Anda di halaman 1dari 25

Case Report Session

HIPOKSIA JANIN

Disusun Oleh:

Prara Miftah Rahmi 1740312427

Suciliani Deyosky 1740312438

Preseptor:

dr. Bobby Indra Utama, Sp. OG (K)

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RSUP DR M DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Neonatus atau bayi baru lahir (BBL) merupakan janin yang berhasil dilahirkan
oleh seorang ibu hamil yang memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan
kemampuan eksrauterin yang sebelumnya, neonatus telah berhasil beradaptasi dengan
lingkungan intrauterin. Kematian neonatus masih sangat tinggi. Hipoksia janin
merupakan penyebab utama kematian bayi baru lahir selain infeksi dan prematuritas.
Hipoksia merupakan salah satu penyebab tersering morbiditas dan mortalitas perinatal
terutama di negara berkembang. Sedangkan insidensi morbiditas perinatal akibat
hipoksia intrauterin maupun asfiksia tidak berubah secara signifikan, meskipun ada
perbaikan dalam manajemen persalinan.1,2
Hipoksia janin menyebabkan kekurangan suplai oksigen pada janin sehingga
proses metabolisme tidak terjadi sempurna. Jika kondisi ini terus berlanjut, maka
dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan mengancam kehidupan janin.3 Kondisi
yang bisa terjadi meliputi kerusakan organ multipel dan kegagalan perkembangan
organ. Selain itu, janin yang kurang mampu meredistribusi aliran darah dalam
meresponi kondisi hipoksia berikutnya, memiliki peluang lebih besar mengalami
komplikasi intrapartum bahkan berisiko tinggi mengalami kematian selama
persalinan.1-3
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, tiga penyebab utama
kematian perinatal di Indonesia adalah gangguan pernapasan (respiratory disorders)
sebanyak 35,9%, prematuritas 32,4% dan sepsis neonatorum 12,0%. Di Indonesia
angka kejadian asfiksia neonatorum kurang lebih 40 per 1000 kelahiran hidup, secara
keseluruhan 110.000 neonatus meninggal setiap tahun karena asfiksia.3
Pada penelitian didapatkan bahwa sebagian besar mortalitas janin terutama
disebabkan oleh keadaan hipoksia intrauterin, sepertiga terjadi dalam periode
intrapartum. Neonatus yang pernah mengalami asfiksia dalam kehidupan selanjutnya
akan berakibat terjadi hipoksia yang dapat mengancam perkembangan saraf serta
terjadi gangguanperkembangan neurologi. Faktor resiko hipoksia janin intrauterine
diantaranya adalah hipertensi dalam kehamilan pertumbuhan janin terhambat, solusio
plasenta, postmaturitas, mal presentasi termasuk vasa previa. Faktor-faktor lain yang
timbul dalam persalinan umumnya mendadak dan hampir selalu mengakibatkan
hipoksia janin.2,4

1.2 Batasan Masalah


Makalah ini membahas tentang definisi, etiologi, faktor resiko, patogenesis,
tanda dan gejala, diagnosis, pemeriksaan penunjang, tatalaksana, dan komplikasi
hipoksia janin.

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui definisi, etiologi, faktor resiko,
patogenesis, tanda dan gejala, diagnosis, pemeriksaan penunjang, tatalaksana, dan
komplikasi hipoksia janin.

1.4 Metode Penulisan


Penulisan makalah ini disusun berdasarkan analisis kasus dan tinjauan
kepustakaan yang merujuk kepada literatur.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hipoksia adalah kondisi tidak adekuatnya suplai O2 ke jaringan.Hipoksia
dapat disebabkan oleh hipoksemia atau gangguan suplai darah ke jaringan. Hipoksia
janin adalah keadaan dengan terdapatnya kadar oksigen yang rendah dan
meningkatnya kadar karbondioksida dalam darah janin. Keadaan tersebut dapat terjadi
baik pada antepartum maupun intrapartum.1,5

2.2 Etiologi
Hipoksia janin terjadi selama proses perkembangan janin intrauterin. Faktor
kesehatan ibu dan perkembangan normal janin serta plasenta merupakan faktor yang
berperan dalam perkembangan tersebut. Pada kondisi ibu hipoksia atau berada dalam
lingkungan hipoksia, maka akan menyebabkan cedera terhadap organ vital. Hal ini
berdampak pada penurunan suplai oksigen kesuluruh tubuh termasuk ke janin. Faktor
internal penyebab hipoksia janin dalah kegagalan fungsi normal plasenta, sehingga
berdampak pada perkembangan janin (akut maupun kronik), intrauterine growth
restriction (IUGR), asfiksia, kegagalan multiorgan, kelahiran prematur, dan kematian
perinatal.5
Hipoksia janin dibagi menjadi :
1. Hipoksia preplasenta
Ibu dan janin sama-sama mengalami hipoksia. Kondisi ini bisa terjadi pada ibu
hamil yang tinggal di dataran tinggi dan penyakit jantung tipe sianotik pada
ibu dan sebagainya. Mekanismenya adalah terjadi penurunan uptake O2 dan
gangguan transport O2. Bila hal tersebut terjadi terus menerus akan terjadi
hipoksia kronik, sehingga Reactive Oxygen Species (ROS) akan meningkat
dan mengaktivasi faktor vasokonstriktor (endotelin-1 dan hypoxia induced
factor). Di sisi lain akan menurunkan efek vasodilatasi NO. Kondisi ibu
dengan gangguan hematologi juga berdampak pada gangguan transfer oksigen,
misalnya pada anemia defisiensi besi dan sicle cell disease.
2. Hipoksia uteroplasenta
Hipoksia akibat gangguan sirkulasi uteroplasenta. Faktor yang mempengaruhi
diantaranya pembentukan plasenta yang abnormal pada awal gestasi dan
penyakit vaskular plasenta pada kehamilan lanjut. Misal, ibu hamil dengan
preeklampsia dan insufisiensi plasenta.
3. Hipoksia post-plasenta
Hipoksia yang hanya terjadi pada janin sehingga berhubungan dengan
penyakit janin. Mekanisme yang terjadi adalah penurunan aliran darah uterus
(mekanisme kompresi mekanik, ruptur, oklusi oleh trombus), progresive fetal
cardiac failure (malformasi jantung janin), dan anomali kongenital.
Kondisi hipoksia selama intrauterin menyebabkan komplikasi seperti aspirasi
mekonium, gangguan metabolisme dan hematologi, disfungsi kognitif dan serebral
palsi.6

2.3 Faktor Resiko


Ada beberapa faktor resiko yang diduga berhubungan dengan kejadian
hipoksia janin:7
1. Wanita hamil usia > 35 tahun
2. Wanita dengan riwayat:
a. Bayi lahir mati
b. Pertumbuhan janin terhambat
c. Oligohidramnion atau polihidramnion
d. Kehamilan ganda/gemelli
e. Inkompabilitas rhesus
f. Hipertensi
g. Diabetes dan penyakit-penyakit kronis lainnya
h. Berkurangnya gerakan janin
i. Kehamilan serotinus
Hipoksia juga dibagi dalam 2 kategori yaitu respons akut/intermediat yang
meliputi perubahan atau hilangnya aktivitas yang diregulasi oleh sistim syaraf pusat
(gerakan nafas, gerakan tubuh, tonus fleksor janin) dan kedua respons kronik yaitu
berkurangnya produksi air ketuban/ oligohidramnion, gangguan pertumbuhan,
pewarnaan mekonium dan meningkatnya risiko komplikasi neonatal.

2.4 Patofisiologi Hipoksia


Oksigen janin terjadi melalui sirkulasi plasenta. Vena umbilikalis yang
membawa darah dengan oksigen dari plasenta menuju hepar ke cabang kecil menuju
duktus arteriosus, kemudian memasuki vena kava inferior. Sebagian darah yang
berasal dari tubuh bagian atas, akan masuk melalui vena kava superior. Darah mulai
memasuki jantung melalui atrium kanan, selanjutnya sebagian melewati foramen
ovale dan sebagian menuju ventrikel kanan yang kemudian akan melewati trunkus
pulmonalis. Darah yang melewati foramen ovale, langsung menempati atrium kiri,
lalu melalui ventrikel kiri dan dipompa keluar jantung menuju arkus aorta. Darah
yang melewati trunkus pulmonalis selanjutnya akan masuk atrium kiri dan sebagian
melewati duktus arteriosus yang langsung menuju arkus aorta. Setelah memasuki
aorta, darah akan dialirkan menuru aorta desendens, aorta abdominalis, A. illiaca
communis, A. hipogastrica, A. umbilikalis, dan berakhir di plasenta untuk pertukaran
gas serta nutrisi.

Pada gangguan proses pertukaran gas plasenta atau ketika transfer oksigen
inadekuat maka saturasi oksigen akan menurun. Hipoksemia yang terjadi mnimbulkan
penurunan saturasi oksigen dalam darah tetapi fungsi organ masih adekuat. Respon
pertahanan janin terhadap keadaan ini adalah berusaha untuk meningkatkan uptake
oksigen dengan cara mengurangi aktivitas seperti mengurangi gerakan dan nafas
janin. Mekanisme pertahanan ini dapat dipertahankan selama beberapa hari sampai
minggu. Bila saturasi oksigen menurun lebih lanjut, mekanisme pertahanan janin
selama keadaan hipoksemia tidak cukup untuk menjaga keseimbangan energi dan
janin akan memasuki keadaa hipoksia. Hipoksia ini dimulai dengan defisiensi oksigen
di jaringan perifer.

Pada janin, hipoksia tidak mampu di atasi lama. Respon utama terhadap
hipoksia adalah peningkatan hormon stres dan penurunan aliran darah perifer.
Distribusi darah dipusatkan untuk organ sentral seperti jantung, otak, dan glandula
adrenal. Aliran darah meningkat 2-5 kali untuk berusaha menjaga suplai oksigen tetap
adekuat. Jaringan perifer mengalami metabolisme anaerobik dengan tujuan menjaga
keseimbangan energi tanpa oksigen yang adekuat terhadap organ sentral. Janin hanya
dapat menjaga keseimbangan ini dalam beberapa jam.

Hipoksia janin menyebabkan reaksi seperti peningkatan hormon stres seperti


adrenalin (epinefrin) dan noradrenalin (norepinefrin) yang berasal dari glandula
adrenal dan sistem saraf simpatis. Peningkatan adrenalin akan mengaktivasi siklik
AMP untuk meningkatkan aktivitas selular termasuk aktivasi enzim fosforilase.
Enzim tersebut akan mengubah cadangan glukosa (glikogen) menjadi glukosa yang
dapat digunakan kemudian (glikogenolisis). Hal ini merupakan tanda bahwa telah
terjadi metabolisme anaerobik. Hasil metabolisme anaerobik adalah akumulasi asam
laktat, CO2 serta H+ yang selanjutnya menyebabkan penurunan pH reflek
kemoreseptor, reflek baroreseptor dan depresi miokardial secara langsung. Arkus
aorta dan badan karotid (carotid bodies) yang memiliki kemoreseptor, sensitif
terhadap perubahan kadar oksigen dalam darah yang berasal dari plasenta dan janin
memberikan respons kadiovaskuler terhadap kondisi yang demikian. Rangsangan
pada syaraf simpatis akan meningkatkan frekuensi denyut jantung janin (DJJ)
sehingga menambah kekuatan kontraksi dan meningkatkan curah jantung.
Berdasarkan Whittle & Martin tahun 2002 secara skematis mekanisme tersebut dapat
digambarkan seperti di bawah ini.

Gambar 2.1 sistematika efek biofisik pada kondisi hipoksia janin

Beberapa kondisi lainnya yang mendasari hipoksia janin:5


1. Janin hidup dalam lingkungan yang sesuai dan konsumsi oksigen per gram
berat badan sama dengan orang dewasa, kecuali bila janin mengalami stress.
2. Afinitas terhadap oksigen, kadar hemoglobin, dan kapasitas angkut oksigen
pada janin lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa. Hal itu
menyebabkancurah jantung dan kecepatan arus darah lebih besar daripada
orang dewasa sehingga penyaluran oksigen melalui plasenta kepada janin dan
jaringan perifer dapat terjadi dengan baik. Sebagai hasil metabolisme oksigen
akan terbentuk asam piruvat, sementara CO2 dan air diekskresi melalui
plasenta. Kondisi hipoksia yang berlangsung lama menyebabkan janin harus
mengolah glukosa menjadi energi melalui reaksi anaerobik yang tidak efisien,
bahkan menimbulkan asam organik yang menambah asidosis metabolik. Pada
umumnya asidosis janin disebabkan oleh gangguan arus darah uterus atau arus
darah tali pusat.
3. Bradikardi janin bukan risiko mutlak kerusakan jaringan akibat hipoksia,
karena janin mempunyai kemampuan redistribusi darah bila terjadi hipoksia,
sehingga jaringan vital (otak dan jantung) akan menerima penyaluran darah
yang lebih banyak dibandingkan jaringan perifer. Bradikardia mungkin
merupakan mekanisme perlindungan agar jantung bekerja lebih efisien sebagai
akibat hipoksia.
2.5 Tanda dan Gejala
Gejala yang umum dirasakan oleh ibu adalah berkurangnya gerakan janin. Ibu
dapat mendeteksi dini dari hipoksia janin, dengan cara menghitung jumlah tendangan
janin (kick count). Janin harus bergerak minimal 10 gerakan dari saat makan pagi
sampai dengan makan siang. Bila jumlah minimal sebanyak 10 gerakan janin sudah
tercapai, ibu tidak harus menghitung lagi sampai hari berikutnya. Bila ternyata tidak
tercapai jumlah minimal sebanyak 10 gerakan maka ibu akan diminta untuk segera
datang ke RS atau pusat kesehatan terdekat untuk dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut.8
Adapun tanda-tanda hipoksia janin yang dapat dijumpai adalah:6,7
1. Mekonium kental berwarna hijau terdapat di cairan ketuban pada letak kepala
2. Takikardi/ bradikardi/ iregularitas dari denyut jantung janin. Untuk
mengetahui adanya tanda-tanda itu dilakukan pemantauan menggunakan
kardiotokografi
3. Asidosis janin, diperiksa dengan cara mengambil sampel darah janin

2.6 Diagnosis

Pada Ibu hamil yang memiliki kecurigaan dengan hipoksia janin, maka perlu
dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Terdapat kriteria diagnosis dalam
hipoksia janin meliputi :9-14
1. Pasien umumnya termasuk kategori kehamilan risiko tinggi (high risk
pregnancy)
2. Abnormalitas bunyi jantung janin (bradikardia, takikardia, irreguleritas
ataupun deselerasi tipe lambat dan variabel)
3. Berkurangnya aktivitas gerakan janin, yakni 4 kali per 10 menit
4. Dijumpai pertumbuhan janin terhambat
5. Dijumpai mekoneum dalam air ketuban
Pemeriksaan antepartum dilakukan dengan cara:
1. Fetal Movement Counting
a. Monitoring harian mulai usia 26-32 minggu kehamilan, dilakukan pada
semua kehamilan dengan faktor risiko terhadap dampak buruk pada
perinatal.
b. Wanita hamil yang sehat tanpa faktor risiko sebaiknya menghitung
pergerakan janin mulai trimester 3 dan menanyakan cara melakukan
perhitungan bila pergerakan janin berkurang.
c. Bila pergerakan kurang dari 6 dalam 2 jam  melakukan pemeriksaaan
antenatal lebih lanjut dan menghubungi dokter atau caregiver. Bila
pergerakan <6 x/2 jam, evaluasi dengan NST dan / atau BPP

Gambar 2.2.Algoritma fetal movement counting.


2. Non-Stress Test
Syarat :
a. Dilakukan saat pemeriksaan antenatal ketika uterus relaks.
b. Janin tidak dalam kondisi stres terhadap kontraksi uterus.
c. Mengosongkan kandung kemih.
d. Posisi pada tempat tidur, atau setengah duduk, atau LLD.
e. Dilakukan selama minimal 20 menit.
Tabel 2.1 Klasifikasi antepartum : Non Strees Test

3. Contraction Stress Test / Oxytocin Challenge Test (CST/OCT)


Mengevaluasi respon denyut jantung janin untuk menyebabkan kontraksi dan
menunjukan (unmask) fungsi buruk plasenta. Tujuannya menilai adanya kelainan
uteroplasenta. Pemeriksaan ini lebih jarang dilakukan dan iasanya untuk menilai
fungsi uteroplasenta lebih sering digunakan prosedur:
a. Biophysical variables (BPP).
b. Vascular flow measurement (Doppler).
CST dilakukan dengan cara :
a. Stimulasi puting susu ibu.
 Mengusap puting susu melalui bajunya dengan permukaan palmar
tangannya dengan cepat dan lembut selama 2 menit, kemudian dihentikan,
tunggu 5 menit.
 Evaluasi kontraksi uterus.
 Bila kontraksi inadekuat, diulangi.
 Bila gagal  Oxytocin-induced contraction.
b. Oxytocin Stress Test
 Telah menggunakan NST sebelumnya.
 Kontraksi uterus diinduksi dengan oksitosin 0,5-1 mU/min, dinaikan 1
mU setiap 15-30 menit, sampai terjadi 3x kontraksi dalam 10 menit.
 Hasil negatif : denyut jantung janin normal, tanpa deselerasi lambat.
 Hasil meragukan : terdapat deselerasi berulang-ulang, bukan pola lambat.
Kontraindikasi dilakukan CST adalah semua wanita yang dikontraindikasikan
untuk persalinan pervaginam (Plasenta previa, bekas SC)
4. Sonographic Assessment Of Fetal Behaviour And/Or Amniotic Fluid Volume
a. Menilai secara simultan beberapa karakteristik fisiologi dan tingkah laku janin.
b. BPP untuk menilai kesejahteraan janin.
c. Dilakukan > 30 menit.
d. Penilaian: pergerakan nafas janin, pergerakan tubuh, tonus, dan volume cairan
amnion.
e. Kantung amnion : Kedalaman kantung : 2-8 cm = normal ; 1-2cm = marginal
; <1cm = kurang ; >8 = meningkat.
Tabel 2.2 Komponen profile biofisikal fetal.

0 = tidakada
2 = ada
Skor maksimum = 8
NST normal = +2  max10
10 atau 8 = normal
6 = meragukan
≤ 4 = abnormal

5. Doppler Arteri Uterina


a. Prosedur non-invasif.
b. Mengukur resistensi pembuluh darah yang mensuplai plasenta.
c. Pada kehamilan normal : terdapat peningkatan kecepatan aliran darah dan
penurunan resistensi.
d. Pada keadaan hipertensi, doppler menunjukkan peningkatan resistensi aliran,
early diastolic notching, penurunan aliran diastol.
Pada pemeriksaan intrapartum dapat dilakukan dengan:
1. Fetal Scalp Blood Sampling
Pemeriksaan ini diindikasikan pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu
ketika proses persalinan belum terjadi. Hal ini tidak dianjurkan di kehamilan
kurang dari 34 minggu. Kontraindikasi Fetal Scalp Blood Sampling adalah
adanya anggota keluarga yang memiliki riwayat hemophilia, suspek
trombositopenia janin, presentasi muka, infeksi maternal (HIV, hepatitis,
herpes, suspek intrauterine sepsis). Pemeriksaan ini sangat bergantung pada
kemampuan dan pengalaman dari operator, dilatasi serviks, ketidaknyamanan
pada pasien sering menyebabkan proses pemeriksaan yang berulang. Jika pH <
7.20 persalinan diindikasikan karena dapat berisiko terjadi fetal asidemia.
2. Umbilical Cord Blood Gases
Gas darah pada arteri dan vena pada tali pusat memberikan bukti oksigenasi
janin dan plasenta saat persalinan. Saat terdapat faktor risiko pemeriksaan ini
sangat direkomendasikan.
Tabel 2.3 Klasifikasi hasil pengambilan darah fetal dari kepala

3. Fetal Pulse Oximetry


Teknologi baru yang bertujuan untuk memonitor O2 saturasi janin intrapartum.
Sebuah sensor diletakkan melalui serviks kemudian mendekati pipi janin, hal
ini membutuhkan dilatasi serviks (2 cm atau lebih) dan selaput ketuban yang
sudah pecah dengan presentasi kepala.
4. Fetal Electrocardiogram Analysis
Teknologi kombinasi dalam memonitor detak jantung janin, sinyal aktivitas
uterus, dan EKG janin. Hasil interpretasi berdasarkan observasi dari perubahan
gelombang QRS dan T janin dan hubungannya dengan keadaan metabolik dari
jantung janin.

5. Intrapartum Fetal Scalp Lactate Testing


Pemeriksaan level laktat janin dilakukan pada keadaan monitoring intrapartum
tidak memungkinkan. Kadar laktat dalam darah pada kulit kepala janin
berhubungan dengan kadar laktat dalam darah pada umbilikal. Keuntungan
pemeriksaan kadar laktat dibandingkan dengan pH adalah kemampuan untuk
mengumpulkan hasil dengan jumlah darah yang lebih sedikit dan kemampuan
untuk membedakan asidosis respiratori dan asidosis metabolik.

6. Auskultasi berkala
Auskultasi bunyi jantung janin secara berkala merupakan metode pengawasan
janin yang direkomendasikan untuk wanita hamil tanpa faktor risiko terhadap
hasil kehamilan yang merugikan. Kemampuan untuk membedakan suara
jantung ibu dengan jantung janin sangat penting, caranya dengan meraba
denyut nadi ibu. Denyut jantung dasar dinilai dengan mendengarkan dan
menghitung antara kontraksi rahim. Hasil akurasi terbesar adalah 160 ketika DJJ
dihitung selama 60 detik. Denyut jantung janin normal adalah110-160 bpm.
Takikardia didefinisikan sebagai denyut jantung janin di atas 160 bpm
selama >10 menit dan bradikardia didefinisikan sebagai denyut jantung janin di
bawah 110 bpm selama >10 menit.

7. Admission Cardiotocography15
Kardiotografi adalah sebuah tehnik atau metode pengukuran detak jantung bayi
selama kehamilan atau setelah melahirkan dengan merekam atau menggambar
frekuensi denyut jantung dengan menggunakan ultrasound. Alat atau yang
digunakan untuk memantau detak jantung tersebut disebut kardiotograf. Selain
mentau detak jantung bayi alat tersebut juga memantau kotraksi rahim ibu.
kardiotokografi biasanya dilakukan pada trimester ketiga masa kehamilan . Hal
ini dilakukan untuk mengetahui apakah jantung bayi yang masih dalam
kandungan berdetak pada tingkat normal dan variabilitas . Biasanya detak
jantung bayi adalah antara 110 dan 160 denyut per menit dan akan meningkat
jika bayi bergerak . Pemeriksaan detak jantung bayi yang merespon gerakannya
adalah cara tidak langsung untuk mengetahui apakah bayi tersebut mendapat
cukup oksigen dari plasenta . Tes ini juga akan melihat bagaimana detak jantung
bayi dipengaruhi oleh kontraksi.8,9

Gambar 2.3.Algoritma auskultasi denyut jantung janin.

2.7 Tata Laksana


Upaya penatalaksanaan hipoksia pada janin dimulai dengan menilai denyut
jantung janin yang meragukan saat pemeriksaan, hal ini harus dilaporkan dalam
bentuk catatan perkembangan pasien.

Tabel 3. Kriteria Tata Laksana Untuk Pola Denyut Jantung Janin yang Meragukan10
Tindakan berikut harus dicatat dalam rekam medis:
1. Reposisi pasien
2. Hentikan stimulansia uterus dan koreksi hiperstimulasi uterus
3. Pemeriksaan vaginal
4. Koreksi hipotensi ibu yang berhubungan dengan anestesi regional
5. Pemberitahuan tenaga anestesi dan perawat untuk kebutuhan persalinan
darurat
6. Monitor denyut jantung janin – dengan monitor janin elektronik atau
auskultasi – di ruang operasi sebelum menyiapkan kelahiran per
abdominal
7. Adanya tenaga kompeten yang hadir untuk resusitasi dan penanganan
neonatus
8. Pemberian oksigen ke ibu

Terapi yang dapat diberikan meliputi :

1. Tokolitik
Injeksi subkutan atau intravena tunggal dari 0.25 mg terbutalin sulfat
diberikan untuk relaksasi uterus telah dijelaskan sebagai tindakan sementara dari
penanganan denyut jantung yang meragukan selama persalinan. Inhibisi kontraksi
uterus dapat meningkatkan oksigenasi janin, dan menghasilkan resusitasi intrauterus.
Cook dan Spinato ( 1994) menjabarkan pengalaman mereka menggunakan tokolitik
terbutalin untuk resusitasi intra uterus pada 368 kehamilan selama 10 tahun.
Resusitasi seperti ini dapat meningkatkan nilai pH darah dari kulit kepala janin, dan
terbukti menolong keadaan seperti disebutkan di atas. Dosis kecil nitrogliserin
intravena (60 sampai dengan 180 μg) juga dilaporkan dapat memberikan
keuntungan.10
2. Amnioinfusion
Terapi dengan aminofusin terbukti meningkatkan pola denyut jantung pada
penelitian2 sebelumnya. Berdasarkan laporan-laporan terdahulu, amnioinfusion
transvaginal kini digunakan untuk:
a. Penanganan deselerasi variabel atau deselerasi lama
b. Profilaksis kaus-kasus oligohidroamnion, seperti ketuban pecah dini
c. Usaha untuk mengencerkan atau ’mencuci’ mekonium yang kental.
Protokol pemberiannya sendiri masih belum ada ketentuan baku hingga sekarang.
500 sampai 800 ml bolus cairan fisiologis hangat diikuti dengan infus kontinyu 3 ml
per menit. Pada penelitian lain, Rinehart dkk menyarankan cukup hanya dengan
pemberian 500 ml bolus cairan fisiologis dalam temperatur ruangan, atau 500 ml
bolus ditambah infus kontinyu 3 ml per menit.10
Tata laksana umum untuk keadaan gawat janin:17
a. Reposisi pasien ke sisi kiri
b. Hentikan pemberian oksitosin
c. Identifikasi penyebab maternal ( demam ibu, obat-obatan), dan diterapi sesuai
dengan penyebab
d. Jika penyebab ibu tidak ada tetapi denyut jantung tetap abnormal minimal 3
kontraksi, lakukan pemeriksaan vaginal
o Perdarahan dengan nyeri konstan atau intermiten, curigai solusio
plasenta
o Tanda infeksi (demam, sekret vagina berbau), berikan antibiotik sesuai
dengan penatalaksanaan amnionitis
o Bila tali pusat di bawah bagian yang terendah, atau ada di vagina,
tangani sesuai dengan penanganan tali pusat prolaps
e. Jika denyut jantung abnormal menetap atau ada tanda tambahan gawat janin,
rencanakan persalinan:
o Jika serviks terdilatasi penuh dan kepala janin tidak lebih dari 1/5 di
atas simfisis pubis atau ujung tulang terendah dari kepala pada stasion
0, lahirkan dengan ekstraksi vakum atau forsep.
o Jika serviks tidak terdilatasi penuh atau kepala janin lebih dari 1/5 di
atas simfisi pubis atau ujung tulang terendah dari kepala di atas stasion
0, lahirkan dengan seksio sesarea.
BAB 3
ILUSTRASI KASUS

Identitas
Nama : Ny. D
Usia : 37 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Pariaman
RM : 01.04.95.19
TanggalMasuk : 16 Mei 2019

Anamnesis
Seorang pasien wanita usia 37 tahun masuk IGD PONEK RSUP DR.M. Djamil
Padangpada tanggal 16 Mei 2019 pukul 19.10 WIB rujukan RSUD Pariaman
dengan diagnosis HAP ec plasenta previa parsial pada G1P0A0H0 gravid preterm
24-25 minggu + oligohidramnion ec PPROM.
Keluhan Utama :
Keluar darah dari kemaluan sejak 2 jam sebelum masuk RS.
Riwayat Penyakit Sekarang :
• Sebelumnya pasien datang RSUD Pariaman dengan keluhan keluar darah dari
kemaluan membasahi satu helai kain sarung sejak 2 jam sebelum masuk RS,
karena fasilitas NICU tidak tersedia kemudian pasien dirujuk ke RSUP
M.Djamil Padang dengan terpasang infus dan kateter
• Keluar air-air jernih yang banyak dari kemaluan membasahi 1 kain sarung
sejak 2 hari sebelum masuk RS
• Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 3 jam yang lalu
• Keluar lendir campur darah dari kemaluan sejak 2 jam yang lalu
• Riwayat keputihan berulang sejak kehamilan 4 bulan, pasien tidak pernah
berobat ke dokter untuk keluhan tersebut.
• Riwayat gigi berlubang (+)
• Tidak haid ± 6 bulan yang lalu.
• HPHT : 17-11-2018 TP : 21-8-2019
• Gerakan dirasakan sejak ±1bulan yang lalu.
• Gerak janin dirasakan berkurang.
• RHM : Mual(-), muntah(-), perdarahan(-).
• Riw. menstruasi : Menarche umur 13tahun, siklus haid teratur 28 hari,
lamanya 5-6 hari, banyaknya 3-4 kali ganti duk/hari, nyerihaid (-)
• Riwayat demam (-), trauma (-)
• Tidak ada keluhan BAB dan BAK
• ANC : Kontrol kebidan pada bulan ke-5 dan ke-6
• Riwayat kehamilan:
- Hamil I: sekarang

Riwayat Penyakit Dahulu :


Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, hipertensi dan alergi
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, menular dan kejiwaan
Riwayat pekerjaan:
Pasien seorang ibu rumah tangga, ini merupakan pernikahan yang pertama

Pemeriksaan Fisik
Vital Sign
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tanda Vital
- Tekanan darah : 110/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 80 x/menit
- Frekuensi napas : 20 x/menit
- Suhu : 36,8oC
- TB/BB : 158 cm / 65 kg
- BB sebelum hamil : 55 kg
Status Lokalis
- Kepala : normosefal
- Rambut : hitam, tidak mudah rontok
- Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus
- Telinga : tidak ditemukan kelainan
- Hidung : tidak ditemukan kelainan
- Tenggorok : tidak ditemukan kelainan
- Gigi dan mulut : tidak ditemukan kelainan
- Leher : Tidak teraba perbesaran KGB dan kelenjar tiroid
JVP 5 – 2 cmH2O
- Thorak : Cor dan pulmo dalam batas normal
- Abdomen : status obstetrikus
- Genitalia : status obstetrikus
- Ekstremitas : edema tidak ada, akral teraba hangat.

Status Obstetrikus
- Wajah : kloasma gravidarum (-)
- Mammae : membesar, areola hiperpigmentasi, pembesaran kelenjar
Montgmery, papilla menonjol
- Abdomen :
Inspeksi : perut tampak membuncit sesuai usia kehamillan preterm 6 bulan
Linea mediana hiperpigmentasi
Striae (+)
Sikatrik (-)
Palpasi :
Leopold 1 : FUT 3 setinggi pusar
Teraba masa besar, lunak, noduler
Leopold 2 : teraba tahanan terbesar janin di sebelahkanan
terababagian-bagianterkeciljaninsebelahkiri
Leopold 3 : teraba massa bulat keras, terfiksir
Leopold 4 : divergen
TFU : 17 cm,
HIS : 1-2/ 15” / lemah
DJJ : 140 – 150 x/menit
- Genitalia :
Inspeksi : Vulva/uretra tenang, perdarahan pervaginam tidak ada
VT : Pembukaan 2 – 3 cm, selaput ketuban (-), sisa (-), tampak
telapak kaki pada portio, hodge II
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
Hb : 10,6 gr/dl
Ht : 34 %
Lekosit : 24.300/mm3
Trombosit : 327.000/mm3
PT/APTT : 10,2 sec / 33,6 sec
Kesan : anemia ringan, leukositosis

USG
Janin hidup tunggal intrauterin
Aktivitas gerak janin terbatas
Biometri: BPD 6,18 cm
AC 31,36 cm
FL 68,7mm
EFW 800 gram
Kesan: gravid 25 - 26 minggu sesuai biometri
Oligohidramnion
Plasenta previa marginalis

Diagnosis
G1P0A0H0 gravid preterm + chorioamnionitis ec PPROM lama + plasenta previa
marginalis janin hidup tunggal intra uterin presentasi bokong kaki
Penatalaksanaan
- Kontrol keadaan umun, vital sign, his, DJJ
- IVFD RL 20tpm
- Inj ceftriaxon2 x 1 gr
- Inj deksametason2 x 6 mg
- Rencana Ikuti Persalinan

Follow Up
17 Mei 2019
Pukul 20:00
Pasien post persalinan

Lahir seorang bayi laki-laki dengan

BB : 750 gr

PB : 35 cm

A/S : 1/1

Plasenta lahir secara spontan, lengkap 1 buah berat ±250 gr, konsistensi lembek,

ukuran 10 x 12 x 1,5 cm. Panjang tali pusat ± 35 cm, tali pusat layu

insersi parasentralis. Perdarahan selama tindakan ±80 cc


BAB 4
DISKUSI

Telah dipresentasikan suatu kasus pasien wanita, usia 37 tahun dengan keluar
darah dari kemaluan sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Perdarahan yang terjadi
pada kehamilan penyebab nya bisa bervariasi, misalnya, perdarahan akibat aborsi,
plasenta previa, persalinan premature dan penyebab lainnya. Perlu dilakukan
pemeriksaan observasi dan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui penyebab
perdarahan tersebut. Perdarahan yang sangat banyak pada ibu dapat menyebabkan
terjadinya gangguan sirkulasi uteroplasenta pada janin. Pasien juga mengeluhkan
merasa gerak janin berkurang. Kesejahteraan janin dapat diketahui dari aktifnya gerak
janin. Janin dengan gerak yang kurang kemungkinan sedang dalam masalah. Gerak
janin dikatakan bermasalah jika kurang dari 10 kali dalam 2 jam atau tidak dirasakan
sepanjang hari (12 jam) atau dirasakan perubahan gerak janin yang sangat bermakna.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada pemeriksaan VT Pembukaan 2 – 3 cm,
selaput ketuban (-), sisa (-), tampak telapak kaki pada portio, hodge II. Pasien ini
sudah memasuki kala 1 persalinan, yaitu fase laten. Fase laten adalah pembukaan sudah
terjadi samapi mencapai 3 cm. Selaput ketuban (-) menanda kan ketuban sudah pecah,
ketebuan pecah sebelum prosses persalinan berlangsung disebut ketuban pecah dini.
Pada pasien ini dirasakan keluar cairan sejak 2 hari sebelum masuk RS, kasus ini
disebut juga ketuban pecah dini yang berkepanjangan. Ketuban pecah dini dapat
menyebabkan terjadinya partus premature, berkembangnya infeksi pada plasenta yang
menyebabkan korioamnionitis, abrupsio plasenta, kompresi tali pusat dan infeksi post
partum.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil anemia ringan pada ibu yaitu
dengan Hb 10,6 g/dl. Keadaan tersebut juga berkemungkinan sebagai penyebab
hipoksia janin pada kasus ini. Anemia yang dialami oleh ibu dapat menyebabkan
terjadinya insufisiensi aliran uteroplasenta yang akhirnya berdampak pada kurangnya
suplai oksigen bagi janin. Leukosit pasien 24300/mm. Hasil leukosit pada pasien
meningkat, yang merupakan tanda infeksi.
Pada pemeriksaan USG Janin hidup tunggal intra uterin aktifitas gerak janin
kurang, BPD 6,18 cm AC 31,36 cm, FL 68,7mm, EFW 800 gram dengan kesan, gravid
42–43 minggu, oligohidramnion, plasenta previa marginalis janin hidup.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang tersebut
maka dapat ditegakkan diagnosa fetal distress pada kasus ini. Persalinan harus
diusahakan segera karena penundaan persalinan akan meningkatkan resiko untuk janin.
Pada kasus ini persalinan pervaginam dan lahirlah bayi dengan berat 750 gram, panjang
badan 35 cm dan nilai apgar 1/1 artinya bayi tersebut mengalami asfiksia berat dan
segera dilakukan tindakan resusitasi pada bayi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cici J, Rismawati Y, Desywar. 2019. Korelasi Tekanan Parsial Oksigen


Dengan Jumlah Eritrosit Berinti Pada Neonatus Hipoksemia. Jurnal Kesehatan
Andalas.
2. Hidayati F, Ratna I. 2013. Pengaruh Lama Hipoksia terhadap Angka Eritrosit
dan Kadar Hemoglobin. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Mutiara
Medika Vol. 13 No. 1: 49-54
3. Arulkumaran S., Gibb. Fetal Monitoring in Practice, Oxford:
Butterworth-Heinemann Ltd, 1992:1-146
4. Hanifa Wiknjosastro, Abdul Bari Saifudin, Trijatmo Rachimhadhi, dalam:
Ilmu Kebidanan, edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2008.
5. Hanifa Wiknjosastro, Abdul Bari Saifudin, Trijatmo Rachimhadhi, dalam:
Ilmu Bedah Kebidanan, edisi pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 2006.
6. Cleveland. Fetal Distress. Cleveland: Department of Patient Education and
Health Information. 2007. Diakses di
http://www.clevelandclinic.org/health/healthinfo/docs/3800/3896.asp?index=1
2401.
7. Hayley Willacy. Fetal Disress. UK: PatientPlus. 22 Juni 2007. Diakses di
http://www.patient.co.uk/showdoc/40000220/
8. Steele, Wanda F., What are the signs of fetal distress? In: SheKnows
Pregnancy and Baby. Pennsylvania. 2007. Diakses di
http://pregnancyandbaby.com/pregnancy/baby/What-are-the-signs-of-fetadistr
ess-5960.htm
9. Hayley Willacy. Meconium Stained Liquor. US: PatientPlus. 7 Agustus 2006.
Diaksesdi http://www.fetal.freeserve.co.uk/meconium.html
10. Cunningham, Garry F., M. D. et al: Antepartum Assesment, Williams
Obstetrics, 22nd ed, Connecticut: Appleton & Lange, 2002:40:1095-1108
11. Wikipedia. Cardiotocography. US:Wikipedia Foundation. 20 September
2006. Diakses di http://www.fetal.freeserve.co.uk/meconium.html.
12. Cardiotochography. 21 Januari 2001. Diakses tanggal 11 Agustus 2007 di
http://www.fetal.freeserve.co.uk/ctg.html
13. Sofie Rifayani Krisnadi, Johanes C. Mose, Jusuf S. Effendi. Pedoman
Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi. Bandung: Rumah Sakit Hasan
Sadikin. 2005:7-1.
14. Sean Kavanagh. Fetal Monitoring. UK: 29 Agustus 2006. Diakses tanggal di
http://www.patient.co.uk/showdoc/40000245/
15. Hidayat Wijayanegara. Dalam: Makalah Lengkap Kursus Dasar
Ultrasonografi Kardiotokografi. Malang: RSUD DR. Saiful
Anwar.2002:VIII1-
16. Children’s Hospital of The King’s Daughters. Biophysical Profile. 30
September 2005. Diakses dihttp://www.chkd.org/highriskpregnancy/bpp.htm
17. World Health Organization. Fetal Distress in Labour. 2003. Diakses di
http://www.who.int/reproductivehealth/impac/Symptoms/Fetal_distress_S95_
S96.html

Anda mungkin juga menyukai