengan adanya osteomielitis pada tulang
tersebut, ada beberapa hal yang patut untuk petrosus yang menjadi resisten terhadap
diperhatikan berkaitan dengan timbulnya tindakan terapi konservatif antibiotika.
petrositis ini yaitu nanah yang keluar terus Sehingga diperlukan tindakan eksplorasi dari
menerus dan rasa nyeri yang menetap tulang apex petrosus disamping tindakan
pascamastoidektomi. masteidektomi.6-9,13
Diagnosis dari penyakit ini dapat dilihat
dari adanya gejala yang penting, berupa nyeri Paralisis Fasialis
yang hebat sepanjang perjalanan saraf Posisi kanalis fasialis yang cukup panjang
trigeminus pada saat OMK terjadi. sepanjang tulang temporal, menyebabkan saraf
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan fasialis ini mudah mengalami infeksi atau
adalah dengan pemeriksaan CT Scan setinggi gangguan lainya jika terdapat penyakit yang
tulang temporal, didaerah apex petrosus akan mengenai tulang temporal. Pada OMK,
ditemukan tulang yang mengalami destruksi terjadinya infeksi dan peradangan dapat
dan jika dicurigai adanya kemungkinan mengenai saraf fasialis setelah terlebih dahulu
penyebaran kedaerah intrakranial, dapat mengerosi tulang yang membentuk kanalis
dilakukan pemeriksaan lumbal pungsi ataupun fasialis, sehingga dapat mengakibatkan
MRI otak.6-9,13 terjadinya paresis dan paralysis. Pada dewasa,
komplikasi ini dapat terjadi pada OMK sendiri

14
15

ataupun OMK dengan disertai kolesteatom


(80%) dan jaringan granulasi. Jika murni
OMK, maka kelainan ini pada kanalis fasialis
ditandai dengan osteitis pada tulang temporal
yang melindungi kanalis fasialis tersebut.
Sedangkan jika disertai dengan kolesteatom
ditandai dengan adanya erosi pada tulang
temporal. Karena hal tersebut dapat
mengakibatkan terjadi udema dan kompresi
pada saraf fasialis sehingga dapat
menimbulkan terjadinya paresis yang diikuti
dengan paralisis saraf fasialis.6-9,13
Pada anak, paralisis fasialis yang terjadi
sering merupakan akibat dari otitits media akut
dan mastoiditis dengan efusi supuratif.
Asumsi bahwa paralisis fasialis in timbul
sekunder karena proses inflamasi , harus
memenuhi kriteria diagnostik:
- Proses inflamasi harus berada pada sisi Tes Topografi Nervus Fasialis7
yang sama dengan paralisis fasialis yang
terjadi Penanganan yang perlu dilakukan jika kita
- Onset dari infeksi akut atau eksaserbasi mendapatkan adanya paralisis saraf fasialis
dari infeksi kronikharus berhubungan yang diakibatkan oleh adanya OMK adalah
dengan onset paralisis dengan melakukan eksplorasi segera daerah
Karena sangat sedikit spesimen untuk telinga tengah dengan melakukan tindakan
studi histologi, patogenesis terjadinya paralisis masteidektomi untuk menghilangkan semua
fasialis berdasarkan asumsi. Infeksi bisa jaringan patologik, baik tulang yang terinfeksi
terjadi di berbagai titik saraf fasialis. Yang maupun kolesteatom, jika saraf fasialis telah
paling sering terkena adalah segmen tympani terkena, maka sebaiknya kita bersihkan
dari canal fallopian, proksimal dari piramidal semaksimal mungkin jaringan patologiknya
genu, karena segman ini sering tererosi oleh dengan tetap meninggalkan jaringan granulasi
kolestetatom dan penutupan inkomplit pada yang telah menempel pada saraf fasialis
kanal ini ditemukan pada 57 % tulang seminimal mungkin, hal ini kita lakukan untuk
temporal. menghindari terjadinya trauma pada saraf
Telah diketahui pula bahwa kongesti tersebut yang akhirnya berakibat lebih parah.
vena, edema jaringan, direct neural toxicity Beberapa penulis, mengemukakan bahwa
adalah faktor utama yang berhubungan dengan sebaiknya dilakukan tindakan eksplorasi
paralisis, keadaan subakut dan kronik lebih kanalis fasialis dari ganglion genikulatum
kepada erosi tulanag dan menyebabkan sampai foramen stilomastoideum, jika ada
kerusakan saraf daerah sepanjang epineurium saraf fasialis
Pada pemeriksaan fisik, kita dapat yang telah terkena, maka sebaiknya dilakukan
melakukan tes topografi untuk mengetahui tindakan pembukaan dari selubung sarafnya
posisi dari kerusakan saraf fasialis tersebut. kemudian dibersihkan dan selanjutnya
Apakah terdapat kelainan dari segmen dilakukan tindakan pencangkokan terhadap
intratemporal ataukah segmen mastoid. daerah yang terkena. Selama proses operasi
Tes topografi dapat terlihat pada skema di sebaiknya dilakukan juga tindakan
halaman berikut . pengambilan contoh jaringan untuk dilakukan
tes kultur dan setelah operasi diberikan
antibiotik yang adekuat.6-9,13

15
16

Kolesteatoma
Kolesteatoma menyerupai kista, Ada 4 teori dasar mengenai
merupakan lesi yang berkembang didaerah patogenesis terjadinya acquired kolesteatom : 7
tulang temporal, dibatasi oleh epitel stratified 1. Invaginasi membran timpani
skuamosa dan berisi keratin yang (Witmaack,1933)
terdeskuamasi dan purulen. Kolesteatom Merupakan proses primer tejadinya
mempengaruhi telinga tengah dan mastoid, kolesteatom di atik. Retraksi pocket di pars
tetapi pada prinsipnya kolesteatom dapat flaccida semakin dalam karena tekanan
timbul dimanapun daerah tulang temporal negatif telinga tengah dan inflamasi yang
yang mengalami pneumatisasi atau yang berisi berulang. Hal ini menyebabkan keratin
sel-sel udara. Kolesteatom dapat berasal dari yang berdeskuamasi tidak dapat
kongenital ataupun didapat. dibersihkan dari kantung tersebut,
Pada kolesteatom yang didapat, teori berakumulasi dan membentuk kolesteatom.
terbentuknya masih merupakan hal yang Kolesteatom di retraction pocket ini terjadi
kontraversial. diduga kolesteatom merupakan karena disfungsi tuba eustachius dengan
hasil dari komplikasi OMK, dimana OMK resultan tekanan negatif telinga tengah
dapat mengakibatkan terjadinya transformasi (teori ”ex vacuo”)
mukosa dan epitel. Proses yang terjadi adalah 2. Hiperplasia sel basal (Lange, 1925)
metaplasia dari epitel kolumnar Sel epitel (prickle cells) pada pars flaccida
pseudostratified bersilia menjadi epitel dapat menginvasi jaringan subepitel
skuamosa berlapis, yang memegang peranan dengan cara berproliferasinya lapisan pada
penting untuk terbentuknya kolesteatom. Para sel epitel. Jadi lamina basalis bisa ditembus
ahli masih belum sependapat sama seluruhnya oleh lapisan epitel ini sehingga terbentuk
tentang teori terjadinya proses resopsi dari mikrokolestetatom. Hal ini menjelaskan
tulang oleh kolesteatom. Dikatakan bahwa mengapa dapt terjadi kolestetatom pada
resopsi dari tulang merupakan hasil proses membran timpani yang intak. Menurut
sekunder dari reaksi ensimatik dan reaksi yang teori ini mikrokolesteatom dapat membesar
diperantai sel. Supreinfeksi dan peningkatan dan menyebabkan perforasi sekunder pada
tekanan dari kolesteatom disebabkan oleh membran timpani
terperangkapnya kolesteatom dalam ruangan 3. Epithelial ingrowth melalui perforasi
sempit sehingga akan mempercepat proses (Habermann, 1889)
osteolitik dari tulang. Reaksi enzimatik Epitel skuamosa yang berkeratinisasi dari
memegang peranan yang sangat penting untuk membran timpani bermigrasi ke telinga
terjadinya proses osteolitik tersebut.6-9,13 tengah melalui perforasi (contact guidance)
dan bila menemukan permukaan epitel lain
akan berhenti bermigrasi (contact
inhibition). Jadi pada perforasi membran
timpani, proses inflamasi akan
menghancurkan inner mucosal lining dari
membran timpani, akan memudahkan
epitel berkeratinisasi dari luar untuk
bermigrasi ke dalam dan membentuk
kolesteatom.
4. Metaplasia epitel telinga tengah (Wendt,
1873)
Simple squamous atau cuboidal epithelium
dari celah di telinga tengah akan
mengalami transpormasi metaplatik
Skema Kolesteatom di Telinga Tengah20 menjadi epitel yang berkeratinisasi.

16
17

Didukung oleh Sade (1971) bahwa sel Kerusakan tulang temporal pada kasus
epitel sangat pluripoten dan dapat OMSK dapat atau tanpa disertai dengan
distimulasi proses inflamasi untuk kolesteatom. Ada 3 hal yang
berkeratinisasi. Sehingga daerah epitel mempengaruhinya :
yang berkeratinisasi di telinga tengah dapat 1. Mekanik, berhubungan dengan tekanan
membesar karena akumulasi debris dan yang diakibatkan oleh ekspansi dari
kontak dengan membran timpani. Dengan kolesteatom sebagai akumulasi dari
adanya infeksi dan inflamasi maka sejumlah keratin dan debris purulen.
kolestetaom akan menyebakan lisis dari 2. Biokemikal, disebabkan oleh bakteri
memberan timpani dan perforasi (endotoksin), produk dari jaringan
(kolesteatom atik) granulasi (kolagen, asam hidrolase), dan
subtansi yang berhubungan dengan
kolesteatom itu sendiri (faktor
pertumbuhan dan sitokin).
3. Sellular, oleh karena aktivitas osteoklas.
Kolesteatom biasanya tumbuh pertama kali
pada baberapa bagian telinga tengah tertentu
yang kemudian menyebar ke ruangan lain dari
telinga tengah. Bagian-bagian tersebut adalah
daerah sekitar atik, pars flaksida, dan posterior
dari mesotimpanum. Daerah epitimpanum
yang paling sering untuk timbulnya
kolesteatom adalah Prussak’s space (paling
sering) atau resessus epitimpani anterior.
Prussak’s space merupakan daerah berupa
Teori Terjadinya Kolesteatom7 kantong yang dangkal yang berada dibagian
Kolesteatom yang mengadung debris keratin posterior dari pars flaksida. Kolesteatom yang
yang terperangkap di ruang antar jaringan, tumbuh dalam Prussak’s space akan menyebar
merupakan subyek untuk terjadinya infeksi ke daerah posterior sepanjang sisi dari badan
rekuren. Bakteri yang terdapat pada inkus, yang kemudian masuk ke daerah antrum
kolesteatom adalah : dan rongga mastoid.6-9,13
Sedangkan kolesteatom yang berasal dari
daerah epitimpani anterior akan tumbuh ke
daerah anterior sepanjang prosessus
kokhleoformis dan kemudian masuk ke
resessus supratubal, yang kemudian akan
masuk ke daerah mesotimpanum melalui
kantong anterior dari Von Troltsch.

Skema Terbentuknya Kolesteatom pada


Bakteri pada Kolesteatom7 Pars Flaccida20

17
18

Pasien OMK dengan kolesteatom akan mengalami kelainan, sedangkan dari tes Rinne
mengeluhkan seringkali terjadi pengeluaran fungsi dari hantaran tulang lebih baik dari
cairan dari telinga yang sangat berbau dan pada hantaran udara. Pemeriksaan
adanya penurunan pendengaran yang timpanometri tidak memberikan informasi
progresif. Kolesteatom dapat mengakibatkan yang signifikan terhadap evaluasi dari
terjadinya erosi pada tulang pendengaran kolesteatom.
daerah kanalis akustikus eksternus. Dari pemeriksaan radiologis didapatkan
Kolesteatom pada anak mempunyai gejala adanya gambaran erosi pada tulang dan daerah
klinis yang sama dengan dewasa, usia paling radiolusen yang menyerupai perluasan antrum,
sering terjadinya adalah pada usia 10 tahun, dimana sel-sel udara antrum dan mastoid telah
lebih sering terjadi pada anak laki-laki. mengalami destruksi. CT scan diperlukan
Sebagian besar kolesteatom terjadi pada untuk mengetahui sejauh mana lokasi dan
daerah epitimpanum (70%-80%) dan gejala perluasan dari kolesteatom tersebut.6-9,13
yang muncul adalah pengeluaran cairan dari
telinga yang sangat berbau dan adanya Fistula labirin
penurunan pendengaran yang progresif. Dan Fistula labirin merupakan suatu keadaan
didapatkan kantong retraksi didaerah dari erosi tulang dan tereksposnya membran
posterosuperior membran timpani. endosteal dari telinga bagian dalam, seperti
Penanganannya seringkali mengalami halnya terjadi fistula kedalam ruangan yang
kesulitan dikarenakan pasien yang kurang berisi cairan perilimph di telinga bagian
koperatif. dalam. Ada 2 teori terjadinya erosi pada tulang
telinga bagian dalam:
1) Osteolysis, dimana tulang akan diresopsi
yang ditandai dengan adanya peningkatan
tekanan dari kolesteatom atau aktivasi dari
mediator matriks kolesteatom.
2) Osteitis, terjadi pada penghubung antara
jaringan granulasi yang timbul dengan
lapisan tulang.
Salah satu komplikasi intratemporal yang
sering dari OMK dan kolesteatom adalah
fistula labirin. Prevalensi terjadinya fistula
labirin pada pasien OMK dengan kolesteatom
adalah 5% - 10%, dengan lokasi yang paling
sering adalah kanalis semesirkularis lateralis
(90%) dan kokhlea pun dapat terkena melalui
foramen ovale atau promontorium (16%-
Kolesteatom pada Telinga Tengah16 20%).6-9,13
Gejala yang muncul tergantung kepada
Dari pemeriksaan fisik didapatkan bahwa berat-ringannya fistula yang terjadi. Apabila
pada keadaan membran timpani yang utuh, hanya terjadi erosi tulang kanalis
didapatkan gambaran massa putih dibelakang semisirkularis “blue-line” , maka masih belum
membran timpani yang sulit dibedakan dari ada gejala signifikan yang muncul
plak karena timpanosklerotik. Yang mana hal (asimtomatik), yang paling mungkin hanya
ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaan gejala vertigo yang disebabkan oleh perubahan
pneumatoskopi. Dari pemeriksaan garputala tekanan dan suhu. Sedangkan jika terjadi
didapatkan kesan adanya gangguan tuli ekspos dari lapisan membranaseus maka gejala
konduktif pada sebagian besar pasien. Pada tes yang muncul adalah vertigo dan gangguan
Weber lateralisasi pada telinga yang pendengaran, jika sampai terjadi gangguan

18
19

pada cairan perilimph, maka dapat terjadi kompleks antara faktor mikrobiologi dengan
gangguan sensorineural dan vertigo yang tubuh manusia. Pada saat terjadi OMSK,
sangat berat. Gangguan pendengaran bersifat pertahanan tubuh manusia secara anatomi
menetap. maupun immunologi akan mengalami
Pemeriksaan dapat kita lakukan dengan gangguan bahkan jika infeksinya berlangsung
melakukan tes fistel, yaitu dengan hebat sampai dapat merusak sistim pertahanan
memberikan tekanan udara yang positif tubuh kita baik yang lokal maupun yang
maupun negatif keliang telinga, bisa dengan sistemik.
menggunakan otoskop Siegel, bila fistel Terjadinya proses penyebaran penyakit ke
tersebut masih dalam keadaan paten, maka intrakranial melalui 3 tahapan :
akan terjadi ekspansi dan kompresi membran 1. Dari telinga tengah ke lapisan meningen
labirin. Bila terdapat fistula (positif) maka 2. Melintasi meningen
akan terjadi nistagmus atau vertigo. Tes fistula 3. Masuk kedalam lapisan otak.
bisa bernilai negatif apabila fistulanya tertutup Penyebaran komplikasi terjadi melalui
oleh jaringan granulasi, oleh sebab lain atau proses hematogenous juga dapat terjadi,
labirin tersebut sudah mati. walaupun jarang. Sebagian besar proses
Pemeriksaan CT Scan yang beresolusi komplikasi intrakranial terjadi melalui infeksi
tinggi, potongan 1 mm, akan memberikan langsung dari telinga tengah ataupun mastoid.
informasi mengenai adanya fistel labirin Karena perluasan infeksi langsung dari ke
tersebut, yang biasanya terdapat pada daerah struktur intrakranial oleh bakteri, maka fase
kanalis semisirkularis horisontalis.6-9,13 bakteriemia mungkin saja tidak terjadi.
Sehingga salah satu pertahanan tubuh, berupa
Komplikasi Intrakranial 6-9,13 sirkulasi, menjadi tidak teraktivasi untuk
Pada masa sekarang ini, insidensi membentuk pertahanan humoral tubuh
terjadinya komplikasi intrakranial dari OMSK terhadap invasi bakteri tersebut. Sekalinya
sudah jauh berkurang, seiring dengan bakteri masuk kedalam struktur intrakranial,
membaiknya kesadaran masyarakan akan maka bakteri tersebut akan mengalami proses
kesehatan, pelayanan kesehatan, dan replikasi yang tidak dapat dihalangi oleh
pengobatan yang tepat. Pemakaian antibiotik sampai terbentuknya reaksi immunologi yang
yang tepat dan cepat, juga mempengaruhi diperantarai oleh sel. Sitokin Eksogenus
OMK sehingga dapat mempengaruhi insidensi seperti interleukin 1β, interleukin 6, dan tumor
komplikasi intrakranial. Dalam masa nekrosis faktor (TNFα) akan menyebabkan
preantibiotik disebutkan bahwa, tingkat terjadinya reaksi peradangan yang kompleks.
insidensi terjadinya metastase intrakranial Proses penyakit yang luas akan sangat
pada pasien OMK adalah 2%-6%, yang dipengaruhi oleh virulensi bakteri, respon
kemudian berdasarkan penelitian tahun 1962, peradangan dari tubuh, pertahanan anatomi,
insidensi tersebut menjadi jauh berkurang dan pengobatan dari tubuh.6-9,13
menjadi sekitar 0,15%. 7,9 Berdasarkan hasil Dalam penanganan OMSK, kemungkinan
penelitian yang dikemukakan oleh McGuirt, untuk terjadinya proses komplikasi
1983, bahwa komplikasi intrakranial yang intrakranial harus selalu dipikirkan. Adanya
diakibatkan ole OMSK mencapai 0,5%, dan otalgia otorrhea yang berbau busuk, demam
angka kematian yang terjadi sekitar 10%. yang tinggi, dan nyeri kepala, merupakan
Sedangkan berdasarkan hasil penelitian oleh gejala awal dari timbulnya komplikasi
Prellner dan Rydell, tingkat terjadinya intrakranial. Perubahan keadaan status mental,
insidensi komplikasi intrakranial berkurang lemah anggota badan, aphasia, kekakuan
setelah pemakaian antibiotik yang tepat, dari daerah leher, dan sampai koma, merupakan
2% menjadi 0,02%. 6-9,13 gejala yang timbul lambat, sesudah proses
Proses patofisiologi terjadinya komplikasi komplikasi berlangsung cukup lama dan
intrakranial dari OMSK merupakan hal yang meluas.5,7

19
20

Secara umum CT Scan dan MRI


merupakan pemeriksaan penunjang yang
penting untuk mengetahui terjadinya proses
komplikasi tersebut. CT Scan akan
memberikan gambaran yang jelas tentang
terjadinya proses kerusakan dari struktur
tulang, dan dengan menggunakan kontras, CT
Scan dapat memberikan gambaran terjadinya
abses, perangsangan daerah selaput otak, dan
pengumpulan cairan. MRI digunakan lebih
sensitif untuk mengetahui adanya cairan intra
dan ekstrakranial. Sensitif untuk membedakan Abses Epidural 13
kelainan didaerah ekstradura dan subdura dan
secara sensitif mengetahui kelainan daerah
parenkim. Terkadang pada proses tersebut disertai
Pemeriksaan dengan menggunakan MR pembentukan jaringan granulasi disamping
angiografi akan memberikan evaluasi pembentukan pus. Jika selama proses infeksi
tambahan terhadap aliran darah di daerah sinus disertai dengan pemberian terapi antibiotika
duramater, bulbus jugularis, vena didaerah yang tepat, maka akan terbentuk abses yang
korteks dan vene-vena kecil lainya.7 purulen. Terkadang bersamaan dengan
terjadinya penyebaran ini juga disertai dengan
Abses Epidural penyebaran kedaerah intrakranial lainya. 9
Abses ini terjadi dekat dengan daerah
tulang temporal. Proses peradangan yang
berlangsung kronis pada daerah telinga tengah
dan tulang temporal akan menyebabkan
penyebaran kedarah epidural melalui vena
yang berada dalam tulang tersebut ataupun
melalui erosi tulang . Timbulnya osteitis yang
dihasilkan dari erosi tulang, biasanya hal ini
tidak dijumpai jika tidak disertai dengan
adanya kolesteatom. Tempat yang paling
sering dari terjadinya erosi tulang tersabut
adalah melalui daerah tulang yang tipis yang
berada di fossa kranial media atau melalui
tulang di dekatnya melalui fossa cranial
posterior atau sinus sigmoid. Daerah rongga
epidural merupakan daerah yang potensial, Abses Epidural dan Abses Subperiosteal 13
terjadi ketika lapisan periosteum atau lapisan
duramater terluar terpisahkan dari lapisan Abses epidural ini dapat meningkatkan
dalam yang melapisi tulang kranial. Duramater tekanan intrakranial sehingga kita dapat
sendiri resistensi yang cukup tinggi untuk menemukan adanya defisit neurologis dan
menahan perluasan penyakit.6-9,13 papil edema. Erosi dari kranium ke luar
sehingga membentuk abses subperiosteal,
misalnya pada tumor Potts puffy.6-9,13
Abses epidural dapat pula berkembang ke
arah medial, di atas apeks petrosus, sehingga
dapat mengiritasi Gasserian ganglion dari
nervus trigeminal, dan nervus abducens,

20
21

sehingga timbul Gradenigo’s syndrome (nyeri menggunakan potongan koronal dan daerah
daerah wajah, diplopia, dan ottorrhea). fossa kranialis posterior paling baik dengan
menggunakan potongan aksial.7,8

Abses Epidural yang Meluas ke Apeks


Petrosus 13
MRI pada Kasus Abses Epidural 7
Ekstensi ke posterior sekitar sinus sigmoid
akan menyebabkan sigmoid sinus-perisinus
abses. Hal ini berhubungan thromboflebitis Penatalaksanaan
yang terjadi pada sinus sigmoid san sinus Bila ditemukan jaringan granulasi epidural,
tranversus. Meskipun jarang terjadi abses tulang dan sekitarnya diangkat, jaringan
perisinus dapat berekstensi melalui foramen granulasi dilepaskan dengan diseksi tumpul
jugular ke leher.6-9,13 dari duramater. Mungkin saja terjadi perforasi
pada dura, dan dapat menyebabkan meningitis.
Diagnosis Pada kasus tertentu bisa dilakukan
Adanya nyeri lokal yang dalam atau pengangkatan dari plate fossa posterior. 6-9,13
nyeri kepala dengan demam low-grade dapat
disebabkan karena infeksi epidural ini. Tetapi Trombosis sinus lateralis 6-9,13
dapat pula asimptomatik.
Penggunaan kontras pada pemeriksaan CT Patofisiologi
Scan ataupun MRI akan membantu sekali Menduduki peringkat kedua dalam hal
untuk menegakan diagnosis abses epidural ini. komplikasi intrakranial OMK yang dapat
Dikatakan bahwa pemeriksaan dengan MRI menyebabkan kematian.
mempunyai nilai sensitifitas yang lebih baik Terdapat 3 sinus dura yang berhubungan
daripada CT Scan, hal ini dikarenakan abses sangat dekat dengan tulang temporal yaitu
tersebut mengenai jaringan lunak. MRI dengan sinus sigmoid, sinus petrosal superior, dan
kontras gadolinium dapat mendeteksi adanya sinus petrosal inferior. Ketiga sinus ini adalah
penebalan lapisan duramater dan peradangan. struktur intradural dengan satu bagiannya
Bukti bahwa terdapatnya proses erosi pada melekan ke lapisan archnoid dan bagian lain
daerah tulang dapat dilihat dengan melekat pada sulkus di tulang temporal.
menggunakan CT Scan, dengan menggunakan Daerah lateral dan sinus sigmoid
potongan axial maupun koronal. Daerah merupakan daerah yang relatif tidak
tegmen timpani paling baik dievaluasi dengan terlindungi terhadap proses peradangan

21
22

didaerah dekatnya sebagai akibat dari OMK. dibedakan dengan subperiosteal edema atau
Penyebaran secara langsung terjadi melalui abses pada akut koalesen mastoiditis.11.
mastoid karena erosi dari tulang temporal yang Nyeri kepala, iritabilitas, letargi, dan papil
diakibatkan oleh osteitis ataupun nekrosis. edema dapat terlihat sebagai akibat dari
Sedangkan penyebaran secara tidak langsung peninggian tekanan intrakranial. Pada kasus
terjadi melalui thromboflebitis yang retrograde sinus sigmoid thromboflebitis, dapat terbentuk
yang melibatkan vena-vana kecil daerah abses ekstradural, otitic hydrocephalus dan
mastoid. Infeksi daerah perisinus akan abses otak.6-9,13
menyebabkan terbentuknya thrombus mural Queckenstedt-Stookey dan Tobey-Ayer
dalam lumen sinus. Thrombus mural dapat test dengan cara pungsi lumbal adalah cara
membesar intralumen dan dapat menyumbat untuk mengetahui trombosis sinus lateralis,
lumen kemudian terinfeksi atau mengalami tapi test ini berbahaya dan tidak bisa
proses inflamasi. Bila tidak mengalami infeksi, diandalkan. Tes ini mengukur tekanan CSF
trhombus akan bertumpuk. Bila mengalami dan melihat perubahannya pada penekanan
infeksi, thrombus akan menjadi nekrotik dan satu atau kedua vena jugularis interna,
melepaskan septic emboli, menyebabkan penekanan dilakukan dengan jari. Pada orang
septikemia dan high spiking fevers satu atau normal, penekanan pada masing-masing vena
dua kali sehari. Obstruksi dari sistim drainase jugularis interna akan menyebabkan
sinus dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan secara cepat pada tekanan
peningkatan tekanan intrakranial dan sakit CSF 50-100 mmhg di atas level normal. Dan
kepala yang tidak jelas penyebabnya. pada saat jari dilepaskan akan terjadi
Hidrocephalus otitis merupakan komplikasi penurunan yang cepat pula.
yang serius dari trombosis sinus lateralis, yang Pada kasus sinus lateralis trombosis ,
dapat menyebabkan terjadinya proses penekanan vena tidak akan menyebabkan
perubahan pandangan dan kelemahan saraf peningkatan tekanan CSF atau peningkatan
abducens. secara perlahan 10-20 mmhg saja. 13

Perkembangan Venous Sinus


Thrombophlebitis14

Diagnosa
Tanda dan gejala yang timbul berhubungan
dengan thrombophlebits sinus sigmoid sebagai
akibat inflamasi dan hidrodinamik intrkranial
yang terganggu.
Gejala klinis klasik yang terjadi adalah :
nyeri kepala, malaise, spiking fever, mengigil, Skema Tobey-Ayer Test13
peningkatan tekanan intrakranial, dan
Griesinger’s sign. Griesinger’s sign adalah Pemeriksaan penunjang dengan
adanya edema postauriculer sekunder karena menggunakan CT Scan dan MRI akan
trombosis pada vena emissary mastoid. didapatkan gambaran trombosis sinus
Griesinger’s sign digambarkan sebagai edema duramater. Dengan menggunakan kontras pada
diatas processus mastoideus, tapi harus pemeriksaan CT Scan, maka dapat dilihat
daerah trombosis sinus duramater yang

22
23

mengalami kelainan. Potongan aksial adalah dari golongan aerob-anaerob saluran


memperlihatkan adanya “delta sign”.13 nafas atas (staphylococcus dan streptococcus).
Sedangkan dengan pemeriksaan MRI kita Pada umumnya digunakan kombinasi obat
akan menjumpai adanya peningkatan sinyal yang mempunyai penetrasi yang baik terhadap
intraluminal dalam sinus yang terlibat.13 sawar darah otak, yaitu dari golongan
Pemeriksaan gold standarnya adalah penicillin dan kloramphenikol. Yang
dengan menggunakan angiografi serebral, kemudian dikombinasikan dengan obat
dimana kita akan mendapatkan gambaran intravena dari penicillin, nafcillin, ceftriakson,
anatomi dari sisitim vena serebral, sehingga atau metronidazole.6-9,13
kita akan mendapatkan gambaran oklusi dari Tindakan masteidektomi ditujukan untuk
sistim vena tersebut.7,13 menampilkan ekspos yang luas dari sinus
sigmoid. Tulang dibuang sampai terekspos
duramater, semua jaringan granulasi dibuang
dan dinding dari sinus diperiksa. Daerah
dinding sinus jika tampak normal, maka tidak
memerlukan tindakan lanjutan, tetapi jika
dinding sinus tampak merah, saat palpasi
tampak tidak bergerak, maka sebaiknya kita
lakukan tindakan aspirasi dari sinus tersebut
dengan menggunakan jarum yang ukurannya
kecil. Jika hasil aspirasi tersebut adalah darah,
maka kita tidak perlu untuk intervensi lagi,
tetapi jika jasil aspirasinya tidak didapatkan
darah, maka dapat diduga adanya trombosis
atau jika kita dapatkan adanya pus, maka hal
ini menandakan adanya thrombus yang
terinfeksi. Yang selanjutnya dilakukan
tindakan aspirasi lanjutan dan drainase dari
pus dan jaringan trombosis tersebut.6-9,13

Angiografi pada Kasus Obstruksi Sinus


Tranversus Dekstra7

Penatalaksanaan
Penanganan modern dari trombosis sinus
lateralis adalah dengan berdasarkan atas
kontrol terhadap infeksi dengan tehnik bedah
yang seminimal mungkin dan antibiotika yang
seefektif mungkin. Ketika diduga terdapat
trombosis daerah sinus sigmoid, maka
penggunaan antibiotika yang efektif dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya
penyebaran secara hematogen. Antibiotik
spektrum luas digunakan sampai kita
mendapatkan kuman yang spesifik dari hasil MRV pada Kasus Lateral Sinus
kultur. Kuman yang biasanya menyerang Thrombosis 7

23
24

Hidrocephalus otitis dari saraf optikus dan kehilangan penglihatan..


Patofisiologi Demam dan muntah merupakan gejala
Dikenal juga sebagai serebri pseudotumor terkadang jumpai.4,7,11,18
(Symonds, 1931) dan dihasilkan dari proses Pemeriksaan radiologi dengan CT Scan
otitis media. (Quincke, 1893). Merupakan membantu untuk menemukan adanya tempat
suatu syndrome dengan keadaan peningkatan massa.6-9,13
tekanan intrakranial dengan keadaan CSF yang
normal dan tanpa adanya abses otak berkaitan Penatalaksanaan
dan berhubungan dengan kelainan penyakit Ditujukan untuk meneradikasi
telinga yang supuratif .Timbulnya kelainan ini penyakit supuratif pada telinga dengan
setelah beberapa minggu terjadinya proses antimikroba yang sesuai dan terapi
OMA. OMK merupakan suatu keadaan yang pembedahan dan mengurangi peningkatan
potensial untuk terjadinya hal ini. Trombosis tekanan intrakranial secara agresif untuk
sinus lateralis nonseptik berhubungan dengan mencegah sekuele yang timbul akibat tekanan
adanya kelainan ini. Paling sering timbul pada intrakranial yang sangat berat .Hal ini dapat
anak-anak atau dewasa muda.6-9,13 mengakibatkan atropi saraf optikus sehingga
Patofisiologi terjadinya kelainan ini masih mengakibatkan papil edema bilateral, sehingga
belum diketahui secara jelas. Kelainan ini papil edema bilateral yang persisten dapat
bukan merupakan hidrocephalus yang dihindari. Biasanya lapang pandang (visual
sebenarnya, karena keadaan ventrikel otak field) lebih terganggu bila dibadingkan dengan
yang tidak mengalami pembesaran, tetapi ketajaman penglihatan (visual acuity). Jadi
tekanan CSF mengalami peningkatan tekanan. penting untuk memonitor lapang pandang,
Secara teoritis, terjadinya peningkatan tekanan ketajaman penglihatan dan derajat papil
intrakranial ini disebabkan oleh adanya edema. Juga dapat dilakukan serial lumbal
produksi CSF yang berlebihan disertai dengan pungsi atau pemasangan drain daerah lumbal
pengurangan resopsi dari CSF tersebut, hal ini selama beberapa minggu. Jika kelainan
diduga disebabkan oleh adanya obstruksi berlangsung dalam jangka waktu yang lama,
aliran vena daerah duramater karena produksi pemasangan ventrikular shunting atau
thrombus atau adanya proses meningitis dekompresi subtemporal dapat dilakukan.
sehingga mengakibatkan obstruksi. Dari Penggunaan obat-obatan diuretik, steroid, dan
penelitian Lenz dan McDonald didapatkan agen dehidrasi hiperosmolar dapat digunakan.
kesimpulan bahwa sekitar 78% dari 54 pasien Mastoidektomi dapat dilakukan setelah
dengan otitis hidrocephalus mempunyai kondisi stabil untuk mengatasi sumber infeksi
kelainan trombosis sinus lateralis, trombosis kronis di telinga.6-9,13
sinus sigmoid, abses epidural, atau jaringan
granulasi perisinus. 4.4.4. Meningitis
Meningitis merupakan komplikasi
Diagnosis intrakranial yang paling sering terjadi.
Gejala yang timbul pada kelainan ini Insidensinya sekitar 50%. Meningitis
berkaitan dengan adanya peningkatan tekanan merupakan masalah infeksi yang sering
CSF. Sakit kepala merupakan gejala yang terjadi. Sebagian besar kejadian dari
paling sering, dan penurunan kesadaran meningitis terjadi melalui proses penyebaran
(letargi) dapat disertai pula dengan paralysis infeksi secara hematogenous kedaerah
saraf abdusen ipsilateral, adanya papiledema subarakhnoid dan selaput otak (meningen).
bilateral, diplopia, dan muntah. Dengan Otogenik daerah infeksi daerah disus
adanya peningkatan tekanan CSF yang merupakan sumber yang sering menyebabkan
persisten hal ini akan menyebabkan timbulnya hal ini. OMA, terutama pada anak, lebih sering
penekanan pada daerah saraf optikus didaerah menyebabkan meningitis dari pada OMK.
kribriform, yang akan mengakibatkan atropi

24
25

Patifisiologi terjadinya meningitis yang Jika terdapat tanda-tanda peningkatan


berasal dari OMK mesih belum jelas tekanan intrakranial, dapat dilakukan tindakan
sepenuhnya. Pada kasus OMK, terjadinya dekompresi dan pencegahan gejala sisa
meningitis diduga dari kontaminasi bakteri neurologis dengan melakukan lumbal pungsi
melalui erosi tulang yang kemudian disertai dan pemberian deksametason. Deksametason
dengan abses epidural, ataupun trombosis terbukti dapat mengurangi kemungkinan
sinus lateralis. Setelah lapisan duramater terjadinya kematian dan gangguan saraf
terkena, pada tempat yang bersamaan lapisan pendengaran. Setelah pasien stabil, dapat
blood-brain barrier (jalan untuk penyebaran dilakukan tindakan mastoidektomi untuk
hematogen) juga terkena sehingga didapatkan mengatasi sumber infeksinya.6-9,13
akses dari bakteri untuk masuk ke ruang
subarakhnoid.
Gejala yang timbul dari hal ini dalah
timbulnya demam yang sering disertai dengan
kekakuan daerah leher (kaku kuduk), kenaikan
suhu tubuh, mual, muntah proyektil, tanda
Kernig dan Brudzinski positif dan perubahan
status mental. Dengan menggunakan CT Scan
atau MRI yang diberi kontras maka kita dapat
melihat adanya penguatan daerah meningen
secara luas. Jika kita tidak menjumpai adanya
massa, maka tindakan untuk melakukan
pemeriksaan pungsi lumbal dan CSF adalah
suatu keharusan. CSF yang bersifat
leukositosis, disertai dengan kadar glukosa
yang rendah, peningkatan kadar protein dan
laktat. Selain itu, pada saat melakukan
pemeriksaan CSF sebaiknya kita juga
melakukan pemeriksaan gram stain, kultur dan
antigen bakteri.4,7,9,18
Penanganan utamanya adalah dengan
menggunakan antibiotik dosis tinggi yang
dapat yang dapat menembus CSF. Pada pasien MRI pada Kasus Meningitis dan Efusi
OMK, seringkali didapatkan adanya bakteri Subdural7
gram negatif. Sebagai first lined therapy
adalah dengan menggunakan ceftriaxone atau
cefotaxime yang dikombinasikan dengan Abses otak6-9,13
ampicillin atau penicillin G. Kloramfenicol
juga sering digunakan, tetapi mengingat Patofisiologi
beratnya efek samping yang ditimbulkan maka Abses otak adalah akumulasi dari pus,
sekarang jarang digunakan kembali. yang dikelilingi oleh daerah yang mengalami
Pemantauan efektifitas teraoi dapat dilakukan ensefalitis di dalam cerecrum atau cerebellum.
dengan menggunakan serial kultur CSF, lama Abses otak sering terjadi pada pria
terapi yang dilakukan sepanjang 7-21 hari terutama pada usia dekade ke tiga, tetapi abses
dengan kombinasi antibiotik untuk gram otak ini dapat terjadi pada usia berapapun.
negatif dan bakteri anaerob. Kultur CSF Etiologi dari abses otak ini banyak ditemukan
menjadi negatif terhadap kuman setelah 2-3 berasal dari otogenik. Pada anak 35 % abses
hari terapi.

25
26

otak berasal dari infeksi telinga, hidung dan


tenggorok. Abses otak menempati peringkat pertama
dalam hal komplikasi yang disebabkan oleh
Abses otak otogenik terutama berasal OMK ke intrakranial yang akan menyebabkan
dari venous thrombophlebitis dan bukan kematian. Komplikasi abses otak ini
ekstensi langsung dari duramater. Lobus mempunyai tingkat mortalitas dan morbiditas
temporal sering terkena, berikutnya yang tinggi, sehingga merupakan salah satu
cerebellum. komplikasi yang paling ditakutkan. Penelitian
Duramater sangat resisten terhadap infeksi, di Skotlandia, 1990, didapatkan angka
tetapi infeksi persisten dapat menyebebkan kejadian komplikasi abses otak dari OMK
inflamasi lokal pada dura, dimana adalah 1 dari 12.467 pasien, sedangkan dari
thrombophlebitis dapat timbul pada pembuluh penelitian di Thailand, 1993, didapatkan angka
darah serebral. Thrombophlebitis retrograd 1 dari 11.905.
pada vena serebral meupun serebellar dengan Abses otak terjadi karena proses
cepat masuk ke vena terminal di white matter, penyebaran melalui proses hematogen dari
dimana pertahanan terhadap infeksi sangat bakteri. Pada kasus OMK, abses otak terjadi
minimal, dan penyebaran dengan cepat dari karena ektensi langsung sepanjang jalan yang
liquification necrosis menyebabkan sudah ada ataupun melalui jalan perivaskular
pembentukan abses. yang sudah ada. Sekitar 62% proses
Kemudian daerah sekitar abses yang berlangsung didaerah lobus temporalis dan
mengalami ensefalitis membentuk semacam 34% didaerah serebellum. Sedangkan
kapsul yang berasal dari fibroblast otak dan sel penyebaran kedaerah frontal dan parietal
glia. Pelunakan jaringan sekitar abses dan terjadi sekitar 4%. Tulang yang tipis pada
kapsel yang tidak sempurna menyebabkan daerah tegmen timpani akan mempermudah
infeksi dapat menyebar ke ventrikel, bahkan penyebaran penyakit ini kedaerah fossa
ke korteks, sampai akhirnya dapat ruptur ke posteriorcranial. Pada saat duramater telah
ventrikel dan ruang subarachnoid. terekspos, maka penyebaran secara
Bakteri yang dapat ditemukan pada abses tromboflebitis dapat terjadi dan menyebar ke
otak dapat dilihat pada tabel berikut. daerah bagian temporal dari serebrum,
serebellum ataupun epidural.
Angka mortalitas dari abses otak ini
mempunyai nilai yang tinggi, sekitar 6% -
42%.4,7
Berdasarkan otoposi yang dilakukan oleh
Evans, 1933, pada pasien yang meninggal
dunia disebabkan oleh abses otak, didapatkan
data sekitar 56% abses otak tersebut
berhubungan dengan OMK. Sedangkan dari
penelitian yang dilakukan oleh Courville,
terhadap hal yang sama, didapatkan data
Mikroorganisme pada Abses Otak7 sekitar 43%.11

Tingginya insiden streptococi dan Diagnosis


staphylococci dan Bacteroides sesuai dengan Gejala klasik dari abses otak adalah:
baketri sering kita temukan pada OMSK demam, kesadaran terganggu, nyeri kepala,
eksaserbasi akut. Adanya sekret telinga yang vomiting, kaku kuduk, focal motor seizures
mengadung bakteri tersebut menunjukkan dan papil edema (Hirsch, 1983)
adanya aerasi yang buruk, penyumbatan dan Tetapi tidak selalu semua gejala ini muncul
destruksi tulang. pada penderita abses otak (Harrison, 1982)

26
27

Abses otak berkembang melalui 4 fase Pemeriksaan laboratorium rutin hanya sedikit
selama periode mingguan atau bulanan. membantu dalam penegakan diagnosisnya.11
Tahap perkembangan dari penyakit ini Diagnosis standar pada saat sekarang ini
menurut Kornblut terbagi menjadi 4 fase: adalah dengan menggunakan CT Scan dan
 Fase awal, dikenal sebagai fase invasi MRI dengan menggunakan kontras. Pada
(initial encephalitis), dengan terjadinya pemeriksaan CT Scan akan didapatkan
encephalitis dan terbentuknya mikrofokus gambaran hipodens yang dikelilingi semacam
yang terlokalisir didaerah serebri dan cincin, daerah abses tersebut merupakan
terjadi peradangan daerah vaskular. Gejala material yang bersifat piogenik. CT Scan juga
yang timbul : lemah, nyeri kepala, demam, membantu untuk mengetahui adanya suatu
menggigil, mual dan muntah. kerusakan tulang daerah temporal yang
 Fase kedua, dikenal sebagai fase lokalisasi menyokong untuk diagnosis abses otak ini.
abses atau fase laten, ditandai dengan
terjadinya fibrosis pada daerah yang
mengalami peradangan dengan dikelilingi
oleh jaringan nekrosis. Gejala yang timbul
biasanya menghilang.
 Fase ketiga, dikenal sebagai fase perluasan
(cerebritis). Ditandai dengan ekspansi dan
gambaran abses lebih jelas. Gejala yang
muncul adalah adanya tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial yang
disertai adanya tanda-tanda iritasi dan
kompresi daerah yang terkena. Sakit kepala CT scan pada Kasus Abses Otak20
yang hebat dan papil edema merupakan
gejala yang menonjol pada sekitar 70-90 % MRI lebih sensitif untuk mengetahui
pasien. Diikuti dengan mual, muntah kelainan ini bila dibandingkan dengan CT scan
proyektil, perubahan penglihatan. . MRI dapat mengetahui penyebaran ke
 Fase keempat, adanya usaha untuk extraparenchymal ke ruang subarachnoid atau
perbaikan dari abses dengan meninggalkan ventrikel.
adanya jaringan sikatrik fibroglial atau
ruptur dari abses tersebut. Ruptur dari
abses akan menyebabkan material dari
abses tersebut akan masuk ke dalam
rongga ventrikel atau ruangan
subarakhnoid. Ruptur dari abses
merupakan keadaan yang dapat
menyebabkan kematian.

Elektroencephalography positif pada 96 %


kasus (adanya gelombang delta)
Gejala yang muncul adalah sesuai dengan
fase dari penyakit tersebut. Tanda spesifik MRI pada Kasus Abses Otak7
lainya berhubungan dengan lokalisasi dari
abses tersebut. Penatalaksanaan
Pemeriksaan neurologi diperlukan untuk Terapi harus dilakukan dengan segera.
mengetahui lokalisasi dari abses tersebut. Pasien dirawat di rumah sakit, diberika
antibiotik yang dapat menembus sawar darah

27
28

otak, pemberian kortikosteroid. Telinga memiliki sekuele neurologis atau tanpa


diberikan antibiotik topikal. sekuele neurologis, hidup normal, dapat
Pemberian antibiotika segera setelah bekerja atau bersekolah. Faktor utama yang
diketahui infeksi daerah otak. Beberapa menyebabkan mortalitas adalah keadaan saat
penulis mengemukakan bahwa pemakaian pasien masuk rumah sakit, semakin dini
obat golongan nafcillin atau oxacillin dan diagnosa dan terapi diberikan, semakin tinggi
kloramfenikol dosis tinggi sambil menunggu kemungkinan hidupnya.6-9,13
hasil kultur resistensi terbukti cukup efektif.
Jika pasien tersebut telah lama menderita Abses subdural 6-9,13
OMK, maka pemakaian cephalosporin Patofisiologi
generasi ketiga, anti pseudomanal penisillin, Penumpukkan cairan di subdural dapat
atau aminoglikosida disamping kombinasi berupa abses, empyema dan atau efusi.
dengan metronidazole patut dipertimbangkan.9 Abses subdural penumpukkan pus yang
Pasien segera dilakukan operasi, dibatasi oleh satu dinding yang membatasinya
sebelumnya diberikan infus manitol. dengan ruang subdural secara keseluruhan.
Pada saat operasi, perlu dilakukan aspirasi Dikatakan empyema subdural bila pus sudah
abses untuk kepentingan kultur dan resistensi, menyebar ke area yang lebih luas, biasanya
pada rongga abses dilakukan irigasi dengan mengikuti convexity dari serebrum.
saline dan antibiotik. Sedangkan efusi subdural adalah
Penanganan abses otak secara tradisional penumpukkan cairan secara lokal atau difus
dan masih menjadi pilihan utama adalah yang tidak tampak purulen pada inspeksi
dengan tindakan operasi, biasanya dilakukan secara makroskopis.
tindakan aspirasi dan eksisi dari lesi. Tindakan Duramater yang utuh menyediakan
pembedahan ini mengurangi lama masa terapi perlindungan yang efektif terhadap
dengan pengobatan dan lama tinggal di RS. penyebaran infeksi.
Tindakan aspirasi dilakukan dengan Ruang subdural adalah ruang potensial
memasang jarum yang besar dan panjang yang dibatasi oleh selapis sel mesothelial
melalui tehnik burr hole, yang kemudian dapat antara bagian terdalam dari duramater dan
dilanjutkan dengan tindakan irigasi. bagian terluar dari arachnoid. Sebelah dalam
Sedangkan tindakan eksisi ditujukan untuk arachoid adalah CSF compartement.
menghilangkan semua jaringan infeksius dan Abses ini sering terjadi pada anak-anak.
nekrotik.4,7

Abses Otak13
Setelah dilakukan operasi, 2 bulan
kemudian masih ada gambaran lesi hiperdens Abses Subdural13
pada CT scan yang merupakan inflamatory
granuloma. Dalam 1 tahun biasanya gambaran
tersebut hilang. 73 % pasien yang hidup

28
29

Lobus frontalis dan lobus temporalis membedakanya dengan epidural, subdural, dan
sangat dekat dengan dura tapi jarang abses otak.7,21
berhubungan dengan penumpukkan cairan di
subdural. Tetapi ruang subdural diatas
convexity dari hemisphere cerebri adalah
ruang yang nyata tanpa ada sekat anatomis
lain.
Patofisiologinya adalah melalui
penyebaran secara langsung ataupun tidak
langsung dari tulang temporal. Penyebaran
secara langsung, adalah melaui erosi dari
tulang temporal, yang diikuti dengan
tereksposnya duramater dan kemudian terjadi
penetrasi kedaerah duramater.
Sedangkan penyebaran secara tidak
langsung melalui thromboflebitis setelah
melalui pembuluh darah yang melalui tulang
dan duramater. Terkadang kita menjumpai
adanya pus yang terperangkap oleh jaringan
granulasi dan adanya jaringan fibrotik yang
mengelilinginya sebagai suatu respon terhadap
infeksi tersebut.
Organisma penyebab abese subdural
berbeda pada infant dan pada anak/dewasa.
Pada infant etiologinya adalah H. Influanzae, CT scan pada Kasus Abses Subdural22
S. Penumoniae, dan Paracolon escherichia,
terjadi sekunder dari meningitis. Sedangkan
pada anak dan dewaa infeksi kebanyakan Penatalaksanaan
berasal dari infeksi sinus frontal, biasanya Penangannanya merupakan suatu tindakan
didapatkan Stretococci dan Staphylococcus gabungan dengan bagian bedah saraf,
aureus. dilakukan tindakan burr hole untuk diagnosis,
dan dilanjutkan dengan drainase dan irigasi
Diagnosa jika diperlukan. Irigasi intraoperatif dengan
Gejala yang ditimbulkan berhubungan bacitracin, neomycin, dan polimyxin serta
dengan penyebaran dari pus, gejala yang irigasi lewat drain pada saat post op dapat
muncul adalah stupor/koma, hemiparesis, dilakukan. Penggunaan antibiotika juga
kejang, nyeri kepala, mual, demam, ditujukan untuk mengatasi infeksi pada daerah
meningismus/kaku kuduk yang terjadi karena telinga dan diberikan sesuai dengan hasil
peradangan daerah serebrum dan edema pada kultur. Pada infant terapi dapat dilakukan
daerah yang berhubungan dengan abses dan dengan beberapa kali subdural tap dan
seringkali dijumpai adanya suatu tanda focal penggunaan antibiotik
cortical, yang ditandai dengan hemiplegi dan Setelah keadaan pasien membaik dan
aphasia. stabil, maka tindakan mastoidektomi dari
Pemeriksaan penunjang dengan bagian THT dapat dilakukan, untuk mengatasi
menggunakan CT Scan dan MRI dengan sumber infeksi daerah telinganya.4,7,21
kontras, potongan aksial akan memperlihatkan
adanya hipodens didaerah sekitar lesi. MRI
lebih sensitif dan dapat mengetahui terjadinya
abses pada masa awal dan dapat secara tepat

29
30

Penatalaksanaan
Dilakukan insisi drainase, untuk
mengevakuasi pus. Jaringan sekitar yang
berbentuk nekrotik memerlukan juga
debridement

MRI pada Kasus Abses Epidural dan


Subdural7

Komplikasi ekstrakranial dan


ekstratemporal

Subperiosteal abses Abses Subperiosteal14


Subperisosteal abses terjadi karena
penumpukan pus yang berhubungan dengan
mastoid, yang disebabkan akut atu kronik
otitis media dengan mastoiditis dan destruksi
tulang. Biasanya sering terjadi pada korteks
mastoid pada Macewen’s triangle tapi dapat
juga timbul di root of zygoma atau leher
bagian atas (Bezold’s abscess) yang telah
berpenetrasi ke periosteum mastoid tip bagian
medial.
Subperiosteal abses tampak seperti
massa fluktuatif yang menunjukkan tanda
inflamasi, biasanya disertai ottorhea. Tanda
klasik dapat berupa massa di belakang telinga,
aurikel tampak terdorong ke depan. Bila
terletak di mestoid, subperiosteal abses ini
menyerupai postaurikular supuratif adenitis
pada otitis eksterna, tapi pada Towne’s
radiograf kasus adenitis ini tidak menunjukkan CT scan pada Kasus Abses Subperiosteal20
destruksi tulang dan tidak ada opasifikasi

30
31

Abses Bezold ALGORITMA PENATALAKSANAAN


Abses Bezold timbul karena adanya OTITIS MEDIA
mastoiditid purulen yang mengerosi tip
mastoid dan menginfeksi jaringan lunak pada
leher, ke dalam musculus
sternocleidomastoideus.
Gejala klinik menunjukkan benjolan di
leher, musculus sternocleidomastoideus
terdorong. Bila tidak segera dilakukan
tindakan akan berekstensi ke inferior ke
carotid sheath. Bila infeksi berada di tulang
occipital dan menyebabkan osteomyelitis di
calvarium disebut abses Citelli .

Lokasi Terjadinya Abses Bezold21

Diagnosis
Dengan adanya infeksi telinga, ditemukan
pula massa di daerah leher, biasanya disertai
dengan demam, leher terasa kaku. Pada CT
scan terlihat di mastoid region, akan
ditemukan bone dehiscence dekat massa abses,
jaringan lunak leher edema.

Penatalaksanaan
Dengan cara drainase abses

CT scan pada Kasus Abses Bezold20

31
32

DAFTAR PUSTAKA

1. Paparella MM., Adams GL., Levine SC., Disease


of the Middle Ear and Mastoid., Dalam Boeis
Fundamental of Otolaryngology., 6 th edition. WB
Saunders Company. Philadelphia. 1989: 6: 88-
118.

2. Boesoirie MTS., Miringoplasti Pascaradang


Telinga Tengah., Bagian I.K Telinga, Hidung,
Tenggogorok – Bedah Kepala dan Leher.
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.
Bandung. 2000.

3. Hashisaki GT., Complications of Chronic Otitis


Media. Dalam The Ear Comprehensive Otology.,
Edited by Canalis RF., Lambert PR., Lippincott
Williams & Wilkins., Philadelphia. 2000: 26:
433-45.

4. Lambert PR., Canalis RF., Chronic Otitis Media


and Cholesteatoma. Dalam The Ear
Comprehensive Otology., Edited by Canalis RF.,
Lambert PR., Lippincott Williams & Wilkins.,
Philadelphia. 2000: 25: 409-32.

5. Hashisaki GT., Complications of Chronic Otitis


Media. Dalam The Ear Comprehensive Otology.,
Edited by Canalis RF., Lambert PR., Lippincott
Williams & Wilkins., Philadelphia. 2000: 26:
433-45.

6. Neely JG., Arts HA., Intratemporal & Intracranial


Complications of Otitis Media., Dalam Head &
Neck Surgery – Otolaryngology. 4th edition.,
Edited by Bailey BJ., Lippincott Williams &
Wilkins., Philadelphia. 2006: 138: 2041-56.

7. Ballenger JJ., Complications of Ear Disease.,


Dalam Disease of the Nose, Throat, Ear, Head,
and Neck., 13th edition., Lea & Febiger.
Philadelphia. 1985: 57: 1170-96.

8. Lambert PR., Canalis RF., Anatomy and


embryology of the Auditory and Vestibular
Systems. Dalam The Ear Comprehensive
Otology., Edited by Canalis RF., Lambert PR.,
Lippincott Williams & Wilkins., Philadelphia.
2000: 2: 17-66.

9. Lee KJ., Infections of the Ear., Dalam Essential


Otolaryngology – Head & Neck Surgery., 8th
edition. Appleton & Lange. Connecticut. 2003:
23: 462-511.

10. Phelps PD., Radiology of the ear., Dalam Scott-


Brown’s Otolaryngology., 5th edition., Edited by
Kerr AG., Butterworth & Co. London. 1987: 2:
15-52.

32
33

11. Djaafar ZA., Kelainan Telinga Tengah., Dalam Fundamental of Otolaryngology., 6 th edition. WB
Buku Ajar I. P Telinga Hidung Tenggorok., Edisi Saunders Company. Philadelphia. 1989: 6: 88-
5., editor Soepardi HA., Iskandar N., Balai 118.
Penerbitan FK UI. Jakarta. 2006: II: 49-62.

12. Proctor B., Chronic otitis media and mastoiditis.,


dalam Otolaryngology. 2nd edition. Volume II.,
edited by Paparella, Shrumrick., WB Saunders
company., Philadelphia., 1980: 18: 1455-89.

13. Susilawati S., Chronic Ear Infection., Dalam


Hearing Impairment-An Invisible Disability.,
Springer-Verlag. Tokyo. 2004: IV: 278-81.

14. Ballenger JJ., Chronic Ear Disease., Dalam


Disease of the Nose, Throat, Ear, Head, and
Neck., 13th edition., Lea & Febiger. Philadelphia.
1985: 55: 1135-1145.

15. Harris JP., Kim DW., Darrow DH.,


Complications of Chronic Otitis Media., Dalam
Surgery of the Ear and Temporal Bone., 2nd
edition., Edited by Nadol JB., McKenna MJ.,
Lippincott Williams & Wilkins., Philadelphia.
2005: 18: 219-40.

16. Nadol JB., Chronic Otitis Media., Dalam Surgery


of the Ear and Temporal Bone., 2nd edition.,
Edited by Nadol JB., McKenna MJ., Lippincott
Williams & Wilkins., Philadelphia. 2005: 17:
199-218.

17. Hollinshead WH., The Ear., Dalam Anatomy for


Surgeons: Volume 1: The Head & Neck., A
Hoeber-Harper International Edition. London.
1966: 166-228.

18. Wiet RJ., Harvey SA., Bauer GP., Management


of Complications of Chronic Otitis Media. Dalam
Otologic Surgery. 2nd Edition., Edited by
Brackmann DE., WB Saunders Company.
Philadelphia. 2001: 19: 197-215.

19. Austin DF., Anatomy and embryology., Dalam


Disease of the Nose, Throat, Ear, Head, and
Neck., 13th edition., Lea & Febiger. Philadelphia.
1985: 46: 877-923.

20. Ludman H., Complications of suppurative otitis


media., Dalam Scott-Brown’s Otolaryngology.,
5th edition., Edited by Kerr AG., Butterworth &
Co. London. 1987: 12: 264-291.

21. Browning GG., Pathology of inflammatory


conditions of the external and middle ear., Dalam
Scott-Brown’s Otolaryngology., 5th edition.,
Edited by Kerr AG., Butterworth & Co. London.
1987: 3: 53-87

22. Paparella MM., Adams GL., Levine SC., Disease


of the Middle Ear and Mastoid., Dalam Boeis

33

Anda mungkin juga menyukai