Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KONSEP GANGGUAN ELEKTROLIT PADA BAYI DAN ANAK

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Dosen Pengampu :

Oleh :

Ani Apriyani (P20620521045)

Jihan Fairuz (P20620521072)

Ervan Prananda Saputra (P20620521055)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES TASIKMALAYA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya
sehhingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini terkait dengan judul
“KONSEP GANGGUAN ELEKTROLIT PADA BAYI DAN ANAK ”
Penulisan makalah merupakan salah satu tugas mata kuliah di Poltekkes
Kemenkes Tasikmalaya. Selain itu, penulisan makalah ini juga bertujuan untuk
mengetahui tentang Pengertian gangguan elektrolit, patofisiologi gangguan elektrolit
pada anak, tanda gejala dan penyebab.
Dalam Penulisan makalah ini, kami (penulis) merasa masih banyak kekurangan,
baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
kami (penulis). Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami (penulis)
harapkan demi penyempurna pembuatan makalah ini.
Kami (penulis) juga mengucapkan terimakasih kepada keluarga, dosen
pembimbing, dosen mata kuliah, beserta teman-teman yang telah banyak membantu
dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Akhir kata kami (penulis) mengucapkan syukur dan terimakasih, serta semoga
makalah ini dapat berguna atau dapat bermanfaat bagi kita semua, Aamiin.

Tasikmalaya, 13 Oktober 2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara umum penatalaksanaan cairan dan elektrolit bisa enteral maupun
parenteral. Dalam konteks perawatan anak sakit kritis maka pembelajaran terutama
ditujukan pada cara parenteral. Berbeda dengan dewasa, pada penderita anak lebih
mudah terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Karena itu diperlukan
pemahaman prinsip-prinsip fisiologi. Air merupakan komponen terbesar dan pelarut
terpenting dari tubuh kita, dinyatakan dalam persen berat badan dan besarnya berubah
menurut umur. Pada masa prenatal menurun bersama masa gestasi, + 78% berat badan
pada saat menjelang dan segera setelah lahir setelah itu menurun bertahap. Cairan tubuh
terbagi dalam dua kompartemen yaitu intraseluler dan ekstraseluler. 479 Ekstraseluler
terbagi dalam ruang interstisial dan intravaskuler. Pada fetus, ekstraseluler lebih banyak
dari intraseluler, dan ekstraseluler menurun seiring pertambahan usia. Dua ruang lain
adalah ruang transcellular dan ruang slowly exchangeable. Sebenarnya ini juga
merupakan cairan ekstraseluler tetapi mempunyai karakteristik tersendiri dan dalam
keadaan normal tidak begitu penting. Komposisi elektrolit berbagai kompartemen tidak
sama. Na+ merupakan kation utama ekstraseluler dan aktif secara osmotik menjaga
volume intravaskuler dan interstisial. K+ merupakan kation utama intraseluler,
berperanan menjaga osmolalitas intrasel dan memelihara volume sel. K+ penting untuk
membangkitkan sel-sel saraf dan otot, bertanggung jawab terhadap kontraktilitas otot
(bercorak maupun polos) terutama otot jantung. Intake dirangsang oleh rasa haus
sebagai respon kurang air (hipertonik) melalui osmoreceptor di midhipotalamus,
pankreas dan vena porta hepatika. Hipovolemi dan hipotensi juga merangsang haus
melalui baroreceptor di atrium dan pembuluh darah besar, atau melalui peningkatan
angiotensin II. Excretion atau pengeluaran air dapat berupa kehilangan cairan
insensible (+30%), air kemih melalui ginjal (+60%) dan sedikit cairan tinja (+10%). Ini
menggambarkan jumlah yang harus diminum perhari untuk mempertahankan
keseimbangan cairan. Kehilangan insensible bisa melalui kulit (2/3) dan paru (1/3),
tergantung faktor-faktor yang mempengaruhi energy expenditure (tidak tergantung
keadaan cairan tubuh). Ini berbeda dengan kehilangan cairan melalui keringat (sensible
water and electrolyte losses) yang biasanya terjadi bila suhu tubuh dan / lingkungan
meningkat, diatur oleh sistem syaraf otonom. Pengeluaran air kemih penting untuk
mengatur osmolalitas dan komposisi ekstraseluler. Jumlah dan kadar urine
dikendalikan oleh axis neurohypophyseal-renal, yaitu Antidiuretic Hormone (ADH).
Distribusi antar kompartemen dipengaruhi permeabilitas membran dan osmolal
gradient, tetapi keseimbangannya menganut hukum iso-osmolaritas, neutralitas
elektron dan keseimbangan asam basa. Keseimbangan cairan dan elektrolit harus
dimonitor dengan ketat di PICU.

2.1 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Gangguan Elektrolit?
2. Bagaimana cara penatalaksanaan gangguan elektrolit?
3.1 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Gangguan Elektrolit
2. Memahami cara pengobatan Gangguan Elektrolit
3. Mampu memahami proses patofisiologi Gangguan Elektrolit pada anak
4.1 Manfaat
1. Agar dapat mengetahui dan memahami memahami proses patofisiologi Gangguan
Elektrolit pada anak
2. Agar dapat menjadi pribadi yang lebih baik dalam mencegah penyakit
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN
Gangguan elektrolit adalah kondisi saat kadar elektrolit di dalam tubuh tidak
seimbang. Bisa jadi terlalu tinggi atau terlalu rendah. Elektrolit adalah bahan kimia
yang terbentuk secara alami dalam cairan tubuh melalui gabungan beberapa zat. Mulai
dari klorida, fosfat, kalium, natrium, hingga kalsium. Elektrolit sangatlah penting untuk
fungsi tubuh normal dan harus ada dalam konsentrasi tertentu. Ketika tingkat elektrolit
dalam tubuh terlalu rendah atau terlalu tinggi, kondisi tersebut dianggap sebagai
ketidakseimbangan elektrolit. Kondisi kadar elektrolit yang tidak seimbang ini dapat
menimbulkan berbagai gangguan pada fungsi organ di dalam tubuh. Bahkan pada kasus
yang cukup parah, kondisi ini dapat menyebabkan kejang, koma, bahkan gagal jantung.
Gangguan elektrolit adalah kondisi ketika kadar elektrolit di dalam tubuh tidak
seimbang, bisa terlalu tinggi atau terlalu rendah. Ketidakseimbangan kadar elektrolit
ini dapat menimbulkan berbagai gejala, mulai dari mual, diare, hingga kram otot. Di
dalam tubuh manusia, terdapat beberapa jenis elektrolit, yaitu natrium, kalium, kalsium,
magnesium, fosfat, dan fosfor. Elektrolit-elektrolit tersebut bisa didapatkan dari
makanan, minuman, serta suplemen. Anak-anak memerlukan cairan dan elektrolit
relatif lebih banyak dari pada dewasa, karena itu mudah terjadi gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit. Kebutuhan perhari didasarkan pada : IWL + urin + cairan tinja.
Bisa juga diperkirakan berdasarkan energy expenditure: 1 kcal = 1 ml H2O.
Berdasarkan perhitungan energy expenditure rata-rata pada pasien yang dirawat di
rumah sakit didapatkan kebutuhan cairan perhari sebagai berikut:
Bayi 1 hari = 50 ml H2O/kgBB/hari.
Bayi 2 hari = 75 ml H2O/kgBB/hari.
Bayi > 3 hari = 100 ml H2O/kgBB/hari.
Berat badan 10 kg pertama = 100 ml H2O/kgBB/hari.
Berat badan 10 kg kedua = 1000 ml + 50 ml H2O/kgBB/hari.
Berat badan > 20 kg = 1500 ml + 20 ml H2O/kgBB/hari.
Pada pasien dengan kesulitan kompensasi terhadap kelebihan atau kekurangan cairan
dan elektrolit (misalnya: kelainan jantung, ginjal) harus dilakukan perhitungan secara
ketat/titrasi.
Demikian juga adanya faktor-faktor yang bisa mengurangi/meningkatkan kebutuhan
cairan, harus diperhitungkan. Perkiraan kebutuhan elektrolit perhari didasarkan pada
kebutuhan metabolisme, atau didasarkan pada kebutuhan cairan perhari:
Natrium : 2 – 3 mEq/100mlH2O/hari.
Kalium : 1 – 2 mEq/100mlH2O/hari.
Klorida : 2 – 3 mEq/100mlH2O/hari.
Jumlah elektrolit yang dibutuhkan oleh anak dan bayi dapat bervariasi
tergantung pada berbagai faktor seperti usia, berat badan, kondisi kesehatan, dan tingkat
aktivitas fisik. Elektrolit penting untuk menjaga keseimbangan cairan, menjaga fungsi
jantung, otot, dan saraf, serta menjaga tekanan darah yang sehat.
Untuk anak dan bayi, pemberian elektrolit biasanya dilakukan dalam bentuk
larutan oral ketika mereka mengalami dehidrasi akibat diare, muntah, atau penyakit
lainnya. Dalam kasus dehidrasi ringan pada anak, dokter atau profesional medis
mungkin meresepkan larutan elektrolit oral dengan dosis yang sesuai berdasarkan berat
badan dan tingkat keparahan dehidrasi.
2.2 ETIOLOGI
Menurut Hassenfeld Children’s Hospital, penyebab gangguan elektrolit pada anak
adalah cairan tubuh yang berkurang drastis akibat dehidrasi. Apalagi karena anak
memiliki ukuran tubuh kecil dan metabolisme cepat, sehingga lebih rentan
mengalaminya. Dehidrasi sendiri bisa disebabkan oleh berbagai hal, di antaranya
seperti kurang asupan cairan, diare, muntah, demam, penyakit ginjal atau hati kronis,
gangguan tiroid, penyakit jantung, atau keringat berlebih.

2.3 FAKTOR RESIKO


Beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan risiko gangguan elektrolit pada anak
antara lain:
1. Diare dan Muntah: Anak-anak yang mengalami diare dan muntah berlebihan dapat
kehilangan cairan dan elektrolit secara signifikan, terutama natrium, kalium, dan
klorida.
2. Dehidrasi: Anak-anak yang mengalami dehidrasi karena berbagai penyebab seperti
demam tinggi, diare, atau muntah juga berisiko mengalami ketidakseimbangan
elektrolit.
3. Gangguan Pencernaan: Anak-anak dengan gangguan pencernaan seperti penyakit
celiac, penyakit Crohn, atau intoleransi laktosa memiliki risiko lebih tinggi
mengalami gangguan elektrolit karena penyerapan nutrisi dan elektrolit dalam usus
terganggu.
4. Penyakit Ginjal: Anak-anak dengan penyakit ginjal, termasuk gagal ginjal, batu
ginjal, atau penyakit ginjal bawaan memiliki risiko tinggi mengalami gangguan
elektrolit karena fungsi ginjal yang mengatur keseimbangan elektrolit mungkin
terpengaruh.
5. Diabetes: Anak-anak dengan diabetes, terutama diabetes tipe 1, berisiko mengalami
gangguan elektrolit, terutama ketika kadar gula darah tidak terkontrol dan
menyebabkan kehilangan elektrolit melalui urin.
6. Penggunaan Obat-obatan: Penggunaan obat-obatan tertentu, seperti diuretik atau
obat pencahar, dapat menyebabkan kehilangan elektrolit yang signifikan.
7. Aktivitas Fisik yang Intens: Anak-anak yang berpartisipasi dalam aktivitas fisik
yang intens, terutama jika dilakukan dalam cuaca panas, dapat mengalami
kehilangan elektrolit melalui keringat.
8. Gangguan Hormonal: Gangguan hormon, seperti hipotiroidisme atau sindrom
adrenogenital, dapat mempengaruhi keseimbangan elektrolit dalam tubuh.
9. Kurangnya Asupan Elektrolit: Anak-anak yang tidak mendapatkan cukup elektrolit
melalui makanan dan minuman, terutama selama penyakit atau aktivitas fisik yang
intens, berisiko mengalami gangguan elektrolit.
10. Infeksi: Beberapa infeksi, terutama infeksi saluran kemih atau gastroenteritis, dapat
menyebabkan perubahan dalam keseimbangan elektrolit.

bahwa anak-anak, terutama bayi dan anak balita, lebih rentan terhadap gangguan
elektrolit karena tubuh mereka memiliki proporsi cairan yang lebih tinggi dan organ-
organ mereka masih berkembang. Oleh karena itu, orangtua dan pengasuh harus
memperhatikan tanda-tanda dehidrasi dan gangguan elektrolit pada anak, seperti lemah,
lesu, mulut kering, mata cekung, atau penurunan produksi urin, dan segera mencari
bantuan medis jika gejala-gejala ini muncul.

2.4 PROGNOSIS
Elektrolit adalah mineral dalam tubuh yang membantu mengatur fungsi jantung,
otot, dan saraf. Gangguan elektrolit pada anak bisa terjadi karena berbagai alasan,
termasuk dehidrasi, penyakit ginjal, diare, muntah, atau penyakit lainnya.
Prognosis gangguan elektrolit pada anak tergantung pada jenis gangguan
elektrolit, tingkat keparahannya, dan seberapa cepat tindakan medis diambil. Beberapa
gangguan elektrolit yang umum pada anak dan prognosisnya meliputi:

1. Dehidrasi: Dehidrasi akibat diare, muntah, atau kurang minum dapat menyebabkan
gangguan elektrolit, terutama kekurangan natrium dan kalium. Prognosisnya baik
jika dehidrasi segera diatasi dengan memberikan cairan intravena atau oral.
2. Hiponatremia: Kekurangan natrium dalam darah. Prognosisnya baik jika
penyebabnya diidentifikasi dan diberikan pengobatan yang sesuai, seperti
memberikan natrium melalui cairan infus.
3. Hiperkalemia: Kadar kalium yang tinggi dalam darah. Prognosisnya tergantung
pada penyebabnya. Jika hiperkalemia disebabkan oleh penyakit ginjal, pengobatan
penyakit ginjal mungkin diperlukan. Pengawasan ketat dan pengurangan konsumsi
kalium juga dapat membantu mengelola kondisi ini.
4. Hipokalsemia: Kekurangan kalsium dalam darah. Prognosisnya tergantung pada
penyebabnya. Pengobatan dapat melibatkan suplemen kalsium dan penanganan
kondisi yang mendasarinya.
5. Hipomagnesemia: Kekurangan magnesium dalam darah. Prognosisnya baik dengan
pengobatan magnesium oral atau intravena.
6. Asidosis dan Alkalosis: Gangguan keseimbangan asam-basa dalam tubuh.
Prognosisnya tergantung pada penyebab dan tingkat keparahan kondisi tersebut.
Perawatan melibatkan penanganan penyebabnya dan koreksi pH darah.
7. Gangguan Elektrolit Akibat Penyakit Kronis: Anak-anak dengan penyakit kronis
seperti diabetes, gagal ginjal, atau penyakit gastrointestinal mungkin mengalami
gangguan elektrolit jangka panjang. Prognosisnya tergantung pada manajemen
penyakit kronis tersebut dan pengawasan ketat oleh tim medis.

2.5 MANIFESTASI KLINIS


Gangguan elektrolit pada anak dapat menyebabkan berbagai manifestasi klinis.
Elektrolit utama yang biasanya terpengaruh meliputi natrium, kalium, kalsium, dan
magnesium. Berikut adalah beberapa manifestasi klinis yang mungkin muncul akibat
gangguan elektrolit pada anak:
1. Natrium (Na+):
 Hiponatremia (konsentrasi natrium dalam darah rendah): Lethargy,
kebingungan, muntah, kejang, penurunan kesadaran, dan dalam kasus parah,
koma.
 Hipernatremia (konsentrasi natrium dalam darah tinggi): Dehidrasi, kehausan
yang ekstrem, iritabilitas, gelisah, kejang, dan gangguan kesadaran.

2. Kalium (K+):
 Hipokalemia (konsentrasi kalium dalam darah rendah): Kelemahan otot,
kelelahan, aritmia jantung, konstipasi, dan dalam kasus parah, paralisis.
 Hiperkalemia (konsentrasi kalium dalam darah tinggi): Kelemahan otot, aritmia
jantung, mual, diare, dan dalam kasus parah, gangguan irama jantung yang
dapat mengancam nyawa.
3. Kalsium (Ca2+):
 Hipokalsemia (konsentrasi kalsium dalam darah rendah): Kejang, kram otot,
kesemutan di sekitar mulut atau tangan, tetani (spasme otot), dan dalam kasus
parah, penurunan kesadaran.
 Hiperkalsemia (konsentrasi kalsium dalam darah tinggi): Kelelahan, mual,
muntah, konstipasi, dehidrasi, dan dalam kasus parah, kerusakan ginjal atau
gangguan irama jantung.
4. Magnesium (Mg2+):
 Hipomagnesemia (konsentrasi magnesium dalam darah rendah): Kelemahan
otot, tremor, kejang, disritmia jantung, dan dalam kasus parah, kejang.
 Hipermagnesemia (konsentrasi magnesium dalam darah tinggi): Kelemahan
otot, mual, muntah, pernapasan dangkal, penurunan detak jantung, dan dalam
kasus parah, koma.

2.6 PATOFISIOLOGI
1. Hiponatremia (Kadar Natrium Rendah):
Patofisiologi: Terjadi ketika kadar natrium dalam darah sangat rendah. Ini dapat
terjadi akibat kehilangan natrium yang signifikan melalui keringat, muntah, diare,
atau konsumsi cairan yang terlalu tinggi tanpa asupan natrium yang memadai.
Hiponatremia dapat menyebabkan pembengkakan sel karena air memasuki sel
untuk mencoba memperbaiki keseimbangan elektrolit.
2. Hipernatremia (Kadar Natrium Tinggi):
Patofisiologi: Terjadi ketika kadar natrium dalam darah sangat tinggi. Ini bisa
terjadi karena kekurangan cairan (dehidrasi) atau konsumsi natrium yang
berlebihan. Hipernatremia dapat menyebabkan dehidrasi sel karena air ditarik
keluar dari sel untuk mencoba memperbaiki keseimbangan elektrolit.
3. Hipokalemia (Kadar Kalium Rendah):
Patofisiologi: Kekurangan kalium dalam darah dapat disebabkan oleh muntah,
diare, penggunaan diuretik (obat yang meningkatkan produksi urine), atau masalah
ginjal. Hipokalemia dapat menyebabkan gangguan pada fungsi otot, termasuk
lemah otot dan aritmia jantung.
4. Hiperkalemia (Kadar Kalium Tinggi):
Patofisiologi: Kadar kalium dalam darah yang tinggi dapat disebabkan oleh gagal
ginjal, obat-obatan tertentu, atau kerusakan jaringan sel (seperti pada kasus trauma).
Hiperkalemia dapat menyebabkan gangguan irama jantung yang serius dan
berpotensi mengancam nyawa.
5. Hipokalsemia (Kadar Kalsium Rendah):
Patofisiologi: Penyebab umum hipokalsemia pada anak adalah kekurangan vitamin
D, masalah pada kelenjar paratiroid, atau masalah penyerapan kalsium dalam usus.
Hipokalsemia dapat menyebabkan kejang, gangguan pada sistem saraf, dan
masalah pada jantung.
6. Hipokloremia (Kadar Klorida Rendah):
Patofisiologi: Hipokloremia biasanya terjadi bersamaan dengan gangguan elektrolit
lainnya, seperti hiponatremia atau alkalosis. Kekurangan klorida dalam darah dapat
disebabkan oleh muntah, diare, atau kehilangan cairan lainnya.

2.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1. Pemeriksaan Elektrolit Darah: Tes darah dapat mengukur tingkat elektrolit seperti
natrium, kalium, kalsium, fosfat, dan magnesium dalam darah. Hasil tes ini
membantu menentukan apakah ada ketidakseimbangan elektrolit.
2. Urin Elektrolit: Pemeriksaan urin dapat memberikan informasi tentang seberapa
baik ginjal memproses elektrolit. Urin dapat diuji untuk melihat apakah terdapat
kelebihan atau kekurangan elektrolit tertentu.
3. Tes Fungsi Ginjal: Gangguan elektrolit seringkali terkait dengan masalah ginjal.
Tes kreatinin dan urea nitrogen dalam darah digunakan untuk menilai fungsi ginjal.
4. Pemeriksaan EKG (Elektrokardiogram): Elektrokardiogram digunakan untuk
memeriksa aktivitas listrik jantung. Ketidakseimbangan elektrolit, terutama kalium,
dapat mempengaruhi fungsi jantung.
5. Pemeriksaan Kadar Gula Darah: Gangguan kadar gula darah juga dapat
mempengaruhi elektrolit. Tes gula darah membantu menentukan apakah ada
hubungan antara gangguan elektrolit dan diabetes.
6. Tes pH Darah: pH darah yang tidak seimbang dapat mengindikasikan
ketidakseimbangan asam-basa yang bisa terjadi akibat gangguan elektrolit.
7. Tes Fungsi Kelenjar Tiroid: Gangguan kelenjar tiroid dapat memengaruhi
keseimbangan elektrolit. Tes hormon tiroid dapat membantu menilai fungsi tiroid.
8. Tes Kadar Gas Darah: Tes ini mengukur kadar oksigen dan karbon dioksida dalam
darah, serta tingkat keasaman (pH) darah. Kadar gas darah membantu menilai
fungsi pernapasan dan sirkulasi.

2.8 PENATALAKSANAAN
1. Evaluasi dan Diagnosis:
 Pemeriksaan Medis: Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan
mewawancarai orang tua mengenai gejala anak.
 Pemeriksaan Darah dan Uji Urin: Tes darah dan urin mungkin diperlukan
untuk menilai tingkat elektrolit dan fungsi ginjal.
2. Penggantian Cairan:
 Oral Rehydration Solution (ORS): Untuk kasus ringan, ORS dapat
membantu menggantikan elektrolit yang hilang melalui diare atau muntah.
 Cairan Intravena (IV): Untuk kasus yang lebih parah, cairan dan elektrolit
dapat diberikan melalui infus IV untuk mengatasi kehilangan cairan yang
signifikan.
3. Penanganan Penyebab:
 Jika gangguan elektrolit disebabkan oleh kondisi medis tertentu, seperti
diabetes atau gangguan ginjal, pengelolaan kondisi tersebut juga diperlukan.
 Perubahan dalam diet atau pengobatan dapat direkomendasikan jika
gangguan elektrolit disebabkan oleh faktor-faktor tertentu.
4. Pantauan dan Pengawasan:
 Anak mungkin perlu dimonitor secara teratur untuk memastikan tingkat
elektrolitnya kembali normal.
 Dokter akan merencanakan jadwal kunjungan untuk memantau
perkembangan anak dan menilai apakah perubahan dalam penanganan
diperlukan.
5. Pencegahan:
 Untuk mencegah gangguan elektrolit, penting untuk memastikan bahwa
anak mendapatkan diet seimbang dan cukup cairan.
 Anak yang berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang intensif harus minum
cukup air dan mendapatkan elektrolit yang hilang melalui keringat.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
a. Biodata
Data lengkap diri klien yang meliputi nama lengkap, umur, jenis kelamin, kawin/belum
kawin, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan penanggungjawab
b. Keluhan utama Keluhan utama pada diare adalah berupa nyeri perut dan bab lebih
dari 3 kali sehari dengan konsistensi encer, kelemahan dan letargi.
c. Riwayat kesehetan sekarang
Kondisi yang didapatkan saat pengkajian dimana diare memiliki faktor predisposisi
makan makanan yang kurang sehat, stressor yang diterima, selain itu penyakit muncul
mendadak.
d. Riwayat kesehatan masa lalu
Diare lebih dapat dipengaruhi oleh faktor kebersihan lingkungan, kebiasaan hidup sehat
dan pola makan.
B. PEMERIKSAAN FISIK
1) Keadaan umum ; lemah
2) Tanda-tanda vital; suhu tubuh cenderung meningkat, pernapasan dangkal, nadi cepat,
tekanan darah menurun.
3) Review of sistem
a. B1 (breathing) ; sistem pernapasan dimana pemeriksaannya meliputi
inspeksi pada bentuk dada ditemukan bentuk dada dapat terjadi tarikan
dalam karena pernapasan dangkal dan cepat Pada palpasi tidak ditemukan
kelainan dinding toraks, gerakan dinding tidak simetris dan getaran yang
dirasakan tidak merata. Pada perkusi ditemukan penurunan suara paru atau
perubahan dari resonan. Pada auskultasi ditemukan perubahan suara napas.
b. B2 (blood); pemeriksaan jantung dan pembuluh darah antara lain meliputi;
pada pemeriksaan inspeksi perubahan apeks jantung karena disebabkan
adanya perubahan sumbu jantung karena hipertropi, pada palpasi terdapat
penurunan denyut apeks karena empisema terdapat thril jantung dan distensi
vena jugularis pada diare kronis. Pada perkusi biasanya tetap normal pada
bunyi redup. Pada auskultasi didapatkan bunyi lemah pada katup aorta dan
katup mitral.
c. B3 (brain) ; difokuskan pada pemeriksaan kepala dan leher untuk
mengetahui adanya sianosis perifer, ekspresi wajah yang gelisah, pusing,
kesakitan dan ptekie. Pada mata terdapat pucat karena anemia dan
kehilangan kontak mata.
d. B4 (bladder) : output urine merupakan indikasi diare yang penting.
Penurunan haluaran urine merupakan temuan penting yang harus dikaji lebih
lanjut penurunan produksi urine.
e. B5 (Bowel) : pengkajian yang harus dilakujkan meliputi perubahan nutrisi
sebelum dan sesudah masuk rumah sakit, penurunan turgor kulit jelek, kulit
kering , kepucatan, muntah dan penurunan berat badan. Frekuensi Peristaltik
usus meningkat, adanya nyeri tekan pada abdomen.
f. B6 (Bone) : keluhan kelemahan fisik, pusing, lemas, nyeri kepala dan sesak
napas.
g. Eliminasi
Gejala : Diare / konstipasi,nyeri abdomen dan distress, kembung,
penggunaan laksatif / diuretik.
h. Makanan, cairan
Gejala : Lapar terus-menerus atau menyangkal lapar, nafsu makan normal
atau meningkat.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan diare dan muntah
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan mual muntah
3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan timbulnya perlukaan disekitar
anus
D. INTERVENSI
1. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan diare dan muntah
I.03122 Pemantauan Elektrolit : Mengumpulkan dan menganalisis data dan efek
yang tidak di harapkan
a. Observasi
1. Identifikasi kemungkinan penyebab ketidakseimbangan elektrolit
2. Monitor kadar elektrolit serum
3. Monitor mual, muntah dan diare
4. Monitor krhilangan cairan apabila perlu
5. Monitor tanda dan gejala hypokalemia
6. Monitor tanda dan gejala hyperkalemia
7. Monitor tanda dan gejala hiponatremia
8. Monitor tanda dan gejala hypernatremia
b. Terapeutik
1. Atur interval waktu pemantuan sesuai dengan kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
c. Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan

2. Defisit nutrisi berhubungan dengan mual muntah

1. Timbang BB tiap hari


2. Monitor intake dan out put makanan dan minuman
3. Hindari makanan buah-buahan dan hindari diet tinggi serat.
4. Berikan makanan tinggi kalori dan protein
5. Lakukan kebersihan mulut setiap habis makan 6. Batasi masukan lemak
sesuaindikasi
6. Kolaborasi dengan ahli gizi

3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

1. Berikan kompres air hangat


2. Anjurkan pasien dan keluarga untuk memberikan banyak minum
3. Anjurkan pasien dan keluarga untuk memberikan pakaian tipis, longgar
dan menyerap keringat
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti piretik
5. Observasi vital sign

4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan timbulnya perlukaan


disekitar anus

1. Kaji kerusakan kulit atau iritasi setiap BAB


2. Anjurkan pasien memakai pakaian yang tidak ketat
3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
4. Kolaborasi pemberian anti alergi topikal
5. Anjurkan klien dan keluarga menggunakan kain lembut saat mengeringkan
bokong
6. Ajarkan selalu cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti pakaian
7. Observasi keadaan kulit
E. IMPLEMENTASI
1. Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit
a. Observasi
1. Mengidentifikasi kemungkinan penyebab ketidakseimbangan elektrolit
2. Memonitor kadar elektrolit serum
3. Memonitor mual, muntah dan diare
4. Memonitor kehilangan cairan apabila perlu
5. Memonitor tanda dan gejala hypokalemia
6. Memonitor tanda dan gejala hyperkalemia
7. Memantau tanda dan gejala hiponatremia
8. Memonitor tanda dan gejala hypernatremia
b. Terapeutik
1. Mengatur interval waktu pemantuan sesuai dengan kondisi pasien
2. Mendokumentasikan hasil pemantauan
c. Edukasi
1. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Menginformasikan hasil pemantauan

2. Defisit Nutrisi
1. Melakukan penimbangan BB tiap hari
2. Memonitor intake dan out put makanan dan minuman
3. Menghindari makanan buah-buahan dan hindari diet tinggi serat.
4. Memberikan makanan tinggi kalori dan protein
5. Melakukan kebersihan mulut setiap habis makan 6. Batasi masukan lemak
sesuaindikasi

3. Hipertermi
1. Memberikan kompres air hangat
2. Menganjurkan pasien dan keluarga untuk memberikan banyak minum
3. Menganjurkan pasien dan keluarga untuk memberikan pakaian tipis, longgar
dan menyerap keringat
4. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti piretik
5. Mengobservasi vital sign

4. Risiko Kerusakan Integritas Kulit


1. Mengkaji kerusakan kulit atau iritasi setiap BAB
2. Menganjurkan pasien memakai pakaian yang tidak ketat
3. Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
4. Melakukan kolaborasi pemberian anti alergi topikal
5. Menganjurkan klien dan keluarga menggunakan kain lembut saat mengeringkan
bokong
6. Mengajarkan selalu cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti pakaian
7. Mengobservasi keadaan kulit

F. EVALUASI
Evaluasi merujuk pada proses penilaian, tahapan, dan upaya perbaikan. Pada tahap ini,
perawat mencari penyebab mengapa suatu proses perawatan dapat berhasil atau gagal
(Bararah & Jauhar, 2013).
Biasanya dalam evaluasi itu menggunakan metode SOAPIER, diantaranya :
1. Subjektiv (Data subjektif setelah dilakukan tindakan keperawatan)
2. Objektif (Data objektif yang terlihat untuk hasil ukuran, observasi secara
3. langsung yang dirasakan klien)
4. Analysis (masalah diagnosis yang masih terjadi)
5. Planning (perencanaan yang akan dilanjutkan, dihentikan atau dimotifikasi ataupun
ditambahkan)
6. Implemention (tindakan yang sudah dilakukan sesuai intruksi)
7. Evaluasi (respon klien setelah dilakukan tindakan keperawatan)
8. Reassesment (pengkajian ulang yang dilakukan terhadap perancanaan setelah
diketahui hasil evaluasi)
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
penatalaksanaan cairan dan elektrolit bisa enteral maupun parenteral. Dalam
konteks perawatan anak sakit kritis maka pembelajaran terutama ditujukan pada
cara parenteral. Berbeda dengan dewasa, pada penderita anak lebih mudah terjadi
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Karena itu diperlukan pemahaman
prinsip-prinsip fisiologi. Air merupakan komponen terbesar dan pelarut terpenting
dari tubuh kita, dinyatakan dalam persen berat badan dan besarnya berubah menurut
umur. Pada masa prenatal menurun bersama masa gestasi, + 78% berat badan pada
saat menjelang dan segera setelah lahir setelah itu menurun bertahap. Cairan tubuh
terbagi dalam dua kompartemen yaitu intraseluler dan ekstraseluler.
4.2 Saran
Kami (penulis) mengharapkan ibu yang memiliki bayi dan anak untuk tetap
memantau asupan yang masuk agar tubuh tetap terhidrasi serta menghindari
penyakit lain yang mungkin timbul.
DAFTAR PUSTAKA

Mangku G, Senapathi TGA. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam Buku Ajar
Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: Indeks; 2010. 6 (5) : h.272 – 98.
TIM Pokja SDKI DPP PPNI (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan pengurus pusat PPNI.
TIM Pokja SLKI DPP PPNI (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan pengurus pusat PPNI.
TIM Pokja SIKI DPP PPNI (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan pengurus pusat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai