Anda di halaman 1dari 21

MODUL KEPERAWATAN JIWA 2

NHA 530

MODUL SESI I
Ns Diah Sukaesti, M kep Sp kep J

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2023

http://esaunggul.ac.id 0 / 21
SUBTOPIK 1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
PERILAKU KEKERASAN

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan


Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :
a. Memahami tentang asuhan keperawatan pada pasien perilaku kekerasan
b. Memahami asuhan kekeperawatan pada Klien dengan Resiko Perilaku
kekerasan

B. Uraian dan Contoh


1. PENGERTIAN
Resiko perilaku kekerasan adalah perilaku yang memperlihatkan individu tersebut
dapat mengancam secara fisik, emosional, dan atau seksual kepada orang lain.
Resiko perilaku kekerasan rentan mengakibatkan perilaku kekerasan (Herdman,
2012). Perilaku kekerasan adalah salah satu respon marah yang diekspresikan
dengan melakukan ancaman, menciderai orang lain atau merusak lingkungan.
(Keliat, dkk., 2012). Perilaku kekerasan dapat berupa verbal, fisik, dan lingkungan
(Keliat, dkk, 2019

Rentang respon marah:

Respon Respon
Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Perilaku


Kekerasan

Keterangan:
Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan
melarikan diri/respon melawan dan menentang sampai respon maladaptif yaitu
agresif – kekerasan.
a. Asertif: Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan orang lain dan ketenangan .

b. Frustasi: Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat
menemukan alternative.

http://esaunggul.ac.id 1 / 21
c. Pasif: Perilaku dimana seseorang tidak mampu mengungkapkan perasaan sebagai
suatu usaha dalam mempertahankan haknya.

d. Agresif: Memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain


dengan ancaman memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai orang lain.
Umumnya Pasien masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang
lain.

e. Kekerasan: Sering juga disebut dengan gaduh gelisah atau amuk. Prilaku
kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi
kata-kata ancaman melukai disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling
berat adalah melukai/merusak secara serius. Pasien tidak mampu mengendalikan
diri atau hilang kontrol.

Setelah Anda memahami rentang respon marah, sekarang marilah kita mempelajari mengenai
hirarki agresif seperti dibawah ini (Nurmalia, 2016).

RENDAH

1. Memperlihatkan permusuhan rendah

2. Keras menuntut

3. Mendekati orang lain dengan


ancaman

4. Memberi kata-kata ancaman tanpa


niat melukai

5. Menyentuh orang lain dengan cara


TINGGI yang menakutkan

6. Memberi kata-kata ancaman dengan


rencana melukai

7. Melukai dalam tingkat ringan tanpa


membutuhkan perawatan medis

8. Melukai dalam tingkat serius dan

http://esaunggul.ac.id 2 / 21
memerlukan perawatan medis

Perbandingan perilaku pasif , asertif dan agresif:

Perilaku Pasif Asertif Agresif


Isi pembicaraan Negatif Positif Berlebihan
Menghina diri Menghargai diri Menghina
Tekanan suara Tenang, lemah, Berirama Keras
merengek Menuntut
Postur Membungkuk, Tegak, rileks Tegang
kepala menunduk Condong ke depan
Jarak personal Membolehkan Memepertahankan Invasi ke orang lain
invasi jarak aman
Penampilan Loyo Siap melaksanakan Mengancam
Kontak mata Sedikit/tidak ada Mempertahankan Melotot
kontak mata sesuai hubungan

Faktor Penyebab Masalah


Ada multi faktor yang dapat menjadi penyebab atau pemicu terjadinya perilaku
kekerasan. Berikut ini Azizah dkk (2016) menjelaskan dengan lebih terperinci.
a. Faktor Predisposisi
1. Factor biologis
a) Neurologic factor
Beragam komponen dari sistem syaraf seperti synap, neurotransmitter,
dendrite, axon terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat

http://esaunggul.ac.id 3 / 21
rangsangan dan pesan-pesan yang mempengaruhi sifat agresif. Sistem
limbic sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan
dan respons agresif.
b) Faktor Genetik
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi
perilaku agresif.
c) Faktor Biokimia
Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak (epinephrin,
norepinephrin, dopamin, asetilkolin, dan serotonin). Peningkatan hormone
androgen dan norepinephrin serta penurunan serotonin dan GABA pada
cairan cerebrospinal vertebra dapat menjadi factor predisposisi terjadinya
perilaku agresif.
d) Instinctual drive theory (teori dorongan naluri)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu
dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
2. Factor psikologis
a) Teori Psikoanalisa;
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang
seseorang (life span hystori). Teori ini menjelaskan bahwa adanya
ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat
kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung
mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai
kompensasi adanya ketidakpercayaan pada lingkungan.
b) Imitation, modeling, and information processing theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan biasa berkembang dalam lingkungan
yang monolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru
dari media atau lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku
tersebut.
c) Learning theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap lingkungan
terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respons ayah saat menerima
kekecewaan dan mengamati bagaimana respons ibu saat marah atau
sebaliknya. Ia juga belajar bahwa agresivitas lingkungan sekitar menjadi

http://esaunggul.ac.id 4 / 21
peduli, bertanya, menanggapi, dan menganggap bahwa dirinya eksis dan
patut untuk diperhitungkan.

d) Existensi theory (teori eksistensi)


Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan dasar manusia apabilakebutu
han tersebut tidak dapat di penuhi melalui perilaku konstruksi maka
individu akan memenuhi kebutuhan melalui perilaku destruktif.
3. Factor social cultural
a) Social environment theory (theory lingkungan)
Lingkungan social akan mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah.budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif
agresif) dan control social yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
b) Social learning theory (theory balajar social)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui proses
sosialisasi.
b. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan seringkali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau symbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian massal
dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi social ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melakukan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
menempatkan dirinya sebagai seorang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti social meliputi penyalahgunaan obat,
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan keluarga.

http://esaunggul.ac.id 5 / 21
c. Penilaian terhadap stressor
Penilaian stessor melibatkan makna dan pemahaman dampak dari situasi
stress bagi individu. itu mencakup kognitif, afektif, fisiologis, perilaku, dan
respon sosial. Penilaian adalah evaluasi tentang pentingnya sebuah peristiwa
dalam kaitannya dengan kesejahteraan seseorang. Stressor mengasumsikan
makna, intensitas, dan pentingnya sebagai konsekuensi dari interpretasi yang unik
dan makna yang diberikan kepada orang yang berisiko (Stuart & Laraia 2005;
Azizah dkk., 2016 ). Respon perilaku adalah hasil dari respons emosional dan
fisiologis, serta analisis kognitif seseorang tentang situasi stres. Gambaran empat
fase dari respon perilaku individu untuk menghadapi stress, yaitu:
1. Perilaku yang mengubah lingkungan stres atau memungkinkan individu untuk
melarikan diri dari itu.

2. Perilaku yang memungkinkan individu untuk mengubah keadaan eksternal dan


setelah mereka.

3. Perilaku intrapsikis yang berfungsi untuk mempertahankan rangsangan

4. emosional yang tidak menyenangkan.

5. Perilaku intrapsikis yang membantu untuk berdamai dengan masalah dan


gejala sisa dengan penyesuaian internal.

d. Sumber koping
Menurut Stuart & Laraia (2005) dikutip Azizah dkk. (2016), sumber koping
dapat berupa aset ekonomi, kemampuan dan keterampilan, teknik defensif,
dukungan sosial, dan motivasi. Hubungan antara individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat sangat berperan penting pada saat ini. Sumber koping lainnya
termasuk kesehatan dan energi, dukungan spiritual, keyakinan positif,
keterampilan menyelesaikan masalah dan sosial, sumber daya sosial dan material,
dan kesejahteraan fisik. Keyakinan spiritual dan melihat diri positif dapat
berfungsi sebagai dasar harapan dan dapat mempertahankan usaha seseorang
mengatasi hal yang paling buruk. Keterampilan pemecahan masalah termasuk
kemampuan untuk mencari informasi, mengidentifikasi masalah, menimbang
alternatif, dan melaksanakan rencana tindakan. keterampilan sosial memfasilitasi

http://esaunggul.ac.id 6 / 21
penyelesaian masalah yang melibatkan orang lain, meningkatkan kemungkinan
untuk mendapatkan kerjasama dan dukungan dari orang lain, dan memberikan
kontrol sosial individu yang lebih besar. akhirnya, aset materi berupa barang dan
jasa yang bisa dibeli dengan uang.
5. Mekanisme koping
Menurut Stuart & Laraia (2005) dikutip Azizah dkk. (2016) mekanisme koping
yang dipakai pada Pasien marah untuk melindungi diri antara lain:
1. Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok
dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa
marah.

2. Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau


keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya,
berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.

3. Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk


ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya
yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang
diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak
baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan
akhirnya ia dapat melupakannya.

4. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,


dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada
teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.

5. Displacement, yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan,


pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya anak berusia 4 tahun marah karena ia baru

http://esaunggul.ac.id 7 / 21
saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya.
Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.

:
2, PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan dengan cara melakukan wawancara dan observasi. Tanda dan gejala
resiko perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
a. Faktor predisposisi dan presipitasi:
1) Biologis: riwayat masuk RS sebelumnya, riwayat berapa kali rawat, riwayat
pengobatan sebelumnya, riwayat minum obat, riwayat kejang, riwayat jatuh,
riwayat penggunaan NAPZA, riwayat anggota keluarga dengan gangguan jiwa.
2) Psikologis: pengalaman yang tidak menyenangkan
3) Sosial kultural: riwayat pendidikan, riwayat pekerjaan, kecukupan penghasilan,
silsilah keluarga, pernah kehilangan orang yang dicintai, perceraian, kehilangan
harta benda, penolakan masyarakat.

b. Data Subyektif:
 Ungkapan perasaan kesal atau marah
 Ungkapan keinginan untuk melukai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
 Ungkapan tidak mampu mengontrol emosi

c. Data Obyektif:
 Mata melotot
 Pandangan tajam
 Tangan mengepal dan rahang mengatup
 Gelisah mondar-mandir
 Tekanan darah meningkat
 Nadi meningkat
 Pernafasan meningkat
 Mudah tersinggung
 Mendominasi pembicaraan
 Wajah memerah
 Postur tubuh kaku
 Mengancam dan mengumpat dengan kata-kata kotor
 Suara keras
 Bicara kasar dan ketus

DIAGNOSA KEPERAWATAN:
1. Risiko perilaku kekerasan
2. Perilaku kekerasan

http://esaunggul.ac.id 8 / 21
TUJUAN:
1. Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain, dan merusak lingkungan
2. Klien dapat mengekspresikan marah secara adaptif:
a. Dapat mengidentifikasi penyebab PK
b. Dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
c. Dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang telah dilakukan
d. Dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
e. Dapat mengekspresikan marah secara fisik
f. Dapat patuh minum obat
g. Dapat mengekspresikan marah secara verbal/sosial
h. Dapat mengekspresikan marah secara spiritual
i. Mendapatkan dukungan keluarga

TINDAKAN KEPERAWATAN:
Pada pasien dengan perilaku kekerasan maka salah satu intervensi yang dapat
dilakukan adalah dengan menggunakan restrain. Restrain adalah terapi dengan alat –
alat mekanik atau manual untuk membatasi mobilitas fisik Pasien , dilakukan pada
kondisi khusus, merupakan intervensi yang terakhir jika perilaku Pasien sudah tidak
dapat diatasi atau di kontrol dengan strategi perilaku maupun modifikasi lingkungan.
Pergerakan mobilitas yang dibatasi adalah pergerakan/perilaku yang direncanakan
bukan perilaku secara tidak sengaja/reflek (RSJRW, 2015). Jenis restrain terdiri jaket
pengekangan dan manset/ tali untuk pergelangan tangan dan kaki.
Tujuan Restrain

a. Menghindari hal – hal yang membahayakan pasien selama pemberian asuhan


keperawatan

b. Memberi perlindungan kepada pasien dari kecelakaan (jatuh dari tempat tidur)

c. Memenuhi kebutuhan pasien akan keselamatan dan rasa aman (safety and security
needs)

http://esaunggul.ac.id 9 / 21
d. Restrain biasanya digunakan untuk melindungi pasien dan orang lainsaat
pengobatan dan terapi verbal tidak mencukupi serta mengendalikan
pasien berpotensi kekerasan (RSJRW, 2015).

Indikasi Restrain

a. Syarat intervensi restrain diberikan pada Pasien dengan usia > 18 tahun.

b. Perilaku kekerasan atau amuk yang biasanya ditujukan kepada diri sendiri, orang
lain ataupun lingkungannya. Pasien memiliki perasaan marah, jengkel, emosi,
kecewa yang timbul yang ditandai dengan mengepal, melotot, pandangan tajam,
bicara keras dan kasar

c. Pasien dengan penurunan kesadaran disertai gelisah

d. Pasien dengan indikasi gangguan kejiwaan (gaduh gelisah)

e. Menyerang atau menghindar

f. Memberontak perilaku ini biasanya muncul disertai dengan kekerasan akibat


konflik untuk menarik perhatian orang lain (Purwanto, 2015). Pasien perilaku
kekerasan dengan restrain di RS Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat pada tahun
2016 terdapat 933 pasien dengan rincian 552 orang (59,1%) Pasien laki-laki, 381
(40,8%) Pasien perempuan yang sedang MRS. Pemasangan restrain pada Pasien
di Ruang Intensive Psychiatric Care Unit (IPCU) terdapat sebanyak 6 orang dengan
4 diantaranya masih terdapat risiko perilaku kekerasan marah berulang (Suryani,
Icha dan Prastya, 2018).

g. Perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan

http://esaunggul.ac.id 10 /
21
h. Pasien yang melakukan penolakan untuk istirahat, makan minum (RSJRW, 2015).

STANDAR PELAKSANAAN PERTEMUAN I DENGAN PASIEN PERILAKU


KEKERASAN

Pertemuan ke-1 Pasien


1. Orientasi
1.1 Salam
"Selamat pagi, perkenalkan saya Perawat D, perawat dari Mahasiswa dari universitas esa
Unggul Namanya siapa? Senang dipanggil apa?" "Oh baik, kalau begitu saya memanggilnya
dengan anto ya."

1.2 Evaluasi
"Apa yang Anto rasakan saat ini?"
"Oo.. Jadi Anto kesal karena keinginanya tidak terpenuhi, dan sering bertengkar dengan
Ayahnya ?"
"Sudah berapa lama Anto marah-marah ?"

1.3 Validasi
"Apa yang telah Anto lakukan untuk mengatasi rasa marah ?"
"Lalu, bagaimana manfaatnya?"

1.4 Kontrak
1.4.1 Tindakan dan tujuan
"Baik, Anto sering marah-marah , bagaimana kalau saya periksa dulu? Selanjutnya kita akan
latihan
bagaimana caranya untuk mengatasi rasa kesal . Tujuannya supaya Yasa mampu
mengendalikan perilaku marah-marah kepada orang lain." Bagaimana? apakah Anto setuju?
1.4.2 Waktu
"Baik, kita akan berdiskusinya selama 10 menit ya, Anto ."

http://esaunggul.ac.id 11 /
21
1.4.3 Tempat
"Bagaimana kalau kita bercakap-cakap di ruang tamu?"

2. Kerja
2.1 Pengkajian
"Apa yang Anto rasakan saat marah-marah ?"
"Apakah ada perasaan kesal dengan orang lain?"
“Apa yang Anto lakukan saat marah?”
“Menurut Anto apa yang Anto lakukan apakah mengatasi masalah/”
"Menurut Anto bagaimana sikap keluarga terhadap Anto? Dan bagaimana pendapat Anto
tentang sikap tetangga?"
“Anto tenang terlebih dahulu ?

2.2 Diagnosis
"Anto sering marah-marah, merasa ditolak oleh keluarga dan merasa tidak di hargai . Ini kita
sebut Perilaku kekerasan . Bagaimana kalau kita bercakap-cakap untuk menyelesaikan
masalahnya?"

2.3 Tindakan
Terapeutik
Identifikasi penyebab/ pemicu kemarahan
“ Apa yang menyebabkan Anto marah, Apa pemicu Anto marah?”
Identifikasi harapan perilaku terhadap ekspresi kemarahan
”Apa yang Anto Harapkan dari perilaku marah-marah yang Anto lakukan ?”
Monitor potensi agresi tidak konstruktif dan lakukan tindakan sebelum agresif
”Perawat melihat kondisi pasien yang terlihat potensi AgresiF”
Monitor kemajuan dengan membuat grafik, jika perlu
” Monitor kemajuan Kondisi pasien, data Obyektif dan data subyektif bila perlu?”

TERAPEUTIK
Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan

http://esaunggul.ac.id 12 /
21
”Sikap perawat dalam kondisi tenang dan menyakinkan pasien”
Fasilitasi mengekspresikan marah secara adaftif
” Anto bila marah silahkan gunakan cara yang baik seperti tarik nafas dalam, Bicara yang
baik dengan orang lain, meminta dengan baik dan menolak dengan baik bila anto rasa tidak
sesuai keinginan”
Cegah kerusakan fisik akibat ekspresi marah (mis. Menggunakan senjata)
Cegah aktifitas pemicu agresi (mis. Meninju tas, mondar-mandir, berolahraga berlebihan)
Lakukan kontrol eksternal (mis. Pengekangan, time out, dan seklusi) jika perlu
Dukung menerapkan strategi pengendalian marah dan ekspresi amarah adaptif
Berikan penguatan atas keberhasilan penerapan strategi pengendalian marah
”Anto hebat sudah mampu berhasil latihan mengendalikan marah dengan baik?”

EDUKASI
Jelaskan makna, fungsi marah, frustasi, dan respons marah
”Anto marah merupakan Kondisi yang wajar apabila kita sedang menghadapi stresor, namun
cara mengendalikan perilaku marah dengan cara yang baik?”
Anjurkan meminta bantuan perawat atau keluarga selama ketegangan meningkat
“ Jadi nanti bila Anto sedang timbul rasa marah Anto bila menghubungi perawat atau
keluarga untuk membantu anto mengendalikan Marah”
Ajarkan strategi untuk mencegah ekspresi marah maladaptif
” Cara mengendalikan marah dengan cara yang adaptif adalah dengan cara tarik napas
sekarang kita latihan ya cara tarik napas dalam, Tarik napas dari Hidung, tahan 7 hitungan
dan hembuskan dari Mulut” dan Bisa juga memukul bantal atau kasur dan pukul sekuat-
kuatnnya sehingga menjadi lega”)

Kolaborasi
Kolaborasi dengan dokter Puskesmas bila diperlukan
(ISBAR-TBAK)

3. Terminasi
3.1 Evaluasi subjektif
"Bagaimana perasaan Anto setelah latihan kegiatan tadi?"

3.2 Evaluasi objektif

http://esaunggul.ac.id 13 /
21
"Apakah Anto masih ingat kegiatan apa saja yang telah kita latih bersama tadi? Bagus sekali.
Coba ulangi lagi latihan kita tadi."

3.3 Rencana tindak lanjut Pasien


"Baiklah, mari kita masukkan di jadwal kegiatan harian Anto ."
Besok Kita akan belajar memodulasi pengalaman emosi yang kuat (mis. Latihan asertif,
teknik relaksasi, jurnal, aktivitas penyaluran energi”
3.4 Rencana Tindak Lanjut Perawat
"Baiklah, hari Rabu silakan Anto datang ke Puskesmas agar diperiksa oleh dokter. Jika dapat
obat, akan dijelaskan cara minum obat yang benar. Saya akan periksa juga dengan
latihannya."

3.5 Salam
"Semoga Anto lekas sembuh."

PERTEMUAN DENGAN KELUARGA


EDUKASI 5 TUGAS KESEHATAN KELUARGA
Orientasi
1.1 Salam
"Selamat pagi Ibu, saya D , perawat dari Puskesmas A. Nama Ibu siapa? Panggilannya?"

1.2 Evaluasi
"Bagaimana kesehatan anggota keluarga Ibu? Apakah ada yang sakit?"

1.3 Validasi
"Apakah sudah dibawa ke puskesmas atau sudah berobat ke tempat
yang lain? Bagaimana hasilnya?"

1.4 Kontrak
1.4.1 Tindakan dan tujuan
"Baiklah saya akan melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap keluarga Ibu, agar dapat
membantu meningkatkannya."
1.4.2 Waktu
"Waktunya 30 menit ya Bu, apakah Ibu setuju?"

http://esaunggul.ac.id 14 /
21
1.4.3 Tempat
"Kita lakukan di sini saja ya Bu?"

2. Kerja (Lanjutan)
"Baik Bu, sekarang kita lanjutkan diskusi, kita sudah diskusi dengan Anto
ya ... Bagaimana menurut Ibu?"
2.4 Tindakan: Edukasi 5 tugas keluarga
2.4.1 Keluarga mampu mengenal masalah
"Bu, berdasarkan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan maka masalah kesehatan pada Anto
adalah perilaku kekerasan .
“Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan”.
2.4.2 Keluarga mampu memutuskan masalah "Karena Ibu telah mengetahui masalah perilaku
kekerasan pada Anto , Ibu dapat memutuskan cara merawat Anto dan membawa Anto ke
pelayanan kesehatan (Puskesmas, RSJ) untuk mendapat cara merawatnya."
2.4.3 Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang sakit
"Bu, latih dan motivasi Anto mengendalikan Perilaku marah yang Baru, buat jadwal
mengendalikan marah dengan Tarik napas dalam dan memnukul bantal”
2.4.4 Keluarga mampu memodifikasi lingkungan
"Baik Ibu, Bila Anto sedang marah ibu lebih sabar dan Mampu mengendalikan marah marah
anto dan jangan membuat Anto lebih marah dengan kalimat-kalimat yang membuat Anto
makan marah”

2.4.5 Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan


"Yasa perlu pemeriksaan secara teratur di Puskesmas. Silakan hari Rabu datang ke Puskesmas
agar diperiksa dokter,
dandapatobat. Sayajuga akan memeriksaperkembangannya."
3. Terminasi
3.1 Evaluasi subjektif
"Bagaimana perasaan Ibu setelah kita berbicara terkait kecemasan
Ibu dan masalah kesehatan Anto ?"
3.2 Evaluasi objektif
"Coba sebutkan cara merawat Anto. Bagus sekali."

http://esaunggul.ac.id 15 /
21
"Coba Ibu praktikan lagi cara mengatasi cemas Ibu? Bagus sekali."
3.3 Rencana tindak lanjut Pasien
"Jangan lupa melatih Anto sesuai jadwal ya."
"Jangan lupa Ibu juga latihan mengatasi cemas."
3.4 Rencana tindak lanjut perawat
"ilakan Ibu dan Anto datang kembali hari Rabu untuk pemeriksaan lebih lanjut."
3.5 Salam
“Semoga keluarga Ibu sehat selalu."

A. EVALUASI KEMAMPUAN PASIEN DAN KELUARGA DALAM MERAWAT


PERILAKU KEKERASAN

Standar luaran utama berdasarkan SLKI adalah kontrol diri (L.09076) dengan indikator:

1. Verbalisasi ancaman kepada orang lain

2. Verbalisasi umpatan

3. Perilaku Menyerang

4. Perilaku melukai diri sendiri/orang lain

5. Perilaku merusk lingkungan sekitar

6. Perilaku agredif/amuk

7. Suara keras

8. Bicara ketus

9. Verbalisasi keinginan bunuh diri

10. Verbalisasi isyarat bunuh diri

11. Verbalisasi ancaman bunuh diri

12. Verbalisasi rencana bunuh diri

http://esaunggul.ac.id 16 /
21
13. Verbalisasi kehilangan

14. Hubungan yang penting perilaku merencanakan bunuh diri

15. Euforia

16. Alam perasaan depresi

B. DOKUMENTASI
Berikut ini adalah lingkup pengkajian pasien resiko perilaku kekerasan :
Dokumentasi
a. Keluhandalam
utama pengkajian
:……………………………………..
b. Pelaku/Usia Korban/Usia Saksi/Usia
Aniaya fisik [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ]
Aniaya seksual[ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ]
Berikut ini adalah contoh pendokumentasian pasien harga diri rendah :
Penolakan [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ]
Coba saudara dokumentasikan pengkajian
Kekerasan dlm keluarga [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ]
Jelaskan:
Masalah keperawatan:
c. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan…………………..
d. Pembicaraan: [ ]cepat [ ]keras [ ] gagap [ ]
inkoheren
[ ] apatis [ ]lambat [ ] membisu
[ ] tidak mampu memulai pembicaraan
Jelaskan:
Masalahkeperawatan:
e. Aktivitas motorik: [ ] lesu [ ] tegang [ ] gelisah [ ] agitasi
[ ] tik [ ] grimasen [ ] tremor [ ] kompulsif
Jelaskan:
Masalah keperawatan:
f. Afek: [ ] datar [ ] tumpul [ ] labil [ ] tidak sesuai
Jelaskan:
Masalah Keperawatan:
f. Interaksi selama wawancara
[ ] Bermusuhan [ ] Tidak kooperatif
[ ] Mudah tersinggung [ ] Kontak mata kurang
[ ] Defensif [ ] Curiga
http://esaunggul.ac.id
Jelaskan :……………………………………. 17 /
21
Masalah keperawatan :………………………
Implemetasi dan Evaluasi dalam CPPT
IMPLEMENTASI EVALUASI

25 November 2022 pkl. 10.00


S: Pasien mengatakan sudah lebih tenang
Data pasien dan kemampuan :
Pasien mengatakan kesal karena S Keluarga
di rumah tidak diperhatikan dan Keluarga mengatakan pasien sudah merasa lebih
keinginannya tidak terpenuhi tenang setelah anaknya lebih tenang

Data keluarga dan kemampuan O:pasien


Keluarga mengatakan bingung, Pasien mampu mengendalikan perilaku
karena di rumah anaknya selalu kekerasan
marah-marah bila keinginannya Pasien mampu menjawab pertannyaan yang di
tidak terpenuhi ajukan perawat dengan baik

DK: O : Keluarga
Perilaku kekerasan Keluarga mampu mendampingi pasien saat
Pasien sedang marah-marah .
Intervensi:
Tindakan pada pasien: A: Perilaku kekerasan

Tindakan pada keluarga: P:


● Menjelaskan kegiatan rumah Pasien
yang dapat dilakukan pasien Latih pasien dalam mengendalikan memodulasi
sambil bercakap-cakap, pengalaman emosi yang kuat (mis. Latihan
melatih keluarga asertif, teknik relaksasi, jurnal, aktivitas
membimbing pasien penyaluran energi”

http://esaunggul.ac.id 18 /
21
berbicara, memberikan pujian
Keluarga:
Latih keluarga dalam memodulasui pengalaman
RTL:
emosi yang kuat (mis latihan Asertif, tehnik
Pasien:
relaksasi, jurnal aktivitas penyaluran energi”
Melatih pasien mengendaalikan
Resiko perilaku kekerasan
Ttd Perawat
(Nama Lengkap)
Keluarga:
Menjelaskan cara melatih pasien
dengan Resiko Perilaku
kekerasan

C. Daftar Pustaka

Keliat, B.A., P, Akemat. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa, EGC, Jakarta,
2010

Keliat, B.A., dkk. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas(CMHN - Basic Course),


EGC, Jakarta, 2011

PPNI, (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Definisi


dan Indikator Diagnostik, Edisi 1, Cetakan III (Revisi) Jakarta, Tim Pokja SDKI
DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Definisi


dan Indikator Diagnostik, Edisi 1, Cetakan II, Jakarta, Tim Pokja SIKI DPP
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Definisi


dan Indikator Diagnostik, Edisi 1, Cetakan II, Jakarta, Tim Pokja SLKI DPP
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Stuart,G.W., Laraia, M.T. Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 8 thedition,


Mosby, Missouri: Mosby, 2005
http://esaunggul.ac.id 19 /
21
Videbeck, S.L. Buku Ajar Keperawatan Jiwa, EGC, Jakarta, 2008

http://esaunggul.ac.id 20 /
21

Anda mungkin juga menyukai