Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN PADA NY.

A G1P1A0 UMUR 26 TAHUN


DENGAN HIPERTEMI DAN FETAL DISTRESS DI RUANG
FLAMBOYAN RSUD Prof. Dr. MARGONO
SOEKARJO PURWOKERTO

Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Prodi Profesi Ners Stase
Keperawatan Maternitas

Disusun Oleh:
Nanda Karunia Hanifah
2022030071

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GOMBONG
2022

i
ii
iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Defenisi.................................................................................................1
B. Etiologi.................................................................................................1
C. Patofisiologi..........................................................................................5
D. Penatalaksanaan....................................................................................7
E. Fokus Pengkajian..................................................................................8
F. Masalah Keperawatan...........................................................................11
G. Intervensi..............................................................................................11
BAB II TINJAUAN KASUS............................................................................13
BAB III PEMBAHASAN.................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Ketidakseimbangan suhu tubuh merupakan kegagalan mempertahankan su
hu tubuh dalam parameter normal yang dapat mengganggu kesehatan (NANDA,
2015). Ketidakseimbangan suhu tubuh dibagi menjadi dua yaitu Hipertermia da
n Hipotermia. Hipertermia adalah suhu inti tubuh di atas kisaran normal diurnal
karena kegagalan regulasi (NANDA, 2015). Hipertermi merupakan suatu keada
an dimana seseorang mengalami atau berisiko untuk mengalami kenaikan suhu t
ubuh secara terus- menerus lebih tinggi dari 37oC (peroral) atau 38.80C (perrekta
l) karena peningkatan kerentanan terhadap faktor-faktor eksternal. Sedangkan Hi
potermia adalah suhu inti tubuh di bawah kisaran normal diurnal karena kegagal
an termoregulasi (NANDA, 2015).
Fetal distress didefinisikan sebagai hipoksia janin progresif dan / atau asid
emia sekunder akibat oksigenasi janin yang tidak memadai. Istilah ini digunakan
untuk menunjukkan perubahan dalam pola jantung janin, berkurangnya gerakan
janin, hambatan pertumbuhan janin, dan adanya mekonium pada saat persalinan.
Meskipun fetal distress mungkin berhubungan dengan ensefalopati neonatal, seb
agian besar neonatus akan menjadi kuat dan sehat saat lahir meskipun dengan di
agnosis fetal distress (Gravett, et al., 2016).
Fetal distress dinilai dengan skor Apgar (kurang dari 7 di 1 menit dan 5 me
nit), jejak kardiotokografi, dan pH tali pusat atau darah kulit kepala janin (pH ku
rang dari 7,2) dll. Di antaranya, penilaian skor Apgar adalah yang paling sederha
na dan umum digunakan (Tanima, et al., 2018)
B. ETIOLOGI FETAL DISTRES
Tabel 1.1 Penyebab Asfiksia Neonatorum Yang Merupakan Kelanjutan Dari
Fetal Distress
Faktor Penyebab Keterangan
Maternal 1. Hipotensi 1. Aliran darah menuju plasenta
2. Anemia maternal akan berkurang sehinggan O
1
3. Penekanan respirasi ata 2 dan nutrisi makin tidak sei
u penyakit paru mbang untuk memenuhi kebu
4. Malnutrisi tuhan metabolisme.
5. Asidosis dan dehidrasi 2. Kemampuan transportasi O2
6. Supine hipotensi makin turun sehingga konsu
msi O2 janin tidak terpenuhi.
3. Metabolism janin sebagian m
enuju metabolisme anerob se
hingga terjadi timbunan asam
laktat dan piruvat, serta meni
mbulkan asidosis metabolic.
4. Semuanya memberikan kontr
ibusi pada penurunan konsent
rasi O2 dan nutrisi dalam dar
ah yang menuju plasenta sehi
ngga konsumsi O2 dan nutris
i janin makin menurun.
Uterus 1. Aktivasi kontraksi me 1. Menyebabkan aliran darah m
manjang/ hiperaktivitas enuju plasenta makin menuru
2. Gangguan vaskular n, sehingga O2 dan nutrisi m
enuju janin makin berkurang.
2. Timbunan glukosanya yang
menimbulkan energi pertumb
uhan melalui O2, dengan hasi
l akhir CO2 atau habis karena
dikeluarkan melalui paru atau
plasenta janin, tidak cukup u
ntuk memenuhi kebutuhan.
3. Metabolisme beralih menuju
metabolisme anaerob yang m
enimbulkan asidosis.
2
Plasenta 1. Degenerasi vaskularnya 1. Fungsi plasenta akan berkura
2. Solusio plasenta ng sehingga tidak mampu me
3. Pertumbuhan hypoplasi menuhi kebutuhan O2 dan nu
a primer trisi metabolism janin
2. Menimbulkan metabolism an
aerob dan akhirnya terjadi asi
dosis dengan pH darah turun
Tali pusat 1. Kompresi tali pusat 1. Aliran darah menuju janin be
2. Simpul mati, lilitan tali rkurang.
pusat 2. Tidak mampu memenuhi O2
3. Hilangnya jelly wharto dan nutrisi.
n 3. Metabolisme berubah menjad
i metabolisme anaerob.
Janin Infeksi 1. Kebutuhan metabolisme mak
in tinggi, sehingga ada kemu
ngkinan tidak dapat dipenuhi
oleh aliran darah dari plasent
a
2. Aliran nutrisi dan O2 tidak c
ukup menyebabkan metaboli
sm janin menuju metabolism
anaerob, sehingga terjadi tim
bunan asam-laktat dan piruva
t.
Anemia janin 1. Kemampuan untuk transporta
si O2 dan membuang CO2 ti
dak cukup sehingga metaboli
sm janin berubah, menjadi m
enuju anaerob yang menyeba
bkan asidosis

3
Perdarahan 1. Dapat terjadi pada bentuk:
a. Plasenta previa
b. Solusio plasenta
c. Pecahnya sinus marginalis
d. Pecahnya vasa previa
2. Menyebabkan aliran darah m
enuju janin akan mengalami
gangguan sehingga nutrisi da
n O2 makin berkurang sehing
ga metabolism janin akan ber
alih menuju metabolism anae
rob yang menimbulkan asido
sis.
Malformasi Dapat digolongkan dalam kasus
ini adalah:
1. Kelainan jantung kongenital.
2. Kehamilan ganda atau salah s
atunya mengalami gangguan
nutrisi dan O2.
3. Penyakit eritroblastosis fetali
s.
4. Dapat menghambat metaboli
sm janin sehingga dapat beral
ih menuju metabolism anaero
b sehingga pada gilirannya m
embahayakan janin.

C. PATOFISIOLOGI
Fetal distress merupakan indikator kondisi yang mendasari terjadinya kekur
angan oksigen sementara atau permanen pada janin, yang dapat menyebabkan hi

4
poksia janin dan asidosis metabolik. Karena oksigenasi janin tergantung pada ok
sigenasi ibu dan perfusi plasenta, gangguan oksigenasi ibu, suplai darah rahim, tr
ansfer plasenta atau transportasi gas janin yang dapat menyebabkan hipoksia jani
n dan non-reassuring fetal status. Kondisi yang umumnya terkait dengan nonreas
suring fetal status termasuk penyakit kardiovaskular ibu, anemia, diabetes, hipert
ensi, infeksi, solusio plasenta, presentasi janin yang abnormal, pembatasan pertu
mbuhan intrauterin, dan kompresi tali pusat, antara lain kondisi obstetri, ibu atau
janin (Williams, 2014).
Janin mengalami tiga tahap penurunan kadar oksigen: hipoksia sementara ta
npa asidosis metabolik, hipoksia jaringan dengan risiko asidosis metabolik, dan
hipoksia dengan asidosis metabolik. Respons janin terhadap kekurangan oksigen
diatur oleh sistem saraf otonom, yang dimediasi oleh mekanisme parasimpatis da
n simpatis. Janin dilengkapi dengan mekanisme kompensasi untuk hipoksia sem
entara selama kehamilan, tetapi hipoksia janin yang terus-menerus dapat menyeb
abkan asidosis secara progresif dengan kematian sel, kerusakan jaringan, kegaga
lan organ, dan kemungkinan kematian. Menanggapi hipoksia, mekanisme kompe
nsasi janin meliputi 1) penurunan denyut jantung; 2) pengurangan konsumsi oksi
gen yang disebabkan oleh berhentinya fungsi-fungsi yang tidak penting seperti g
erakan tubuh; 3) redistribusi output jantung ke organ perfusi, seperti jantung, ota
k, dan kelenjar adrenal; dan 4) beralih ke metabolisme seluler anaerob (Williams,
2014).
Hipoksia janin yang berkepanjangan dikaitkan dengan morbiditas dan morta
litas perinatal yang signifikan dengan perhatian khusus pada komplikasi jangka
pendek dan jangka panjang termasuk ensefalopati, kejang, cerebral palsy, dan ke
terlambatan perkembangan saraf. Denyut jantung janin berubah secara nyata seb
agai respons terhadap kekurangan oksigen yang berkepanjangan, membuat pema
ntauan detak jantung janin menjadi alat yang penting dan umum digunakan untu
k menilai status oksigenasi janin secara cepat. Pola denyut jantung janin yang tid
ak meyakinkan diamati pada sekitar 15% dari persalinan (Williams, 2014).
Metabolism anaerob yang terjadi saat hipoksia menyebabkan siklus metabol
isme glukosa janin menghasilkan timbunan asam laktat dan piruvat, menyebabka
5
n keterbatasan menetralisir asidosis, menurunkan pH janin sehingga memberikan
gangguan metabolism lebih lanujt dan membahayakan fungsi organ serta dapat
menimbulkan kematian (Manuaba, et al., 2019).
Pada saat pH janin dalam rentang 7,35-7,45 dikatakan normal, pendaparan d
arah janin masih dapat berfungsi dengan baik selama fungsi ginjal dan paru masi
h baik. Pada saat janin mengalami asidosis atau hipoksia moderat yakni dalam re
ntang pH 7,25-7,35, terjadi reflex rangsangan saraf simpatis sehingga terjadi taki
kardi sebagai kompensasi pengeluaran CO2 melalui plasenta. Metabolism janin
mulai terganggu secara ringan sehingga masih berpeluang untuk diatasi. (Manua
ba, et al., 2019)
Pada asidosis berat yaitu ketika pH janin dalam rentang 7,00-7,20 akan terja
di rangsangan nervus vagus sehingga timbul bradikardi diikuti dengan peningkat
an peristaltik usus. Sehingga spingter ani terbuka dan menyebabkan air ketuban t
ercampur mekonium. Asidosis dan kekurangan glukosa akan cepat menimbulkan
gangguan metabolism otot jantung sehingga akan mempercepat gagal jantung da
n diikuti dengan kematian janin intrauteri. Pada tahap ini, janin harus segera dila
kukan terminasi. Namun bila stress yang menimbulkan metabolism anaerob bera
khir, maka keadaan janin akan pulih dengan cepat (Manuaba, et al., 2019).
Jika janin sudah mencapai tahap asidosis sangat berat dan pH mencapai 6,8
0-7,00 maka akan terjadi keadaan syok metabolism yang sangat berat dan irrever
sible. Sehingga dalam tahap ini akan segera diikuti oleh kematian janin intrauteri
n (Manuaba, et al., 2019).
D. PATHWAY

6
E. PENATALAKSANAAN
Untuk diagnosis fetal distress melalui pemantauan Denyut Jantung Janin (D
JJ) dapat menggunakan alat berupa nonstress test, doppler dan stetoskop Laenne
c. Pada janin yang aktif akan diikuti peningkatan DJJ, sebaliknya bila janin kura
n baik pergerakannya maka tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi DJJ (Prawir
oharjo, 2016).
Gerakan janin dapat ditentukan secara subyektif (normal rata-rata 7 kali/20
menit) atau secara obyektif dengan tokografi (normal rata-rata 10 kali/20 menit).
Gerakan janin juga dapat dilihat menggunakan USG. (Prawiroharjo, 2016).
Metode yang paling umum untuk memantau denyut jantung janin adalah car
diotocography (CTG) dan auskultasi intermiten. Dalam pengaturan yang tinggi,
pemantauan DJJ elektronik melalui kardiotokografi adalah metode yang paling u
mum. CTG kontinyu melibatkan pemantauan denyut jantung janin dan kontraktil
itas uterus secara bersamaan untuk mendeteksi pola DJJ yang terkait dengan kek

7
urangan pasokan oksigen janin. Penelusuran CTG normal dicirikan oleh:
1. Denyut jantung janin (DJJ) awal yang stabil dari 120-160 denyut per menit
(bpm)
2. Variabilitas DJJ antara 5 dan 25 bpm di atas dan di bawah DJJ awal
3. Perubahan periodik pada baseline DJJ (akselerasi di atas garis dasar atau perl
ambatan di bawah garis dasar)
Standar pedoman manajemen:
1. Rehidrasi intravena (≥1 l kristaloid)
2. Reposisi ibu ke posisi berbaring lateral
3. Tinjau oleh spesialis (setidaknya sekali selama proses persalinan hingga m
elahirkan, baik sendiri, melalui telepon atau selama putaran bangsal layana
n utama)
Standar Manajemen pra operasi:
1. Tiriskan kandung kemih (dengan kateter uretra diam)
2. Pencarian donor darah dan pencocokan silang 3. Pemberian antibiotik (spe
ktrum luas)
3. Mencari persetujuan pasien
4. Menggunakan checklist pra-operasi (verifikasi protokol pra-operasi dan ja
dwal intervensi untuk melakukan tindakan)
5. Operasi caesar harus dimulai ≤1 jam setelah keputusan (Interval kedatanga
n ke ruang operasi ≤30 menit dan interval kedatangan menuju persalinan ≤
30 menit). (Mgaya, et al., 2016).
F. FOKUS PENGKAJIAN
Proses keperawatan adalah kerangka kerja untuk memberikan pelayanan k
eperawatan yang profesional dan berkualitas. Proses keperawatan langsung men
garah pada kegiatan keperawatan yang meliputi promosi kesehatan, perlindunga
n kesehatan, dan pencegahan penyakit. Saat ini, proses keperawatan meliputi ha
l-hal yang sebagai berikut:
1. Pengkajian
Pengkajian fisiologis pascapartum difokuskan pada proses involusi o
rgan reproduksi dan perubahan biofisik sistem tubuh lainnya, sedangkan pen
8
gkajian psikososial meliputi pengkajian faktor emosional; perilaku; dan sosi
al pada masa pascapartum. Berikut ini adalah pengkajian data focus:
a. Aktivitas/Istirahat
Pada 4 jam sampai 3 hari postpartum mungkin mengalami Insomnia.
b. Sirkulasi
1) Temperatur : periksa 1 kali pada 1 jam pertama. Suhu tubuh akan men
ingkat bila terjadi dehidrasi atau keletihan
2) Nadi : periksa setiap 15 menit selama 1 jam pertama atau sampai stabi
l, kemudian setiap 30 menit pada jam-jam berikutnya
3) Pernafasan: periksa setiap 15 menit dan biasanya akan kembali normal
setelah 1 jam postpartum
4) Tekanan darah : periksa setiap 15 menit selama satu jam atau sampai s
tabil, kemudian setiap 30 menit untuk setiap jam berikutnya.
c. Eliminasi
Kandung kemih ibu cepat terisi karena diuresis postpartum dan cairan int
ravena. Periksa adanya konstipasi.
d. Nyeri Atau Ketidaknyamanan
Ketidaknyamanan berkenaan dengan pembesaran payudara, episiotomi, t
rauma perineal, hemoriod, kontraksi kuat (afterpain) kuat dan teratur dala
m periode 24 jam pertama dan akan berkurang setiap hari.
e. Keamanan
Pengkajian berkaitan dengan kondisi perineum. Inspeksi adanya tanda-ta
nda REEDA (Rednes, Echymosis, Edema, Discharge, Approximation), be
kas luka episiotomi/robekan, dan jahitan harus utuh.
f. Perubahan Organ Reproduksi Wanita
1) Involusi uterus
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus
kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Prose
s ini dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot pol
os uterus. Periksa tinggi fundus uteri setiap 15 menit selama satu jam
pertama kemudian setiap 30 menit. Pada hari ke-0 postpartum fundus
9
setinggi umbilikus dengan berat 1000 gram. Hari ke-2 fundus berada 1
cm atau lebih dibawah umbilikus, dan hari ke-3 fundus 2 cm dibawah
umbilikus dan padat. Hari ke-7 fundus setinggi pertengahan simpisis p
usat. Pada hari ke-14 fundus tidak teraba. Hari ke-42 tinggi fundus sep
erti hamil dua bulan dan pada hari ke-56 tinggi fundus kembali normal.
Curigai keabnormalitasan bila kondisi fundus lembek dan berada diat
as ketinggian fundus saat masa postpartum.
2) Lokea
Pengkajian meliputi karakter, jumlah, warna, bekuan darah, dan bauny
a. Pemeriksaan dilakukan setiap 15 menit, alirannya harus sedang. Bil
a darah mengalir dengan cepat, curiga terjadinya robekan serviks.
3) Serviks
Segera setelah berakhirnya kala III, serviks merupakan struktur yang ti
pis dan kolaps, lubang serviks mengecil dengan lambat, beberapa hari
setelah persalinan dapat dilewati dua jari, tetapi pada akhir minggu per
tama menjadi demikian sempitnyasehingga sukar dimasuki satu jari. P
inggirnya tidak rata tetapi retak-retak karena robekan dalam persalinan.
4) Vagina
Setelah tiga minggu akan kembali ke kondisi sebelum hamil. Ruggae
vagina mulai muncul dan labia lebih menonjol. Saat proses persalinan
himen akan ruptur dan menjadi karunkulai mirtiformis. Periksa adany
a infeksi bila terdapat cairan seperti nanah dari vagina.
g. Pemeriksaan Diagnostik
Tes tambahan: sesuai indikasi, mis, jumlah darah lengkap termasuk s
el darah putih, hemoglobin /hematokrit.
Adaptasi psikologis masa nifas merupakan suatu proses adaptasi dari
seorang ibu post partum, dimana pada saat ini ibu akan lebih sensitif dala
m segala hal, terutama yang berkaitan dengan dirinya serta bayinya. Peru
bahan psikologis mempunyai peranan yang sangat penting. Dorongan ser
ta perhatian anggota keluarga lainnya merupakan dukungan positif bagi i
bu. Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fa
10
se-fase sebagai berikut:
a. Fase taking in
Merupakan periode ketergantungan yang berkelanjutan dari hari pertama
sampai hari kedua setelah melahirkan. Fokus pada dirinya sendiri, nafsu
makan meningkat, cenderung positif pada lingkungannya.
b. Fase taking hold
Berlangsung antara hari ke 3 - 10 post partum. Ibu merasa khawatir akan
ketidakmampuannya dalam merawat bayi serta mudah tersinggung. Pada
saat ini sangat dibutuhkan sistem pendukung terutama bagi ibu muda ata
u primipari karena pada fase ini seiring dengan dengan terjadinya post pa
rtum blues. Pada fase ini merupakan kesempatan yang baik untuk membe
ri penyuluhan.
c. Letting go
Berlangsng setelah 10 hari melahirkan. Fase ini merupakan fase menerim
a tanggung jawab akan peran baru sebagai seorang ibu

11

Anda mungkin juga menyukai