Disusun oleh:
Otto Naftari
Dosen Pembimbing:
dr. Vita Indirasari., SpBA
LATAR BELAKANG
Volume cairan tubuh dan komposisi elektrolit di dalam tubuh yang stabil penting
untuk homeostasis. Masalah klinis dapat timbul akibat adanya abnormalitas pada
homeostasis. Keseimbangan volume dan komposisi cairan tubuh, baik ekstraselular (CES)
maupun cairan intraselular (CIS) harus dipertahankan dalam batas normal. Gangguan cairan
dan elektrolit dapat menyebabkan kondisi gawat darurat yang perlu penanganan secara cepat
dan tepat untuk menghindari kematian. Kondisi tersebut dapat meliputi diare, peritonitis,
ileus obstruktif, luka bakar, atau pendarahan masif.
Selama masa remaja, volume ruang interstitial sekitar 20%. Tambahan volume
plasma 7-10% ke volume interstitial, memberikan FEVF sekitar 27-30% pada kelompok usia
ini. Pada bayi, FEFV sekitar 45%.1
Cairan trans selular (ruang ketiga) merupakan cairan ekstra selular yang non-
fungsional. Cairan ini merupakan sekumpulan cairan yang terbentuk dari transudasi cairan
dari sel dan ruang ekstra selular; termasuk cairan dalam saluran pencernaan yang terbentuk
saat obstruksi usus, ascites, urine, efusi pleura. Cairan yang masuk ke ruang trans selular
tidak termasuk dalam FEFV. 1
transelular yaitu : cairan serebrospinal, cairan dalam kelenjar limfe, cairan intra okular, cairan
gastrointestinal dan empedu, cairan pleura, peritoneal, dan perikardial. 2
Kapasitas mengentalkan dari ginjal bayi jauh di bawah orang dewasa. Dalam
merespon kekurangan air, ginjal bayi dapat meningkatkan osmolalitas hingga maksimal 500-
600 mOsm/kg. Sebaliknya, ginjal dewasa dapat menghasilkan urin dengan osmolalitas 1200
mOsm/kg. Hal ini karena penurunan tonisitas di interstitium medula. 1
Kapasitas mengencerkan bayi baru lahir yang dehidrasi tidak seefisien orang
dewasa, namun bayi memiliki kapasitas pembersihan air bebas di atas orang dewasa. Setelah
diberikan air, bayi dapat mengeluarkan urine encer 30-50 mOsm/kg berbeda dengan orang
dewasa yang dapat mengentalkannya hanya sampai 70-100 mOsm/kg. 1
5
Fisiologi Kalium
Dosis yang dianjurkan adalah 2-4 meq/kg/hari diberikan setelah beberapa hari
pertama kehidupan. Penelitian menunjukkan bahwa ada kesulitan untuk mengelola kalium
dalam dua hari pertama setelah lahir atau segera setelah operasi. Hal ini disebabkan oleh
ginjal yang belum matang dan fungsi ginjal yang terganggu sehinga menyebabkan
hiperkalemia. Pada bayi yang sakit kritis, banyak faktor seperti peningkatan steroid, sekresi
prostaglandin, pengeluaran urin yang tinggi, dan penggunaan diuretik dapat menyebabkan
keseimbangan kalium menjadi negatif. Untuk mencegah hipokalemia ini, dianjurkan unutk
memberikan kalium 1-2 meq/kg/hari secara parenteral untuk bayi pasca operasi saat ada urin
yang memadai. 1
Karena lebih dari 98% dari total kalium tubuh berada di kompartemen intraselular,
tingkat serum kalium merupakan indikator rendahnya dari total cadangan kalium, 1
6
syarat air dan elektrolit adalah 1500 ml/m2 per hari, kebutuhan natrium 30-50 mEq/m2 per
hari dan kebutuhan kalium 20-40 mEq/m2 per hari. Namun, kebutuhan cairan berdasarkan
BSA tidak dianjurkan digunakan karena rentan terhadap kekeliruan. 1,3
4. Manajemen Cairan
Manajemen cairan dibagi menjadi 3 jenis : 1
a. terapi defisit
b. terapi pemeliharaan
c. terapi penggantian
Penelitian klinis dan biokimia di atas akan mengungkapkan apakah jenis dehidrasi
adalah hyponatraemik (Osmolaritas serum <270 mOs/mL, serum Na <130 meq/L),
isonatraemik (osmolaritas serum 270-300 mOsmL, serumNa 130-150 meq/L) atau
1,2,4
hipernatremik (osmolaritas serum> 310 mOs/mL, serum Na> 150 meq/L). Namun,
pengobatan defisit cairan harus dimulai sebelum semua investigasi dilakukan. Resusitasi
cairan awal dapat dimulai dengan bolus dari normal saline yang diberikan selama 10-20
menit untuk meningkatkan sirkulasi dan memulihkan perfusi ginjal. Untuk pasien dengan
alkalosis, Dextrose 5% dengan Saline 0,9% akan menjadi cairan pilihan. Pada pasien dengan
asidosis metabolik, mengeluarkan 250 ml dari wadah 1 liter Saline 0,9% dan menggantinya
dengan 28 ml larutan natrium bikarbonat 7,5% dan 232 ml dextrose 5% dapat dijadika solusi
yang lebih tepat. Larutan yang dihasilkan mengandung sekitar 1,2% Dextrose, 140 mEq
natrium, 115 mEq klorida dan 25 mEq natrium bicarbonate. Memberikan cairan yang
mengandung laktat atau asetat untuk anak-anak dengan asidosis metabolik berat dapat
memperburuk asidosis mereka terutama jika prekursor bikarbonat tidak dapat dimetabolisme
menjadi bikarbonat oleh hati karena status sirkulasi yang buruk. 1
9
Penurunan dari volume darah sebesar 1% dikaitkan dengan kenaikan suhu rektal
0.30C. Respon demam terhadap volume kontraksi berhubungan dengan penurunan aliran
darah kulit yang mencegah disipasi panas. Selain itu, hiperosmolaritas mengangkat ambang
batas untuk berkeringat. Hal ini pada gilirannya akan meningkatkan kebutuhan kalori dan
cairan mereka. 1
3. Peningkatan alirah darah ginjal dan stimulasi ekskresi sodium akan mengkalibrasi ulang
homeostasis cairan tubuh sehingga mengurangi retensi cairan perioperatif.
Kelebihan cairan di sisi lain akan meyebabkan edema jaringan. Lalu mengganggu
aliran nutrisi ke dalam sel dan sisa metabolisme keluar dari sel sehingga bisa menyebabkan
kematian sel. 1
Penggantian Darah
Pada anak-anak, kehilangan darah harus segera diganti. Penggantian darah bisa
menggunakan Packed Red Cell (PRC), Whole Blood (WB), koloid, atau kristaloid. Evaluasi
jumlah darah yang hilang bisa lewat penilaian klinis atau dari hasil laboratorium. Hukum
Davenport merupakan sebuah rumusan yang gampang diaplikasikan terutama bagi praktisi
yang jarang berhubungan dengan anak-anak Hukum ini mengatakan bahwa kehilangan darah
kurang dari 10% tidak membutuhkan penggantian, 10-20% harus dievalasi terlebih dahulu
per kasus, dan jika lebih dari 20% harus diganti dengan PRC atau WB. 1
Apabila menggunakan kristaloid, setiap mililiter darah yang hilang diganti denga 3
mililiter kristaloid. Cairan kristaloid lebih cepat terdistribusi ke ekstraselular dan hanya 20-
14
30% yang bertahan di intravaskular. Transpor oksigen yang adekuat juga harus dijaga. Jumah
hematokrit yang menjamin transpor oksigen yang adekuat tergantung berbagai faktor seperti
usia, lama pembedahan, dan perkiraan darah yang akan hilang. Namun, nilai hematokrit 30%
pada anak dan 40% pada neonatus dianggap mencukupi. 1
Hiponatremia
15
Konsentrasi sodium kurang dari 130 meq/L. Kondisi ini merupakan gangguan
elektrolit yang umum pada kondisi perioperatif yang dapat dibedakan berdasarkan status
volume pasien 1:
1. Hipovolemik hiponatremi
Terdapat penurunan volume ekstraselular, contoh: gastroenteritis, terapi diuretik atau
gangguan ginjal. Kondisi ini dapat menyebabkan edema serebral
2. Hipervolemik hiponatremi
Terdapat kelebihan volume ekstra selular, contoh: sindroma nefrotik
3. Isovolemik hiponatremi
Berhubunga dengan volume ekstraselular yang normal, contoh: SIADH, terapi
glukokortikoid
Infusan sodium 5% mengandung sodium 855 meq/L, 3% sebesar 513 meq/L, dan
normal salin mengandung 154 meq/L. Sebagian besar defisit biasanya dapat dikoreksi dalam
16
12-14 jam dan sisanya dalam waktu 1-3 hari. Indikasi yang direkomendasikan untuk
menghentikan koreksi yang cepat dari hiponatremi yang simptomatis yakni berkurangnya
manifestasi yang mengancam, berkurangnya gejala yang ada, dan konsentrasi sodium
mencapai 125-130 meq/L. Biasanya target koreksi tidak boleh melebihi 8 meq/hari 1.
Hipernatremia
Kondisi ini bisa terjadi jika terjadi kehilangan cairan tubuh atau penambahan sodium
dalam jumlah besar. Hipernatremi didefinisikan sebagai konsentrasi sodium lebih dari 145
meq/L. Pada anak-anak kondisi ini dihubungkan dengan kelemahan otot, hiperpnoea, gelisah,
insomnia, letargik, dan koma. Pengkerutan otak dapat menyebabkan perdarahan serebral1.
Penanganan hipernatremia terdiri dari 2 tahap, pertama adalah mengidentifikasi dan
menangani penyebabnya (kehilangan cairan dari saluran cerna atau karena diuresis). Lalu
memberikan cairan pengganti dengan rumus sebagai berikut 1
Hipokalemia
Ini merupakan temuan post operatif yang lazim dan biasanya disebabkan dari
saluran cerna (diare, muntah) atau gangguan ginjal (diuretik, alkalosis metabolik yang kronis,
renal tubular asidosis) atau gangguan perpindahan elektrolir karena obat (b-adrenergik
agonis, alkalosis, insulin). Gejala klinisnya adalah letargi, kelemahan otot, perubahan EKG
dan aritmia ventrikel 1.
Penangaan darurat diindikasikan jika hipokalemia berhubungan dengan aritmia
jantung. Kecepatan infusan tidak boleh melebihi 0,2-0,5 meq/kg/jam. Defisit potasium bisa
dihitung dengan formula 1
Pemberian potasium intravena harus melalui jalur sentral. Tingkat serum potasium
harus selalu dipantau dalam interval yang singkat dan EKG juga harus selalu diperhatikan 1.3.
Hiperkalemia
Serum potasium melebihi 5,5 meq/L menyebabkan hiperkalemia. Kondisi ini
membutuhkan perhatian khusus dan bisa berakibat fatal jika tidak segera ditangani. Penyebab
hiperkalemia biasanya gagal ginjal akut, metabolik asidosis, pemberian potasium dari luar,
efek kardioplegia saat operasi jantung, transfusi darah, dan nekrosis jaringan yang luas. Pada
kondisi perioperatif, suksinil kolin dapat menyebabkan pelepasan potasium dari jaringan otot.
Hal ini dapat menyebabkan peningkatan serum potasium 0,5-1 meq/L pada pasien normal,
kondisi ini dapat mengancam nyawa pada pasien yang sebelumnya memiliki kondisi
hiperkalemia. Suksinil kolin yang menyebabkan henti jantung dilaporkan pernah terjadi pada
anak, sebagian besar pada ana yang mempunya gangguan neuromuskular. Asisosis
merupakan penyebab lain dari hiperkalemia. Setiap penurunan pH sebesar 0,1 maka serum
potasium meningkat 0,2 – 0,4 meq/L 1.
Perubahan EKG berhubungan dengan hiperkalemia terdiri dari 1:
5,5 - 5,5 meq/L : gelombang T meninggi
6,5 - 8,0 meq/L : gelombang P kecil dan pelebaran komplek QRS
8,0 - 9,0 meq/L : hilangnya gelombang P, QRS dan T bergabung membentuk sinus
> 9 meq/L : ventrikular takikardi, ventrikular fibrilasi, atrio-ventrikular disosiasi dan
henti jantung
18
Tatalaksana yang cepat dari hiperkalemia diperlukan untuk mencegah henti aritmia
jantung. Jika pasien hemodinamiknya stabil tanpa perubahan EKG, maka pemeriksaan ulang
perlu dilakukan. Jika terdapat perubahan EKG, maka penambahan sodium dari luar harus
dihentikan serta diganti dengan normal salin. Hal ini termasuk semua cairan infusan yang
mengandung potasium. Kalsium klorida intravena 10-20 mg/kg atau kalsium glukonas
60mg/kg akan menstabilkan myokardium dan berfungsi sebagai antagonis dari potasium.
Koreksi metabolik asidosis dengan sodium bikarbonat akan memindahkan potasium ke
kompartemen intraselular. Pemberian infusan glukosa-insulin (0,1 unit/kg insulinn dengan
0,5 mg/kg glukosa) akan menghasilkan efek yang sama. 1
Pengikat potasium seperti resin, sodium polistirene sulfonat dapat diberikan per oral
atau per rektal dengan dosis 0,5 – 1 mg/kg/dosis. Hal ini akan mengikat potasium ke
intralumen dan mengurangi total sodium dalam tubuh. Reaksi ini membutuhkan waktu
beberapa jam. Jika hiperkalemia tidak dapat dikontrol dengan cara ini maka hemodialisa
harus dilakukan sesegera mungkin. 1
Hipokalsemi
Hipokalsemi didefinisikan sebagai jumlah serum kalsium kurang dari 4,5 meq/L.
Walaupun terdapat beberapa penyebab hipokalsemi yang non pembedahan (hipoparatiroid,
defisiensi vitamin D, pankreatitis, dan sebagainya), penyebab tersering dari hipokalsemi di
ruang operasi adalah pemberian darah lebih dari 1,5 mg/kg/menit atau karena hiperventilasi
akut. Tingkat albumin yang rendah dapat berujung pada gejala hipokalsemi seperti iritabilitas
neuromuskular, kelemahan, paraestesia, disritmia jantung dan pemnajangan QR interval pada
EKG, dan spasme kaki serta tangan. 1
Tatalaksananya berupa pemberian kalsium secara paenteral pada neonatus dapat
memperbaiki performa myokardium, terutama pada pasien dengan gangguan jantung.
19
Penanganan termasuk koreksi dari sumber penyebab dan infusan kalsium klorida (20mg/kg)
atau dosis ekuivalen dari 10% kalsium glukonas (60mg/kg). Pada konsentrasi ini, klorida dan
glukonas akan membentuk garam kalsium yang efektif meningkatkan konsentrasi kalsium. 1
Hiperkalsemia
Hiperkalsemi sering terjadi pada pasien hiperparatiroid, intoksikasi vitamin D,
imobilisasi lama, penggunaan diuretk tiazid, milk alkali syndromen, kasus keganasan, dan
sebagainya1.
Gejala saluran cerna seperti anoreksia, mual, muntah, dan konstipasi. Hipertensi,
toksisitas digoxin, disfungsi ginjal, serta gangguan sistim daraf pusat seperti koma juga sering
terlihat pada kasus hiperkalsemi. Tatalaksana meliputi hidrasi dengan normal salin. Loop
diuretik, bifosfonat, plicamicin, calcitonin, steroid, fosfat, dan prostaglandin masing-masing
memiliki fungsi untuk menurunkan serum kalsium. 1
Hipomagnesemia
Defisiensi magnesium jarang terjadi pada bayi baru lahir. Pada anak biasanya
berhubungan dengan penggunaan cairan magnesium free hyper alimentation. Hal ini sering
ditemukan pada anak-anak yang sakit kritis. 65% pasien pada kondisi kritis memiliki definisi
magnesium, yang bisa diperparah oleh pemberian epinephrine. Penyebab lain seperti
hiperaldosteron, fistula intestinal, kelaparan, pankreatitis dan penggunaan b-adrenergik
agonis. Defiseinsi kalsium biasa disertai defiseinsi magnesium. Manifestasinya meliputi
peningkatan iritabilitas neuromuskular, tetani, kejang, tremor, dan hiperrefklesia. Pada anak
yang lebih tua, total serum magnesium biasanya kurang dari 0,6 mmol/L. 1
Magnesium memiliki fungsi kardiovaskular dan non kardiovaskular yang penting.
Fungsi kardiovaskular meliputi metabolisme ATP (adenosin trifosfat) untuk energi pada
kontraksi otot jantung, menjaga potensial elektrik di membran sel, dan regulasi fungsi
kardiovaskular. Risiko utama pada pasien hipomagnesemia adalah disritmia ventrikel.
20
Takikardi ventrikel, fibrilasi, dan torsades des pointes dapat juga terjadi pada
hipomagnesemia. 1
Tatalaksananya berupa pemberian magnesium sulfat 15-30 mg/kg secara intravena
selama 15-30 menit.
Hipermagnesemia
Konsentrasi magnesium yang tinggi terjadi pada bayi yang ibunya mendapat garam
magnesium untuk terapi toksaemia selama kehamilan. Garam ini dapat menibulkan sedasi
dan relaksasi otot pada parturien dan anak-anak. Konsentrasi yang tinggi juga dapat terjadi
pada gagal ginjal serta pemberian laksatif dan antasid yang mengandung magnesium. 1
Tatalaksana berupa penghentian suplemen magnesium. Eliminasi magnesium
meliputi pemberian cairan diikuti dengan diiuretik. Definitif terapi berupa dialisis. Perbaikan
sementara dapat dilakukan dengan terapi kalsium. Karena hipomagnesemia dapat
menimbulkan efek relaksasi otot, maka harus diberikan secara hati-hati dengan pencairan
serta mengamati jika terjadi blokade neuromuskular. 1
21
DAFTAR PUSTAKA