Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASFIKSIA NEONATORUM

Disusun Oleh :
Erik sujatmiko
NIM. 106118023

PROGRAM D3 KEPERAWATAN
STIKES AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP
PERIODE 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ASFIKSIA NEONATORUM

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gangguan tidak
bernapas secara spontasn dan teratur setelah lahir. Asfiksia dapat terjadi
selama kehamilan atau persalinan (Sofian, 2012).
Asfiksia neonatarum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Sarwono, 2011).
Asfiksia neonatarum adalah suatu keadaan dimana saat bayi lahir
mengalami gangguan pertukaran gas dan kesulitan mengeluarkan
karbondioksida (Sarwono, 2010).
Asfiksia neonatorum dapat merupakan kelanjutan dari kegagalan janin
(fetal distress) intrauteri. Fetal distress adalah keadaan ketidakseimbangan
antara kebutuhan O2 dan nutrisi janin sehingga menimbulkan perubahan
metabolism janin menuju metabolism anaerob, yang menyebabkan hasil
akhir metabolismenya bukan lagi CO2 (Manuaba, 2008).
2. Etiologi
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan
gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi
menjadi berkurang yang mengakibatkan hipoksia bayi di dalam rahim dan
dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu
diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir,
diantaranya adalah (Nurarif & Kusuma, 2013):
a. Faktor ibu
1) Preeklampsia dan eklampsia
2) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
3) Partus lama atau partus macet
4) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC,
HIV)
5) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
b. Faktor Tali Pusat
1) Lilitan tali pusat
2) Tali pusat pendek
3) Simpul tali pusat
4) Prolapsus tali pusat
c. Faktor Bayi
1) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
2) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
3) Kelainan bawaan (kongenital)
4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Faktor Disebabkan Keterangan
Maternal  Hipotensi  Aliran darah menuju plasenta akan
syok dengan berkurang sehingga O2 dan nutrisi makin
sebab apapun tidak seimbang untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme.
 Anemia  Kemampuan transportasi O2 turun
maternal sehingga konsumsi O2 janin tidak
terpenuhi
 Penekanan  Metabolisme janin sebagian menuju
respirasi atau metabolisme anaerob sehingga terjadi
penyakit timbunan asam laktat dan piruvat serta
paru menimbulkan asidosis metabolic
 Malnutrisi  Semuanya memberikan kotribusi pada
 Asidosis dan pertumbuhan konsentrasi O2 dan nutrisi
dehidrasi makin menurun.
 Supine
hipotensi
Uterus  Aktivitas  Menyebabkan aliran darah menuju
kontraksi plasenta makin menurun sehingga O2
memanjang/h dan nutrisi menuju janin makin
iperaktivitas berkurang
 Gangguan  Timbunan glukosanya yang
Vaskuler menimbulkan energy pertumbuhan
melalui O2 dengan hasil akhir CO2 atau
habis karena dikeluarkan melalui paru –
paru atau plasenta janin, tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan.
 Metabolisme beralih menuju
metabolisme anaerob yang menimbulkan
asidosis
Plasenta  Degenerasi  Fungsi plasenta akan berkurang sehingga
vaskuler tidak mampu memenuhi kebutuhan O2
 Solusio dan nutrisi metabolisme janin
plasenta  Menimbulkan metabolisme anaerob dan
 Pertumbuhan akhirnya asidosis dengan pH darah turun.
hypoplasia
primer
Tali  Kompresi  Aliran darah menuju janin berkurang
Pusat tali pusat  Tidak mampu memenuhi nutrisi O2 dan
 Simpul nutrisi
mati/lilitan  Metabolisme berubah menjadi
tali pusat metabolisme anaerob
 Hilangnya
jelly
Wharton
Janin  Infeksi  Kebutuhan metabolisme nutrisi makin
tinggi, sehingga ada kemungkinan tidak
dapat dipenuhi oleh aliran darah dari
plasenta
 Anemia janin  Aliran nutrisi dan O2 tidak cukup
menyebabkan metabolisme janin menuju
metabolisme anaerob, sehingga terjadi
timbunan asam laktat dan piruvat
 Kemampuan untuk transportasi O2 tidak
cukup sehingga metabolisem janin
berubah menjadi menuju anaerob yang
menyebabkan asidosis.

3. Manifestasi Klinis
Asfiksia neonatarum biasanya akibat dari hipoksia janin yang
menimbulkan tanda-tanda sebagai berikut (Nurarif & Kusuma, 2013) :
a. DJJ irreguler dan frekuensi >160 x/menit atau <100 x/menit. Pada
keadaan umum normal denyut janin berkisar antar 120-160 x/menit
dan selama his frekuensi ini bisa turun namun akan kembali normal
setelah tidak ada his.
b. Terdapat mekonium pada air ketuban pada letak kepala. Kekurangan
O2 merangsang usus sehingga mekonium keluar sebagai tanda janin
asfiksia.
c. Pada pemeriksaan dengan amnioskopi didapatkan pH janin turun
sampai <7,2 karena asidosis menyebabkan turunnya pH.

4. Patofisiologi
Pada awal proses kelahiran setiap bayi akan mengalami
hipoksia relatif dan akan terjadi adaptasi akibat aktivitas bernapas dan
menangis. Apabila proses adaptasi terganggu, maka bayi bisa
dikatakan mengalami asfiksia yang akan berefek pada gangguan
sistem organ vital seperti jantung, paru-paru, ginjal dan otak yang
mengakibatkan kematian (Manuaba, 2008).
Asfiksia terjadi karena janin kekurangan O2 dan kadar CO2
bertambah, timbul rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ
(denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O 2 terus
berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Maka
timbul rangsangan dari nervus sispatikus sehingga DJJ menjadi lebih
cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan
pernafasan intrauteri dan bila kita periksa kemudian banyak air
ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan dapat
terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang
(Manuaba, 2008).
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti dan
denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler
berkembang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode
apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukan pernafasan yang
dalam, denyut jantung menurun terus menerus, tekanan darah bayi
juga mulai menurun, dan bayi akan terlihat lemas. Pernafasan makin
lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekuner.
Selama apneu sekunder denyut jantung, tekanan darang dan kadar O 2
dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi
terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukan upaya pernafasan
secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan
pernafasan buatan tidak di mulai segera (Manuaba, 2008).
5. Patofisiologi dan Pathway
a. Pathway
Menurut Manuaba (2008) :
Tali pusat
Plasenta (degenerasi (kompresi, lilitan
Maternal (hipotensi syok, anemia vaskuler, solusio tali pusat, Janin
Uterus (aktivitas plasenta, pertumbuhan
maternal, penekanan hilangnya jelly (infeksi,anemia
kontraksi, gangguan hypoplasia primer) janin,
respirasi,malnutrisi, asidosis, wharton)
vaskuler) sungsang)
supine hipotensi)

ASFIKSIA (sedang, berat)

Janin kekurangan O2 Paru-paru terisi cairan ( misal : aspirasi


& kadar CO2 meningkat mekonium, air ketuban)

Gangguan metabolism &


perubahan asam basa

Napas cepat Suplai O2 dalam darah ↓ Suplai O2 ke paru ↓ Asidosis respiratorik

Apneu Hipoksia organ (jantung, Gangguan perfusi-ventilasi


otak paru)
Kerusakan otak
DJJ & TD ↓
sianosis
Napas cuping hidung,
sianosis, hipoksia
Ketidakefektifan Kematian bayi
Ketidakefektifan perfusi jaringan
pola napas perifer
(00032) (00204) Gangguan
Proses keluarga terhenti pertukaran gas
(00030)

Akral dingin

Resiko Cidera
(00035)
Resiko
ketidakseimbangan
suhu tubuh (00005)
6. Komplikasi
Komplikasi ini meliputi beberapa organ:
a. Edema otak dan Perdarahan otak
Pada penderita asfksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah
berlarut sehingga terjadi aliran darah ke otak yang menurun. Keadaaan
ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat
terjadinya edema otak. Hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan
otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfksia.
Keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya
yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah
jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan
ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada
pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfksia akan mengalami gangguan
pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan
persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2. Hal ini dapat
menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak
efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal, diantaranya : hipoksemia
dan perdarahan pada otak. Sedangkan akibat tindakan dari pemakaian
bag and mask yang berlebihan dapat menyebabkan pneumotoraks,
dimana pada pengembangan paru yang berlebihan dapat menyebabkan
alveolus pecah atau robekan pada mediastinum sehinga udara akan
mengisi rongga pleura / mediastinum.
7. Penatalaksanaan
a. Tindakan Keperawatan:
1) Bersihkan jalan nafas : kepala bayi diletakkan lebih rendah agar
lendir mudah mengalir, bila perlu digunakan laringioskop untuk
membantu penghisapan lendir dari saluran nafas yang lebih dalam.
2) Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak
memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak
kaki menekan tanda achiles.
3) Mempertahankan suhu tubuh.
b. Tindakan khusus
1) Asfiksia berat: Berikan oksigen dengan tekanan positif dan
intermiten melalui pipa endotrakeal. dapat dilakukan dengan
tiupan udara yang telah diperkaya dengan oksigen. Tekanan O2
yang diberikan tidak lebih dari 30 cmH2O. Bila pernafasan
spontan tidak timbul lakukan massage jantung dengan ibu jari
yang menekan pertengahan sternum 80 –100 x/menit.
2) Asfiksia sedang/ringan: Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir,
rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan
kodok (Frog breathing) 1-2 menit yaitu : kepala bayi ektensi
maksimal beri oksigen 1-2 l/mnt melalui kateter dalam hidung,
buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke atas-bawah
secara teratur 20x/menit. Penghisapan cairan lambung untuk
mencegah regurgitasi.

8. Masalah Keperawatan yang muncul


a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran
darah ke alveoli, alveolar edema, alveoli-perfusi.
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi.
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
hipoksia organ.
d. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan
sianosis.
e. Resiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan.

9. Intervensi Keperawatan
No Dx Tujuan dan
Intervensi
. Keperawatan Kriteria Hasil
1 Gangguan NOC : NIC :
pertukaran gas b.d Status pernafasan : 1. Monitor pernafasan
gangguan aliran pertukaran gas 1. Monitor rata-rata
darah ke alveoli, kedalaman, irama dan
alveolar edema, Setelah dilakukan usaha respirasi.
alveoli-perfusi tindakan keperawatan 2. Catat pergerakan dada,
selama 3 x 45 menit amati kesimetrisan,
gangguan pertukaran penggunana otot
gas klien dapat tambahan, retraksi otot
teratasi dengan subklavikular dan
kriteria hasil : interkostal.
1. Klien mampu 3. Monitor suara napas
menunjukkan seperti dengkur
peningkatan 4. Monitor otot diafragma
ventilasi dan (gerakan paradoksis)
oksigenasi yang 5. Auskultasi suara napas,
adekuat catat area penurunan/ tidak
2. Memelihara adanya ventilasi dan suara
kebersihan paru- tambahan.
paru dan bebas 6. Auskultasi suara paru
dari tanda-tanda untuk mengetashui hasil
distress tindakan
pernapasan 7. Kolaborasi pemberian O2
3. Tanda-tanda
vital dalam
rentang normal

2. Ketidakefektifan NOC : NIC :


pola napas Status 1. Terapi oksigen
pernafasan 1. Monitor aliran oksigen
:pertukaran Gas 2. Observasi adanya
Status pernafasan : tanda-tanda
status tanda vital hipoventilasi
Pertahankan jalan
Setelah dilakukan napas yang paten
tindakan keperawatan 3. Atur peralatan
selama 3 x 45 menit oksigenasi
ketidakefektifan pola 4. Pertahankan posisi
nafas klien dapat pasien.
berkurang dengan
kriteria hasil :
1. Klien mampu
menunjukkan
peningkatan
ventilasi dan
oksigenasi yang
adekuat
2. Memelihara
kebersihan paru-
paru dan bebas
dari tanda-tanda
distress
pernapasan
3. Tanda-tanda
vital dalam
rentang normal
3. Ketidakefektifan NOC : NIC :
perfusi jaringan Perfusi jaringan : Manajemen sensai perifer
perifer cerebral
berhubungan 1. Monitor adanya daerah tertentu
dengan hipoksia Setelah dilakukan yang hanya peka terhadap
organ tindakan keperawatan panas/dingin
selama 3x24 jam 2. Monitor adanya paratese
ketidkefektifan 3. Monitor adanya tromboplebitis
perfusi jaringan 4. Kolaborasi dengan dokter
perifer dapat teratasi
dengan kriteria hasil :
1. menunjukkan
fungsi sensori
motorik cranial yang
utuh : tingkat
kesadaran membaik,
tidak ada gerakan-
gerakan involunteer.
4. Resiko NOC : NIC :
ketidakseimbangan Termoregulasi 1. Pengaturan suhu
suhu tubuh
Setelah dilakukan 1. Monitor suhu tubuh minimal
tindakan keperawatan setiap 2 jam
selama 2 x 24 jam 2. Rencanakan monitoring
resiko suhu secara kontinu
ketidakseimbangan 3. Monitor TD,HR,RR
suhu tubuh klien 4. Monitor warna dan suhu
dapat berkurang kulit
dengan kriteria hasil : 5. Tentukan intake cairan dan
Suhu kulit normal nutrisi
i. Suhu badan 36o- 6. Selimuti pasien
37oC 7. Kolaborasi pemberian
ii. TTV dalam batas antipiretik bila perlu
normal
iii. Gula darah dalam
batas normal
iv. Keseimbangan
asam basa dalam
batas normal
v. Bilirubin dalam
batas normal
vi. Hidrasi kuat
5. Resiko cedera NOC : NIC :
berhubungan
Kontrol resiko 1. Manajemen lingkungan
dengan hipoksia
jaringan Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan
tindakan keperawatan yang aman untuk
selama 2 x 24 jam pasien
tidak ada resiko 2. Identifikasikan
cedera pada klien kebutuhan keamanan
dengan kriteria hasil : pasien sesuai dengan
1. Klien terbebas kondisi fisik dan
dari cedera fungsi kognitif
2. Keluarga pasien serta riwayat
mampu penyakit terdahulu
menjelaskan pasien
cara/metode 3. Menghindarkan
untuk mencegah lingkungan yang
cedera berbahaya
3. Keluarga 4. Memasang side rail
mampu tempat tidur
menjelaskan 5. Menyediakan tempat
faktor resiko tidur yang bersih dan
lingkungan/ nyaman
perilaku 6. Membatasi
personal pengunjung
4. Keluarga 7. Menganjurkan
mampu keluarga untuk
memodifikasi menemani pasien
gaya hidup 8. Mengontrol
untuk mencegah lingkungan dari
cedera kebisingan
5. Keluarga dapat 9. Memindahkan
menggunakan barang –barang yang
fasilitas dapat
kesehatan yang membahayakan
ada untuk klien 10. Berikan penjelasan
6. Keluarga kepada keluarga
mampu tentang adanya
mengenali status kesehatan dan
perubahan status penyebab penyakit
kesehatan klien
DAFTAR PUSTAKA

Johnson, M., et all. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition.
New Jersey: Upper Saddle River.

Mansjoer,A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius.

Manuaba, Ida Bagus Gde. 2008. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.

Mc Closkey, C.J., et all. 2008. Nursing Interventions Classification (NIC) Fifth


Edition. New Jersey: Upper Saddle River.

Nurarif, Amir Huda & Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 1&2.Yogyakarta :
Mediaction Publishing.

Ralph dan Rosenberg. 2006. Nursing Diagnosis: Definition and Clasification 2005-
2006. Philadelphila, USA.

Sarwono, Wiknjosastro Hanifa. 2010. Pengantar Ilmu Kebidanan. Ed 3. Jakarta:


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sarwono, Wiknjosastro Hanifa. 2011. Pengantar Ilmu Kandungan. Ed 4. Jakarta:


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Sofian, Amru. 2012. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri : Obstetri Operatif,


Obstetri Sosial Ed 3 Jilid 1 & 2. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai