Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

PNEUMONIA

Pembimbing :
dr. Tety Suratika, SpPD

Disusun Oleh :
Herni Maulidyah
2015730054

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SAYANG CIANJUR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Pneumonia”. Laporan kasus ini penulis ajukan sebagai salah satu
persyaratan untuk menyelesaikan kepanitraan klinik stase Penyakit
Dalam di Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Penulis menyadari laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan guna perbaikan
laporan selanjutnya. Atas selesainya laporan ini, penulis menyampaikan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dr. Tety
Suratika, SpPD yang telah memberikan persetujuan dan pembimbingan.
Semoga laporan ini dapat menambah ilmu pengetahuan bagi penulis dan
para pembaca.

Cianjur, Maret 2020

Penulis

BAB I
2
STATUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. E
Ruang Perawatan : Arben
Umur : 56 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Cibeber, Cianjur
Pekerjaan : Supir bus
Masuk RS : 04 Maret 2020
No. Kamar :1
No. RM : 92 33 xx

1.2 Anamnesis
 Keluhan Utama
Pasien laki-laki datang dengan keluhan sesak napas sejak 1 bulan SMRS

 Riwayat Penyakit Sekarang

1 bulan SMRS. Pasien mengeluhkan sesak napas, baik saat aktivitas ataupun

istirahat keluhan sesak tetap dirasakan tidak ada perbaikan, disertai batuk

berdahak berwarna hijau, tidak ada batuk darah, tidak ada mual, tidak ada

muntah, tenggorokan terasa sakit sehingga nafsu makan pasien menjadi

berkurang dan terdapat penurunan berat badan dengan berat awal 55 kg

menjadi 38 kg, badan terasa lemas. Pasien mengatakan tidak demam, namun

merasakan menggigil dan berkeringat dingin pada saat malam hari. Selama

satu bulan pasien tidak ada aktivitas berat, hanya melakukan aktivitas ringan

di rumah. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Keluhan dirasakan semakin

memberat dan tidak ada perubahan, sehingga pasien memutuskan untuk

3
berobat ke poliklinik penyakit dalam RSUD Sayang Cianjur pada tanggal 04

Maret 2020.

 Riwayat Penyakit Dahulu


TB Paru (+) sejak ± 6 bulan yang lalu, namun pengobatan tidak tuntas. Pasien
melakukan pengobatan di Klinik, namun putus pengobatan karena tidak
memiliki biaya yang cukup untuk meneruskan pengobatan tersebut. Masa
pengobatan hanya berjalan 2 bulan.

 Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada

 Riwayat Pengobatan
Pasien pernah berobat OAT selama 2 bulan pada 6 bulan yang lalu

 Riwayat Alergi
Tidak ada riwayat alergi terhadap obat, makanan, debu, maupun cuaca

 Riwayat Psikososial
Pasien bekerja sebagai supir bis, memiliki kebiasaan merokok sudah lebih dari
20 tahun. Selama bekerja ini, pasien dapat menghabiskan 5 bungkus rokok per
hari. Pasien tinggal di rumah bersama dengan ketiga anaknya yang masih di
bangku SD dan balita.

1.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Tampak lemah
Kesadaran : Composmentis
GCS : E = 3, V=5, M=6
Tanda Vital
Nadi : 99 kali/menit
RR : 36 kali/menit
Suhu : 36,6ºC
TD : 90/60 mmHg
4
Status Generalis
- Kepala : Normocephal
- Rambut : Hitam, tidah mudah dicabut (tidak rontok).
- Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), Refleks cahaya
(+/+) cekung (-/-).
- Hidung : Pernapasan cuping hidung (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)
- Telinga : Normotia, serumen (-/-).
- Mulut : Tampak pucat, Sianosis (-), Stomatitis (-), Lidah Kotor (-)
- Tenggorokan : Faring hiperemis (-), Tonsil tidak membesar
- Leher : Pembesaran KGB (-/-)

- Thorax
Pulmo
Inspeksi : Normochest, Pergerakan dinding dada simetris, retraksi
intercostal (+)
Palpasi : Vocal fremitus sama pada kedua lapang paru.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronkhi (+/+), Wheezing (-/-)

Jantung:
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V midclavicula sinistra
Perkusi : Redup
Batas Jantung Kanan : ICS parasternalis II Sinistra
Batas Jantung Kiri : ICS parasternalis III Dextra
Batas Jantung Atas : ICS Midclavicula IV Sinistra
Auskultasi : BJ I dan II reguler (+), gallop (-), murmur (-)

Abdomen:
Inspeksi : Perut tampak datar
Auskultasi : Bising usus (+) Normal

5
Palpasi :Supel, Nyeri tekan epigastrium (-), Hepatomegali (-),
Splenomegali (-).
Perkusi : Timpani

Ekstremitas Atas Bawah


Sianosis : -/- -/-
Akral : hangat hangat
Edema : -/- -/-
CRT : <2s <2s

Kulit : Turgor : Baik


Efloresensi : tidak ada

Status Neurologis :
GCS : 15
Reflek Fisiologis : Biceps +/+ Triceps +/+
Patella +/+ Achilles +/+
Reflek Patologis : (-)
Rangsang Meningeal : Kaku Kuduk (-) Kernig Sign (-)
Lasegue sign (-) Brudzinski I (-)
Brudzinski II (-)
Kekuatan Motorik :
D S

55 55
55 55
55 55
55 55

1.4 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Lab Darah

6
Tanggal: Hasil Nilai Rujukan Satuan
04/03/2020

HEMATOLOGI

Hematologi Lengkap

Hemoglobin 12.6 13.5 – 17.5 gr/dL

Hematokrit 37.7 42 – 52 %

Leukosit 11.2 4.8 – 10.8 103/µL

Trombosit 327 150 – 450 103/µL

Eritrosit 4.71 4.7 – 6.1 106/µL

MCV/VER 78.6 80 – 94 fL

MCH /HER 26.8 27 – 31 Pg

MCHC / KHER 34.0 33 – 37 g/dL

RDW-SD 50.4 37 – 54 fL

PDW 15.8 9 – 14 fL

MPV 8 8 – 12 fL

Differential

Limfosit % 7.4 26 – 36 %

Monosit % 4.9 4–8 %

Neutrofil % 86.4 40 – 70 %

7
Eosinofil % 0.9 1–3 %

Basofil % 0.4 <1 %

Absolut

Limfosit # 0.83 1.00 – 1.43 103/µL

Monosit # 0.55 0.16 – 1.0 103/µL

Neutrofil # 9.68 1.8 – 7.6 103/µL

Eosinofil # 0.10 0.02 – 0.50 103/µL

Basofil # 0.04 0.00 – 0.10 103/µL

KIMIA KLINIK

Glukosa Darah

Glukosa Darah 83 74 – 106 mg%


Sewaktu

Fungsi Hati

AST (SGOT) 22 < 40 U/L

ALT (SGPT) 16 < 42 U/L

Albumin 2.96 3.4 – 5.0 g/dL

Fungsi Ginjal

Ureum 26.7 10 – 50 mg%

Kreatinin 0.8 0.5 – 1.1 mg%

Elektrolit

8
Natrium (Na) 127.8 135 – 148 mEq/L

Kalium (K) 4.13 3.50 – 5.30 mEq/L

Calcium ion 1.10 1.15 – 1.29 mmol/L

Tanggal: Nilai Nilai Normal Satuan


05/03/2020

MIKROBIOLOGI

GeneXpert

No. Reg 0706

Klasifikasi
Paru
Penyakit

No. Identitas
20/3203015/1/0613
Sample

Tgl Pengiriman
05/03/2020
Sample

Jenis Sample : Sputum

MTB DETECTED MEDIUM


Rif Resistance NOT DETECTED

b. Hasil Foto Rontgen Thorax (06/03/20)

Trakea tertarik ke kanan.


Cor tidak membesar.
Sinus dan diafragma kanan normal, kiri berselubung.
Pulmo:

9
Hili tertutup infiltrat.
Corakan bronkovaskular bertambah.
Tampak bercak infiltrat lunak yang sebagian berkonfluent disertai fibrosis dan
rongga lusen di kedua lapang paru.
Tampak konsolidasi inhomogen di lapang tengah paru kanan.
Tampak perselubungan opak homogen di hemithoraks lateral tengah sampai bawah
kiri yang membentuk gambaran lenticular shaped.
Skeletal dan soft tissue dalam batas normal.
KESAN:
- TBC paru lama aktif dengan penebalan pleura kanan curiga disertai infeksi
sekunder (pneumonia kanan).
- Efusi pleura (sugestif empyema) kiri.
- Tidak tampak kardiomegali.

1.5 Assessment
- Pneumonia
- Susp. TB Paru  TB Paru (+)
- Dyspepsia

1.6 Terapi
- Pemberian O2
- Head up 30° (semi fowler)
- IVFD NaCl 0,9% 1500 cc/24 jam
- Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr
- Inj. Omeprazole 2 x 40 mg
- Azithromycin 1 x 500 mg
- Ambroxol syr 3 x 10 cc

1.7 Follow Up

Tanggal S O A P

05/03/20 - Sesak napas TD : 110/80mmHg - Pneumonia • Posisi semi


- Batuk berdahak HR : 80x/m - Susp. TB fowler

10
- Nyeri ulu hati RR : 26x/m Paru • Pemberian
S : 36,5℃ - Dyspepsia O2
• Pemeriksaa
Thorax: n sputum BTA
Retraksi interkosta • Pemeriksaa
(+); Rh (+/+) n geneXpert
• Foto thorax
• IVFD NaCl
0,9%
1500cc/24 jam
• Inj.
Ceftriaxone 1 x
2 gr
• Inj.
Omeprazole 2 x
40 mg
• Azithromyc
in 1 x 500 mg
• Ambroxol
syr 3 x 10 cc

06/03/20 - Sesak napas TD : 90/60mmHg - Pneumonia • IVFD NaCl


- Batuk berdahak HR : 88x/m - Susp. TB 0,9%
- Nyeri ulu hati RR : 32x/m Paru  TB 1500cc/24 jam
- Badan terasa S : 36,6oC Paru • Inj.
lemas - Dyspepsia Ceftriaxone 1 x
Thorax: 2 gr
Retraksi interkosta • Inj.
(+); Rh (+/+) Omeprazole 2 x
40 mg
• Azithromyc
in 1 x 500 mg

11
• Ambroxol
syr 3 x 10 cc
• 4FDC 1 x 3
• Vit B6 1 x 1

07/03/20 - Sesak napas TD : 90/60mmHg - Pneumonia • IVFD NaCl


- Batuk berdahak, HR : 86x/m - TB Paru 0,9%
dahak berwarna RR : 20x/m - Dyspepsia 1500cc/24 jam
coklat S : 36,6oC • Inj.
- Badan terasa Thorax: Ceftriaxone 1 x
lemas Retraksi interkosta 2 gr
(+); Rh (+/+) • Inj.
Omeprazole 2 x
40 mg
• Azithromyc
in 1 x 500 mg
• Ambroxol
syr 3 x 10 cc
• 4FDC 1 x 3
• Vit B6 1 x 1

08/03/20 - Sesak napas TD : 90/70mmHg - Pneumonia • IVFD NaCl


- Batuk berdahak, HR : 87x/m - TB Paru 0,9%
dahak berwarna RR : 26x/m - Dyspepsia 1500cc/24 jam
coklat S : 36,5oC • Inj.
- Badan terasa Ceftriaxone 1 x
lemas 2 gr
Thorax: • Inj.
Retraksi interkosta Omeprazole 2 x
(+); Rh (+/+) 40 mg
• Azithromyc
in 1 x 500 mg
• Ambroxol
12
syr 3 x 10 cc
• 4FDC 1 x 3
Vit B6 1 x 1

09/03/20 - Sesak napas TD : 100/70mmHg - Pneumonia Obat pulang:


- Batuk berdahak, HR : 90x/m - TB Paru • Cefixime 2
dahak berwarna RR : 26x/m - Dyspepsia x 200 mg
coklat S : 38oC • Lansoprazol
- Badan terasa e 1 x 30 mg
lemas • Azithromyc
Thorax: in 1 x 500 mg
Retraksi interkosta • Ambroxol
(+); Rh (+/+) syr 3 x 10 cc
• 4FDC 1 x 3
• Vit B6 1 x 1

13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pneumonia

I. PENDAHULUAN
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju.
Pneumonia merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat, yang
merupakan salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi pada anak-anak dan orang
dewasa. Hal ini diduga karena penyakit ini merupakan penyakit yang akut dan
kualitas penatalaksanaannya belum memadai. Pneumonia paling banyak disebabkan
oleh bakteri dan virus. Patogen yang paling umum adalah Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae tipe b (Hib), dan Respiratory Syncytial Virus (RSV).
Di negara maju seperti Amerika, insidens pneumonia komuniti adalah 12
kasuas per 1000 orang per tahun dan merupakan waktu beberapa hari untuk
mendapatkan hasilnya. Di negara maju seperti Amerika, dengan cara invasif pun

14
penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Megingat pneumonia dapat
menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pengobatan awal antibiotik
harus diberikan secara empiris. Angka period prevalence pneumonia atau angka
penderita pneumonia pada waktu tertentu di Indonesia cenderung meningkat dari
2,1% pada tahun 2007 menjadi 2,7% pada tahun 2013 (Depkes, 2013).

II. DEFINISI
Pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru dimana asinus terisi
dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam
interstitium. Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru
yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), bahan kimia,
radiasi, aspirasi, obat-obatan dan lain-lain. Pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang
disebabkan oleh penyebab noninfeksi (bahan kimia, radiasi, obat-obatan dan lain-lain)
lazimnya disebut pneumonitis.

III. ETIOLOGI

Pneumonia paling sering terjadi karena Streptococcus pneumonia, Legionella


pneumophila atau Klebsiella sp. Meskipun etiologinya tidak bisa 3 ditentukan pada
banyak kasus, namun kemungkinan besar disebabkan oleh S. pneumonia. Pneumonia
yang lebih ringan dengan onset yang lebih lambat bisa disebabkan oleh Mycoplasme
pneumoniae. Klasifikasi pneumonia secara umum terdiri dari pneumonia komuniti
dan nosokomial yang dibedakan berdasarkan penyebabnya. Tabel 1 menunjukkan
perbedaan penyebab pada pneumonia komuniti dan nosokomial.

15
IV. PATOFISIOLOGI

Dalam keadaan sehat, tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru.


Keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, maka
mikroorganisme dapat masuk, berkembang biak dan menimbulkan penyakit.
Risiko terjadinya infeksi pada paru sangat tergantung pada kemampuan
mikroorganisme untuk mencapai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada
beberapa cara mikroorganisme untuk mencapai permukaan saluran napas:
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi pada permukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah kolonisasi. Secara
inhalasi terjadi pada infeksi virus, infeksi mikroorgansime atipikal, infeksi
mikobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5-2,0 mm melalui
udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses
infeksi. Bila terjadi kolonisasi mikroorganisme pada saluran napas atas (hidung,
orofaring) kemudian terjadi aspirasi kesaluran pernapasan bagian bawah dan terjadi
inokulasi, maka hal ini merupakan awal dari permulaan infeksi dari sebagian besar
infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal
16
waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan
pemakai obat (drug abuse).
Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi yaitu 10 8-10/ml,
sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 – 1,1 ml) dapat memberikan titer
inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.
Pada pneumonia biasanya mikroorganisme masuk secara inhalasi atau
aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat di saluran napas bagian atas sama
dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak
ditemukan jenis mikroorganisme yang sama.

V. KLASIFIKASI PNEUMONIA
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
Pneumonia yang didapat di komunitas didefinisikan sebagaai suatu
penyakit yang dimulai di luar rumah sakit atau didiagnosa 48 jam setelah
masuk rumah sakit pada pasien yang tidak tinggal dalam perawatan jangka
panjang selama 14 hari atau lebih sebelum onset gejala (Tierney. et al., 2002).
Berbagai patogen yang cenderung dijumpai pada faktor resiko tertentu
misalnya H. influenza pada pasien perokok, patogen atipikal pada pasien
lansia, Gram negatif pada pasien dari rumah jompo. Patogen pneumonia
komunitas rawat inap diluar ICU 20-70% tidak diketahui penyebabnya. S.
Pneumoniae dijumpai pada 20-60%, H. Influenzae dijumpai sekitar 3-10%.
Patogen pada pneumonia komunitas di ICU sebanyak 10%, 50-60% tidak
diketahui penyebabnya, sekitar 33% disebabkan S. Pneumoniae.

b. Pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia)


Pneumonia yang didapat di rumah sakit atau nosokomial (Hospital
Acquired Pneumonia) adalah suatu penyakit yang dimulai 48 jam setelah
pasien dirawat di rumah sakit, yang tidak sedang mengalami inkubasi suatu
infeksi saat masuk rumah sakit. Pneumonia yang berhubungan dengan
ventilator berkembang pada pasien-pasien dengan ventilasi mekanik lebih dari
48 jam setelah inkubasi (Tierney. et al., 2002). Bakteri penyebab HAP yang
terbesar adalah bakteri anaerob (35% dari penyebab infeksi HAP). Sisanya
17
adalah Pseudomonas aeruginosa (17%), Staphylococcus (16%), dan
Enterobacter (11%). Sedangkan yang lainnya adalah virus influenza (5%), dan
spesies candida (5%). Hospital Acquired Pneumonia (HAP) yang disebabkan
jamur, kuman anaerob dan virus jarang terjadi (PDPI, 2003b).

c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised

2. Berdasarkan kuman penyebab


a. Pneumonia bakterial/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia.
Beberapa kuman mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka,
misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphylococcus pada penderita
pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan oleh Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama
pada penderita dengan daya tahan tubuh lemah (immunocompromised)

3. Berdasarkan predileksi infeksi


a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumonia bakterial, jarang pada bayi dan
orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan
sekunder disebabkan oleh adaya obstruksi bronkus misal: pada aspirasi benda
asing, atau adanya proses keganasan.
b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat pada
lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi
dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus.
c. Pneumonia interstisial

VI. DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinis
a. Anamnesis

18
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat sampai > 40℃, batuk dengan dahak mukoid atau purulen
kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.

b. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisik dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi
dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pada palpasi
fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi dapat terdengar
suara napas (bronkovesikuler) sampai bronkial, dapat disertai ronki basah
halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.

Penilaian derajat keparahan pneumonia pada anak dan dewasa dengan cara yang
berbeda.

Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komunitas pada pasien dewasa dapat
dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia
Patient Outcome Research Team (PORT). Berdasarkan kesepakatan Persatuan Dokter
Paru Indonesia (PDPI), kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia
adalah:
1. Skor PORT lebih dari 70
2. Bila skor PORT kurang dari 70 maka penderita tetap perlu rawat inap bila di jumpai
salah satu dari kriteria dibawah ini:
a) Frekuensi nafas > 30 kali/menit
b) PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg
c) Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral 7
d) Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
e) Tekanan sistolik < 90mmHg
f) Tekanan diastolik < 60 mmHg (PDPI, 2003b)
3. Pneumonia pada pengguna NAPZA

19
Menurut ATS (American Thoracic Society) kriteria pneumonia berat bila dijumpai
salah satu atau lebih kriteria dibawah ini.
 Kriteria minor:
- Frekuensi naoas > 30x/menit
- PaO2/FiO2 < 250 mmHg
- Gambaran rontgen paru menunjukkan kelainan bilateral
- Gambaran rontgen paru melibatkan > 2 lobus
- Tekanan sistolik < 90 mmHg
- Tekanan diastolik < 60 mmHg

 Kriteria mayor:
- Membutuhkan ventilasi mekanik
- Infiltrat bertambah > 50%
- Membutuhkan vasopressor > 4 jam (syok septik)
- Serum kreatinin ≥ 2 mg/dl atau peningkatan ≥ 2 mg/dl, pada penderita riwayat
penyait ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis.

20
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Gambaran Radiologis
Foto thorax (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan “air bronchogram”, penyebaran bronkogenik dan
interstisial serta gambaran kaviti. Foto thorax saja tidak dapat secara khas
menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah
diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan
oleh Streptococcus pneumoniae. Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan
Klebsiela pneumoniae sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus
atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.

b. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada
hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED.
Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur
darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang
tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, dan
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

VII. PENGOBATAN

DIAGNOSIS BANDING

VIII. PENATALAKSANAAN

IX. KOMPLIKASI
X. PROGNOSIS

21
BAB III
KESIMPULAN

Demam rematik masih merupakan masalah kesehatan yang penting dinegara yang
sedang berkembang. Sering kali menimbulkan gejala sisa yang tidak dapat dibilang
ringan.Dengan mengetahui gejala klinis dari demam rematik, kita diharapkan dapat
menegakan diagnosa dengan cepat dan tepat.
Setelah kita memahami perjalanan penyakit dari demam rematik yang akhirnya
menjadi penyakit jantung rematik, serta komplikasi dan cacat yang ditimbulkan dikemudian
hari, diharapkan dapat menekan angka morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh
penyakit jantung rematik, dengan cara melakukan profilaksis primer dan profilaksis sekunder.
Tindakan bedah diperlukan bila terjadi kelainan jantung yang berat dan menetap yang
menghalangi kehidupan normalnya atau sudah tidak dapat diatasi dengan tindakan
medis,sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

22
DAFTAR PUSTAKA

1 Bambang W, Sri Endah R, Rubiana S. Penanganan Penyakit Jantung Pada Bayi Dan
Anak.UKK Kardiologi IDAI. FKUI. 2005.
2 Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatah Anak RSCM. FKUI.
Jakarta.2005.
3 Markum AH. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. FKUI.Jakarta.1991
4 http://www.emedicine.com//rheumatic hearth disease ; article by Thomas K
Chin,MD. 5 may 2005
5 http://www.emedicine.com.Rheumatoid Heart Disease Effect Imene Benayache,MD.
6 http://www emedicine.com.Layola University Health System Cardiac Care-
Rheumatoid Heart Disease
7 Rheumatic fever : update on the Jones criteria according to the American Heart
Association. 2015.

23

Anda mungkin juga menyukai