PNEUMONIA
Pembimbing :
dr. Tety Suratika, SpPD
Disusun Oleh :
Herni Maulidyah
2015730054
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SAYANG CIANJUR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Pneumonia”. Laporan kasus ini penulis ajukan sebagai salah satu
persyaratan untuk menyelesaikan kepanitraan klinik stase Penyakit
Dalam di Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Penulis menyadari laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan guna perbaikan
laporan selanjutnya. Atas selesainya laporan ini, penulis menyampaikan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dr. Tety
Suratika, SpPD yang telah memberikan persetujuan dan pembimbingan.
Semoga laporan ini dapat menambah ilmu pengetahuan bagi penulis dan
para pembaca.
Penulis
BAB I
2
STATUS PASIEN
1.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien laki-laki datang dengan keluhan sesak napas sejak 1 bulan SMRS
1 bulan SMRS. Pasien mengeluhkan sesak napas, baik saat aktivitas ataupun
istirahat keluhan sesak tetap dirasakan tidak ada perbaikan, disertai batuk
berdahak berwarna hijau, tidak ada batuk darah, tidak ada mual, tidak ada
menjadi 38 kg, badan terasa lemas. Pasien mengatakan tidak demam, namun
merasakan menggigil dan berkeringat dingin pada saat malam hari. Selama
satu bulan pasien tidak ada aktivitas berat, hanya melakukan aktivitas ringan
di rumah. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Keluhan dirasakan semakin
3
berobat ke poliklinik penyakit dalam RSUD Sayang Cianjur pada tanggal 04
Maret 2020.
Riwayat Pengobatan
Pasien pernah berobat OAT selama 2 bulan pada 6 bulan yang lalu
Riwayat Alergi
Tidak ada riwayat alergi terhadap obat, makanan, debu, maupun cuaca
Riwayat Psikososial
Pasien bekerja sebagai supir bis, memiliki kebiasaan merokok sudah lebih dari
20 tahun. Selama bekerja ini, pasien dapat menghabiskan 5 bungkus rokok per
hari. Pasien tinggal di rumah bersama dengan ketiga anaknya yang masih di
bangku SD dan balita.
- Thorax
Pulmo
Inspeksi : Normochest, Pergerakan dinding dada simetris, retraksi
intercostal (+)
Palpasi : Vocal fremitus sama pada kedua lapang paru.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronkhi (+/+), Wheezing (-/-)
Jantung:
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V midclavicula sinistra
Perkusi : Redup
Batas Jantung Kanan : ICS parasternalis II Sinistra
Batas Jantung Kiri : ICS parasternalis III Dextra
Batas Jantung Atas : ICS Midclavicula IV Sinistra
Auskultasi : BJ I dan II reguler (+), gallop (-), murmur (-)
Abdomen:
Inspeksi : Perut tampak datar
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
5
Palpasi :Supel, Nyeri tekan epigastrium (-), Hepatomegali (-),
Splenomegali (-).
Perkusi : Timpani
Status Neurologis :
GCS : 15
Reflek Fisiologis : Biceps +/+ Triceps +/+
Patella +/+ Achilles +/+
Reflek Patologis : (-)
Rangsang Meningeal : Kaku Kuduk (-) Kernig Sign (-)
Lasegue sign (-) Brudzinski I (-)
Brudzinski II (-)
Kekuatan Motorik :
D S
55 55
55 55
55 55
55 55
6
Tanggal: Hasil Nilai Rujukan Satuan
04/03/2020
HEMATOLOGI
Hematologi Lengkap
Hematokrit 37.7 42 – 52 %
MCV/VER 78.6 80 – 94 fL
RDW-SD 50.4 37 – 54 fL
PDW 15.8 9 – 14 fL
MPV 8 8 – 12 fL
Differential
Limfosit % 7.4 26 – 36 %
Neutrofil % 86.4 40 – 70 %
7
Eosinofil % 0.9 1–3 %
Absolut
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah
Fungsi Hati
Fungsi Ginjal
Elektrolit
8
Natrium (Na) 127.8 135 – 148 mEq/L
MIKROBIOLOGI
GeneXpert
Klasifikasi
Paru
Penyakit
No. Identitas
20/3203015/1/0613
Sample
Tgl Pengiriman
05/03/2020
Sample
9
Hili tertutup infiltrat.
Corakan bronkovaskular bertambah.
Tampak bercak infiltrat lunak yang sebagian berkonfluent disertai fibrosis dan
rongga lusen di kedua lapang paru.
Tampak konsolidasi inhomogen di lapang tengah paru kanan.
Tampak perselubungan opak homogen di hemithoraks lateral tengah sampai bawah
kiri yang membentuk gambaran lenticular shaped.
Skeletal dan soft tissue dalam batas normal.
KESAN:
- TBC paru lama aktif dengan penebalan pleura kanan curiga disertai infeksi
sekunder (pneumonia kanan).
- Efusi pleura (sugestif empyema) kiri.
- Tidak tampak kardiomegali.
1.5 Assessment
- Pneumonia
- Susp. TB Paru TB Paru (+)
- Dyspepsia
1.6 Terapi
- Pemberian O2
- Head up 30° (semi fowler)
- IVFD NaCl 0,9% 1500 cc/24 jam
- Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr
- Inj. Omeprazole 2 x 40 mg
- Azithromycin 1 x 500 mg
- Ambroxol syr 3 x 10 cc
1.7 Follow Up
Tanggal S O A P
10
- Nyeri ulu hati RR : 26x/m Paru • Pemberian
S : 36,5℃ - Dyspepsia O2
• Pemeriksaa
Thorax: n sputum BTA
Retraksi interkosta • Pemeriksaa
(+); Rh (+/+) n geneXpert
• Foto thorax
• IVFD NaCl
0,9%
1500cc/24 jam
• Inj.
Ceftriaxone 1 x
2 gr
• Inj.
Omeprazole 2 x
40 mg
• Azithromyc
in 1 x 500 mg
• Ambroxol
syr 3 x 10 cc
11
• Ambroxol
syr 3 x 10 cc
• 4FDC 1 x 3
• Vit B6 1 x 1
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pneumonia
I. PENDAHULUAN
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju.
Pneumonia merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat, yang
merupakan salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi pada anak-anak dan orang
dewasa. Hal ini diduga karena penyakit ini merupakan penyakit yang akut dan
kualitas penatalaksanaannya belum memadai. Pneumonia paling banyak disebabkan
oleh bakteri dan virus. Patogen yang paling umum adalah Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae tipe b (Hib), dan Respiratory Syncytial Virus (RSV).
Di negara maju seperti Amerika, insidens pneumonia komuniti adalah 12
kasuas per 1000 orang per tahun dan merupakan waktu beberapa hari untuk
mendapatkan hasilnya. Di negara maju seperti Amerika, dengan cara invasif pun
14
penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Megingat pneumonia dapat
menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pengobatan awal antibiotik
harus diberikan secara empiris. Angka period prevalence pneumonia atau angka
penderita pneumonia pada waktu tertentu di Indonesia cenderung meningkat dari
2,1% pada tahun 2007 menjadi 2,7% pada tahun 2013 (Depkes, 2013).
II. DEFINISI
Pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru dimana asinus terisi
dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam
interstitium. Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru
yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), bahan kimia,
radiasi, aspirasi, obat-obatan dan lain-lain. Pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang
disebabkan oleh penyebab noninfeksi (bahan kimia, radiasi, obat-obatan dan lain-lain)
lazimnya disebut pneumonitis.
III. ETIOLOGI
15
IV. PATOFISIOLOGI
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah kolonisasi. Secara
inhalasi terjadi pada infeksi virus, infeksi mikroorgansime atipikal, infeksi
mikobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5-2,0 mm melalui
udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses
infeksi. Bila terjadi kolonisasi mikroorganisme pada saluran napas atas (hidung,
orofaring) kemudian terjadi aspirasi kesaluran pernapasan bagian bawah dan terjadi
inokulasi, maka hal ini merupakan awal dari permulaan infeksi dari sebagian besar
infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal
16
waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan
pemakai obat (drug abuse).
Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi yaitu 10 8-10/ml,
sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 – 1,1 ml) dapat memberikan titer
inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.
Pada pneumonia biasanya mikroorganisme masuk secara inhalasi atau
aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat di saluran napas bagian atas sama
dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak
ditemukan jenis mikroorganisme yang sama.
V. KLASIFIKASI PNEUMONIA
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
Pneumonia yang didapat di komunitas didefinisikan sebagaai suatu
penyakit yang dimulai di luar rumah sakit atau didiagnosa 48 jam setelah
masuk rumah sakit pada pasien yang tidak tinggal dalam perawatan jangka
panjang selama 14 hari atau lebih sebelum onset gejala (Tierney. et al., 2002).
Berbagai patogen yang cenderung dijumpai pada faktor resiko tertentu
misalnya H. influenza pada pasien perokok, patogen atipikal pada pasien
lansia, Gram negatif pada pasien dari rumah jompo. Patogen pneumonia
komunitas rawat inap diluar ICU 20-70% tidak diketahui penyebabnya. S.
Pneumoniae dijumpai pada 20-60%, H. Influenzae dijumpai sekitar 3-10%.
Patogen pada pneumonia komunitas di ICU sebanyak 10%, 50-60% tidak
diketahui penyebabnya, sekitar 33% disebabkan S. Pneumoniae.
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised
VI. DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
18
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat sampai > 40℃, batuk dengan dahak mukoid atau purulen
kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.
b. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisik dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi
dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pada palpasi
fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi dapat terdengar
suara napas (bronkovesikuler) sampai bronkial, dapat disertai ronki basah
halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.
Penilaian derajat keparahan pneumonia pada anak dan dewasa dengan cara yang
berbeda.
Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komunitas pada pasien dewasa dapat
dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia
Patient Outcome Research Team (PORT). Berdasarkan kesepakatan Persatuan Dokter
Paru Indonesia (PDPI), kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia
adalah:
1. Skor PORT lebih dari 70
2. Bila skor PORT kurang dari 70 maka penderita tetap perlu rawat inap bila di jumpai
salah satu dari kriteria dibawah ini:
a) Frekuensi nafas > 30 kali/menit
b) PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg
c) Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral 7
d) Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
e) Tekanan sistolik < 90mmHg
f) Tekanan diastolik < 60 mmHg (PDPI, 2003b)
3. Pneumonia pada pengguna NAPZA
19
Menurut ATS (American Thoracic Society) kriteria pneumonia berat bila dijumpai
salah satu atau lebih kriteria dibawah ini.
Kriteria minor:
- Frekuensi naoas > 30x/menit
- PaO2/FiO2 < 250 mmHg
- Gambaran rontgen paru menunjukkan kelainan bilateral
- Gambaran rontgen paru melibatkan > 2 lobus
- Tekanan sistolik < 90 mmHg
- Tekanan diastolik < 60 mmHg
Kriteria mayor:
- Membutuhkan ventilasi mekanik
- Infiltrat bertambah > 50%
- Membutuhkan vasopressor > 4 jam (syok septik)
- Serum kreatinin ≥ 2 mg/dl atau peningkatan ≥ 2 mg/dl, pada penderita riwayat
penyait ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis.
20
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Gambaran Radiologis
Foto thorax (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan “air bronchogram”, penyebaran bronkogenik dan
interstisial serta gambaran kaviti. Foto thorax saja tidak dapat secara khas
menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah
diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan
oleh Streptococcus pneumoniae. Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan
Klebsiela pneumoniae sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus
atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada
hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED.
Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur
darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang
tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, dan
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
VII. PENGOBATAN
DIAGNOSIS BANDING
VIII. PENATALAKSANAAN
IX. KOMPLIKASI
X. PROGNOSIS
21
BAB III
KESIMPULAN
Demam rematik masih merupakan masalah kesehatan yang penting dinegara yang
sedang berkembang. Sering kali menimbulkan gejala sisa yang tidak dapat dibilang
ringan.Dengan mengetahui gejala klinis dari demam rematik, kita diharapkan dapat
menegakan diagnosa dengan cepat dan tepat.
Setelah kita memahami perjalanan penyakit dari demam rematik yang akhirnya
menjadi penyakit jantung rematik, serta komplikasi dan cacat yang ditimbulkan dikemudian
hari, diharapkan dapat menekan angka morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh
penyakit jantung rematik, dengan cara melakukan profilaksis primer dan profilaksis sekunder.
Tindakan bedah diperlukan bila terjadi kelainan jantung yang berat dan menetap yang
menghalangi kehidupan normalnya atau sudah tidak dapat diatasi dengan tindakan
medis,sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
22
DAFTAR PUSTAKA
1 Bambang W, Sri Endah R, Rubiana S. Penanganan Penyakit Jantung Pada Bayi Dan
Anak.UKK Kardiologi IDAI. FKUI. 2005.
2 Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatah Anak RSCM. FKUI.
Jakarta.2005.
3 Markum AH. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. FKUI.Jakarta.1991
4 http://www.emedicine.com//rheumatic hearth disease ; article by Thomas K
Chin,MD. 5 may 2005
5 http://www.emedicine.com.Rheumatoid Heart Disease Effect Imene Benayache,MD.
6 http://www emedicine.com.Layola University Health System Cardiac Care-
Rheumatoid Heart Disease
7 Rheumatic fever : update on the Jones criteria according to the American Heart
Association. 2015.
23