Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belekang


Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Gangguan telinga
yang paling sering adalah infeksi eksterna dan media. Sering terjadi pada anak-
anak dan juga pada orang dewasa (Soepardi, 1998). Otitis media juga merupakan
salah satu penyakit langganan anak. Prevalensi terjadinya otitis media di seluruh
dunia untuk usia 10 tahun sekitar 62 % sedangkan anak-anak berusia 3 tahun
sekitar 83 %. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75 % anak mengalami minimal 1
episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka
mengalaminya 3 kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25 % anak mengalami
minimal 1 episode sebelum usia 10 tahun ( Abidin, 2009. Di negara tersebut otitis
media paling sering terjadi pada usia 3-6 tahun
Otitis media kronik adalah keradangan kronik yang mengenai mukosa dan
struktur tulang di dalam kavum timpani. Otitis media kronik dalam masyarakat
Indonesia dikenal dengan istilah ini merupakan penyakit yang biasa yang nantinya
akan sembuh sendiri. Penyakit ini pada umumnya tidak memberikan rasa sakit
kecuali apabila sudah terjadi komplikasi congek, teleran atau telinga berair.
Prevalensi OMK di dunia berkisar antara 1 sampai 46 % pada komunitas
masyarakat kelas menengah ke bawah di negara-negara berkembang. Adanya
prevalensi OMK lebih dari 1% pada anak-anak di suatu komunitas menunjukkan
adanya suatu lonjakan penyakit, namun hal ini dapat diatasi dengan adanya
pelayanan kesehatan masyarakat.
Otitis media kronik terjadi secara perlahan-lahan namun dalam jangka
waktu yang lama. Dengan demikian, dalam penanganannya memerlukan suatu
kecermatan dan ketepatan agar dapat dicapai penyembuhan yang maksimal

1
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari telinga ?
2. Bagaimana sistem persarafan pada telinga?
3. Bagaimana patofisiologi Otitis Media Kronik?
4. Bagaimana terapi farmakologis dan nonfarmakologisnya?
5. Bagaimana Asuhan keperawatan Otitis Media Kronik?
6. Bagaimana cara rehabilitasi pada Otitis Media Kronik?
7. Bagaimana Isu Keperawatan pada penyakit OMK ?

1.3 Tujuan
a. Tujuan umum
Mahasiswa dapat memahami kelainan pendengaran pada pasien otitis
media
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memberikan pengkajian pada pasien dengan
otitis media
2. Mahasiswa mampu memberikan diagnosa pada pasien dengan
otitis media
3. Mahasiswa mampu memberikan intervensi pada pasien dengan
otitis media
4. Mahasiswa mampu memberikan implementasi pada pasien dengan
otitis media
5. Mahasiswa mampu memberikan evaluasi pada pasien dengan otitis
media

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi Telinga


Anatomi sistem pendengaran merupakan organ pendengaran dan
keseimbangan. Terdiri dari telinga luar, tengah dan dalam. Telinga manusia
menerima dan mentransmisikan gelombang bunyi ke otak dimana bunyi tersebut
akan di analisa dan di intrepretasikan. Cara paling mudah untuk menggambarkan
fungsi dari telinga adalah dengan menggambarkan cara bunyi dibawa dari
permulaan sampai akhir dari setiap bagian-bagian telinga yang berbeda.
Telinga dibagi menjadi 3 bagian :
1. Telinga luar
a. Auricula : Mengumpulkan suara yang diterima
b. Meatus Acusticus Eksternus: Menyalurkan atau meneruskan suara
ke kanalis auditorius eksterna
c. Canalis Auditorius Eksternus : Meneruskan suara ke memberan
timpani
d. Membran timpani : Sebagai resonator mengubah gelombang udara
menjadi gelombang mekanik
2. Telinga tengah
Telinga tengah adalah ruang berisi udara yang menghubungkan rongga
hidung dan tenggorokan dihubungkan melalui tuba eustachius, yang
fungsinya menyamakan tekanan udara pada kedua sisi gendang telinga.
Tuba eustachius lazimnya dalam keadaan tertutup akan tetapi dapat
terbuka secara alami ketika anda menelan dan menguap. Setelah sampai
pada gendang telinga, gelombang suara akan menyebabkan bergetarnya
gendang telinga, lalu dengan perlahan disalurkan pada rangkaian
tulang-tulang pendengaran. Tulang-tulang yang saling berhubungan ini
sering disebut "martil, landasan, dan sanggurdi" secara mekanik
menghubungkan gendang telinga dengan "tingkap lonjong" di telinga
dalam. Pergerakan dari oval window (tingkap lonjong) menyalurkan

3
tekanan gelombang dari bunyi kedalam telinga dalam. Telinga tengah
terdiri dari :
a. Tuba auditorius (eustachius): Penghubung faring dan cavum naso
faring untuk :
 Proteksi: melindungi dari kuman
 Drainase: mengeluarkan cairan.
 Aerufungsi: menyamakan tekanan luar dan dalam.
b. Tuba pendengaran (maleus, inkus, dan stapes): Memperkuat
gerakan mekanik dan memberan timpani untuk diteruskan ke
foramen ovale pada koklea sehingga perlimife pada skala vestibule
akan berkembang.
3. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari :
a. Koklea
 Skala vestibule: mengandung perlimfe
 Skala media: mengandung endolimfe
 Skala timani: mengandung perlimfe
b. Organo corti: Mengandung sel-sel rambut yang merupakan
resseptor pendengaran di membran basilaris.
Telinga dalam dipenuhi oleh cairan dan terdiri dari "cochlea" berbentuk
spiral yang disebut rumah siput. Sepanjang jalur rumah siput terdiri dari
20.000 sel-sel rambut yang mengubah getaran suara menjadi getaran-
getaran saraf yang akan dikirim ke otak. Di otak getaran tersebut akan
di intrepertasi sebagai makna suatu bunyi. Hampir 90% kasus gangguan
pendengaran disebabkan oleh rusak atau lemahnya sel-sel rambut
telinga dalam secara perlahan. Hal ini dikarenakan pertambahan usia
atau terpapar bising yang keras secara terus menerus. Gangguan
pendengaran yang diseperti ini biasa disebut dengan sensorineural atau
perseptif. Hal ini dikarenakan otak tidak dapat menerima semua suara
dan frekuensi yang diperlukan untuk - sebagai contoh mengerti
percakapan. Efeknya hampir selalu sama, menjadi lebih sulit

4
membedakan atau memilah pembicaraan pada kondisi bising. Suara-
suara nada tinggi tertentu seperti kicauan burung menghilang
bersamaan, orang-orang terlihat hanya seperti berguman dan anda
sering meminta mereka untuk mengulangi apa yang mereka katakan.
Hal ini dikarenakan otak tidak dapat menerima semua suara dan
frekuensi yang diperlukan untuk sebagai contoh mengerti percakapan.
Contoh kecil seperti menghilangkan semua nada tinggi pada piano dan
meminta seseorang untuk memainkan sebuah melodi yang terkenal.
Dengan hanya 6 atau 7 nada yang salah, melodi akan sulit untuk
dikenali dan suaranya tidak benar secara keseluruhan. Sekali sel-sel
rambut telinga dalam mengalami kerusakan, tidak ada cara apapun yang
dapat memperbaikinya. Sebuah alat bantu dengar akan dapat membantu
menambah kemampuan mendengar anda. Andapun dapat membantu
untuk menjaga agar selanjutnya tidak menjadi lebih buruk dari keadaan
saat ini dengan menghindari sering terpapar oleh bising yang keras.

Fisiologi dari telinga adalah getaran suara ditangkap oleh telinga yang
dialirkan ke telinga dan mengenai memberan timpani, sehingga memberan
timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang
berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes menggerakkan perilimfe dalam
skala vestibui kemudian getaran diteruskan melalui Rissener yang mendorong
endolimfe dan memberan basal ke arah bawah, perilimfe dalam skala timpani
akan bergerak sehingga tingkap bundar (foramen rotundum) terdorong kearah
luar.
Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion kalium dan ion
Na menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang N.VIII yang kemudian
neneruskan ransangan ke pusat sensori pendengaran di otak melalui saraf pusat
yang ada di lobus temporalis.

5
2.2 Persarafan pada Telinga
Suara atau bunyi yang masuk ditangkap oleh daun telinga, kemudian
diteruskan kedalam liang telinga luar yang akan menggetarkan gendang telinga.
Getaran ini akan diteruskan dan diperkuat oleh tulang-tulang pendengaran yang
saling berhubungan yaitu malleus, incus dan stapes. Stapes akan menggetarkan
tingkap lonjong (oval window ) pada rumah siput yang berhubungan dengan scala
vestibuli sehingga cairan didalamnya yaitu perilimf ikut bergetar.
Getaran tersebut akan dihantarkan ke rongga dibawahnya yaitu scala media yang
berisi endolimf sepanjang rumah siput. Didalam scala media terdapat organ corti
yang berisi satu baris sel rambut dalam (Inner Hair Cell) dan tiga baris sel rambut
luar (Outer Hair Cell) yang berfungsi mengubah energi suara menjadi energi
listrik yang akan diterima oleh saraf pendengaran yang kemudian menyampaikan
atau meneruskan rangsangan energi listrik tersebut kepusat sensorik mendengar di
otak sehingga kita bisa mendengar suara atau bunyi tersebut dengan sadar.
Diperlihatkan bahwa serabut dari ganglion spiralis organ corti masuk ke
nukleus koklearis yang terletak pada bagian atas medulla oblongata. Pada tempat
ini semua serabut bersinaps dan neuron tingkat dua berjalan terutama ke sisi yang
berlawanan dari batang otak dan berakhir di nukleus olivarius superior. Beberapa
serabut tingkat kedua lainnya juga berjalan ke nukleus olivarius superior pada sisi
yang sama. Dari nukleus tersebut, berjalan ke atas melalui lemniskus lateralis.
Beberapa serabut berakhir di nukleus lemniskus lateralis, tetapi sebagian besar
melewati nukleus ini dan berjalan ke kolikulus inferior, tempat hampir semua
serabut pendengaran bersinaps. Dari sini neuron berjalan ke nukleus genikulatum
medial, tempat semua serabut bersinaps. Akhirnya, neuron berlanjut melalui
radiasio auditorius ke korteks auditorik, yang terutama terletak pada girus superior
lobus temporalis.
Beberapa tempat penting harus dicatat dalam hubunganya dengan lintasan
pendengaran pertama implus dari masing-masing telinga dihantarkan melalui
lintasan pendengaran kedua batang sisi otak hanya dengan sedikit lebih banyak
penghantaran pada lintasan kontralateral. Kedua, banyak serabut kolateral dari

6
traktus audiorius berjalan langsung ke dalam system retikularis batang otak
sehingga bunyi dapat mengaktifkan keseluruhan otak

2.3 Penyakit Otitis Media Kronik


2.3.1 Definisi Otitis Media Kronik (OMK)
Otitis media kronis adalah infeksi menahun pada telinga tengah. Kondisi
yang berhubungan dengan patologi jaringan irrefersibel dan biasanya disebabkan
oleh episode berulang otitis media akut yang tak tertangani. Otitis media adalah
proses peradangan ditelinga tengah dan mastoid yang menetap >12 minggu. Otitis
media kronik adalah peradangan telinga tengah yang gigih, secara khas untuk
sedikitnya 1bulan. Orang awam biasanya menyebut congek (Alfatih, 2007).

2.3.2 Etiologi
Otitis media kronis terjadi akibat adanya lubang pada gendang telinga
(perforasi) (Mediastore, 2009). Perforasi gendang telinga bisa disebabkan oleh:
otitis media akut penyumbatan tuba eustacius cedera akibat masuknya suatu benda
ke dalam telinga atau akibat perubahan tekanan udara yang terjadi secara tiba-tiba
luka bakar karena panas atau zat kimia. Bisa juga disebabkan, antara lain:
1. Stapilococcus
2. Diplococcus pneumonie
3. Hemopilus influens
4. Gram Positif : S. Pyogenes, S. Albus
5. Gram Negatif : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli.
6. Kuman anaerob : alergi, diabetes mellitus, TBC paru.
Sedangkan penyebab lain, yaitu:
1. Lingkungan
Kelompok sosial ekonomi rendah memiliki insiden OMK lebih tinggi.
2. Genetik
Luasnya sel mastoid yang dapat dikaitkan dengan faktor genetik.
Sistem-sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media.

7
3. Riwayat otitis media sebelumnya
Otitis media kronik merupakan kelanjutan dari otitis media akut atau
otitis media dengan efusi, tapi tidak diketahui
4. Infeksi
Organisme yang terutama dijumpai adalah bakteri Gram (-), flora tipe
usus, dan beberapa organisme lainnya.
5. Infeksi saluran nafas atas
Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah
menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme
yangs ecara normal berada dalam telinga tengah, sehingga
memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Memiliki insiden lebih besar terhadap OMK.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih
tinggi dibanding yang bukan alergi.
8. Gangguan fungsi tuba eustacius
Pada telinga yang inaktif berbagai metoda telah digunakan untuk
mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan
bahwa tidak mungkin mengembalikan tekanan menjadi negatif.

2.3.3 Klasifikasi
1. Otitis Media Kronik (OMK) tipe benigna
2. Otitis Media Kronik (OMK) dengan kolesteatoma

2.3.4 Manifestasi Klinis


Gejala berdasar tipe Otitis Media Kronik:
1. Otitis Media Kronik (OMK) tipe benigna
Gejala berupa discharge mukoid yang tidak terlalu berbau busuk,
ketika pertama kali ditemukan bau busuk mungkin ada tetapi dengan

8
pembersihan dan penggunaan antibiotik lokal biasanya cepat hilang,
discharge mukoid dapat konstan atau intermitten.
Gangguan pendengaran konduktif selalu di dapat pada pasien
dengan derajat ketulian tergantung beratnya kerusakan tulang-tulang
pendengaran dan koklea selama infeksi nekrotik akut pada awal
penyakit. Perforasi membran timpani terbatas pada mukosa sehingga
membran mukosa menjadi berbentuk garis dan tergantung derajat
infeksi membran mukosa dapat tipis dan pucat atau merah dan tebal,
kadang suatu polip di dapat tapi mukoperiosteum yang tebal dan
mengarah pada meatus menghalangi pandangan membran timpani dan
telinga tengah sampai polip tersebut diangkat. Discharge terlihat
berasal dari rongga timpani dan orifisium tuba eustachius yang
mukoid dan setelah satu atau dua kali pengobatan lokal bau busuk
akan berkurang. Cairan mukus yang tidak terlalu bau, datang dari
perforasi besar tipe sentral dengan membran mukosa yang berbentuk
garis pada rongga timpani merupakan diagnosa khas pada OMKS tipe
benigna.

2. Otitis Media Kronik (OMK) dengan kolesteatoma


Kolesteatoma atau benjolan mutiara (tumor mutiara) disebabkn
oleh pertumbuhan kulit liang telinga atau lapisan epitel gendang
telinga yang masuk ke telinga tengah atau mastoid. Mengenai
patogenesisnya secara tepat, dalam kurun waktu bertahun- tahun, ada
banyak spekulasi serta banyak macam teori.
Kolesteatoma dapat tumbuh masuk mellui pars flakisda(membrn
shrapnell) maupun melalui pars tensa. Selaput gendang telinga
mendesak ke dalam dan melekat pada dinding medial atik atau dengan
rangkaian tulang pendengaran. Akibatnya timbul retraksi berupa
kantong pada gendang telinga, karena epitel mati tertimbun secara
berlapis. Sumbatan debris yang demikian tidak dapat lagi tumbuh
secra alami keluar bersama bersama gendang telinga, sehimgga

9
seolah-olah terperangkap dalam struktur telinga tengah. Akibat
penimbunan epitel yang progresif itu sumbatan jaringan memberi
tekanan pada tulang sekitarnya, sehingga lama-lama jaringan tulang
ini pun mengalami erosi. Kadang-kadang, proses ini berjaln tanda
gejala, namun sering timbul infeksi sekunder dengan keluhan
mengeluarkan cairan telinga yang berbau, gangguan pendengaran,
atau komplikasi yang disebaban oleh kerusakan yang disebabkan oleh
kerusakan pada n. Fasialis atau labirin. Pada pemeriksaan otoskopi,
ditemukan debris epitel dalam liang telinga. Di belakangnya tampak
kolesteatoma dengan sisik kreatin putih. Kadang-kadang, tampak
granulasi atau polip di dalam lubang perforasi (kadang-kadang disebut
pertanda polip).
Kolesteatoma dapat tumbuh ke dalam os petrosum, bahkan
intrakranial. Rasa pusing yang di provokasi oleh tekanan pada liang
telinga luar merupakan tanda bahwa ada hubungan terbuka dengan
labirin.(gejala fistula positif). Pengobatan koleasteatoma hampir
mengeluarkannya secara operatif. Pad pasien usia lanjut, pada
umumnya pembentukan kolesterol lambat. Lekukan yang berup
kantong itu dapat di bersihkan di bawah mikroskop dengan alat
penghisap secara teratur.
Adapula bentuk koleasteotoma “primer”, disebut koleasteotoma
kongenital, yang terbentuk dari sel-sel benih (kiembladcellen) dalam
os petrosis yang dalam sekali. Dalam hal ini tidak tampak adanya
lubang perrforasi pada gendang telinga.

2.3.5 Patofisiologi
Ada celah/ liang tengah yang pneumatisasinya terhalang. Diduga tuba
eustachius tidak berhasil membuka secukupnya sehingga tekanan udara diruang
kedua sisi gendang telinga tengah lebih rendah dari pada udara telinga luar. Otitis
media yang berulang akan menghancurkan pars tensa dan tulang pendengaran,
luasnya kerusakan tergantung dari berat dan seringnya penyakit kambuh.

10
Prosessus longus inkus menderita paling dini karena aliran darah kedaerah ini
berkurang. Infeksi sekunder oleh bakteria dari liang telinga luar menyebabkan
keluarnya cairan yang menetap.

2.3.6 Pemeriksaan Diagnostik


1. Otoskop, dilakukan untuk menegakkan diagnosis berdasarkan gejala
dan hasil pemeriksaan telinga dengan.
2. Pembiakan terhadap cairan yang keluar dari telinga, berfungsi untuk
mengetahui organisme penyebabkan otitis media kronik (OMK)
3. Rongen mastoid atau CT scan kepala untuk mengetahui adanya
penyebaran infeksi ke struktur disekeliling telinga.
4. Tes Audiometri dilakukan untuk mengetahui adanya penurunan
pendengaran
5. X-ray dikukan terhadap kalestatoma dan kekaburan mastoid.

2.3.7 Komplikasi
Menurut Shangbough (2003) komplikasi OMK terbagi atas:
a. Komplikasi Intratemporal
 Perforasi membran timpani
 Mastoiditis akut
 Parese nervus fasialis
 Labrinitis
 Petrositis
b. Komplikasi Ekstratemporal
 Abses subperiosteal
c. Komplikasi Intrakranial
 Abses otak
 Tromboflebitis
 Hidrocepalus otikus
 Empiema subdural/ ekstradura

11
2.4 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat
1) Identitas Pasien
2) Riwayat adanya kelainan nyeri
3) Riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang
4) Riwayat alergi.
5) OMA berkurang.

b. Pengkajian Fisik
1) Nyeri telinga
2) Perasaan penuh dan penurunan pendengaran
3) Suhu Meningkat
4) Malaise
5) Nausea Vomiting
6) Vertigo
7) Ortore
8) Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium.

c. Pengkajian Psikososial
1) Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
2) Aktifitas terbatas
3) Takut menghadapi tindakan pembedahan.
d. Pemeriksaan Diagnostik
1) Tes Audiometri : AC menurun
2) X ray : terhadap kondisi patologi. Misal : Cholesteatoma,
kekaburan mastoid.
e. Pemeriksaan pendengaran
1) Tes suara bisikan
2) Tes garputala

12
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan persepsi/sensoris berhubungan dengan gangguan
lewatnya gelombang suara.
Tujuan : Persepsi / sensoris baik.
Kriteria hasil : Klien akan mengalami peningkatan
persepsi/sensoris pendengaran sampai pada
tingkat fungsional.
INTERVENSI RASIONAL
 Ajarkan klien untuk  Keefektifan alat pendengaran
menggunakan dan merawat alat tergantung pada tipe
pendengaran secara tepat. gangguan/ketulian, pemakaian
serta perawatannya yang
tepat.
 Instruksikan klien untuk  Apabila penyebab pokok
menggunakan teknik-teknik yang ketulian tidak progresif, maka
aman sehingga dapat mencegah pendengaran yang tersisa
terjadinya ketulian lebih jauh. sensitif terhadap trauma dan
infeksi sehingga harus
dilindungi.
 Observasi tanda-tanda awal  Diagnosa dini terhadap
kehilangan pendengaran yang keadaan telinga atau terhadap
lanjut. masalah-masalah
pendengaran rusak secara
permanen.
 Instruksikan klien untuk  Penghentian terapi antibiotika
menghabiskan seluruh dosis sebelum waktunya dapat
antibiotik yang diresepkan (baik menyebabkan organisme sisa
itu antibiotik sistemik maupun berkembang biak sehingga
lokal). infeksi akan berlanjut.

13
b. Gangguan harga diri rendah b.d stigma berkenaan dengan
kondisi
Kriteria Hasil : Diharapkan gangguan harga diri klien teraba

INTERVENSI RASIONAL
 Kaji luasnya gangguan persepsi  Menentukan faktor- faktor
dan hubungan derajat secara individu dalam
kemampuannya mengembangkan intervensi
 Dorong klien untuk  Mungkin punya perasaan
mengeksplorasi perasaan tentang tidak realistik saat dikritik
kritikan orang dan perlu mempelajari

c. Cemas berhubungan dengan prosedur operasi, diagnosis,


prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan
penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi.
Tujuan : Rasa cemas klien akan berkurang/hilang.
Kriteria hasil : Klien akan mengalami peningkatan
persepsi/sensoris pendengaran sampai pada tingkat fungsional.

INTERVENSI RASIONAL
 Diskusikan mengenai kemungkinan  Menunjukkan kepada klien
kemajuan dari fungsi bahwa dia dapat
pendengarannya untuk berkomunikasi dengan
mempertahankan harapan klien efektif tanpa menggunakan
dalam berkomunikasi. alat khusus, sehingga dapat
mengurangi rasa cemasnya.

 Berikan informasi mengenai klien  Harapan-harapan yang tidak


yang juga pernah mengalami realistik tiak dapat
gangguan seperti yang dialami mengurangi kecemasan,
klien danmenjalani operasi justru malah menimbulkan
ketidak percayaan klien
terhadap perawat.

14
 Berikan informasi mengenai  Memungkinkan klien untuk
sumber-sumber dan alat-lat yang memilih metode
tersedia yang dapat membantu komunikasi yang paling
klien (persiapan preoperasi, tepat untuk kehidupannya
intraoperasi dan post opersi) sehari-hari disesuaikan
dnegan tingkat
keterampilannya sehingga
dapat mengurangi rasa
cemas dan frustasinya.

 Berikan support sistem (perawat,  Dukungan dari bebarapa


keluarga atau teman dekat dan orang yang memiliki
pendekatan spiritual) pengalaman yang sama
akan sangat membantu
klien.

 Reinforcement terhadap potensi  Agar klien menyadari


dan sumber yang dimiliki sumber-sumber apa saja
berhubungan dengan tindakan yang ada disekitarnya yang
operasinya. dapat mendukung dia untuk
berkomunikasi.

2.5 Terapi
2.5.1 Terapi Non Farmakologi
a. Pemberian healt education dengan tidak mengorek telinga, tidak
memasukkan air ke dalam telinga saat mandi, tidak berenang saat fase-
fase pengobatan.
b. Pembersihan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga).
Hal ini dilakukan agar lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media
yang baik bagi perkembangan mikroorganisme
2.5.2 Terapi Farmakologi
a. Pemberian antibiotik topikal
Antibiotik topikal berupa Polimiksin B atau polimiksin E, Neomisin,
Kliramfenikol, Koli 96%,
b. Pemberian antibiotik sistemik
Diberikan berdasarkan kultur kuman penyakit. Pemberian antibiotika
tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus.

15
2.6 Rehabilitasi
Rehabilitasi aurel bila kehilangan pendengaran bersifat permanen dan tak
membaik terhadap intervensi medis maupun bedah atau bila pasien memilih untuk
tidak menjalani pembedahan maka rehabilitasi aural mungkin bermafaat. Maksud
rehabilitasi aural adalah untuk memaksimalkan ketrampilan komunikasi seseorang
dengan gangguan pendengaran. Rehabilitasi aural meliputi pelatihan auditori,
membaca bicara, pelatihan bicara dan menggunaan alat dengar. Pelatihan auditori
menekankan ketrampilan menenggar sehingga seseorang dengan gangguan
pendengaran dapat berkonsentrasi pada pembicara. Membaca bicara (dulu dikenal
sebagai membaca bibir) dapat membantu celah kata yang mungkin terlewati,
namun beberapa kata terdengar dan tampak serupa (misalnya kata yang berawal
dengan suara b, m dan p). pelatihan bicara berusaha mempertahankan,
mengembangkan dan mencegah memburuknya ketrampilan bicara sekarang.
Penting mengidentifikasi jenis gangguan pendengaran sehingga usaha
rehibilitasi dapat langsung ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan khusus.
Korelasi adalah mungkin satu – satunya yang dibutuhkan untuk menangani dan
meningkatkan kehilangan pendengaran konduksi. Suatu keharusan bagi pasien
untuk memperoleh jaminan audiogram dan medis oleh seorang ahli otolaringologi
sebelum pengukuran untuk pengepasan alat bantu dengar.

2.7 Isu Etik Keperawatan


2.7.1 Alat Bantu Dengar
Alat bantu dengar adalah suatu instrument dimana suara, baik wicara
maupun suara lingkungan, diterimah oleh mikrofon, kemudian dikonfersi kembali
menjadi sinyal akustik. Ada berbagai alat bantu yang tersedia untuk kehilangan
pendengaran sensorineural yang dapat mendepresi frekwensi atau nada rendah dan
menghasilkan pendengaran yang lebih baik untuk frekuensi tinggi. Suatu panduan
yang sangat berguna namun tidak terlalu kritis adalah bahwa alat bantu dengar
akan sangat membantu bagi pasien kehilangan pendengaran lebih dari 30 dB
dengan kisaran 500 sampai 5000Hz di telinga yang pendengarannya lebih baik.

16
Berbagai jenis alat bantu dengar tersedia dengan teknologi terkini dan alat bantu
tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien ( mis : jenis kehilangan
pendengaran, tangan yang lebih dominan) dari pada mereka dagangannya (tabel
57-5). Diperkiraan 98% dari semua alat bantu dengan yang tersedia di pasaran
sekang dapat berupa alat dibelakang telinga (BTE, behind-the ear), di dalam
telinga (ITE, in-the-ear), atau didalam kenalis (ITC, in-the-canal). Evolusi dalam
perkembangan alat bantu dengar menuju kearah alat bantu yang semakin kecil
dan makin efektif. Alat ahli audiologi yang bersifat yang mempunyai lisensi untuk
menjual alat bantu dengar. Di beberapa Negara diterapkan hokum perlindungan
komsumen dan alat bantu dengar bias di kembalikan setelah percobaan pemakain,
bila pasien merasa tidak terlalu puas.
Alat bantu dengar membuat suara lebih keras, tapi tidak secara
menyakinkan memreproduksi suara dan tidak memperbaiki kemampuan pasien
mendiskriminasi kata dan memahami percakapan. Oleh karena itu, orang yang
mempunyai skor diskriminasi rendah pada audiogram (mis 20%), tak banyak
memperoleh manfaat dari alat bantu dengar, alat bantu dengar mengamplifikasi
semua suara termasuk kebising di latar belakangnya, yang mungkin sangat
mengganggu pemakai. Namun ada alat bantu dengar dengan computer
didalamnya. Yang dapat mengkompensasi kebisingan later belakang atau
memungkinkan amplifikasi pada frekwensi tertentu dan bukunya semua
frekwensi. Kadang-kadang, bergantung pada jenis kehilangan pendengaran,
mungkin diindikasikan untuk alat bantu binaural (mis.., satu untukmasing-masing
telinga).
2.7.2 Asuhan Alat Bantu Dengar
Alat bantu dengar harus mendapat perawatan dengan cermat dan pemakai
harus mengetahui bagaimana melakukannya bagitu juga harus tahu apa yang
mesti dikerjakan bila alat bantu tersebut rusak. Perawat juga harus mempunyai
pengetahuan dasar perbaikan dalam waktu lama, penjual dapat meminjamkan
kepada pasien alat bantu dengar sampai perbaikan dapat diselesaikan.
Ketika tersumbat oleh alat bantu dengar, kanalis auditorius ekternus
menjadi lembab, karena udara terjebak dalam ruangan ini. Masalah medis yang

17
biasa dialami pemakaian alat bantu dengar adalah otitis eksterna dan ulkus akibat
tekanan pada kanalis meatus auditorius eksternus.

2.7.2 Alat Bantu Dengar Tertanam


Ada taiga macam alat bantu dengar tertanam (implan) yang sudah tersedia
masa kini atau dalam tahapan penelitian: implan koklear, alat konduksi tulang,
dan alat bantu dengar semitertanam. Impan koklear adalah untuk pasien dengan
sedikit atau tanpa kemampuan mendengar sama sekali. Alat konduksi tulang (mis:
audiant) mentransmisikan suara melalui tulang tengkorak ke telinga dalam.
Digunakan pada pasien dengan kehilangan pendengaran konduktif terdapat
kontraindikasi pemakaian alat bantu dengar (mis: infeksin kronik). Alat ini di
tanam di belakang telinga dibawah kulit ketulang tengkorak dan sebuah alat
eksternal yang di pakai d atas telinga.
Implant koklear. Implan koklear adalah prosthesis auditorius yang di
gunakan orang dengan kehilangan pendengaran sensorineural berat bilateral yang
tak terbantu oleh alat bantu dengar konvensional. Implan ini merupakan alat
telinga dalam yang dapat membantu seseorang mendeteksi media yang
berlingkuan suarah keras dan mungkin percakapan tertentu: tidak bias
mengembalikan pendengaran normal. Implan ini telah di rancang untuk
menghasilkan stimulasi langsung ke neuvus auditorius dan memintas sel rambut
telingan dalam, yang tak berfungsi.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Manusia tergantung dari beragam stimulus sensori untuk memberi makna
dan kesan pada kejadian yang telah terjadi pada lingkungan mereka
Beragam stimulus tersebut merupakan dasar dalam pembentukan persepsi
yang datang dari banyak sumber melalui:
 Indera penglihatan (visual)
 Indera pendengaran (auditori)
 Indera perabaan (taktil)
 Indera penciuman (olfaktori)
 Indera pengecap/rasa (gustatori)
Otitis media kronis adalah infeksi menahun pada telinga tengah. OMK
dapat disebabkan oleh: Lingkungan, Genetik, Riwayat otitis media sebelumnya,
Infeksi, Infeksi saluran nafas atas, Autoimun, Alergi, Gangguan fungsi tuba
eustacius.
Diagnosa Keperawatan yang mungkin pada OMK adalah Perubahan
persepsi/sensoris berhubungan dengan gangguan lewatnya gelombang suara,
Gangguan harga diri rendah b.d stigma berkenaan dengan kondisi , Cemas
berhubungan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri,
hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah
operasi.
Penatalaksanaan pada OMK adalah Non Farmakologis : Pembersihan
liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga), Pemberian healt education
dengan tidak mengorek telinga, Tidak memasukkan air ke dalam telinga saat
mandi, tidak berenang saat fase-fase pengobatan, Tindakan selanjutnya lakukan
operasi rekonstruksi (miringioplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi
berulang dan gangguan pendengaran). Farmakologis: Pemberian antibiotik
topical, Pemberian antibiotik sistemik.

19

Anda mungkin juga menyukai