Anda di halaman 1dari 13

PATOLOGI PLASENTA PERIPARTUM PADA WANITA DENGAN

PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA

ABSTRAK
Tujuan. Menentukan pola perubahan patologi pada plasenta pada wanita hamil dengan
preeklampsia/eklampsia dan hubungannya dengan tingkat keparahan penyakit dan juga
prognosis perinatal. Metode. merupakan suatu Penelitian cross-sectional yang melihat
patologi plasenta pada pasien-pasien dengan preeklampsia/eklampsia yang digunakan
menggunakan pola blinded pattern dan dibandingkan dengan kelompok kontrol normal.
Analisis data menggunakan proram Epi-info tahun 2008 versi 3.5.1. Hasil. Patologi
plasenta dievaluasi pada 61 pasien dengan preeklampsia/eklampsia dan juga pada 122
wanita dalam kelompok kontrol, terdapat 14 wanita (23%) dengan preeklampsia ringan
dan 39 wanita (63,9%) dengan preeklampsia berat. Kejadian infark, hematoma dan
beberapa perubahan histologi ditemukan berbanding lurus dengan tingkat keberatan
preeklampsia (p < 0,001). Ketika membandingkan plasenta pada pasien-pasien dengan
eklampsia, eklampsia berat, eklampsia dan kelompok normal, terdapat oeningkatan
yang bermakna pada kejadian infark (75%, 66,7%, 35,7% dan 12,3%) atau hematoma
(100%, 100%, 71,4%, 35,2%), arteripato desidual (87,5%, 76,9%, 64,3% dan 35,2%),
proliferasi sel trophoblast (75%, 71,8%, 42,9% dan 25,4%) dan percepatan maturasi vili
(75%, 69,2%, 57,1% dan 31,1%). Tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara
statistic pada kalsifikasi plasenta, edema stroma, fibrosis stroma dan lapisan sinsitial.
Derajat infark plasenta berhubungan dengan berat badan lahir janin. Berat badan janin
pada kejadian dimana plasenta mengalami infark > 10% dianggap signifikan (p=0,01).
Kesimpulan. Pada keadaan preeklampsia ringan ataupun berat, plasenta memiliki
tanda-tanda histologis yang signifikan terjadap kejadian iskemia dan derajat keterlibatan
plasenta oleh infark berbanding terbalik terhadap berat badan janin lahir. Meskipun
rasio fato-plasental lebih tinggi pada peningkatan derajat keparahan penyakit, nilai
rerata berat badan lebih kecil. Penelitian ini terdaftar pada researchregistry3503.
1. PENDAHULUAN
Selama periode perinatal, plasenta, janin dan ibu secara berkelanjutan membentuk suatu
kesetimbangan fungsional, dan gangguan pada salah satu dari antaranya akan
mempengaruhi yang lainnya. Disfungsi plasenta seringkali menyebabkan preeklampsia
dan eklampsia. Preeklampsia dan eklampsia masih menjadi masalah utama yang
menyebabkan kematian maternal dan perinatal dan juga angka kesakitan pada wanita
hamil di dunia, yang menyebabkan kematian langsung dari ibu dengan angka kematian
mencapai 12-15%. Angka kejadian preeklampsia mencapai 0-2%, bervariasi diantara
beberapa populasi yang diteliti; dan definisi preeklampsia dan usia kurang dari 20 tahun
sangat dipengaruhi. Meskipun pathogenesis preeklampsia belum banyak diketahui,
penelitian terbaru telah menemukan bahwa defisiensi vitamin C, vitamin E, lemak, zinc
dan kalsium dan kelebihan kalori dan karbohidrat berkaitan dengan peningkatan risiko
preeklampsia dan eklampsia.
Oleh karena itu, sampai dengan saat ini plasenta masih merupakan catatan
penilaian yang paling akurat mengenai kejadian pada janin prenatal. Plasenta
merupakan suatu organ yang unik dan luar biasa yang timbul secara de novo, dan secara
berlangsung berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan dari janin dalam Rahim.
Sebagai suatu organ yang berperan sangat penting terhadap kelangsungan kehamilan
dan juga nutrisi janin, plasenta telah menimbulkan rasa keingintahuan yang tinggi
diantara ahli obstetrik dan juga ahli patologi, dan masih terdapat kekurangan dalam
penelitian-penelitian yang ada untuk mempelajari “status biologis yang unik” dari organ
yang kompleks ini pada pasien-pasien dengan preeklampsia/eklampsia.
Perubahan histologis pada plasenta dengan preeklampsia/eklampsia meliputi
infark, peningkatan susunan lapisian sinsitial, vili yang tampak hipovaskuler, proliferasi
sel trophoblast, penebalan membrane trophoblast, pembesaran sel endotel yang bersifat
obliteratif pada kapiler janin, dan aterosis dari arteri spiral pada bantalan plasenta.
Penyebab dasar dari preeklampsia adalah plasenta. Kejadian preeklampsia menurun
beberapa saat setelah plasenta dilahirkan dan dapat terjadi tanpa adanya janin dalam
Rahim tetapi masih terdapat jaringan trophoblast dengan mola hidatidosa. Melihat hal
ini, ilmu yang mempelajari tentang plasenta harus memberikan informasi tentang
patofisiologi dari preeklampsia dan eklampsia.
Sebagai tambahan, pada beberapa tahun terakhir, telah terbukti bahwa terdapat
hubungan yang nyata diantara patologi plasenta dan retardasi pertumbuhan intra uterin.
Meskipun demikian, sebagian besar penelitian yang telah dilakukan sampai dengan saat
ini berkaitan dengan perubahan pada plasenta pada pasien-pasien dengan plasenta dan
preeklampsia dilakukan pada ras kaukasia dan Afrika kulit hitam yang tinggal di
negara-negara Barat. Beberapa dari penelitian-penelitian ini menemukan temuan yang
kontradiktif. Meskipun demikian, perubahan patologi yang sama masih diharapkan pada
pasien dari negara-negara asal yang berbeda. Oleh karena itu, masih diperlukan
penelitian yang baru yang mempelajari mengenai plasenta pada pasien-pasien ini dan
mengembangkan sumber informasi yang baru terhadap penalataan pasien-pasien ini.
Dengan semakin meningkatnya angka legalitas, evaluasi ulangan plasenta post-partum
menjadi imperative. Penelitian ini akan menjadi penelitian pertama yang berguna
sebagai batu loncatan untuk penelitian-penelitian berikutnya yang akan meneliti tentang
perubahan plasenta pada pasien-pasien dengan preeklampsia dan eklampsia yang akan
memungkinkan kita untuk membuat pusat informasi yang dapat digunakan sebagai
referensi dan lokal dan internasional.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perubahan patologis dari plasenta
pada ibu dengan preeklampsia dan eklampsia dan menghubungkan temuan dengan
tingkat keparahan dari penyakit, berat plasenta dan berat badan janin lahir.

2. METODE
Penelitian ini merupakan suatu studi analitik cross-sectional yang dilakukan sejak bulan
Agustus tahun 2011 sampai dengan Februari 2012. Penelitian ini memiliki 2 kelompok
pasien: kelompok studi dan kelompok kontrol. Izin penelitian diperoleh dari komite etik
Rumah sakit Pendidikan Nnamdi Azikiwa (NAUTH) (Nomor surat.
NAUTH/CS/66/vol.3 /93; tanggal penerimaan, 27 Agustus 2010). Penelitian ini
terdaftar pada http:/www.researchregistry.com dengan nomor registrasi penelitian klinis
researchregistry3503. Kelompok penelitian adalah wanita yang dirawat di bangsal
bersalin NAUTH, Nnewi, yang terdiagnosis dengan preeklampsia/eklampsia. Kelompok
studi juga memasukan pasien-pasien yang menderita preeklampsia/eklampsia tetapi
sedang dipersiapkan untuk SC elektif untuk indikasi obstetrik lainnya. Diagnosis
preeeklampsia/eklampsia dikonfirmasi dengan anamnesis yang mendalam terhadap
riwayat kehamilan, pengukuran tekanan darah dan urinalisa.
Pada kelompok kontrol terdapat wanita yang dipilih dari pasien pada bangsal
bersaling NAUTH yang dirawat sebelum bersalin pada periode yang sama dengan
periode pemilihan wanita pada kelompok studi. Dilakukan pemeriksaan screening pada
kelompok kontrol danditemukan tidak adanya kelaianan hipertensi dalam kehamilan,
tetapi memenuhi syarat usia (± 2 tahun), paritas ± 1) dan usia gestasional (± 2 minggu)
dari kelompok studi. Spesimen plasenta diambil pada semua kasus dan identitias pasien
dirahasiakan dari ahli histopatologi yang melakukan pemeriksaan.
Besar sampel penelitian pada kelompok studi ditentukan berdasarkan dari
prevalensi preeklampsia/eklampsia yaitu sebesar 3,7% yang diperoleh dari hasil
penelitian sebelumnya. Nilai ini diperoleh dengan menggunakan rumus statistic: N=Z2
PQ/D2, yang dikemukakan oleh Taylor, dimana N merupakan besar sampel dan Z
merupakan standart deviasi minimal untuk sampel dengan distribusi normal dan
diambol nilai interval kepercayaan 95% yang berkorespondens terhadap nilai 1,96. P
merupajkan nilai prevalensi terbesar yang diketahui, sedangkan Q adalah 1-p (Proporsi
dari pasien yang bebas dari penyakit) dan D merupakan derajat ketepatan atau presisi
yang diharapkan (D=0,05). Dengan menggunakan rumus tersebut diatas dan
menambahkan 10% maka diperoleh besar sampel yang dibutuhkan adalah sebesar 61
wanita. Meskipun dmeikian, untuk meningkatkan presisi dari hasil penelitian ini,
sebanyak (2x61) 122 kasus pada wanita dengan normotensi dan wanita yang tidak
menderita proteinuria digunakan sebagai kelompok kontrol.
Preeklampsia didefinisikan sebagai tekanan darah lebih dari atau sama dengan
140/90 mmHg dengan proteinuria pada spesimen urin per kateter dengan nilai protein
+1 atau lebih, atau spesimen yang diperoleh dari urin mid-stream +1. Preeklampsia
didefinisikan sebagai tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih, tetapi kurang dari
160/110 mmHg. Preeklampsia berat didefinisikan sebagai tekanan darah 160/110
mmHg atau lebih dengan +2 proteinuria atau lebih, atau ditemukannya
oligohidramnion, oliguria, retardasi pertumbuhan intrauterine, sindroma HEELP, edema
paru, dan nyeri epigastric. Eklampsia didefinisikan sebagai terjadinya suatu konvulsi
pada wanita hamil dengan usia kehamilan setelah 20 minggu tanpa ditemukannya faktor
medis lainnya yang diketahui dapat mencetuskan keadaan kejang/epilepsi.
Kami memasukkan wanita hamil dengan usia kehamilan ≥ 28 minggu,
kehamilan tunggal, dan setuju terhadap penelitian ini. Wanita-wanita dengan usia
kehamilan < 28 minggu, kehamilan multipel, atau penderita diabetes melitus
dikeluarkan dari penelitian ini.
Setelah memperoleh izin, pasien-pasien ini dievaluasi terhadap preeklampsia
dan eklampsia. Pasien diperiksa secara klinis untuk melihat adanya peningkatan tekanan
darah, riwayat medis sebelumnya, usia, paritas, periode menstruasi terakhir, dan
perhitungan usia gestasional dengan menggunakan hari pertama haid terakhir. Riwayat
kebugaran, nyeri kepala, pusing, mata kabur, dan nyeri abdomen atas dan pemeriksaan
urinalisa untuk melihat kadar gula dan protein dalam urin dilakukan. Kemudian, pasien
ditatalaksana sesuai dengan protocol pada bangsal bersalin. Pada saat persalinan,
plasenta ditimbang setelah dilepaskan secara lengkap, dan nilai skor APGAR dari bayi
juga dihitung. Pembuluh darah superfisial dari janin dikeringkan dari semua darah dan
bekuan darah. plasenta ditimbang dengan menggunakan timbangan digital yang telah
terkalibrasi dan dilakukan penilaian terhadap abnormalitas. Setelah menimbang dan
memeriksa plasenta, plasenta diletakkan pada wadah plastic yang telah diberikan label
yang terisi dengan larutan formaldehyde 10%.
Semua hasil pemeriksaan laboratorium histopatologi, konsultan ahli
histopatologi (hasil luaran klinis dari setiap plasenta dirahasiakan) berkatian dengan
temuan makroskopis dan juga mikroskopis dari plasenta. Agar biasa mengevaluasi
secara tepat maturasi vilus dari plasenta, ahli patologi hanya diberikan informasi
mengenai usia kehamilan dari pasien.
Jaringan kemudian diwarnai dengan Haematoksilin dan Eosin dan kemudian
diamati secara histologis. Variable histologi yang dinilai adalah maturasi vilus,
arteriopati desidua, infark, percepatan maturasi intervilus, proliferasi sel trophoblast,
edema stroma, fibrosis stroma, dan susunan sinsitial. Temuan lainnya yang bermakna
dicatat secara terpisah.
Analisis deskriptif dilakukan dengan menggunakan program Epi-Info 2008 versi
2/5/1 (Epi-Info, Centers for Disease Control and Prevention, Atlanta, GA, USA). Hasil
yang diperoleh kemudian dianalisa lebih lanjut dengan menggunakan tabulasi silang
untuk mengidentifikasi kemungkinan hubungan antar variabel. Analisa dilakukan
dengan menggunakan uji statistic yaitu uji Mantel-Haenszel dan Student’s t-tests seusai
dengan keperluan untuk menguji signifikansi dari perbedaan yang diamati pada
kelompok studi dan kelompok kontrol. Nilai probabilitas < 0,05 dianggap bermakna.

3. Hasil
Sebanyak 61 wanita dari 1120 wanita yang dirawat di bangsal selama periode
penelitian mengalami preeklampsia/eklampsia. Sebanyak 53 diantaranya (4,7%)
mengalami preeklampsia dan 8 diantaranya (0,71%) mendngalami eklampsia. Dari
wanita-wanita yang dimasukan dalam penelitian ini, 14 diantaranya (23%) mengalami
preeklampsia dingan dan 39 diantaranya (63,9%) mengalami preeklampsia berat.
Kelompok kontrol terdiri dari 122 wanita yang tidak menderita preeklampsia/eklampsia.
Tabel 1 menunjukan distribusi kelompok berdasarkan usia dari pasien-pasien
berkaitan dengan derajat keparahan penyakit dan juga kelompok kontrol. Tidak terdapat
perbedaan yang signifikan diantara kelompok preeklampsia/eklampsia dengan
kelompok non-preeklampsia berkaitan dengan usia (X2 = 9,038, p = 0,70).
Sekitar setengah dari keseluruhan pasien (43%) merupakan pasien primigravida
dengan hanya 3 diantaranya (5%) yang merupakan grandemultipara. Nilai rerata paritas
dari pasien-pasien pada kelompok studi dan kelompok kontrol secara berurutan adalah
1,3 ± 1,5 dan 1,4 ± 1,5. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistic
diantara kelompok kontrol dan kelompok studo berkaitan dengan jumlah paritas (lihat
tabel 2 untuk pola statistic pada uji Mantel-Haenszel).
Nilai rerata usia kehamilan (37 dan 38 minggu; p = 0,51), nilai rerata berat janin
lahir (2,66 dan 2,79 kg, p = 0,81), nilai rerata berat plasenta (0,41 dan 0,50, p = 0,69)
dan nilai rerata rasio feto-plasenta (6,50 dan 5,58, p = 0,21) diantara kelompok kasus
dan kontrol, ditampilkan secara berurutan. Usia rerata kehamilan pada kejadian
preeklampsia ringan, preeklampsia berat, dan eklampsia secara berurutan adalah 37, 36
dan 14 minggu. Kelompok kontrol juga memiliki usia kehamilan rerata yang hampir
sama (38, 36 dan 35 minggu).
Nilai rerata berat janin lahir pada pasien dengan preeklampsia ringan,
preeklampsia berat, dan eklampsia secara berurutan adalah 2,55 kg ± 1,63 kg, 2,59 kg ±
1,61 kg dan 2,45 kg ± 1,57 kg, sedangkan pada kelompok kontrol secara berurutan
adalah 2,79 kg ± 1,67 kg, 2,75 kg ± 1,66 kg dan 2,75 kg ± 1,66 kg. tidak terdapat
perbedaan yang bermakna secara statistik berkaitan dengan berat janin lahir rerata
diantara kelompok dengan preeklampsia ringan, preeklampsia berat, eklampsia dan
kelompok kontrol (secara berurutan, t-test = 0,262, p = 0,81; t-test = 0,525, p = 0,60;
t=test = 0,414, p = 0,68) (Tabel 3 dan tabel 4).
Nilai rerata berat plasenta pada kelompok studi adalah 0,41 kg ± 0,64 kg, 0,37
kg ± 0,61 kg, dan 0,33 kg ± 0,57 kg masing-masing untuk preeklampsia ringan,
preeklampsia berat dan eklampsia, sementara nilai ini pada kelompok kontrol secara
berurutan adalah 0,50 kg ± 0,71 kg, 0,51 kg ± 0,71 kg, dan 0,51 kg ± 0,71 kg. Terdapat
perbedaan yang tipis pada nilai rerata berat plasenta diantara pasien dengan
preeklampsa ringan, pasien dengan preeklampsia berat, pasien dengan eklampsia, dan
juga kelompok kontrol, tetapi tidak bermakna secara statistik. (t-test = 0,404, p = 0,69;
t-test = 1,046, p = 0,30; t-test = 0,63, p = 0,54) ( Tabel 3 dan tabel 4).
Rasio berat janin/plasenta menunjukan peningkatan yang tipis dari preeklampsia
ringan menjadi eklampsia tetapi rasio yang hampir sama ditemukan pada kelompok
studi. Nilai rerata rasio adalah 6,50:1, 6,97:1 dan 7,42:1 secara berurutan untuk
kelompok studi dan 5,58:1, 5,39:1 dan 5,37:1 secara berurutan untuk kelompok kontrol.
Perbedaan pada nilai rerata rasio diantara preeklampsia berat, eklampsia, dan
kelompok kontrol bermakna secara statistik (t-test = 2,636, p = 0,001, dan t-test = 2,170,
p – 0,04) tetapi tidak demikian pada preeklampsia ringan dan kelompok kontrol (t-test =
1,280, p = 0,21).
Gambaran makroskopik dari plasenta dapat dilihat pada tabel 3. Terkecuali
untuk infark 6-10%, terdapat hubungan yang bermakna secara statistik diantara adanya
suatu infark pada preeklampsia berat, eklampsia dan kelompok kontrol (p < 0,001 pada
kedua kasus), tetapi perbedaan pada preeklampsia ringan dan kelompok tidak bermakna,
kecuali pada infark 6-10% (p = 0,009).
Semua plasenta yang diamati pada kelompok dengan preeklampsia berat dan
eklampsia memiliki hematoma plasenta dengan berbagai derajat yang berbeda.
Perbedaan dari keadaan (2 lebih) atau ketiadaan dari hematoma diantara preeklampsia
ringan, preeklampsia berat, eklampsia dan kelompok kontrol bermakna ( p < 0,001,
untuk semua kasus).
Kejadian kalsifikasi pada plasenta normal pada penelitian ini adalah sebesar
40,2% (n = 49) sedangkan keseluruhan kejadian pada kelompok studi adalah 41% (n =
25). Terkecuali pada preeklampsia ringan (p < 0,001), tidak terdapat perbedaan yang
bermakna secara statistik diantara kejadian kalsifikasi pada preeklampsia berat,
eklampsia dan kelompok kontrol (p > 0,5).
Tabel 4 menunjukan hubungan diantara derajat infark dan berat janin lahir.
Derajat infark berbanding terbalik dengan berat janin lahir. Terdapat perbedaan yang
bermakna secara statistik diantara infark plasenta > 10% dan berat janin lahir (t=test =
2,17, p = 0,03; t-test = 2,636, p = 0,001).
Hubungan antara derajat keparahan penyakit secara klinis dan temuan histologis
ditampilkan pada tabel 5 (Referensi 1 dan 2). Hanya arteriopati desidua, percepatan
maturasi villus dan proliferasi sel trophoblast saja yang menunjukan yang menunjukan
nilai statistik yang signifikan pada analisis diantara kelompok dengan preeklampsia
berat, eklampsia dan kelompok kontrol (p < 0,05). Tidak ada temuan histologis yang
menunjukan perbedaan yang bermakna secara statistik pada kelompok preeklampsia
ringan dan kelompok kontrol (p > 0,05).
[Tabel 1]
[Tabel 2]
[Tabel 3]
[Tabel 4]

4. Diskusi
Plasenta telah dideskripsikan sebagai cerminan dari angka kematian perinatal. Jika kita
melihat literature yang ada maka tampak bahwa sindroma preeklampsia-eklampsia
menunjukan efek yang merugikan pada plasenta. Terlihat pada penelitian ini bahwa
berat plasenta yang rendah berkaitan dengan derajat keparahan preeklampsia/eklampsia
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Meskipun demikian, tidak terdapat perbedaan
yang bermakna secara statistik. Nilai rerata dari berat plasenta pada kelompok
preeklampsia. Eklampsia adalah 0,37 kg sedangkan nilai rerata dari berat plasenta pada
kelompok kontrol adalah 0,51 kg. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Pandit dkk, yang menemukan bahwa berat rerata plasenta sebesar 0,39 kg dan 0,48 kg
pada kelompok preeklampsia/eklampsia dan kelompok kontrol. Dua penelitian yang
dilakukan di India juga memberikan kesimpulan yang hampir sama.
Terdapat hubungan yang berbanding lurus diantara berat plasenta dan berat janin
lahir yang dapat diekspresikan melalui rasio feto-plasenta. Rasio berat janin/plasenta
menunjukan peningkatan tipis pada kelompok penderita, yang bermakna secara statistik
diantara kelompok preeklampsia berat, eklampsia dan kelompok kontrol (p = 0,01 dan =
= 0,04). Nilai rerata keseluruhan dari rasio 7,0:1 dan 5,4:1 diperoleh dari kelompok
penderita dan kelompok kontrol. Hal ini sebanding dengan nilai 6,04:1 dan 5,87:1 yang
diperoleh pada penelitian yang dilakukan oleh Pandie dkk. Hal ini telah diamati ketika
preeklampsia terjadi pada usia kehamilan mendekati aterm. Pertumbuhan janin
dipengaruhi oleh insufisiensi plasenta.
Sebesar 25% dari plasenta pada usia kehamilan aterm mengalami infark yang
melibatkan <5% parenkim plasenta, tetapi angka kejadiannya meningkat pada
preeklampsia dan infark luas terjadi pada 60-70% dari pasien-pasien dengan
preeklampsia berat. Infark plasenta <5% dari luas permukaan dianggap patologis dan
lebih sering ditemukan pada preeklampsia yang disebabkan oleh oklusi thrombus dari
pembuluh darah maternal dan uteroplasental.
Pada preeklampsia/eklampsia, sebanyak 50% pasien mengalami infark plasenta;
meskipun demikian, pada penelitian ini, sebanyak 36 pasien (59%) dari pasien-pasien
dengan preeklampsia/eklampsia mengalami infark >5%. Hal ini dapat dibandingkan
dengan angka kejadian sebesar 37% pada penelitian yang dilakukan oleh Mirchandani
dkk, 40,4% pada penelitian yang dilakukan oleh Masodkar dkk, dan 41% pada
penelitian yang dilakukan oleh Narasimha dan Vasudeva, semuanya di India. Hanya 7
(11,5%) pasien dengan preeklampsia/eklampsia yang mengalami infark yang terjadi
pada lebih dari 20% dari luas permukaan plasenta pada penelitian ini. Hal ini
bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Vijay dkk di New York, Amerika,
dimana sebagian besar dari pasien mengalami infark yang terjadi pada 50% dari luas
permukaan plasenta. Hal ini dapat disebabkan oleh kenyataan bahwa perkembangan
penyakit pada kasus ini terjadi pada periode mendekati atau pada aterm. Onset penyakit
yang lebih dini berkaitan dengan kerusakan plasenta yang berat.
Infark yang minimal merupakan suatu temuan yang jarang ditemukan pada
plasenta yang dilahirkan saat aterm dan dianggap berkaitan dengan usia plasenta.
Tetapi, Pada preekalmpsia/eklampsia terdapat percepatan penuaan plasenta, dan
perluasan infark merupakan suatu temuan yang sering didapati. Meskipun demikian,
menurut Fox tidak terdapat perubahan histologis maupun ultrastructural pada vili yang
dapat dianggap sebagai indikasi proses penuaan.
Hematoma merupakan temuan yang konsisten pada penelitian ini dimana
seluruh plasenta (100%) pada preeklampsia berat dan eklampsia mengalami hematoma
dengan berbagai derajat keparahan. Perbedaan pada terjadinya hematoma diantara
kelompok penderita dan kelompok kontrol bermakna secara statistik (p < 0,05). Hal ini
bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Moldenhauer di Ohio, Amerika,
dimana dia menemukan bahwa hematoma merupakan lesi yang paling jarang ditemukan
pada penderita preeklampsia/eklampsia. Perbedaan ini mungkin berkaitan dengan
persiapan plasenta setelah persalinan. Moldenhauer membersihkan plasenta sebelum
dilakukan pemeriksaan patologis yang mana tidak dilakukan pada penelitian ini.
Kalsifikasi dianggap sebagai bukti dari degenerasi plasenta. Kejadian kalsifikasi
pada plasenta normal dalam penelitian ini adalah sebesar 40,2% sedangkan angka
kejadian keseluruhan pada kelompok penderita adalah 41%. Tidak terdapa perbedaan
yang bermakna secara statsitik diantara kejadian kalsifikasi pada kelompok penderita
dan kelompok kontrol (p = 0,380, p = 0,830, dan p = 0,410). Hal ini sejalan dengan
kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh Narasimha dan Vasudeva di Karnataka,
India.
Pada penelitian ini, ditemukan bahwa berat janin lahir berkurang sesuai dengan
peningkatan derajat infark plasenta. Infark plasenta > 20% berkaitan dengan berat lahir
janin yang lebih rendah. Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik diantara
keterlibatan permukaan plasenta yang mengalami infark > 10% dan berat janin lahir (p
= 0,03 dan p = 0,01). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Vinnars dkk
di Stockholm, Sweden.
Gambaran mikroskopik yang dapat dievaluasi di bawah mikroskop adalah
edema stroma, fibrosis stroma, susunan sinsitial, proliferasi sel trophoblast, percepatan
pematangan vili, dan aterosis akut diantara yang lainnya. Perubahan-oerubahan ini
ditemukan pada lebih dari 50% plasenta yang diperiksa.
Penelitian ini menunjukan tingkat kejadian yang tinggi dari arteriopati desidua,
percepatan maturasi vili, susunan sinsitial, proliferasi sel trophoblast, fibrosis stroma,
dan edema stroma pada kelompok preeklampsia/eklampsia dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Hanya arteriopati desidua, percepatan maturasi vili, dan proliferasi
sel trophoblast saja yang menunjukan gambaran statistik yang bermakna pada analisis
diantara preeklampsia berat, eklampsia dan kelompok kontrol (p < 0,05). Tidak ada
temuan histologis yang menunjukan perbedaan yang signifikan diantara preeklampsia
ringan dan kelompok kontrol (p > 0,05).
Arteriopati desidua merupakan temuan histologi yang paling konsisten dalam
penelitian ini; oleh karena itu, Vijay dkk menganggapnya sebagai tanda diagnostik dari
preeklampsia di New York. Meskipun arteriopati desidua dapat dilihat pada beberapa
bagian dari jaringan plasenta, yang diteliti, metode yang paling tepat untuk mendeteksi
arteriopati desidua adalah dengan melakukan pemeriksaan biopsi bantalan plasenta,
yang tidak dilakukan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, frekuensi sesungguhnya dari
arteriopati desidua mungkin saja lebih tinggi dibandingkan dengan angka yang sudah
diperoleh dalam penelitian ini.
Meskipun hipertensi merupakan kriteria yang sangat penting dalam
mendiagnosis preeklampsia, tekanan darah saja tidaklah selalu menjadi faktor
independent dalam menentukan keparahan penyakit. Temuan histologis pada pasien
dengan preeklampsia ringan, preeklampsia berat dan eklampsia hampir sama; oleh
karena itu, diferensiasi diantara preeklampsia ringan dan berat dapat saja salah karena
dalam praktik klinis, suatu keadaan penyakit yang ringan dapat dengan cepat
berkembang menjadi penyakit yang berat. Jadi, sebagian besar hasil yang diperoleh
merupakan hasil sementara dan tidak dapat dicerminkan pada besar jumlah sampel yang
digunakan dan kami tidak dapat menentukan indeks masa tubuh. Oleh karena sebagian
besar pembanding yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil sementara
untuk membandingkan, kita harus bersikap kritis dalam menginterpretasikan temuan
dari penelitian ini. Sebagai tambahan, kami tidak dapat menilai adanya kemungkinan
hubungan antara thrombosis pada pembuluh darah janin dan juga prematuritas dari bayi
atau hasil luaran perinatal (baik preterm maupun postterm) dan kami tidak dapat
memberikan gambaran patologis yang lebih baik karena kesulitan teknis yang dihadapi
oleh penulis. Kami juga tidak dapat menilai penebalan membrana basalis, fibrosis vili
stroma, fibrin perivili dan intervili, nekrosis fibrin dan juga susunan sinsitial berlebihan,
proliferasi sel trophoblast ekstravili dan juga perdarahan intervili. Hal-hal ini
merupakan subyek yang perlu diteliti lebih lanjut.
Oleh karena itu aturan dasar yang harus dipertimbangkan adalah kesejahteraan
janin dan angka kematian perinatal masih tinggi sebagaimana terlihat pada angka
kematian maternal dan angka kematian perinatal yang tercatat pada penderita
eklampsia. Jika mortalitas digambarkan per jumlah kejadian eklampsia, akan diperoleh
gambaran satu kematian untuk setiap delapan kejadian eklampsia. Oleh karena itu,
tampak jelas, bahwa preeklampsia dan eklampsia merupakn kontributor utama terhadap
angka kematian maternal dan perinatal pada negara maju dan negara berkembang.

5. Kesimpulan
Plasenta memegang peranan penting dalam pembentukan dan patofisiolofi
preeklampsia. Pada penelitian ini, terlihat bahwa tanda cardinal hipoksia plasenta, yaitu
infark, berhubungan terhadap derajat keparahan penyakit dan luaran janin, tanpa
memandang usia kehamilan. Kejadian infark lebih sering ditemukan dan luasnya infark
lebih besar pada pasien dengan preeklampsia berat dan eklampsia dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Hubungan antara jumlah dan luas infark dan derajak keparahan dari
gejala yang timbul menunjukan bahwa preeklampsia ringan, preeklampsia berat dan
eklampsia merupakan manifestasi dari respons maternal yang berbeda-beda, bukan saja
hanya bentuk-bentuk preeklampsia yang berkaitan dengan perbedaan usia kehamilan.
Preeklampsia dan eklampsia mempengaruhi berat dari plasenta dan hasil luaran
janin. Oleh karena itu, plasenta berperan sebagai indeks yang efektif dalam pemeriksaan
yang dapat digunakan untuk memperkirakan status janin dalam kehidupan nenoatus
karena dapat digunakan sebagai suatu indikator dalam menilai perkembangan janin pada
kasus preeklampsia/ eklampsia.
6. Rekomendasi
Seandainya dilakukan pemeriksaan terhadap semua plasenta untuk menilai apakah ada
dampak terhadap luaran perinatal; masih belum dapat dipastikan apakah kehamilan dan
luaran neonatal akan berbeda pada kelompok dengan kelainan histologis pada plasenta
jika dibandingkan dengan kelompok plasenta dengan gambaran histologis normal.
Pedoman-pedoman yang ada menyarankan bahwa semua plasenta sebaiknya
dievaluasi oleh ahli patologi perinatal. Pemeriksaan patologi plasenta seharusnya
menjadi suatu pemeriksaan rutin pada asuhan obstetrik-neonatal, karena dapat
memberikan informasi yang mendetail, yang dapat membantu dalam penatalaksanaan
postnatal dari luaran kehamilan yang tidak diharapkan. Meskipun demikian,
pemeriksaan histologis dan hasil luaran perinatal pada sebagian besar kehamilan adalah
normal; sebagai contoh, pada penelitian ini, frekuensi gambaran histologis nirmal pada
pemeriksaan ditemukan pada lebih dari 50% kasus, bahkan pada kelompok studi hanya
sedikit kelainan histologis yang dapat dilihat pada sebagian besar plasenta. Oleh karena
itu, informasi dari penelitian ini tidak mendukung rekomendasi terhadap dilakukannya
pemeriksaan rutin plasenta oleh ahli patologi.

Anda mungkin juga menyukai