Anda di halaman 1dari 28

Blok Tropis

LAPORAN MODUL 3

KELOMPOK 3

RIDWAN RADHITHYA SANDIKA 2017730156


CHAIRUNNISA PRATISTA WIDYA 2019730122
DHEANA PUTRIE SAVERA 2019730124
FAJAR SIDDIQ KHATAMI 2019730126
FATHIA RUMAISA 2019730127
FAUZIAH ZAFIRA 2019730128
FIRA INDAH LESTARI 2019730129
KANIA HOERUNNISA 2019730133
LIRISIA EKA NARESWARI 2019730135
MOCHAMAD FAJAR AL FALAH 2019730137
NAHARA ANNASTYA MEIVITA DEVANKA 2019730141
NISYA PUTRI ARDIANINGRUM 2019730142

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT beserta dengan rahmat dan karunia
Nya. Tidak lupa pula kita sampaikan salam dan shalawat kepada Rasul junjungan kita
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Pada PBL modul 3 ini kita membahas tentang feses berlendir dan berdarah. Disini kita
diinginkan agar tujuan pembelajaran dari modul ini dapat tercapai dan menjadi bermanfaat
untuk kita semua.

Semoga segala urusan dan halangan dapat kita lalui semua dengan mudah sehingga
kita dapat mencapai impian kita dan semoga segala hal yang telah dipelajari akan bemanfaat
untuk kita semua.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR. ..............................................................................................2

DAFTAR ISI ............................................................................................................3

PENDAHULUAN .....................................................................................................4

ISI LAPORAN ..........................................................................................................5

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................26


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Buang air besar atau BAB berlendir pada dasarnya normal. Namun, lendir
yang terlihat di feses dalam jumlah banyak bisa menjadi pertanda adanya masalah.
Buang air besar (BAB) berdarah, adalah kondisi ketika terdapat darah dalam feses.
Kondisi ini merupakan gejala adanya perdarahan di saluran pencernaan.
Pada skenario, Seorang laki-laki berusia 29 tahun, datang ke puskesmas
dengan keluhan mencret disertai darah dan lendir sejak 3 hari. Perut terasa sakit
terutama bila mau buang air besar, badan terasa lemas, nafsu makan berkurang.
Pemeriksaan fisis : Tekanan darah 120/80 mmHg, temperatur 38°C. Pemeriksaan tinja
dengan cairan fisiologis ditemukan benjolan yang bercabang, di dalamnya ada inti dan
eritrosit.
B. Tujuan
Setelah mempelajari modul feses berlendir dan berdarah pada penyakit tropis,
mahasiswa system kedokteran tropis mampu memahami penyakit-penyakit tropis
dengan gejala feses berlendir dan berdarah, patomekanisme, gejala klinik, kerusakan
jaringan yang diakibatkan, alur diagnosis dan penatalaksanaan, serta epidemiologi
penyakit-penyakit tersebut
C. Kegiatan Yang Dilakukan
- Diskusi
- Pencarian hasil diskusi
- Presentasi hasil diskusi
SKENARIO (2)
Seorang laki-laki berusia 29 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan mencret disertai
darah dan lendir sejak 3 hari. Perut terasa sakit terutama bila mau buang air besar, badan
terasa lemas, nafsu makan berkurang. Pemeriksaan fisis : Tekanan darah 120/80 mmHg,
temperatur 38°C. Pemeriksaan tinja dengan cairan fisiologis ditemukan benjolan yang
bercabang, di dalamnya ada inti dan eritrosit.
KATA SULIT
-
KALIMAT KUNCI
1. Laki-laki, 29 tahun
2. KU: mencret disertai darah dan lendir sejak 3 hari
3. Perut terasa sakit bila mau buang air besar, badan terasa lemas, nafsu makan
berkurang
4. Pemeriksaan Fisik: Tekanan darah 120/80 mmHg, temperatus 38°C
5. Pemeriksaan Tinja: ditemukan benjolan yang bercabang, didalamnya ada inti dan
eritrosit
MINDMAP
PETA KONSEP

IDENTIFIKASI MASALAH
1. Apa definisi dan etiologi dari diare?
2. Bagaimana klasifikasi dari diare?
3. Bagaimana patomekanisme dari diare?
4. Jelaskan patomekanisme diare disertai darah dan lendir!
5. Bagaimana hubungan keluhan utama dengan perut terasa sakit bila ingin BAB, badan
lemas, dan nafsu makan berkurang?
6. Apa saja penyakit tropis dengan gejala feses berlendir dan berdarah?
7. Apa saja anamnesis tambahan dan pemeriksaan fisik terkait dengan skenario?
8. Apa DD dari skenario?
9. Jelaskan definisi, epidemiologi, etiologi, patomekanisme, gejala klinis, pemeriksaan
penunjang, tatalaksana, komplikasi dan prognosis dari DD!
1. Definisi dan Etiologi Diare
DEFINISI DIARE :
Diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan
dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih)
dalam satu hari dengan/tanpa disertai lendir dan darah.
ETIOLOGI DIARE :
I. Infeksi
a. Bakteri
Shigella sp, E.coli pathogen, Salmonella sp, Vibrio cholera, Yersinta
enterocolytica, Campylobacter jejuni, Pseudomonas, Streptococcus, dll.
b. Virus
Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus, Cytomegalovirus, Echovirus,
HIV.

c. Parasit
Protozoa : E. histolytica, Giardia lamblia, Cryptosporidium parvum,
Balantidium coli.
Worm : Ascaris lumbricoides, Ankylostoma duodenale, Necator
amirecanus, Trichuris trichiura, dll.

d. Jamur
Candida albicans

II. Keracunan makanan


Makanan beracun, makanan basi, atau makanan yang mengandung
logam berat, makanan yang mengandung toksin bakteri : Colistridium
perfringens, B. cereus, Streptococcus anhemi lyticus, dll.

III. Alergi
Susu sapi, makanan tertentu

IV. Malabsorpsi
1) Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa,dan galaktosa).
Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering (intoleransi laktosa).
2) Malabsorbsi lemak
3) Malabsornsi protein

V. Imunodefisiensi
Hipogammaglobulinemia, panhipogamaglobulinemia (Bruton),
penyakit granulomatose kronik, heavycombination.
2. KLASIFIKASI DIARE
I. Berdasarkan lama waktu diare :
i. Diare akut
Diare akut itu adalah diare yang berlangsung kurang dari 15
hari. Lebih dari 90% diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan
sekitar 10% karena sebabsebab lain antara lain obat-obatan, bahan-
bahan toksik, travelers diarrhea, dan sebagainya.
Diare akut enterotoksigenik (non-invasif), disebut juga diare
sekretorik (watery diarrhea). Bakteri-bakteri tersebut : Vibrio cholerae,
Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC), Clostridium perfringens,
Staphylococcus aureus, B. cereus, Aeromonas spp.
Diare akut enterovasif, disebut juga diare inflamatori. Bakteri-
bakteri tersebut : Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC), Salmonella
spp, Shigella spp, Campylobacter jejuni, Vibrio parahaemolyticus,
Yersinia, C.perfringens tipe C, Entamoeba hystolytica, P.shigelloides,
Clostridium difficile, Campylobacter spp.

ii. Diare kronik


Diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.
II. Berdasarkan mekanisme patofisiologik :
i. Diare osmotic
Diare yang disebabkan karena sejumlah besar bahan makanan
yang tidak dapat diabsorbsi dalam lumen usus sehingga terjadi
hiperosmolaritas intra lumen yang menimbulkan perpindahan cairan
dari plasma ke dalam lumen.
Terjadi pada malabsorbsi karbohidrat, penggunaan garam
magnesium ataupun bahan yang bersifat laksantia.
ii. Diare sekretorik
Diare yang terjadi bila ada gangguan transpor elektrolit baik
absorbsi yang berkurang maupun sekresi yang meningkat melalui
dinding usus. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan oleh
bakteri. (misal : Vibrio cholera, Escherecia coli).
iii. Diare eksudatif
Diare yang terjadi akibat proses inflamasi/ peradangan yang
menyebabkan kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus besar.
Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri ataupun
bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, IBD, atau
akibat radiasi.
Oleh karena terjadi kerusakan dinding usus, feses dapat
mengandung pus, darah atau mukus. Pada diare ini terjadi juga
peningkatan beban osmotik, hipersekresi cairan akibat peningkatan
prostaglandin dan terjadi hiperperistaltik.
iv. Diare motilitas
Terjadi akibat gangguan motilitas yang menyebabkan waktu
transit usus menjadi lebih cepat. Pada usus halus menyebabkan waktu
paparan untuk absorbsi berkurang.
Tipe ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, IBS, diabetes
melitus, paska gastrektomi (dumping syndrome).
III. Berdasarkan penyebabnya :
i. Infeksi
Diare yang disebabkan oleh adanya infeksi. Yaitu infeksi
bakteri, virus, parasite.
ii. Non infeksi
 Keracunan makanan karena toksin dari S.aureus, Baccillus
cereus, Clostridium perfringens, Clostridium botulinum. Dalam
keadaan ini, biasanya bersifat non inflamasi, invasi mukosa (-),
cair.
 Obat dan toksin
 IBS
 IBD
 Ischemic bowel disease
 Alergi makanan
 Defisiensi laktosa
 Penyebab lainnya : VIPOMA
3. Bagaimana patomekanisme pada diare ?
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan
yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan
sehingga timbul diare).
Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin didinding usus, sehingga
sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian menjadi diare. Gangguan motilitas usus yang
mengakibatkan hiperperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan
elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis
metabolik dan hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia
dan gangguan sirkulasi darah (Zein dkk, 2004). Mekanisme terjadinya diare dan termaksut
juga peningkatan sekresi atau penurunan absorbsi cairan dan elektrolit dari sel mukosa
intestinal dan eksudat yang berasal dari inflamasi mukosa intestinal (Wiffen et al, 2014).
Infeksi diare akut diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare
noninflamasi dan diare inflamasi. Diare inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitoksin di
kolon dengan manifestasi sindrom disentri dengan diare disertai lendir dan darah. Gejala
klinis berupa mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, tetenus, serta gejala dan tanda
dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin makroskopis ditemukan lendir dan atau darah,
mikoroskopis didapati sek lukosit polimakronuklear. Diare juga dapat terjadi akibat lebih dari
satu mekanisme, yaitu peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus.
Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebakan
terjadinya diare. Pada dasarnya, mekanisme diare akibat kuman enteropatogen meliputi
penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan
produksi enterotoksin atau sitoksin. Satu jenis bakteri dapat menggunakan satu atau lebih
mekanisme tersebut untuk mengatasi pertahanan mukosa usus (Amin, 2015). Berdasarkan
patofisiologinya, diare dapat dibagi atas 3 kelompok :
 Osmotic diarrhoe, yang terjadi karena isi usus menarik air dari mukosa. Hal ini ditemukan
malabsorbsi, dan defisiensi laktase.
 Secretori diarrhoea, pada keadaan ini usus halus, dan usus besar tidak menyerap air dan
garam, tetapi mengsekresikan air dan elektrolit. Fungsi yang terbalik ini dapat disebabkan
pengaruh toksin bakteri, garam empedu, prostaglandin, dan lain-lain. Cara terjadinya, melalui
rangsangan oleh cAMP (cyclic AMP) pada sel mukosa usus.
 Exudative diarrhoea, ditemukan pada inflamasi mukosa seperti pada colitis ulcerativa, atau
pada tumor yang menimbulkan adanya serum, darah, dan mukus.
Diare akut dapat menyebabkan terjadinya:
 Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan
dehidrasi, asidosis metabolic dan hypokalemia.
 Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau prarenjatan
sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan muntah, perfusi jaringan
berkurang sehingga hipoksia dan asidosismetabolik bertambah berat, peredaran otak
dapat terjadi, kesadaran menurun (sopokorokomatosa) dan bila tidak cepat diobati,
dapat menyebabkan kematian.
 Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare dan
muntah, kadang-kadang orangtua menghentikan pemberian makanan karena takut
bertambahnya muntah dan diare pada anak atau bila makanan tetap diberikan tetapi
dalam bentuk diencerkan. Hipoglikemia akan lebih sering terjadi pada anak yang
sebelumnya telah menderita malnutrisi atau bayi dengan gagal bertambah berat
badan. Sebagai akibat hipoglikemia dapat terjadi edema otak yang dapat
mengakibatkan kejang dan koma (Suharyono, 1991).
4. Jelaskan patomekanisme diare disertai darah dan lendir!
a. Feses disertai darah

Mikroorganisme nenembus lapisan muskuklaris mukosa. Bersarang


disubmukosa, sehingga membuat kerusakan yang luas di mukosa usus. Sehingga
membentuk ulkus, dan ulkus bias melebar dan meluas. Ulkus saling berhubungan dan
terbentuk sinus dibawah mukosa. Mikroorganisme ditemukan dalam jumlah besar di
dasar dan dinding usus. Karena peristaltic usus, mikroorganisme keluar bersama isi
ulkus dirongga usus. Dikeluarkan menjadi tinja yang disertai darah.
b. Feses disertai lendir
Invasi sel epitel sel M mengfaktifkan sel fagosit dan makrofag. Transit
bakteri ke sitoplasma sel epitel dan mengontrol polimerasi monomer. Sehingga
bakteri multiplikasi dan invasi meluas mengakibatkan sel epitel mukosa membentuk
lesi. Aktivasi sel imun leukosit dan mucus hipersekresi. Feses berlendir
5. Bagaimana hubungan keluhan utama dengan perut terasa sakit bila ingin BAB, badan lemas,
dan nafsu makan berkurang?
 Mikroorganisme hidup di lumen usus besar
 Mikrpoorganisme menembus usus
 Menyebabkan peradangan usus dan ulkus
 Ulkus akan menyebabkan nyeri perut
 Akibat adanya inflamasi maka mediator inflamasi akan ke hipotalamus, hal ini
menyebabkan pusat kenyang akan menutupi pusat makan dan mengakibatkan nafsu
makan menurun
 Selain itu, peradangan mukosa usus akan menyebabkan penurunan kapasitas usus,
sehingga absorpsi cairan dan elektrolit menurun dan menyebabkan malabsorpsi
nutrisi. Manifestasi yang akan terjadi adalah lemas
6. Apa Saja Penyakit Tropis dengan Gejala Feses Berlendir dan Berdarah?
1. Shigellosis/Disentri Basiller
Shigellosis adalah infeksi akut usus yang disebabkan oleh salah satu dari
empat spesies bakteri gram negatif genus Shigella. Disentri basiler adalah diare
dengan lendir dan darah disertai dengan demam, tenesmus, dan abdominal cramp.

2. Salmonellosis
Salmonellosis adalah penyakit menular yang dapat menyerang hewan maupun
manusia. Bakteri penyebab penyakit ini dapat menimbulkan berbagai macam
manifestasi demam enterik serta gastroenteritis pada manusia.
Salmonellosis disebabkan oleh Bakteri Salmonella, ada lebih dari 1800
serotipe Salmonella ditemukan pada hewan dan manusia. Beberapa serotipe tidak
mempunyai inang yang spesifik dan gejala yang ditimbulkan tidak khas, misalnya
Salmonella typhimurium
Diantara serotipe yang mempunyai inang spesifik adalah S. typhi; S. paratyphi
A, B, dan C; S. sendai yang menyerang manusia.
Gejala klinisnya antara lain diare disertai dengan darah, mual dan muntah,
demam dan menggigil, keram perut.

3. Kolera
Kolera adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Vibrio cholerae dengan
manifestasi diare disertai muntah yang akut dan hebat akibat enterotoksin yang
dihasilkan bakteri tersebut. Bentuk manifestasi klinisnya yang khas adalah dehidrasi
dengan renjatan hipovolemik dan asidosis metabolik yang terjadi dalam waktu sangat
singkat akibat diare sekretorik dan dapat berakhir dengan kematian bila tidak
ditanggulangi dengan adekuat

4. Amebiasis
Amebiasis atau biasa disebut dengan disentri ameba, enteritis ameba, kolitis
ameba adalah penyakit infeksi usus besar yang disebabkan oleh parasit usus
Entamoeba histolytica.

Manifestasi klnisnya ada Carries atau pasien tidak menunjukkan gejala klinis
sama sekali, hal ini disebabkan karena ameba yang berada di dalam lumen usus besar,
tidak mengadakan invasi ke dinding usus, Kemudian Amebiasis Intestinal RIngan
yaitu timbulnya penyakit atau onset penyakit secara perlahan-lahan, penderita
biasanya mengeluh perut kembung kadang-kadang nyeri perut ringan yang bersifat
kejang. Dapat timbul diare ringan 4-5 kali sehari, kadang feses bercampur darah dan
lendir.

5. Trichuriasis
Trikuriasis adalah jenis penyakit infeksi di usus besar yang disebabkan
oleh Trichuris trichiura (cacing cambuk atau whipworm) dan sangat umum terjadi di
seluruh dunia. Infeksi cacing inidisebabkan dengan menelan telur infektif. Orang yang
terinfeksi cacing cambuk ini dapat menderita infeksi ringan atau berat. Orang dengan
infeksi ringan biasanya tidak memiliki gejala. Orang dengan gejala berat dapat sering
mengalami kesakitan saat buang air besar dengan tinja yang mengandung campuran
lendir, air, dan darah. Prolaps dubur juga dapat terjadi. Anak-anak dengan infeksi
berat dapat menderita anemia berat dan terhambat pertumbuhannya.

6. Campylobacteriosis
Campylobacteriosis / Kampilobakteriosis merupakan penyakit yang ditimbulkan
oleh bakteri genus Campylobacter. Sebagian besar campylobacteriosis disebabkan
oleh spesies Campylobacter jejuni. Gejala dari penyakit ini antara lain diare disertai
dengan darah, kram, dan demam selama 2-5 hari setelah infeksi

7. Pseudomembranous Colitis
Pseudomembranous colitis adalah suatu penyakit inflamasi akut pada kolon,
yang ditandai oleh adanya lapisan eksudat difus atau noduler pada mukosa
kolon. Pseudomembranous colitis disebabkan oleh bakteri Clostridium difjicile.
Gejala klinisnya meliputi tinja yang  berair atau berlendir, berwarna hijau, berbau,
mungkin mengandung sedikit darah, demam, mual, muntah, Gangguan pergerakan
usus (ileus paralisis atau ileus obstruktif)
7. Apa saja anamnesis tambahan dan pemeriksaan fisik yang terkait pada scenario ?
a) Anamnesis
1. Siapa ?
 Pria homoseksual, pertimbangkan kemungkinan gay bowel
syndrome akibat sifilis gonorea, herpes simpleks, chlamydia,
shigella, lymphogranuloma venereum.
 Wisatawan/pengunjung bangsa asing, pikirkan kolera, gradiasis,
E.coli, dan amubiasis.
2. Di mana ?
 Tempat penampungan umum misalnya rumah perawatan orang tua
dapat merupakan tempat infeksi Shigella dan Giardia.
3. Adakah orang lain yang terkena ?
 Kemungkinan adanya keracunan makanan atau kolera akibat
pencemaran sumber air.
4. Makanan/minuman sebelum kejadian diare ?
 Bahan dari susu (dairy product) dan dalam jangka waktu 6 jam
disertai mual dan muntah, kemungkinan keracunan S.aureus

 Daging panggang ayam atau sapi (turkey and roast beet) dan 8-24
jam kemudian diare dengan nyeri perut, kemungkinan keracunan
C.peerfringens. kerang mentah (shellfish) dapat berakibat terinfeksi
V.parahaemolyticus

 Produk daging/telyr ayang kurang matang (undercooked poultry)


dalam waktu 18-24 jam dapat menyebabkan Salmonellosis

 Air minum mentah dari leding dapat terinfeksi Giardiasis

 Nasi goring dari restoran Cina dalam waktu 6-24 jam dapat
menyebabkan keracunan B.cereus

 Hamburger dari fastfood restaurant dapat mengakibatkan colitis


hemoragik karena E.coli

b) Pemeriksaan Fisik
Pasien dengan diare akut akibat infeksi sering mengalami nausea,
muntah, nyeri perut sampai kejang perut, demam dan diare. Terjadinya
renjatan hipovolemik harus dihindari. Kekurangan cairan menyebabkan pasien
akan merasa haus, lidah kering, tulang pipi meonjol, turgor kulit menurun,
serta suara menjadi serak. Gangguan biokimiawi seperti asidosis metabolic
akan menyebabkan frekuensi pernapasan lebih cepat dan dalam (pernapasan
Kusmaul). Bila terjadi renjatan hipovolemik berat maka denyut nadi cepat
(lebih dari 120 kali/menit), tekanan darah menurun sampai tak terukur, pasien
gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin, dan kadang sianosis.
Kekurangan kalium dapat menimbulkan aritmia jantung. Perfusi ginjal dapat
menurun sehingga timbul anuria, sehingga bila kekurangan cairan tak segera
diataso dapat timbul penyulit berupa nekrosis tubular akut.
Secara klinis diare karena infeksi akut dibagi menjadi dua golongan.
Pertama, koleriform, dengan diare yang terutama terdiri atas cairan saja.
Kedua, disentriform, pada diare didapatkan lender kental dan kadang-kadang
darah.
8. Apa DD dari scenario ?

Mencret Demam Lemas Nafsu Perut Benjolan


disertai makan sakit bercabang,
lendir menurun berisi inti
dan dan
darah eritrosit
pada tinja
Amebiasis + + + + + +
Trichuriasis + + + + + -
Balantidiasi + + + + + -
s
9. Jelaskan definisi, epidemiologi, etiologi, patomekanisme, gejala klinis, pemeriksaan
penunjang, tatalaksana, komplikasi dan prognosis dari DD!

AMEBIASIS
DEFINISI
Amebiasis (disentri ameba,enteritis ameba, colitis ameba) adalah penyakit infeksi usus
besar yang disebabkan oleh parasit usus Entamoeba histolytica.
ETIOLOGI
Entamoba histolytica terd apat dalam dua bentuk, yaitu sebagai kista dan sebagai
trofozoit.Infeksi terjadi karena tertelannya kista dari makanan atau minuman yang
terkontaminasi,sedangkan tertelannya bentuk trofozoit tidak akan menimbulkan infeksi
karena tidak tahan terhadap lingkungan asam dalam lambung.
Ukuran kista 10-18 um, berisi 4 inti dan resisten terhadap kondisi lingkungan seperti
temperatur yang rendah dan konsentrasi klor yang biasa digunakan untuk penjernihan air,
terrnasuk resisten terhadap asam lambung dan enzim-enzim pencernaan. Parasit dapat
terbunuh dengan pernanasan 55'C. Setelah kista tertelan dan masuk ke dalam usus kecil, ia
akan berkembang menjadi 8 trofozoit yang bergerak aktif, membentuk koloni dalam lumen
usus besar dan selanjutnya menginvasi mukosa.
Trofozoit mempunyai diameter rata-rata 20 um, sitoplasmanya mengandung zona yang
jerih di sebelah dalam, yang berisi inti berbentuak sferis dengan sentral kariosom yang kecil
dan bahan kromnatin granular yang halus. Endoplasma juga mengandung vakuola,tempat
eritrosit dapat terihat pada kasus amubiasis yang invasif.

EPIDEMIOLOGI
Prevalensi infeksi amuba di seluruh dunia bervariasi dari 5-81%, diperkirakan 10%
daripopulasi di seluruh dunia pernah terinfeksi E. histolytica, terutama di negara dengan iklim
tropis yang mempunyai kondisi lingkungan yang buruk, sanitasi perorangan yang jelek dan
sosioekononi yang rendah. Infeksi E. histolytica dapat mencapai 50 juta kasus di seluruh
dunia, dengan kematian 70-100 tibu per tahun. Disentri amuba disebabkan oleh invasi pada
mukosa usus yang terjadi kira-kira 1-17 % dari subyek yang terinfeksi.Penyebaran parasit ke
organ lain seperti hati terjadi pada sebagian kecil individu dan pada anak lebih jarang
dibandingkan dewasa.
Meskipun amubiasis sangat endemik di Afrika, Amerika Latin, India dan Asia Tenggara,
amubiasis juga terjadi si Amerika Serikat dengan prevalensi 1-4%, terutama terjadi pada anak
dengan retardasi mental, laki-laki homoseksual, imigran (terutama Meksiko) yang telah
bepergian dari daerah endemik.Manusia merupakan pejamu alani (natural host) dan reservoir
E. histolytica, meskipun perrnah juga dilaporkan terdapat pada anjing kucing, babi dan ikan.
Infeksi disebarkan melalui kontaminasi makanan dan minuman, juga melalui kontak
langsung dengan feses yang terinfeksi.
PATOFISIOLOGI
Kista matang yang tertelan mencapai lambung masih dalam keadaan utuh karena kista
tahan terhadap asam lambung.Di rongga usus halus terjadi ekskistasi dan keluarlah bentuk-
bentuk minuta yang masuk ke dalam rongga usus besar. Bentuk minuta ini berubah menjadi
bentuk histolitika yang patogen dan hidup di mukosa usus besar serta menimbulkan gejala.
Bentuk histolitika memasuki mukosa usus besar yang utuh dan mengeluarkan enzim sisstein
proteinase yang dapat menghancurkan jaringan yang disebut histolisin. Kemudian bentuk
histolitika memasuki submukosa dengan menembus lapisan muskularis mukosa, bersarang di
submukosa dan membuat kerusakan yang lebih luas daripada di mukosa usus sehingga terjadi
luka yang disebut ulkus amuba. Lesi ini biasanya merupakan ulkus-ulkus kecil yang letaknya
tersebar di mukosa usus, bentuk rongga ulkus seperti botol dengan lubang sempit dan dasar
yang lebar, dengan tepi yang tidak teratur agak meninggi dan menggaung. Proses yang terjadi
terutama nekrosis dengan lisis sel jaringan. Bila terdapat infeksi sekunder, terjadilah proses
peradangan yang dapat meluas di submukosa dan melebar ke lateral sepanjang sumbu usus.
Kerusakan dapat menjadi luas sekali sehingga ulkus-ulkus saling berhubungan dan terbentuk
sinussinus dibawah mukosa.Dengan peristalsis usus, bentuk histolitika dikeluarkan bersama
isi ulkus ke rongga usus kemudian menyerang lagi mukosa usus yang sehat atau dikeluarkan
bersama tinja.
GEJALA KLINIS
1. Carrier (Cyst Passer]:
Pasien tidak menunjukkan gejala klinis vama sckali. Hal ini disebabkan
Karena amoeba yang berada di dalam Iumen usus besar, tidak mengadakan invasi ke
dinding usus.
2. Amebiasis Intestinal Ringan(Disentri Ameba Ringan):
Timbulnya penyakit perlahan-lahan, perut kembung,kadang mengeluh nyeri
perut ringan, timbul diare 4-5kali sehari dengan tinja berbau busuk kadang disertai
darah dan lendir.
3. Amebiasis Intestinal Sedang(Disentri Ameba Sedang):
Keluhan pasien lebih berat daripada disbanding disentri ringan tapi masih bisa
melakukan aktivitas sehari-hari, tinja disertai darah dan lendir, perut kram,demam dan
badan lemah, disertai hepatomegali.
4. Disentri Ameba Berat:
Keluhan pasien lebih berat lagi, diare disertai darah lebih banyak lagi, lebih
dari 15 kali sehari, demam tinggi (40-40,5°C), disertai mual dan anemia.
5. Disentri Ameba Kronik:
Gejalanya menyerupai disentri ameba ringan,serangan-serangan diare diselingi
dengan periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan berbulan-bulan
sampai bertahun-tahun.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan tinja merupakan pemeriksaan laboratorium yang sangat penting.
Pada disentri ameba biasanya tinja berbau busuk, bercampur darah dan lendir. Untuk
pemeriksaan mikroskopik, perlu tinja yang masih baru (segar). Kadang-kadang
diperlukan pemeriksaan berulang-ulang, minimal 3 kali seminggu, dan sebaiknya
dilakukan sebelum pasien mendapat pengobatan. Apabila direncanakan akan dibuat
foto kolon dengan barium enema, pemeriksaan tinja harus dikerjakan sebelumnya
atau minimal 3 hari sesudahnya.
2. Pemeriksaan prostoskopi, sigmoidoskopi, dan kolonoskopi
Pemeriksaan ini berguna untuk membantu diagnosis penderita dengan gejala
disentri, terutama apabila pada pemeriksaan tinja tidak ditemukan ameba.
Pemeriksaan ini tidak berguna untuk carrier. Tampak ulkus yang khas dengan tepi
menonjol, tertutup eksudat kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak
normal. Pemeriksaan mikroskopis bahan eksudat atau bahan biopsy jaringan usus
akan ditemukan trofozoit.
3. Foto rontgen kolon
Foto rontgen kolon tidak banyak membantu, karena sering ulkus tidak tampak,
Kadang-kadang pada amebiasis kronik, foto rontgen kolon dengan barium enema
tampak ulkus disertai spasme otot. Pada ameboma nampak filling defect yang mirip
karsinoma.
4. Pembiakkan pada media khusus
Ameba harya dapat dibiakkan pada media khusus,misalnya media Boeck Dr.
Bohlav. Tetapi tidak semua strain dapat dibiakkan. Oleh karena itu pemeriksaan ini
tidak dikerjakan rutin.
5. Pemeriksaan uji serologi
Pemeriksaan serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis abses hati
amebik dan epidemiologis. Uji serologi positif apabila ameba menembus jaringan
(invasif). Oleh karena itu uji ini akan positif pada pasien abses hati dan disentri
ameba, dan negatif pada earner. Hasil uji serologi positif belum tentu menderita
amebiasis aktif, tetapi bila negatif pasti bukan amebiasis. Indirect fluores-cent
antibody (IFA) dan enzyme linked immunosorbant ossay (ELISA) merupakan uji
yang paling sensitif. Juga up indirect fluorescent anti-body (IFA) dan agar gel
diffusion precipitin. Sedang uji serologi yang cepat hasilnya adalah latex aglutination
test dan cellulose acetate diffusion.
KOMPLIKASI
Beberapa penyulit dapat terjadi pada disentri ameba, baik berat maupun ringan. Sering
sumber penyakit di usus sudah tidak menunjukkan gejala lagi atau hanya menunjukkan gejala
ringan, sehingga yang menonjol adalah gejala penyulitnya (komplikasi). Keadaan ini sering
terjadi pada penyulit ekstra intestinal, yang disebut amebiasis ekstra intestinal. Berdasarkan
lokasinya, penyulit tersebut dapat dibagi menjadi:
1. Komplikasi Intestinal
a. Perdarahan usus
Terjadi apabila ameba mengadakan invasi ke dinding usus besar dan merusak
pembuluh darah. Bila perdarahan hebat dapat berakibat fatal.
b. Perforasi usus
Terjadi apabila abses menembus lapisan muskular dinding usus besar. Sering
mengakibatkan peritonitis yang mortalitasnya tinggi. Peritonitis juga dapat terjadi
akibat pecahnya abses hati ameba.
c. Ameboma
Terjadi akibat infeksi kronik yang mengakibatkan reaksi terbentuknya massa
jaringan granulasi. Biasa terjadi di daerah sekum dan rektosigmoid, sukar
dibedakan dengan karsinoma usus besar. Sering mengakibatkan ileus obstruktif
atau penyempitan usus.
d. Intususepsi
Sering terjadi di daerah sekum (caeca-colic) yang memerlukan tindakan operasi
segera.
e. Penyempitan usus (striktura)
Dapat terjadi pada disentri kronik, akibat terbentuknya jaringan ikat atau akibat
ameboma.

2. Komplikasi Ekstra Intestinal


a. Amebiasis hati
Abses hati ameba merupakan penyulit ekstra intestinal yang paling sering
terjadi. Infeksi di hati terjadi akibat embolisasi ameba dan dinding usus besar
lewat vena porta, jarang lewat pembuluh getah bening. Mula-mula terjadi
"hepatitis ameba" yang merupakan stadium dini abses hati, kemudian timbul
nekrosis fokal kecil-kecil (mikro abses), yang akan bergabung menjadi satu,
membentuk abses tunggal yang besar. Dapat pula terjadi abses majemuk, Sesuai
dengan arah aliran vena porta, maka abses hati ameba terutama banyak terdapat di
lobus kanan. Abses berisi "nanah" kental yang steril tidak berbau, berwarna
kecoklatan (cho- colate paste), terdiri atas jaringan sel hati yang rusak bercampur
darah. Kadang- kadang berwarna kuning kehijauan, karena bercampur dengan
cairan empedu.
b. Amebiasis pleuropulmonal.
Dapat terjadi akibat ekspansi langsung abses hati dengan perkiraan 10-20%.
Dapat timbul cairan pleura, atelektasis, pneumonia, atau abses paru. Abses paru
dapat pula terjadi akibat embolisasi ameba langsung dari dinding usus besar.
Dapat terjadi hiliran (fistel) hepatobronkial.
c. Abses otak, limpa, dan organ lain.
Abses otak, limpa, dan organ lain dapat terjadi akibat embolisasi ameba
langsung dan dinding usus besar maupun dari abses hati walaupun sangat jarang
terjadi.
d. Amebiasis kulit.
Terjadi akibat invasi ameba langsung dari dinding usus besar, dengan
membentuk hiliran (fistel), Sering terjadi di daerah perianal atau di dinding perut.
Dapat pula terjadi di daerah vulvovaginal akibat invasi ameba yang berasal dari
anus.
PENGOBATAN
Ameba dapat ditemukan di dalam lumen usus, di dalam dinding usus maupun di luar
usus. Hampir semua obat amebisid tidak dapat bekerja efektif di semua tempat tersebut,
terutama bila diberikan obat tunggal. Oleh karena itu sering digunakan kombinasi obat untuk
meningkatkan hasil pengobatan.
1. Amebiasis Asimtomatik (Carrier Atau Cyst Passer).
Carrier atau cyst passer, walaupun tanpa keluhan dan gejala klinis, sebaiknya
diobati. Hal ini disebabkan karena ameba yang hidup sebagai komensal di dalam lumen
usus besar, sewaktu -waktu dapat berubah menjadi patogen. Di samping itu carrier juga
merupakan sumber infeksi utama. Obat yang diberikan adalah amebisid luminal,
misalnya:
- Diloksanitfuroat (diloxanite furoate)
Dosis : 3 x 500 mg sehari, selama 10 hari. Saat ini obat ini merupakan
amebisid luminal pilihan, karena efektivitasnya cukup tinggi (80-85%), sedangkan
efek sampingnya sangat minimal hanya berupa mual dan kembung.
- Diyodohidroksikin (Diiodohydroxyquin)
Dosis : 3 x 600 mg sehari, selama 10 hari.
- Yodoklorohid roksikin (lodochlorohydroxyquin) atau kliokinol (clioquinol)
Dosis : 3 x 250 mg sehari, selama 10 hari. Kedua obat tersebut termasuk
halogenated hydroxy- quinolin yang cukup efektif sebagai amebisid luminal.
Efektivitasnya 60-70%. Efek samping yang terjadi biasanya ringan, berupa mual,
muntah, tetapi dapat juga berat, berupa subacute myelooptic neuropathy (SMON).
Efek samping ini hanya terjadi apabila dosis dan jangka waktu pemberian obat
melebihi aturan pakai yang telah ditentukan.
- Karbarson (Carbarsone)
Dosis 3 x 500 mg sehari, selama 7 hari.
- Bisthmuth glycoarsanilate
Dosis 3 x 500 mg sehari, selama 7 hari.
Kedua obat tersebut merupakan obat golongan arsen, yang saat ini sudah jarang
dipakal lagi. Sering timbul efek samping diare.
- Klefamid (Clefamide)
Dosis 3 x 500 mg sehari, selama 10-13 hari.
- Paromomycin
Dosis 3 x 500 mg sehari, selama 5 hari.
Oleh karena ada kemungkinan invasi amuba ke mukosa usus besar, maka
walaupun tidak mengakibatkan gangguan peristaltik usus, dianjurkan untuk menambah
amebisid jaringan sebagai profilaksis. Obat amebisid jaringan yang dapat dipakai adalah :
- Klorokuin difosfat (chloroquine diphosphate)
Dosis 2 x 500 mg sehari, selama 1-2 hari, kemudian dilanjutkan dengan 2 x
250 mg sehari, selama 7-12 hari. Obat anti malaria ini mudah diserap dan saluran
pencernaan, tetapi lambat ekskresinya. Konsentrasi obat di dalam jaringan, terutama
jaringan hati sangat tinggi sehingga dipakai untuk profilaksis timbulnya abses hati
ameba. Efek samping obat berupa mual, pusing dan nyeri kepala. Pemberian jangka
lama dapat mengakibatkan retindpati. Tidak dianjurkan untuk diberikan kepada
wanita hamil, karena dapat mengakibatkan anak lahir tuli.
- Metronidazol
Dosis 35-50 mg/kg berat badan atau 3 x 500 mg sehari, selama 5 hari.
- Tinidazol
Dosis 50 mg/kg berat badan atau 2 g sehari, selama 2-3 hari.
- Ornidazol
Dosis 50-60 mg/kg berat badan atau 2 gm sehari, selama 3 hari. Ketiga obat
tersebut termasuk golongan nitroimidazol yang dapat bekerja baik di dalam lumen
usus, di dalam dinding usus maupun di luar usus (ekstraintestinal).
Efek samping yang sering terjadi adalah mual, muntah, pusing dan nyeri
kepala. Tidak dianjurkan untuk diberikan kepada pasien yang mengidap penyakit
darah (blood discrasia), juga kepada ibu hamil karena terbukti pada binatang
percobaan obat ini mempunyai sifat karsinogenik dan ceratogenik serta dapat
mengakibatkan mutasi bakteri.
Disentri Ameba Ringan-Sedang
Pada pasien ditemukan ulkus di mukosa usus besar yang dapat mencapai lapisan
submukosa, dan dapat mengakibatkan gangguan peristaltik usus. Pasien akan mengalami
diare atau disentri, tetapi tidak berat, sehingga tidak memerlukan infus cairan elektrolit atau
transfusi darah. Oleh karena didapatkan trofozoit di dalam lumen dan di dalam dinding usus
besar, maka sebagai obat pilihan adalah metronidazol dengan dosis 3 x 750 mg sehari selama
5-10 hari. Dapat pula dipakai tinidazol atau ornidazol dengan dosis seperti tersebut di atas.
Kolitis Akut
Oleh karena pada pasien yang sudah sembuh dengan pengobatan metronidazol dapat
timbul abses hati ameba dalam jangka waktu 3-4 bulan kemudian, maka dianjurkan untuk
menambah dengan obat amebisid luminal. Obat ini akan memberantas sumber trofozoit di
dalam lumen usus. Dapat dipakai diyodohidroksikin, kliokinol, atau diloksanid furoat dengan
dosis seperti tersebut di atas. Dapat pula diberi tetrasiklin, dengan dosis 4 x 500 mg sehari,
selama 5 hari.
Disentri Ameba Berat
Pasien ini tidak hanya memerlukan obat amesisid saja, tetapi juga memerlukan infus
cairan elektrolit atau transfusi darah, Selain pengobatan seperti pada disentri ameba ringan
dan sedang perlu ditambah emetin atau dehidroemetin. Obat ini diberikan secara suntikan
intramuskular atau subkutan yang dalam. Tidak diperbolehkan memberikan secara intravena.
Dosis emetin 1 mg/kg berat badan sehari (maksimum 60 mg sehari) selama 3-5 hari; dehidro-
emetin 11,5 mg/kg berat badan sehari (maksimum 90 mg sehari) selama 3-5 hari, Penderita
sebaiknya dirawat di rumah sakit dan tirah baring selama pengobatan. Hal ini disebabkan
karena bahaya efek samping emetin terhadap jantung. Pemberian dosis tinggi dapat
mengakibatkan nekrosis otot jantung dan penderita meninggal mendadak. Oleh karena itu
penderita perlu diobservasi dengan teliti, terutama tekanan darah, denyut nadi, dan
elektrokardiografi.
Amebiasis Ekstra Intestinal dan Ameboma
Penderita abses hati ameba dapat diberi metronidazol atau obat lain golongan
nitroimidazol dengan dosis seperti tersebut di atas. Dapat pula diberi klorokindifosfat dengan
dosis 1 g sehari, selama 1-2 hari; dilanjutkan dengan 600 mg sehari, selama 4 minggu.
Masing-masing obat tersebut perlu ditambah dehid roemetin atau emetin dengan dosis seperti
tersebut di atas selama 10 hari, Kadang-kadang apabila abses hati sangat besar (lebih dari 5
cm), akan sukar sembuh, sehingga perlu dipertimbangkan tindakan pungsi abses untuk
mempercepat penyembuhan. Padaamebiasis ekstraintestinal lainnya dan ameboma obat-obat
tersebut di atas dapat diberikan, kecuali klorokin.
PROGNOSIS
Prognosis ditentukan oleh berat-ringannya penyakit, diagnosis dan pengobatan dini
yang tepat, serta kepekaan ameba terhadap obat yang diberikan, Pada umumnya prognosis
amebiasis adalah baik terutama yang tanpa komplikasi.

TRICHURIASIS
DEFINISI DAN ETIOLOGI
Adalah salah satu penyakit akibat cacing yang terdapat di Indonesia. Penyakit ini
disebabkan oleh cacing Trichuris trichiura atau biasa disebut dengan cacing cambuk. Cacing
ini dinamakan cacing cambuk karena secara menyeluruh cacing ini berbentuk seperti
cambuk. Hospes cacing T. trichiura ini adalah manusia. Cacing dewasa hidup di dalam usus
besar manusia, terutama di daerah sekum dan kolon. Cacing ini bersifat kosmopolit, terutama
di daerah panas dan lembab.

EPIDEMIOLOGI
Frekuensi trichuriasis di Indonesia cukup tinggi. Di daerah pedesaan berkisar antara
30-90%. Penyebaran banyak ditemukan di daerah hujan lebat, subtropik dan tanah yang
terkontaminan tinggi dimana butuh suhu optimum 30 derajat untuk menjadi bentuk infektif
bagi manusia. Bila dibandingkan orang dewasa maka anak-anak lebih sering terkena infeksi
trichuriasis. Infeksi terberat adalah pada anak kecil yang saat itu sering bermain di tanah.
GEJALA KLINIS
Pada infeksi ringan cacing Trichuris trichiura tidak menyebabkan gejala klinis yang
khas. Pada infeksi berat dan menahun dapat menyebabkan disentri, prolapsus rekti,
apendisitis, anemia berat, mual dan muntah. Infeksi pada umumnya ringan sampai sedang
dengan sedikit/tanpa gejala. Perkembangan larva
PATOMEKANISME
Telur infektif tertelan kemudian menetas di dalam usus. Cacing Trichuris pada
manusia ter- utama hidup di sekum, akan tetapi dapat juga ditemukan di kolon asendens.
Pada infeksi beraf terutama pada anak, cacing tersebar di seluruh kolon dan rektum. Kadang-
kadang terlihat di mukosa rectum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita
pada waktu defekasi.
Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang
menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Di tempat per-lekatannya dapat terjadi
perdarahan. Disamping itu cacing ini juga mengisap darah hospesnya, sehingga dapat
menyebabkan anemia.
Penderita terutama anak-anak dengan infeksi Trichuris yang berat dan menahun,
menunjukkan gejala diare yang sering diselingi sindrom disentri, anemia, berat badan turun
dan kadang-kadang disertai prolapsus rektum.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk pemeriksaan darah penderita yang mengalami infeksi cacing yang berat,
haemoglobin darah dapat berada <3g%. Selain itu, darah menunjukan gambaran eosinophilia
dengan eosinophil lebih dari 3%.
Cara menegakkan diagnosa penyakit ini adalah dengan pemeriksaan tinja. Pertama
dilakukan pemeriksaan tinja secara makroskopis, meliputi:
1. Konsistensi
2. Adanya bahan selain tinja seperti lender, darah dan cacing dewasa.
Kemudian baru dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk melihat dan mengetahui
jumlah telur untuk mengetahui seberapa parah infeksi. Untuk infeksi ringan ditemukan 1-999
EPG, untuk infeksi sedang adalah 1000-9999 EPG, sedangkan untuk infeksi berat adalah
>10.000 EPG.

TATALAKSANA
Karena cacing dewasa membenamkan kepalanya di dalam dinding usus, maka
pengobatan terhadap infeksi cacing ini sukar dilakukan dengan cepat. Untuk memberantas
cacing Trichuris trichiura sebaiknya diberikan kombinasi dua obat cacing secara bersama-
sama, yaitu kombinasi Pirantel pamoate dan Oksantel pamoat.
Pirantelpamoat diberikan dengan dosis 10 mg/kgberatbadan) dan oksantel pamoat
dengan dosis 10-20 mg/kg berat badan/hari. Kombinasi obat ini diberikan bersama dalam
bentuk dosis tunggal.
Jika hanya diberikan satu jenis obat saja, maka dianjurkan diberikan Mebendazol
dengan dosis 2x100 mg /hari selama 3 hari berturut-turut atau Levamisol yang diberikan
dengan dosis tunggar2.5 mglkgberat badan/hari.
Penderita yang mengalami anemia diobati dengan preparat besi disertai dengan
perbaikan gizi penderita.
KOMPLIKASI
Sindrom disentri trichuris dapat ditemukan pada anak-anak (tidak ada kasus pada
orang dewasa yang tercatat) dan terlihat ketika beban cacingan sangat tinggi. Ini sering
menyebabkan diare, tenesmus, anemia defisiensi besi, dan retardasi pertumbuhan. Retardasi
pertumbuhan biasanya terjadi akibat gizi buruk dan akibatnya menyebabkan keterlambatan
kognitif
PROGNOSIS
Cacing cambuk cenderung lebih resisten terhadap pengobatan daripada cacing
lainnya, dengan beberapa penelitian menyebutkan tingkat kesembuhan serendah 28% hingga
36%. Cacing cambuk masih dapat ditemukan setelah pengobatan namun diperkirakan jumlah
cacing yang rendah tidak menyebabkan beban penyakit yang signifikan. Cacing ini tidak
berakibat fatal, namun dapat menyebabkan anemia dan buang air besar di malam
hari. Banyak pasien mengalami kolitis dan malabsorpsi. Kekurangan vitamin yang larut
dalam lemak tidak jarang terjadi. Anak-anak mungkin mengalami retardasi pertumbuhan dan
prolaps rektal.

BALANTIDIASIS
DEFINISI
 Balantidiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh Balantidium coli. Infeksi ini juga
disebut dengan Cilliate dysenteri yang merupakan gangguan usus.
 Hospes parasite ini adalah babi, tikus dan beberapa spesies kera, dan kadang-kadang
ditemukan pada manusia.
 Parasit ini banyak ditemukan pada yang pelihara babi sekitar (60-90%).
 Penularan pada manusia terjadi dari tangan ke mulut atau melalui makanan yang
terkontaminasi, misalnya pada orang yang memelihara babi dan yang membersihkan
kendang babi.
 Parasit ini memiliki 2 stadium, yaitu stadium vegetative dan stadium kista.
ETIOLOGI
Disebabkan karena adanya bakteri Balantidium Coli.
EPIDEMIOLOGI
Balantidiasis ditemukan hamper diseluruh dunia yang beriklim tropis dan subtropis,
dengan ini dilaporkan paling banyak berkembang di Amerika Latin, Asia Tenggara, dan Papu
Nugini. Infeksi pada manusia jarang terjadi namun wabah yang bersifat “water borne” biasa
terjadi pada daerah yang sanitasi lingkungannya sangat buruk. Kontaminasi lingkungan
dengan tinja dapat mengakibatkan peningkatan jumlah kasus. Pada tahun 1971, balantidiasis
pernah menjangkit lebih dari 100 orang di Turki. Wabah besar pernah terjadi di Equador pada
tahun 1978.
PATOGENESIS

Jadi kista ini berada pada makanan/minuman yang sudah terkontaminasi oleh kista
infektif. Lalu kista yang infektif tertelan. Kista yang infektif ini masuk pada usus halus
menjadi tropozoit. Lalu dari usus halus masuk menuju usus besar, sehingga menjadi
pathogen. Dipathogen menghasilkan hyaluronidase dan enzim proteolitik. Ketika
menghasilkan hyaluronidase nantinya dia akan mencerna asam hyaluronic. Sehingga bisa
merusak epitel mukosa. Karena si epitel mukosanya ini dia rusak dia bisa mengakibatkan
invasi jaringan & perforasi. Untuk yang enzim proteolitik dia juga bisa mengakibatkan invasi
jaringan & perforasi. Dari keduaanya dapat mengakibatkan ulkul balatidium.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksan feses
Pemeriksaan parasitologis secara mikroskopis dengan menggunakan spesimen
tinja (feses) perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Dari pemeriksaan spesimen
feses Pasien balantidiasis dapat ditemukan stadium tropozoit dan stadium kista.
Trofozoit ini sangat besar, bervariasi dalam panjang dari 50-200μm dan lebar dari 40-
70μm. Permukaan ditutupi dengan silia.

2. Kolonoskopi. 
Pemeriksaan endoskopik usus besar dapat dilakukan untuk mengambil sampel
biopsi dari ulkus

GEJALA KLINIS
Pada umumnya balantidiasi tidak menampakan gejala klinis. infeksi pada manusia terjadi
karena makan kista infektif yang tertelan bersama air atau makanan yang telah tercemar tinja
babi atau penderita lainnya
1. Sakit perut
2. Mual
3. Muntah
4. Diare berlebih
5. Penurunan berat badan
6. Ulserasi  pada usus besar terjadi ulkus yang menimbulkan perdarahan dan
pembentukan lender di tinja penderita
7. Tenesmus  kram pada anus sebelum dan sesudah buang air bersar, seperti
ingin mengkosongkan isi usus
8. Anoreksia
KOMPLIKASI
1. Infeksi ektraintestinal
Infeksi ini jarang terjadi pada manusia tetapi sekali manusia terkena infeksi ini
berpotensi serius dan infeksi ini biasanya diakibatkan oleh virus. Orang tubuh
khusunya usus yang telah terinfeksi Balantidiasi coli akan terjadi perforasi sehingga
virus dapat masuk dan bersarang pada ulkus yang terbentuk maka terjadilah
peritonitis atau radang pada layer usus dan terjadi abses hati karena kkerusakan yang
disebabkan oleh balantidiasis coli.
2. Invasi saluran urogenital

dapat disebabkan oleh kontaminasi dari daerah anus contohnya:


1. Tangan yang kotor sehabis bilas BAB menginvansi area kelamin
2. hubungann sex yang tidak sehat
TATALAKSANA
1. Pemberian antibiotic
a. Iodoquinol  3 x 650mg/hr selama 20 hari
b. Tetracycline  4 x 500 mg/hr selama 10 hari
c. Metronidazole  3 x 750 mg/hr selama 5 hari
d. Puromycin
e. Nitazoxanide

Biasanya dokter memberi dua obat tetracycline sebagai pembunuh protozoa dan
menghambat sintesis protein dalam sel _ obat sintetik metronidazole yang
memiliki anti protozoal dan antibakteri yang efektif untuk pasien diare
balantidiasiTablet tetracycline diberikan selama 10 hari, 4 kali sehari, 1 jam
sebelum atau 2 jam setelah makan, tidak disarankan untuk wanita hamil.
Cairan dan pengganti elektrolit direkomendasikan untuk pasien dengan diare
parah.
2. Operasi
Operasi diperlukan pada beberapa kasus langka, di mana balantidiasis
menyebabkan usus buntu. Pada pasien tersebut, usus buntu diangkat dengan prosedur
operasi yang disebut apendiktomi.
3. Edukasi
a. Promotif
i. Sosialisasi kepada masyarakat pentingnya menjaga kebersihan
ii. Memberi peringatan bahayanya penyakit menular
iii. Menegaskan protocol kesehata
b. Preventif
i. Membuat pencegahan
ii. Melakukan pemantauan

PROGNOSIS
Perawatan untuk penyakit balantidiasis bertujuan untuk mengurangi tingkat keparahan
gejala dan untuk mencegah komplikasi. Pasien dengan sistem imun yang lemah sering kali
memerlukan terapi yang berkepanjangan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi IV
2. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis
3. Buku Ajar parasitologi kedokteran. Edisi 4
4. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507843/
5. Prof. Dr. Soedarto, DTM&H, PhD. 2010. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran.
Sagung seto
6. schuter, F.L. and Ramirez- Avila, L., 2008. Curret World Status Of Balantidium
Coli. Clinical Microbiology, PP. 626-638..
7. Simadibrata M, Daldiyono. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed. VI Jilid II
hal. 1901-1902. Jakarta: Interna Publishing
8. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FK UI. 2013. Parasitologi Kedokteran.
Jakarta: Badan Penerbit FK UI.

Anda mungkin juga menyukai