HIPOKSIA JANIN
Disusun Oleh:
Preseptor:
FAKULTAS KEDOKTERAN
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Hipoksia adalah kondisi tidak adekuatnya suplai O2 ke jaringan.Hipoksia
dapat disebabkan oleh hipoksemia atau gangguan suplai darah ke jaringan. Hipoksia
janin adalah keadaan dengan terdapatnya kadar oksigen yang rendah dan
meningkatnya kadar karbondioksida dalam darah janin. Keadaan tersebut dapat terjadi
baik pada antepartum maupun intrapartum.1,5
2.2 Etiologi
Hipoksia janin terjadi selama proses perkembangan janin intrauterin. Faktor
kesehatan ibu dan perkembangan normal janin serta plasenta merupakan faktor yang
berperan dalam perkembangan tersebut. Pada kondisi ibu hipoksia atau berada dalam
lingkungan hipoksia, maka akan menyebabkan cedera terhadap organ vital. Hal ini
berdampak pada penurunan suplai oksigen kesuluruh tubuh termasuk ke janin. Faktor
internal penyebab hipoksia janin dalah kegagalan fungsi normal plasenta, sehingga
berdampak pada perkembangan janin (akut maupun kronik), intrauterine growth
restriction (IUGR), asfiksia, kegagalan multiorgan, kelahiran prematur, dan kematian
perinatal.5
Hipoksia janin dibagi menjadi :
1. Hipoksia preplasenta
Ibu dan janin sama-sama mengalami hipoksia. Kondisi ini bisa terjadi pada ibu
hamil yang tinggal di dataran tinggi dan penyakit jantung tipe sianotik pada
ibu dan sebagainya. Mekanismenya adalah terjadi penurunan uptake O2 dan
gangguan transport O2. Bila hal tersebut terjadi terus menerus akan terjadi
hipoksia kronik, sehingga Reactive Oxygen Species (ROS) akan meningkat
dan mengaktivasi faktor vasokonstriktor (endotelin-1 dan hypoxia induced
factor). Di sisi lain akan menurunkan efek vasodilatasi NO. Kondisi ibu
dengan gangguan hematologi juga berdampak pada gangguan transfer oksigen,
misalnya pada anemia defisiensi besi dan sicle cell disease.
2. Hipoksia uteroplasenta
Hipoksia akibat gangguan sirkulasi uteroplasenta. Faktor yang mempengaruhi
diantaranya pembentukan plasenta yang abnormal pada awal gestasi dan
penyakit vaskular plasenta pada kehamilan lanjut. Misal, ibu hamil dengan
preeklampsia dan insufisiensi plasenta.
3. Hipoksia post-plasenta
Hipoksia yang hanya terjadi pada janin sehingga berhubungan dengan
penyakit janin. Mekanisme yang terjadi adalah penurunan aliran darah uterus
(mekanisme kompresi mekanik, ruptur, oklusi oleh trombus), progresive fetal
cardiac failure (malformasi jantung janin), dan anomali kongenital.
Kondisi hipoksia selama intrauterin menyebabkan komplikasi seperti aspirasi
mekonium, gangguan metabolisme dan hematologi, disfungsi kognitif dan serebral
palsi.6
Pada gangguan proses pertukaran gas plasenta atau ketika transfer oksigen
inadekuat maka saturasi oksigen akan menurun. Hipoksemia yang terjadi mnimbulkan
penurunan saturasi oksigen dalam darah tetapi fungsi organ masih adekuat. Respon
pertahanan janin terhadap keadaan ini adalah berusaha untuk meningkatkan uptake
oksigen dengan cara mengurangi aktivitas seperti mengurangi gerakan dan nafas
janin. Mekanisme pertahanan ini dapat dipertahankan selama beberapa hari sampai
minggu. Bila saturasi oksigen menurun lebih lanjut, mekanisme pertahanan janin
selama keadaan hipoksemia tidak cukup untuk menjaga keseimbangan energi dan
janin akan memasuki keadaa hipoksia. Hipoksia ini dimulai dengan defisiensi oksigen
di jaringan perifer.
Pada janin, hipoksia tidak mampu di atasi lama. Respon utama terhadap
hipoksia adalah peningkatan hormon stres dan penurunan aliran darah perifer.
Distribusi darah dipusatkan untuk organ sentral seperti jantung, otak, dan glandula
adrenal. Aliran darah meningkat 2-5 kali untuk berusaha menjaga suplai oksigen tetap
adekuat. Jaringan perifer mengalami metabolisme anaerobik dengan tujuan menjaga
keseimbangan energi tanpa oksigen yang adekuat terhadap organ sentral. Janin hanya
dapat menjaga keseimbangan ini dalam beberapa jam.
2.6 Diagnosis
Pada Ibu hamil yang memiliki kecurigaan dengan hipoksia janin, maka perlu
dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Terdapat kriteria diagnosis dalam
hipoksia janin meliputi :9-14
1. Pasien umumnya termasuk kategori kehamilan risiko tinggi (high risk
pregnancy)
2. Abnormalitas bunyi jantung janin (bradikardia, takikardia, irreguleritas
ataupun deselerasi tipe lambat dan variabel)
3. Berkurangnya aktivitas gerakan janin, yakni 4 kali per 10 menit
4. Dijumpai pertumbuhan janin terhambat
5. Dijumpai mekoneum dalam air ketuban
Pemeriksaan antepartum dilakukan dengan cara:
1. Fetal Movement Counting
a. Monitoring harian mulai usia 26-32 minggu kehamilan, dilakukan pada
semua kehamilan dengan faktor risiko terhadap dampak buruk pada
perinatal.
b. Wanita hamil yang sehat tanpa faktor risiko sebaiknya menghitung
pergerakan janin mulai trimester 3 dan menanyakan cara melakukan
perhitungan bila pergerakan janin berkurang.
c. Bila pergerakan kurang dari 6 dalam 2 jam melakukan pemeriksaaan
antenatal lebih lanjut dan menghubungi dokter atau caregiver. Bila
pergerakan <6 x/2 jam, evaluasi dengan NST dan / atau BPP
0 = tidakada
2 = ada
Skor maksimum = 8
NST normal = +2 max10
10 atau 8 = normal
6 = meragukan
≤ 4 = abnormal
6. Auskultasi berkala
Auskultasi bunyi jantung janin secara berkala merupakan metode pengawasan
janin yang direkomendasikan untuk wanita hamil tanpa faktor risiko terhadap
hasil kehamilan yang merugikan. Kemampuan untuk membedakan suara
jantung ibu dengan jantung janin sangat penting, caranya dengan meraba
denyut nadi ibu. Denyut jantung dasar dinilai dengan mendengarkan dan
menghitung antara kontraksi rahim. Hasil akurasi terbesar adalah 160 ketika DJJ
dihitung selama 60 detik. Denyut jantung janin normal adalah110-160 bpm.
Takikardia didefinisikan sebagai denyut jantung janin di atas 160 bpm
selama >10 menit dan bradikardia didefinisikan sebagai denyut jantung janin di
bawah 110 bpm selama >10 menit.
7. Admission Cardiotocography15
Kardiotografi adalah sebuah tehnik atau metode pengukuran detak jantung bayi
selama kehamilan atau setelah melahirkan dengan merekam atau menggambar
frekuensi denyut jantung dengan menggunakan ultrasound. Alat atau yang
digunakan untuk memantau detak jantung tersebut disebut kardiotograf. Selain
mentau detak jantung bayi alat tersebut juga memantau kotraksi rahim ibu.
kardiotokografi biasanya dilakukan pada trimester ketiga masa kehamilan . Hal
ini dilakukan untuk mengetahui apakah jantung bayi yang masih dalam
kandungan berdetak pada tingkat normal dan variabilitas . Biasanya detak
jantung bayi adalah antara 110 dan 160 denyut per menit dan akan meningkat
jika bayi bergerak . Pemeriksaan detak jantung bayi yang merespon gerakannya
adalah cara tidak langsung untuk mengetahui apakah bayi tersebut mendapat
cukup oksigen dari plasenta . Tes ini juga akan melihat bagaimana detak jantung
bayi dipengaruhi oleh kontraksi.8,9
Tabel 3. Kriteria Tata Laksana Untuk Pola Denyut Jantung Janin yang Meragukan10
Tindakan berikut harus dicatat dalam rekam medis:
1. Reposisi pasien
2. Hentikan stimulansia uterus dan koreksi hiperstimulasi uterus
3. Pemeriksaan vaginal
4. Koreksi hipotensi ibu yang berhubungan dengan anestesi regional
5. Pemberitahuan tenaga anestesi dan perawat untuk kebutuhan persalinan
darurat
6. Monitor denyut jantung janin – dengan monitor janin elektronik atau
auskultasi – di ruang operasi sebelum menyiapkan kelahiran per
abdominal
7. Adanya tenaga kompeten yang hadir untuk resusitasi dan penanganan
neonatus
8. Pemberian oksigen ke ibu
1. Tokolitik
Injeksi subkutan atau intravena tunggal dari 0.25 mg terbutalin sulfat
diberikan untuk relaksasi uterus telah dijelaskan sebagai tindakan sementara dari
penanganan denyut jantung yang meragukan selama persalinan. Inhibisi kontraksi
uterus dapat meningkatkan oksigenasi janin, dan menghasilkan resusitasi intrauterus.
Cook dan Spinato ( 1994) menjabarkan pengalaman mereka menggunakan tokolitik
terbutalin untuk resusitasi intra uterus pada 368 kehamilan selama 10 tahun.
Resusitasi seperti ini dapat meningkatkan nilai pH darah dari kulit kepala janin, dan
terbukti menolong keadaan seperti disebutkan di atas. Dosis kecil nitrogliserin
intravena (60 sampai dengan 180 μg) juga dilaporkan dapat memberikan
keuntungan.10
2. Amnioinfusion
Terapi dengan aminofusin terbukti meningkatkan pola denyut jantung pada
penelitian2 sebelumnya. Berdasarkan laporan-laporan terdahulu, amnioinfusion
transvaginal kini digunakan untuk:
a. Penanganan deselerasi variabel atau deselerasi lama
b. Profilaksis kaus-kasus oligohidroamnion, seperti ketuban pecah dini
c. Usaha untuk mengencerkan atau ’mencuci’ mekonium yang kental.
Protokol pemberiannya sendiri masih belum ada ketentuan baku hingga sekarang.
500 sampai 800 ml bolus cairan fisiologis hangat diikuti dengan infus kontinyu 3 ml
per menit. Pada penelitian lain, Rinehart dkk menyarankan cukup hanya dengan
pemberian 500 ml bolus cairan fisiologis dalam temperatur ruangan, atau 500 ml
bolus ditambah infus kontinyu 3 ml per menit.10
Tata laksana umum untuk keadaan gawat janin:17
a. Reposisi pasien ke sisi kiri
b. Hentikan pemberian oksitosin
c. Identifikasi penyebab maternal ( demam ibu, obat-obatan), dan diterapi sesuai
dengan penyebab
d. Jika penyebab ibu tidak ada tetapi denyut jantung tetap abnormal minimal 3
kontraksi, lakukan pemeriksaan vaginal
o Perdarahan dengan nyeri konstan atau intermiten, curigai solusio
plasenta
o Tanda infeksi (demam, sekret vagina berbau), berikan antibiotik sesuai
dengan penatalaksanaan amnionitis
o Bila tali pusat di bawah bagian yang terendah, atau ada di vagina,
tangani sesuai dengan penanganan tali pusat prolaps
e. Jika denyut jantung abnormal menetap atau ada tanda tambahan gawat janin,
rencanakan persalinan:
o Jika serviks terdilatasi penuh dan kepala janin tidak lebih dari 1/5 di
atas simfisis pubis atau ujung tulang terendah dari kepala pada stasion
0, lahirkan dengan ekstraksi vakum atau forsep.
o Jika serviks tidak terdilatasi penuh atau kepala janin lebih dari 1/5 di
atas simfisi pubis atau ujung tulang terendah dari kepala di atas stasion
0, lahirkan dengan seksio sesarea.
BAB 3
ILUSTRASI KASUS
Identitas
Nama : Ny. D
Usia : 37 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Pariaman
RM : 01.04.95.19
TanggalMasuk : 16 Mei 2019
Anamnesis
Seorang pasien wanita usia 37 tahun masuk IGD PONEK RSUP DR.M. Djamil
Padangpada tanggal 16 Mei 2019 pukul 19.10 WIB rujukan RSUD Pariaman
dengan diagnosis HAP ec plasenta previa parsial pada G1P0A0H0 gravid preterm
24-25 minggu + oligohidramnion ec PPROM.
Keluhan Utama :
Keluar darah dari kemaluan sejak 2 jam sebelum masuk RS.
Riwayat Penyakit Sekarang :
• Sebelumnya pasien datang RSUD Pariaman dengan keluhan keluar darah dari
kemaluan membasahi satu helai kain sarung sejak 2 jam sebelum masuk RS,
karena fasilitas NICU tidak tersedia kemudian pasien dirujuk ke RSUP
M.Djamil Padang dengan terpasang infus dan kateter
• Keluar air-air jernih yang banyak dari kemaluan membasahi 1 kain sarung
sejak 2 hari sebelum masuk RS
• Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 3 jam yang lalu
• Keluar lendir campur darah dari kemaluan sejak 2 jam yang lalu
• Riwayat keputihan berulang sejak kehamilan 4 bulan, pasien tidak pernah
berobat ke dokter untuk keluhan tersebut.
• Riwayat gigi berlubang (+)
• Tidak haid ± 6 bulan yang lalu.
• HPHT : 17-11-2018 TP : 21-8-2019
• Gerakan dirasakan sejak ±1bulan yang lalu.
• Gerak janin dirasakan berkurang.
• RHM : Mual(-), muntah(-), perdarahan(-).
• Riw. menstruasi : Menarche umur 13tahun, siklus haid teratur 28 hari,
lamanya 5-6 hari, banyaknya 3-4 kali ganti duk/hari, nyerihaid (-)
• Riwayat demam (-), trauma (-)
• Tidak ada keluhan BAB dan BAK
• ANC : Kontrol kebidan pada bulan ke-5 dan ke-6
• Riwayat kehamilan:
- Hamil I: sekarang
Pemeriksaan Fisik
Vital Sign
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tanda Vital
- Tekanan darah : 110/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 80 x/menit
- Frekuensi napas : 20 x/menit
- Suhu : 36,8oC
- TB/BB : 158 cm / 65 kg
- BB sebelum hamil : 55 kg
Status Lokalis
- Kepala : normosefal
- Rambut : hitam, tidak mudah rontok
- Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus
- Telinga : tidak ditemukan kelainan
- Hidung : tidak ditemukan kelainan
- Tenggorok : tidak ditemukan kelainan
- Gigi dan mulut : tidak ditemukan kelainan
- Leher : Tidak teraba perbesaran KGB dan kelenjar tiroid
JVP 5 – 2 cmH2O
- Thorak : Cor dan pulmo dalam batas normal
- Abdomen : status obstetrikus
- Genitalia : status obstetrikus
- Ekstremitas : edema tidak ada, akral teraba hangat.
Status Obstetrikus
- Wajah : kloasma gravidarum (-)
- Mammae : membesar, areola hiperpigmentasi, pembesaran kelenjar
Montgmery, papilla menonjol
- Abdomen :
Inspeksi : perut tampak membuncit sesuai usia kehamillan preterm 6 bulan
Linea mediana hiperpigmentasi
Striae (+)
Sikatrik (-)
Palpasi :
Leopold 1 : FUT 3 setinggi pusar
Teraba masa besar, lunak, noduler
Leopold 2 : teraba tahanan terbesar janin di sebelahkanan
terababagian-bagianterkeciljaninsebelahkiri
Leopold 3 : teraba massa bulat keras, terfiksir
Leopold 4 : divergen
TFU : 17 cm,
HIS : 1-2/ 15” / lemah
DJJ : 140 – 150 x/menit
- Genitalia :
Inspeksi : Vulva/uretra tenang, perdarahan pervaginam tidak ada
VT : Pembukaan 2 – 3 cm, selaput ketuban (-), sisa (-), tampak
telapak kaki pada portio, hodge II
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
Hb : 10,6 gr/dl
Ht : 34 %
Lekosit : 24.300/mm3
Trombosit : 327.000/mm3
PT/APTT : 10,2 sec / 33,6 sec
Kesan : anemia ringan, leukositosis
USG
Janin hidup tunggal intrauterin
Aktivitas gerak janin terbatas
Biometri: BPD 6,18 cm
AC 31,36 cm
FL 68,7mm
EFW 800 gram
Kesan: gravid 25 - 26 minggu sesuai biometri
Oligohidramnion
Plasenta previa marginalis
Diagnosis
G1P0A0H0 gravid preterm + chorioamnionitis ec PPROM lama + plasenta previa
marginalis janin hidup tunggal intra uterin presentasi bokong kaki
Penatalaksanaan
- Kontrol keadaan umun, vital sign, his, DJJ
- IVFD RL 20tpm
- Inj ceftriaxon2 x 1 gr
- Inj deksametason2 x 6 mg
- Rencana Ikuti Persalinan
Follow Up
17 Mei 2019
Pukul 20:00
Pasien post persalinan
BB : 750 gr
PB : 35 cm
A/S : 1/1
Plasenta lahir secara spontan, lengkap 1 buah berat ±250 gr, konsistensi lembek,
ukuran 10 x 12 x 1,5 cm. Panjang tali pusat ± 35 cm, tali pusat layu
Telah dipresentasikan suatu kasus pasien wanita, usia 37 tahun dengan keluar
darah dari kemaluan sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Perdarahan yang terjadi
pada kehamilan penyebab nya bisa bervariasi, misalnya, perdarahan akibat aborsi,
plasenta previa, persalinan premature dan penyebab lainnya. Perlu dilakukan
pemeriksaan observasi dan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui penyebab
perdarahan tersebut. Perdarahan yang sangat banyak pada ibu dapat menyebabkan
terjadinya gangguan sirkulasi uteroplasenta pada janin. Pasien juga mengeluhkan
merasa gerak janin berkurang. Kesejahteraan janin dapat diketahui dari aktifnya gerak
janin. Janin dengan gerak yang kurang kemungkinan sedang dalam masalah. Gerak
janin dikatakan bermasalah jika kurang dari 10 kali dalam 2 jam atau tidak dirasakan
sepanjang hari (12 jam) atau dirasakan perubahan gerak janin yang sangat bermakna.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada pemeriksaan VT Pembukaan 2 – 3 cm,
selaput ketuban (-), sisa (-), tampak telapak kaki pada portio, hodge II. Pasien ini
sudah memasuki kala 1 persalinan, yaitu fase laten. Fase laten adalah pembukaan sudah
terjadi samapi mencapai 3 cm. Selaput ketuban (-) menanda kan ketuban sudah pecah,
ketebuan pecah sebelum prosses persalinan berlangsung disebut ketuban pecah dini.
Pada pasien ini dirasakan keluar cairan sejak 2 hari sebelum masuk RS, kasus ini
disebut juga ketuban pecah dini yang berkepanjangan. Ketuban pecah dini dapat
menyebabkan terjadinya partus premature, berkembangnya infeksi pada plasenta yang
menyebabkan korioamnionitis, abrupsio plasenta, kompresi tali pusat dan infeksi post
partum.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil anemia ringan pada ibu yaitu
dengan Hb 10,6 g/dl. Keadaan tersebut juga berkemungkinan sebagai penyebab
hipoksia janin pada kasus ini. Anemia yang dialami oleh ibu dapat menyebabkan
terjadinya insufisiensi aliran uteroplasenta yang akhirnya berdampak pada kurangnya
suplai oksigen bagi janin. Leukosit pasien 24300/mm. Hasil leukosit pada pasien
meningkat, yang merupakan tanda infeksi.
Pada pemeriksaan USG Janin hidup tunggal intra uterin aktifitas gerak janin
kurang, BPD 6,18 cm AC 31,36 cm, FL 68,7mm, EFW 800 gram dengan kesan, gravid
42–43 minggu, oligohidramnion, plasenta previa marginalis janin hidup.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang tersebut
maka dapat ditegakkan diagnosa fetal distress pada kasus ini. Persalinan harus
diusahakan segera karena penundaan persalinan akan meningkatkan resiko untuk janin.
Pada kasus ini persalinan pervaginam dan lahirlah bayi dengan berat 750 gram, panjang
badan 35 cm dan nilai apgar 1/1 artinya bayi tersebut mengalami asfiksia berat dan
segera dilakukan tindakan resusitasi pada bayi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA