2. EPIDEMIOLOGI
Pada penelitian diare akut pada 123 pasien di RS Persahabatan dari 1 Novenber 1993 sampai
dengan 30 April 1994 Hendarwanto, Setiawan B dkk. Mendapatkan etiologi infeksi.World
Gastroenterology Organisation global guldelines 2005 membuat daftar epidemiologi penyebab
yang berhubungan dengan vehicle dan gejala klinik. (Sudoyo,2007:408)
3. ETIOLOGI
1. Enteral
Bakteri : shigela sp, E.coli pathogen, Salmonella sp, Vibrio cholera, Yersinia entero colytica,
campylobacter jejuni, V.parahaemoliticus, V.NAG.,staphylococcus aureus, Streptococcus,
Klebsiella, Pseudomonas, aeromonas, Preteus dll.
o Bakteri noninvansif (enterotoksigenik)
Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat pada mukosa usus halus, namun tidak merusak
mukosa. Toksin menigkatkan kadar siklik AMP di dalam sel, menyebabkan sekresi aktif anion
klorida ke dalam lumen usus yang diikuti air, ion karbonat, kation, natrium dan kalium. Bakteri
ynag termasuk golongan ini adalah V. Cholera, Enterotoksigenik E. Coli (ETEC), C.
Perfringers, S. Aureus, dan Vibriononglutinabel.
o Bakteri enteroinvansif
Diare menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi dan bersifat sekretorik
eksudatif. Cairan diare dapat bercampur lendir dan darah. Bakteri yang termasuk dalam golongan
ini adalah Enteroinvansive E. Coli (EIEC), S. Paratyphi B. S. Typhimurium, S. Enteriditis, S.
Choleraesuis, Shigela, Yersinia dan C. Perfringens tipe C.
Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwolk like virus, cytomegalovirus (CMV),
echovirus, virus HIV.
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 – 80%). Beberapa jenis virus penyebab
diare akut adalah Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9 : pada manusia. Serotype 3 dan 4 didapati pada
hewan dan manusia. Dan serotype 5,6, dan 7 didapati hanya pada hewan. Norwalk virus :
terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne atau water borne transmisi, dan dapat
juga terjadi penularan person to person. Astrovirus, didapati pada anak dan dewasaAdenovirus
(type 40, 41) Small bowel structured virus Cytomegalovirus
Parasit : - Protozoa: Entamoeba hitolytica, Giardia lamblia, Cryptosporidium parvum,
Balantidium coli.
Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis masih belum jelas,
tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan metabolisme asam empedu. Transmisi melalui fecal-
oral route. Interaksi host-parasite dipengaruhi oleh umur,status nutrisi,endemisitas, dan status
imun. Didaerah dengan endemisitas yang tinggi, giardiasis dapat berupa asimtomatis, kronik,
diare persisten dengan atau tanpa malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas rendah, dapat
terjadi wabah dalam 5 – 8 hari setelah terpapar dengan manifestasi diare akut yang disertai mual,
nyeri epigastrik dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan faty stools,nyeri
perut dan gembung. Entamoeba histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini bervariasi,namun
penyebarannya di seluruh dunia. Insiden nya mningkat dengan bertambahnya umur,dan teranak
pada laki-laki dewasa. Kira-kira 90% infksi asimtomatik yang disebabkan oleh E.histolytica non
patogenik (E.dispar). Amebiasis yang simtomatik dapat berupa diare yang ringan dan persisten
sampai disentri yang fulminant. Cryptosporidium. Dinegara yang berkembang, cryptosporidiosis
5 – 15% dari kasus diare pada anak. Infeksi biasanya siomtomatik pada bayi dan asimtomatik
pada anak yang lebih besar dan dewasa. Gejala klinis berupa diare akut dengan tipe watery
diarrhea, ringan dan biasanya self-limited. Pada penderita dengan gangguan sistim kekebalan
tubuh seperti pada penderita AIDS, cryptosporidiosis merupakan reemerging disease dengan
diare yang lebih berat dan resisten terhadap beberapa jenis antibiotik. Microsporidium spp,
Isospora belli, Cyclospora cayatanensis
Worm: A. lumbricoides, Cacing tambang, Trichuris trichiura, S. stercoralis, cestodiasis dll.
Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing dewasa dan larva,
menimbulkan diare. Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai
organ termasuk intestinal dengan berbagai manifestasi, termasuk diare dan perdarahan usus.
Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus, terutama jejunu, menyebabkan
inflamasi dan atrofi vili dengan gejala klinis watery diarrhea dan nyeri abdomen.
Gambar 1:
Penyebab diare
2. Parenteral: otitis media akut (OMA),pneumonia. Traveler’s diarrhea: E. coli, Giardia lamblia,
singella, Entamoeba histolytica dll
Intoksikasi makanan: makanan beracunan atau mengandung logam berat, amakanan yang
mengandung bakteri/toksin :clostridium perfringens, B. cereus, S. aureus, Streptocuccus
anhaemo lyticus dll.
Alergi: susu sapi, makanan tertentu.
Penggunaan obat dan makanan seperti obat pencahar, antibiotik dan atau mengkonsumsi
makanan yang mengandung sorbitol dan fruktosa
(Wong, 2008 : 1002).
Malabsorpsi/maldigensi: karbohidrat: monosakarida (Glukosa, laktosa, galaktosa), disakarida
(sakarosa, laktosa), lemak: rantai panjang trigliserida protein: asam amino tertentu, celiacspure
gluten malabsorption, protein intolerance,cows milk, vitamin dan mineral. (Sudoyo,2007:408)
Pasien dengan diare akut akibat infeksi sering mengalami mual, muntah, nyeri perut sampai
kejang perut demam dan diare. Terjadinya renjatan hipovolemic harus di hindari. kekurangan
cairan menyebabkan pasien akan merasa haus, lidah kering, tulang pipi menonjol, tugor kulit
menurun, mata cowong, gangguan biokimiawi seperti asidosis metabolic akan menyebabkan
frekuensi pernafasan lebih cepat dan dalam ( pernafasan kusmaul). Bila terjadi renjatan
hipovolemik berat maka denyut nadi cepat (lebih dari 120 kali/menit), tekanan darah menurun
sampai tak terukur,pasien gelisah, muka pucat ujung-ujung extremitas dingin dan kadang
sianosis. Kekurangan kalium dapat menimbulkan aritmia jantung. Perfusi ginjal dapat menurun
sehinga timbul anuria, sehingga bila kekurangan cairan tidak segera di atasi dapat penyulit
berupa mikrisis tubular akut. Secara klinis diare karena infeksi akut dibagi menjadi dua
golongan. Pertama koleriform, dengan diare yang terutama atas cairan saja. Kedua, disentriform,
pada diare didapatkan lendir kenal dan kadang-kadang darah. (Mansjoer,2001:502)
Menurut Wong (2008 :1002) pengkajian fisik meliputi semua parameter. Untuk pengkajian
dehidrasi seperti berkurangnya haluaran urine menurunnya berat badan, membran mukosa
kering, turgor kulit menurun, ubun-ubun yang cekung, kulit yang pucat. Pada dehidrasi yang
lebih berat, gejala meningkatnya frekuensi nadi dan respirasi, menurunnya tekanan darah, dan
waktu pengisian ulang kapiler yang memanjang (> 2 detik) yang dapat menunjukan syok yang
mengancam.
5. PATOFISIOLOGI
Diare akibat infeksi terutama ditularkan secara fekal oral. Hal ini disebabkan masuknya
minuman atau makanan yang terkontaminasi tinja ditambah dengan ekskresi yang buruk,
makanan yang tidak matang, bahkan yang disajikan tanpa dimasak. Penularannya adalah
transmisis orang ke orang melalui aerosolisasi (Norwalk, Rotavirus), tangan yang terkontaminasi
(Clostridium difficile), atau melalui aktifitas seksual. Faktor penentu terjadinyan diare akut
adalah faktor penyebab (agen) dan faktor pejamu (host). Faktor pejamu adalah kemampuan
pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme, yaitu faktor daya tahan tubuh atau lingkungan
lumen saluran cerna, seperti keasaman lambung, motilitas lambung, imunitas, juga mencakup
lingkungan mikroflora usus. Faktor penyeban yang mempengaruhi patogenesis antara lain daya
penetrasi yang merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi
sekresi cairan di usus, serta daya lekat kuman. Kuman tersebut membentuk koloni-koloni yang
dapat menginduksi diare.
1. Bakteri noninvansif (enterotoksigenik)
Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat pada mukosa usus halus, namun tidak merusak
mukosa. Toksin menigkatkan kadar siklik AMP di dalam sel, menyebabkan sekresi aktif anion
klorida ke dalam lumen usus yang diikuti air, ion karbonat, kation, natrium dan kalium. Bakteri
ynag termasuk golongan ini adalah V. Cholera, Enterotoksigenik E. Coli (ETEC), C.
Perfringers, S. Aureus, dan Vibriononglutinabel.
2. Bakteri enteroinvansifi
Diare menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi dan bersifat sekretorik
eksudatif. Cairan diare dapat bercampur lendir dan darah. Bakteri yang termasuk dalam golongan
ini adalah Enteroinvansive E. Coli (EIEC), S. Paratyphi B. S. Typhimurium, S. Enteriditis, S.
Choleraesuis, Shigela, Yersinia dan C. Perfringens tipe C.
6. KLASIFIKASI
Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan:
a. Lama waktu diare:
Akut : Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari.sedangkan menurut World
Gastroenterologi Organisation global guidelines 2005, diare akut didefinisikan sebagai pasase
tinja yang cair/ lemak dengan lebih banyak dari normal,berlangsung kurang dari 14 hari.
(Sudoyo,2007:408)
Kronik : Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Sebenarnya para pakar
di dunia telah mengajukan beberapa kreteria mengenai batasankronik pada khasus diare
tersebut,ada yang 15 hari, 3 minggu 1 bulan dan 3 bulan,tetapi di Indonesia dipilih waktu lebih15
hari agar dokter tidak lengah, dapat lebih cepat menginvestigasi penyebab diare dengan lebih
tepat. (Sudoyo,2007:408)
Gambar 2:
Gangguan penyerapan pada usus
c. Berat ringan diare: kecil atau besar,
d. Penyebab infeksi atau tidak:
Infektif dan non Infektif : Diare infektif adalah bila penyebabnya infeksi. Sedangkan diare non
infektif bila tidak ditemukan infeksi sebagai penyabab pada khasus tersebut. (Sudoyo,2007:408)
e. Penyebab organic atau fungsional : Diare organic adalah bila di temukan penyabab anatomic,
bakteriologik, hormonal atau toksikologik. Diare fungsional bila tidak dapat di temukan
penyabab organik. (Sudoyo,2007:408)
8. Pemeriksaan diagnostik
1. pemeriksaan darah tepi lengkap
2. pemeriksaan, ureum, kreatinin, dan berat jenis plasma
3. pemeriksaan urine lengkap
4. pemeriksaan tinja lengkap dan biakan tinja dari colok dubur
5. pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi sistemik
6. pemeriksaan sediaan darah malaria serta serologi Helicobacter Jejuni sangat dianjurkan
7. duodenal intubation untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif tentang
pada diare kronik.
8. Pemeriksaan darah 5 darah perifer lengkap, analisis gas darah (GDA) & elektrolit (Na, K, Ca,
dan P serum yang diare disertai kejang)
Derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan :
a. Kehilangan BB
1. Tidak ada dehidrasi : menurun BB < 2 %
2. Dehidrasi ringan : menurun BB 2 - 5%
3. Dehidrasi sedang : menurun BB 5 - 10%
4. Dehidrasi berat : menurun BB 10%
b. Menentukan kekenyalan kulit, kulit perut dijepit antara ibu jari dan telunjuk (selama 30-60 detik)
kemudian dilepaskan, jika kulit kembali dalam :
1. 1 detik ; turgor agak kurang (dehidrasi ringan)
2. 1-2 detik : turgor kurang (dehidrasi sedang)
3. 2 detik: turgor sangat kurang (dehidrasi berat)
Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau toksisitas berat atau diare berlangsung lebiih dari
beberapa hari, di perlukan beberapa pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan tersebut a.l
pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit), kadar
eliktrolit serum,ureum dan kretinin, pemeriksaan tinja dan pemeriksaan enzyme- linked
immunorsorbent assay (ELISA) menditeksi giardiasis dan tes serologic amebiasis, dan foto x-ray
abdomen. Pasien dengan diare karena virus,biasanya memiliki jumlah dan hitung jenis leukost
yang normal atau limfositosis. pasien dengan infeksi bakteri terutama pada infeksi bakteri yang
infasif ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan darah putih muda. Neurotropenia
dapat timbul pada salmonellosis. Ureum dan kreatinin di periksa untuk memeriksa adanya
kekurangan volume cairan dan mineral tubuh pemeriksaaan tinja dilakukan untuk mellihat
adanya leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya infeksi bakteri,adanya telur cacing dan
parasit dewasa.. (Sudoyo,2007:408)
8. KOMPLIKASI
Disritmia jantung akibat deplesi elektrolit yang berlebih. (Smetlzer, 2001 : 1094).
Syok akibat terjadinya dehidrasi yang berlanjut hingga gangguan serius pada status serkulasi.
(Wong, 2008 : 999).
9. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan Kegawat Daruratan
Menurut John (2004:234)
a. Penggantian cairan intra vena ( IV bolus 500ml normal salin untuk dewasa, 10- 20ml
b. Pemberian suplemen nutrisi harus diberikan segera pada pasien mual muntah.
c. Antibiotik yang diberikan pada pasien dewasa adalah cifrofloksasin 500mg.
d. Pemberian metronidazole 250-750mg selama 5-14 kali.
e. Pemberian obat anti diare yang dikomendasikan antibiotic
f. Obat antiemetic yang digunakan pada pasien yang muntah dengan dehidrasi
Terapi/tindakan penanganan
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi
Hal-hal yang harus diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu:
a. Jenis cairan yang hendak digunakan
Cairan ringer laktat merupakan cairan pilihan dengan jumlah kalium yang rendah bila
dibandingkan dengan kalium tinja. Bila tidak ada RL dapat diberikan NaCl isotonik (0,9%) yang
sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul nabik 7,5% 50 ml pada setiap 1 It NaCl isotonik. Pada
keadaan diare akut awal yang ringan dapat diberikan cairan oralit yang dapat mencegah dehidrasi
dengan segala akibatnya.
Upaya Rehidrasi Oral (URO)
URO berdasarkan prinsip bahwa absorpsi natrium usus (dan juga elektrolit lain dan air)
dilakukan oleh absorpsi aktif molekul makanan tertentu seperti glukosa (yang dihasilkan dari
pemecahan sukrosa ) atau L asam amino (yang dihasilkan daripemecahan protein dan peptida).
Bila diberikan cairan isotonik yang seimbang antara glukosa dan garamnya, absorpsi ikatan
glukosa-natrium akan terjadi dan ini akan diikuti dengan absorpsi air dan elektrolit yang lain.
Proses ini akan mengoreksikehilangan air dan elektrolit pada diare. Campuran garam dan
glukosa ini sinamakan Oral Rehydration Salt (ORS) atau di Indonesia dikenal sebagai cairan
rehidrasi oral (Oralit).
2. memberikan cairan dan elektrolit
3. pemberian obat antidiare untuk menormalkan sekresi sehingga dapat mengembalikan
keseimbangan cairan
4. memberikan obat-obatan, sebagai berikut :
a. Obat anti sekresi (asetosal, klorpromazin)
b. Obat spasmolitik (papaverin, ekstrakbelladone)
c. Antibiotik (diberikan bila penyebab infeksi telah diidentifikasi)
2. Diagnosa
Dx1: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan banyak melalui rute normal (diare
berat, muntah).
Dx2 : Nyeri akut berhubungan dengan hiperperistaltik, diare lama.
Dx3 : Hipertemia berhubungan dengan dehidrasi.
Dx4 : Diare berhubungan dengan inflamasi, iritasi, atau malabsorpsi usus.
Dx5: Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan gangguan absorpi nutrien.
Dx6: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan abnormalitas metabolik atau ketidak seimbangan
asam basa.
Dx7 : Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi antara dermal-epidermal
sekunder akibat : diare
Dx8 : PK Disritmia jantung.
3. Intervensi
Dx 1 : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan banyak melalui rute normal (diare
berat, muntah).
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x30 menit diharapkan pasien mampu
mempertahankan volume cairan adekuat dengan kriteria hasil :
Tanda-tanda vital stabil (TD : 100-120/70-90mmHg, N : 60-100x/menit, S : 36,5-37,50C, RR :
12-24x/menit).
Membran mukosa lembab.
Turgor kulit membaik.
Keseimbangan masukan dan haluaran dengan urin normal dalam konsentrasi/jumlah (0,5-1cc/kg
BB/jam).
CRT < 2 detik.
Mata tidak cowong.
Intervensi :
1. Kaji tanda vital (TD, nadi, suhu).
R/ : hipotensi (termasuk postural), takikardial, demam dapat menunjukan respon terhadap dan/
atau efek kehilangan cairan.
2. Awasi masukan haluaran, karakter, dan jumlah feses ; perkirakan kehilangan yang tak terlihat
misalnya berkeringat. Ukur berat jenis urine ; observasi oliguria.
R/ : memberikan informasi tentang keseimbangan cairan. Fungsi ginjal dan control penyakit usus
juga merupakan pedoman untuk penggantian cairan.
3. Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan turgor kulit, pengisian
kapiler lambat.
R/ : menunjukan kehilangan cairan berlebih atau dehidrasi.
Kolaborasi :
1. Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
R/ : mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggantian cairan untuk memperbaiki
kehilangan. Catatan : cairan mengandung natrium dapat dibatasi pada adanya enteritis regional.
2. Berikan obat sesuai indikasi anti diare.
R/ : menurunkan kehilangan cairan dari usus.
3. Berikan obat antiemetic misalnya trimetobenzamida (tigan) ; hidroksin (pistaril) ; proklorperasin
(kompazine).
R/ : digunakan untuk mengontrol mual/muntah pada heksaserbasi akut.
4. Berikan cairan Elektrolit misalnya tambahan kalium (LCI-IP : K-lyte, slow-K).
R/ : elektrolit hilang dalam jumlah besar, khususnya pada usus yang gundul, area ulkus, dan
diare dapat juga menimbulkan asedosis metabolit karena kehilangan bikarbonat (HCO3).
(vitamin K mephyton)
4. Evaluasi
Dx1 : Volume cairan adekuat
Tanda-tanda vital stabil (TD : 100-120/70-90mmHg, N : 60-100x/menit, S : 36,5-37,50C, RR :
12-24x/menit).
Membran mukosa lembab.
Turgor kulit membaik.
Keseimbangan masukan dan haluaran dengan urin normal dalam konsentrasi/jumlah (0,5-1cc/kg
BB/jam).
CRT < 2 detik.
Mata tidak cowong
Dx2 : Suhu tubuh stabil.
Tanda-tanda vital stabil (TD : 100-120/70-90mmHg, N : 60-100x/menit, S : 36,5-37,50C, RR :
12-24x/menit).
Membran mukosa lembab.
Turgor kulit baik, kulit tidak kemerahan.
Dx3 : Nyeri berkurang/terkontrol.
Pasien melaporkan hilang atau terkontrol.
Pasien tampak rileks/mampu istirahat dengan tepat.
Pasien tidak gelisah.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah volume 1. Jakarta : EGC
Sudoyo. 2007.
Wong, Donna L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik edisi 6. Jakarta : EGC
Masjoer, Arief. 1999. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Jakarta : EGC
Doengoes, Marylynn E. Dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Capernito, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
Ma, O. John. 2004. Emergency Medicine Manual. USA : The Mc.Graw-Hill Companies