PENDAHULUAN
1
High-mobility group box 1 (HMGB 1), translokasi HMGB1 dari
nucleus ke sitoplasma terjadi jika jaringan rusak dalam lingkungan hipoksia
maka HMGB1 dilepaskan ke dalam ekstraseluler. HMGB 1 dapat dipakai
sebagai penanda molekuler apabila terjadi kerusakan jaringan organ dalam
lingkungan hipoksia. Kelainan patologis pada rongga hidung berhubungan juga
dengan hipoksia jaringan. Karakteristik rinosinusitis akut adalah sumbatan dari
osteum sinus paranasal dengan infeksi berulang. Hipoksia menyebabkan
penurunan transport mukosiliar yang pada akhirnya merusak mekanisme
pertahanan epitel rongga hidung (Hyun , et al, 2015; Hyung dan Chang, 2018).
Rinosinusitis akut merupakan problem yang signifikan bagi kesehatan
karena menurunkan produktivitas kerja yang dapat menyebabkan beban
keuangan yang besar bagi masyarakat yang pada akhirnya menurunkan kualitas
hidup (Carl, et al, 2018). Studi yang dirancang untuk mengetahui epidemiologi
rinosinusitis akut memainkan peran penting dalam menilai distribusi,
menganalisa faktor risiko, dan mempromosikan kebijakan kesehatan
masyarakat. Data epidemiologis pada rinosinusitis akut langka, dan metode
studi dan tingkat respons sangat bervariasi. Prevalensi rinosinusitis akut
bervariasi antara 6-15% dari populasi keseluruhan, dengan estimasi
rinosinusitis akut rekuren 0,035%. Penyebab primer dari rinosisnusitis akut
adalah virus dengan 0,5-2% berkembang menjadi ABRS ( Fokkens, et al
2012).Di Amerika Serikat, rinosinusitis akut dan kronik dialami oleh 14%
populasi, dengan pengeluaran biaya kesehatan tahunan sebesar $3,5 milyar. Di
Eropa, satu episode rinosinusitis akut terjadi pada 8,4% populasi. Suatu analisis
berdasarkan beban biaya yang dikeluarkan, rinosinusitis menempati urutan ke-
9 dari 10 penyakit termahal (Ryan, 2008).
Sekitar 90% pasien dengan rinitis viral (common cold), sinus paranasal-
nya juga ikut terpengaruh dan dapat dibuktikan melalui CT scan. Beberapa
penelitian menunjukkan kultur bakteri yang positif pada sekitar 0,5% sampai
2% dari kasus rinitis viral (Ryan, 2008)
Diperkiran orang dewasa menderita dua sampai 5 episode
rinosinusitisakut per tahun sekitar 0,5-2% terjadi komplikasi karena infeksi
2
bakteri. (Fokken et al, 2012). Ujien et al, 2011 melaporkan rata-rata insidensi
rinosinusitis akut selama tahun 2002-2008 adalah 18 kasus per 1000 anak usia
12-17 tahun. Orskarson, 2011 juga melaporkan insidensi rinosinusitis akut
adalah 3,4 dari 100 kasus per tahun atau 1 dari 29 pasien mengunjungi dokter
umum karena rinosinusitis akut. Menurut Bhattacharyya, 2011 prevalensi
rinosinusitis akut rekuren pada tahun 2003-2008 adalah 0,035%. Guidelines di
Amerika Serikat infeksi saluran nafas atas adalah 3 alasan paling umum
seseorang pasien ke dokter umum salah satu diantaranya karena rinosinusitis
akut. Di Amerika dilaporkan 1 dari 7 orang dewasa terkena rinosinusitis akut
(Meltzer et al, 2011).
Propolis adalah bahan resin yang diperoleh dari berbagai jenis tanaman
yang dikumpulkan oleh lebah madu. Efek propolis antara lain sebagai anti-
inflamasi maupun antioksidan. Aktivitas antioksidan propolis terutama
kandungan flavonoidnya (caffeic acid phenethyl ester/CAPE) (Aygün et al.,
2012). Hasil identifikasi kandungan zat aktif biologik utama dalam ekstrak
etanol isolat propolis gunung Lawu didapatkan CAPE 30,24 ± 3,53 x 10-6 gram
dan kuersetin 4,42 ± 0,50 x 10-6 gram sebagai dasar dalam penentuan dosis
(Sarsono dkk., 2012). Sebagai antiinflamasi menunjukkan ekstrak etanol isolat
propolis gunung Lawu menurunkan High-Mobility Group Box 1 (HMGB-1)
mencit model infertilitas jantan (Indrayanto dkk.,2013), sedangkan sebagai
antioksidan isolat propolis gunung Lawu didapatkan hasil dosis
200mg/kgBB/hari selama 30 hari, menurunkan kadar Malondialdehid (MDA),
meningkatkan kadarsoluble Receptor for Advanced Glycation End Producs
(sRAGE), dan memperbaiki luka pada mencit Balb/C model kaki diabetik yang
diinduksi streptozotocin (STZ) (Diding dkk., 2013). Dengan demikian
diharapkan propolis dapat memberikan efek penghambatan progresifitas
kerusakan pada penyakit rinosinusitis akut baik tingkat seluler maupun
molekuler. Rinosinusitis akut merupakan salah satu penyakit yang sering
ditemui klinisi dan prevalensinya sangat tinggi. Sehingga pemahaman yang
lebih mendalam tentang patofisiologi rinosinusitis akut dibutuhkan untuk
meningkatkan tatalaksana pengobatan. Model bintang telah menambah
3
pengetahuan kita mengenai penyakit pada manusia dan juga memberikan
manfaat dalam pengujian obat obat baru. Saat ini penelitian menggunakan
model binatang untuk rinosinusitis masih terbatas. Tehnik inokulasi dan atau
memasukkan benda asing ke model tikus merupakan tehnik untuk uji coba
rinosinusitis akut (Jin, et al 2011).
4
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum penelitian:
Menjelaskan pengaruh ekstrak propolis terhadap protein caspase-1, IL-
8, E-selektin, melanoldialdehid dan gambarang nekrosis sinus paranasal pada
tikus model penyakit rinosinusitis akut di tingkat seluler dan molekuler.
1.3.2. Tujuan khusus penelitian:
1. Membuktikan dan menganalisa establishment mencit pada model
rinosinusitis akut.
2. Membuktikan dan menganalisa peran ekstrak propolis terhadap kadar
MDA sehingga bermanfaat pada penghambatan progresifitas penyakit
rinosinusitis akut.
3. Membuktikan dan menganalisa peran ekstrak propolis terhadap ekspresi IL
8 sehingga bermanfaat pada penghambatan progresifitas penyakit
rinosinusitis akut.
4. Membuktikan dan menganalisa peran ekstrak etanol isolat propolis
terhadap ekspresi Caspase-1 sehingga bermanfaat pada penghambatan
progresifitas penyakit rinosinusitis akut.
5. Membuktikan dan menganalisa peran ekstrak propolis terhadap ekspresi E-
selektin sehingga bermanfaat pada penghambatan progresifitas penyakit
rinosinusitis akut.
6. Membuktikan dan menganalisa peran ekstrak propolis terhadap gambaran
histopatologi jaringan nekrosis hidung penyakit rinosinusitis akut?
5
1.4.1. Manfaat Terapan
Memiliki manfaat praktis yang bisa digunakan sebagai dasar
pengembangan dan pemanfaatan ekstrak etanol isolat propolis sebagai terapi
adjuvan dalam penatalaksanaan penyakit rinosinusitis akut.
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
7
2.1.2. Patogenesis Rinosinusitis Akut
Meskipun rinosinusitis dipercaya merupakan penyakit dengan
penyebab multifaktorial, namun patogenesis penyakit ini belum diketahui
dengan baik. Patofisiologi dan sub pengelompokan dalam rinosinusitis akut
relatif mudah dibandingkan dengan rinosinusitis kronik. Etiologinya dapat
berupa virus (sebagian besar rinovirus atau coronavirus) atau bakteri
(kebanyakan Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Moraxella
catarrhalis, Staphylococcus aureus). Rinosinusitis akut sering didahului oleh
rinosinusitis virus. Untuk sistem kekebalan, baik sistem kekebalan bawaan
dan adaptif diaktifkan dengan cara yang bergantung pada stimulusnya.
Sistem imun bawaan diaktifkan oleh patogen-related molecularpatterns
(PAMPs), kemudian diekspresikan oleh patogen spesifik yang dapat
mengaktifkan reseptor PAMP pada sel-sel sistem kekebalan tubuh dan jenis
sel lainnya. Salah satu jenis reseptor PAMP adalah reseptor pengenal pola
(PRR) yang disebut toll-like receptor (TLR). Sebagai respons terhadap
infeksi virus atau bakteri, TLR tertentu ditangani. Sepuluh TLR yang
berbeda telah diidentifikasi pada manusia, masing-masing dapat mengikat
ligan tertentu. Binding memulai kaskade sinyal intraseluler dengan berbagai
efek pada proses seperti hemostasis, peradangan, apoptosis, dan juga aktivasi
sistem imun adaptif. Aktivasi sistem imun adaptif diinduksi karena regulasi
sitokin, kemokin, dan mediator co-stimulator lainnya. Tergantung pada pola
jenis sel T CD4-positif yang diaktifkan dan mediator yang diregulasi. Di sini,
secara klasik adalah Th1- dan Th2. Selanjutnya, selama tahun-tahun terakhir,
fenotip sel T17-, Th21-, dan Treg dan respons imun yang sesuai telah
ditentukan (Gbr.1).
8
Gambar 2.1 diferensiasi fenotip sel T yang relevan dalam CRS dan endotipe yang
berbeda (Kathrin dan Martin, 2016).
9
memulai respons imun Th1, dan orang mungkin berasumsi bahwa mekanisme
ini juga hadir dalam ARS. Namun demikian, van Rossum tidak dapat
menunjukkan IL-12 yang diregulasi (tipikal untuk respons Th1) atau IL-4 yang
diregulasi lebih tinggi. (khas untuk respons Th2) dalam model murine pada
kolonisasi S. pneumoniae nasofaring. Berbeda dengan, Riechelmann et al.
mendeteksi peningkatan nilai untuk IL-2, IL-4, IL-10, IL-12, IL-13, TNF-α,
dan IFN dalam cairan hidung dari pasien rinosinusitis akut dibandingkan
dengan pasien rinosinusitis kronik yang menggunakan uji sitokin multipleks (
Riechelmann et al, 2005). Sebuah penelitian yang lain menunjukkan
peningkatan IL-8 dan IL-3 dalam spesimen mukosa pasien rinosinusitis akut
menggunakan ELISA. Hasil ini menunjukkan tanggapan kekebalan Th1-dan
Th2 campuran dalam rinosinusitis akut tetapi juga menunjukkan bahwa
tergantung pada bahan dan metode yang dipakai, hasil dan interpretasi mereka
mungkin berbeda. Sebuah studi baru-baru ini dalam kelompok besar pasien
dengan komunitas sama yang mengalami infeksi pernapasan akut
menunjukkan korelasi yang erat antara IL-8 (dan neutrofil) dalam sekresi
hidung dan tingkat keparahan gejala hidung. Ini menggarisbawahi relevansi
inflammasi neutrofilik pada rinosinusitis akut dan relevansi IL-8 untuk
rekrutmen neutrofil ke dalam jaringan hidung. Dalam model tikus infeksi
rhinovirus, pentingnya CCL7 (identik dengan protein chemotactic-3
monocyte) dan faktor regulasi 7 IFN (IRF-7) , untuk menginduksi dan
mengatur respon inflamasi dan antivirus ditunjukkan dengan antibodi anti-
CCL7 dan IRF -7 serta menargetkan RNA kecil yang mengganggu in vivo
(Kathrin dan Martin , 2016)
10
Pada sel mamalia, NF-kB/ famili Rel berisi 5 member: Rel A (P 65), c-
RelB, NF-kB1 ( P50; P105), dan NF-kB2 (P52 ; P100). Struktur keluarga NF-
kB mempunyai Rel-homology domain (RHD) yang berisi domain nuclear (N),
motif dimerisasi, DNA-binding domain. Rel A, c-Rel, dan Rel B juga
mempunyai non-homologous transactivation domain (TD). Rel B juga berisi
leucine-zipper motif (LZ). Keluarga IkB termasuk P105 dan P100 mengandung
ankyrin repeats. Glycine-rich region (GPR) diperlukan untuk pengolahan dari
P105 dan P100 (Ting et al, 2017).
Nuclear Factor-Kappa Beta (NF-kB) mempunyai 300 asam amino
yang disebut REL-region. Tiga keluarga NF-kB yaitu RelA, c-Rel dan RelB
mempunyai domain yang transaktivasi disebut C-terminus. Prekusor protein
NF-kB1/ P105dan NF-kB/ P100 tidak aktif seperti protein P50 dan P52, protein
yang tidak aktif ini ditempatkan di sitoplasma. Pada proses proteolitik domain
inhibitor C-terminal harus dihilangkan sehingga memungkinkan protein akan
masuk kedalam nukleus (Ting L, 2017)).
11
tetapi untukNF- κB mempunyai konsensus urutannya GGGRNNYYCC ( R:
purine, Y: pyrimidine, N: setiap basis) yang mempunyai fungsi salip
tumpang tindih (Robert , 2016; Ting , 2017).
Ekspresi NF-kB di dalam sitoplasma, dimana aktivitasnya dikontrol
oleh protein regulator dari NF-kB (IκB). IκBα, IκBβ, IκBc dan Bcl-3 adalah
golongan dari keluarga IκB (Gambar 1), umumnya mempunyai 6 sampai 7
ankyrin repeats dimana 33 asam amino akan memediasi ikatan dengan
dimer NF-kB . Protein IκB awalnya untuk mempertahankan dimer NF-kB
di sitoplasma melalui nuclear localization sequences (NLSs) (Robert PS,
2016).
Aktivasi NF-kB diatur oleh sinyal yang diturunkan IκB. Sinyal NF-kB
jalur klasik, protein IκB akan mengalami fosforilasi dengan mengaktifkan
IκB kinase (IKK) pada tempat yang spesifik setara dengan Ser 32 dan Ser
36 dari IκBα. Fosforilisasi ini akan memicu polybiquitination pada tempat
yang setara dengan Lys 21 dan Lys 22 dari IκBα dan degradasinya oleh
proteasome 26S, sehingga dimer NF-kB akan terlepas. Komposisi IKK
terdiri dari subunit katalitik IKKα dan IKKβ serta subunit regulasi IKKγ,
dikenal dengan NF-kB essential modulators (NEMO). Meskipun IKKα dan
IKKβ bekerja sama dalam fosforilisasi IκB, tetapi sinyal proteinnya
berbeda. IKKβ ini merupakan komponen yang penting pada jalur klasik
(Ting L, 2017). Aktivitas sinyal NF-kB jalur alternatif, NF-kB inducing
kinase (NIK) merangsang aktivasi IKKα, baik IKKβ dan IKKγ berperan
dalam jalur ini. Melalui homodimer IKKα jalur alternative NF-kB2/ P100
tempat fosforilisasinya di dua C-terminal. C-terminal yang terhambat oleh
karena degradasi proteosomal menyebabkan produksi P52 (Robert , 2016;
Ting , 2017) (Gambar 2).
Meskipun kedua jalur diaktifkan secara bersamaan tetapi kedua jalur
ini mempunyai fungsi yang berbeda. Tipikal dari jalur klasik tigernya dipicu
oleh Tumor Necrosis Factor type ½ receptors (TNFR1/2), T-cell receptors
(TCR), B-cell receptors (BCR) atau Toll-like receptor (TLR), Interleukin 1
receptor (IL-1R). Tujuan jalur adalah meningkatkan target gene kemokin,
12
sitokin dan molekul adesi, respon inflamasi dan mempromosikan
kelangsungan hidup sel. Berbeda dangan klasik jalur alternatif aktivasinya
dipicu oleh aktivasi dari TNF reseptor termasuk Lymphotoxin β receptor
(LTβR), B-cellactivating factor balonging to the TNF receptor (BAFF-R),
CD40 dan CD30. Aktivasi untuk jalur ini meregulasi perkembangan organ
limfoid dan sistem imun didapat (Richard AW, 2014; Ting L, 2017).
Gambar 2.3. Jalur klasik dan alternatif pada aktivasi NF-kB (Momoko N,2005).
Pada jalur klasik aktivasi NF-kB dipicu oleh TNFR, IL-1R dan TLR.
Signal akan dimediasi oleh MAP/ERK kinase 3 (MEKK3) dan IKKβ
akhirnya menyebabkan degradasi dari IκBα dan translokasi dari homodimer
RelA/ P50 di nukleus. Pada jalur alternative signal N-kB dipicu oleh CD40,
LTβR atau BAFF-R yang dimediasi NIK dan IKKα yang akan
mengeluarkan P100 dan translokasi dari dimer P50 ke dalam nukleus
(Richard, 2014).
13
aktif dan berperan sebagai mediator inflamasi utama yang mendorong
respon host terhadap infeksi, cedera, dan penyakit (Denes et al., 2012).
Caspase-1 diproduksi sebagai zymogen (pro-enzim), merupakan protein
heterodimer sebagai subunit enzim aktif yang terdiri dari protein 20 kDa
(P20) dan 10 kDa (p10). Caspase-1 akan berinteraksi dengan protein lain
yang mengandung domain CARD sebagai PYCARD (atau ASC) dan
terlibat dalam pembentukan inflamasom serta aktivasi proses inflamasi
(Denes , et al, 2012; Doitsh, et al 2014; Monroe, et al 2014).
Ekspresi sitokin dan infiltrasi sel imun yang menyebabkan inflamasi
sinusparanasal. Inflamasi sinusparanasal selalu melibatkan sistem imunitas
bawaan, sedangkan imunitas adaptif bisa terlibat atau tidak dilibatkan.
Sistem imunitas bawaan melibatkan beberapa keluarga dari reseptor baik
terlarut dan seluler yang mengaktifkan jalur sinyal proinflamasi.
Inflamasom berperan dalam pengaturan molekuler komplek intraseluler.
Mereka mengaktifkan caspase-1 yang mengaktivasi sitokin proinflammasi
IL-1β dan IL-18 dari pembelahan proteolitik pendahulunya ( proIL-1β dan
pro IL-18). Inflamasom seperti IL-1β dan IL-18 terlibat dalam model hewan
atau manusia dengan penyakit rinosinusitis. Inflamasome adalah Pattern-
recognition receptors (PRP) tidak hanya mengenal komponen bakteri tetapi
jugakerusakan endogen. Dalam model tikus rinosinusitis akut yang
diinduksi dengan S. Aureus peningkatan jumlah peradangan setelah induksi
dapat dikorelasikan dengan peningkatan ekspresi protein Nod-like receptor
3 (NLRP 3) dan peningkatan kadar IL-1β. Pada manusia, IL-18 dan caspase-
1 diekspresikan dalam epitel sinusparanasal (Hans-Joachim dan Muruve,
2011; Yan, et al 2014; Kathrin dan Martin, 2016).
14
paparan terhadap rangsangan inflamasi. Struktur IL-8 dibentuk dari 99 asam
amino dan disekresi sesudah adanya sinyal sekuens dari 20 residu. Berat
molekulnya 8.383D, mengandung empat sistein yang dibentuk dari 2
jembatan sulfida. IL-8 tahan terhadap peptida plasma, panas, pH yang
ekstrim dan terapi denaturasi lain, namun cepat diinaktivasi saat ikatan
disulfidanya berkurang. Strukturnya merupakan suatu dimer, yang dilihat
dari spektroskopi magnetik resonansi nuklir dan rontgen kristalografi.
Monormernya pendek, mengandung domain N-terminal yang disangga dua
jembatan disulfide dihubungkan dengan tiga ikatan antiparalel β yang
diikuti α helix terminal (Li, et al.,2013).
Interleukin 8 merupakan kemotaktik regulator penting pada fungsi
neutrofil. IL-8 diproduksi oleh sel monosit, tipe sel leukosit lain (prekursor
mieloid, Natural Killer (NK) sel, neutrofil, eosinofil,sel mast, berbagai
jaringan (fibroblast, sel endotelial, sel epitelial), termasuk sel tumor (Li et
al., 2013).
Gambar 2.4 Interleukin 8 pada epitel saluran napas(McChuaig dan Martin, 2013).
15
(PAMP), yang merupakan molekul spesifik yang berhubungan dengan
kelompok patogen, dan merupakan bagian sistem kekebalan tubuh bawaan,
akan terikat dengan Toll like receptor (TLR) dan reseptor pengenal mikroba
lainnya. Contoh PAMPadalah lipopolisakarida (LPS), suatu endotoksin
membran sel bakteri terutama gram negatif. LPS secara khusus terikat
TLR4, sementara PAMP lain seperti flagellin akan terikat TLR5,
peptidoglikan dan asam lipoteikoat bakteri gram positif, dan double-
stranded RNA (dsRNA) virus, terikat oleh TLR2 dan TLR3, dan CpG
unmethylated, diikat oleh TLR9. Perbedaan tersebut akan mengakibatkan
reaksi inflamasi yang ditimbulkan oleh bakteri gram positif, gram negatif,
virus, dan jamur akan berbeda-beda, termasuk produksi IL-8 (Min dan
Dhong, 2013).
Gambar 2.5 Jalur Toll like receptor (Yang dan Seki, 2012).
16
Produksi IL-8 diatur pada tingkat gen transkripsi dan mRNA. Dalam
kebanyakan kasus, IL-8 transkripsi gen terjadi melalui kerjasama aktivasi
dua jenis faktor transkripsi, NFκB dan AP-1. NF-κB memainkan peran di
Th1 tergantung respon tipe delayed hipersensitivitas. Aktivasi NF-κB
meningkatkan ekspresi dari molekul adhesi E-selectin, VCAM-1, dan
ICAM-1, sedangkan penghambatan NFκB mengurangi adhesi dan
transmigrasi leukosit. Aktivasi NFκB terlibat juga dalam apoptosis
Misalnya, aktivasi NFκB dapat menyebabkan induksi apoptosis dalam
beberapa jenis sel. NFκB jelas salah satu regulator yang paling penting
ekspresi gen pro inflamasi. Sintesis sitokin seperti TNF-a, IL-1b, IL-6, dan
IL-8, ekspresi siklooksigenase 2 (Cox-2 )dimediasi oleh NFκB (Li et al,
2013; Mc Chaig dan Martin , 2013).
17
optimal pada penangkapan sel dan migrasi ke lokasi cedera. Molekul adhesi
sel, seperti sICAM-1, sVCAM-1, dan sE-selektin akan memicu homing
leukosit, adhesi, dan migrasi ke dalam ruang subendotel, sebagai proses
mendasar untuk pembentukan lesi aterosklerosis. Peningkatan kadar sICAM-
1, sVCAM-1 dan sE-selectin ditemukan pada pasien penyakit ginjal kronik
yang menjalani hemodialisis. Penelitian lain menunjukkan kadar serum
sVCAM-1 dan sE-selektin meningkat secara bermakna pada pasien penyakit
ginjal kronik (Marianne , 2015; Masato et al, 2016 ; Robert , 2016).
18
semuanya terlibat dalam proses inflamasi.Dalam keadaan stress oksidasi
residu sistein DNA mengikat c-June, beberapa sub unit AP-1 dan
menghambat Ik-B kinase. NF-kB dapat diaktifkan karena respon terhadap
kondisis stress oksidasi, seperti ROS, radikal bebas dan UV – Irradiasi.
Fosforilasi I-KB membebaskan NF-kB dan memungkinkan NF-kB masuk ke
dalam inti untuk mengaktifkan gen transkripsi. Sejumlah kinase telah
dilaporkan memfosforilasi I-kB di residu resin. Kinase ini adalah terget dari
signal oksidasi untuk mengaktifkan NF-kB, Reduktor meningkatkan NF-kB
mengikat DNA sedangkan oksidator menghambat NF-kB mengikat DNA.
Thierodoxins dapat mengarahkan 2 tindakan yang berlawanan dalam
regulasi Nf-KB. Aktivasi nukleus dari Nf-KB melalui oksidasi berhubungan
dengan degradasi I-kB untuk menghasilkan beberapa gen antioksidan yang
berhubungan dengan pertahanan. NF-kB mengatur ekspresidari beberapa
gen yang berpartisipasi dalam respon imun, sepertiIL-1b, IL-6, tumor
necrosis factor-a, IL-8, dan beberapa adhesi. Molecules. NF-kB juga
mengatur angiogenesis danproliferasi dan diferensiasi sel.Molecules. NF-kB
juga mengatur angiogenesis danproliferasi serta diferensiasi sel(Michael et
al, 2016 )
Superoxida anion, hidroxyl radikal dan hidrogen peroxida bertanggung
jawab terhadap kerusakan protein, lemak dan DNA di epitel saluran
pernafasan. ROS endogen adalah produk dari sel normal dandiperkirakan
respirasi mitokondria saja memproduksi 109 ROS setiap sel setiap hari
(Lauren et al, 2015; Michael et al, 2016). Sel-sel inflamasi pada saluran
pernafasan mampu memproduksi ROS, dan ROS sendiri berperan pada
kerusakan sel, kerusakan oksidatif dan inflamasi kronik seperti penyakit
rinosinusitis kronik. Mengingat paparan yang luas serta tingginya oksigen
dan suplai darah pada saluran pernafasan maka saluran pernafasan sangat
rentan terhadap kerusakan ini. Contohnya eosinofil di Th2 pada rinosinusitis
kronik dengan Polip nasi kadar eosinofil peroksidase meningkat sehingg
menambah kapasita sel untuk menghasilkan superoksida dan hidrogen
peroksidase . Jika kerusakan oksidatif menguas; ai pertahanan antioksidan
19
alamiah maka inflamasi kronik akan timbul (Do-Yeon et al, 2013; Ozgul et
al, 2014). Sel-sel yang rusak (debris) akan mengaktifkan makrofag, lewat
Toll-Like Reseptor4 (TLR4). Makrofag yang teraktivasi akan
mengekspresikan sitokin-sitokin, antara lain TGF-β1, TNF-α1, IL-1β, IL-6,
IL-8. Ditemukannya mediator proinflamasi yang dominan pada rinosinusitis
kronik pada penelitian menunjukkan bahwa inflamasi kronik persisten
merupakan faktor utama dalam patogenesis rinosinusitis kronik (Atsushi,
2015). Menurut Hamilos, tipe inflamasi yang berperan pada patogenesis
rinosinusitis kronik dibedakan menjadi dua jenis, yaitu tipe inflamasi alergi
dan tipe inflamasi nonalergi. Pada penderita rinosinusitis yang disertai alergi
didapatkan peningkatan kadar interleukin 8 (IL-8) dan neutrofil dalam
jumlah sedang dan pada inflamasi nonalergi sel-sel inflamasi yang dominan
adalah neutrofil, serta profil sitokin inflamasi diantaranya IL-8, IL-1β, IL-6,
TNF-α, GM-CSF, dan IFN-γ (Atsushi , 2015).
Penanda biologis yang menunjukkan stres oksidatif yang berhubungan
dengan peroksidasi lipid dalam cairan tubuh atau sel adalah malondialdehid
(MDA), karena MDA plasma merupakan produk peroksidasi lipid stabil
(Najafi et al, 2012).
Malondialdehid yang dihasilkan in vivo melalui peroksidasi dari asam
lemak tak jenuh ganda, akan berinteraksi dengan protein dan berpotensi
aterogenik. MDA biasanya diukur dari sampel plasma dengan metode yang
paling populer dengan alat tes kolorimetri berdasarkan reaksi antara MDA
dan thiobarbituric acid (TBA). Namun, meskipun sensitivitasnya tinggi, uji
TBA reacting substances (TBARS) tidak memiliki spesifisitas untuk MDA,
karena aldehida selain MDA dapat bereaksi dengan TBA untuk
menghasilkan senyawa yang menyerap dalam kisaran sama dengan MDA
(Prashant, 2015). MDA mempunyai 3 karbon dialdehida dengan gugus
karbonil pada posisi C1 dan C3 dan mempunyai rumus C3H4O2 denganberat
molekul 72. MDA ini ikut dalam sirkulasi darah dan memempunyai dua
ikatan rangkap seperti asam linoleate, asam arakhidonat dan asam
dokoksaheksanoit (Ayala et al, 2014). Metode penilaian ekspresi MDA di
20
jaringan dengan imunohistokimia dengan mengambil bahan dari plasma,
urin, sperma dan supernatant tubuh lainnya dengan menggunakan metode
kalorimetrik, ELISA. ELISA untuk mendeteksi MDA juga tersedia secara
komersial. Pengujian berbasis antibodi ini biasanya divalidasi terhadap
pengukuran MDA dengan high-performance liquid chromatography
(HPLC) dan menunjukkan kinerja yang baik dengan peningkatan spesifisitas
(Kandar & Stramova, 2015)
21
Propolis telah digunakan sejak dahulu kala antara lain untuk pengobatan,
produk makanan dan kosmetik. Faktanya, berbagai sifat biologis propolis telah
dibuktikan sebagai antibakteri, antijamur, antiprotozoa, antioksidan, antitumor,
anti-inflamasi, anestesi, penyembuhan luka, imunomodulator, antiproliferatif dan
antikariogenik ( Toreti et al, 2013 ; Vijay , 2013 ; Mohamad et al, 2015 ; Jose MS,
2016).
Anti-Inflamatory Anti-oxidant
Benefit Properties of Propolis
Immunomodulatori Hepatoprotective
Cardioprotective
Anti-ulcer
Antitumor
Anticancer
Antimicrobial
22
akibat prostaglandin (Vijay , 2013 ; Washio et al, 2015). Beberapa efek khusus dari
ekstrak propolis telah dibuktikan, seperti penghambatan agregasi platelet,
penghambatan biosintesis prostaglandin, pencegahan formaldehida akibat oedem
kaki dan arthritis serta penghambatan aktivitas 5-lipoxygenase (5-LOX). Selain itu,
secara in vitro propolis mempunyai fungsi mengaktivasi radikal bebas dan efek
hepatoprotektif pada kematian sel akibat induksi TNF-α (Neiva et al, 2014 ; Bufalo
et al, 2014). Penelitian secara in vivo, tikus sebelum terjadi aktivasi makrofag diberi
ekstrak propolis hijau akan menunjukkan peningkatan produksi nitrit oksida
setelah aktivasi interferon gamma (INF-γ) akibatnya proliferasi limfosit akan
berkurang. Efek penghambatan propolis pada limphoproliferasi mungkin terkait
dengan produksi sitokin seperti IL-10 dan TGF-β, efek anti-inflamasi / anti-
angiogenik dari propolis dapat juga dikaitkan dengan modulasi sitokin TGF-β1
Vijay , 2013 ; Neiva et al, 2014 ; Bufalo et al, 2014 ; Jose MS, 2016).
Komponen dari propolis sebagai terapi telah dipelajari. Flavonoid, asam
fenolik seperti asam caffeic phenethyl ester (CAPE), dan ester merupakan senyawa
yang paling aktif secara biologi. Senyawa ini mempunyai efek pada bakteri, jamur
dan virus dan juga sebagai anti-inflamasi, antioksidan, imunomodulator,
penyembuhan luka, antiproliferatif dan kegiatan antitumor. Aktivitas anti-inflamasi
dari propolis tampaknya dikaitkan dengan kehadiran flavonoid, terutama galangin
dan quercetin. flavonoid ini telah terbukti menghambat aktivitas siklooksigenase
dan lipoksigenase dan mengurangi tingkat PGE2 serta pelepasan ekspresi induksi
isoform siklooksigenase-2 (COX-2). Penelitian memakai model hewan peradangan
akut dan kronis menunjukkan bahwa asam caffeic sangat penting untuk aktivitas
anti-inflamasi dari propolis karena menghambat sintesis asam arakidonat dan
menekan aktivitas enzim COX-1 dan COX-2. Selain itu, asam caffeic menghambat
ekspresi gen COX-2 dan aktivitas enzimatik myeloperoxidase, ornithine
dekarboksilase, lipoxygenase, dan tirosin kinas. Asam caffeic juga menyebabkan
aktivasi imunosupresif, menghambat peristiwa awal dan akhir dari aktivasi sel T
dan pelepasan sitokin seperti IL-2 dengan cara tidak spesifik penghambatan saluran
ion. Chrysin, terisolasi flavonoid dari propolis, tampaknya juga menekan ekspresi
23
COX-2 dengan menghambat faktor nuklir untuk IL-6 ( Vijay, 2013 ; Joanna et al
2018).
Asam caffeic phenethyl ester (CAPE), komponen aktif yang terdapat dalam
propolis, berfungsi menghambat sitokin dan produksi kemokin, proliferasi sel T dan
produksi limfokin yang menyebabkan penurunan proses inflamasi. Mekanisme ini
melalui jalur sinyal NF-kB . CAPE adalah inhibitor poten aktivasi faktor nuklir -
κB (NFkB) () dan penghambatan NF-kB mengakibatkan ekspresi dari COX-2
berkurang () dan menghambat NO dengan cara menghalangi aktivasi INOS.
Aktivitas antioksidan propolis terutama kandungan flavonoid (caffeic acid
phenethyl ester/CAPE) (Joanna et al, 2018), flavonoid mempunyai kemampuan
mengurangi pembentukan radikal bebas dan peroksidasi lipid. CAPE sepenuhnya
menghalangi produksi ROS pada neutrofil manusia dan dalam sistem xanthine /
xanthine oxidase pada konsentrasi 10mol/L. Bagaimanapun, CAPE menginduksi
efek modulasi stres oksidatif dan sistem redoks antioksidan. Efek menguntungkan
dari CAPE pada sistem antioksidan adalah mengatur peroksidasi lipid, NO, CAT,
GSH-Px, dan SOD (Mai et al, 2014). Zat aktif utama lainnya dari propolis adalah
kuersetin. Kuersetin dapat mengurangi produksi nitric oxide (NO) yang di induksi
lipopolisakarida, ekspresi inducible nitric oxide synthase (iNOS), dan pelepasan
TNF-α serta IL-6. Kuersetin sangat mengurangi aktivasi mitogen-activated protein
kinases (MAPK) dan NF-κB, suatu kompleks faktor transkripsi yang sangat
berperan dalam ekspresi gen-gen pro-inflamasi (Vijay, 2013 ; Mei et al, 2019 ;
Joanna et al, 2018).
24
BAB 3
MyD88
edotel HEPATOSIT
25
Apoptosis
Keterangan :
: menghambat : Menurunkan
Proses inflamasi pada sinusparanasal yang dilepas oleh bakteri (LPS) akan
menyebabkan obstruksis osteum sinus, obtruksi osteum sinus akan mengakibatkan
aerasi dan draenasi terganggu yang pada akhirnya terjadi hipoksia. Hipoksia dan
inflamasi yang berlebihan memicu aktivitas NF-κB/MAPK. NF-κB /MAPK yang
meningkat akan mengakibatkan stress oksidatif dan memproduksi sitokin
proinflamasi antara lain TNF α, IL-6, IL-8.
TNF-α akan merangsang endotel sehingga endotel akan mengekspresikan
E-selektin, dimana E-selektin akan mengikat PMN . E-selektin yang mengikat
PMN juga mengakbatkan aktivasi caspase-1 sehingga terjadi apoptosis sel di
sinusparanasal yang akhirnya terjadi kerusakan mukosa sinusparanasal. IL-6 akan
terikat dengan reseptornya yang ada dihepatosit menyebabkan aktivitas CRP, CRP
akan meningkatkan ROS yang akhirnya terjadi apoptosis yang mengakibatkan
kerusakan epitel sinus paranasal
Dengan demikian dengan menghambat aktivitas NFB maka proses
inflamasi di sinus mukosa akan terhambat.Propolis terutama kandungan
flavonoidnya yaitu CAFE dan kuersetin, memiliki aktivitas anti inflamasi dan anti
oksidan sehingga mampu melindungi proses oksidasi dan inflamasi yang
berlebihan. Aktivitas anti inflamasi disebabkan propolis mengandung CAFE yang
mampu menghambat aktivasi NFκB, dan kuersetin yang terkandung dalam propolis
26
juga akan mengurangi aktivasi MAPK dan NFκB, suatu kompleks faktor transkripsi
yang sangat berperan dalam ekspresi gen-gen pro-inflamasi.
3.2 Hipotesis
Hipotesis Teori
1.2.1 Ekstrak etanolisolat propolis menurunkan kadar MDA di serum, sehingga
mengurangi reaksi oksidatif dan inflamasi yang berdampak pada
penghambatan progresifitas penyakit rinosinusitis akut.
1.2.2 Ekstrak etanolisolat propolis menurunkan ekspresi IL-8 pada sinus paranasal,
sehingga berdampak pada penghambatan progresifitas penyakit rinosinusitis
akut.
1.2.3 Ekstrak etanolisolat propolis menurunkan ekspresi E- Selektin pada sinus
paranasal, sehingga berdampak pada penghambatan progresifitas penyakit
rinosinusitis akut.
1.2.4 Ekstrak etanolisolat propolis menurunkan ekspresi Caspase-1 pada sinus
paranasal, sehingga berdampak pada penghambatan progresifitas penyakit
rinosinusitis akut.
1.2.5 Ekstrak etanol isolate propolis menurunkan nekrosis sehingga berdampak
pada penghambatan progresifitas penyakit rinosinusitis akut
Hipotesis Statistik
H0 : Isolat propolis dapat menurunkan kadar MDA, E-selektin,ekspresi IL-8,
ekspresi Caspase-1 serta menurunkan nekrosis pada rinosinusitis akut
27
28
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah tikus putih jantan (Rattus Norwegians)BALB/C
umur 8 – 12 minggu, berat badan 200 – 300 gram yang memenuhi kriteria inklusi
dan kriteria eksklusi.
29
Kriteria inklusi :
1. Tikus putih jantan(Rattus Norwegians) BALB/C sehat yaitu tikus putih
jantan dengan kondisi mata bersinar, bulu tidak kusam, aktif dan nafsu
makan baik (Kusumawati, 2004).
2. Umur 3 – 4 bulan.
3. Berat badan 200 – 300 gram.
Kriteria eksklusi :
1. Tikus putih jantan(Rattus Norwegians) BALB/C mati saat penelitian.
Hewan coba model penyakit rinosinusitis akut mendapatkan injeksi
intraperitonial dan intranasal campuran filtrat kultur dan ekstrak micelial dari
Lipopolisakarida.
Karena 2 sulit ditaksir dari literatur, studi yang sama sebelumnya atau studi
pendahuluan oleh peneliti, maka diasumsikan 2 2, sehingga hasilnya n=(Z½ +
Z)2
n = (1,645 + 0,842)2 = 6,185 dibulatkan menjadi 7
Keterangan:
n = besar sampel masing-masing kelompok
Z½ = nilai standar normal, yang besarnya tergantung
Bila = 0,05 Z½ = 1,645
Z = nilainya tergantung yang ditentukan (berdasarkan tabel)
= error untuk menerima H0, bila H0 salah
Bila = 0,08 Z = 0,842
= selisih antara rerata variabel terapi dan kontrol yang diharapkanoleh
peneliti
= standar deviasi
30
Berdasar rumus tersebut didapatkan jumlah sampel minimal adalah tujuh di
tambah 10% sebagai cadangan. Dalam penelitian ini digunakan delapan ekor
tikus putih jantan (Rattus Norwegians) untuk setiap kelompok observasinya,
sehingga telah memenuhi batas minimal sampel.
31
(prekursor mieloid, Natural Killer (NK) sel, neutrofil, eosinofil,sel mast,
berbagai jaringan (fibroblast, sel endotelial, sel epitelial), termasuk sel
tumor.Kadar IL-8 diperiksa dengan tehnik Imunohistokimia dengan rentang
nilai 7,8 pg/ml-500 pg/ml. Skala ukur berupa numerik.
3. E-selektin
E-selektin adalah molekul adhesi sel yang diekspresikan hanya pada sel
endotel yang diaktifkan oleh sitokin dan berperan penting dalam inflamasi.
Penilaian positifitas ekspresi E-selektin menggunakan pemeriksaan
imunohistokimia dengan antibodi monoklonal terhadap E-selektin. Cara ukur
dinilai secara kuantitatif, visual dengan mikroskop cahaya pembesaran 400x
terhadap 100 sel makrofag sebagai sel yang mengekspresikan E-selektin.
Kemudian dihitung jumlah sel-sel tersebut yang imunoreaktif tercat coklat
perak, pada membran sel. Jumlah semua sel imunoreaktif yang ditemukan
kemudian dijumlahkan dan selanjutnya dimasukkan sebagai data. Skala data
berupa numerik.
4. Caspase-1
32
diambil dan ditambahkan 400µl asam tiobarbiturat 0,67%. Selanjutnya sampel
divorteks dan diinkubasi dalam pemanas air pada suhu 960c selama 10 menit
kemudian angkat dan dinginkan pada suhu ruang. Kemudian baca serapan pada
panjang gelombang 530nm”.Skala data berupa numerik
6. Nekrosis mukosa sinus paranasal
Nekronis merupakan bentuk cedera sel yang mengakibatkan kematian
prematur sel-sel pada jaringan hidup dengan autolysis.Perubahan nucleus dan
karakteristik perubahan ini ditentukan dengan cara dimana DNA-nya rusak :
Kariolisis : Kromatin inti menghilang karena kerusakan DNA oleh
degradasi.
Piknosis : nucleus menyusut dan kromatin mengalami kondensasi.
Karioreksis : nucleus yang menyusut menjadi fragmen untuk
menyelesaikan perubahan
Perubahan plasma juga terlihat pada nekrosis. Membran plasma
muncul terputus putus ini disebabkan oleh blebbing sel dan
hilangnya mikrovili.
33
4.6. Alur Penelitian
1.
Tikus
Rinosinusitis Akut
2. TIKUS
Aklimatisasi
Rinosinusitis Kronik
24 ekor tikus terinfeksi
Umur 3-4 bulan
Berat badan ± 200-300 gr
P2 P3 P4
P1 8 ekor 8 ekor 8ekor
8 ekor Jaringan sinus Jaringan sinus Jaringan
paranasal paranasal sinusparanasal
Sonde Aquabidest Infeksi Sonde EEP 50 mg.kgBB-1 Sonde EEP 100 mg.kgBB-1
0,2 cc perhari perhari perhari
20 hari 20 hari 20 hari
20 hari
Analiasa Data
34
DAFTAR PUSTAKA
Adam SD, et al. 2016. Prevalence of Polyp Reccurence After Endoscopic Sinus
Surgery for Chronic Rhinosinusitis with Nasal Polyposis. The
Laryngoscope, 127 (3) : 550 – 555
Aygün FO, Akçam FZ, Kaya O, Ceyhan BM, Sütçü R, 2012. Caffeic acid phenethyl
ester modulates gentamicin-induced oxidative nephrotoxicity in kidney of
rats.Biol Trace Elem Res 145(2):211–6.
Bassiouni A, Wormald PJ. 2013. Role of Frontal Sinus Surgery in Nasal Polyp
Recurrence. Laryngoscope, 123(1): 36 - 41
Bruce KT, Robert CK, Robert PS, Brian SS, 2013.Chronic Rhinosinusitis: The
Unrecognized Epidemic. Am J Respir Crit Care Med; 188 (11): 1257 –
1277
Búfalo CM, Ana Paula BG, Bruno JC, Marjorie de AG, José MS. 2014. The
immunomodulatory effect of propolis on receptorsexpression, cytokine
production and fungicidal activity ofhuman monocytes. Journal of
Pharmacy and Pharmacology. 66 : 1497 – 1504
Candra EW, Sumarman I, Ratunanda SS, Madiadipoera T. 2013. Penurunan kadar
IL-8 sekret mukosa hidung pada rinosinusitis tanpa polip non alergi oleh
antibiotic mikrolide meningkatkan fungsi penghidu. FK Universitas
Pedjajaran-RSHS Bandung.
Chandra K, Syed SA, Abid M, Sweety R, Najam AK. 2015. "Protection Against
FCA Induced Oxidative Stress Induced DNA Damage as a Model of
Arthritis and In vitro Anti-arthritic Potential of Costus speciosus Rhizome
35
Extract". International Journal of Pharmacognosy and Phytochemical
Research. 7 (2): 383–389.:
Carl MP et al, 2018. Prevalence of asthma, aspirin sensitivity and allergy in chronic
rhinosinusitis: data from the UK National Chronic Rhinosinusitis
Epidemiology Study. Respiratory Research; 19 : 129
Chen YT, Chien CY, Tai SY, Huang CM, Lee CT. 2016. Asthma associated with
chronic rhinosinusitis: a population-based study. Int Forum Allergy
Rhinol;6:1284–1293.
Claus B et al, 2014. ICON: chronic rhinosinusitis. World Allergy Organ Journal; 7:
25
Doitsh G, Galloway NL, Geng X, Yang Z, Monroe KM, Zepeda O, et al. 2014. Cell
death by pyroptosis drives CD4 T-cell depletion in HIV-1
infection. Nature 505 (7484): 509–14.
Diding HP,Ida Nurwati, Sri Hartati Hadinoto, Martini. Ekstrak Etanol Propolis
Meningkatkan Kadar sRAGE Serum Mencit Model Kaki Diabetik. Jurnal
Bahan Alam Indonesia, 2013b; 8(6):389-94).
Esra Bisben et al. 2012. Oxidative Stress and Antioxidant Defense. World Allergy
Organization Journal ;5(1) : 9 – 19
Farooqui T dan Farooqui AA. 2012. Beneficial effects of propolis on human health
and neurological diseases. Front Biosci ( Elite ED ). 4 : 773 - 93
Fokkens WJ et al, 2012. European pasition paper on rhinosinusitis and nasal polyps
2012. A summary for otorhinolaryngologists. Rhinology; 50 (1): 1 – 12
36
Hopkins C, Andrews P, Holy CE. 2015. Does time to endoscopic sinus surgery
impact outcomes in chronic rhinosinusitis? Retrospective analysis using
the UK clinical practice research data. Rhinology;53:18–24.
Hulse EW et al. 2015. Pathogenesis of nasal polyposis. Journal of the British
Sociaty for Allergy and Clinical Immunology; 45 (2): 328-346
Hyun JM et al, 2014. Level of Secreted HMGB 1 Correlates With Severity of
Inflammation in Chronic Rhinosinusitis. Laryngoscope; 125: E 225 - 230
Hyung-JC, Chang HK. 2018. Oxygen matters: hypoxia as a pathogenic mechanism
in rhinosinusitis. BMB Rep; 51(2): 59-64
Jin M et al, 2011. Developing a mouse model of acute bacterial rhinosinusitis. Eur
Arch Otorhinolaryngol. Jun; 268(6): 857-61
Juang M et al, 2013.The Development of Nasal Polyp Disease Involves Early Nasal
Mucosal Inflammation and Remo. delling. PloS One; 8 (12): e 82373
Kathrin S , Martin W. 2016. Cytokine Patterns and Endotypes in Acute and Chronic
Rhinosinusitis. Curr Allergy Asthma Rep : 16 - 23
37
Li Huying, Cai Yen, Xie Ping, Li Guangyu, Hao Le, Xiong Qian, 2013.
Identification and Expression Profiles of IL-8 in Bighead Carp
(Aristitichthys nobbilis) in Response to Microcystin-LR. Arch Environ
Contam Toxicol. 65: 537-545
Mai FT.2014. Caffeic acid phenethyl ester : A review of its antioxidant activity,
protective effects against ischemia-repurfusion injury and drug adverse
reaction. Critical Reviews on Food Science and Nutrition. Doi:
10.1080/10408398. 2013. 821967
Marcelo F. 2017. The use of Brazilian propolis for discovery and development of
novel anti-inflammatory drugs. European Journal of Medicinal Chemistry.
06.050
Mc Chuaig S, Martin J. 2013. How the airway smooth muscle in cystic fibrosis
reacts in proinflammatory conditions: implications for airway
hyperresponsive and asthma in cystic fibrosis. The Lancet Respiratory
Medicine Volume 1, Issue 2: 137 - 147
Meng XM, Tang PM, Li J, Lan HY, 2015. TGF-β/Smad signaling in renal
fibrosis.Front Physiol. Mar 19;6:82.
Min JY, Dhong HJ, 2013. The Role of Epithelium in the Pathophysiology of
Chronic Rhinosinusitis: An Update. J Rhinol 20 (1)
Mingjie W et al. 2015. Differing roles for TGF- β_/Smad signaling in osteitis in
chronic rhinosinusitis with and without nasal polyps. American Journal of
Rhinology & Allergy ; 29: e 152-159
38
protocol for a randomized controlled trial. Medicine (Baltimore) ; 97(25):
e11196.
Momoko N. 2005. Classical and Alternative NF-κB Activation Pathways and Their
Roles in Lymphoid Malignancies. Journal of Clinical and Experimental
Hematopathology; 1: 15-24
Monroe KM et al. 2014. IFI16 DNA sensor is required for death of lymphoid CD4
T cells abortively infected with HIV. Science 343 (6169): 428–32.
Neiva KG, Catalfamo DL, Holliday S, Wallet SM, Pileggi R. 2014. Propolis
Decreases Lipopolysaccharide-induced inflammatory madiators in pulp
cells and osteoclast. Dent Tarumatol. 30: 362-367
Ozgul T, Sevsen K, Selim SE. 2014. Oxidative Stress and Nasal Polyposis; Does it
affect the severity of the disease ?. American Journal of Rhinology &
allergy; 28: e1 – e4
Richard AW, Jon T, Eva EQ. 2014. Computational Models of the NF-_B Signalling
Pathway. Computation; 2 :131-158
39
Shi JB et al, 2015. Epidemiology of chronic rhinosinusitis: results form a cress-
sectional survey in seven Chinese cities. Allergy; 70(5): 533-9
Smith KA, Orlandi RR, Rudmik L. 2015.Cost of adult chronic rhinosinusitis: a
systematic review. Laryngoscope;125:1547–56.
Sumit B, Leslie C, Grammer MD, Anju T, Peters MD. 2016. Infectious Chronic
Rhinosinusitis. Journal Allergy Clin Immunol Pract; 4: 584 – 9
T. Rahman et al. 2012. Oxidative stress and human health. Advances in Bioscience
and Biotechno;ogy,3. 997-1019
Toreti VC, Sato HH, Pastore GM, Park YK. 2013. Recent Progress of Propolis for
its Biological and Chemical Compositions and its Botanical Origin. Evid
Based Complement Alternat Med : 1 – 13
Vijay DW. 2013. Propolis: A Wonder Bees Product and Its Pharmacological
Potentials. Advances in Pharmacological Science. Vol 2013. Article ID
308249
Vincenzo Z et al. 2017. Effect of Green and Brown Propolis Extracts on the
Expression Levels of microRNAs and Proteins, Related to Oxidative
Stress. Journal Nutriens. 9, 1090
40
Yang L, Seki E, 2012. Toll like receptors in liver fibrosis: cellular crosstalk and
mechanism. Front Physol; 3: 138
Yan JW et al. 2014. NLRP3 Inflammasome Sequential Changes in Staphylococcus
aureus-Induced Mouses Model of Acute Rhinosinusitis. Int. J.Mol. Sci, 15:
15806-15820
41