Anda di halaman 1dari 31

Arterio-venous Malformation

Disusun Oleh :

ABDILLAH AKBAR
INDRA GUNAWAN
FITRI WAHYU RAMADHANI
VIRDAYANI

Pembimbing:
dr. Fachrul Junaidi, Sp.B (K) V

BAGIAN/ SMF BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH 2019
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien

Nama : Tn. MJ
Usia : 27 Tahun
Jenis Kelamin : Laki- Laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum kawin
Alamat : Aceh Utara
Suku : Aceh
Pekerjaan : Swasta
No CM : 1-05-88-80
ANAMNESIS

Keluhan Utama : Bengkak di kaki kiri


Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien merupakan rujukan dari RS Daerah, datang dengan
keluhan bengkak pada bokong kiri sampai telapak kaki kiri sejak
1 bulan ini. Bengkak tampak berdungkul-dungkul pada paha
kiri, bengkak dirasakan semakin lama semakin meluas, bengkak
diikuti dengan keluhan nyeri dan luka pada kaki yang tidak
sembuh-sembuh, riwayat luka tusuk di bokong kiri 4 tahun yang
lalu.
• Riwayat Penyakit Dahulu :
• Pernah di operasi 2 tahun yang lalu dengan
keluhan yang sama
• Riwayat Penggunaan Obat-obatan:
• Tidak ada
• Riwayat Penyakit Keluarga:
• Disangkal
FOTO KLINIS PASIEN
PEMERIKSAAN FISIK

Status Lokalis
A.r Gluteus ar femur ar cruris ar pedis sinistra
Inspeksi : Tampak swelling, luka, pus, dan pelebaran pembuluh vena
Palpasi : Os mengeluhkan nyeri ketika ditekan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Kesimpulan:
Cor/ Aorta Normal
Lung Normal
Soft tissue & skeletal normal
Tampak edema pada otot dan subkutis ekstremitas inferior kiri
Tidak tampak pembesaran KGB
Pada tindakan kompresi semua sistem vena tampak kolaps total
Flow vena tibialis anterior, posterior dan dorsalis tampak bekurang
Hasil Pemeriksaan:
• Tampak arteri venous fistula ( AVF )
di region femur sinistra
• Arteri tibialis comunis dextra normal
• Arteri iliaca comunis dextra normal
Diagnosis Kerja

• Arteri Venous Malformatin ar femur sin et


gluteus sin
Tata Laksana
Medikamentosa :
- Ceftriaxon 1 gr/12 jam
- Omeprazole 40 mg/12 jam
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
Definisi
– Kelainan kongenital dimana terdapat pola yang abnormal
dari sistem pembuluh darah sebagai akibat kegagalan
diferensiasi yang normal dari lempeng endotel primordial
sehingga terbentuk hubungan langsung antara arteriol dan
venul tanpa melalui pembuluh darah kapiler.
– AVM dapat terjadi dimana saja di dalam tubuh, predileksi
utama terjadi di kepala dan leher.
Epidemiologi
– AVM sering ditemukan pada pasien usia muda, umumnya
dibawah 40 tahun dengan perbandingan yang sama antara
laki-laki dan perempuan.
– Resiko perdarahan dari AVM akan meningkat seiring
pertambahan usia dan perdarahan pertama sering
dijumpai pada usia 20-40 tahun.
– Diperkirakan angka rata-rata manifestasi perdarahan pada
pasien yang tidak ditangani adalah 2-4% per tahun dengan
angka mortalitas 1% pertahun.
– Frekuensi perdarahan meningkat bersamaan dengan
ukuran AVM pada usia pasien.
Etiologi
• Penyebab pasti dari AVM tidak diketahui namun diduga terdapat faktor-
faktor yang berperan sehingga komponen pembuluh darah primitif tidak
mengalami atrofi.
• Faktor-faktor tersebut terdiri dari :
– VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor). VEGF merupakan faktor
utama dalam angiogenesis yang bisa ditemukan dalam otak fetus dan
mempunyai peranan penting dalam pembentukan vaskularisasi yang
patologis.
– CD 31/PECAM (Platelet Endothelial Cell Adhesion Molecule). CD 31
merupakan antibodi panendotelial yang berperan dalam regulasi sel-
sel endotelial dan angiogenesis.
– CD 34 sebagai antibodi panendotelial.
– CD 105 (Endoglin)
– PERK (Phosphorylated Extracellular-Signal Regulated Kinase)
Patofisiologi
• AVM merupakan suatu hubungan abnormal antara arteri dan
vena di otak. AVM terbentuk pada masa prenatal yang
penyebabnya belum dapat diketahui.
• Pada AVM darah secara langsung mengalir dari arteri ke vena
melalui pembuluh darah yang abnormal sehingga menggangu
aliran normal darah.
• Pada AVM, darah yang kaya akan oksigen dan nutrisi tidak
sampai ke jaringan oleh karena dari arteriol, darah terus
berjalan sampai ke venul kemudian kembali ke jantung tanpa
memberikan nutrisi pada jaringan.
Perbedaan antara aliran darah pada AVM dan yang normal
• Istilah AVM sendiri merupakan kompleks yang terdiri dari komponen-
komponen sebagai berikut :
1. Nidus (vascular core)
Nidus merupakan bagian sentral dari AVM berupa jaringan penghubung
pembuluh darah arteriol dan venul yang berbentuk ireguler seperti
gumpalan cacing dan mempunyai jaringan displastik.
2. Sumber aliran arteri (feeding arteries)
Feeding arteries merupakan arteri-arteri yang mensuplai darah ke nidus
dan jumlahnya bisa 1 atau lebih (multipel).
3. Drainase vena (draining vein)
Draining vein merupakan vena yang membawa darah keluar dari nidus
yang dapat berbentuk lurus, dilatasi ataupun stenosis.
Klasifikasi
– AVM Lokal: massa yang terdiri dari pembuluh-pembuluh vena
berukuran kecil, bertahanan tinggi, feeder arteri yang kecil, shunting
yang terjadi tergolong moderat.
– AVM trunkal: memiliki inflow arteri yang besar dan outflow vena yang
berdilatasi, multiple di daerah kepala, leher, dan ekstremitas superior,
tampak pada gambar arteriografi, biasanya termasuk dalam arteri
besar karena itu tergolong highflow.
– AVM difus: inflow arteri besar dan cepat mengisi vena-vena pada
arteriografi. Komunikasi arteri dan vena (fistula arteriovenosa) yang
luas ini sering terjadi pada ekstremitas inferior. Pada gambar
arteriografi, AVM ini sulit dilihat karena adanya hubugan yang
ekstensif.
• Secara patologi AVM dibagi berdasarkan ukurannya :
• Mikromalformasi dimana ukurannya < 1cm dengan ukuran feeding
artery dan draining vein normal, mikromalformasi ini seringnya
pada tindakan intervensi tidak tampak
• Makromalformasi mempunyai ukuran feeding artery dan draining
vein lebih besar dengan nidus bisa berukuran kecil (1-2cm), sedang
(2-4cm), besar (4-6cm) dan gint AVM ( > 6cm).
Penatalaksanaan
• Tujuan dari terapi AVM adalah menghilangkan nidus dari sirkulasi jaringan yang
normal, penanganan terhadap AVM yang ruptur, menjaga fungsi-fungsi jaringan
yang normal serta mencegah terjadinya komplikasi.
• Adapun indikasi terapi AVM adalah sebagai berikut :
– Hematom berukuran besar yang terbentuk akibat rupturnya AVM
– Resiko untuk terjadinya perdarahan
– Pasien usia muda
– Diameter AVM kurang dari 3 cm
– Terdapat defisit neurologik yang progresif
Pembedahan
• Tindakan pembedahan yang dilakukan berupa eksisi komplit yang harus
dikonfirmasi dengan pemeriksaan angiografi sebelum dan sesudah operasi.
• Metode ini merupakan metode pilihan untuk kasus AVM yang berukuran kecil dan
terletak pada area yang non-eloquent.
• Sistem grading AVM dari Spetzler Martin dapat digunakan sebagai alat bantu
untuk menentukan apakah bisa dilakukan tindakan pembedahan dan memprediksi
hasil sesudah operasi.
• Pembedahan direkomendasikan untuk AVM grade 1-3, grade 4 kadang-kadang
dapat dipertimbangkan sedangkan untuk grade 5 tidak dilakukan tindakan
pembedahan.
Radiosurgery

• Indikasi dari terapi radiosurgery adalah adalah AVM yang tidak memenuhi
syarat untuk dilakukan tindakan pembedahan.
• Radiasi dengan menggunakan sinar kobalt dengan dosis 25 Gy dikatakan
dapat mengobliterasi AVM yang berukuran kurang dari 3 cm sampai 75 %
dalam 3 tahun pengobatan.
• Prinsip dari radiosurgery adalah menginduksi proses patologis berupa
trombosis pada nidus sehingga menyebabkan penebalan dinding
pembuluh darah secara bertahap sampai akhirnya pembuluh darah akan
menutup.
• Terapi dengan metode radiosurgery dikatakan berhasil apabila nidus
menghilang dan kerusakan jaringan normal yang minimal.
• Keuntungannya radiosurgery kurang menyebabkan kerusakan jaringan bila
dibandingkan dengan tindakan pembedahan.
Embolisasi

• Embolisasi merupakan metode terapi yang bertujuan menyumbat lumen


pembuluh darah pada AVM.
• Dengan tuntunan sinar-X, kateter dimasukkan melalui arteri femoralis dan
diarahkan kearea dimana terdapat AVM. Saat area tersebut bisa dicapai,
gulungan kawat (wire coil) akan ditempatkan untuk menutup lumen
pembuluh darah pada AVM.
• Selama tindakan embolisasi, pasien tetap sadar tapi dibuat senyaman
mungkin dengan bantuan tim anestesi. Setelah embolisasi selesai, pasien
akan dirawat di ruang intensif dimana pasien akan dimonitor dengan
ketat.
• Pasien biasanya memerlukan 2 sampai 3 kali embolisasi dengan interval
waktu 2 sampai 6 minggu.
• Materi yang digunakan pada embolisasi harus mudah dihantarkan melalui
kateter, harus mudah terlihat lewat fluoroskopi, tidak toksik, tidak dapat
dihancurkan oleh tubuh dan harus dapat melekat pada pembuluh darah
yang dituju. Saat ini material yang banyak digunakan adalah acrylics
(isobutyl-cyanoacrylate).
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai