OLEH :
NS0619061
CI INSTITUSI
B. Etiologi
Menurut (Sutejo, 2019) terdapat factor-faktor yang mempengaruhi deficit perawatan
diri yaitu :
a. Citra tubuh
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri.
Perubahan fisik akibat operasi bedah, misalnya dapat memicu individu untuk tidak
peduli terhadap kebersihan.
b. Status sosial ekonomi
Sumber penghasilan atau sumber ekonomi mempengaruhi jenis dan tingkat praktik
perawatan diri yang dilakukan. Perawat harus menentukan apakah pasien dapat
mencukupi perlengkapan perawatan diri yang penting seperti sabun, sikat gigi,
pasta gigi, sampo. Selainitu, hal yang perlu diperhatikan adalah apakah penggunaan
perlengkapan tersebut sesuai dengan kebiasaan sosial yang dipraktikan oleh
kelompok sosial pasien.
c. Pengetahuan
Pengetahuan tentang erawtaan diri sangat penting karena pengetahuan yang baik
dapat meningkatkan kesehatan. Kurangnya pengetahuan tentang pentingnya
perawatan diri dan implikasinya bagi kesehatan dapat mempengaruhi praktik
perawatan diri.
d. Variable kebudayaan
Kepercayaan akan nilai kebudayaan dan nilai diri mempengaruhi perawatan diri.
Orang dari latarbelakang kebudayaan yang berbeda mengikuti praktik kesehatan
yang berbeda pula. Disebagian masyarakat , misalnya ada yang menerapkan mandi
setiap hari, tetapi masyarakat misalnya ada yang menerapkan mandi setiap hari ,
tetapi masyarakat dengan lingkungan yang berbeda hanya mandi seminggu sekali.
e. Kondisi fisik
Pada keadaan tertentu atau sakit kemapuan untuk merawat diri berkurang dan
memerlukan bantuan. biasanya, jika tidak mampu klien dengan kondisi fisik yang
tidak sehat lebih memilih untuk tidak melakukan perawatan diri.
I. Penatalaksanaan
Pasien dengan gangguan deficit perawatan diri tidak membutuhkan perawatan medis
karena hanya mengalami gangguan jiwa, pasien lebih membutuhkan terapi kejiwaan
melalui komunikasi terapeutik yang berupa :
1) Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
- Bina hubungan saling percaya.
- Bicarakan tentang pentingnya kebersihan.
- Kuatkan kemampuan klien merawat diri.
2) Membimbing dan menolong klien merawat diri
- Bantu klien merawat diri.
- Ajarkan keterampilan secara bertahap.
3) Ciptakan lingkungan yang mendukung.
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Defisit perawatan diri pada klien terjadi akibat adanya perubahan proses piker, yang
menyebabkan menurunnya kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri.
Defisit perawatan diri tampak dari ketidakmampuan individu merawat kebersihan diri,
makan, berhias, dan eliminasi (BAK dan BAB) secara mandiri (Sutejo, 2019).
1. Batasan karkteristik
Nanda 2016 dikutif oleh (Sutejo, 2019) menjelaskan batasan karakteristik yang
terdapat pada lingkup defisit perawatan diri. Batasan karakteristik pada tiap lingkup
tersebut meliputi :
a. Defisit perawatan diri : mandi (Bathing self-care defisit)
Hal ini merupakan gangguan kemampuan melakukan atau menyelesaikan
aktivitas mandi untuk diri sendiri . batasan karakteristiknya meliputi :
1) Gangguan kemampuan mengeringkan tubuh
2) Gangguan kemampuan untuk mengakses kamar mandi
3) Gangguan kemampuan untuk mengakses air
4) Gangguan kemampuan untuk mengambil perlengkpan air
5) Gangguan kemampuan untuk mengatur air mandi
6) Gangguan kemampuan untuk membasuh tubuh
b. Defisit perawatan diri : berhias/berpakaian (Dresing self-care defisit)
Defisit perawatan diri berhias/berdandan merupakan gangguan kemampuan
dalam melakukan atau menyeleaikan aktivitas berpakaian untuk diri sendiri:
1) Ketidakmampuan memilih pakaian
2) Ketidakmampuan memadukan pakaian
3) Ketidakmampuan mempertahankan penampilan yang memuaskan
4) Ketidakmampuan mengambil pakaian
5) Ketidakmampuan mengenakan pakaian dibagian bawah tubuh
6) Ketidakmampuan mengenakan pakaian dibagian atas tubuh
7) Ketidakmampuan memakai berbagai item pakaian ( mis: kameja ,kaos kai)
8) Ketidakmampuan melepaskan atribut pakaian (mis kameja, kaos kaki,
sepatu)
9) Ketidakmampuan menggunakan alat bantu
10) Ketidakmampuan menggunakan resleting
11) Ketidakmampuan mengacingkan pakaian
c. Defisit perawatan diri : makan (feeding-self care defisit)
1) Ketidakmampuan mengambil dan memasukan makanan kemulut
2) Ketidakmampuan menggunakan alat bantu
3) Ketidakmampuan mengunyah makanan
4) Ketidakmampuan memanipulasi makanan dimulut
5) Ketidakmampuan membuka container/wadah makanan
6) Ketidakmampuan mengambil cangkir
7) Ketidakmampuan meletakan makanan ke alat makanan
8) Ketidakmampuan menyiapkan makanan untuk dimakan
9) Ketidakmampuan makan dengan tata cara yang bisa diterima
10) Ketidakmampuan menelan makanan
11) Ketidakmampuan menelan jumlah makanan yang memadai
12) Ketidakmampuan memegang alat makan
13) Ketidakmampuan menghabiskan makanan secara mandiri
d. Defisit perawatan diri : toileting
Gangguan melakukan atau menyelesaikan kegiatan toileting sendiri. Batasan
karakteristik dalam gangguan defisit perawatan diri inimeliputi anguan :
1) Kemampuan untuk melakukan hygiene eliminasi secara komplet
2) Kemampuan untuk menyiram toilet
3) Kemampuan untuk memanipulasi pakaian untuk toileting
4) Kemampuan untuk mencapai toilet
5) Kemampuan untuk naik ke toilet
6) Kemampuan duduk di toilet
2. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang tampak pada klien dengan gangguan defisit perawatan diri
antara lain (Sutejo, 2019).
ANALISA DATA
Data objektif
1) Badan klien bau, kotor, berdaki,
rambut kotor, gigi kotor, kuku
panjang.
2) Tidak menggunakan alat alat mandi
pada saat mandi dan tidak mandi
dengan benar
3) Rambut kusut, berantakan, kumis an
jenggot tidak rapi, serta tidak mapu
berdandan.
4) Pakaian tidak rapi , tidak mampu
memilih, mengambil, memakai,
mengencankan,dan memindahkan
pakaian.
5) Memakai barang-barang yang tidak
perlu dalam berpakaian misalnya
memakai pakaian berlapis lapis,
penggunaan pakaian yang tidak
sesuai, melepas barang-barang yang
perlu dalam berpakaian misalnya
telanjang.
6) Makan dan minum sembarangan
serta berceceran, tidak menggunakan
alat makan dan tidak mampu
menyiapkan makanan,
memindahkan makanan ke alat
makan ( dari panic ke piring atau
mangkok, tidak mampu
menggunakan sendok dan tidak
mengetahui fungsi alat-alat makan).
Memegang alat makan, membawa
makanan dari piring ke mlut,
mengunyah, menelan
makanansecara aman dan
menghabiskan makanan
7) BAB dan BAK tidak pada
tempatnya. Klien tidak
membersihkan diri setelah BAB dan
BAK serta tidak mampu menjaga
kebersihan toilet dan menyiram
toilet setelah BAB dan BAK.
3. Sumber koping
a. Kemampuan klien dalam melakukan kebersihan diri secara mandiri
b. Berhias dan berandan secara baik
c. Melakukan makan dengan baik
d. Melakukan BAB/BAK secara mandiri
e. Mengidentifikasi perilaku kebersihan diri yang maladptif
f. Kemampuan klien dalam mengubah perilaku maladaptive menjadi perilaku
adaptif.
B. Diagnosa
Berdasarkan data yang diperoleh, ditetapkan bahwa diagnosis keperawatan adalah :
Defisit perawatan diri :
- Mandi
- Berhias
- Makan
- Toileting
C. Pohon Masalah
Berikut ini merupakan pohon masalah diagnosis perilaku kekerasan
Etiologi Gangguan pemeliharan kesehatan
(Sutejo, 2019)
D. Intervensi Keperawatan
E. Implementasi
Sebelum tindakan keperawatan di implementasikan, perawat perlu mengvalidasi
apakah rencana tindakan yang di tetapkan masih sesuai dengan kondisi pasien saat ini.
Perasat juga perlu mengevaluasi diri sendiri apakah mempunyai kemampuan
interpersonal, intelektual, dan teknikal sesuai dengan tindakan yang akan di
laksanakan. Setelah tidak ada hambatan lagi, maka tindakan keperawatan bisa di
eksploitaskan.
Saat memulai untuk implementasikan tindakan keperawatan harus membuat kontrak
dengan pasien dan menjelaskan apa yang akan di kerjakan dan peran serta pasien yang
di harapkan, kemudian penting untuk di perhatikan terkait dengan standar tindakan
yang telah di lakukan dan aspek legal yaitu mendokumentasikan apa yang telah di
lakukan.
Pada implementasi terdapat 4 fase yang di lakukan yaitu :
1. Fase orientasi
Pada fase orientasi di tandai di mana perawat melakukan kontrak awal untuk
membangun kepercayaan klien dan terjadi proses pengumpulan data. Perawat
memfasilitasi klien untuk mengenali masalahnya, apa yang di perlukan klien
serta apa yang di lakukan perawat untuk membantu klien.
2. Fase identifikasi
Fase yang paling penting pada hubungan interpersonal, karena pada fase ini
terjadi proses menggali perasaan yang di alami klien, mengkaji data,
pengalaman klien serta akan melihat bagaimana klien mengatakan
ketakutannya, ketidakmampuan, ketidakberdayaan dalam hubungan dengan
orang lain. Klien mengidentifikasi masalah dan kebutuhannya bersama orang
lain dan membantunya.
3. Fase eksploitasi
Situasi di mana klien dapat merasakan adanya nilai hubungan sesuai dengan
pandangan/persepsinya terhadap situasi., dalam fase ini perawat membantu
klien dalam memberikan gambaran kondisi klien dan seluruh aspek yang telibat
di dalamnya. Perawat mendiskusikan lebih dalam dan memilih alternative
pemecahan masalah yang di alami klien. Proses ini membutuhkan banyak
energy agar dapat mentransfer energy klien yang dari negatif menjadi positif
dan produktif. Perawat memberikan semua informasi dan kebutuhan klien
terkait dengan penyembuhan dan kebutuhan klien.
4. Fase resolusi
Pada fase ini perawat mengakhiri hubungan interpersonal dengan klien. Tujuan
lama diganti menjadi tujuan baru.
F. Evaluasi
Evaluasi yang di lakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP :
S (subjektif) : Respon subjek atau ungkapan langsung pasien terhadap tindakan
keperawatan yang telah di lakukan misalnya pengetahuan.
O (objektif) : Respon objektif atau observasi terhadap tindakan keperawatan yang
telah di lakukan. Contoh pada kasus halusinasi ; pasien mampu mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik dan bercakap-cakap.
A (assesment) : analisis dan interpretasi berdasarkan data yang terkumpul kemudian
dibuat kesimpulan yang meliputi diagnosis misalnya Gangguan halusinasi positif.
P (plan) : perencananan merupakan rencana dari tindakan yang akan diberikan
misalnya : Latihan cara menghardik 3 kali
RTL : Rencana tindak lanjut misalnya SP apa yang selanjutnya akan di lakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Muhith. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori Dan Aplikasi (I; Monica
Bendetu, ed.). Yogyakarta: CV ANDI OFFSET.
Yusuf Dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa (Faqihani Ganiajri, ed.).
Jakarta: Salemba Medika.