Anda di halaman 1dari 14

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Anatomi Telinga

Secara anatomi, telinga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:


1. Telinga Luar
1.1 Auricle: untuk menangkap gelombang suara dan mengarahkannya ke
dalam Meatus Auditorius Externa
1.2 Liang telinga (Meatus Auditorius Externa) : Mengarahkan bunyi
untuk masuk ke telinga tengah

2. Telinga Tengah
2.1 Membran timpani membentang  Terdiri dari jaringan fibrosa elastic
berbentuk bundar dan cekung. Untuk mengubah bunyi menjadi
getaran
2.2  Tulang pendengaran (osikel: malleus, incus, stapes) : untuk
menghantarkan getaran yang diterima dari membran tympani ke
jendela oval.
2.3 Tuba eustachii: untuk menjaga keseimbangan tekanan udara di luar
tubuh dengan di dalam telinga tengah
3. Telinga Dalam
3.1 Koklea berfungsi sebagai sistem pendengaran karena mengandung
reseptor untuk mengubah suara yang masuk menjadi impuls saraf
sehingga dapat didengar.
3.2 Aparatus vestibularis berfungsi sebagai sistem keseimbangan yang
terdiri dari tiga buah canalis semisirkularis, dan organ otolit yaitu
sacculus dan utriculus

2.2 Definisi
Otitis Media adalah infeksi telinga meliputi infeksi saluran telinga luar
(Otitis Eksterna), saluran telinga tengah (Otitis Media), dan telinga bagian
dalam (Otitis Interna). (Rahajoe, N. 2012).
Otitis media ialah radang telinga tengah yang terjadi terutama pada bayi
atau anak yang biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas.
(William, M. Schwartz., 2004).
Otitis Media adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan
karena masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah (Smeltzer, S.
2001).
Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau
seluruh telinga tengah, tuba eustachi, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.
(Djaafar, Z.A, 2007).

2.3 Prevalensi
OMA biasanya terjadi karena peradangan saluran napas atas dan sering
mengenai bayi dan anak-anak. Kecenderungan menderita OMA pada anak-
anak berhubungan dengan belum matangnya system imun. Pada anak-anak,
makin tinggi frekuensi ISPA, makin besar resiko terjadinya OMA. Bayi dan
anak-anak mudah terkena OMA Karena anatomi saluran eustachi yang masih
relative pendek, lebar, dan letaknya lebih horizontal. (Djaafar, Z.A, 2007).
OMA lebih sering terjadi pada kelompok umur yang lebih muda (0
sampai 5 tahun) dibandingkan pada kelompok umur yang lebih tua (5 sampai
11 tahun). Pada umur 6 bulan, sekitar 25% dari semua anak mendapat satu
atau lebih episode OMA. Pada umur 1 tahun gambaran ini meningkat menjadi
62%. Pada umur 3 tahun menjadi 81%. Pada umur 5 tahun menjadi 91%.
Setelah umur 7 tahun, insiden menurun. (Aziz, 2007). Faktor resiko
berulangnya episode OMA telah digambarkan dan termasuk diantaranya
ISPA yang terjadi dalam rentan waktu yang tidak lama. Telah ditemukan
bahwa 29-50% dari keseluruhan ISPA (rhinitis, bronchitis, sinusitis, dll.)
bekembang menjadi OMA. Dengan pertimbangan tingginya insiden ISPA
sehingga membuat insiden OMA sudah diperkirakan sebelumnya. (Revai, et
al 2007).
Terjadinya penyakit OMA dijabarkan melalui beberapa tahap yaitu
efusi pada telinga tengah yang akan bekembang menjadi pus yang disebabkan
oleh infeksi mikroorganisme disertai tanda-tanda inflamasi akut, demam,
othalgia, dan iritabilitas. (WHO, 2010). Adapun bakteri penyebab otitis media
yaitu Staphylococcus aureus, Pneumococcus, Haemophilus influenza,
Escherichia coli, Streptococcus anhemolyticus, Streptococcus hemolyticus,
Proteus vulgaris, dan Pseudomoas aeruginosa.

2.4 Etiologi
1. Bakteri
Contoh bakteri penyebab Otitis Media adalah Staphylococcus
aureus, Pneumococcus, Haemophilus influenza, Escherichia coli,
Streptococcus anhemolyticus, Streptococcus hemolyticus, Proteus
vulgaris, dan Pseudomoas aeruginosa.
2. Virus
Beberapa virus juga dapat menyebabkan Otitis Media Akut. Contoh:
Virus Influenza.

2.5 Faktor Resiko


Berikut factor resiko terjadinya Otitis Media Akut:
1. Usia (Bayi dan Anak-anak)
2. Konsumsi ASI yang menurun
3. Alergi
4. Kongenital
5. Trauma atau cedera

2.6 Klasifikasi

Otitis Media Supuratif


Akut/Otitis Media Akut

Otitis Media Supuratif

Otitis Media Supuratif


Kronik

Otitis Media Adhesiva

Otitis Media
Otitis Media Spesifik
Otitis Media Serosa
Akut

Otitis Media Serosa


(Non Supuratif)
Otitis Media Serosa
Kronik

1. Berdasarkan Gejala
1.1 Otitis Media Supuratif :
1.1.1 Otitis Media Supuratif Akut/Otitis Media Akut
Proses peradangan pada telinga tengah yang terjadi secara
cepat dan singkat (dalam waktu kurang dari 3 minggu) yang
disertai dengan gejala lokal dan sistemik.(Munilson, Jacky. Et
al.)
1.1.2 Otitis Media SupuratifKronik
Infeksi kronik telinga tengah disertai perforasi membran
timpani dan keluarnya sekret yang apabila tidak ditangani
dengan tepat akan membuat progresivitas penyakit semakin
bertambah.
1.2 Otitis Media Adhesiva: Keadaan terjadinya jaringan fibrosis di telinga
tengah sebagai akibat proses peradangan yang berlangsung lama
1.3 Otitis Media Non Supuratif / Serosa
1.3.1 Otitis Media Serosa Akut
Keadaan terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba-
tiba yang disebabkan oleh gangguan fungsi tuba.
1.3.2 Otitis Media Serosa Kronik
Pada keadaan kronis sekret terbentuk secara bertahap
tanpa rasa nyeri dengan gejala – gejala pada telinga yang
berlangsung lama. Terjad sebagai gejala sisa dari otitis media
akut yang tidak sembuh sempurna.

2. Berdasarkan Perubahan Mukosa


2.1 Stadium Oklusi
Stadium ini ditandai dengan gambaran retraksi membran
timpani akibat tekanan negatif telinga tengah. Membran timpani
kadang tampak normal atau berwarna suram.
2.2 Stadium Hiperemis
Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang meleba
disebagian atau seluruh membran timpani, membran timpani tampak
hiperemis disertai edem.

2.3 Stadium Supurasi


Ditandai dengan edem yang hebat telinga tengah disertai
hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di
kavum timpani sehingga membran timpani tampak menonjol
(bulging) ke arah liang telinga luar.
2.4 Stadium Perforasi
Terjadi ruptur membran timpani sehingga nanah keluar dari
telinga tengah ke liang telinga.

2.5 Stadium Resolusi


Membran timpani berangsur normal, perforasi membran timpani
kembali menutup dan sekret purulen tidak ada lagi. Bila daya tahan
tubuh baik atau virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi
walaupun tanpa pengobatan. (Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. 2007).

2.7 Manifestasi Klinis


Secara umum, manifestasi klinis yang biasa ditemukan pada pasien
dengan Otitis Media Akut adalah:
1. Othalgia (Nyeri telinga)
2. Demam, batuk, pilek
3. Membran timpani abnormal (sesuai stadium)
4. Gangguan pendengaran
5. Keluarnya secret di dari telinga berupa nanah
6. Anak rewel, menangis, gelisah
7. Kehilangan nafsu makan, dan lain-lain.
2.8 Patofisiologi

2.9 Pemeriksaan Penunjang


Dalam menegakkan diagnosis OMA terdapat tiga hal yang harus
diperhatikan:
1. Penyakit muncul secara mendadak (akut)
2. Ditemukan tanda efusi pada telinga tengah, dengan tanda:
menggembungnya membran timpani(bulging), terbatas atau tidak adanya
gerakan membran timpani, adanya bayangan cairan dibelakang membran
timpani, dan adanya cairan yang keluar dari telinga.
3. Terdapat tanda atau gejala peradangan pada telinga tengah, dengan tanda:
kemerahan pada membran timpani, adanya nyeri telinga yang
mengganggu tidur dan aktivitas

Berikut pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan:


2.9.1 Otoskopi
Adalah pemeriksaan telinga dengan menggunakan otoskop
terutama untuk melihat gendang telinga. Pada otoskopi didapatkan hasil
adanya gendang telinga yang menggembung, perubahan warna gendang
telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di
liang telinga
2.9.2 Otoskop Pneumatic
Merupakan alat pemeriksaan bagi melihat mobilitas membran
timpani pasien terhadap tekanan yang diberikan. Membrane timpani
normal akan bergerak apabila diberitekanan. Membrane timpani yang
tidak bergerak dapat disebabkan oleh akumulasi cairan didalam telinga
tengah, perforasi atau timpanosklerosis. Pemeriksaan ini meningkatkan
sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis OMA dapat
ditegakkan dengan otoskop biasa
2.9.3 Timpanometri
Untuk mengkonfirmasi penemuan otoskopi pneumatik dilakukan
timpanometri. Timpanometri dapat memeriksa secara objektif mobilitas
membran timpani dan rantai tulang pendengaran. Timpanometri
merupakan konfirmasi penting terdapatnya cairan di telinga tengah.
Timpanometri juga dapat mengukur tekanan telinga tengah dan dengan
mudah menilai patensi tabung miringotomi dengan mengukur
peningkatan volume liang telinga luar. Timpanometri punya sensitivitas
dan spesifisitas 70-90% untuk deteksi cairan telinga tengah, tetapi
tergantung kerjasama pasien. Pemeriksaan dilakukan hanya dengan
menempelkan sumbat ke liang telinga selama beberapa detik, dan alat
akan secara otomatis mendeteksi keadaan telinga bagian tengah.

2.9.4 Timpanosintesis
Timpanosintesisdiikuti aspirasi dan kultur cairan dari telinga
tengah, bermanfaat pada pasien yang gagal diterapi dengan berbagai
antibiotika, atau pada imunodefisiensi. Timpanosintesis merupakan
pungsi pada membran timpani, dengan analgesia lokal untuk
mendapatkan sekret dengan tujuan pemeriksaan dan untuk
menunjukkan adanya cairan di telinga tengah dan untuk
mengidentifikasi patogen yang spesifik.
2.9.5 Uji Rinne
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang dan
hantaran udara telinga pasien.
Langkah:
Tangkai penala digetarkan lalu ditempelkan pada prosesus
mastoid (hantaran tulang) hingga bunyi tidak lagi terderngar. Penala
kemudian dipindahkan ke depan telinga sekitar 2,5 cm. Bila masih
terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak terdengar disebut Rinne
negatif (-)
2.9.6 Uji Webber
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga
kiri dengan telinga kanan.
Langkah:
Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah
kepala (di verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau
dagu). Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu
telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat
dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut
Weber tidak ada lateralisasi
2.9.7 Uji Swabach
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang orang
yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.
Langkah:
Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus
mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala
segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang
pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar
disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar,
pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan
pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih
dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien
dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut dengan
Schwabach sama dengan pemeriksa.

2.10 Penatalaksanaan Medis


1. Berdasarkan stadium
1.1 Stadium Oklusi. Bertujuan untuk membuka tuba eustachius.
Diberikan obat tetes hidung.
1.1.1 HCl Efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak <12
tahun
1.1.2 HCl Efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak >12
tahun atau dewasa.
1.1.3 Sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan
antibiotik.
1.2 Stadium Presupurasi. Diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan
analgetik. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila
membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan
miringotomi. Untuk terapi awal, diberikan penisilin IM agar
konsentrasinya adekuat dalam darah.
1.2.1 Ampisilin 4 x 50-100 mg/KgBB
1.2.2 Amoksisilin 4 x 40 mg/KgBB/hari
1.2.3 Eritromisin 4 x 40 mg/KgBB/hari
1.3 Stadium Supurasi. Pasien harus dirujuk untuk dilakukan
miringotomi bila membran timpani masih utuh. Selain itu,
analgesik juga diperlukan agar nyeri dapat berkurang.
1.4 Stadium Perforasi. Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama
3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu.
1.5 Stadium Resolusi. Biasanya akan tampak sekret keluar. Pada
keadaan ini dapat dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun
bila masih keluar sekret diduga telah terjadi mastoiditis. Pada
stadium ini, harus di follow up selama 1 sampai 3 bulan untuk
memastikan tidak terjadi otitis media serosa.
2. Tindakan
2.1 Timpanosintesis
Tindakan dengan cara mengambil cairan dari telinga tengah
dengan menggunakan jarum untuk pemeriksaan mikrobiologi. Risiko
dari prosedur ini adalah perforasi kronik membran timpani,
dislokasi tulang-tulang pendengaran, dan tuli sensorineural
traumatik, laserasi nervus fasialis atau korda timpani.
Timpanosintesis merupakan prosedur yang invasif, dapat
menimbulkan nyeri, dan berpotensi menimbulkan bahaya sebagai
penatalaksanaan rutin.
2.2 Miringotomi
Tindakan insisi pada membran timpani untuk drainase cairan
dari telinga tengah. Pada miringotomi dilakukan pembedahan kecil
di kuadran posterior-inferior membran timpani. Untuk tindakan ini
diperlukan lampu kepala yang terang, corong telinga yang sesuai,
dan pisau khusus (miringotom) dengan ukuran kecil dan steril.
Indikasi untuk miringotomi adalah terdapatnya komplikasi supuratif,
otalgia berat, gagal dengan terapi antibiotik, pasien
imunokompromis, neonatus, dan pasien yang dirawat di unit
perawatan intensif.

2.11 Komplikasi
1. Intra-Temporal
1.1 Abses subperiosteal
1.2 Labirintitis
1.3 Paresis fasial
1.4 Petrositis
2. Intra-Kranial
2.1 Abses ekstradura
2.2 Abses perisinus
2.3 Tromboflebitis sinus lateral
2.4 Abses otak
2.5 Meningitis otikus
1. Granuloma adalah kelainan pada jaringan tubuh yng muncul akibat
peradangan
2. Mukosa hiperemi adalah lapisan jaringan yang membatasi rongga saluran
cerna dan saluram nafas, selaput lendir yang berwarna kemerahan
3. Discharge seromukous adalah sekresi cairan yang mengandung lendir
atau sekret berwarna terang
4. Konka hipertropi livide adalah Pembesaran mukosa hidung pada konka
atau selaput lendir yang berlipat lipat yang berfungsi menghangatkan
udara yang masuk kedalam rongga hidung an bewarna pucat atau
kebiruan
5. Rinoskopi anterior adalah pemeriksaan rongga hidung dari depan hingga
ke spekulum
6. Otitis adalah peradangan atau infeksi yang terjadi dibagian telinga
tengah, tepatnya pada rongga di belakang gendang telinga dan sering
terjadi pada anak anak

vulgaris, dan Pseudomoas aeruginosa. Terdapat 5 stadium dalam OMA


yaitu stadium oklusi, stadium hiperemis, stadium supurasi, stadium perforasi,
dan stadium resolusi. OMA biasa terjadi terutama pada bayi atau anakkarena
anatomi saluran eustachi yang masih relatif pendek, lebar, dan letaknya lebih
horizontal.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Aziz H, 2007. Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis Data.
Jakarta : Salemba Medika

Bylander, A., dkk. 2007. Journal of Children Microbiology

Djaafar, Z.A., Helmi, Restuti, R.D., 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI

Revai, R, et al. 2007. Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis Complicating
Upper Respiratory Tract Infection. Journal of The American Academy
Pediatrics

Rahajoe, N. 2012. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Balai Penerbit IDAI

Anda mungkin juga menyukai