PENDAHULUAN
1
BAB II
ANALISIS KASUS
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien datang sendiri ke IGD RSUD Padang
Panjang dengan keluhan nyeri menjalar ke ari-ari hilang timbul sejak 10 jam SMRS pasien
masuk pada 13 April 2023.. Pasien berusia 22 tahun sedang hamil anak pertama, pasien juga
mengalami keluarnya Lendir bercampur darah dari kemaluan sejak 10 jam SMRS serta juga
mengeluarkan air-air merembes dari kemaluan sejak 5 jam SMRS.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan bahwa tekanan darah 126/77 mmHg, nadi
70x/menit dari pemeriksaan darah rutin didapatkan Hb 12,6 gr/dL, hematokrit 36%, dan
leukosit 9390 mm3. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
pasien didiagnosis dengan G1P0A0H0 Parturiem aterm 37-38 minggu + Kala I Fase aktif
SMRS.
Ruptur Parturiem grade 1-2 diduga akibat dari tidak dilakukannya episiotomi. Dan
plasenta Meski tidak ditemukannya banyak faktor yang dapat menyebabkan ruptur perineum
seperti malpresentasi,berat bayi >4kg, dan penggunaan alat alat seperti forcep, namun pada
pasein ini didapatkan data bahwa pasien melahrikan untuk pertama kalinya atau primipara
yang biasanya lebih sering terjadi ruptur perinemum. Dengan dilakukannya
episiotomi ,koreksi bedah akan lebih mudah dilakukan karena hasil laserasi akan lebih
teratur. Episiotomi bila dilakukan terlalu dini dan tidak sesuai kebutuhan, dapat
mengakibatkan perdarahan yang terjadi mulai dari insisi hingga pelahiran. Jika dilakukan
terlalu lambat, laserasi tidak dapat dicegah. Umumnya episiotomi dilakukan ketika kepala
terlihat selama kontraksi hingga diameter 3 atau 4 cm. 3,4.
Terapi yang biasa diberikan dengan cara metronidazol karena adanya nilai leukosit
sebesar 9390/uL yang diduga adanya infeksi dari sumber perdarahan. Pemberian
metronidazol juga dapat mengurangi angka terbentuknya fistula. Dilakukan repair vagina
dengan menjahit mukosa rektum dikikuti dengan penjahitan muskulus sphincter ani interna
danExterna
2
LAPORAN KASUS
Anamnesis :
Pasien datang sendiri ke IGD RSUD Padang Panjang dengan keluhan nyeri menjalar ke
ari-ari hilang timbul sejak 10 jam SMRS.
Riwayat penyakit sekarang :
• Lendir bercampur darah dari kemaluan (+) 10 jam SMRS
• Keluar air air merembes dari kemaluan (+) 5 jam SMRS
• Keluar darah banyak dari kemaluan (-)
• BAK dan BAB dalam batas normal
• HPHT : 9 Juni 2022 ; TP : 16 Maret 2022
• RHM : mual(-) , muntah (-), perdarahan (-)
• ANC ke bidan : 4x sejak usia kehamilan 5 bulan pada bulan ke 5,6,7,8
• ANC ke Sp.OG : (-)
• Riwayat menarche : umur 12 th
• Riwayat menstruasi : nyeri haid (+), tidak teratur, selama 5-7 / 14 hari
• Demam (-) keputihan (-), trauma (-)
• Batuk (-) , sesak (-)
• Riwayat kontak terkonfirmasi positif COVID-19(-)
• Riwayat alergi makanan dan obat (-)
• Riwayat konsumsi obat herbal (-)
• Riwayat Transfusi (-)
3
Riwayat Penyakit Dahulu
RPD : Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, hipertensi, dan alergi.
RPK : Tidak ada keluarga yang menderita penyakit keturunan, menular dan kejiwaan. ibu
- jantung Ayah - paru (ppok)
Riwayat Perkawinan : 1 x tahun 2022
Riwayat Kehamilan/Abortus/Persalinan : 1/0/0
1. Hamil Sekarang
4
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : reguler, bising (-)
Pulmo :
Inspeksi : bentuk dan pergerakan simetris kiri = kanan
Palpasi : Fremitus normal kiri = kanan
Perkusi : Sonor kiri = kanan
Auskultasi : Vesikuler normal +/+, Ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Status Obstetricus
Genitalia : Status Obstetricus
Ekstremitas : Edema -/-, RF +/+, RP -/-
Status Obstetrikus :
Abdomen :
Inspeksi : Perut tampak membuncit sesuai dengan usia kehamilan striae gravidarum (+), linea
mediana hiperpigmentasi (+), sikatrik (-)
Leopold
L1 : FUT teraba 2 jari bawah processus xiphoideus. Teraba massa besar, lunak, nodular
L2 : Teraba tahanan terbesar di sisi kanan, teraba bagian bagian kecil di sisi kiri
L3 : Teraba massa bulat, keras, terfiksir
L4 : divergen
TFU : 37cm
TBJ : 3720gr
His: 4-5x/20-40"/sedang
DJJ : 140- 145 bpm
Genitalia : V/U tenang, PPV (-)
VT :
Pembukaan : 4-5, anterior, selaput ketuban (+) Kepala Hodge : 1-2
5
USG :
Aktivitas gerak janin baik
BPD : 16.47 cm
AC : 33.52 cm
FL : 6.85 cm
EFW : 3377 gr
AFI: 3.84 cm
Plasenta implantasi di anterior maturasi grade 3
Kesan : Gravid 37-38 minggu sesuai biometri JHTIU Preskep
6
Partus pervaginam
PERJALANAN PENYAKIT
Tanggal 13 Maret 2023 Pukul 05.00 WIB
A : nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (+)
Gerak anak (+)
PF : KU Kes TD Nd Nfs T SpO2
Sdg CMC 161/112 112x/i 20x/i 36,8 99%
Abdomen :
His : 4-5x/30-40”/kuat
DJJ : 141-152 x/menit
Genitalia :
Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)
VT : Pembukaan 10 cm, effacement 100%
Selaput ketuban (-) warna keruh
Teraba kepala UUK depan H III-IV
Diagnosa :
G1P0A0H0 Grade + Kala 1 Fase Terjun KPD
Sikap :
Kontrol KU, VS, His, DJJ
Informed consent
Pimpin persalinan
Rencana: Partus pervaginam
Laporan Partus :
Jam 15.30
Cek TTV V 2cm, Ket (-), kep H1, Pertio Menipis DN (+) 140-145X HIS (+) Jarang.
Jam 18.00
Rouce pasang ingus RL , 109 CEFO IGR
Jam 18.05
Pat pasang infus RL , Pat skin test AB hasil (-) , Pat infus CEFO Igr VT 5,6 cm, ket (-), kep H1-
2, Portio menipis DJ 141-145 HIS (+) 12-3X 10 Menit durasi 20 detik.
Jam 18.45
7
UT Lengkap keep H3+ pat serasa ingin mengedan, Pot dipimpin untuk merge dan epistemi BBL
spontan ada bernafas dan menagis BB: 2950, PB : 47, JK : Perempuan, A/S : 8/9 post inj Oxy 1
amp.
Jam 19.15
Plasenta belum juga lahir, pot ing oxy ke 2 1 amp
Jam 19.25
Plasenta belum juga lahir pt injSA 20 amp, dilakukan manual plasenta ole dr.meri
Jam 19.30
Plasenta lahir dengan manual plasenta.
Sikap :
Awasi kala IV
Dokumentasi :
8
BAB III
KAJIAN TEORI
4.1. Definisi
Ruptur adalah robeknya jaringan secara paksa. Perineum adalah lantai pelvis dan
struktur yang berhubungan yang menempati pintu bawah panggul; bagian ini dibatasi
disebelah anterior oleh simfisis pubis, di sebelah lateral oleh tuber ischiadikum, dan di
sebelah posterior oleh os. coccygeus, dan dibagi menajadi segitiga urogenital dan segitiga
anal Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan dan tak jarang juga pada
persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan memastikan
kepala janin tidak melalui dasar panggul dengan terlalu cepat. (menjaga jangan sampai dasar
panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat.) Sebaliknya kepala janin yang akan lahir
jangan ditahan terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan
dalam tengkorak janin, dan melemahkan otot-otot dan fascia pada dasar panggul karena
diregangkan terlalu lama.1,2,3
Rupture perineum sering terjadi pada ibu yang baru pertama kali melahirkan, dan tak
jarang terjadi pada ibu dengan paritas tinggi 4
Paritas ibu hamil dapat mempengaruhi
morbiditas dan mortalitas ibu dan anak. Risiko terhadap paritas tidak dapat dihindari.
Tingginya angka paritas, maka semakin tinggi pula risiko ibu untuk melahirkan secara
normal tanpa terjadi rupture perineum, komplikasi yang dapat timbul dari terjadinya rupture
perineum salah satunya adalah perdarahan. Perdarahan merupakan penyebab utama kematian
ibu di Indonesia, jalan lahir merupakan penyebab kedua perdarahan setelah atonia uteri.
Semakin tinggi tingkat paritas ibu maka fungsi alat-alat reproduksi semakin menurun5
9
Daerah perineum terdiri dari 2 bagian:
a) Regional disebelah belakang, disini terdapat muskulus fingter ani eksterna yang
melingkari anus;
b) Regio urogenetalis, disini terdapat muskulus bulbo kavernous, muskulus transversus
perinealis superfisialis dan muskulus iskio kavernosus
10
Derajat I
Bila perlukaan hanya terbatas pada mukosa vagina atau kulit perineum pada perlukaan
tingkat I.
Derajat II
Ada perlukaan yang lebih dalam dan bisa meluas ke vagina dengan melukai fascia serta otot-
otot diafragma urogenitalia.
Derajat III
Perlukaan lebih luas dan lebih dalam dari tingkat II menyebabkan muskulus sfingter ani
eksterna terputus. Perlukaan perineum umumnya terjadi unilateral, tetapi dapat juga bilateral.
Perlukaan pada diafragma urogenitalis dan muskulus levator ani yang terjadi pada waktu
persalinan normal atau persalinan dengan alat, dapat terjadi tanpa luka pada kulit perineum
atau pada vagina, sehingga tidak kelihatan dari luar dan mengakibatkan terbentuknya
hematoma. Perlukaan demikian dapat melemahkan dasar panggul sehingga mudah terjadi
lapsus genitalis. Robekan perineum juga dapat mengakibatkan robekan jaringan pararektal
sehingga rectum terlepas dari jaringan sekitarnya. Diagnosis ruptur perineum juga dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan langsung. Pada tempat terjadinya perlukaan akan timbul
pendarahan yang bisa bersifat pendarahan arterial. Perlukaan perineum tingkat III
memerlukan teknik penjahitan khusus. Langkah pertama yang terpenting ialah menemukan
kedua ujung muskulus sfingter ani eksternus yang terputus. Perlukaan ini umumnya terjadi
pada saat melahirkan kepala. Untuk mencegah terjadinya, perlukaan perineum yang
bentuknya tidak teratur, dianjurkan episiotomi.
Derajat IV
Robekan pada perineum yang mengenai eksterna dan interna spingter ani dan epithelium ani.
11
4.5 Episiotomi
Definisi
Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya
selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan
fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum.6
Di masa lalu, dianjurkan untuk melakukan episiotomi secara rutin yang tujuannya adalah
untuk mencegah robekan berlebihan pada perineum, membuat tepi luka rata sehingga mudah
dilakukan penjahitan (reparasi), mencegah penyulit atau tahanan pada kepala.
INDIKASI
1.Untuk mencegah robekan perineum atau regangan otot perineum yang berlebihan.
Robekan perineum lebih sulit dikendalikan daripada regangan perineum dan dapat
mencakup sfingter ani, sedangkan regangan perinemum yang berlebihan dapa menjadi
faktor predisposisi prolaps di kemudian hari
2.Untuk melindungi janin jika janin prematur atau jika terjadi trauma berulang pada
perineum akibat persalinan macet
3.Untuk mencegah kerusakan pada bagian presentasi janin yang abnormal, seperti
presentasi muka, persalinan sungsang dan persalinan persalinan lain yang dibantu dengan
alat. Pada kasus-kasus tersebut episiotomi dapat dilakukan sebelum perineum teregang.
JENIS EPISIOTOMI
1.Episiotomi Medialis7
Tehnik yang paling mudah untuk dilakukan. Tehnik ini juga mudah untuk dijahit kembali
bila tidak terjadi perluasan robekan perineum
2.Episiotomi Mediolateralis7
Tehnik ini akan lebih sulit dijahit kembali karena tepi tepinya akan mengalami retraksi
yang tidak sama , namun episiotomi ini dapat memberikan perlindungan yang lebih baik
dan merupakan episiotomi yang paling ideal Saat melakukan episiotomi metode yang baik
adalah menggunakan anastesia dengan menyuntikan 10ml lidokain 1% sepanjang garis
insisi yang akan dilakukan episiotomi. Episiotomi bila dilakukan terlalu dini dan tidak
sesuai kebutuhan, dapat mengakibatkan perdarahan yang terjadi mulai dari insisi hingga
pelahiran. Jika dilakukan terlalu lambat, laserasi tidak dapat dicegah. Umumnya
episiotomi dilakukan ketika kepala terlihat selama kontraksi hingga diameter 3 atau 4 cm.
12
4.6 Penjahitan Laserasi Pada Perineum
Penjahitan robekan derajat I dan II :2,7,8
1.Gunakan anestesi lokal dengan lidokain.
2.Jahit mukosa vagina dengan jahitan jelujur menggunakan benang 2-0. Mulai jahit sekitar
1 cm di atas apeks robekan vagina. Lanjutkan jahitan sampai lubang vagina. Satukan tepi
robekan vagina. Masukkan jarum ke bawah lubang vagina dan keluarkan melalui robekan
perineum kemudian ikat benang.
3.Jahit otot perineum dengna jahitan putus-putus menggunakan benang 2-0. Jika robekan
dalam, beri lapisan jahitan kedua untuk menutup robekan.
4.Jahit kulit dengan jahitan putus-putus (atau subkutikular) menggunakan benang 2-0 yang
dimulai pada lubang vagina.
5.Jika robekan dalam, lakukan pemeriksaan rektum. Pastikan bahwa tidak terdapat jahitan
di dalam rektum.
13
2.Gunakan blok pudendal, ketamin atau anastesi spinal. Penjahitan dapat dilakukan
menggunakan anestesi lokal dengan lignokain dan petidin serta diazepam melalui iv secara
perlahan jika semua tepi robekan dapat dilihat, tetapi hal tersebut jarang sekali.
3.Jahit rektum dengan jahitan putus-putus menggunakan benang 3-0 atau 4-0 dengan jarak
0,5 cm untuk menyatukan mukosa. Tutup lapisan otot dengan menyatukan lapisan fasia
menggunakan jahitan putus-putus. Oleskan larutan antiseptik ke area yang dijahit dengan
sering.
4.Jika sfingter robek, pegang setiap ujung sfingter dengan klem Allis . Jahit sfingter
dengan dua atau tiga jahitan putus-putus menggunakan benang 2-0.
5.Oleskan kembali larutan antiseptik ke area yang dijahit.
6.Periksa anus dengan dari yang memakai sarung tangan untuk memastikan penjahitan
rektum dan sfingter dilakukan dengan benar.
7.Jahit mukosa vagina, otot perineum dan kulit, seperti pada ruptur tingkat I dan II.
14
3. Menjaga hygiene daerah perineum dan sekitarnya
4. Kontrol kembali ke dokter ahli kebidanan
4.8 Komplikasi
Komplikasi jangka pendek dan jangka panjang dapat terjadi setelah perbaikan luka
pada episiotomi atau robekan perineum. Komplikasi jangka pendek yang paling utama adalah
hematoma dan infeksi, sedangkan komplikasi jangka panjang adalah inkontinensia feses dan
nyeri perineum persisten. 2 Hematoma sering terjadi setelah penggunaan forsep dan biasanya
disertai dengan nyeri atau tekanan pada rektum. Dapat pula terjadi retensi urin. Pada keadaan
yang jarang, jika kehilangan darah karena hematoma cukup banyak, maka pasien dapat
mengalami syok hipovolemik. Pada pemeriksaan fisis terlihat pembengkakan perineum atau
vagina yang unilateral dan massa yang dapat dipalpasi pada pemeriksaan bimanual. Infeksi
pada kebanyakan wanita setelah episiotomi atau robekan akan disertai dengan keluhan nyeri
dan sekret yang berbau. Dapat pula disertai demam. Namun biasanya sulit membedakan
antara nyeri post partum yang normal dengan nyeri akibat infeksi.
15
BAB IV
DISKUSI
16
BAB V
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
11. Shofiyani, F. (2016). Hubungan Berat Badan Bayi Baru Lahir dengan Ruptur
Perineum Spontan Pada Penatalaksanaan Kala II Persalinan Normal (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammdiyah ponorogo).
18