Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Definisi
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain,
maupun lingkungan (Fitria, 2009).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai
atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku
tersebut (Purba dkk, 2008).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri, maupun orang lain (Yoseph,
2007).

B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut teori
biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh (Purba dkk,
2008) adalah :
a. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap
perilaku :
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem
limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai
peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem
limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila
ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan
potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka
individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku

1
tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis
mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem
limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak
atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
2) Biokimia
Berbagai neurotransmiter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin,
dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls
agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan
oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadap stress.
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif
dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif
dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik
dan lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan
penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori Psikologik
1) Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan
kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti
dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan  perilaku kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya
harga diri.
2) Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya
orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan

2
sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan
pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka
selama tahap perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang
dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain.
Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua
yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung
untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
c. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur
sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum
menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya.
Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu
menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang rTn.t dapat
berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat
menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2009) :
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang Tn. dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.

3
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap
g. Rentang Respon Marah
1) Menurut Yosep (2010), rentang respon dari marah, seperti pada gambar 1
berikut:

Gambar 1. Rentang Respon Marah

Keterangan:
1. Asertif, adalah perilaku yang bisa menyatakan perasaan dengan jelas dan
langsung, jarak bicara tepat, kontak mata tapi tidak mengancam, sikap serius
tapi tidak mengancam, tubuh lurus dan santai, pembicaraan penuh percaya
diri, bebas untuk menolak permintaan, bebas mengungkapkan alasan pribadi
kepada orang lain, bisa menerima penolakan orang lain, mampu menyatakan
perasaan pada orang lain, mampu menyatakan cinta orang terdekat, mampu
menerima masukan/kritik dari orang lain. Jadi bila orang asertif marah, dia
akan menyatakan rasa marah dengan cara dan situasi yang tepat, menyatakan
ketidakpuasannya dengan memberi alasan yang tepat.
2. Frustasi,   merupakan respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan yang
tidak realistis atau hambatan dalam pencapaian tujuan.

4
3. Perilaku Pasif, orang yang pasif merasa haknya di bawah hak orang lain. Bila
marah, orang ini akan menyembunyikan marahnya sehingga menimbulkan
ketegangan bagi dirinya. Bila ada orang mulai memperhatikan non verbal
marahnya, orang ini akan menolak dikonfrontasi sehingga semakin
menimbulkan ketegangan bagi dirinya. Sering berperilaku seperti
memperhatikan, tertarik, dan simpati walau dalam dirinya sangat berbeda.
Kadang-kadang bersuara pelan, lemah, seperti anak kecil, menghindar kontak
mata, jarak bicara jauh dan mengingkari kenyataan. Ucapan sering menyindir
atau bercanda yang keterlaluan.
4. Agresif, merupakan perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan
untuk bertindak destruktif tapi masih terkontrol. Perilaku yang tampak berupa
muka masam, bicara kasar, menuntut, kasar.
5. Amuk (perilaku kekerasan), yaitu perasaan marah dan bermusuhan yang kuat
disertai kehilangan kontrol diri, sehingga individu dapat merusak diri sendiri,
orang lain dan lingkungan.

Menurut Fitria (2006), adapun perbedaan perilaku pasif, asertif dan


agresif, seperti pada tabel 1, berikut:
Tabel 1 Perbandingan Antara Perilaku Pasif, Asertif, Dan Agresif

Pasif Asertif Agresif

Isi Negatif dan merendahkan Positif dan Menyombongkan diri,


pembica diri,contohnya menawarkan merendahkan orang
raan perkataan:”Dapatkah saya” diri,contohnya lain,contohnya
“Dapatkah kamu” perkataan: “Saya perkataan:Kamu
dapat….” selalu…”
“Saya akan…” “Kamu tidak
pernah….”
Tekanan Cepat, lambat, mengeluh Sedang Keras dan ngotot
suara
Posisi Menundukkan kepala Tegap dan santai Kaku, condong ke
badan depan
Jarak Menjaga jarak dengan sikap Mempertahankan Siap dengan jarak
mengabaikan jarak yang nyaman yang akan menyerang

5
Penampil Loyo, tidak dapat tenang Sikap tenang Mengancam, posisi
an menyerang

Kontak Sedikit/sama sekali tidak Mempertahankan Mata melotot dan


mata kontak mata sesuai dipertahankan
dengan hubungan

2) Fase- fase perilaku kekerasan


a. Triggering incidents
Ditandai dengan adanya pemicu sehingga muncul agresi klien. Beberapa faktor
yang dapat menjadi pemicu agresi antara laian: provokasi, respon terhadap kegagalan,
komunikasi yang buruk, situasi yang menyebabkan frustrasi, pelanggaran batas terhadap
jarak personal, dan harapan yang tidak terpenuhi. Pada fase ini klien dan keluarga baru
datang.
b. Escalation phase
Ditandai dengan kebangkitan fisik dan emosional, dapat diseterakan dengan
respon fight or flight. Pada fase escalasi kemarahan klien memuncak, dan belum terjadi
tindakan kekerasan. Pemicu dari perilaku agresif klien gangguan psikiatrik bervariasi
misalnya: halusinasi, gangguan kognitif, gangguan penggunaan zat, kerusakan
neurologi/kognitif, bunuh diri dan koping tidak efektif.
c. Crisis point
Sebagai lanjutan dari fase escalasi apabila negosiasi dan teknik de escalation
gagal mencapai tujuannya. Pada fase ini klien sudah melakukan tindakan kekerasan.
d. Settling phase
Klien yang melakukan kekerasan telah melepaskan energi marahnya. Mungkin
masih ada rasa cemas dan marah dan berisiko kembali ke fase awal.
e. Post crisis depression
Klien pada fase ini mungkin mengalami kecemasan dan depresi dan berfokus
pada kemarahan dan kelelahan.
f. Return to normal functioning
Klien kembali pada keseimbangan normal dari perasaan cemas, depresi, dan kelelahan.

6
3) Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
a. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom
beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat,
takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster
menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga
meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh
menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
b. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya
yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik
untuk mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya
tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini
dapat juga untuk pengembangan diri klien
c. Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk
menarik perhatian orang lain.
d. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan.
e. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat
membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang kontruktif dalam
mengekspresikan kemarahannya. Mekanisme koping yang umum digunakan adalah
mekanisme pertahanan ego sepertidisplacement, sublimasi, proyeksi, represif, denial dan
reaksi formasi.
Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan
dari seseorang karena ditinggal oleh orang yang dianggap sangat berpengaruh dalam

7
hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi, maka dapat menyebabkan seseorang rendah
diri (harga diri rendah), sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila
ketidakmampuan bergaul dengan orang lain ini tidak diatasi akan memunculkan
halusinasi berupa suara-suara atau bayangan yang meminta klien untuk melakukan tindak
kekerasan. Hal tersebut akan berdampak pada keselamatan dirinya dan orang lain (resiko
tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan). Selain diakibatkan berduka yang
berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang baik dalam menghadapi kondisi klien
dapat mempengaruhi perkembangan klien (koping keluarga tidak efektif). Hal ini
tentunya menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan kekambuhan
karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen terapeutik inefektif.

C. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut (Yoseph, 2009):
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain

8
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Mengamuk/agresif
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.

6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

D. Pathway
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus
dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan
perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan.
Berikut ini digambarkan proses kemarahan (Keliat, 2002) :
Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu : Mengungkapkan
secara verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga cara ini cara yang pertama adalah
konstruktif sedang dua cara yang lain adalah destruktif. Dengan melarikan diri atau
menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila cara ini dipakai terus menerus,
maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri dan lingkungan dan akan tampak
sebagai depresi dan psikomatik atau agresif dan ngamuk.

9
Pohon masalah perilaku kekerasan sumber: Fitria (2009)

Perilaku kekerasan GPS: halusinasi

regimen terapeutik interaktif Harga diri rendah kronis isolasi sosial: menarik diri

Koping keluarga tidak efektif Berduka disfungsional

E. Penatalaksanaan
Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa mengamuk ada 2 yaitu :
1. Medis
a. Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.
b. Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.
c. Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan menenangkan
hiperaktivitas.
d. ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila mengarah pada
keadaan amuk.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Psikoterapeutik
b. Lingkungan terapieutik
c. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
d. Pendidikan kesehatan
F. Pengkajian Data Fokus
1. Masalah keperawatan :
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perilaku kekerasan
c. Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
1. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
10
Data Subyektif :
a) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang
kesal atau marah.
c) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
a) Mata merah, wajah agak merah.
b) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul
diri sendiri/orang lain.
c) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
d) Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perilaku kekerasan / amuk
Data Subyektif :
a) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang
kesal atau marah.
c) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif
a) Mata merah, wajah agak merah.
b) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
c) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
d) Merusak dan melempar barang-barang.
c. Gangguan harga diri : harga diri rendah
Data subyektif :
a) Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
b) Data obyektif:
c) Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

11
G. Diagnosa Keperawatan
Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah dengan masalah utama
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut (Carpenito, 2000) :
1. Perilaku kekerasan
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

H. Rencana Tindakan
Dx 1 : perilaku kekerasan
TujuanUmum : Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan
jelaskan tujuan interaksi.
2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap
tenang.
c. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
3. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami klien.
d. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan :

12
1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
3. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"
e. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan :
1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan
3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
f. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
Tindakan :
1. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
2. Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang
kesal,berolah raga, memukul bantal / kasur.
3. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal / tersinggung
4. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi
kesabaran.
g. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan :
1. Bantu memilih cara yang paling tepat.
2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
h. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
1. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan
keluarga.
2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
i. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:

13
1. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek
samping).
2. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis,
cara dan waktu).
3. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.

Dx 2 : gangguan konsep diri: harga diri rendah


Tujuan Umum : Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan Khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan
jelaskan tujuan interaksi.
2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan :
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
3. Utamakan pemberian pujian yang realitas
c. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan
keluarga
Tindakan :
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah
d. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan yang
dimiliki
Tindakan :
1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan.

14
2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan
3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
1. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
2. Beri pujian atas keberhasilan klien
3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

15
STRATEGI PELAKSANAAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, klien mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan Khusu
a. Pasien dapat mengidentifikasi PK
b. Dapat mengidentifikasi tanda-tanda PK
c. Pasien dapat menyebutkan jenis PK yang pernah dilakukannya
d. Pasien dapat menyebautkan akibat dari PK yang dilakukannya
e. Pasien dapat menyebutka cara mencegah / mengendalikan PKnya
4. Tindakan Keperawatan
SP 1 : Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab marah, tanda
dan gejala yang  dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat dan cara
mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama (latihan nafas dalam).
Orientasi :
“Selamat pagi bu, perkenalkan nama saya Yuli Permane. Saya senang dipanggil
Fanti. Siapa nama anda kemudian senang diapanggil apa ? baiklah, Saya  perawat
yang dinas diruangan cempaka 1 ini, saya dinas diruangan ini selama 2 minggu. Hari
ini saya dinas pagi dari jam 7 sampai jam 1 siang, jadi selama2 minggu ini saya yang
merawat Tn.. Nama Tn. siapa?  Dan senang nya dipanggil apa?”“ Bagaimana
perasaan Tn. N saat ini?” masih ada perasaan kesal atau marah? Apa yang terjadi
dirumah ?’’ “ Baiklah sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan marah
Tn.,”“ Berapa lama Tn. mau kita berbincang-bincang ? bagaimana kalau 20 menit“
Bagaimana kalau kita berbincang-bincang diruang tamu?”

16
Kerja :
“ apa yang menyebabkan Tn. N marah? Apakah sebelumnya Tn. N pernah marah?
Terus penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang? Pada saat penyebab marah
itu ada, seperti rumah yang berantakan, makanan yang tidak tersedia, air tak tersedia (
misalnya ini penyebab marah klien), apa yang Tn. N rasakan?“ Apakah Tn. N merasa
kesal, kemudian dada Tn. berdebar-debar, mata melotot, rahang terkatup rapat, dan
tangan mengepal?”“ apa yang Tn. lakukan selanjuTn.ya”“ Apakah dengan Tn. N
marah-marah, keadaan jadi lebih baik?“ Menurut Tn. adakah cara lain yang lebih baik
selain marah-marah?“maukah Tn. belajar mengungkapkan marah dengan baik tanpa
menimbulkan kerugian?” ada beberapa cara fisik untuk mengendalikan rasa marah,
hari ini kita belajar satu cara dulu, “ begini bu, kalau tanda- marah itu sudah Tn.
rasakan Tn. berdiri lalu tarik nafas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan secara
perlahan-lahan dari mulut seperti mengeluarkan kemarahan, coba lagi bu dan lakukan
sebanyak 5 kali. Bagus sekali Tn. N sudah dapat melakukan nya.“ nah sebaiknya
latihan ini Tn. N lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah itu
muncul Tn. N sudah terbiasa melakukannya”.

Terminasi :
 “ Bagaimana perasaan Tn. N setelah berbincang-bincang tentang kemarahan Tn.?
” Coba Tn.  N sebutkan penyebab Tn. marah dan yang Tn. rasakan  dan apa yang Tn.
lakukan serta akibaTn.ya. Sekarang kita buat jadwal latihan nya ya bu, berapa kali
sehari Tn. mau latihan nafas dalam ?”“baik bagaimana kalau besok  kita latihan cara
lain untuk mencegah dan mengendalikan marah Tn. N.” tempaTn.ya disini saja ya
Bu?”Selamat Pagi.”  

17
SP 2 : Membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik
ke dua (evaluasi latihan nafas dalam, latihan mengendalikan perilaku kekerasan
dengan cara fisik ke dua : pukul kasur dan bantal), menyusun jadwal kegiatan  harian
cara ke dua. 

Orientasi :
“ Selamat pagi bu, sesuai dengan janji saya kemarin, sekarang saya datang lagi.
“Bagaimana perasaan Tn. saat ini, adakah hal yang menyebabkan Tn. marah?”“Baik,
sekarang kita akan belajar cara mengendalikan perasaan marah dengan     kegiatan
fisik untuk cara yang kedua.”“ mau berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit?”“
Dimana kita bicara?

Kerja :
“ Kalau ada yang menyebabkan Tn. marah dan muncul perasaan kesal, selain
nafas dalam Tn. dapat memukul kasur dan bantal.”“ Sekarang mari kita latihan
memukul bantal dan kasur mari ke kamar Tn.? Jadi kalau nanti Tn. kesal atau marah,
Tn. langsung kekamar dan lampiaskan marah Tn. tersebut dengan memukul bantal
dan kasur.Nah coba Tn. lakukan memukul bantal dan kasur, ya bagus sekali Tn.
melakukannya!”“ Nah cara ini pun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan
marah, kemudian jangan lupa merapikan tempat tidur Ya!”

Terminasi :
 “ Bagaimana perasaan Tn. setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”“ Coba
Tn. sebutkan ada berapa cara yang telah kita latih? Bagus!”“ Mari kita masukkan
kedalam jadwal kegiatan sehari-hari Tn.. Pukul berapa Tn. mau mempraktikkan
memukul kasur/bantal? Bagai mana kalau setiap bangun tidur? Baik jadi jam 5 pagi
dan jam 3 sore, lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara
tadi ya Bu.“ sekarang Tn. istirahat, 2 jam lagi kita ketemu ya Bu, kita akan belajar
mengendalikan marah dengan belajar bicara yang baik. Sampai Jumpa

18
SP 3 : Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
sosial/verbal (evaluasi jadwal harian tentang dua cara fisik mengendalikan perilaku
kekerasan, latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal ( menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik), susun jadwal latihan
mengungkapkan marah secara verbal)
Orientasi :
“Selamat siang bu, sesuai dengan janji saya 2 jam yang lalu sekarang kita ketemu
lagi”. “Bagaimana bu, sudah dilakukan tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal? Apa
yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?”“Coba saya lihat jadual
kegiatan hariannya. “Bagus, Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis
M, artinya mandiri: kalau diingatkan suster baru dilakukan ditulis B, artinya dibantu
atau diingatkan. Nah kalau tidak dilakukan tulis T, artinya belum bisa melakukan.
“Bagaiman kalau kita sekarang latihan cara bicara untuk mencegah marah?”“Dimana
enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau ditempat yang sama?”“Berapa
lama Tn. mau kita berbincang-bincang? Bagaiman kalau 15 menit?”

Kerja :
“Sekarang kita latihan cara bicara  Tn. baik untuk mencegah marah. Kalau marah
sudah disalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan sudah
lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga
caranya bu : 1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan suara yang rendah serta
tidak menggunakan kata-kata kasar. Kemarin Tn. mengatakan penyebab marahnya
karena makanan tidak tersedia, rumah berantakan, Coba Tn. minta sediakan makan
dengan baik:” bu, tolong sediakan makan dan bereskan rumah” Nanti biasakan dicoba
disini untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba Tn. praktekkan . Bagus bu.
“2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan Tn. tidak ingin melakukannya,
katakan: ‘maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan’. Coba Tn.
praktekkan . Bagus bu.”3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang

19
lain yang membuat kesal Tn. dapat mengatakan:’Saya jadi ingin marah karena
perkataan mu itu’. Coba praktekkan. Bagus.”

Terminasi :
“Bagaimana perasaan Tn. setelah bercakap-cakap tentang cara mengontrol marah
dengan bicara yang baik?’ “Coba Tn. sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah
kita pelajari.”“Bagus sekali, sekarang mari kita masukkan dalam jadwal. Berapa kali
sehari Tn. mau latihan bicara yang baik? bisa kita buat jadwalnya?”
“Coba masukkan dalam jadwal latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, makanan
dll. Bagus nanti dicoba ya bu!” “ Bagaimana kalau besok  kita ketemu lagi?”. “ besok
kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah Tn. yaitu dengan cara
ibadah, Tn. setuju? Mau dimana bu? Disini lagi? Baik sampai nanti ya

SP 4 : Bantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual


(diskusikan hasil latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik dan
sosial/verbal, latihan beribadah dan berdoa, buat jadwal latihan ibadah/ berdoa
Orientasi :
“Selamat pagi bu, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang saya datang lagi”
“Bagaiman bu, latihan apa yang sudah dilakukan? Apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaiman rasa
marahnya?”“Bagaimana kalau sekarang kita selatihan cara lain untuk mencegah rasa
marah yaitu dengan ibadah?”“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaiman
kalu ditempat biasa?” “Berapa lama Tn. mau kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalau 15 menit?” 

Kerja :
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Tn. lakukan! Bagus, yang mana yang
mau di coba?” “Nah, kalau Tn. sedang marah coba langsung duduk dan langsung
tarik nafas dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika
tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat”.“Tn. bisa melakukan sholat secara

20
teratur untuk meredakan kemarahan.” “Coba Tn. sebutkan sholat 5 waktu? Bagus,
mau coba yang mana? Coba sebutkan caranya?”

Terminasi :
“Bagaimana perasaan Tn. setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga
ini?”“ Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus” “Mari kita
masukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan Tn.. Mau berapa kali Tn. sholat.
Baik kita masukkan sholat …….dan ……(sesuai kesebuatan pasien).” “Coba Tn.
sebutkan lagi cara ibadah yang dapat Tn. lakukan bila Tn. sedang marah”“Setelah ini
coba Tn. lakukan sholat sesuai jadwal yang telah kita buat tadi”
“ 2 jam lagi kita ketemu  ya bu,nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol rasa
marah, yaitu dengan patuh minum obat! “ “Nanti kita akan membicarakan cara
penggunaan obat yang benar untuk mengontrol rasa marah Tn., setuju bu

SP 5 : Membantu klien latihan mengendalikan PK dengan obat ( bantu pasien minum


obat secara teratur dengan prinsip 5 benar ( benar pasien, benar nama obat, benar cara
minum obat, benar waktu dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna minum obat
dan akibat berhenti minum obat, susun jadwal minum obat secara teratur)
Orientasi :
“Selamat siang bu, sesuai dengan janji saya 2 jam yang lalu, sekarang kita ketemu
lagi” “Bagaimana bu, sudah dilakukan latihan tarik nafas dalam, pukul kasur bantal,
bicara yang baik serta sholat? Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara
teratur? Coba kita lihat kegiatannya”.“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan
latihan tentang cara minum obat yang benar untuk mengontrol rasa marah?”“Dimana
enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau ditempat tadi?. “Berapa lama Tn.
mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?” 

Kerja :
“Tn. sudah dapat obat dari dokter?”“Berapa macam obat yang Tn. minum?
warnanya apa saja? Bagus, jam berapa Tn. minum?Bagus”“ObaTn.ya ada 3 macam

21
bu, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar pikiran tenang, yang putih
namanya THP agar rileks dan tidak tegang, dan yang merah jambu ini namanya HLP
rasa marah berkurang. Semuanya ini harus Tn. minum 3x sehari jam 7 pagi, jam 1
siang, dan jam 7 malam”“Bila nanti setelah minum obat mulut Tn. terasa kering,
untuk membantu mengatasinya Tn. bias mengisap-isap es batu”.“Bila terasa
berkunang-kunang, Tn. sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas dulu”.
“Nanti dirumah sebelum minum obat ini Tn. lihat dulu label di kotak obat apakah
benar nama Tn. tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam berapa saja
harus diminum, baca juga apakah nama obaTn.ya sudah benar? Disini minta
obaTn.ya pada suster kemudian cek lagi apakah benar obaTn.ya”.
“Jangan penah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya
bu, karena dapat terjadi kekambuhan.”. “ Sekarang kita masukkan waktu minum obat
kedalam jadwal ya bu”.

Terminasi :
“Bagaimana perasaan Tn. setelah kita bercakap-cakap tentang cara kita minum
obat yang benar?”“Coba Tn. sebutkan lagi jenis jenis obat yang Tn. minum!
Bagaiman cara minum obat yang benar?”“Nah, sudah berapa cara mengontrol
perasaan marah yang kita pelajari? Sekarang kita tambahkan jadual kegiatannya
dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya”.“Baik, besok
kita ketemu lagi untuk melihat sejauh mana Tn. melaksanakan kegiatan dan sejauh
mana dapat mencegah rasa marah. Selamat siang bu, sampai jumpa.”

22
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, 2000. Buku saku Diagnosa Keperawatan, (Alih Bahasa) Monica Ester.
Edisi 8. Jakarta : EGC
Keliat Budi Anna. 2002. Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan. FIK. UI : Jakarta.
Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta:
Salemba Medika.
Purba, dkk. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan
Jiwa. Medan: USU Press
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. cetakan kedua (edisi revisi). Bandung: PT Refrika
Aditama

23

Anda mungkin juga menyukai