Anda di halaman 1dari 17

GASTROENTERITIS

A.       KONSEP DASAR PENYAKIT


1.      Definisi
Gastroenteritis adalah imflamasi pada lapisan membran gastrointestinal disebabkan oleh
berbagai varian entero pathogen yang luas yaitu bacteria, virus dan parasit. Manifestasi klinis
utama yautu diare dan muntah yang menentukan jenis terapi.
Diare adalah dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari 3x per hari) serta
perubahan dalam isi (lebih dari 200gr/hari) dan konsistensi feses cair. (Smeltzer,2001:1093)
Diare adalah buang air besar (defekasi dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah
padat),kandungan air tinja lebih bnyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200ml/24
jam.Definisi lain memakai criteria frekuensi,yaitu buang air encer lebih dari 3 kali per hari.
Buang air besar tersebut dapat/tanpa disretai lender dan darah.(Sudoyo,2007:408)

2.      EPIDEMIOLOGI
Pada penelitian diare akut pada 123 pasien di RS Persahabatan dari 1 Novenber 1993 sampai
dengan 30 April 1994 Hendarwanto, Setiawan B dkk. Mendapatkan etiologi infeksi.World
Gastroenterology Organisation global guldelines 2005 membuat daftar epidemiologi penyebab
yang berhubungan dengan vehicle dan gejala klinik. (Sudoyo,2007:408)

3.      ETIOLOGI
1.      Enteral
      Bakteri : shigela sp, E.coli pathogen, Salmonella sp, Vibrio cholera, Yersinia entero colytica,
campylobacter jejuni, V.parahaemoliticus, V.NAG.,staphylococcus aureus, Streptococcus,
Klebsiella, Pseudomonas, aeromonas, Preteus dll.
o Bakteri noninvansif (enterotoksigenik)
Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat pada mukosa usus halus, namun tidak merusak
mukosa. Toksin menigkatkan kadar siklik AMP di dalam sel, menyebabkan sekresi aktif anion
klorida ke dalam lumen usus yang diikuti air, ion karbonat, kation, natrium dan kalium. Bakteri
ynag termasuk golongan ini adalah V. Cholera, Enterotoksigenik E. Coli (ETEC), C.
Perfringers, S. Aureus, dan Vibriononglutinabel.
o Bakteri enteroinvansif
Diare menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi dan bersifat sekretorik
eksudatif. Cairan diare dapat bercampur lendir dan darah. Bakteri yang termasuk dalam golongan
ini adalah Enteroinvansive E. Coli (EIEC), S. Paratyphi B. S. Typhimurium, S. Enteriditis, S.
Choleraesuis, Shigela, Yersinia dan C. Perfringens tipe C.

      Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwolk like virus, cytomegalovirus (CMV),
echovirus, virus HIV.
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 – 80%). Beberapa jenis virus penyebab
diare akut adalah Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9 : pada manusia. Serotype 3 dan 4 didapati pada
hewan dan manusia. Dan serotype 5,6, dan 7 didapati hanya pada hewan. Norwalk virus :
terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne atau water borne transmisi, dan dapat
juga terjadi penularan person to person. Astrovirus, didapati pada anak dan dewasaAdenovirus
(type 40, 41) Small bowel structured virus Cytomegalovirus
      Parasit : - Protozoa: Entamoeba hitolytica, Giardia lamblia, Cryptosporidium parvum,
Balantidium coli.
Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis masih belum jelas,
tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan metabolisme asam empedu. Transmisi melalui fecal-
oral route. Interaksi host-parasite dipengaruhi oleh umur,status nutrisi,endemisitas, dan status
imun. Didaerah dengan endemisitas yang tinggi, giardiasis dapat berupa asimtomatis, kronik,
diare persisten dengan atau tanpa malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas rendah, dapat
terjadi wabah dalam 5 – 8 hari setelah terpapar dengan manifestasi diare akut yang disertai mual,
nyeri epigastrik dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan faty stools,nyeri
perut dan gembung. Entamoeba histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini bervariasi,namun
penyebarannya di seluruh dunia. Insiden nya mningkat dengan bertambahnya umur,dan teranak
pada laki-laki dewasa. Kira-kira 90% infksi asimtomatik yang disebabkan oleh E.histolytica non
patogenik (E.dispar). Amebiasis yang simtomatik dapat berupa diare yang ringan dan persisten
sampai disentri yang fulminant. Cryptosporidium. Dinegara yang berkembang, cryptosporidiosis
5 – 15% dari kasus diare pada anak. Infeksi biasanya siomtomatik pada bayi dan asimtomatik
pada anak yang lebih besar dan dewasa. Gejala klinis berupa diare akut dengan tipe watery
diarrhea, ringan dan biasanya self-limited. Pada penderita dengan gangguan sistim kekebalan
tubuh seperti pada penderita AIDS, cryptosporidiosis merupakan reemerging disease dengan
diare yang lebih berat dan resisten terhadap beberapa jenis antibiotik. Microsporidium spp,
Isospora belli, Cyclospora cayatanensis
      Worm: A. lumbricoides, Cacing tambang, Trichuris trichiura, S. stercoralis, cestodiasis dll.
Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing dewasa dan larva,
menimbulkan diare. Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai
organ termasuk intestinal dengan berbagai manifestasi, termasuk diare dan perdarahan usus.
Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus, terutama jejunu, menyebabkan
inflamasi dan atrofi vili dengan gejala klinis watery diarrhea dan nyeri abdomen.

      Fungus: Kandida/ moniliasis.

Gambar 1:
Penyebab diare

2.      Parenteral: otitis media akut (OMA),pneumonia. Traveler’s diarrhea: E. coli, Giardia lamblia,
singella, Entamoeba histolytica dll
      Intoksikasi makanan: makanan beracunan atau mengandung logam berat, amakanan yang
mengandung bakteri/toksin :clostridium perfringens, B. cereus, S. aureus, Streptocuccus
anhaemo lyticus dll.
      Alergi: susu sapi, makanan tertentu.
Penggunaan obat dan makanan seperti obat pencahar, antibiotik dan atau mengkonsumsi
makanan yang mengandung sorbitol dan fruktosa
(Wong, 2008 : 1002).
      Malabsorpsi/maldigensi: karbohidrat: monosakarida (Glukosa, laktosa, galaktosa), disakarida
(sakarosa, laktosa), lemak: rantai panjang trigliserida protein: asam amino tertentu, celiacspure
gluten malabsorption, protein intolerance,cows milk, vitamin dan mineral. (Sudoyo,2007:408)

4.      GEJALA KLINIS


Gejala klinis dari diare, yaitu :
a.       Haus
b.      Lidah kering
c.       Turgor kulit menurun
d.      Suara serak
e.       Nadi meningkat
f.        Keringat dingin
g.       Muka pucat
h.       Mual, muntah
i.         Demam
j.        Nyeri perut/kejang perut
k.      Mata cowong

        Pasien dengan diare akut akibat infeksi sering mengalami mual, muntah, nyeri perut sampai
kejang perut demam dan diare. Terjadinya renjatan hipovolemic harus di hindari. kekurangan
cairan menyebabkan pasien akan merasa haus, lidah kering, tulang pipi menonjol, tugor kulit
menurun, mata cowong, gangguan biokimiawi seperti asidosis metabolic akan menyebabkan
frekuensi pernafasan lebih cepat dan dalam ( pernafasan kusmaul). Bila terjadi renjatan
hipovolemik berat maka denyut nadi cepat (lebih dari 120 kali/menit), tekanan darah menurun
sampai tak terukur,pasien gelisah, muka pucat ujung-ujung extremitas dingin dan kadang
sianosis. Kekurangan kalium dapat menimbulkan aritmia jantung. Perfusi ginjal dapat menurun
sehinga timbul anuria, sehingga bila kekurangan cairan tidak segera di atasi dapat penyulit
berupa mikrisis tubular akut. Secara klinis diare karena infeksi akut dibagi menjadi dua
golongan. Pertama koleriform, dengan diare yang terutama atas cairan saja. Kedua, disentriform,
pada diare didapatkan lendir kenal dan kadang-kadang darah. (Mansjoer,2001:502)
        Menurut Wong (2008 :1002) pengkajian fisik meliputi semua parameter. Untuk pengkajian
dehidrasi seperti berkurangnya haluaran urine menurunnya berat badan, membran mukosa
kering, turgor kulit menurun, ubun-ubun yang cekung, kulit yang pucat. Pada dehidrasi yang
lebih berat, gejala meningkatnya frekuensi nadi dan respirasi, menurunnya tekanan darah, dan
waktu pengisian ulang kapiler yang memanjang (> 2 detik) yang dapat menunjukan syok yang
mengancam.

5.      PATOFISIOLOGI
Diare akibat infeksi terutama ditularkan secara fekal oral. Hal ini disebabkan masuknya
minuman atau makanan yang terkontaminasi tinja ditambah dengan ekskresi yang buruk,
makanan yang tidak matang, bahkan yang disajikan tanpa dimasak. Penularannya adalah
transmisis orang ke orang melalui aerosolisasi (Norwalk, Rotavirus), tangan yang terkontaminasi
(Clostridium difficile), atau melalui aktifitas seksual. Faktor penentu terjadinyan diare akut
adalah faktor penyebab (agen) dan faktor pejamu (host). Faktor pejamu adalah kemampuan
pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme, yaitu faktor daya tahan tubuh atau lingkungan
lumen saluran cerna, seperti keasaman lambung, motilitas lambung, imunitas, juga mencakup
lingkungan mikroflora usus. Faktor penyeban yang mempengaruhi patogenesis antara lain daya
penetrasi yang merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi
sekresi cairan di usus, serta daya lekat kuman. Kuman tersebut membentuk koloni-koloni yang
dapat menginduksi diare.
1.      Bakteri noninvansif (enterotoksigenik)
Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat pada mukosa usus halus, namun tidak merusak
mukosa. Toksin menigkatkan kadar siklik AMP di dalam sel, menyebabkan sekresi aktif anion
klorida ke dalam lumen usus yang diikuti air, ion karbonat, kation, natrium dan kalium. Bakteri
ynag termasuk golongan ini adalah V. Cholera, Enterotoksigenik E. Coli (ETEC), C.
Perfringers, S. Aureus, dan Vibriononglutinabel.
2.      Bakteri enteroinvansifi
Diare menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi dan bersifat sekretorik
eksudatif. Cairan diare dapat bercampur lendir dan darah. Bakteri yang termasuk dalam golongan
ini adalah Enteroinvansive E. Coli (EIEC), S. Paratyphi B. S. Typhimurium, S. Enteriditis, S.
Choleraesuis, Shigela, Yersinia dan C. Perfringens tipe C.
6.      KLASIFIKASI
Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan:
a.       Lama waktu diare:
      Akut : Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari.sedangkan menurut World
Gastroenterologi Organisation global guidelines 2005, diare akut didefinisikan sebagai pasase
tinja yang cair/ lemak dengan lebih banyak dari normal,berlangsung kurang dari 14 hari.
(Sudoyo,2007:408)
      Kronik : Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Sebenarnya para pakar
di dunia telah mengajukan beberapa kreteria mengenai batasankronik pada khasus diare
tersebut,ada yang 15 hari, 3 minggu 1 bulan dan 3 bulan,tetapi di Indonesia dipilih waktu lebih15
hari agar dokter tidak lengah, dapat lebih cepat menginvestigasi penyebab diare dengan lebih
tepat. (Sudoyo,2007:408)

b.      Mekanisme patofisilogik:


      Osmotik : diindikasikan dengan adanya faktor malabsorpsi akibat adanya gangguan absorpsi
karbohidrat, lemak, atau protein, dan tersering adalah malabsopsi lemak. (Mansjoer,2001:502)
      Sekretorik : terdapat gangguan transport akibat adanya perbedaan osmotik intralumen dengan
mukosa yang besar sehingga terjadi penarikan cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus dalam
jumlah besar. (Mansjoer,2001:502)

Gambar 2:
Gangguan penyerapan pada usus
c.       Berat ringan diare: kecil atau besar,
d.      Penyebab infeksi atau tidak:
      Infektif dan non Infektif : Diare infektif adalah bila penyebabnya infeksi. Sedangkan diare non
infektif bila tidak ditemukan infeksi sebagai penyabab pada khasus tersebut. (Sudoyo,2007:408)
e.       Penyebab organic atau fungsional : Diare organic adalah bila di temukan penyabab anatomic,
bakteriologik, hormonal atau toksikologik. Diare fungsional bila tidak dapat di temukan
penyabab organik. (Sudoyo,2007:408)

7.      PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN PENUNJANG


Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi :
a.       muka pucat
b.      lidah kering
c.       nafas cepat
d.      mata cowong
e.       sianosis pada ujung extremitas
2. Palpasi :
a.       turgor kulit menurun
b.      denyut nadi meningkat
c.       keringat dingin
d.      demam
3. Auskultasi :
a.       suara bising usus meningkat
b.      tekanan darah menurun
c.       suara serak
d.      gerakan peristaltik meningkat
4. Perkusi :
a.     suara perut timpani

8. Pemeriksaan diagnostik
1.      pemeriksaan darah tepi lengkap
2.      pemeriksaan, ureum, kreatinin, dan berat jenis plasma
3.      pemeriksaan urine lengkap
4.      pemeriksaan tinja lengkap dan biakan tinja dari colok dubur
5.      pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi sistemik
6.      pemeriksaan sediaan darah malaria serta serologi Helicobacter Jejuni sangat dianjurkan
7.      duodenal intubation untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif tentang
pada diare kronik.
8.      Pemeriksaan darah 5 darah perifer lengkap, analisis gas darah (GDA) & elektrolit (Na, K, Ca,
dan P serum yang diare disertai kejang)
Derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan :
a. Kehilangan BB
1.      Tidak ada dehidrasi : menurun BB < 2 %
2.      Dehidrasi ringan : menurun BB 2 - 5%
3.      Dehidrasi sedang : menurun BB 5 - 10%
4.      Dehidrasi berat : menurun BB 10%
b. Menentukan kekenyalan kulit, kulit perut dijepit antara ibu jari dan telunjuk (selama 30-60 detik)
kemudian dilepaskan, jika kulit kembali dalam :
1.      1 detik ; turgor agak kurang (dehidrasi ringan)
2.      1-2 detik : turgor kurang (dehidrasi sedang)
3.      2 detik: turgor sangat kurang (dehidrasi berat)

Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau toksisitas berat atau diare berlangsung lebiih dari
beberapa hari, di perlukan beberapa pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan tersebut a.l
pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit), kadar
eliktrolit serum,ureum dan kretinin, pemeriksaan tinja dan pemeriksaan enzyme- linked
immunorsorbent assay (ELISA) menditeksi giardiasis dan tes serologic amebiasis, dan foto x-ray
abdomen. Pasien dengan diare karena virus,biasanya memiliki jumlah dan hitung jenis leukost
yang normal atau limfositosis. pasien dengan infeksi bakteri terutama pada infeksi bakteri yang
infasif ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan darah putih muda. Neurotropenia
dapat timbul pada salmonellosis. Ureum dan kreatinin di periksa untuk memeriksa adanya
kekurangan volume cairan dan mineral tubuh pemeriksaaan tinja dilakukan untuk mellihat
adanya leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya infeksi bakteri,adanya telur cacing dan
parasit dewasa.. (Sudoyo,2007:408)

8.      KOMPLIKASI
        Disritmia jantung akibat deplesi elektrolit yang berlebih. (Smetlzer, 2001 : 1094).
        Syok akibat terjadinya dehidrasi yang berlanjut hingga gangguan serius pada status serkulasi.
(Wong, 2008 : 999).
9.      PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan Kegawat Daruratan
Menurut John (2004:234)
a.    Penggantian cairan intra vena ( IV bolus 500ml normal salin untuk dewasa, 10- 20ml
b.   Pemberian suplemen nutrisi harus diberikan segera pada pasien mual muntah.
c.    Antibiotik yang diberikan pada pasien dewasa adalah cifrofloksasin 500mg.
d.   Pemberian metronidazole 250-750mg selama 5-14 kali.
e.    Pemberian obat anti diare yang dikomendasikan antibiotic
f.     Obat antiemetic yang digunakan pada pasien yang muntah dengan dehidrasi
Terapi/tindakan penanganan
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi
Hal-hal yang harus diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu:
a. Jenis cairan yang hendak digunakan
Cairan ringer laktat merupakan cairan pilihan dengan jumlah kalium yang rendah bila
dibandingkan dengan kalium tinja. Bila tidak ada RL dapat diberikan NaCl isotonik (0,9%) yang
sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul nabik 7,5% 50 ml pada setiap 1 It NaCl isotonik. Pada
keadaan diare akut awal yang ringan dapat diberikan cairan oralit yang dapat mencegah dehidrasi
dengan segala akibatnya.
Upaya Rehidrasi Oral (URO)
URO berdasarkan prinsip bahwa absorpsi natrium usus (dan juga elektrolit lain dan air)
dilakukan oleh absorpsi aktif molekul makanan tertentu seperti glukosa (yang dihasilkan dari
pemecahan sukrosa ) atau L asam amino (yang dihasilkan daripemecahan protein dan peptida).
Bila diberikan cairan isotonik yang seimbang antara glukosa dan garamnya, absorpsi ikatan
glukosa-natrium akan terjadi dan ini akan diikuti dengan absorpsi air dan elektrolit yang lain.
Proses ini akan mengoreksikehilangan air dan elektrolit pada diare. Campuran garam dan
glukosa ini sinamakan Oral Rehydration Salt (ORS) atau di Indonesia dikenal sebagai cairan
rehidrasi oral (Oralit).
2.  memberikan cairan dan elektrolit
3.  pemberian obat antidiare untuk menormalkan sekresi sehingga dapat mengembalikan
keseimbangan cairan
4.  memberikan obat-obatan, sebagai berikut :
a.       Obat anti sekresi (asetosal, klorpromazin)
b.      Obat spasmolitik (papaverin, ekstrakbelladone)
c.       Antibiotik (diberikan bila penyebab infeksi telah diidentifikasi)

B.       KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1.      Pengkajian
Data Primer
   Data Subjektif
Keluhan utama : buang air besar lebih dari 3 hari
Riwayat penyakit saat ini : buang air besar lebih dari 3 hari disertai nyeri perut.
Riwayat penyakit sebelumnya : alergi akibat penggunaan obat dan makanan seperti obat
pencahar, antibiotik dan atau mengkonsumsi makanan yang mengandung sorbitol dan fruktosa.
   Data Objektif
   Airway :
   Jalan nafas paten
   Tidak ada obstruksi pada pernafasan
   Breathing / Pernafasan
      Nafas spontan
      Irama nafas cepat
      Pola nafas tidak teratur
      Jenis pernafasan; Kusmaul
      Adanya sesak nafas
      Adanya pernafasan cuping hidung
      RR > 24x/menit
   Circulation
      Nadi > 120x/menit
      Tekanan darah menurun
      Wajah tampak pucat
      Akral hangat
      Kadang Ada sianosis
      Suhu > 37,50C
      CRT > 2 detik
      Mukosa bibir kering
      Tidak terjadi perdarahan
      Turgor kulit lambat
      Riwayat kelebihan cairan akibat diare
   Disability
      Pasien tampak lemah
Data sekunder
   Eksposure
      Tidak adanya edema ekstremitas
      Tidak ada jejas pada kepala
   Five intervention
Pemeriksaan Laboratorium:
-          Pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit), kadar
elektrolit serum,ureum dan kretinin,
-          Pemeriksaan tinja dan pemeriksaan enzyme- linked immunorsorbent assay (ELISA) menditeksi
giardiasis dan tes serologic amebiasis, dan foto x-ray abdomen.
   Give comfort
      Pasien tampak nyeri
      Nyeri di sekitar perut
   Head to toe
      Kepala dan wajah : mata cowong
      Leher : pada pemeriksaan leher tidak ada data yang abnormal
      Dada : tidak ada data yang bermasalah pada pemeriksaan dada.
      Abdomen dan pinggang :
Inspeksi : distensi abdomen
Auskultasi : Bising usus meningkat
Gerakan peristaltic meningkat
Perkusi : suara perut timpani
Palpasi : tidak di temukan adanya pembesaran hati.
   Pelvis dan perineum : tidak ada masalah pada pemeriksaan pelvis dan perenium.
      Ekstremitas : tidak ada masalah pada pemeriksaan ekstremitas.
   Inspect the posterior surface
Tidak ada masalah pada pemeriksaan bagian belakang.

2.      Diagnosa
Dx1: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan banyak melalui rute normal (diare
berat, muntah).
Dx2 : Nyeri akut berhubungan dengan hiperperistaltik, diare lama.
Dx3 : Hipertemia berhubungan dengan dehidrasi.
Dx4 : Diare berhubungan dengan inflamasi, iritasi, atau malabsorpsi usus.
Dx5: Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan gangguan absorpi nutrien.
Dx6: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan abnormalitas metabolik atau ketidak seimbangan
asam basa.
Dx7 : Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi antara dermal-epidermal
sekunder akibat : diare
Dx8 : PK Disritmia jantung.

3.      Intervensi
Dx 1 : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan banyak melalui rute normal (diare
berat, muntah).
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x30 menit diharapkan pasien mampu
mempertahankan volume cairan adekuat dengan kriteria hasil :
        Tanda-tanda vital stabil (TD : 100-120/70-90mmHg, N : 60-100x/menit, S : 36,5-37,50C, RR :
12-24x/menit).
        Membran mukosa lembab.
        Turgor kulit membaik.
        Keseimbangan masukan dan haluaran dengan urin normal dalam konsentrasi/jumlah (0,5-1cc/kg
BB/jam).
        CRT < 2 detik.
        Mata tidak cowong.
Intervensi :
1.      Kaji tanda vital (TD, nadi, suhu).
R/ : hipotensi (termasuk postural), takikardial, demam dapat menunjukan respon terhadap dan/
atau efek kehilangan cairan.
2.      Awasi masukan haluaran, karakter, dan jumlah feses ; perkirakan kehilangan yang tak terlihat
misalnya berkeringat. Ukur berat jenis urine ; observasi oliguria.
R/ : memberikan informasi tentang keseimbangan cairan. Fungsi ginjal dan control penyakit usus
juga merupakan pedoman untuk penggantian cairan.
3.      Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan turgor kulit, pengisian
kapiler lambat.
R/ : menunjukan kehilangan cairan berlebih atau dehidrasi.
Kolaborasi :
1.      Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
R/ : mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggantian cairan untuk memperbaiki
kehilangan. Catatan : cairan mengandung natrium dapat dibatasi pada adanya enteritis regional.
2.      Berikan obat sesuai indikasi anti diare.
R/ : menurunkan kehilangan cairan dari usus.
3.      Berikan obat antiemetic misalnya trimetobenzamida (tigan) ; hidroksin (pistaril) ; proklorperasin
(kompazine).
R/ : digunakan untuk mengontrol mual/muntah pada heksaserbasi akut.
4.      Berikan cairan Elektrolit misalnya tambahan kalium (LCI-IP : K-lyte, slow-K).
R/ : elektrolit hilang dalam jumlah besar, khususnya pada usus yang gundul, area ulkus, dan
diare dapat juga menimbulkan asedosis metabolit karena kehilangan bikarbonat (HCO3).
(vitamin K mephyton)

Dx 2 : Hipertemia berhubungan dengan dehidrasi.


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x30 menit diharapkan suhu tubuh pasien kembali
normal dengan kriteria hasil :
        Tanda-tanda vital stabil (TD : 100-120/70-90mmHg, N : 60-100x/menit, S : 36,5-37,50C, RR :
12-24x/menit).
        Membran mukosa lembab.
        Turgor kulit baik, kulit tidak kemerahan.
Intervensi :
1.      Control suhu pasien (derajat dan pola) ; perhatikan mengigil/diaporosis.
R/ : suhu 38,9-41,1 C menunjukan proses penyakit impesius akut. Pola demam dapat membantu
dalam dianogsis.
Kolaborasi :
1.      Berikan antipiretik misalnya ASAL (aspirin), asetaminofen (Tylenol).
R/ : digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi centralnya pada hipotalamus, meskipun
demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organism, dan meningkatkan
autodekstruksi dari sel-sel yang terinfeksi.

Dx 3 : Nyeri akut berhubungan dengan hiperperistaltik, diare lama.


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x30 menit diharapkan nyeri pasien
berkurang/terkontrol dengan kriteria hasil :
      Pasien melaporkan hilang atau terkontrol.
      Pasien tampak rileks/mampu istirahat dengan tepat.
      Pasien tidak gelisah.
Intervensi :
1.    Dorong pasien untuk melaporkan nyeri.
R/ : mencoba untuk mentoleransi nyeri, dari pada meminta analgesic.
2.    Kaji laporan keram abdomen atau nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-10). Selidiki
dan laporkan perubahan karakteristik nyeri.
R/ : nyeri kulit hilang timbul pada penyakit crohn. Nyeri sebelum defekasi sering terjadi pada
KU dengan tiba-tiba, dimana dapat berat dan terus menerus. Perubahan pada karakteristik nyeri
dapat menunjukan penyebaran penyakit/terjadinya komplikasi, misalya pistula kandung kemih,
perporasi, toksik megakolon.
3.    Catat petunjuk non verbal misalnya gelisah, menolak untuk bergerak, berhati-hati dengan
abdomen, menarik diri dan depresi. Selidiki perbedaan penunjuk verbal dan non verbal.
R/ : bahasa tubuh/petunjuk non verbal dapat secara psikologis dan visiologis dan dapat
digunakan pada hubungan petunjuk verbal untuk mengidentifikasi luas dari beratnya masalah.
4.    Kaji ulang factor-faktor yang meningkatkan atau menghilangkan nyeri.
R/ : dapat menunjukan dengan tepat pencetus factor-factor pemberat (seperti kejadian stress,
tidak toleran terhadap makanan) atau mengidentifikasi terjadinya komplikasi.
5.      Izinkan pasien untuk memulai posisi yang nyaman misalnya lutut fleksi.
R/ : menurunkan tegangan abdomen dan meningkatkan rasa control.
Kolaborasi :
1.      Berikan obat analgetik sesuai indikasi.
R/ : nyeri bervariasi dari ringan sampai berat dan perlu penanganan untuk memudahkan istirahat
ade kuat dan penyembuhan. Catatan : kopiat harus digunakan dengan hati-hati karena dapat
menimbulkan toksik megakolon.
Intervensi antikolinergig.

4.      Evaluasi
Dx1 : Volume cairan adekuat
        Tanda-tanda vital stabil (TD : 100-120/70-90mmHg, N : 60-100x/menit, S : 36,5-37,50C, RR :
12-24x/menit).
        Membran mukosa lembab.
        Turgor kulit membaik.
        Keseimbangan masukan dan haluaran dengan urin normal dalam konsentrasi/jumlah (0,5-1cc/kg
BB/jam).
        CRT < 2 detik.
        Mata tidak cowong
Dx2 : Suhu tubuh stabil.
        Tanda-tanda vital stabil (TD : 100-120/70-90mmHg, N : 60-100x/menit, S : 36,5-37,50C, RR :
12-24x/menit).
        Membran mukosa lembab.
        Turgor kulit baik, kulit tidak kemerahan.
Dx3 : Nyeri berkurang/terkontrol.
      Pasien melaporkan hilang atau terkontrol.
      Pasien tampak rileks/mampu istirahat dengan tepat.
      Pasien tidak gelisah.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah volume 1. Jakarta : EGC
Sudoyo. 2007.
Wong, Donna L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik edisi 6. Jakarta : EGC
Masjoer, Arief. 1999. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Jakarta : EGC
Doengoes, Marylynn E. Dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Capernito, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
Ma, O. John. 2004. Emergency Medicine Manual. USA : The Mc.Graw-Hill Companies

Anda mungkin juga menyukai