Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN MASALAH PERILAKU KEKERASAN

OLEH :

AGATHA AYU MARIA GALA, S.Kep

NS0619061

CI INSTITUSI

(Dahrianis, S.Kep., Ns., M.Kep)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

NANI HASANUDDIN MAKASSAR

2020
LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

I. KONSEP KEPERAWATAN

A. DEFINISI
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku
seseorang yang di arahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan.
Perilaku kekerasan pada diri sendiri dapat berbentuk melukai diri sendiri untuk
bunuh diri atau membiarkan diri dalam bentuk penelantaran diri (Yusuf et al.,
2015).
Risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang yang menunjukkan
bahwa ia dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain, lingkungan baik
secara fisik, emosional, seksual, dan verbal (Sutejo, 2019).
Perilaku kekerasan adalah suatu respon terhadap kemarahan, kekecewaan,
perasaan dendam atau ancaman yang memancing amarah yang dapat
menyebabkan penderitaan kepada orang lain, termasuk hewan dan benda-benda
(Munith, 2015).

B. ETIOLOGI
Menurut Stuard dalam buku (Sutejo, 2019), masalah perilaku kekerasan
di sebabkan oleh adanya faktor predisposisi (faktor yang melatarbelakang)
munculnya masalah dan faktor presipitasi (faktor yang memicu adanya
masalah).
1. Faktor Predisposisi
Didalam faktor predisposisi, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya masalah perilaku kekerasa seperti faktor biologis, psikologis, dan
sosiokultural.
a. Faktor biologis
1) Teori dorongan naluri (Instinctual drive theory)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan di sebabkan oleh
suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
2) Teori psikomatik (Psycomatic theory)
Pengalaman marah dapat di akibatkan oleh respon psikologi
terhadap stimulus eksternal maupun internal. Sehingga, system
limbic memiliki peran sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun
menghambat rasa marah.
b. Faktor psikologis
1) Teori agresif frustasi (Frustasion aggression theory)
Teori ini menerjemahkan perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil
akumulasi frustasi. Hal ini dapat terjadi apabila keinginan individu
untuk mencapai sesuatu gagal atau terhambat. Keadaan frustasi dapat
mendorong individu untuk berperilaku nagresif karena perasaan
frustasi akan berkurang melalui perilaku kekerasan.
2) Teori perilaku (Behaviororal theory)
Kemarahan merupakan bagian dari proses belajar. Hal ini dapat
di capai apabila tersedia fasilitas atai situasi yang mendukung.
Reinforcement yang di terima saat melakukan kekerasan sering
menimbulkan kekerasan di dalam maupun di luar rumah.
3) Teori ekstensi (Exixtential theory)
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah bertindak sesuai
perilaku. Apabila kebutuhan tersebut tidak di penuhi melalui perilaku
konstruktif, maka individu akan memenuhi kebutuhannya melalui
perilaku destruktif.

2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi ini berhubungan dengan pengaruh stressor yang
mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu. Stresor dapat di
sebabkan dari luar maupun dari dalam. Stresor yang berasal dari luar dapat
berupa serangan fisik, kehilangan, kematian, dll. Stresor yang berasal dari
dalam dapat berupa kehilangan keluarga atau sahabat yang di cintai,
ketakutan terhadap penyakit fisik, penyakit dalam, dll. Selain itu, lingkungan
yang kurang kondusif seperti penuh penghinaan, tindak kekerasan dapat
memicu perilaku kekerasan (Sutejo, 2019).
C. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat dinilai dari ungkapan pasien
didukung dengan hasil observasi.
a. Data subjektif
1) Ungkapan berupa ancaman
2) Ungkapan kata-kata kasar
3) Ungkapan ingin memukul/melukai
b. Data objektif
1) Wajah memerah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Mengetukkan rahang dengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Bicara kasar
6) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
7) Mondar-mandir
8) Melempar atau memukul benda/orang lain

D. PROSES TERJADINYA MASALAH


Amuk merupakan respon kemarahan yang paling maladaptif yang di tandai
dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat di sertai hilangnya kontrol
yang individu dapat merusak diri sendiri, orang lainm atau lingkungan. Amuk
adalah respon marah terhadap adanya stress, rasa cemas, harga diri rendah, rasa
bersalah, putus asa, dan ketidakberdayaan.
Respon marah dapat di ekspresikan secara internal atau eksternal. Secara
internal dapat berupa perilaku yang tidak asertif apat merusak diri sendiri,
sedangkan secara eksternal dapat berupa perilaku destruktif agresif. Respon
marah dapat di ungkapkan melalui 3 cara yaitu : mengungkapkan secara verbal,
menekan, dan menantang.
Mengespresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif dengan
menggunakan kata-kata dapat di mengerti dan di terima tanpa menyakiti orang
lain akan memberikan kelegaan pada individu. Apabila perasaan marah di
ekspresikan dengan perilaku agresif dan menentang, biasanya di lakukan karena
ia merasa kuat. Cara ini menimbulkan masalah yang berkepanjangan dan dapat
menimbulkan tingkah laku yang destruktif dan amuk (Yusuf et al., 2015).

E. PATOFISIOLOGI

Ancaman terhadap kebutuhan

Stress

Cemas

Marah

Merasa kuat Mengungkapkan secara verbal Merasa tidak kuat

Menantang Menjaga keutuhan Menantang orang


lain

Legal
Masalah tidak selesai
Mengingkari marah

Ketegangan menurun
Marah
Marah tidak terungkap
berkepanjangan
Rasa marah teratasi

Muncul rasa bermusuhan

Rasa bermusuhan menahun

Marah pada diri sendiri Marah pada orang lain

Agresif/amuk
Depresi psikomatik

(Azizah et al., 2016)


F. RENTANG RESPON

Adaptif Maladaptif
Asertif Frsutasi Pasif Agresif Amuk

Keterangan:
Asertif : Kemarahan yang di ungkapkan tanpa menyakiti orang lain.
Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan, tidak realitas/terhambat.
Pasif : Respon lanjutan yang pasien tidak mampu mengungkapkan
perasaan.
Agresif : Perilaku destruktif tapi masih terkontrol.
Amuk : Perilaku destruktif yang tidak terkontrol

Karakterisitik Pasif Asertif Amuk


Nada suara Diam Diatur Tinggi
Lemah Menuntut
Merengek
Sikap tubuh Melorot Tegak Tegang
Menunduk Bersandar
kepala. ke depan
Personal space Orang lain dapat Rileks Memiliki
masuk pada territorial
territorial pribadinya orang lain
Gerakan Minimal Menjaga jarak yang Mengancam,
Lemah menyenangkan Ekspansi
Resah Mempertahankan gerakan.
hak tempat/teritorial
Kontak mata Sedikit/tidak ada Sekali-kali Melotot
(intermiten) sesuai
dengan kebutuhan
interaksi

G. FASE-FASE PERILAKU KEKERASAN


1) Irritable aggression
Tindak kekerasan akibat ekspresi perasaan marah. Biasanya di induksi
oleh frustasi dan terjadi karena sirkuit pendek pada proses penerimaan dan
memahami informasi dengan intensitas emosional yang tinggi (directed
against an available target).
2) Instrumental aggression
Suatu tindak kekerasan yang di pakai sebagai alat untuk mencapai suatu
tujuan tertentu (misalnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu (misalnya
untuk mencapai suatu tujuan politik tertentu di lakukan tindak kekerasan
yang di lakukan secara sengaja dan terencana).
3) Mas aggression
Suatu tindakan kekerasan yang di lakukan oleh massa sebagai akibat
kehilangan individualitas dari masing-masing individu. Pada saat massa
berkumpul, selalu terjadi kecenderungan kehilangan individualitas orang-
orang yang membentuk kelompok massa (Munith, 2015)

H. JENIS - JENIS PERILAKU KEKERASAN


1) Perilaku kekerasan terhadap diri sendiri
Perilaku kekerasan terhadap diri sendiri dapat berbentuk melukai diri
untuk bunuh diri atau membiarkan diri dalam bentuk penelantaran diri.
2) Perilaku kekerasan terhadap orang lain
Perilaku kekerasan terhadap orang lain adalah tinfakan agresif yang di
lakukan untuk melukai atau membunuh orang lain.
3) Perilakun kekerasan pada lingkungan
Perilaku kekerasan pada lingkungan dapat berupa perilaku merusak
lingkungan, melempar kaca, genting, dan semua yang ada di lingkungan
(Yusuf et al., 2015).

I. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang di arahkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang di gunakan untuk melindungi diri. Kemarahan
merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman.
Beberapa mekanisme koping yang di pakai pada klien marah untuk melindungi
diri antara lain :
1. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti artinya saat mengalami suatu
dorongan, penyalurannya kea rah lain. Misalnya seseorang yang sedang
marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas
adonan kue, meninju tembok, dsb. Tujuannya adalah untuk mengurangi
ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenaik kesukarannya atau keinginannya
yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal
bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik
menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu dan mencumbunya.
3. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitrkan atau menbahayakan masuk kea
lam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya
yang tidak di sukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang di
terima sejak kecil, membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan
di kutuk oleh Tuhan sehingga perasaan benci itu di tekannya dan akhirnya
ia melupakannya.
4. Reaksi formasi
Mencegah keinginannya yang berbahaya bila di ekspresikan dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawananan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang suami yang tertarik
pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5. Displacement
Melepaskan perasaan yang tertekan, melampiaskan pada obyek yang tidak
begitu berbahaya seperti yang ada pada mulanya yang membangkitkan
emosi itu (Munith, 2015).

J. PENATALAKSANAAN
Obat-obatan yang biasa di berikan pada pasien dengan marah atau perilaku
kekerasan adalah : (Munith, 2015)
a. Antianxiety dan sedative hipnotocs.
Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut.
Benzodiazepine seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering di gunakan
dalam kedaruratan psikiatrik untuk menenangkan perlawanan klien. Tapi
obat ini tidak dapat di rekomendasikan untuk penggunaan dalam waktu
lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga
bisa memperburuk symptom depresi.
b. Buspirone obat antianxiety
Efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan yang berkaitan
dengan kecemasan dan depresi.
c. Anti depresan
Penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsive dan perilaku
agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline dan
Trazodone, mampu menghilangkan agresifitas yang berhubungan dengan
cedera kepala dan gangguan mental organic.
II. PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan
dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan
pasien. Seorang perawat harus berjaga-jaga terhadap adanya peningkatan agitasi
pada klien, hierarki perilaku agresif dan kekerasan. Di samping itu perawat harus
mengkaji pula afek klien yang berhubungan dengan agresif (Munith, 2015).
1. Faktor predisposisi
- Tanyakan kepada klien apakah pernah melakukan tau mengalami dan
mneyaksikan penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,
kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal, sesuai dengan
penjelasan klien/keluarga apakah klien sebagai pelaku atau korban.
2. Afek : afek pada kasus perilaku kekerasan adalah labil : emosi yang cepat
berubah-ubah, dan afek tidak sesuai yaitu emosi yang tidak sesuai atau
bertentangan dengan stimulus yang ada.
3. Tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat di nilai dari ungkapan pasien
dan di dukung dengan hasil observasi.

ANALISA DATA

Data Masalah
Data subjektif : Perilaku Kekerasan
Ungkapan ingin memukul dan
ungkapan kata kasar seperti :
Pasien mengatakan memukul ibunya
dengan sapu, menendang pintu,
berbicara kasar pada ibunya karena
tidak di belikan motor.
Data Objektif :
1) Wajah memerah dan tegang
2) Pandangan Tajam
3) Mengatupkan rahang dengan
kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Bicara kasar
6) Suara tinggi, menjerit atau
berteriak
7) Mondar-mandir
8) Melempar atau memukul
benda/ orang lain.

B. Diagnosa Keperawatan
Perilaku kekerasan

C. Pohon masalah

Etiologi Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan


lingkungan

Effect Risiko perilaku kekerasan

Akibat Perilaku Kekerasan

(Sutejo, 2019)

D. Rencana Keperawatan
Pasien Keluarga
SP 1 Pasien : SP 1 Keluarga:
Mengidentifikasi penyebab perasaan Memberikan penyuluhan kepada
marah, tanda, dan gejala yang keluarga tentang cara merawat klien
dirasakan; perilaku kekerasan yang perilaku kekerasan di rumah
dilakukan; akibatnya serta cara a. Diskusikan masalah yang
mengonytol secara fisik dihadapi keluarga dalam
merawat pasien
b. Diskusikan bersama keluarga
tentang perilaku kekerasan
(penyebab, tanda dan gejala,
perilaku yang muncul, dan
akibat dari perilaku tersebut).
c. Diskusikan bersama keluarga
kondisi-kondisi pasien yang
perlu segera dilaporkan kepada
perawat, seperti melempar atau
memukul benda/orang lain

SP 2 Pasien : SP 2 Keluarga :
Latihan mengontrol perilaku kekerasan Melatih keluarga melakukan cara-
secara fisik kedua cara mengontrol kemarahan
a. Evaluasi latihan nafas dalam a. Evaluasi pengetahuan keluarga
b. Latih cara fisik kedua : memukul tentang marah
kasur dan bantal b. Anjurkan keluarga untuk
c. Susun jadwal kegiatan harian cara memotivasi pasien melakukan
dua tindakan yang telah diajarkan
oleh perawat
c. Ajarkan keluarga untuk
memberikan pujian kepada
pasien bila pasien dapat
melakukan kegiatan tersebut
secara tepat.
d. Diskusikan bersama keluarga
tindakan yang harus dilakukan
bila pasien menunjukkan gejala-
gejala perilaku kekerasan.
SP 3 Pasien : SP 3 keluarga :
Latihan mengontrol perilaku kekerasan Membuat perencanaan pulang
secara social/verbal: bersama keluarga
a. Evaluasi jadwal harian untuk dua a. Buat perencanaan pulang
cara fisik bersama keluarga (Munith,
b. Latihan mengungkapkan rasa 2015).
marah secara verbal: menolak
dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan
baik
c. Susun jadwal latihan
mengungkapkan marah secara
verbal
SP 4 Pasien :
Latihan mengontrol perilaku kekerasan
secara spiritual
a. Diskusikan hasil latihan
mengontrol perilaku kekerasan
secara fisik dan sosial/verbal
b. Latihan sholat/berdoa
c. Buat jadwal latihan sholat/berdoa

SP 5 Pasien :
Latihan Mengontrol perilaku kekerasan
dengan obat
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian
pasien untuk cara mencegah
marahyang sudah dilatih.
b. Latih pasien minum obat secara
teratur dengan prinsip lima
benar(benar nama pasien, benar
nama obat, benar cara minum obat,
benar waktu minum obat, dan
benar dosis obat) disertai
penjelasan gunaobat dan akibat
berhenti minum obat.Susun jadwal
minum obat secara teratur (Munith,
2015).

E. Implementasi Keperawatan
Sebelum tindakan keperawatan di implementasikan, perawat perlu mengvalidasi
apakah rencana tindakan yang di tetapkan masih sesuai dengan kondisi pasien
saat ini. Perasat juga perlu mengevaluasi diri sendiri apakah mempunyai
kemampuan interpersonal, intelektual, dan teknikal sesuai dengan tindakan yang
akan di laksanakan. Setelah tidak ada hambatan lagi, maka tindakan
keperawatan bisa di eksploitaskan.
Saat memulai untuk implementasikan tindakan keperawatan harus membuat
kontrak dengan pasien dan menjelaskan apa yang akan di kerjakan dan peran
serta pasien yang di harapkan, kemudian penting untuk di perhatikan terkait
dengan standar tindakan yang telah di lakukan dan aspek legal yaitu
mendokumentasikan apa yang telah di lakukan.
Pada implementasi terdapat 4 fase yang di lakukan yaitu :
1. Fase orientasi
Pada fase orientasi di tandai di mana perawat melakukan kontrak awal
untuk membangun kepercayaan klien dan terjadi proses pengumpulan
data. Perawat memfasilitasi klien untuk mengenali masalahnya, apa yang
di perlukan klien serta apa yang di lakukan perawat untuk membantu
klien.
2. Fase identifikasi
Fase yang paling penting pada hubungan interpersonal, karena pada fase
ini terjadi proses menggali perasaan yang di alami klien, mengkaji data,
pengalaman klien serta akan melihat bagaimana klien mengatakan
ketakutannya, ketidakmampuan, ketidakberdayaan dalam hubungan
dengan orang lain. Klien mengidentifikasi masalah dan kebutuhannya
bersama orang lain dan membantunya.
3. Fase eksploitasi
Situasi di mana klien dapat merasakan adanya nilai hubungan sesuai
dengan pandangan/persepsinya terhadap situasi., dalam fase ini perawat
membantu klien dalam memberikan gambaran kondisi klien dan seluruh
aspek yang telibat di dalamnya. Perawat mendiskusikan lebih dalam dan
memilih alternative pemecahan masalah yang di alami klien. Proses ini
membutuhkan banyak energy agar dapat mentransfer energy klien yang
dari negatif menjadi positif dan produktif. Perawat memberikan semua
informasi dan kebutuhan klien terkait dengan penyembuhan dan
kebutuhan klien.
4. Fase resolusi
Pada fase ini perawat mengakhiri hubungan interpersonal dengan klien.
Tujuan lama diganti menjadi tujuan baru.

F. Evaluasi
Evaluasi yang di lakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP :
S (subjektif) : Respon subjek atau ungkapan langsung pasien terhadap tindakan
keperawatan yang telah di lakukan misalnya pengetahuan.
O (objektif) : Respon objektif atau observasi terhadap tindakan keperawatan
yang telah di lakukan. Contoh pada kasus halusinasi ; pasien mampu mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik dan bercakap-cakap.
A (assesment) : analisis dan interpretasi berdasarkan data yang terkumpul
kemudian dibuat kesimpulan yang meliputi diagnosis misalnya Gangguan
halusinasi positif.
P (plan) : perencananan merupakan rencana dari tindakan yang akan diberikan
misalnya : Latihan cara menghardik 3 kali
RTL : Rencana tindak lanjut misalnya SP apa yang selanjutnya akan di
lakukan.
G. Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi aktivitas kelompok yang dapat diberikan untuk pasien dengan perilaku
kekerasan adalah : TAK stimulus persepsi (Yusuf et al., 2015b)
1. Sesi I : Mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
2. Sesi II : Mencegah perilaku kekerasan fisik
3. Sesi III : Mencegah perilaku kekerasan social
4. Sesi IV : Mencegah perilaku kekerasan spiritual
5. Sesi V : Mencegah perilaku kekerasan dengan patuh mengkonsumsi obat

DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. M., Zainuri, I., & Akbar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan
Jiwa Teori dan Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.

Munith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa (Teori dan Aplikasi). Yogyakarta:


CV Andi Offset.

Sutejo. (2019). Keperawatan Jiwa Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan
jiwa: Gangguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Yusuf, A., Fitryasari, R., & Nihayati, H. E. (2015a). Asuhan Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai