Anda di halaman 1dari 28

SINUSITIS DAN KARSINOMA NASOFARING

Pembimbing :

Oleh:

Aqmarina Ajrina (2015730013)

KEPANITERAAN KLINIK THT

RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA PONDOK KOPI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2020

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa. Referat ini
disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di RSIJ Pondok Kopi. Selain itu,
penyusunan referat ini juga bertujuan agar penyusun lebih memahami mengenai Sinusitis dan
Karsinoma Nasofaring.

Dalam penyusunan referat ini, Kami banyak mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dr.
Dian Nurul Al Amini, Sp.THT-KL selaku pembimbing, atas arahan dan bimbingan dalam
penyusunan referat ini.

Akhir kata, penyusun menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, baik
dari pemikran, pengetahuan, penyusunan bahasa, maupun sistematika. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang membaca referat ini sangat
diharapkan guna menjadi pelajaran bagi penyususn dalam menyusun referat di waktu yang
akan datang. Dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya.

Jakarta 14 Mai 2020

Penyusun

2
PENDAHULUAN SINUSITIS

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi sinus paranasalis. Penyebab utamanya ialah


infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi bakteri. Secara epidemiologi yang paling
sering terkena adalah sinus etmoid dan maksilla. . Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari
keempat sinus yang ada (maksilaris, etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis). Sinusitis bisa
bersifat akut (berlangsung selama 3 minggu atau kurang) maupun kronis (berlangsung selama
3-8 minggu tetapi dapat berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun). Bila
mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus
paranasal disebut pansinusitis.1,2
Yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maxilla dan sinusitis ethmoid,
sedangkan sinusitis frontal dan sinusitis sphenoid lebih jarang ditemukan. Pada anak hanya
sinus maxilla dan sinus ethmoid yang berkembang sedangkan sinus frontal dan sinus
sphenoid mulai berkembang pada anak berusia kurang lebih 8 tahun.
Sinus maxilla merupakan sinus yang paling sering terinfeksi, oleh karena (1)
merupakan sinus paranasal terbesar, (2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar sehingga
sekret dari sinus maxilla hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus maxilla adalah
dasar akar gigi (processus alveolaris), sehingga infeksi pada gigi dapat menyebabkan sinusitis
maxilla, (4) ostium sinus maxilla terletak di meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris yang
sempit, sehingga mudah tersumbat.

ETIOLOGI

Seperti yang diketahui, terdapat banyak faktor menjadi penyebab sesuatu penyakit
timbul, antaranya faktor internal seperti daya tahan tubuh yang menurun akibat defisiensi gizi
yang menyebabkan tubuh rentan dijangkiti penyakit dan faktor eksternal seperti perubahan
3
musim yang ekstrim, terpapar lingkungan yang tinggi zat kimiawi, debu, asap tembakau dan
lain-lain.

Faktor-faktor lokal tertentu juga dapat menjadi predisposisi penyakit sinusitis, berupa
deformitas rangka, alergi, gangguan geligi, benda asing dan neoplasma. Adapun agen
etiologinya dapat berupa virus, bakteri atau jamur.4
 Virus
Sinusitis virus biasanya terjadi selama infeksi saluran napas atas, infeksi virus
yang lazim menyerang hidung dan nasofaring juga menyerang sinus. Mukosa sinus
paranasalis berjalan kontinyu dengan mukosa hidung dan penyakit virus yang
menyerang hidung perlu dicurigai dapat meluas ke sinus. Antara agen virus tersering
menyebabkan sinusitis antara lain: Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus
dan adenovirus.
 Bakteri

Organisme penyebab tersering sinusitis akut mungkin sama dengan penyebab


otitis media. Yang sering ditemukan antara lain: Streptococcus pneumonia,
Haemophilus influenza, Branhamella cataralis, Streptococcus alfa, Staphylococcus
aureus dan Streptococcus pyogenes. Penyebab dari sinusitis kronik hampir sama
dengan bakteri penyebab sinusitis akut. Namun karena sinusitis kronik berhubungan
dengan drainase yang kurang adekuat ataupun fungsi mukosiliar yang terganggu,
maka agen infeksi yang terlibat cenderung bersifat opportunistik, dimana proporsi
terbesar merupakan bakteri anaerob (Peptostreptococcus, Corynobacterium,
Bacteroides, dan Veillonella).

 Jamur

Biasanya terjadi pada pasien dengan diabetes, terapi immunosupresif, dan


immunodefisiensi misalnya pada penderita AIDS. Jamur penyebab infeksi biasanya
berasal dari genus Aspergillus dan Zygomycetes.

EPIDEMIOLOGI SINUSITIS

4
Setiap 1 dari 7 orang dewasa di Amerika Serikat dideteksi positif sinusitis dengan
lebih dari 30 juta manusia didiagnosa sinusitis setiap tahun. Sinusitis lebih sering terjadi dari
awal musim gugur dan musim semi. Insiden terjadinya sinusitis meningkat seiring dengan
meningkatnya kasus asma, alergi, dan penyakit traktus respiratorius lainnya. Perempuan lebih
sering terkena sinusitis dibandingkan laki-laki karena mereka lebih sering kontak dengan
anak kecil. Angka perbandingannya 20% perempuan disbanding 11.5% laki-laki. Sinusitis
lebih sering diderita oleh anak-anak dan dewasa muda akibat rentannya usia ini dengan
infeksi Rhinovirus.

KLASIFIKASI SINUSITIS

Berdasarkan beratnya penyakit, rinosinusitis dapat dibagi menjadi ringan, sedang dan
berat berdasarkan total skor visual analogue scale (VAS) (0-10cm):

- Ringan = VAS 0-3

- Sedang = VAS >3-7

- Berat = VAS >7-10

Untuk menilai beratnya penyakit, pasien diminta untuk menentukan dalam VAS jawaban dari
pertanyaan:

Berapa besar gangguan dari gejala rinosinusitis saudara?

│_______________________________________________________________│

Tidak mengganggu 10 cm Gangguan terburuk yang masuk akal

Nilai VAS > 5 mempengaruhi kulaitas hidup pasien

Berdasarkan durasi penyakit, rhinosinusitis diklasifikasikan menjadi:

Akut

 < 12 minggu
 Resolusi komplit gejala

Kronik

5
 12 minggu
 Tanpa resolusi gejala komplit
 Termasuk rinosinusitis kronik eksaserbasi akut

Rinosinusitis kronik tanpa bedah sinus sebelumnya terbagi menjadi subgrup yang
didasarkan atas temuan endoskopi, yaitu:

1. Rinosinusitis kronik dengan polip nasal


Polip bilateral, terlihat secara endopskopi di meatus media

2. Rinosinusitis kronik tanpa polip nasal


Tidak ada polip yang terlihat di meatus media, jika perlu setelah penggunaan
dekongestan.

PATOFISIOLOGI SINUSITIS

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens
dari mukosiliar di dalam kompleks osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga
mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap
kuman yang masuk bersama udara pernafasan. 2

Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa
yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak
dapat dialirkan karena ostium sinus tersumbat. Maka terjadi tekanan negatif di dalam rongga
sinus terjadinya transudasi, yang mula-mua cairan serosa. Gangguan drainase dan ventilasi
didalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus
menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen.
Kondisi inilah yang disebut rhinosinusitis non-bacterial.

6
Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga
timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi
hipertrofi, polipoid atau pembentukan kista. Polip nasi dapat menjadi manifestasi klinik dari
penyakit sinusitis. Polipoid berasal dari edema mukosa, dimana stroma akan terisi oleh cairan
interseluler sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut,
dimana mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian turun ke dalam rongga hidung
sambil membentuk tangkai, sehingga terjadilah polip.7

Perubahan yang terjadi dalam jaringan dapat disusun seperti dibawah ini, yang
menunjukkan perubahan patologik pada umumnya secara berurutan:
1. Jaringan submukosa di infiltrasi oleh serum, sedangkan permukaannya kering.
Leukosit juga mengisi rongga jaringan submukosa.
2. Kapiler berdilatasi, mukosa sangat menebal dan merah akibat edema dan
pembengkakan struktur subepitel. Pada stadium ini biasanya tidak ada kelainan epitel.
3. Setelah beberapa jam atau sehari dua hari, serum dan leukosit keluar melalui epitel
yang melapisi mukosa. Kemudian bercampur dengan bakteri, debris, epitel dan
mukus. Pada beberapa kasus perdarahan kapiler terjadi dan darah bercampur dengan
sekret. Sekret yang mula-mula encer dan sedikit, kemudian menjadi kental dan
banyak, karena terjadi koagulasi fibrin dan serum.
4. Pada banyak kasus, resolusi terjadi dengan absorpsi eksudat dan berhentinya
pengeluaran leukosit memakan waktu 10 – 14 hari.

7
5. Akan tetapi pada kasus lain, peradangan berlangsung dari tipe kongesti ke tipe purulen,
leukosit dikeluarkan dalam jumlah yang besar sekali. Resolusi masih mungkin
meskipun tidak selalu terjadi, karena perubahan jaringan belum menetap, kecuali
proses segera berhenti. Perubahan jaringan akan menjadi permanen, maka terjadi
perubahan kronis, tulang di bawahnya dapat memperlihatkan tanda osteitis dan akan
diganti dengan nekrosis tulang.
Perluasan infeksi dari sinus kebagian lain dapat terjadi melalui :
- tromboflebitis dari vena yang perforasi
- Perluasan langsung melalui bagian dinding sinus yang ulserasi atau nekrotik
- terjadinya defek
- melalui jalur vaskuler dalam bentuk bakterimia.
Masih dipertanyakan apakah infeksi dapat disebarkan dari sinus secara limfatik.

GEJALA KLINIS SINUSITIS

Wald mencatat bahwa gejala flu biasa membaik dalam 5 sampai 7 hari, dan jika gejala
menetap lebih dari 10 hari, gejala cenderung menjadi sekunder ke salah satu sinusitis akut
atau gejala persisten dari sinusitis kronis. Gejala sinusitis kronis berlangsung lebih dari 3
minggu. American Academy of Otolaryngology membagi kategori gejala untuk menegakan
rinosinusitis, yaitu kategori gejala mayor dan minor. Menurut durasi gejala, rinosinusitis
didefinisikan sebagai akut bila gejala berlangsung 4 minggu atau kurang, subakut bila gejala
hadir selama 4 sampai 12 minggu, atau kronis untuk gejala yang berlangsung lebih dari 12
minggu.

Sinusitis akut

Sinusitis akut umumnya dimulai dari infeksi saluran pernafasan atas oleh virus yang
melebihi 10 hari. Organisme yang umum menyebabkan sinusitis akut termasuk
Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza dan Moraxella catarrhalis. Diagnosis dari
sinusitis akut dapat ditegakkan ketika infeksi saluran napas atas oleh virus tidak sembuh
salama 10 hari atau memburuk setelah 5-7 hari.

Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus,
terdapat transudasi di rongga-rongga sinus, mula-mula serous yang biasanya sembuh dalam
beberapa hari tanpa pengobatan. Selanjutnya diikuti oleh infeksi bakteri , yang bila kondisi

8
ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan
multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen.

Sinusitis akut berulang tejadi gejala lebih dari 4 episode per tahun dengan interval
bebas penyakit lain. Eksaserbasi akut rinosinusitis didefinisikan sebagai memburuknya gejala
pada pasien yang sudah didiagnosis rhinosinusitis secara tiba-tiba, dengan kembali ke gejala
awal setelah perawatan. Untuk mendiagnosis rhinosinusitis memerlukan 2 faktor mayor atau
1 faktor mayor 2 faktor minor. Jika hanya 1 faktor mayor atau 2 faktor minor ini harus
dimasukkan dalam diagnosis diferensial.

SIGNS AND SYMPTOMS ASSOCIATED WITH DIAGNOSIS OF RHINOSINUSITIS (1996 RHINOSINUSITIS


TASK FORCE)

Gejala Mayor Gejala Minor


  Nyeri atau rasa tertekan pada muka   Sakit kepala

  Kebas atau rasa penuh pada muka   Demam (pada sinusitis kronik)

  Obstruksi hidung   Halitosis

  Sekret hidung yang purulen, post nasal drip   Kelelahan

  Hiposmia atau anosmia   Sakit gigi

  Demam (hanya pada rinosinusitis akut)   Batuk

  Nyeri, rasa tertekan atau rasa penuh pada


telinga

Sinusitis kronik

Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Selama eksaserbasi
akut, gejala mirip dengan sinusitis akut, selain itu gejala berupa suatu perasaan penuh pada
wajah dan hidung, dan hipersekresi yang seringkali mukopurulen. Kadang-kadang hanya
satu atau dua dari gejala-gejala dibawah ini yaitu : sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk
kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba
eustachius, gangguan ke paru seperti bronkitis (sino-bronkitis), bronkiektasi, dan yang
penting adalah serangan asma yang meningkat dan sulit diobati.

9
Hidung biasanya sedikit tersumbat, dan tentunya ada gejala-gejala faktor
predisposisi, seperti rinitis alergika yang menetap, dan keluhan-keluhannya yang menonjol.
Pasien dengan sinusitis kronik dengan polip nasi lebih sering mengalami hiposmia dan lebih
sedikit mengeluhkan nyeri atau rasa tertekan daripada yang tidak memiliki polip nasi. Bakteri
yang memegang peranan penting dalam patogenesis rinosinusitis kronik masih kontroversial.
Organisme yang umum terisolasi pada sinusitis kronik termasuk Staphylococcus aureus,
bakteri anaerob dan gram negatif seperti Pseudomonas aeruginosa.

REQUIREMENTS FOR DIAGNOSIS OF CHRONIC RHINOSINUSITIS (2003 TASK FORCE)

Durasi Gejala Pemeriksaan Fisik

> 12 minggu Satu atau lebih dari gejala 1. perubahan pada hidung, polip, atau
gejala terus tersebut polypoid pembengkakan pada
menerus rhinoskopi anterior (dengan
decongestion) atau hidung
endoskopi
2. Edema atau eritema di meatus
tengah pada hidung endoskopi
3. Generalized atau lokal edema,
eritema, atau jaringan granulasi di
cavum hidung. Jika tidak
melibatkan meatus tengah,foto
diperlukan untuk diagnosis
4. Foto untuk memperjelas diagnosis
(foto polos atau computerized
tomography)

Kennedy mengklasifikasikan rhinosinusitis kronik menjadi 4 bagian berdasarkan area yang terlibat :
10
Stadium Area
I kelainan anatomi Semua penyakit sinus unilateral Penyakit Bilateral
terbatas pada sinus ethmoid
II ethmoid bilateral dengan keterlibatan satu sinus lainnya
III ethmoid bilateral dengan keterlibatan 2 atau lebih sinus lainnya
IV Poliposis sinonasal Diffuse

DIAGNOSIS SINUSITIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang.

Gejala subyektif : Gejala sistemik yaitu : demam dan rasa lesu, serta gejala lokal yaitu
:hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan mengalir ke nasofaring (postnasal
drip), halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagihari, nyeri di daerahsinus yang terkena,
serta kadang nyeri alih ke tempat lain.

1. Sinusitis Maksilaris

Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila. Gejala sinusitis maksilaris akut berupa
demam, malaise dan nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian
analgetik biasa seperti aspirin. Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada
gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat
nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi. Sekret
mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk.7

2. Sinusitis Etmoidalis

Sinusitis etmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali bermanifestasi
sebagai selulitis orbita. Dari anamnesis didapatkan nyeri yang dirasakan di pangkal hidung
dan kantus medius, kadang-kadang nyeri di bola mata atau di belakangnya, terutama bila
mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis, post nasal drip dan sumbatan hidung. Pemeriksaan
fisik didapatkan nyeri tekan pada pangkal hidung.

3. Sinusitis Frontalis

Nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang
tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang malam. Pasien biasanya
11
menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan mungkin terdapat pembengkakan
supra orbita. Pemeriksaan fisik, nyeri yang hebat pada palpasi atau perkusi di atas daerah
sinus yang terinfeksi merupakan tanda patognomonik pada sinusitis frontalis.

4. Sinusitis Sfenoidalis
Sinusitis sfenoidalis dicirikan oleh nyeri kepala yang mengarah ke verteks
kranium. Penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis dan oleh karena itu
gejalanya menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya.
 Gejala Obyektif : Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan kelopak
mata bawah, pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak mata atas, pada
sinusitis ethmoid jarang timbul pembengkakan kecuali jika terdapat komplikasi.
 Pada rhinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema, pada
sinusitismaksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak nanah di
meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan dansinusitis sphenoid
nanah tampak keluar dari meatus superior.( Pada sinusitis akut tidak ditemukan
polip,tumor maupun komplikasi sinusitis.Jika ditemukan maka kita harusmelakukan
penatalaksanaan yang sesuai).
 Pada rinoskopi posterior tampak pus di nasofaring (post nasal drip). Pada posisional
test yakni pasien mengambil posisi sujud selama kurang lebih 5 menit, dan provokasi
test, yakni suction dimasukkan pada hidung, pemeriksa memencet hidung pasien
kemudian pasien disuruh menelan ludan dan menutup mulut dengan rapat. Jika positif
sinusitis maksilaris, maka akan keluar pus dari hidung.
 Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk mengevaluasi
sinus paranasal adalah; pemeriksaan foto kepala dengan berbagai posisi yang khas,
pemeriksaan tomogram dan pemeriksaan CT-Scan. Dengan pemeriksaan radiologis
tersebut para ahli radiologi dapat memberikan gambaran anatomi atau variasi
anatomi, kelainan-kelainan patologis pada sinus paranasalis dan struktur tulang
sekitarnya, sehingga dapat memberikan diagnosis yang lebih dini.

 Pemeriksaan foto kepala


Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri atas
berbagai macam posisi antara lain:
a. Foto kepala posisi anterior-posterior ( AP atau posisi Caldwell)
12
Foto ini diambil pada posisi kepala meghadap kaset, bidang midsagital kepala
tegak lurus pada film. Idealnya pada film tampak pyramid tulang petrosum
diproyeksi pada 1/3 bawah orbita atau pada dasar orbita. Hal ini dapat tercapai
apabila orbito-meatal line tegak lurus pada film dan membentuk 1500 kaudal.

Foto kepala posisi Caldwell

Foto konvensional caldwell posisi PA menunjukkan air fluid level pada sinus
maxillaris merupakan gambaran sinusitis akut

b. Foto kepala lateral


Dilakukan dengan film terletak di sebelah lateral dengan sentrasi di
luar kantus mata, sehingga dinding posterior dan dasar sinus maksilaris
berhimpit satu sama lain.15

13
Foto lateral menunjukkan gambaran air fluid level di sinus maksilla

Pada sinusitis tampak :


- penebalan mukosa
- air fluid level (kadang-kadang)
- perselubungan homogen pada satu atau lebih sinus para nasal
- penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus
kronik)

c. Foto kepala posisi waters


Foto ini dilakukan dengan posisi dimana kepala menghadap film, garis
orbito meatus membentuk sudut 370 dengan film. Pada foto ini, secara ideal
piramid tulang petrosum diproyeksikan pada dasar sinus maxillaris sehingga
kedua sinus maxillaris dapat dievaluasi sepenuhnya. Foto Waters umumnya
dilakukan pada keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut terbuka akan dapat
menilai dinding posterior sinus sphenoid dengan baik.

d. Foto kepala posisi Submentoverteks

14
Foto diambil dengan meletakkan film pada vertex, kepala pasien
menengadah sehingga garis infraorbito meatal sejajar dengan film. Sentrasi
tegak lurus film dalam bidang midsagital melalui sella turcica kearah vertex.
Posisi ini biasa untuk melihat sinus frontalis dan dinding posterior sinus
maxillaris.

e. Foto posisi Rhese


Posisi Rhese atau oblique dapat mengevaluasi bagian posterior sinus
ethmoidalis, kanalis optikus, dan lantai dasar orbita sisi lain.

f. Foto kepala posisi Towne


Posisi ini diambil dengan berbagai variasi sudut angulasi antara 300-
600 ke arah garis orbitomeatal. Sentrasi dari depan kira-kira 8 cm diatas
glabela dari foto polos kepala dalam bidang midsagital.proyeksi ini paling
baik untuk menganalisis dinding posterior sinus maxillaris, fisura orbitalis
inferior, kondilus mandibularis dan arkus zigomatikus posterior.

 Pemeriksaan Tomogram

15
Pemeriksaan tomogram pada sinus paranasal biasanya digunakan
multidirection tomogram. Sejak digunakannya CT-Scan, pemeriksaan tomogram
sudah jarang digunakan. Tetapi pada fraktur daerah sinus paranasal, pemeriksaan
tomogram merupakan suatu teknik yang terbaik untuk menyajikan fraktur-fraktur
tersebut dibandingkan dengan pemeriksaan axial dan coronal CT-Scan. Pada
Pemeriksaan Tomogram biasanya dilakukan pada kepala dengan posisi AP atau
Waters.

 Pemeriksaan Ct Scan
Pemeriksaan CT-Scan sekarang merupakan pemeriksaan yang sangat unggul
untuk mempelajari sinus paranasal, karena dapat menganalisis dengan baik tulang-
tulang secara rinci dan bentuk-bentuk jaringan lunak, irisan axial merupakan standar
pemeriksaan paling baik yang dilakukan dalam bidang inferior orbitomeatal (IOM).
Pemeriksaan ini dapat menganalisis perluasan penyakit dari gigi geligi, sinus-sinus
dan palatum, terrmasuk ekstensi intrakranial dari sinus frontalis.

Foto normal CT Scan sinus Maxilla

16
Foto CT scan posisi coronal memperlihatkan gambaran sinusitis maxilla dengan
penebalan dinding mukosa di sinus maxilla kanan

 Pemeriksaan MRI

MRI memberikan gambaran yang lebih baik dalam membedakan struktur


jaringan lunak dalam sinus. Kadang digunakan dalam kasus suspek tumor dan
sinusitis fungal. Sebaliknya, MRI tidak mempunyai keuntungan dibandingkan
dengan CT Scan dalam mengevaluasi sinusitis. MRI memberi hasil positif palsu
yang tinggi, penggambaran tulang yang kurang, dan biaya yang mahal. MRI
membutuhkan waktu lama dalam penyelesaiannya dibandingkan dengan CT Scan
yang relatif cukup cepat dan sulit dilakukan pada pasien klaustrofobia. 16
MRI mungkin merupakan pilihan terbaik untuk mendeteksi dan mengenali
mukokel. MRI dengan kontras merupakan teknik terbaik untuk mendeteksi empiema
subdural atau epidural. (11)

Foto MRI normal sinus

MRI menunjukkan ekstensi intraorbital sinus ethmoid bagian kanan


17
PENATALAKSANAAN SINUSITIS

Mikrobiologi pada sinusitis orang dewasa

Acute Chronic
Streptococcus pneumonia Staphylococcus aureus
Haemophilus influenzae Streptococcus pneumonia
Moraxella catarrhalis Anaerobes
Anaerobes Enteric gram-negative bacilli
Staphylococcus aureus Coagulase-negative staphylococcus
Other streptococci Haemophilus influenzae
Pseudomonas aeruginosa
Alpha streptococcus
Moraxella catarrhalii

Antibiotik merupakan kunci dalam penatalaksanaan sinusitis supuratif akut.


Amoksisilin merupakan pilihan tepat untuk kuman gram positif dan negatif. Vankomisin
untuk kuman S. pneumoniae yang resisten terhadap amoksisilin. Pilihan terapi lini pertama
yang lain adalah kombinasi eritromicin dan dulfonamide atau cephalexin dan sulfonamide.

Terapi antibiotic harud diteruskan minimum 1 minggu setelah gejala terkontrol. Lama
terapi rata-rata 10 hari. Karena banyaknya distribusi ke sinus-sinus yang terlibat, perlu
mempertahankan kadar antibiotika yang adekuat bila tidak, mungkin terjadi sinusitis
supuratif kronik.
Tindakan lain yang dapat dilakukan untuk membantu memperbaiki drainase dan
pembersihan secret dari sinus. Untuk sinusitis maxillaris dilakukan pungsi dan irigasi sinus,
sedangkan untuk sinusitis ethmoidalis frontalis dan sinusitis sphenoidalis dilakukan tindakan
pencucian Proetz. Irigasi dan pencucian dilakukan 2 kali dalam seminggu. Bila setelah 5 atau
6 kali tidak ada perbaikan dan klinis masih tetap banyak secret purulen, maka perlu dilakukan
bedah radikal.

Antibiotik parenteral diberikan pada sinusitis yang telah mengalami komplikasi


seperti komplikasi orbita dan komplikasi intrakranial, karena dapat menembus sawar darah
otak. Ceftriakson merupakan pilihan yang baik karena selain dapat membasmi semua bakteri
terkait penyebab sinusitis, kemampuan menembus sawar darah otaknya juga baik.
18
Pada sinusitis yang disebabkan oleh bakteri anaerob dapat digunakan metronidazole
atau klindamisin. Klindamisin dapat menembus cairan serebrospinal. Antihistamin hanya
diberikan pada sinusitis dengan predisposisi alergi. Analgetik dapat diberikan. Kompres
hangat dapat juga dilakukan untuk mengurangi nyeri.

Untuk pasien yang menderita alergi, pengobatan alergi yang dijalani bermanfaat.
Pengontrolan lingkungan, steroid topical, dan imunoterapi dapat mencegah eksesarbasi
rhinitis sehingga mencegah perkembangannya menjadi sinusitis.

Dekongestan
 Dekongestan Oral (Lebih aman untuk penggunaan jangka panjang)
Phenylproponolamine dan pseudoephedrine, yang merupakan agonis alfa
adrenergik. Obat ini bekerja pada osteomeatal komplek

 Dekongestan topikal
Phenylephrine Hcl 0 , 5 % d a n oxymetazoline Hcl 0,5 % bersifat vasokonstriktor
lokal. Obat ini bekerja melegakan pernapasan dengan mengurangi oedema mukosa.

AntiHistamin dan Kortikosteroid


 Antihistamin serta kortikosteroid diberikan lebih khusus untuk penderita sinusitis
yang dicetuskan karena keadaan rhinitis alergi.

Antihistamin
 Antihistamin golongan II yaitu Loratadine. Anti histamin golongan II mempunyai
keunggulan, yaitu lebih memiliki efek untuk mengurangi rhinore, dan menghilangkan
obstruksi, serta tidak memiliki efek samping menembus sawar darah otak

Kortikosteroid
 bisa diberi oral ataupun topikal, namun pilihan disini adalah kortikosteroid oral yaitu
metil prednisolon, efek samping berupa retensi air sangat minimal, begitupula dengan
efek terhadap lambung juga minimal.

19
Onset tiba-tiba dari 2 atau lebih gejala, salah Keadaan yang harus segera di rujuk/ dirawat
sa
Edema periorbita
tunya termasuk hidung tersumbat/ Pendorongan letak bola mata
Penglihatan ganda
obstruksi/ kongesti atau pilek; sekret hidung
Oftalmoplegi
anterior/ posterior; ± nyeri/ rasa tertekan di
Penurunan visus
wajah; Nyeri frontal unilateral atau bilateral
Bengkak daerah frontal
Penghidu terganggu/ hilang Tanda meningitis atau tanda fokal neurologis
Pemeriksaan: Rinoskopi Anterior

Foto Polos SPN/ Tomografi Komputer tidak


Gejala kurang dari 5 Gejala menetap atau
direkomendasikan
memburuk setelah 5
hari atau membaik
hari
setelahnya

Common cold Sedang Berat

Pengobatan Steroid topikal Antibiotik + steroid


simtomatik topikal

Tidak ada perbaikan Tidak ada perbaikan


setelah 14 hari Perbaikan dalam 48 dalam 48 jam
jam

20
Rujuk ke dokter Teruskan terapi untuk Rujuk ke dokter
spesialis 7-14 hari spesialis
Skema penatalaksanaan rinosinusitis akut pada dewasa untuk pelayanan kesehatan primer
berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitisnand Nasal Polyps 2007

2 atau lebih gejala, bedah


Tindakan salah satunya berupapada sinusitis Pikirkan
sederhana diagnosis
maksilaris lain adalah
kronik : nasoantrostomi
hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau
atau
pilek;pembentukan fenestraposterior;
sekret hidung anterior/ nasoantral.
± Ekmoidektomi dilakukan pada sinusitis etmoidalis.
Gejala unilateral
Perdarahan
Frontoetmoidektomi eksternal dilakukan pada Krusta
nyeri/ rasa tertekan di wajah; sinusitis frontalis. Eksplorasi sfenoid
Gangguan penciuman
dilakukan pada sinusitis
Penghidu terganggu/ hilangsfenoidalis. Pembedahan sinus endoskopik merupakan suatu teknik
Gejala Orbita
yang memungkinkan visualisasi yang baik dan magnifikasi anatomi hidung dan ostium sinus
Edema Periorbita
Pemeriksaan: Rinoskopi Anterior
Pendorongan letak bola mata
normal bagi ahli bedah, teknik ini menjadi populer Penglihatan
akhir-akhirganda
ini.
Foto Polos SPN/ Tomografi Komputer tidak
Oftalmoplegi
direkomendasikan
Sinusitis kronis Nyeri kepala bagian frontal yang berat
Tersedia Endoskopi Bengkak daerah frontal
Tanda meningitis atau tanda fokal neurologis
fokal

Polip Tidak ada polip Endoskopi tidak Investigasi dan


tersedia intervensi secepatnya

Pemeriksaan Rinoskopi Anterior


Ikuti skema polip Ikuti skema
hidung Dokter Spesialis Rinosinusitis kronik Foto Polos SPN/ Tomografi
THT Dokter Spesialis THT
Komputer tidak direkomendasikan

Rujuk Dokter Spesialis


THT jika Operasi
Dipertimbangkan Steroid topikal

Cuci hidung

Antihistamin jika alergi

Reevaluasi setelah 4
minggu

Perbaikan Tidak ada perbaikan


21

Lanjutkan terapi Rujuk spesialis THT


Skema
2 atau penatalaksanaan
lebih gejala, rinosinusitis
salah satunya berupa kronikPertimbangkan
dengan atau tanpa polip
diagnosis lainhidung
: pada dewasa
hidung tersumbat
untuk atau pilek
pelayanan yang tidak
kesehatan primer dan dokter spesialis non THT berdasarkan European
Gejala unilateral
jernih; ± nyeri bagian frontal, sakit kepala; Perdarahan
Position Paper Rhiinosinusitisnand Nasal Polyps 2007
Krusta
Gangguan Penghidu Kakosmia
Gejala Orbita
Pemeriksaan THT termasuk Endoskopi:
Edema Periorbita
Pertimbangkan Tomografi Komputer Penglihatan ganda
Oftalmoplegi
Tes Alergi Nyeri kepala bagian frontal yang berat
Edem frontal
Pertimbangkan diagnosis dan
Tanda meningitis atau tanda fokal neurologis
penatalaksanaan penyakit penyerta; misal fokal
Asma

Ringan VAS 0-3 Sedang atau berat VAS


>3-10

Steroid topikal Gagal setelah 3 bulan Steroid topikal Perlu investigasi dan
Intranasal cuci hidung intervensi cepat
Cuci hidung

Kultur & resistensi Kuman

Perbaikan Makrolid jangka panjang

Gagal setelah 3 bulan


Tindak lanjut Jangka
Panjang + cuci hidung

Steroid topikal

± Makrolide jangka panjang


Tomografi Komputer 22

Operasi
Skema penatalaksanaan berbasis bukti rinosinusitis kronik tanpa polip hidung pada
dewasa untuk dokter spesialis THT berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitis
and Nasal Polyps 20076

2 atau lebih gejala, salah satunya berupa Pertimbangkan diagnosis lain :


hidung tersumbat atau sekret hidung
Gejala unilateral
berwarnar; ± nyeri bagian frontal, sakit
Perdarahan
kepala; Krusta
Kakosmia
Gangguan Penghidu
Gejala Orbita
Edema Periorbita
Pemeriksaan THT termasuk Endoskopi:
Penglihatan ganda
Pertimbangkan Tomografi Komputer Oftalmoplegi
Nyeri kepala bagian frontal yang berat
Tes Alergi
Edem frontal
Tanda meningitis atau tanda fokal neurologis
Pertimbangkan diagnosis dan
fokal
penatalaksanaan penyakit penyerta; misal
ASA

Ringan VAS 0-3 Sedang VAS 3-7 Berat VAS > 10

Perlu investigasi dan


intervensi cepat
Steroid topikal (spray) Steroid topikal tetes Steroid oral jangka
hidung pendek

Steroid topikal

Dievaluasi setelah 3
bulan Evaluasi setelah 1
bulan

Perbaikan Tidak membaik

Perbaikan Tidak membaik

Lanjutkan Steroid
Topikal Tomografi Komputer

23
Evaluasi setiap 6 bulan Tindak lanjut Operasi

Cuci hidung

Steroid topikal + oral


Antibiotika jangka
panjang

Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronik dengan polip hidung pada dewasa untuk
dokter spesialis THT berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal
Polyps 20076

KOMPLIKASI SINUSITIS

Sinusitis merupakan suatu penyakit yang tatalaksananya berupa rawat jalan. Pengobatan
rawat inap di rumah sakit merupakan hal yang jarang kecuali jika ada komplikasi dari
sinusitis itu sendiri. Walaupun tidak diketahui secara pasti, insiden dari komplikasi sinusitis
diperkirakan sangat rendah. Salah satu studi menemukan bahwa insiden komplikasi yang
ditemukan adalah 3%. Sebagai tambahan, studi lain menemukan bahwa hanya beberapa
pasien yang mengalami komplikasi dari sinusitis setiap tahunnya. Komplikasi dari sinusitis
ini disebabkan oleh penyebaran bakteri yang berasal dari sinus ke struktur di sekitarnya.
Penyebaraan yang tersering adalah penyebaran secara langsung terhadap area yang
mengalami kontaminasi.
Komplikasi dari sinusitis tersebut antara lain20
1. Komplikasi lokal
a) Mukokel
b) Osteomielitis (Pott’s puffy tumor)
2. Komplikasi orbital
a) Inflamatori edema
a) Abses orbital
b) Abses subperiosteal
c) Trombosis sinus cavernosus.
3. Komplikasi intrakranial
a) Meningitis
a) Abses Subperiosteal

24
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik.
Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan
eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intracranial.

CT scan merupakan suatu modalitas utama dalam menjelaskan derajat penyakit sinus
dan derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan ini
harus rutin dilakukan pada sinusitis refrakter, kronik atau berkomplikasi.

PROGNOSIS SINUSITIS

Sinusitis akut memiliki prognosis yang sangat baik, dengan perkiraan 70% penderita
sembuh tanpa pengobatan. Sedangkan sinusitis kronik memiliki prognosis yang bervariasi.
Jika penyebabnya adalah kelainan anatomi dan telah diterapi dengan bedah, maka
prognosisnya baik.lebih dari 90% pasien membaik dengan intervensi bedah, namun pasien ini
kadang mengalami kekambuhan.19

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Farid W, Ramsi L. Penatalaksanaan karsinoma nasofaring. Medan : FK USU, 1998.h.


1-20.
2. Ballenger JJ. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher.13th Ed. Jilid 1.
Alih bahasa staf ahli bagian THT RSCM-FK UI. Jakarta : Binarupa Aksara, 1994.h.
391-6.
3. Myers EN, Suen JY. Cancer of the head and neck. 2nd ed. New York : Churchill
Livingstone, 1989. h. 495-507.
4. Iskandar N, Munir M, Soetjiepto D. Tumor Ganas THT. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI, 1989.
5. Damayanti Soetjipto. Karsinoma nasofaring.Dalam : Nurbaiti Iskandar (ed).Tumor
telinga-hidung-tenggorok diagnosis dan penatalaksanaan. Jakarta : FK UI,1989.h. 71-
84.
6. Ballenger JJ. Otorhinolaryngology : head and neck surgery. 15th ed. Philadelphia :
Williams & Wilkins, 1996.p. 323-36.
7. Ramsi Lutan, Nasution YU. Karsinoma nasofaring. Dalam : Program & abstrak
PITIAPI. Medan : FK USU, 2001.h. 9-25.
8. Susworo. Dalam : Kanker Nasofaring Epidemologi dan Pengobatan Mutakhir. Cermin
Dunia Kedokteran. 2004 : 16-20
9. Averdi Roezin, Anida Syafril. Karsinoma nasofaring. Dalam : Efiaty A. Soepardi
(ed). Buku ajar ilmu penyakit telinga hidung tenggorok. Edisi ketiga. Jakarta : FK UI,
1997. h. 149-53.

26
10. Davidson. Neck Masses : Differential Diagnosis and Evaluation. San Diego :
University of California. Available at :
http://drdavidson.ucsd.edu/Portals/0/CMO/CMO_05.htm. Accessed July 31, 2009.

11. Mackay DN. Antibiotic therapy of the rhinitis & sinusitis. Dalam : Settipane GA,
penyunting. Rhinitis. Edisi ke-2. Rhode Island: Ocean Side Publication;1991. p. 253-
5.
12. Mangunkusumo Endang, Soetjipto Damajanti. Sinusitis. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Jakarta: FKUI,2010: h.
152
13. Hilger PD. Disease of Parasanal Sinuses. Adam GL Boies LRJK Hilger Fundametal
of Oyolaryngology,6th ed. Philadelphia ; Sounders Company, 1990.p49 – 270
14. Pletcher SD, Golderg AN. 2003. The Diagnosis and Treatment of Sinusitis. In
advanced Studies in Medicine. Vol 3 no.9. PP. 495-505
15. Blumenthal MN. Alergic Conditions in Otolaryngology Patients. Adam GL, Boies LR
Jr. Hilger P. (Eds). Boies Fundametal of Otolaryngology, 6th ed. Philadelphia 1989,
195 – 205.
16. Hilger PD. Disease of Parasanal Sinuses. Adam GL Boies LRJK Hilger. Fundametal
of Oyolaryngology,6th ed. Philadelphia ; Sounders Company,1990: p.49 – 270
17. Waguespack R, 1995, Mucociliary Clearance Patterns Following Endoscopic Sinus
Surgery, Laryngoscope(Supplement):p 1-40
18. Anonim. 2001. Sinusitis, dalam Kapita Selekta Kedokteran, ed. 3. Media Ausculapius
FK UI. Jakarta : 102-106.
19. Rubin MA, Gonzales R, Sande MA. Infections of the Upper Respiratory Tract. In:
Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL,
editors.Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th ed.New York,NY: McGraw
Hill; 2005. p. 185-93

20. Hilger, Peter A. Penyakit pada Hidung. In: Adams GL, Boies LR. Higler PA, editor.
Buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC; 1997.p.200.

21. Kennedy E. Sinusitis. Available from: http://www.emedicine.com/emerg/topic536.htm

27
22. Nizar W. Anatomi Endoskopik Hidung-Sinus Paranasalis dan Patifisiologi Sinusitis.
Kumpulan Naskah Lengkap Pelatihan Bedah Sinus Endoskopik Fungsional Juni
2000.p 8-9
23. Pracy R, Siegler Y. Sinusitis Akut dan Sinusitis Kronis. Editor Roezin F, Soejak S.
Pelajaran Ringkas THT . Cetakan 4. Jakarta: Gramedia; 1993.p 81-91
24. Sobol E. Sinusitis, Acute, Medical Treatment. Available from:
http://www.emedicine.com/ent/topic337.htm
25. Razek A. Sinusitis, Chronic, Medical Treatment. Available from:
http://www.emidicine.com/ent/topic338.htm

28

Anda mungkin juga menyukai