Anda di halaman 1dari 23

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronik (Chronic Kidney Desease)


1.1.1 Definisi Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis(Chronic Kidney Desease) adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah
nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak
dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal) (Nursalam, 2009:47).
Gagal ginjal kronis (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir merupakan
gangguan fungsi ginjal yang progesif dan ireversibel dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan sampah nitrogen lain dalam darah)
(Surhayanto, 2009:183).
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi
struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa
metabolit (toksik uremik) di dalam darah (Muttaqin, 2011:166).
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa Gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah destruksi struktur
ginjal yang progresif dan terus menerus yang berakibat fatal dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit dengan manifestasi penumpukan sisa
metabolit (toksik uremik) di dalam darah.

1.1.2 Etiologi
Menurut Muttaqin, 2012: 166) etiologi dari gagal ginjal kronis yaitu
sebagai berikut:
1.1.2.1 Penyakit dari Ginjal
1) Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteriti.
2) Batu ginjal: nefrolitiasis
3) Kista di ginjal: polcystis kidney.
4) Trauma langsung pada ginjal.
5) Keganasan pada ginjal.
6) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur.
1.1.2.2 Penyakit Umum di Luar Ginjal
1) Penyakit sistemik: diabetes melius, hipertensi dan kolesterol
tinggi.
2) Dyslipidemia.
3) Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria dan hepatitis.
4) Preeklamsi.
5) Obat-obatan.
6) Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar).

1.1.3 Patofisiologi
Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam,
dan penimbunan produk sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian
ginjal yang sakit.Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal,
manifestasi klinis gagal ginjal kronis mungkin minimal karena nefron-
nefron lain yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron
yang tersisa meningkatkan laju filtrasi, reabsorbsi, dan sekresinya serta
mengalami hipertrofi dalam proses tersebut. Seiring dengan makin
banyaknya nefron yang mati, nefron yang tersisa menghadapi tugas yang
semakin berat, sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya
mati. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan
tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reasorbsi protein.
Seiring dengan penyusutan progresif nefron, terjadi pembentukkan
jaringan parut dan penurunan aliran darah ginjal.Pelepasan renin dapat
meningkat dan bersama dengan kelebihan beban cairan, dapat menyebabkan
hipertensi.Hipertensi mempercepat gagal ginjal, mungkin dengan
meningkatkan filtrasi (karena tuntutan untuk reasorbsi) protein plasma dan
menimbulkan stress oksidatif.Kegagalan ginjal membentuk eritropoietin
dalam jumlah yang adekuat sering kali menimbulkan anemia dan keletihan
akibat anemia berpengaruh buruk pada kualitas hidup.Selain itu, anemia
kronis dapat menyebabkan penurunan oksigenasi jaringan di seluruh tubuh
dan mengaktifkan refleks-refleks yang ditujukan untuk meningkatkan curah
jantung guna memperbaiki oksigenasi. Refleks ini mencakup aktivasi
susunan saraf simpatis dan peningkatan curah jantung.Akhirnya, perubahan
tersebut merangsang individu yang menderita gagal ginjal mengalami gagal
jantung kongestif sehingga penyakit ginjal kronis menjadi satu faktor risiko
yang terkait dengan penyakit jantung (Corwin, 2009:729).
Menurut (Muhammad, 2012:34), perjalanan umum gagal ginjal kronis
dapat dibagi menjadi 4 stadium, yaitu sebagai berikut.
1.1.3.1 Stadium I (Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40%– 75%))
Tahap inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik dan
laju filtrasi glomerulus 40-50% tetapi, sekitar 40-75% nefron tidak
berfungsi.Pada tahap ini penderita ini belum merasakan gejala gejala dan
pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam batas normal. Selama
tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam
batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin
hanya dapat diketahui dengan memberikan beban kerja yang berat, seperti
tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang
teliti.
1.1.3.2 Stadium II (Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20% – 50%))
Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa
padahal daya dan konsentrasi ginjal menurun.Pada stadium ini pengobatan
harus cepat dalam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam,
gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat-obatan yang bersifat
mengganggu faal ginjal.Bila langkah- langkah ini dilakukan secepatnya
dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih
berat.Pada tahap ini lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah
rusak.Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan
konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar protein dalam
diet.Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar
normal.

1.1.3.3. Stadium III (Gagal Ginjal (faal ginjal kurang dari 10%))
Pada tahap ini laju filtrasi glomerulus 10-20% normal, BUN dan
kreatinin serum meningkat.Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk
dalam keadaan dimana tak dapat melakukan tugas sehari - hari sebagaimana
mestinya.Gejala-gejala yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan
berkurang, sesak nafas, pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang
tidur, kejang-kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai
koma.Oleh karena itu, penderita tidak dapat melakukan tugas sehari-hari.

1.1.3.4 Stadium IV (End Stage Meal Disease (ESRD))


Stadium akhir timbul pada sekitar 90% dari massa nefron telah
hancur. Nilai GFR nya 10% dari keadaan normal dan kadar kreatinin
mungkin sebesar 5-10 ml/menit atau kurang.Pada keadaan ini kreatinin
serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai
penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan
gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan
homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi
oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena kegagalan
glomerulus meskipun proses penyakit mula mula menyerang tubulus ginjal,
kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan
gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem
dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan
meninggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi
ginjal atau dialisis.
1.1.4 Manifestasi Klinis
Menurut (Muhammad, 2012:40), manifestasi klinis pada Gagal Ginjal
Kronik(Chronic Kidney Desease)yaitu sebagai berikut:
1.1.5.1 Gangguan pada Gastrointestinal
1) Anoreksia, mual/muntah akibat adanya gangguan metabolisme
protein dalam usus dan terbentuknya zat toksik.
2) Faktor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air
liur yang kemudian diubah menjadi ammonia oleh bakteri,
sehingga napas penderita berbau ammonia.
1.1.5.2 Sistem Kardiovaskular
1) Hipertensi.
2) Dada terasa nyeri dan sesak napas.
3) Gangguan irama jantung akibat sklerosis dini.
4) Edema
1.1.5.3 Gangguan Sistem Saraf dan Otak
1) Miopati, kelainan dan hipertrofi otot.
2) Ensepalopati metabolik, lemah, tidak bisa tidur, dan konsentrasi
terganggu.
1.1.5.4 Gangguan Sistem Hematologi dan Kulit
1) Anemia karena kekurangan produksi eritropoetin.
2) Kulit pucat kekuningan akibat anemia dan penimbuann urokrom.
3) Gatal-gatal akibat toksik uremik.
4) Trombositopenia (penurunan kadar trombosit dalam darah).
5) Gangguan fungsi kulit (fagositosis dan kematosis berkurang).
1.1.5.5 Gangguan Sistem Endokrin:
1) Gangguan metabolisme glukosa retensi insulin dan gangguan
sekresi insulin.
2) Gangguan seksual/libido; fertilitas dan penurunan seksual pada
laki-laki dan gangguan sekresi imun.
1.1.5.6 Gangguan pada Sistem Lain
1) Tulang mengalami osteodistrofi renal.
2) Asidosis metabolik.

1.1.6 Komplikasi
Menurut (Corwin, 2009:730), komplikasi dari penyakit gagal ginjal
kronik adalah sebagai berikut.
1.1.6.1 Pada gagal ginjal progresif, terjadi beban volume,
ketidakseimbangan elektrolit, asidosis metabolik, azotemia, dan
uremia.
1.1.6.2 Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium akhir), terjadi
azotemia dan uremia berat. Asidosis metabolik memburuk, yang
secara mencolok merangsang kecepatan pernapasan.
1.1.6.3 Hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia, ensefalopati
uremik, dan pruritus (gatal) adalah komplikasi yang sering terjadi.
1.1.6.4 Penurunan pembentukan eriropoietin dapat menyebabkan sindrom
anemia kardiorenal, suatu trias anemia yang lama, penyakit
kardiovaskular, dan penyakit ginjal yang akhirnya menyebabkan
peningkatan morbiditas dan mortalitas.
1.1.6.5 Dapat terjadi gagal jantung kongestif.
1.1.6.6 Tanpa pengobatan dapat terjadi kima dan kematian.

1.1.7 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut (Arif Muttaqin, 2011:172), pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut.
1.1.7.1 Laju Endap Darah (LED)
Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia.
1.1.7.2 Ureum dan kreatinin
Meninggi,biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin kurang
lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena
perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan
steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang:
ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes
Klirens Kreatinin yang menurun.

1.1.7.3 Hiponatremi
Umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia: biasanya terjadi
pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya dieresis.
1.1.7.4 Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
Terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin D3 pada GGK.
1.1.7.5 Phosphatealkaline meninggi akibat gangguan metabolism tulang,
terutama Isoenzim fosfatase lindi tulang.
1.1.7.6 Hipoalbuminemia dan hipokolestrolemia
Umumnya disebabkan gangguan metabolism dan diet rendah protein.
1.1.7.7 Peninggi gula darah
Akibat gangguan metabolism karbohidrat pada gagal ginjal
(resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).
1.1.7.8 Hipertrigliserida
Akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan peninggi hormon
insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
1.1.7.9 Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH
yang menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang
menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organic pada
gagal ginjal.
1.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan Gagal Ginjal adalah sebagai
berikut.
1.1.8.1 Pencegahan
Pencegahan mencakup perubahan gaya hidup dan jika diperlukan,
obat untuk mengontrol hipertensi, obat pengontrol glikemik yang baik bagi
penderita diabetes, dan jika mungkin menghindari obat-obat nefrotoksik.
Pemakaian lama analgesik yang mengandung kodein dan obat-obat anti-
inflamasi non steroid (NSAID) harus dihindari, khususnya pada individu
yang mengalami gangguan ginjal.Diagnosis dini dan pengobatan lupus
eritematosus sistemik dan penyakit lainnya yang diketahui merusak ginjal
amat penting. Selain itu, pada semua stadium pada gagal ginjal kronik
pencegahan infeksi perlu dilakukan (Elizabeth corwin, 2009:731).

1.1.8.2 Penatalaksanaan Medis


Menurut (Arif Muttaqin, 2011:173), tujuan penatalaksanaan adalah
menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah komplikasi, yaitu
sebagai berikut.
1) Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal
ginjal yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang.
Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia ;menyebabkan cairan,
protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan
kecenderungan perdarahan; dan membantu penyembuhan luka.
2) Koreksi hiperkalemi. Mengendalikan kalium darah sangat penting
karena hiperkalemi dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal yang
pertama harus diingat adlah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain
dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis
dengan EKG dan EEG. Bila terjadi hiperkalemia, maka
pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian
Na bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
3) Koreksi anemia. Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi
factor defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang
mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan
akan dapat meninggi Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila
ada indikasi yang kuat, misalnya ada insufisiensi koroner.
4) Koreksi asidosis. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan
harus dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau
parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi
intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisis
dan dialysis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
5) Pengendalian hipertensi. Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa,
dan vasodilator dilakukan. Mengurangi intake garam dalam
mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal
ginjal disertai retensi natrium.
6) Transplantasi ginjal. Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke
pasien GGK, maka seluruh faal ginjal diganti dengan ginjal yang baru.

1.1.8.3 Penatalaksanaan Keperawatan


Menurut (Price, 2005:965), penatalaksanaan keperawatan pada pasien
dengan gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut:
1) Pengaturan Diet Protein
Pembatasan tidak hanya mengurangi kadar BUN dan mungkin juga hasil
metabolism protein toksik yang belum diketahui, tetapi juga
mengurani asupan kalium, fosfat, dan produksi ion hydrogen yang
berasal dari protein. Mempertahankan keseimbangan protein pada diet
protein 20g mungkin dilakukan, menyediakan protein dalam nilai
biologik yang tertinggi dan kalori yang memadai.
2) Pengaturan Diet Kalium
Jumlah yang diperbolehkan dalam diet adalah 40 hingga 80
mEq/hari.Tindakan yang harus dilakukan adalah dengan tidak
memberikan obat-obatan atau makanan yang tinggi kandungan kalium.
3) Pengaturan Diet Natrium Dan Air
Jumlah natrium yang biasanya diperbolehkan adalah 40 hingga 90
mEq/hari.Tapi asupan natrium yang optimal harus ditentukan secara
individual pada setiap pasien untuk mempertahankan hidrasi yang
baik.
2.1 Konsep Manajemen Asuhan Keperawatan
2.1.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keeprawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk menegvaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan pasien (Nursalam, 2001:17).
Menurut (Arif Muttaqin, 2011:171), pengkajian yang dapat dilakukan
pada pasien dengan gagal ginjal kronik adalah adalah sebagai berikut:
2.1.1.1 Keluhan utama
Keluhan utama yang di dapat biasanya bervariasi, mulai dari urine
output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan
kesadaran, tidak ada selera makan anoreksia), mual, muntah, mulut terasa
kering, rasa lelah, napas berbau (ureum), dan gatal pada kulit.
2.1.1.2 Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan
pola napas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya napas berbau
ammonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah kemana saja klien
meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat
pengobatan apa.
2.1.1.3 Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran
kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik Benign Prostatic
Hyperplasia, dan prostatektomi.Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran
kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus,
dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi
penyebab.Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan
masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian
dokumentasikan.
2.1.1.4 Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis
akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri.
Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan, gangguan konsep diri
(gambaran diri) dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
2.1.1.5 Pemeriksaan Fisik
Menurut (Muttaqin, 2012:171-172), pemeriksaan fisik pada pasien
dengan gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut:
1) B1 (Breathing)
Klien bernapas engan bau urine (feter urenik) sering didapatkan pada fase
ini.Respons uremia didipatakan adanya pernapasan kussmaul.Pola napas
cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan koarbon
dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
2) B2 (Blood)
Pada kondisi uremia berat, tindakan auksultasi perawatat akan
menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi
perikardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD
meningkat, akral dingin, CRT >3 detik, palpitasi, nyeri dada atau angina dan
sesak napas, gangguan irama jantung, edema penurunan perfusi perifer
sekunder dari penurunan curah jantung akibat hiperkalemi, dan gangguan
konduksi elektrikal otot ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan anemia. Anemia sebagai
akibat dari penurunan produksi eripoetin, lesi gastrointestinal uremik,
penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah
3) B3 (Brain)
Didapatkan pemurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti
perubahan proses pikir dan disoreintasi. Klien sering didapatkan adanya
kejang, adanya neuropati perifer, kram otot dan nyeri otot.
4) B4 (Bladder)
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap
lanjut).Abdomen kembung, diare, atau konstipasi.Perubahan warna urine,
contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan.Oliguria, dapat menjadi anuria.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder
dari bau mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna
sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
6) B6 (Bone)
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, demam
(sepsis, dehidrasi), petekie, fraktur tulang, jaringan lunak, dan sendi
keterbatasan gerak sendi.
Didapatkan adanya kelemahan fisiksecara umum sekunder dari
anemia dan penurunan perfusi perifer dari jaringan.

2.1.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respon manusia (status kesehatan atau bresiko perubahan pola) dari individu
atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi
dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan,
menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Nursalam, 2001:35).
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut:
2.1.2.1 Perubahan nutrisi: kurang dari pemenuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual muntah pembatasan diet dan perubahan
membran mukosa mulut (Surhayanto, 2009:193).
2.1.2.2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, anemia,
retensi produk sampah dan prosedur dialisis (Surhayanto,
2009:193).
2.1.2.3 Aktual/risiko tinggi aritmia berhubungan dengan gangguan
konduksi elektrikal efek sekunder dari penurunan kalium sel
(Muttaqin, 2011:174).
2.1.2.4 Aktual/resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan
berhubungan dengan penurunan volume urine, retensi cairan dan
natrium (Muttaqin, 2011:174).
2.1.2.5 Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
gangguan status metabolic, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan
sensasi (neuropati perifer), penurunan turgor kulit, penurunan
aktivitas akumulasi ureum dalam kulit (Muttaqin, 2011:174).
2.1.2.6 Gangguan konsep diri (gambaran diri) berhubungan dengan
penurunan fungsi tubuh, tindakan dialisis, koping maladaptif
(Muttaqin, 2011:174).
2.1.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan diartikan sebagai suatu dokumentasi tulisan
tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan, dan intervensi (Nursalam,
2001:51).
2.1.3.1 Perubahan nutrisi: kurang dari pemenuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual muntah pembatasan diet dan perubahan
membran mukosa mulut.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam, maka masukan nutrisi yang adekuat
dapat dipertahankan.
Kriteria evaluasi:
1) Berat badan stabil
2) Nafsu makan meningkat
3) Tidak ditemukan edema
Intervensi:
1) Kaji status nutrisi: perubahan berat badan, nilai laboratorium
(BUN, kreatinin, protein, besi, dan transferin).
Rasional: Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan
dan evaluasi intervensi.
2) Kaji pola diet nutrisi: riwayat diet, makanan kesukaan, dan
hitung kalori.
Rasional: Pola diet dulu dan sekarang dapat dipertimbangkan
dalam menyusun menu.
3) Kaji faktor yang merubah dalam masukan nutrisi: mual, muntah,
anoreksia, diet yang tidak menyenangkan, depresi, kurang
memahami pembatasan, stomatitis.
Rasional: Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang
dapat diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan
masukan diet.
4) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian makanan dengan
protein yang mengandung nilai biologis tinggi seperti telur,
daging, produk susu.
Rasional: Protein lengkap diberikan untuk mencapai
keseimbangan nitrogen yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan penyembuhan.
5) Jelaskan alasan pembatasan diet dan hubungannya dengan
penyakit ginjal dan peningkatan urea dan kreatinin.
Rasional: Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan
antara diet urea, kreatinin dengan penyakit ginjal.
6) Kolaborasi dengan keluarga dalam pemberian makan dengan
porsi kecil tapi sering.
Rasional: Meminimalkan anoreksia dan mual yang berhubungan
dengan status uremik/menurunnya peristaltik.

7) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.


Rasional:Faktor yang tidak menyenangkan dapat menimbulkan
anoreksia.
8) Timbang berat badan setiap hari.
Rasional:Untuk memantau status cairan dan nutrisi.
9) Observasi dan catat masukan makanan pasien.
Rasional:Mengawasi masukan konsumsi/kualitas kekurangan
konsumsi makanan.
2.1.3.2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, anemia,
retensi produk sampah dan prosedur dialisis.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam pasien dapat berpartisipasi dalam
aktivitas yang dapat ditoleransi.
Kriteria evaluasi:
1) Berkurangnya keluhan lelah.
2) Perasaan lebih berenergi.
3) Frekuensi pernapasan dan frekuensi jantung kembali dalam
rentang normal setelah penghentian aktivitas.
Intervensi:
1) Kaji faktor yang menimbulkan keletihan: anemia,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, retensi produk
sampah, depresi.
Rasional: Menyediakan informasi mengenai indikasi tingkat
keletihan.
2) Bantu pasien dalam beraktivitas bila pasien tidak mampu
melakukannya sendiri.
Rasional: Agar bertahap secara mandiri dan tidak
ketergantungan dengan orang lain.
3) Anjurkan aktivitas alternatif pada saat istirahat.
Rasional: Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas
yang dapat ditoleransi dan istirahat yang cukup.
4) Anjurkan untuk istirahat setelah dialisis.
Rasional: Istirahat yang adekuat setelah dialisis dianjurkan,
bagi banyak pasien yang melelahkan.
5) Kolaborasi dengan dokter bila keluhan kelelahan menetap.
Rasional: Ini dapat menandakan kemajuan kerusakan ginjal
dan perlunya penilaian tambahan dalam terapi.
2.1.3.3 Aktual/risiko tinggi aritmia berhubungan dengan gangguan
konduksi elektrikal efek sekunder dari penurunan kalium sel.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam, curah jantung mengalami
peningkatan.
Kriteria evaluasi :
1) Klien tidak gelisah.
2) Klien tidak mengeluh mual-mual dan muntah.
3) GCS: 4,5,6.
4) TTV dalam batas normal.
5) Akral hangat dan CRT <3 detik.
6) EKG dalam batas normal dan kadar kalium dalam batas normal.
Intervensi:
1) Monitor tekanan darah, nadi, catat bila da perubahan tanda-
tanda vital dan keluhan dispnea.
Rasional: Adanya edema paru, kongesti vascular dan keluhan
dispnea menunjukkan adanya gagal ginjal.
Hipertensi yang signifikan merupakan akibat dari
gangguan rennin angiotensin dan
aldosteron.Ortostatik hipertensi juga dapat terjadi
akibat dari defisit cairan intravascular.

2) Beri oksigen 3l/mnt.


Rasional: Memberikan asupan oksigen tambahan yang
diperlukan tubuh.
3) Monitoring EKG
Rasional: Melihat adanya kelainan konduksi listrik jantung
yang dapat menurunkan curah jantung.
4) Kolaborasi dalam pemberian suplemen kalium oral seperti obat
Aspar K.
Rasional: Kalium oral Aspar K dapat menghasilkan lesi usus
kesil, oleh karena itu klien harus dikaji dan diberi peringatan
tentang distensi abdomen, nyeri, atau perdarahan GI.
5) Manajemen pemberian kalium intravena.
Rasional: Pada kasus yang berat, pemberian kalium harus
dalam larutan nondekstrosa, sebab dekstrosa
merangsang pelepasan insulin sehingga
menyebabkan K+ berpindah masuk ke dalam sel.
Kecepatan infuse tidak boleh melebihi 20 mEq K+
per jam untuk menghindari terjadinya hiperkalemia.
2.1.3.4 Aktual/resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan
berhubungan dengan penurunan volume urine, retensi cairan dan
natrium.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi kelebihan volume
cairan sistemik.
Kriteria evaluasi:
1) Klien tidak sesak napas.
2) Edema ekstremitas berkurang.
3) Piting edema (-).
4) Produksi urine >600 ml/hari.
Intervensi:
1) Kaji adanya edema ekstremitas
Rasional: Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
2) Istirahatkan/anjurkan klien untuk tirah baring pada saat edema
masih terjadi.
Rasional: Menjaga klien dalam keadaan tirah baring selama
beberapa hari mungkin diperlukan untuk
meningkatkan dieresis yang bertujuan mengurangi
edema.
3) Kaji tekanan darah.
Rasional: Sebagai ssalah satu cara untuk mengetahui
peningkatan jumlah cairan yang dapat diketahui
dengan meningkatkan beban kerja jantung yang
dapat diketahui dari meningkatnya tekanan darah.
4) Ukur intake dan output.
Rasional: Penurunan curah jantung, mengakibatkan gangguan
perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan
urine output.
5) Timbang berat badan.
Rasional: Perubahan tiba-tiba dari berat badan menunjukkan
gangguan keseimbangan cairan.
6) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai
dengan indikasi.
Rasional: Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan
miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia
7) Kolaborasi :
(1) Berikan diet tanpa garam.
Rasional: Natrium meningkatkan retensi cairan dan
meningkatkan volume plasma.
(2) Berikan diet rendah protein tinggi kalori.
Rasional: Diet rendah protein untuk menurunkan
insufisiensi renal dan retensi nitrogen yang
akanmeningkatkan BUN. Diet tinggi kalori
untuk cadangan energy dan mengurangi
katabolisme protein.
(3) Berikan diuretic, contoh: furosemide, spironolakton,
hidronolakton.
Rasional: Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume
plasma dan menurunkan retensi cairan di
jaringan sehingga menurunkan resiko
terjadinya edema paru.
(4) Adenokortikosteroid, golongan prednison.
Rasional: Adenokortikosteroid, golongan prednisone,
digunakan unttuk menurunkan proteinuri.
(5) Lakukan dialisis.
Rasional:Dialisis akan menurunkan volume cairan yang
berlebih.
2.1.3.5 Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
gangguan status metabolic, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan
sensasi (neuropati perifer), penurunan turgor kulit, penurunan
aktivitas akumulasiureum dalam kulit.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi kerusakan integritas
kulit.
Kriteria evaluasi:
1) Kulit tidak kering.
2) Hiperpigmentasi berkurang.
3) Memar pada kulit berkurang.
Intervensi:
1) Kaji terhadap kekeringan kulit, pruritus, ekskoriasi, dan
infeksi.
Rasional: Perubahan mungkin disebabkan oleh penurunan
aktivitas kelenjar keringat atau pengumpulan
kalsium dan fosfat pada lapisan kutaneus.
2) Kaji terhadap adanya petekie dan purpura.
Rasional: Perdarahan yang abnormal sering dihubungkan
dengan penurunan jumlah dan fungsi platelet
akibat uremia.
3) Monitor lipatan kulit dan area edema.
Rasional: Area-area ini sangat mudah terjadinya injury.
4) Gunting kuku dan pertahankan kuku terpotong pendek dan
bersih.
Rasional: Penurunan curah jantung, mengakibatkan gangguan
perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan
urine output.
5) Kolaborasi dalam pemberian pengobatan antipruritus sesuai
pesanan.
Rasional: Mengurangi stimulus gatal pada kulit
2.1.3.6 Gangguan konsep diri (gambaran diri) berhubungan dengan
penurunan fungsi tubuh, tindakan dialysis, koping maladaptif.
Tujuan:Dalam waktu 1 jam pasien mampu mengembangkan koping.
Kriteria evaluasi:
1) Pasien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan.
2) Mampu menyatakan atau mengkonsumsi denagn orang
terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi.
3) Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi.
4) Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep
diri dengan cara yang akurat tanpa harga dri yang negatif.
Intervensi:
1) Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan
derajat ketidakmampuan.
Rasional: Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana
perawatan atau pemilihan intervensi.
2) Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada pasien.
Rasional: Mekanisme koping pada beberapa pasien dapat
menerima dan mengatur perubahan fungsi secara
efektif dengan sedikit penyesuaian diri, sedangkan
yang lain mengalami koping maladaptive dan
mempunyai kesulitan dalam membandingkan,
mengenal, dan mengatur kekurangan yang terdapat
pada dirinya.
3) Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaan.
Rasional: Menunjukkan penerimaan, membantu pasien untuk
mengenal dan mulai menyesuaikan dengan
perasaan tersebut.
4) Catat ketika pasien menyatakan terpengaruh seperti sekarat
atau mengingkari dan menyatakan inilah kematian.
Rasional: Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau
perasaan negative terhadap gambaran tubuh dan
kemampuan menunjukkan kebutuhan dan
intervensi serta dukungan emosional.
5) Pernyataan pengakuan terhadap penolakan tubuh,
mengingatkan kembali fakta kejadian tentang realitas bahwa
masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar
mengontrol sisi yang sehat.
Rasional: Membantu pasien untuk melihat bahwa perawat
menerima kedua bagian sebagai bagian dari seluruh
tubuh. Mengijinkan pasien untuk merasakan adanya
harapan dan mulai menerima situasi baru.
6) Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki
kebiasaan.
Rasional: Membantu mengingatkan perasaan harga diri dan
mengontrol lebih dari satu area kehidupan.
7) Anjurkan orang yang terdekat untuk mengijinkan pasien
melakukan sebanyak-banyaknya hal-hal untuk dirinya.
Rasional: Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan
membantu perkembangan harga diri, serta
memengaruhi proses rehailitasi.
8) Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau
partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi.
Rasional: Pasien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan
pengertian tentang peran individu masa mendatang

2.1.4 Implementasi Keperawatan


Tahap awal tindakan keperawatan menuntut perawat mempersiapkan
segala sesuatu yang diperlukan dalam tindakan. Persiapan tersebut meliputi
kegiatan-kegiatan :Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada
tahap perencanaan,menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan
yang diperlukan, mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang
mungkin timbul,menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan,
mempersiapkan lingkungan yang konduktif sesuai dengan yang akan
dilaksanankan mengidentifikasi aspekhukum dan etik terhadap resiko dari
potensial tindakan.

2.1.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaannyasudah berhasil dicapai, melalui
evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi
selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan.

Anda mungkin juga menyukai