Anda di halaman 1dari 35

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. COVID 19
2.1.1 Definisi
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-
2). SARS-CoV-2 merupakan coronavirus jenis baru yang belum pernah
diidentifikasi sebelumnya pada manusia.

2.1.2 Epidemiologi
Penyakit COVID 19 ini diawali dengan munculnya kasus pneumonia yang
tidak diketahui etiologinya di Wuhan, China pada akhir Desember 2019. Pada
tanggal 7 Januari 2020, Pemerintah China kemudian mengumumkan bahwa
penyebab kasus tersebut adalah Coronavirus jenis baru yang kemudian diberi
nama SARS-CoV-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2).
Proses penularan yang cepat membuat WHO menetapkan COVID-19
sebagai KKMM D/PHEIC pada tanggal 30 Januari 2020. Angka kematian kasar
bervariasi tergantung negara dan tergantung pada populasi yang terpengaruh,
perkembangan wabahnya di suatu negara, dan ketersediaan pemeriksaan
laboratorium.
Pada tanggal 2 Maret 2020 Indonesia melaporkan 2 kasus yang
terkonfirmasi COVID-19, kemudian pada tanggal 3 Maret 2020 dilaporkan
90.870 kasus konfirmasi di 72 negara dengan 3.112 kematian (CFR 3,4%).
Diantara kasus-kasus tersebut, terdapat beberapa petugas kesehatan yang
terinfeksi. Pada tanggal 11 Maret 2020 WHO menyatakan COVID-19 sebagai
pandemi.

2.1.3 Etiologi
Penyebab COVID-19 adalah virus yang tergolong dalam family
coronavirus. Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul
dan tidak bersegmen. Secara umum, virus korona memiliki struktur sampul yang
7

melingkupi materi genetik. Pada sampul terdapat berbagai protein dengan


berbagai fungsi, salah satunya berikatan dengan reseptor membran sel sehingga
dapat masuk sel. Struktur sampul dan protein ini menyerupai mahkota atau crown
sehingga virus ini dinamai virus korona atau coronavirus. Karena struktur sampul
yang bersifat hidrofobik ini pulalah ketika diperlukan sabun atau handrub dengan
kandungan alkohol minimal 60%. Sabun atau alkohol 60% dapat berikatan
dengan kapsul dan memecah struktur virus.

2.1.4 Cara Penularan


Coronavirus merupakan zoonosis (ditularkan antara hewan dan manusia).
Penelitian menyebutkan bahwa SARS ditransmisikan dari kucing luwak (civet
cats) ke manusia dan MERS dari unta ke manusia. Adapun, hewan yang menjadi
sumber penularan COVID-19 ini masih belum diketahui.
Masa inkubasi COVID-19 rata-rata 5-6 hari, dengan range antara 1 dan 14
hari namun dapat mencapai 14 hari. Selain zoonosis, penyakit ini juga menular
antar manusia. Berdasarkan bukti ilmiah, COVID-19 menular melalui droplet
(yang keluar ketika batuk, bersin, atau menghembuskan napas) dan kontak erat,
berbeda dengan tuberkulosis yang menular melalui udara atau airborne. Virus
yang keluar bersama droplet menempel di permukaan benda. Orang lain dapat
tertular COVID-19 bila bila menyentuh mata, hidung, atau mulut dengan tangan
yang telah berkontak benda dengan droplet yang mengandung virus.
Virus dapat bertahan di lingkungan sekitar tiga jam hingga beberapa hari
(pada tembaga hingga 4 hari, hingga 24 jam pada papan kardus, serta hingga 2-3
hari pada plastik dan stainless steel). Droplet yang dikeluarkan ketika batuk atau
bersin dapat menempel pada benda berjarak satu meter. Oleh karena itu, penting
untuk menjaga jarak satu meter satu sama lain.

2.1.5 Manifestasi Klinis


Gejala-gejala yang dialami biasanya bersifat ringan dan muncul secara
bertahap. Beberapa orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala apapun dan
tetap merasa sehat. Gejala COVID-19 yang paling umum adalah demam, rasa
lelah, dan batuk kering. Beberapa pasien mungkin mengalami rasa nyeri dan sakit,
8

hidung tersumbat, pilek, nyeri kepala, konjungtivitis, sakit tenggorokan, diare,


hilang penciuman dan pembauan atau ruam kulit.

Tabel 1. Manifestasi Klinik COVID 19

2.2 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Pada COVID-19 di Fasyankes


Pencegahan dan pengendalian infeksi adalah suatu upaya untuk mencegah
dan menimalisir terjadinya infeksi pada pasien, petugas, pengunjung dan
masyarakat sekitar fasilitas pelayanan kesehatan. (peraturan menteri kesehatan
nopmor 27 tahum 2017).
Strategi PPI untuk mencegah atau memutuskan rantai penularan infeksi
COVID-19 di fasilitas pelayanan kesehatan dapat dicapai dengan penerapan
prinsip pencegahan dan pengendalian risiko penularan COVID-19.
Bagi pasien yang memerlukan isolasi, maka akan diterapkan kewaspadaan
isolasi yang terdiri dari kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan
transmisi.

a) Kewaspadaan Standar
Pada tahun 2007, CDC dan HICPAC merekomendasikan 11 (sebelas)
komponen utama yang harus dilaksanakan dan dipatuhi dalam kewaspadaan
standar, yaitu kebersihan tangan, alat pelindung diri (APD), dekontaminasi
peralatan perawatan pasien, kesehatan lingkungan, pengelolaan limbah,
9

penatalaksanaan linen, perlindungan kesehatan petugas, penempatan pasien,


hygiene respirasi/etika batuk dan bersin, praktik menyuntik yang aman dan praktik
lumbal pungsi yang aman.
Kesebelas kewaspadaan standar tersebut yang harus di terapkan di semua
fasilitas pelayanan kesehatan, sebagai berikut:

A. Kebersihan Tangan/Hand Hygiene


(1) Kebersihan tangan dilakukan pada kondisi dibawah ini sesuai 5 moment
WHO :
(a) Sebelum menyentuh pasien
(b) Sebelum melakukan tindakan aseptik
(c) Setelah kontak atau terpapar dengan cairan tubuh
(d) Setelah menyentuh pasien
(e) Setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien

(2) Selain itu, kebersihan tangan juga dilakukan pada saat:


(a) Melepas sarung tangan steril
(b) Melepas APD
(c) Setelah kontak dengan permukaan benda mati dan objek termasuk
peralatan medis
(d) Setelah melepaskan sarung tangan steril.
(e) Sebelum menangani obat-obatan atau menyiapkan makanan

(3) Kebersihan tangan dilakukan sebagai berikut:


(a) Kebersihan tangan dengan sabun dan air mengalir apabila terlihat kotor
atau terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh lainnya atau setelah
menggunakan toilet
(b) Penggunaan handrub berbasis alkohol dipilih untuk antiseptik tangan
rutin pada semua situasi
10

(4) Cara melakukan Kebersihan tangan:


(a) Kebersihan tangan dengan alkohol handrub selama 20-30 detik bila
tangan tidak tampak kotor
(b) Kebersihan tangan dengan mencuci tangan di air mengalir pakai sabun
selama 40-60 detik bila tangan tampak kotor

Gambar 1. Cara Kebersihan Tangan dengan Antisepsik Berbasis Alkohol Diadaptasi


dari WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care: First Global Patient Safety Challenge, World Health
Organization, 2009.
11

Gambar 2. Cara Mencuci Tangan dengan Sabun dan Air

B. ALAT PELINDUNG DIRI


APD dipakai untuk melindungi petugas atau pasien dari paparan darah, cairan
tubuh sekresi maupun ekskresi yang terdiri dari sarung tangan, masker bedah atau
masker N95, gaun, apron, pelindung mata (goggles), faceshield (pelindung
wajah), pelindung/penutup kepala dan pelindung kaki.
12

Penggunaan Alat Pelindung Diri memerlukan 4 unsur yang harus dipatuhi:


(a) Tetapkan indikasi penggunaan APD mempertimbangkan risiko terpapar dan
dinamika transmisi :
➢ Transmisi penularan COVID-19 ini adalah droplet dan kontak: Gaun,
sarung tangan, masker bedah, penutup kepala, pelindung mata (goggles),
sepatu pelindung
➢ Transmisi airborne bisa terjadi pada tindakan yang memicu terjadinya
aerosol: Gaun, sarung tangan, masker N95, penutup kepala, goggles, face
shield, sepatu pelindung
(b) Cara “memakai” dengan benar
(c) Cara “melepas” dengan benar
(d) Cara mengumpulkan (disposal) yang tepat setelah dipakai

Hal – hal yang harus dilakukan pada penggunaan APD :


(a) Melepaskan semua aksesoris di tangan seperti cincin, gelang dan jam tangan
(b) Menggunakan baju kerja/ scrub suit sebelum memakai APD
(c) Melakukan kebersihan tangan sebelum dan setelah memakai APD
(d) Menggunakan sarung tangan saat melakukan perawatan kepada pasien
(e) Melepaskan sarung tangan setelah selesai melakukan perawatan di dekat
pasien dan lakukan kebersihan tangan
(f) Memakai APD di anteroom atau ruang khusus. APD dilepas di area kotor
segera setelah meninggalkan ruang perawatan
(g) Menggunakan masker N95 pada saat melakukan tindakan yang menimbulkan
aerosol
(h) Mengganti googles atau faceshield pada saat sudah kabur/kotor
(i) Mandi setelah melepaskan APD dan mengganti dengan baju bersih

Hal-hal yang tidak boleh dilakukan pada penggunaan APD :


(a) Menyentuh mata, hidung dan mulut saat menggunakan APD
(b) Menyentuh bagian depan masker
(c) Mengalungkan masker di leher
(d) Menggantung APD di ruangan kemudian mengunakan kembali
13

(e) Menggunakan APD keluar dari area perawatan


(f) Membuang APD dilantai
(g) Menggunakan sarung tangan berlapis saat bertugas apabila tidak dibutuhkan
(h) Menggunakan sarung tangan terus menerus tanpa indikasi
(i) Menggunakan sarung tangan saat menulis, memegang rekam medik pasien,
memegang handle pintu, memegang HP
(j) Melakukan kebersihan tangan saat masih menggunakan sarung

1. Jenis-Jenis APD
a. Sarung tangan
Terdapat tiga jenis sarung tangan, yaitu:
⁻ Sarung tangan bedah (steril), dipakai sewaktu melakukan tindakan
invasif atau pembedahan.
⁻ Sarung tangan pemeriksaan (bersih), dipakai untuk melindungi
petugas pemberi pelayanan kesehatan sewaktu melakukan pemeriksaan
atau pekerjaan rutin.
⁻ Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memproses peralatan,
menangani bahan-bahan terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan
permukaan yang terkontaminasi.

Gambar 3. Cara Memasang Sarung Tangan


14

Cara melepas sarung tangan :


- Ingatlah bahwa bagian luar sarung tangan telah terkontaminasi.
- Pegang bagian luar sarung tangan dengan sarung tangan lainnya,
kemudian lepaskan.
- Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan menggunakan
tangan yang masih memakai sarung tangan.
- Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan di
bawah sarung tangan yang belum dilepas di pergelangan tangan.
- Lepaskan sarung tangan di atas sarung tangan pertama.
- Buang sarung tangan di tempat limbah infeksius.

Gambar 4. Cara Melepas Sarung Tangan

b. Masker
1. Masker Kain
Masker kain dapat digunakan untuk mencegah penularan dan
mengantisipasi kelangkaan masker yang terjadi. Efektivitas penyaringan
pada masker kain meningkat seiring dengan jumlah lapisan dan kerapatan
tenun kain yang dipakai. Masker kain perlu dicuci dan dapat dipakai
berkali-kali.
Penggunaan masker kain dapat digunakan untuk :
a. Bagi masyarakat sehat
Digunakan ketika berada di tempat umum dan fasilitas lainnya dengan
tetap menjaga jarak 1-2 meter.
b. Bagi tenaga medis
Masker kain tidak direkomendasikan sebagai APD (Alat Pelindung
Diri) untuk tingkat keparahan tinggi karena sekitar 40-90% partikel
15

dapat menembus masker kain bagi tenaga medis. Masker kain


digunakan sebagai opsi terakhir jika masker bedah atau masker N95
tidak tersedia.

2. Masker Bedah 3 Ply (Surgical Mask 3 Ply)


Masker Bedah memiliki 3 lapisan (layers) yaitu lapisan luar kain tanpa
anyaman kedap air, lapisan dalam yang merupakan lapisan filter densitas
tinggi dan lapisan dalam yang menempel langsung dengan kulit yang
berfungsi sebagai penyerap cairan berukuran besar yang keluar dari pemakai
ketika batuk maupun bersin.
Karena memiliki lapisan filter ini, masker bedah efektif untuk
menyaring droplet yang keluar dari pemakai ketika batuk atau bersin,
namun bukan merupakan barier proteksi pernapasan karena tidak bisa
melindungi pemakai dari terhirupnya partikel airborne yang lebih kecil.
Dengan begitu, masker ini direkomendasikan untuk masyarakat yang
menunjukan gejala-gejala flu / influenza (batuk, bersin- bersin, hidung
berair, demam, nyeri tenggorokan) dan untuk tenaga medis di fasilitas
layanan kesehatan.

3. Masker N95 (atau ekuivalen)


Masker N95 adalah masker yang lazim dibicarakan dan merupakan
kelompok masker Filtering Facepiece Respirator (FFR) sekali pakai
(disposable). Kelompok jenis masker ini memiliki kelebihan tidak hanya
melindungi pemakai dari paparan cairan dengan ukuran droplet, tapi juga
hingga cairan berukuran aerosol. Masker jenis ini pun memiliki face seal fit
yang ketat sehingga mendukung pemakai terhindar dari paparan aerosol
asalkan seal fit dipastikan terpasang dengan benar.
Idealnya masker N95 tidak untuk digunakan kembali, namun dengan
stok N95 yang sedikit, dapat dipakai ulang dengan catatan semakin sering
dipakai ulang, kemampuan filtrasi akan menurun. Jika akan menggunakan
metode pemakaian kembali, masker N95 perlu dilapisi masker bedah pada
bagian luarnya.
16

Masker setingkat N95 yang sesuai dengan standar WHO dan dilapisi
oleh masker bedah dapat digunakan selama 8 jam dan dapat dibuka dan
ditutup sebanyak 5 kali. Masker tidak dapat digunakan kembali jika
pengguna masker N95 sudah melakukan tindakan yang menimbulkan
aerosol.

4. Reusable Facepiece Respirator


Tipe masker ini memiliki keefektifan filter lebih tinggi dibanding N95
meskipun tergantung filter yang digunakan. Karena memiliki kemampuan
filter lebih tinggi dibanding N95, tipe masker ini dapat juga menyaring
hingga bentuk gas. Tipe masker ini direkomendasikan dan lazim digunakan
untuk pekerjaan yang memiliki resiko tinggi terpapar gas-gas berbahaya.
Tipe masker ini dapat digunakan berkali- kali selama face seal tidak rusak
dan harus dibersihkan dengan disinfektan secara benar sebelum digunakan
kembali.

Cara memakai masker :


⁻ Memegang pada bagian tali (kaitkan pada telinga jika menggunakan
kaitan tali karet atau simpulkan tali di belakang kepala jika menggunakan
tali lepas).
⁻ Eratkan tali kedua pada bagian tengah kepala atau leher.
⁻ Tekan klip tipis fleksibel (jika ada) sesuai lekuk tulang hidung dengan
kedua ujung jari tengah atau telunjuk.
⁻ Membetulkan agar masker melekat erat pada wajah dan di bawah dagu
dengan baik.
⁻ Periksa ulang untuk memastikan bahwa masker telah melekat dengan
benar
17

Gambar 5. Cara Memakai Masker

Melepas Masker
⁻ Ingatlah bahwa bagian depan masker telah terkontaminasi - JANGAN
SENTUH.
⁻ Lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali/karet bagian atas.
⁻ Buang ke tempat limbah infeksius.

Gambar 6. Cara Melepas Masker

c. Gaun Pelindung
Gaun pelindung digunakan untuk melindungi baju petugas dari
kemungkinan paparan atau percikan darah atau cairan tubuh, sekresi, ekskresi
atau melindungi pasien dari paparan pakaian petugas pada tindakan steril.
Mengacu pada Petunjuk Teknis Penggunaan APD Kementerian Kesehatan,
maka penggunaan coverall diutamakan sebagai perluasan area perlindungan
petugas dalam masa wabah COVID-19.
Bahan gaun yang digunakan kembali (reusable) terbuat dari polyester
atau kain katun-polyester. Gaun yang terbuat dari kain ini dapat dicuci dengan
aman sesuai prosedur rutin dan digunakan kembali. Prosedur pencucian yang
18

direkomendasikan adalah pencucian dilakukan menggunakan desinfektan


klorin konsentrasi 1:99 pada suhu 57,2oC – 71oC selama minimal 25 menit.
Pastikan bahwa tenaga medis tidak menyentuh permukaan luar gaun
selama perawatan.
Jenis-jenis gaun pelindung:
⁻ Gaun pelindung tidak kedap air
⁻ Gaun pelindung kedap air
⁻ Gaun steril
⁻ Gaun non steril

Cara memakai gaun pelindung :


- Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga bagian
pergelangan tangan dan selubungkan ke belakang punggung.
- Ikat di bagian belakang leher dan pinggang.

Gambar 7. Langkah pemasangan gaun

Cara melepas gaun pelindung :


⁻ Ingatlah bahwa bagian depan gaun dan lengan gaun pelindung telah
terkontaminasi
⁻ Lepas tali pengikat gaun.
⁻ Tarik dari leher dan bahu dengan memegang bagian dalam gaun pelindung
saja.
⁻ Balik gaun pelindung.
19

⁻ Lipat atau gulung menjadi gulungan dan letakkan di wadah yang telah di
sediakan untuk diproses ulang atau buang di tempat limbah infeksius.

Gambar 8. Cara melepas gaun pelindung

d. Goggle Dan Perisai Wajah


Tujuan pemakaian Goggle dan perisai wajah :
- Melindungi mata dan wajah dari percikan darah, cairan tubuh, sekresi
dan eksresi.
Indikasi :
- Pada saat tindakan operasi
- Pertolongan persalinan dan tindakan persalinan
- Tindakan perawatan gigi dan mulut
- Pencampuran B3 cair
- Pemulasaraan jenazah
- Penanganan linen terkontaminasidi laundry, di ruang dekontaminasi
CSSD.

Gambar 9. Goggle dan Penutup Wajah

e. Sepatu Pelindung
20

Tujuan pemakaian sepatu pelindung adalah melindung kaki petugas


dari tumpahan/percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan mencegah dari
kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan alat kesehatan, sepatu tidak
boleh berlubang agar berfungsi optimal. Jenis sepatu pelindung seperti sepatu
boot atau sepatu yang menutup seluruh permukaan kaki.

Gambar 10. Sepatu Pelindung

f. Topi Pelindung
Tujuan pemakaian topi pelindung adalah untuk mencegah jatuhnya
mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas terhadap alat-
alat/daerah steril atau membran mukosa pasien dan juga sebaliknya untuk
melindungi kepala/rambut petugas dari percikan darah atau cairan tubuh dari
pasien.

Gambar 11. Topi Pelindung

Langkah-langkah melepaskan APD adalah sebagai berikut :


⁻ Lepaskan sepasang sarung tangan
21

⁻ Lakukan kebersihan tangan


⁻ Lepaskan apron
⁻ Lepaskan perisai wajah (goggle)
⁻ Lepaskan gaun bagian luar
⁻ Lepaskan penutup kepala
⁻ Lepaskan masker
⁻ Lepaskan pelindung kaki
⁻ Lakukan kebersihan tangan

Gambar 12. Rekomendasi APD bagi Tenaga Medis dan Paramedis Tingkat 1
22

Gambar 13. Rekomendasi APD bagi Tenaga Medis dan Paramedis Tingkat 2
23

Gambar 14. Rekomendasi APD bagi Tenaga Medis dan Paramedis Tingkat 3
C. DEKONTAMINASI PERALATAN PERAWATAN PASIEN
Dalam dekontaminasi peralatan perawatan pasien dilakukan
penatalaksanaan peralatan bekas pakai perawatan pasien yang terkontaminasi
darah atau cairan tubuh (pre-cleaning, cleaning, disinfeksi, dan sterilisasi) sesuai
Standar Prosedur Operasional (SPO) sebagai berikut :
a) Rendam peralatan bekas pakai dalam air dan detergen atau enzyme lalu
dibersihkan dengan menggunakan spons sebelum dilakukan disinfeksi tingkat
tinggi (DTT) atau sterilisasi.
b) Peralatan yang telah dipakai untuk pasien infeksius harus didekontaminasi
terlebih dulu sebelum digunakan untuk pasien lainnya.
c) Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan dimusnahkan sesuai prinsip
pembuangan sampah dan limbah yang benar. Hal ini juga berlaku untuk alat
yang dipakai berulang, jika akan dibuang.
d) Untuk alat bekas pakai yang akan di pakai ulang, setelah dibersihkan dengan
menggunakan spons, di DTT dengan klorin 0,5% selama 10 menit.
e) Peralatan nonkritikal yang terkontaminasi, dapat didisinfeksi menggunakan
alkohol 70%. Peralatan semikritikal didisinfeksi atau disterilisasi, sedangkan
peralatan kritikal harus didisinfeksi dan disterilisasi.
f) Untuk peralatan yang besar seperti USG dan X-Ray, dapat didekontaminasi
permukaannya setelah digunakan di ruangan isolasi.

D. PENGENDALIAN LINGKUNGAN
(1) Lakukan prosedur pembersihan dan desinfeksi secara rutin sekitar
lingkungan dengan cara mengelap seluruh permukaan lingkungan
ruangan dan pengepelan lantai ruangan dengan menggunakan cairan
detergen kemudian bersihkan dengan air bersih selanjutnya
menggunakan klorin 0.05 %. Cairan pembersih harus diganti setelah
digunakan di area perawatan pasien COVID-19.
24

(2) Aplikasi desinfektan ke permukaan lingkungan secara rutin di dalam


ruangan dengan penyemprotan atau fogging tidak direkomendasikan

E. PENGELOLAAN LIMBAH
Proses pengelolaan limbah dimulai dari identifikasi, pemisahan, labeling,
pengangkutan, penyimpanan hingga pembuangan/pemusnahan.
1) Identifikasi jenis limbah :
Secara umum limbah medis dibagi menjadi padat, cair, dan gas. Sedangkan
kategori limbah medis padat terdiri dari benda tajam, limbah infeksius, limbah
patologi, limbah sitotoksik, limbah tabung bertekanan, limbah genotoksik,
limbah farmasi, limbah dengan kandungan logam berat, limbah kimia, dan
limbah radioaktif.
2) Pemisahan Limbah
Tempatkan limbah sesuai dengan jenisnya, antara lain :
- Limbah infeksius : Limbah yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh
masukkan kedalam kantong plastik berwarna kuning.
- Limbah non-infeksius : Limbah yang tidak terkontaminasi darah dan cairan
tubuh, masukkan ke dalam kantong plastik berwarna hitam.
- Limbah benda tajam : Limbah yang memiliki permukaan tajam, masukkan
kedalam wadah tahan tusuk dan air.
- Limbah cair segera dibuang ke tempat pembuangan/pojok limbah cair
(spoelhoek).

Wadah limbah di ruangan :


- Mudah dibuka dengan menggunakan pedal kaki
- Bersih dan dicuci setiap hari
- Terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tidak berkarat
- Jarak antar wadah limbah 10-20 meter, diletakkan di ruang tindakan dan
tidak boleh di bawah tempat tidur pasien
- Ikat kantong plastik limbah jika sudah terisi ¾ penuh
Pengangkutan limbah harus menggunakan troli khusus yang kuat, tertutup dan
mudah dibersihkan, tidak boleh tercecer, petugas menggunakan APD ketika
25

mengangkut limbah. Lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien, bila tidak
memungkinkan atur waktu pengangkutan limbah

F. PENATALAKSANAAN LINEN
- Semua linen di ruang perawatan COVID-19 dianggap infeksius yang
dibagi menjadi dua yaitu linen kotor tidak ternoda darah atau cairan tubuh
dan linen ternoda darah atau cairan tubuh.
- Pisahkan linen kotor ternoda darah dan cairan tubuh dengan linen kotor
tanpa noda darah dan cairan tubuh, masukan kewadah infeksius yang
tertutup dan diberi label. Semua linen harus dikemas (dimasukan dalam
plastik infeksius) didalam ruang perawatan pasien
- Ganti linen setiap satu atau dua hari atau jika kotor dan sesuai dengan
kebijakan rumah sakit
- Linen harus ditangani dan diproses khusus untuk mencegah kontak
langsung dengan kulit dan membaran mukosa petugas, mengkontaminasi
pakaian petugas dan lingkungan
- Gunakan APD yang sesuai dengan risiko saat menangani linen infeksius
- Tempatkan linen bersih pada lemari tertutup, dan tidak bercampur dengan
peralatan lainnya

G. PERLINDUNGAN KESEHATAN PETUGAS


Lakukan pemeriksaan kesehatan berkala terhadap semua petugas baik
tenaga kesehatan maupun tenaga nonkesehatan. Fasyankes harus mempunyai
kebijakan untuk penatalaksanaan akibat tusukan jarum atau benda tajam bekas
pakai pasien, yang berisikan antara lain siapa yang harus dihubungi saat terjadi
kecelakaan dan pemeriksaan serta konsultasi yang dibutuhkan oleh petugas yang
bersangkutan.
Petugas harus selalu waspada dan hati-hati dalam bekerja untuk mencegah
terjadinya trauma saat menangani jarum, scalpel dan alat tajam lain yang dipakai
setelah prosedur, saat membersihkan instrumen dan saat membuang jarum.
Apabila terjadi kecelakaan kerja berupa perlukaan seperti tertusuk jarum suntik
26

bekas pasien atau terpercik bahan infeksius maka perlu pengelolaan yang cermat
dan tepat serta efektif untuk mencegah semaksimal mungkin terjadinya infeksi
yang tidak diinginkan.

H. PENEMPATAN PASIEN
Penempatan pasien termasuk di sini penyesuaian alur guna menempatkan
pasien infeksius terpisah dengan pasien non infeksius. Disamping itu, penempatan
pasien disesuaikan dengan pola transmisi infeksi penyakit pasien (kontak, droplet,
airbone) sebaiknya ruangan tersendiri.

I. KEBERSIHAN PERNAPASAN/ETIKA BATUK DAN BERSIN


Diterapkan untuk semua orang terutama pada kasus infeksi dengan jenis
transmisi airborne dan droplet. Fasilitas pelayanan kesehatan harus menyediakan
sarana cuci tangan seperti wastafel dengan air mengalir, tisu, sabun cair, tempat
sampah infeksius dan masker bedah.Petugas, pasien dan pengunjung dengan
gejala infeksi saluran napas, harus melaksanakan dan mematuhi langkah-langkah
sebagai berikut :
a) Menutup hidung dan mulut dengan tisu atau saputangan atau lengan atas.
b) Tisu dibuang ke tempat sampah infeksius dan kemudian mencuci tangan.
Petugas, pasien dan pengunjung dengan gejala infeksi saluran napas harus
menerapkan etika batuk. Edukasi terkait hal ini disampaikan melalui media
/secara langsung oleh petugas. Disamping itu bagi pengunjung/pasien harus
menggunakan masker sesuai ketentuan yang berlaku.
27

Gambar 15. Etika Batuk

J. PRAKTIK MENYUNTIK YANG AMAN


Pakai spuit dan jarum suntik steril sekali pakai untuk setiap
suntikan,berlaku juga pada penggunaan vial multidose untuk mencegah timbulnya
kontaminasi mikroba saat obat dipakai pada pasien lain. Jangan lupa membuang
spuit dan jarum suntik bekas pakai ke tempatnya dengan benar.

2.3 Peran Puskesmas Dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) adalah penyelenggara pelayanan
kesehatan tingkat primer yang bertangung jawab atas kesehatan masyarakat di
wilayah kerjanya. Puskesmas merupakan salah satu unit pelaksana fungsional
yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran
serta masyarakat di bidang kesehatan dan pusat pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan kegiatan secara meyeluruh, terpadu dan berkesinambungan
pada masyarakat yang ada di wilayah kerjanya.
Puskemas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan.
dengan mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas
dalam penyelenggaraanya memilki tujuan yaitu mendukung tercapainya
pembangunan kesehatan Nasional. Puskesmas juga bertujuan untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat secara merata di wilayah kerjanya dengan
meningkatkan kasadaran, kemauan, serta kemampuan masyarakat untuk hidup
sehat.
Terkait penyebaran covid, puskesmas memegang peran penting dalam
membantu memutuskan tali rantai penyebaran. Berdasarkan kajian yag ada, hanya
20% pasien terinfeksi yang memerlukan perawatan dirumah sakit, sedangkan 80%
yang karantina mandiri dan isolasi diri di rumah yang hal ini merupakan tigas
puskesmas bersama lintas sector yang terlibat sebagai tim satgas covid-19
28

kecamatan/desa/kelurahan untuk melakukan pengawasan.


https://dinkes.jatimprov.go.id/userimage/dokumen/JUKNIS%20PELAYANAN
%20PUSKESMAS%20PADA%20MASA%20PANDEMI%20COVID-
19%20(1).pdf

Gambar 16. Tatalaksana Rujukan PIE COVID 19

Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) di Puskesmas


bertujuan untuk memutus siklus penularan penyakit infeksi melalui kewaspadaan
standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi. Agar pelaksanaan PPI dapat
terlaksana dengan baik, maka petugas Puskesmas perlu memahami enam
komponen rantai penularan yaitu:
1. Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme penyebab infeksi.
Agen penyebab infeksi COVID-19 berupa virus severe acute respiratory
syndrome coronavirus 2 (SARS-C0V-2).
2. Reservoir atau wadah tempat/sumber agen infeksi dapat hidup, tumbuh,
berkembang-biak dan siap ditularkan kepada manusia. Reservoir COVID-19
adalah saluran napas atas.
3. Pintu keluar adalah lokasi tempat agen infeksi (mikroorganisme)
meninggalkan reservoir . Pada COVID-19 melalui saluran napas, hidung dan
mulut.
4. Cara penularan (Metode Transmisi) adalah metode transport mikroorganisme
dari wadah/ reservoir ke pejamu yang rentan. Pada COVID-19 metode
penularannya yaitu:
29

(1) kontak: langsung dan tidak langsung,


(2) droplet ,
(3) airborne
5. Pintu masuk adalah lokasi agen infeksi memasuki pejamu yang rentan.
Virus COVID-19 melalui saluran napas, hidung, mulut, dan mata.
6. Pejamu rentan adalah seseorang dengan kekebalan tubuh menurun
sehingga tidak mampu melawan agen infeksi. Faktor yang dapat
mempengaruhi kekebalan adalah umur, status gizi, status imunisasi,
penyakit kronis.

Gambar 17. Mata Rantai Penularan Penyakit

2.4 Sosialisasi
2.4.1 Definisi
Sosialisasi adalah suatu proses interaksi sosial melalui mana kita mengenal
cara-cara berpikir, berperasaan dan berperilaku, sehingga dapat berperan serta
secara efektif dalam masyarakat.8 Tanpa mengalami proses sosialisasi yang
memadai tidak mungkin seorang warga masyarakat akan dapat hidup normal tanpa
menjumpai kesulitan dalam masyarakat. jelas, bahwa hanya dengan menjalani
proses sosialisasi yang cukup banyak sajalah seorang individu warga masyarakat
akan dapat meyesuaikan segala tingkah pekertinya dengan segala keharusan
norma-norma sosial.8
30

Sosialisasi adalah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan
aturan dari suatu generasi ke generasi lainnya dalam suatu kelompok masyarakat.
Sosialisasi berfungsi agar seorang individu dapat diterima dimasyarakat dan
tercipta suatu aturan social dalam masyarakat itu sendiri.9 Dalam proses sosialisasi
terjadi 3 proses yaitu : 9
1. Belajar kebiasaan dan aturan tersebut
2. Internalisasi, menjadikan kebiasaan dan aturan tersebut sebagai milik diri
3. Enkulturasi, yaitu membiasakan tindakan dan perilaku sesuai dengan
kebiasaan dan aturan yang telah dimiliki tadi.
Sosialisasi dalam penjaman makanan merupakan suatu proses belajar atau
mengetahui mengenai kebiasaan dan aturan ditempat kerja agar penjamah
makanan tersebut kelak mampu menjadikannya sebagai tindakan dan perilakunya
sehingga mampu meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja perusahaan
tempatnya bekerja. Media yang digunakanan dalam sosialisasi antara lain:

2.4.2 Tujuan sosialisasi


Menurut Bruce J. Cohen, sosialisasi memiliki beberapa tujuan, yaitu:22
1. Sosialisasi bertujuan agar tiap individu mendapatkan bekal keterampilan
yang kelak akan dibutuhkan untuk kehidupan.
2. Sosialisasi bertujuan agar individu dapat berkomunikasi dengan efektif
sehingga kemampuan membaca, menulis, dan berbicara dapat
berkembang.
3. Sosialisasi bertujuan agar setiap individu dapat membiasakan dirinya
dengan nilai dan kepercayaan pokok yang ada pada masyarakat.
4. Sosialisasi bertujuan agar mengendalikan fungsi organik melalui latihan
latihan mawas diri yang tepat.
5. Membentuk sistem perilaku melalui pengalaman yang dipengaruhi oleh
watak pribadinya.

2.4.3 Manfaat sosialisasi


Manfaat sosialisasi adalah sebagai berikut: 22
1. Membentuk pribadi
31

2. Mewariskan nilai-nilai budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya


3. Melahirkan masyarakat sosial sesuai dengan budayanya.

2.4.4 Cara-cara sosialisasi


Sosialisasi dapat disosialisaikan dengan menggunakan berbagai media,
baik berupa media komunikasi seperti brosur, poster, leaflet, spanduk, dan
baliho, maupun melalui media elektronik, seperti internet, cakram optik
(compact disk atau DVD), radio dan televisi.21
Leaflet (sering juga disebut pamphlet) merupakan sehelai kertas dari
bahan agak kaku yang mudah dilipat sebagai sarana untuk menginformasi
dan mengkomunikasikan produk, jasa, layanan, proses atau prosedur tertentu.
Leaflet digunakan untuk mengingat kembali tentang hal-hal yang telah pernah
dikomunikasikan atau untuk memperkenalkan ide – ide baru / prosedur (proses)
baru kepada orang banyak. 21
Poster berbeda dengan media komunikasi lainnya yakni bahwa poster
harus dapat dibaca orang yang sedang bergerak (berkendara atau berjalan
kaki) sedangkan brosur, booklet dirancang untuk dibaca secara khusus, duduk atau
diam sesaat sambil berdiri. Oleh karena itu poster harus dapat menarik
perhatian pembacanya seketika, dan dalam hitungan detik, pesannya harus
dimengerti.21

2.4.5 Metode penyuluhan


Menurut Notoatmodjo (2007), di bawah ini diuraikan metode pendidikan
kesehatan yaitu:23
1. Metode pendidikan individual (perorangan)
Dalam promosi kesehatan, metode pendidkan yang bersifat individual
digunakan untuk membina perilaku baru atau membina seseorang yang
tertarik pada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakannya
pendekatan individu ini karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan
yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru
tersebut. Agar petugas kesehatan mengetahui dengan tepat serta dapat
membantunya maka perlu menggunakan metode untuk pendekatan ini, antara
lain :
32

a) Bimbingan dan penyuluhan


Dengan cara ini kontak antara masyarakat dengan petugas lebih
intensif. Setiap masalah yang dihadapi oleh masyarakat dapat diteliti dan
dibantu penyelesaiannya. Akhirnya orang tersebut dengan sukarela dan
pengertian menerima atau mengubah perilaku
b) Wawancara
Cara ini merupakan bagian bimbingan dan penyuluhan.
Wawancara antara petugas kesehatan dan masyarakat untuk menggali
informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan. Apakah dia
tertarik atau tindakan dengan perubahan, untuk mengetahui perilaku yang
sudah atau yang akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan
kesadaran yang kuat. Apabila belum maka penyuluhan yang lebih
mendalam lagi.

2. Metode pendidikan kelompok


Dalam memilih metode pendidikan kelompok, harus di ingat besarnya
kelompok sasaran dan tingkat pendidikan formal sasaran. Untuk kelompok
yang besar metode nya akan lain dengan metode kelompok yang kecil.
Efektifitas suatu metode akan tergantung pula pada besarnya sasaran
pendidikan, yaitu :
a. Kelompok Besar
Kelompok besar adalah apabila peserta penyuluhan itu lebih dari 15 orang.
Metode-metode yang baik untuk kelompok besar ini antara lain ceramah
atau seminar.
b. Kelompok Kecil
Apabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang. Metode-metode yang
cocok untuk kelompok kecil ini adalah diskusi kelompok, curah pendapat,
bola salju, kelompok-kelompok kecil, memainkan peran dan permainan
simulasi.
33

3. Metode Pendidikan Massa


Metode pendidikan massa cocok untuk mengkomunikasikan pesan-
pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat. Oleh karena sasaran
pendidikan ini bersifat umum, dalam arti tidak membedakan golongan umur,
pekerjaan, status social ekonomi, tingkat pendidikan dan sebagainya.
Pendekatan ini biasanya digunakan untuk menggugah kesadaran masyarakat
terhadap suatu inovasi. Pada umumnya, bentuk pendekatan massa ini tidak
langsung. Biasanya dengan menggunakan atau melalui media massa. Berikut
ini dijelaskan beberapa contoh metode yang cocok untuk pedekatan massa,
yaitu:
a. Ceramah Umum
b. Pidato/diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik, baik televisi
maupun radio.
c. Simulasi, yaitu dialog antara dokter atau petugas kesehatan lainnya
tentang suatu penyakit atau suatu masalah kesehatan di suatu media
massa.
d. Tulisan-tulisan di majalah atau koran, baik dalam bentuk artikel maupun
bentuk konsultasi tentang kesehatan dan penyakit.
e. Billboard, yang dipasang dipinggir jalan, spanduk atau lainnya.

2.4.6 Media penyuluhan


Menurut Notoadmodjo (2000), media promosi atau penyuluhan kesehatan
pada hakikatnya adalah alat bantu pendidikan. Disebut media penyuluhan
kesehatan karena alat – alat tersebut digunakan untuk menyampaikan informasi
kesehatan dan mempermudah penerimaan pesan – pesan kesehatan bagi
masyarakat. Berdasarkan fungsinya sebagai penyalur pesan – pesan kesehatan,
media ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:23
a. Media cetak
Media cetak sebagai alat bantu menyampaikan pesan – pesan kesehatan
sangat bervariasi antara lain :
34

 Handbook
Handbook atau buku pegangan adalah jenis buku rujukan yang
berisi ikhtisar pokok bahasan atau subjek tertentu mengenai suatu ilmu
pengetahuan yang dapat digunakan untuk petunjut dalam penerapan
praktik dan memberikan pengajaran. Handbook yang baik memiliki ciri-
ciri antara lain:
1. Kumpulan keanekaragaman informasi dalamsatu atau beebrapa subjek
yang saling berhubungan.
2. Memuat unsur what, why, when dan how.
3. Memuat intruksi-intruksi bimbingan dan informasi
Informasi atau petunjuk praktis mengenai suatu jenis pekerjaan atau
kegiatan kerja suatu alat.
 Leaflet
Leaflet (sering juga disebut pamphlet) merupakan sehelai kertas dari bahan
agak kaku yang mudah dilipat sebagai sarana untuk menginformasi dan
mengkomunikasikan produk, jasa, layanan, proses atau prosedur tertentu.
Ciri-ciri desain leaflet adalah sebagai berikut:
1. Lembaran leaflet terdiri dari dua muka (halaman), yang dirancang
sesuai dengan bentuk lipatan kertas
2. Jumlah lipatan dapat dua, tiga atau empat lipatan
3. Ukuran kertas A4, Folio atau 20 cm x 30cm
4. Informasi yang terkandung dalam leaflet singkat, dan padat. Isi harus
bisa ditangkap dengan sekali baca. Umumnya berisi tulisan 200 –400
kata.
 Flyer (bentuk seperti leaflet tetapi tidak terlipat)
 Flif chart (lembar balik, dimana dalam bentuk buku tiap lembar berisi
gambar peragaan dan kalimat yang berkaitan dengan gambar tersebut)
 Rubrik atau tulisan – tulisan pada surat kabar atau majalah
 Foto
35

 Poster (biasanya ditempel ditembok – tembok, ditempat umum, atau di


kendaraan umum)
Poster berbeda dengan media komunikasi lainnya yakni bahwa
poster harus dapat dibaca orang yang sedang bergerak (berkendara atau
berjalan kaki) sedangkan brosur, booklet dirancang untuk dibaca secara
khusus, sambil duduk atau diam sesaat sambil berdiri. Oleh karena itu
poster harus dapat menarik perhatian pembacanya seketika, dan dalam
hitungan detik, pesannya harus dimengerti. Poster yang baik memiliki ciri-
ciri antara lain:
1. Mampu menyampaikan informasi secara cepat
2. Menayangkan ide dan isi yang menarik perhatian
3. Mampu mempengaruhi, membentuk opini/ pandangan
4. Tata letak dan tampilan fisik bersifat eyecatching, yakni menarik
perhatian orang untuk melihat dan membacanya
5. Menerapkan prinsip simplicity (sederhana, ringkas, tidak bertele-tele)
6. Memiliki keseimbangan tata ruang sehingga memberikan pola-pola
simetris tertentu dalam pembagian ruang
7. Sistematis dalam mengarahkan alur baca dari pembaca, sehingga
terdorong untuk menelusuri informasi secara berurutan sesuai dengan
keinginan perancang poster
8. Mampu memberikan penekanan pada ide tertentu yang menjadi ide
pokok atau pesan pokok. Penekanan bisa dicapai dengan membuat
slogan/judul, atau ilustrasi/foto jauh lebih menonjol dari elemen desain
lain Berdasarkan urutan prioritas. Penekanan dapat juga dicapai
dengan pengaturan ukuran teks/gambar, membuat latar belakang yang
kontras dengan tulisan atau gambar, memberikan perbedaan warna
yang mencolok pada teks tertentu, perbedaan jenis huruf, dan
sebagainya
Memiliki kesatuan pesan yang jelas dan terfokus. Beberapa bagian
dalam poster digabung atau dipisah sedemikian rupa sehingga menjadi
kelompok-kelompok informasi. Misalnya nama gedung harus dekat
dengan teks alamat. Ungkapan “tanpa biaya” jangan berjauhan dengan
36

topik “reformasi birokrasi”, dan sebagainya. Kesatuan dapat dicapai antara


lain dengan mendekatkan beberapa elemen desain, dibuat overlapping,
menggunakan bidang kotak/lingkaran, menggunakan garis pemisah, dan
sebagainya.

Kelebihan media cetak :


- Repeatble, dapat dibaca berkali – kali atau mengklipingnya
- Analisa lebih tajam, dapat membuat orang benar – benar mengerti isi
berita dengan analisa yang lebih mendalam dan dapat membuat orang
berpikir lebih spesifik tentang isi tulisan.
Kekurangan media cetak :
- Lambat. Dari segi waktu media cetak adalah yang terlambat karena
media cetak tidak dapat menyebarkan langsung berita yang terjasi
kepada masyarakat dan harus menunggu turun cetak.
- Tidak adanya audio, media cetak hanya dalam tulisan saja tidak dapat
didengar.
- Visual yang terbatas. Media cetak hanya dapat memberikan visual
dengan gambar yang terbatas mewakili keseluruhan isi berita.
- Produksi. Biaya produksi yang cukup mahal. Karena media cetak harus
mencetak dan mengirimkannya sebelum dapat dinikmati masyarakat.

b. Media elektronik
Media elektrolik sebagai sasaran untuk menyampaikan pesan – pesan atau
informasi kesehatan berbeda – beda jenisnya, antara lain :
 Televisi (sandiwara, sinetron, forum diskusi atau tanya jawab, pidato, TV
spot, kuis atau cerdas cermat)
 Radio (obrolan atau tanya jawab, sandiwara radio, ceramah, dan radio
spot).
 Video.
 Slide.
 Film strip.

Kelebihan media elektrolik :


37

- Cepat. Dari segi waktu, media elektronik termasuk cepat dalam


menyebarkan berita ke masyarakat.
- Audio visual, media elektronik mempunyai media audiovisual untuk
audiennya memahami berita secara luas.

Kekurangan media elektrolik :


- Tidak ada pengulangan, media elektronik tidak mampu mengulang apa
yang sudah ditayangkan.

c. Media papan
Papan atau billboard yang dipasang di tempat umum dapat diisi dengan
pesan atau informasi kesehatan. Media papan ini juga mencakup pesan –
pesan yang ditulis pada lembaran seng ditempel pada kendaraan – kendaraan
umum.

Kelebihan media papan :


- Dapat dilihat dimana saja.
- Merangsang perhatian orang.
- Menghemat waktu dan membiarkan pembaca untuk belajar masalah yang
ada.
- Merangsang partisipasi.

Kekurangan media papan :


- Biaya produksi yang cukup mahal.

2.5 Kerangka Toeri Peningkatan Mutu


Metode yang digunakan pada peningkatan mutu ini melalui metode
Plan, Do, Check and Action (PDCA cycle) yang didasari atas masalah yang
dihadapi (peoblem faced) kearah penyelesaian masalah (problem solning). 12

Ada beberapa tahap yang dilakukan pada PDCA :


1. Plan
a. Mengidentifikasi output pelayanan, siapa pelanggannya dan
harapan pelanggan tersebut melalui analisi suatu proses tertentu.
38

b. Mendeskripsikan proses yang dianalisis saat ini


 pelajari peoses dari awal hingga akhir, identifikasi siapa saja
yang terlibat dalam proses tersebut
 teknik yang digunakan: brainstorming
c. Mengukur dan menganalisis situasi tersebut
 menemukan data apa yang dikumpulkan dalam proses tersebut
 bagaimana mengolah data tersebut agar membantu memahami
kinerja dan dinamika proses
 teknik yang digunakan : Observasi
 menggunakan alat ukur seperti kuisioner
d. Fokus pada peluang peningkatan mutu
 pilih salah satu masalah yang akan diselesaikan
 kriteria masalah : menyatakan efek ketidakpuasan,adanya gap
antara kenyataan dengan yang diinginkan, spesifik, dapat
diukur.
e. Mengidentifikasi akar penyebab masalah
 menyimpulkan penyebab
 teknik yang digunakan: brainstorming
 alat yang digunakan : fishbone analysis Ishikawa
f. Menemukan dan memilih penyelesaian
 mencari bagian alternative pemecahan masalah
 teknik yang digunakan: brainstorming
2. Do
a. Merencanakan suatu proyek uji coba
 Merencanakan sumber daya manusia,sumber dana dan sebagainya
 Merencanakan rencana kegiatan (plan of action)
b. Melaksanakan Pilot Project
 Pilot Project dilaksanakan dalam skala kecil dengan waktu relative
singkat (2 minggu)
3. Check
a. Evaluasi hasil proyek
39

 Bertujuan untuk efektifitas proyek tersebut


 Membandingkan target dengan hasil pencapaian proyek (data yang
dikumpulkan dan teknik pengumpulan harus sama)
b. Target yang ingin dicapai 80%
c. Membuat kesimpulan proyek
 Hasil menjanjikan namun perlu perubahan
 Jika proyek gagal, cari penyelesaian lain
 Jika proyek berhasil, selanjutnya dibuat rutinitas

4. Action
a. Standarisasi perubahan
 Pertimbangkan area mana saja yang mungkin diterapkan
 Revisi proses yang sudah diperbaiki
 Modifikasi standar, prosedur dan kebijakan yang ada
 Komunikasi pada seluruh staf, pelanggan atas perubahan yang
dilakukan
 Lakukan pelatihan jika perlu
 Mengembangkan rencana yang jelas
 Dokumentasikan proyek
b. Memonitor perubahan
 Memonitor pengukuran dan pengendalianproses secara teratur.

Berikut adalah gambar PDCA cycle yang mempunyai empat tahapan utama yaitu
Plan, Do, Check, Action.

PLAN

PDCA
ACTION DO
cycle

CHECK
40

Diagram 1. PDCA cycle12

Anda mungkin juga menyukai