Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

SUBDIVISI BEDAH ANAK


BAGIAN/SMF ILMU BEDAH

Pengelolaan Cairan dan Elektrolit


pada Pembedahan Neonatus dan Anak

Disusun oleh:
Otto Naftari

Dosen Pembimbing:
dr. Vita Indirasari., SpBA

SUB BAGIAN BEDAH ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN
BANDUNG
2018
2

LATAR BELAKANG
Volume cairan tubuh dan komposisi elektrolit di dalam tubuh yang stabil penting
untuk homeostasis. Masalah klinis dapat timbul akibat adanya abnormalitas pada
homeostasis. Keseimbangan volume dan komposisi cairan tubuh, baik ekstraselular (CES)
maupun cairan intraselular (CIS) harus dipertahankan dalam batas normal. Gangguan cairan
dan elektrolit dapat menyebabkan kondisi gawat darurat yang perlu penanganan secara cepat
dan tepat untuk menghindari kematian. Kondisi tersebut dapat meliputi diare, peritonitis,
ileus obstruktif, luka bakar, atau pendarahan masif.

1.Komponen Cairan Tubuh Pada Anak dan Neonatus


1.1 Total Cairan Tubuh (TBF)
Total cairan tubuh dibagi menjadi cairan ekstra selular (CES) dan cairan intra selular
(CIS). Proporsi CES dan CIS berubah sesuai dengan usia. Janin 28 minggu dengan berat 1 kg
memiliki 80% air dan hanya 1% total lemak tubuh. Saat lahir, TBF menurun menjadi 70-75%
lalu terjadi pergeseran bertahap CES ke dalam kompartemen intra selular dan komponen
lemak meningkat menjadi 17%. Pada usia 3 bulan, sebagian besar bayi memiliki berat dua
kali lipat berat badan lahir, sehingga komponen lemak meningkat menjadi 30% dan TBF
turun menjadi 65%. Hal ini dikaitkan dengan peningkatan jumlah dari cairan intraselular.1

1.2 Cairan Ekstra Selular (CES)


Cairan ini terdiri dari cairan plasma intravaskular, cairan interstitial, dan cairan trans
selular. Volume cairan plasma dan cairan interstitial disebut volume fungsional cairan ekstra
selular (Functional Extra Cellular Fluid Volume/ FEFV). Cairan ekstra selular juga termasuk
cairan ruang ketiga atau cairan trans selular yang bersifat non fungsional secara fisiologis.1
Ruang interstitial berfungsi sebagai lokasi penyimpanan yang dapat menerima cairan
dari hasil saringan kompartemen vaskular saat volume sirkulasi tinggi. Pada saat volume
sirkulasi rendah (perdarahan), cairan dari ruang interstitial pindah ke kompartemen vaskular
untuk memenuhi volume sirkulasi. Ruang interstitial juga menjadi lokasi penyimpanan
cadangan protein sel-sel sebelum ditransfer ke kompartemen pembuluh darah melalui saluran
limfatik. 1
3

Selama masa remaja, volume ruang interstitial sekitar 20%. Tambahan volume
plasma 7-10% ke volume interstitial, memberikan FEVF sekitar 27-30% pada kelompok usia
ini. Pada bayi, FEFV sekitar 45%.1
Cairan trans selular (ruang ketiga) merupakan cairan ekstra selular yang non-
fungsional. Cairan ini merupakan sekumpulan cairan yang terbentuk dari transudasi cairan
dari sel dan ruang ekstra selular; termasuk cairan dalam saluran pencernaan yang terbentuk
saat obstruksi usus, ascites, urine, efusi pleura. Cairan yang masuk ke ruang trans selular
tidak termasuk dalam FEFV. 1

1.3 Cairan intraselular (CIS)


TBF dikurangi CES merupakan volume cairan intra selular. Volume sel tetap
konstan selama pemberian larutan isotonik karena pergerakan bebas air dari dalam sel.
Namun, volume sel dapat meningkat pesat selama pemberian larutan hipotonik karena aliran
masuk air. Sebagian besar cairan intra selular terikat dengan protein. Energi dibutuhkan untuk
mengangkut kalium ke dalam sel dan untuk mengangkut natrium keluar sel.1
Komposisi CIS bervariasi menurut fungsi suatu sel. Namun terdapat perbedaan umum
antara CIS dan cairan interstitial. CIS mempunyai kadar Na+, Cl- dan HCO3- yang lebih
rendah dibanding CES dan mengandung lebih banyak ion K+ dan fosfat serta protein yang
merupakan komponen utama intra selular.2
Komposisi CIS ini dipertahankan oleh membran plasma sel dalam keadaan stabil
namun tetap ada pertukaran. Transpor membran terjadi melalui mekanisme pasif seperti
osmosis dan difusi yang tidak membutuhkan energi seperti transpor aktif.2
Sekitar sepertiga dari TBW merupakan cairan ekstraselular (CES), yaitu seluruh
cairan di luar sel. Dua kompartemen terbesar dari cairan ekstraselular adalah cairan
interstisial, yang merupakan tiga perempat cairan ekstraselular, dan plasma, yaitu seperempat
cairan ekstraselular. Plasma adalah bagian darah nonselular dan terus menerus berhubungan
dengan cairan interstisial melalui celah-celah membran kapiler. Celah ini bersifat sangat
permeabel terhadap hampir semua zat terlarut dalam cairan ekstraselular, kecuali protein.
Karena itu, cairan ekstraselular bercampur, sehingga plasma dan interstisial mempunyai
komposisi yang sama kecuali untuk protein, yang konsentrasinya lebih tinggi pada plasma. 2
Cairan transelular merupakan cairan yang disekresikan dalam tubuh terpisah dari
plasma oleh lapisan epithelial, maka tidak terlalu berperan dalam keseimbangan cairan tubuh.
Akan tetapi, beberapa keadaan pengeluaran jumlah cairan transelular secara berlebihan akan
tetap mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh. Cairan yang termasuk cairan
4

transelular yaitu : cairan serebrospinal, cairan dalam kelenjar limfe, cairan intra okular, cairan
gastrointestinal dan empedu, cairan pleura, peritoneal, dan perikardial. 2

2. Fisiologi Cairan pada Anak dan Neonatus


2.1 Fisiologi Ginjal pada Neonatus
Sebagian besar pergeseran cairan tubuh postnatal dimediasi oleh natrium dan
ekskresi air oleh ginjal imatur. Saat lahir laju filtrasi glomerulus (GFR) hanya 25% (20
ml/min 1.73 m-2) dibandingkan orang dewasa. GFR meningkat dengan cepat selama dua
minggu pertama kehidupan dan kemudian melambat hingga mencapai fungsi sepeti dewasa
pada usia 2 tahun.1,3 Tapi meskipun GFR yang rendah, semua bayi dapat menangani hingga
dua kali beban cairan rumatan normal karena efek negatif oleh GFR yang rendah dilawan
oleh efek positif dari konsentrasi rendah dan kapasitas dilusi tinggi dari ginjal.1

Tabel 1. Laju Filtrasi Glomerular

Kapasitas mengentalkan dari ginjal bayi jauh di bawah orang dewasa. Dalam
merespon kekurangan air, ginjal bayi dapat meningkatkan osmolalitas hingga maksimal 500-
600 mOsm/kg. Sebaliknya, ginjal dewasa dapat menghasilkan urin dengan osmolalitas 1200
mOsm/kg. Hal ini karena penurunan tonisitas di interstitium medula. 1
Kapasitas mengencerkan bayi baru lahir yang dehidrasi tidak seefisien orang
dewasa, namun bayi memiliki kapasitas pembersihan air bebas di atas orang dewasa. Setelah
diberikan air, bayi dapat mengeluarkan urine encer 30-50 mOsm/kg berbeda dengan orang
dewasa yang dapat mengentalkannya hanya sampai 70-100 mOsm/kg. 1
5

2.2 Fisiologi Elektrolit pada Bayi dan Neonatus


Fisiologi Natrium
Serum natrium bervariasi pada neonatus dan karenanya tidak dapat digunakan
sebagai indikator dari status hidrasi bayi. Kebutuhan natrium harian dari bayi sekitar 2-5
meq/kg/hari). Pada bayi, seperti orang dewasa, dapat mempertahankan natrium dalam
menghadapi keseimbangan negatif natrium tetapi memiliki kapasitas yang rendah
mengekskresikan kelebihan natrium ketika di keseimbangan positif. 1
Pemberian natrium merangsang pertumbuhan. Perubahan akut dalam keseimbangan
natrium dapat menyebabkan variasi yang besar pada tekanan darah dan perdarahan intra
serebral. Terlepas dari ada atau tidaknya gangguan pernapasan, Tekanan ventilasi positif dan
penggunaan tekanan positif akhir ekspirasi (Positive End Expiratory Pressures/ PEEP)
dihubungkan dengan natriuresis, peningkatan retensi air, dan pengeluaran vasopressin. 1

Fisiologi Kalium
Dosis yang dianjurkan adalah 2-4 meq/kg/hari diberikan setelah beberapa hari
pertama kehidupan. Penelitian menunjukkan bahwa ada kesulitan untuk mengelola kalium
dalam dua hari pertama setelah lahir atau segera setelah operasi. Hal ini disebabkan oleh
ginjal yang belum matang dan fungsi ginjal yang terganggu sehinga menyebabkan
hiperkalemia. Pada bayi yang sakit kritis, banyak faktor seperti peningkatan steroid, sekresi
prostaglandin, pengeluaran urin yang tinggi, dan penggunaan diuretik dapat menyebabkan
keseimbangan kalium menjadi negatif. Untuk mencegah hipokalemia ini, dianjurkan unutk
memberikan kalium 1-2 meq/kg/hari secara parenteral untuk bayi pasca operasi saat ada urin
yang memadai. 1
Karena lebih dari 98% dari total kalium tubuh berada di kompartemen intraselular,
tingkat serum kalium merupakan indikator rendahnya dari total cadangan kalium, 1
6

Tabel 2. Kebutuhan Elektrolit Harian

2.3 Faktor Kardiovaskular pada Bayi dan Neonatus


Perkembangan miokardium dan sistem saraf simpatik yang belum matang membuat
bayi dan neonatus lebih sensitif terhadap hipovolemia. Kontraktilitas miokardium, kesesuaian
ventrikel, dan tonus pembuluh darah yang lebih rendah serta kurang bervariasi membuat
mekanisme takikardia menjadi kompensasi utama selama penurunan volume. Curah jantung
menurun ketika batas takikardia dicapai. Depresi anestesi pada fungsi kardiovaskular akan
menonjolkan efek hipovolemia. Dengan demikian pemeliharaan volume vaskular efektif pada
pasien anak sangat penting untuk mempertahankan fungsi sirkulasi darah dan perfusi organ
vital dalam periode perioperatif. 1

3. Menentukan kebutuhan cairan


3.1 Metode
Banyak metode telah dirancang untuk menghitung jumlah cairan, kalori, dan mineral
yang diperlukan untuk melanjutkan pertumbuhan, pemeliharaan selama anestesi, penggantian
kehilangan cairan, pergeseran cairan, serta pemulihan dari stres setelah pembedahan.1

a) Metode Permukaan Tubuh (Body Surface Area/ BSA)


Metode BSA dalam menghitung kebutuhan cairan dan energi ini didasarkan pada konsep
bahwa kebutuhan kalori sebanding dengan luas permukaan tubuh. Berdasarkan prinsip ini,
7

syarat air dan elektrolit adalah 1500 ml/m2 per hari, kebutuhan natrium 30-50 mEq/m2 per
hari dan kebutuhan kalium 20-40 mEq/m2 per hari. Namun, kebutuhan cairan berdasarkan
BSA tidak dianjurkan digunakan karena rentan terhadap kekeliruan. 1,3

b) Konsumsi Kalori dan Berat Badan


Konsumsi kalori telah menjadi standar untuk menentukan kebutuhan cairan dan energi pada
anak. Kebutuhan kalori sama dengan kebutuhan cairan pada anak-anak. Metabolisme 1 kalori
menghasilkan 0,2 ml air dan juga mengkonsumsi 1,2 ml air. Dengan demikian pada anak ,
kebutuhan cairan dan konsumsi kalori dianggap sama. Pada tahun 1957, Holliday dan Segar
menilai metabolisme dan kebutuhan aktif energi pada anak yang dirawat di rumah sakit.
Kebutuhan energi dihitung dari bayi dirawat di rumah sakit sampai dengan 10 kg adalah 100
kal/kg/hari. Dari jumlah ini 50% dipergunakan untuk metabolisme basal sedangkan sisanya
50% dipergunakan untuk pertumbuhan. Pada anak-anak dengan berat lebih dari 10 kg,
pertumbuhan melambat dan kebutuhan kalori menurun menjadi 50 kal/kg/ hari untuk bobot di
atas 10 kg (yaitu 1.000 kal + 50 kal/kg/ hari). kebutuhan metabolik tersebut diturunkan di
anak dengan berat badan lebih dari 20 kg. Untuk bobot di atas 20 kg, kebutuhan kalori
dikurangi menjadi 20 kal/kg/ hari (yaitu 1.500 kal + 20 kal/kg/hari). Demam meningkatkan
kebutuhan kalori 10-12% untuk setiap kenaikan celcius suhu di atas normal. 1,3

4. Manajemen Cairan
Manajemen cairan dibagi menjadi 3 jenis : 1
a. terapi defisit
b. terapi pemeliharaan
c. terapi penggantian

4.1 Terapi Defisit


Hal ini mengacu pada manajemen cairan dan kehilangan elektrolit yang terjadi
sebelum persiapan untuk operasi dan saat operasi. Terapi defisit memiliki 3 komponen, yakni
estimasi keparahan dehidrasi, penentuan jenis defisit cairan, dan perbaikan defisit. 1
Keparahan dehidrasi biasanya diperkirakan dari riwayat dan evaluasi klinis. Empat
hal yang akan menentukan jenis dehidrasi meliputi 1:
a. Osmolaritas serum dan natrium serum
b. Status asam-basa, pH serum, dan basis defisit
c. Serum kalium dibandingkan dengan pH
8

d. Output urine (untuk mengesampingkan nekrosis tubular akut)


Ditinjau dari segi banyaknya defisit cairan dan elektrolit yang hilang, maka
dehidrasi dapat dibagi atas dehidrasi ringan (defisit 4%BB) , dehidrasi sedang (defisit
8%BB), dan dehidrasi berat (defisit 12%BB).

Tabel 3. Tipe Dehidrasi

Penelitian klinis dan biokimia di atas akan mengungkapkan apakah jenis dehidrasi
adalah hyponatraemik (Osmolaritas serum <270 mOs/mL, serum Na <130 meq/L),
isonatraemik (osmolaritas serum 270-300 mOsmL, serumNa 130-150 meq/L) atau
1,2,4
hipernatremik (osmolaritas serum> 310 mOs/mL, serum Na> 150 meq/L). Namun,
pengobatan defisit cairan harus dimulai sebelum semua investigasi dilakukan. Resusitasi
cairan awal dapat dimulai dengan bolus dari normal saline yang diberikan selama 10-20
menit untuk meningkatkan sirkulasi dan memulihkan perfusi ginjal. Untuk pasien dengan
alkalosis, Dextrose 5% dengan Saline 0,9% akan menjadi cairan pilihan. Pada pasien dengan
asidosis metabolik, mengeluarkan 250 ml dari wadah 1 liter Saline 0,9% dan menggantinya
dengan 28 ml larutan natrium bikarbonat 7,5% dan 232 ml dextrose 5% dapat dijadika solusi
yang lebih tepat. Larutan yang dihasilkan mengandung sekitar 1,2% Dextrose, 140 mEq
natrium, 115 mEq klorida dan 25 mEq natrium bicarbonate. Memberikan cairan yang
mengandung laktat atau asetat untuk anak-anak dengan asidosis metabolik berat dapat
memperburuk asidosis mereka terutama jika prekursor bikarbonat tidak dapat dimetabolisme
menjadi bikarbonat oleh hati karena status sirkulasi yang buruk. 1
9

Penurunan dari volume darah sebesar 1% dikaitkan dengan kenaikan suhu rektal
0.30C. Respon demam terhadap volume kontraksi berhubungan dengan penurunan aliran
darah kulit yang mencegah disipasi panas. Selain itu, hiperosmolaritas mengangkat ambang
batas untuk berkeringat. Hal ini pada gilirannya akan meningkatkan kebutuhan kalori dan
cairan mereka. 1

Defisit cairan karena puasa semalam


Untuk menghindari komplikasi yang berhubungan dengan aspirasi paru selama
induksi anestesi, lama puasa secara umum telah ditentukan. Studi terbaru menunjukkan
bahwa volume residual lambung lebih sedikit dan pH yang lebih tinggi, pada anak-anak
diperbolehkan cairan bening hingga 2 jam sebelum operasi. Meneguk sedikit cairan bening
merangsang peristaltik tetapi tidak merangsang sekresi lambung jika tidak terdapat protein.
H2 blockers efektif meningkatkan pH lambung dan selanjutnya mengurangi volume lambung.
Rekomendasi yang ada mencakup pemberian cairan bening sampai dua jam sebelum operasi
atau minum susu hingga 4 jam sebelum operasi. 1
Secara umum, defisit yang disebabkan oleh pembatasan cairan pra operasi dihitung
dengan mengalikan kebutuhan pemeliharaan per jam dikali jumlah jam pembatasan cairan.
Dari jumlah tersebut, 50% diganti pada jam pertama dan 25% masing-masing dalam 2 jam
berikutnya. Kebutuhan cairan untuk penggantian defisit disebabkan oleh puasa pra operasi
pada neonatus dan anak-anak diberikan dalam tabel 3. Ini mirip dengan kebutuhan cairan
maintenance selama operasi.

Tabel 4. Kebutuhan Defisit Cairan Karena Puasa Sebelum Operasi


10

Penggantian defisit berkisar pada pemulihan fungsi kardiovaskular, fungsi sistem


saraf pusat, dan perfusi ginjal. Seperti disebutkan sebelumnya, defisit harus diganti dengan
larutan garam seimbang berdasarkan jenis dan tingkat keparahan dehidrasi. Ini harus
memperhitungkan jenis kehilangan cairan dari tubuh (tabel 5) dan jenis larutan garam
seimbang yang cocok (Tabel 6). Jumlah penggantian cairan dapat mengambil waktu cukup
lama dan perlu diketahui bahwa kehilangan kalium khususnya tidak bisa diganti secara
cepat. Kalium boleh diganti hanya setelah perfusi ginjal telah memadai, asidosis dikoreksi,
dan anak mulai mengeluarkan urin.1

Tabel 5. Komposisi Cairan Tubuh

Tabel 6. Komposisi Cairan Yang Biasa Dipergunakan Pada Anak


11

4.2 Terapi Cairan Rumatan


Cairan maintenance memenuhi cairan yang sedang berlangsung dan kebutuhan
elektrolit selama operasi. Itu tidak memperhitungkan jumlah kehilangan darah atau
kehilangan cairan ruang ketigake ruang interstitial atau usus. Berdasarkan perhitungan
Holliday-Segar, kebutuhan cairan maintenance per jam harus diganti (tabel 4).1
Cairan untuk terapi pemeliharaan mengganti kehilangan dari dua sumber 1:
1. Insensible losses (kehilangan evaporasi)
2. Kehilangan urine.
Kehilangan evaporasi terdiri dari hilangnya zat terlarut bebas dariair melalui kulit
dan paru-paru. Dalam kondisi biasa ini menyumbang 30-35% dari total kebutuhan
pemeliharaan.Insensible losses dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu lingkungan, usia
gestasi pada bayi, jenis respirasi dan luas permukaan terpapar. Ventilasi dengan gas
dilembabkan menghasilkan secara signifikan lebih rendah insensible losses. 1
Dalam keadaan euvolemik, konsentrasi kehilangan urin kisaran 280-300 mOsm/kg
dari air, dengan spesifik gravitasi dari 1,008-1,015. Dalam beberapa keadaan (misalnya,
diabetes insipidus, bayi prematur), produksi wajib ada urin encer, dan kenaikan yang tepat
dalam kebutuhan cairan pemeliharaan harus dilakukan. Pada kesempatan lain (berlebihan
sekresi ADH), pasien mungkin tidak dapat menurunkan osmolalitas urine untuk 300
mOsm/kg air, dan volume cairan pemeliharaan harus dikurangi. Jika estimasi kebutuhan
cairan maintenance adalah benar,kadar elektrolit pasien harus tetap stabil dan pasien harus
tetap euvolemik klinis. 1
Kebutuhan glukosa dalam cairan pemeliharaan: Dalam tambahan cadangan glikogen
untuk tubuh bagian bawah, bayi memiliki tingkat metabolisme dan konsumsi oksigen yang
lebih tinggi dibandingkan anak yang lebih tua. Operasi neonatal, khususnya operasi pre-
bypass dapat menginduksi secara signifikan hipoglikemia yang mengancam hidup. Namun,
hipoglikemia intraoperatif adalah sangat langka pada anak. Di sisi lain,hiperglikemia lebih
umum ditemui selama anestesi dan pembedahan. Penyerapan glukosa intraoperatif olehotot
akan menurun. Respon terhadap anestesi, operasi, kecemasan dan rasa sakit lebih
meningkatkan nilai gula darah. Hiperglikemia dapat lebih diperburuk oleh gangguan
efektivitas insulin selama anestesi. Satustudi besar yang melibatkan 238 anak-anak dari
berbagai kelompok usia, menjalani kelaparan pra operasi untuk periode variabel,tidak
mengakibatkan nilai gula darah rendah. Pengaturan nilai glukosa lebih dari 10 mg/kg/min
dapat melebihi ambang ginjal dan mengakibatkan glycosurea dan diuresis osmotik. 1
12

Dengan penurunan toleransi terhadap glukosa eksogen danpeningkatan produksi


glukosa endogen, cairan yang mengandung konsentrasi glukosa rendah dalam cairan garam
seimbang mungkin diperlukan sebagai cairan pemeliharaan. Cairan pengganti seharusnya
bebas dari dekstrosa atau harustidak memiliki lebih dari 1% dextrose. Penelitian lain yang
mirip menegaskan kegunaan konsentrasi rendah glukosa dalam cairan maintenance. Ini akan
memastika nilai gula darah cukup tanpa menyebabkan hiperglikemia. 1

4.3 Penggantian Cairan


Penggantian cairan dilakukan untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang.
Penyusun cairan pengganti berbeda dengan cairan rumatan, sehingga apabila hanya
meningkatkan jumlah cairan rumatan untuk mengganti cairan yang hilang dapat
menyebabkan gangguan. 1
Penggantian cairan yang hilang dengan larutan garam fisiologis dapat mengurangi
retensi cairan dan respon natriuretik juga dimulai. Pada kebanyakan pasien, larutan RL
merupakan pilihan utama sebagai cairan pengganti dan lebih murah dibandingkan dengan
cairan elektrolit lain. Larutan NaCl yang memiliki kadar sodium lebih tinggi lebih dipilih
pada anak-anak dengan risiko edema serebral. Tabel 5 menunjukkan cairan intravena yang
dapat digunakan sebagai cairan pengganti maupun rumatan beserta kandungannya. 1
Jika pasien datang dalam keadaan dehidrasi berat atau syok, berikan infuse norma
saline 20-30cc/kg, smbil dipantau pengeluaran urin. Penggunaan jalur intraossaeous sekarang
lebih disukai jika jalur intravena perifer tidak dapat ditemukan dengan cepat selama waktu
resusitasi anak dalam dehidrasi berat. Penelitian telah menunjukkan bahwa garam normal
adalah sebagai pilihan yang baik untuk volume resusitasi sebagai cairan yang tersedia (Tabel
5.5), dan tentu saja biaya yang efektif; Oleh karena itu, tidak perlu untuk menggunakan lebih
mahal koloid selama resusitasi cairan.3
Tiga faktor yang berperan aktif dalam restorasi homeostasis jika menggunakan
larutan elektrolit, yakni 1:
1. Keseimbangan cairan dideteksi oleh reseptor volume dan osmoreseptor. Memasukkan
cairan elektrolit yang mengandung sodium akan mengganti cairan dan meningkatkan
kandungan sodium dalam tubuh
2. Kelebihan sodium ini akan membantu menjaga sirkulasi. Peningkatan kapasitas vaskular
akan meningkatkan peregangan atrium jantung dan meningkatkan aliran darah ginjal.
Hormon natriuetik selanjutnya akan meningkatkan volume darah.
13

3. Peningkatan alirah darah ginjal dan stimulasi ekskresi sodium akan mengkalibrasi ulang
homeostasis cairan tubuh sehingga mengurangi retensi cairan perioperatif.

Kelebihan cairan di sisi lain akan meyebabkan edema jaringan. Lalu mengganggu
aliran nutrisi ke dalam sel dan sisa metabolisme keluar dari sel sehingga bisa menyebabkan
kematian sel. 1

Kehilangan Cairan di Rongga Lain


Trauma pembedahan menyebabkan perpindahan cairan dari ekstra selular ke rongga
kompartemen dan kehilangan cairan ini harus digantikan untuk memenuhi kebutuhan cairan
di ekstra selular. Secara funsional cairan ini tidak berfungsi baik untuk kompartemen
vaskular maupun ekstraselular. Komposisi cairan ini sama dengan ekstraselular disertai
sengan sedikit protein. Elektrolit seperti RL merupakan pilihan utama sebagai cairan
pengganti. Penggantian cairan yang hilang ke rongga lain ini tergantung pada keparahan
trauma pembedahannya.1

Tabel 7. Kehilangan Cairan Dari Rongga Lain

Penggantian Darah
Pada anak-anak, kehilangan darah harus segera diganti. Penggantian darah bisa
menggunakan Packed Red Cell (PRC), Whole Blood (WB), koloid, atau kristaloid. Evaluasi
jumlah darah yang hilang bisa lewat penilaian klinis atau dari hasil laboratorium. Hukum
Davenport merupakan sebuah rumusan yang gampang diaplikasikan terutama bagi praktisi
yang jarang berhubungan dengan anak-anak Hukum ini mengatakan bahwa kehilangan darah
kurang dari 10% tidak membutuhkan penggantian, 10-20% harus dievalasi terlebih dahulu
per kasus, dan jika lebih dari 20% harus diganti dengan PRC atau WB. 1
Apabila menggunakan kristaloid, setiap mililiter darah yang hilang diganti denga 3
mililiter kristaloid. Cairan kristaloid lebih cepat terdistribusi ke ekstraselular dan hanya 20-
14

30% yang bertahan di intravaskular. Transpor oksigen yang adekuat juga harus dijaga. Jumah
hematokrit yang menjamin transpor oksigen yang adekuat tergantung berbagai faktor seperti
usia, lama pembedahan, dan perkiraan darah yang akan hilang. Namun, nilai hematokrit 30%
pada anak dan 40% pada neonatus dianggap mencukupi. 1

Kristaloid Atau Koloid: Sebuah Kontroversi


Terlepas kontroversi penggunaan kolod atau kristaloid, semua sepakat bahwa
cairan parenteral dimulai dengan cairan garam fisiologis. Kekurangan dari penggunaan garam
fisiologis adalah dalam waktu 2 jam hampir semua cairan terdistribusi ke semua
kompartemen tubuh sehingga pada kasus kehilangan darah dibutuhkan volume 3 hingga 4
kali lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan WB. 1
Human albumin atau koloid sintetis direkomendasikan oleh sebagian kalngan
untuk menjaga kebutuhan cairan intravaskular. Secara teori, administrasi albumin akan
meingkatkan tekanan onkotik serta osmotik sehingga menimbulkan perpindahan cairan dari
intraselular dan interstitial ke kompartemen vaskular dan menyebabkan paralisis pada tubulus
distal sehingga mengurangi edema jaringan dan menjaga kebutuhkan cairan intravaskular. 1
Namun efek ini jarang terlihat, terutama pada pasien capillary leak syndrome, yang
mencegah albumin tidak bertahan di intravaskular. Albumin lebih cocok digunakan pada
operasi untuk menjaga volume vaskular. 1
Hetastarch merupakan cairan yang mampu bertahan di intravaskular hingga 3 jam
dan beberapa partikelnya tetap bertahan di kompartemen vaskular hingga beberapa hari.
Rekomendasi dosis harian tidak boleh melebihi 20ml/kg berat badan. Cairan hibrid yang
mengandung 6% hetastarch juga tersedia di pasaran. Cairan ini menggabungkan manfaat
penggunaan koloid dan buffer larutan RL. 1

5. Gangguan Elektrolit pada Periode Perioperatif


5.1 Gangguan Sodium
Sodium merupakan kation utma di ekstraselular dan merupakan komponen penting
dalam menjaga osmolalitas di ekstra dan intra selular. Kebutuhan sodium bervariasi sesuai
umur. Kebutuhan sodium pada bayi sekitar 2-3 meq/kg/hari. Kehilangan lewat feses sekitar 1
meq/kg/hari dan kebutuhan pertumbuhan sekitar 0,5 meq/kg/hari. 1,3

Hiponatremia
15

Konsentrasi sodium kurang dari 130 meq/L. Kondisi ini merupakan gangguan
elektrolit yang umum pada kondisi perioperatif yang dapat dibedakan berdasarkan status
volume pasien 1:
1. Hipovolemik hiponatremi
Terdapat penurunan volume ekstraselular, contoh: gastroenteritis, terapi diuretik atau
gangguan ginjal. Kondisi ini dapat menyebabkan edema serebral
2. Hipervolemik hiponatremi
Terdapat kelebihan volume ekstra selular, contoh: sindroma nefrotik
3. Isovolemik hiponatremi
Berhubunga dengan volume ekstraselular yang normal, contoh: SIADH, terapi
glukokortikoid

Hiponatremi umnumnya tidak menimbulkan gejala tapi penuruann kesadaran dan


kejang dapat terjadi jika serum sodium kurang dari 120 meq/L. Gangguan jantung terjadi jika
serum sodium kurang dari 100meq/L. 1
Terapi yang tepat membutuhkan identifikasi penyebab hiponatremi. Pada
hiponatremi dengan penurunan volume sirkulasi, penanganan dengan pemberian tambahan
volume cairan. Pasien hiponatremi yang disertai gejala dan isovolemik atau hipervolemik
membutuhkan infus hipertonik salin (3% atau 5%). Penelitian sudah menunjukkan bahwa
bahkan peningkatan sodium sekecil apapun dapat menurunkan edema serebri atau
menghentika kejang. Koreksi harus mencukupi untuk menghilangkan menifestasi
hipotonisitas namun dalam waktu bersamaan tidak menimbulkan demyelinasi. Koreksi
hiponatremi secara cepat dapat menimbulkan myelinosis dari central pontine yang ditandai
dengan flaccid quadriplegia dan abnormalitas nervus kranialis. Hiponatremi hipervolemik
mengindikasikan terdapat kelebihan cairan tubuh dan sering ditangani dengan pemberian
furosemid dan hipertonik salin. Formula berikut menjeaskan perubahan yang terjadi setelah
pemberian 1 liter cairan sodium 1:

Infusan sodium 5% mengandung sodium 855 meq/L, 3% sebesar 513 meq/L, dan
normal salin mengandung 154 meq/L. Sebagian besar defisit biasanya dapat dikoreksi dalam
16

12-14 jam dan sisanya dalam waktu 1-3 hari. Indikasi yang direkomendasikan untuk
menghentikan koreksi yang cepat dari hiponatremi yang simptomatis yakni berkurangnya
manifestasi yang mengancam, berkurangnya gejala yang ada, dan konsentrasi sodium
mencapai 125-130 meq/L. Biasanya target koreksi tidak boleh melebihi 8 meq/hari 1.

Hipernatremia
Kondisi ini bisa terjadi jika terjadi kehilangan cairan tubuh atau penambahan sodium
dalam jumlah besar. Hipernatremi didefinisikan sebagai konsentrasi sodium lebih dari 145
meq/L. Pada anak-anak kondisi ini dihubungkan dengan kelemahan otot, hiperpnoea, gelisah,
insomnia, letargik, dan koma. Pengkerutan otak dapat menyebabkan perdarahan serebral1.
Penanganan hipernatremia terdiri dari 2 tahap, pertama adalah mengidentifikasi dan
menangani penyebabnya (kehilangan cairan dari saluran cerna atau karena diuresis). Lalu
memberikan cairan pengganti dengan rumus sebagai berikut 1

Hanya cairan hipotonik yang boleh diberikan seperti dextrosa 5% (natrium=0),


0,45%saline (natrium=77) atau saline 0,2% dalam dextrosa 5% (natrium=34). Semakin
hipotonik cairan infusan yang diberikan maka semakin berkurang kecepatan pemberian
iinfusan. Pada pasien yang mengalami hipernatremi dalam waktu beberapa jam, maka koreksi
cepat dalam beberap jam memberi prognosis yang baik tanpa meningkatkan risiko edema
serebral karena akumulasi elektrolit yang terjadi langsung dikeluarkan dengan cepat dari
dalam sel otak. Menurunkan serum sodium 1meq/L saja sudah mencukupi. Pada pasien yang
sudah mengalami hipernatremi dalam hitungan hari maka penurunan maksimal dari kadar
natrium tidak boleh lebih dari 0,5 meq/hari. Hal ini akan mengurangi risiko edema serebral
dan kejang. Secara umum, koreksi serum sodium tidak boleh melebihi 10 meq/hari 1.

5.2 Gangguan Potasium


Potasium banyak terdapat di cairan intraselular. Jumlah potasium dipengaruhi oleh
insulin, pH dari darah dan jaringan, b-adrenergik agonis dan aldosteron 1.
17

Hipokalemia
Ini merupakan temuan post operatif yang lazim dan biasanya disebabkan dari
saluran cerna (diare, muntah) atau gangguan ginjal (diuretik, alkalosis metabolik yang kronis,
renal tubular asidosis) atau gangguan perpindahan elektrolir karena obat (b-adrenergik
agonis, alkalosis, insulin). Gejala klinisnya adalah letargi, kelemahan otot, perubahan EKG
dan aritmia ventrikel 1.
Penangaan darurat diindikasikan jika hipokalemia berhubungan dengan aritmia
jantung. Kecepatan infusan tidak boleh melebihi 0,2-0,5 meq/kg/jam. Defisit potasium bisa
dihitung dengan formula 1

Pemberian potasium intravena harus melalui jalur sentral. Tingkat serum potasium
harus selalu dipantau dalam interval yang singkat dan EKG juga harus selalu diperhatikan 1.3.

Hiperkalemia
Serum potasium melebihi 5,5 meq/L menyebabkan hiperkalemia. Kondisi ini
membutuhkan perhatian khusus dan bisa berakibat fatal jika tidak segera ditangani. Penyebab
hiperkalemia biasanya gagal ginjal akut, metabolik asidosis, pemberian potasium dari luar,
efek kardioplegia saat operasi jantung, transfusi darah, dan nekrosis jaringan yang luas. Pada
kondisi perioperatif, suksinil kolin dapat menyebabkan pelepasan potasium dari jaringan otot.
Hal ini dapat menyebabkan peningkatan serum potasium 0,5-1 meq/L pada pasien normal,
kondisi ini dapat mengancam nyawa pada pasien yang sebelumnya memiliki kondisi
hiperkalemia. Suksinil kolin yang menyebabkan henti jantung dilaporkan pernah terjadi pada
anak, sebagian besar pada ana yang mempunya gangguan neuromuskular. Asisosis
merupakan penyebab lain dari hiperkalemia. Setiap penurunan pH sebesar 0,1 maka serum
potasium meningkat 0,2 – 0,4 meq/L 1.
Perubahan EKG berhubungan dengan hiperkalemia terdiri dari 1:
 5,5 - 5,5 meq/L : gelombang T meninggi
 6,5 - 8,0 meq/L : gelombang P kecil dan pelebaran komplek QRS
 8,0 - 9,0 meq/L : hilangnya gelombang P, QRS dan T bergabung membentuk sinus
 > 9 meq/L : ventrikular takikardi, ventrikular fibrilasi, atrio-ventrikular disosiasi dan
henti jantung
18

Tatalaksana yang cepat dari hiperkalemia diperlukan untuk mencegah henti aritmia
jantung. Jika pasien hemodinamiknya stabil tanpa perubahan EKG, maka pemeriksaan ulang
perlu dilakukan. Jika terdapat perubahan EKG, maka penambahan sodium dari luar harus
dihentikan serta diganti dengan normal salin. Hal ini termasuk semua cairan infusan yang
mengandung potasium. Kalsium klorida intravena 10-20 mg/kg atau kalsium glukonas
60mg/kg akan menstabilkan myokardium dan berfungsi sebagai antagonis dari potasium.
Koreksi metabolik asidosis dengan sodium bikarbonat akan memindahkan potasium ke
kompartemen intraselular. Pemberian infusan glukosa-insulin (0,1 unit/kg insulinn dengan
0,5 mg/kg glukosa) akan menghasilkan efek yang sama. 1
Pengikat potasium seperti resin, sodium polistirene sulfonat dapat diberikan per oral
atau per rektal dengan dosis 0,5 – 1 mg/kg/dosis. Hal ini akan mengikat potasium ke
intralumen dan mengurangi total sodium dalam tubuh. Reaksi ini membutuhkan waktu
beberapa jam. Jika hiperkalemia tidak dapat dikontrol dengan cara ini maka hemodialisa
harus dilakukan sesegera mungkin. 1

5.3 Gangguan Kalsium


Kalsium memiliki peran penting dalam pembentukan tulang, pembelahan sel,
pertumbuhan koagulasi, dan kontraksi dari jaringan otot. Jumlah kalsium dalam tubuh kurang
lebih 400meq/kg pada anak-anak dan sekitasr 950 meq/kg pada dewasa. Cadangan kalsium
dalam tubuh pada anak yang lahir prematur sangat rendah dibandingkan dengan anak yang
aterm dan hipokalsemi terjadi pada 90% anak prematur. 1

Hipokalsemi
Hipokalsemi didefinisikan sebagai jumlah serum kalsium kurang dari 4,5 meq/L.
Walaupun terdapat beberapa penyebab hipokalsemi yang non pembedahan (hipoparatiroid,
defisiensi vitamin D, pankreatitis, dan sebagainya), penyebab tersering dari hipokalsemi di
ruang operasi adalah pemberian darah lebih dari 1,5 mg/kg/menit atau karena hiperventilasi
akut. Tingkat albumin yang rendah dapat berujung pada gejala hipokalsemi seperti iritabilitas
neuromuskular, kelemahan, paraestesia, disritmia jantung dan pemnajangan QR interval pada
EKG, dan spasme kaki serta tangan. 1
Tatalaksananya berupa pemberian kalsium secara paenteral pada neonatus dapat
memperbaiki performa myokardium, terutama pada pasien dengan gangguan jantung.
19

Penanganan termasuk koreksi dari sumber penyebab dan infusan kalsium klorida (20mg/kg)
atau dosis ekuivalen dari 10% kalsium glukonas (60mg/kg). Pada konsentrasi ini, klorida dan
glukonas akan membentuk garam kalsium yang efektif meningkatkan konsentrasi kalsium. 1

Hiperkalsemia
Hiperkalsemi sering terjadi pada pasien hiperparatiroid, intoksikasi vitamin D,
imobilisasi lama, penggunaan diuretk tiazid, milk alkali syndromen, kasus keganasan, dan
sebagainya1.
Gejala saluran cerna seperti anoreksia, mual, muntah, dan konstipasi. Hipertensi,
toksisitas digoxin, disfungsi ginjal, serta gangguan sistim daraf pusat seperti koma juga sering
terlihat pada kasus hiperkalsemi. Tatalaksana meliputi hidrasi dengan normal salin. Loop
diuretik, bifosfonat, plicamicin, calcitonin, steroid, fosfat, dan prostaglandin masing-masing
memiliki fungsi untuk menurunkan serum kalsium. 1

5.4 Gangguan Magnesium


Magnesium meupakan kation terbanyak ke empat dalam tubuh. Karena relatif cukup
banyak di intra selular, magnesium memegang peranan penting dalam regulasi enzim.
Magnesium dalam tubuh sekitar 22 meq/L pada anak-anak dan 28meq/L pada dewasa. Tlang
dan otot merupakan tempat cadangan magnesium yang utama. Nilai normalnya sekitar 1,5-
1,8 meq/L. 1

Hipomagnesemia
Defisiensi magnesium jarang terjadi pada bayi baru lahir. Pada anak biasanya
berhubungan dengan penggunaan cairan magnesium free hyper alimentation. Hal ini sering
ditemukan pada anak-anak yang sakit kritis. 65% pasien pada kondisi kritis memiliki definisi
magnesium, yang bisa diperparah oleh pemberian epinephrine. Penyebab lain seperti
hiperaldosteron, fistula intestinal, kelaparan, pankreatitis dan penggunaan b-adrenergik
agonis. Defiseinsi kalsium biasa disertai defiseinsi magnesium. Manifestasinya meliputi
peningkatan iritabilitas neuromuskular, tetani, kejang, tremor, dan hiperrefklesia. Pada anak
yang lebih tua, total serum magnesium biasanya kurang dari 0,6 mmol/L. 1
Magnesium memiliki fungsi kardiovaskular dan non kardiovaskular yang penting.
Fungsi kardiovaskular meliputi metabolisme ATP (adenosin trifosfat) untuk energi pada
kontraksi otot jantung, menjaga potensial elektrik di membran sel, dan regulasi fungsi
kardiovaskular. Risiko utama pada pasien hipomagnesemia adalah disritmia ventrikel.
20

Takikardi ventrikel, fibrilasi, dan torsades des pointes dapat juga terjadi pada
hipomagnesemia. 1
Tatalaksananya berupa pemberian magnesium sulfat 15-30 mg/kg secara intravena
selama 15-30 menit.

Hipermagnesemia
Konsentrasi magnesium yang tinggi terjadi pada bayi yang ibunya mendapat garam
magnesium untuk terapi toksaemia selama kehamilan. Garam ini dapat menibulkan sedasi
dan relaksasi otot pada parturien dan anak-anak. Konsentrasi yang tinggi juga dapat terjadi
pada gagal ginjal serta pemberian laksatif dan antasid yang mengandung magnesium. 1
Tatalaksana berupa penghentian suplemen magnesium. Eliminasi magnesium
meliputi pemberian cairan diikuti dengan diiuretik. Definitif terapi berupa dialisis. Perbaikan
sementara dapat dilakukan dengan terapi kalsium. Karena hipomagnesemia dapat
menimbulkan efek relaksasi otot, maka harus diberikan secara hati-hati dengan pencairan
serta mengamati jika terjadi blokade neuromuskular. 1
21

DAFTAR PUSTAKA

1. Nair SG, Balachandran R. Perioperative Fluid And Electrolyte Management in


Paediatric Patients. Indian Journal of Anaestehsia. 2004; 48 (5) : 355-364
2. Hilal Salam SH Dasar-dasar Terapi Cairan Dan Elektrolit. Jakarta: Otsuka. 2005
3. Newton, M.W, Banieghbal, B; Lakhoo K. Fluids and Electrolyte Therapy in the
Paediatric Surgical Patient. Chapter 5 : 23-29
4. Graber, MA. Terapi Cairan, Elektrolit, dan Metabolik. Edisi 2. Jakarta: Farmedia. 2003

Anda mungkin juga menyukai