Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN INTRA OPERASI VARICOCEL DENGAN


SUBARACHNOID BLOCK DI IBS RSUD KABUPATEN KEDIRI

OLEH : DIAH RIKA QUROTUL A.T 1301460004

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN MALANG
2017
KONSEP DASAR VARICOCEL

a. Definisi
Varikokel adalah varises vena pada korda spermatic (Tambayong, 2013). Varikokel adalah
dilatasi pleksus pampiniformis dari vena di atas testis. Merupakan gambaran lazim dalam pria
muda dan paling sering terlihat pada bagian kiri. Pleksus pampiniformis bermuara ke dalam
vena spermatika interna, yang mengalir ke dalam vena renalis di kiri dan vena kava di kanan
(Sabiston, 2014). Varikokel ini terbentuk dari massa yang mengalami konvolusi dari vena
yang berdilatasi dalam pleksus venosus korda. Karena varikokel terbentuk dari vena yang
terisi darah, maka varikokel tidak mengirimkan cahaya seperti hidrokel.

b. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel, tetapi dari
pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering dijumpai daripada
sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 7093 %). Hal ini disebabkan karena vena spermatika
interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus, sedangkan yang kanan
bermuara pada vena kava dengan arah miring. Di samping itu vena spermatika interna kiri
lebih panjang daripada yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten. Jika terdapat
varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai adanya: kelainan pada
rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena karena tumor), muara vena spermatika kanan
pada vena renails kanan, atau adanya situs inversus.
Etiologi secara umum:

Dilatasi atau hilangnya mekanisme pompa otot atau kurangnya struktur
penunjang/atrofi otot kremaster, kelemahan kongenital. Proses degeneratif pleksus
pampiniformis.

Hipertensi vena renalis atau penurunan aliran ginjal ke vena kava inferior.

Turbulensi dari vena supra renalis ke dalam juxta vena renalis internus kiri
berlawanan dengan kedalam vena spermatiak interna kiri.

Tekanan segment iliaka (oleh feses) pada pangkal vena spermatika.

Tekanan vena spermatika interna meningkat letak sudut turun vena renalis 90o

Sekunder : tumor retroperitoneal, trombus vena renalis, hidronefrosis.

Faktor penyebab yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya varikokel :


Faktor genetik. Orang tua dengan varikokel memiliki kecenderungan menurunkan
sifat pembuluh-pembuluh yang mudah melebar pada anaknya.
Makanan. Beberapa jenis makanan yang dioksidasi tinggi, dapat merusak pembuluh
darah.
Suhu. Idealnya, suhu testis adalah 1-2derajat dibawah suhu tubuh. Suhu yang tinggi di
sekitar testis dapat memicu pelebaran pembuluh darah balik di daerah itu.
Tekanan tinggi disekitar perut.

c. Klasifikasi
Secara klinis varikokel dibedakan dalam 3 tingkatan/derajat:
Derajat kecil: adalah varikokel yang dapat dipalpasi setelah pasien melakukan manuver
valsava
Derajat sedang: adalah varikokel yang dapat dipalpasi tanpa melakukan manuver valsava
Derajat besar: adalah varikokel yang sudah dapat dilihat bentuknya tanpa melakukan
manuver valsava.
d. Patofisiologi

Peningkatan Tekanan Vena


Perbedaan letak vena spermatika interna kanan dan kiri menyebabkan terplintirnya
vena spermatika interna kiri, dilatasi dan terjadi aliran darah retrogard. Darah vena
dari testis kanan dibawa menuju vena cava inferior pada sudut oblique (kira-kira
300). Sudut ini, bersamaan dengan tingginya aliran vena kava inferior diperkirakan
dapat meningkatkan drainase pada sisi kanan (Venturi effect). Vena renalis kiri dapat
juga terkompres di daerah prok simal diantara arteri mesenterika superior dan aorta,
dan distalnya diantara arteri iliaka komunis dan vena. Fenomena ini dapat juga
menyebabkan peningkatan tekanan pada sistem vena testikular kiri.
Anastomosis Vena Kolateral
Katup yang Inkompeten
Varikokel dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesis melalui beberapa
cara, antara lain:
Terjadi stagnasi darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis mengalami
hipoksia karena kekurangan oksigen.
Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin dan
prostaglandin) melalui vena spermatika interna ke testis.
Peningkatan suhu testis.
Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan,
memungkinkan zat-zat hasil metabolit tadi dapat dialirkan dari testis kiri ke
testis kanan sehingga menyebabkan gangguan spermatogenesis testis kanan
dan pada akhirnya terjadi infertilitas.

e. Manifestasi Klinik
Varicokel memiliki beberapa tanda dan gejala yang sering dijumpai, yaitu:
Nyeri jika berdiri terlalu lama. Hal ini terjadi karena saat berdiri, maka beban untuk
darah kembali ke arah jantung akan semakin besar, dan akan semakin banyak darah
yang terperangkap di testis. Dengan membesarnya pembuluh darah, maka akan
mengenai ujung saraf, sehingga terasa sakit.
Masalah kesuburan. Berdasarkan penelitian, ditemukan bahwa 40% dari pria-pria
infertile merupakan penderita varicocele (hal ini akan dijelaskan lebih lanjut)
Atrofi testis. Atrofi testis banyak ditemukan pada penderita varicocele, namun setelah
perawatan lebih lanjut biasanya akan kembali ke ukuran normal

f. Pemeriksaan Penunjang
Angiografi/venografi
Venografi merupakan modalitas yang paling sering digunakan untuk mendeteksi
varikokel yang kecil atau subklinis, karena dari penemuannya mendemonstrasikan
refluks darah venaabnormal di daerah retrograd menuju ke ISV dan pleksus
pampiniformis. Karena pemeriksaan venografi ini merupakan pemeriksaan invasif,
teknik ini biasanya hanyadigunakan apabila pasien sedang dalam terapi oklusif untuk
menentukan anatomi dari vena. Biasanya, teknik ini digunakan pada pasien yang
simptomatik
Positif palsu/negatif
Vena testikular seringkali spasme, dan terkadang, ada opasifikasi dari vena dengan
kontrasmedium dapat sulit dinilai. Selebihnya, masalah dapat diatasi dengan
menggunakan kanulmenuju vena testikular kanan
Left testikular venogram
Ultrasonografi
Penemuan USG pada varikokel meliputi:
Struktur anekoik terplintirnya tubular yang digambarkan yang letaknya
berdekatandengan testis. Pasien dengan posisi berdiri tegak, diameter dari vena
dominan pada kanalisinguinalis biasanya lebih dari 2-5 mm dan saat valsava
manuever diametermeningkat sekitar 1 mm
Varikokel bisa berukuran kecil hingga sangat besar, dengan beberapa
pembesaranpembuluh darah dengan diameter 8 mm
Varikokel dapat ditemukan dimana saja di skrotum (medial, lateral,
anterior,posterior, atau inferior dari testis)
USG Doppler dengan pencitraan berwarna dapat membantu mendiferensiasi
channel vena dari kista epidermoid atau spermatokel jika terdapat keduanya
USG Doppler dapat digunakan untuk menilai grade refluks vena: statis (grade I),
intermiten (grade II) dan kontinu (gradeIII).
Varikokel intratestikular dapat digambarkan sebagai area hipoekoik yang kurang
jelas pada testis. Gambarnya berbetuk oval dan biasanya terletak di sekitar
mediastinum testis.
Positif palsu/negative
Kista epidermoid dan spermatokel dapat member gambaran seperti varikokel. Jika
meragukan, USG Doppler berwarna dapat digunakan untuk diagnose. Varikokel
intratestikular dapat member gambaran seperti ektasis tubular.
g. Penatalaksanaan
Teknik operasi
Kebanyakan pasien penderita varikokel tidak selalu berhubungan dengan infertilitas,
penurunan volume testicular, dan nyeri, untuk itu tidak selalu dilakukan tindakan operasi.
Varikokel secara klinis pada pasien dengan parameter semen yang abnormal harus
dioperasi dengan tujuan membalikkan proses yang progresif dan penurunan durasi
dependen fungai testis. Untuk varikokel subklinis pada pria dengan faktor infertilitas tidak
ada keuntungan dilakukkan tindakan operasi. Varikokel terkait dengan atrofi testikular
ipsilateral atau dengan nyeri ipsilateral testis yang makin memburuk setiap hari, harus
dilakukkan operasi segera. Ligasi varikokel pada remaja dengan atrofi testikular ipsilateral
memberi hasil peningkatan volume testis, untuk itu tindakan operasi sangat
direkomendasikan pada pria golongan usia ini. Remaja dengan varikokel grade I-II tanpa
atropi dilakukan pemeriksaan tahunan untuk melihat pertumbuhan testis, jika didapatkan
testis yang menghilang pada sisi varikokel maka disarankan untuk dilakukkan
varikolektomi.
Indikasi dilakukan operasi
a. Infertilitas dengan produksi semen yang jelek.
b. Ukuran testis mengecil.
c. Nyeri kronis atau ketidaknyamanan dari varikokel yang besar.

Alternatif Terapi
Untuk pria dengan infertilitas, parameter semen yang abnormal, dan varikokel klinis, ada
beberapa alternatif untuk varikokeletomi. Saat ini terdapat teknik nonbedah termasuk
percutaneous radiographic occlusion dan skleroterapi. Teknik retrogrard perkutaneus
dengan menggunakan kanul vena femoralis dan memasang balon/coli pada vena
spermatika interna. Teknik ini masih berhubungan dengan bahaya pada arteritestikular dan
limfatik dikarenakan sulitnya menuju vena spermatika interna. Radiographic occlusion
juga memiliki komplikasi seperti migrasi emboli paru, tromboflebitis, trauma arteri dan
reaksi alergi dari pemberian kontras.
Tindakan oklusi antegrad varikokel dilakukan dengan tindakan kanulasi perkutan dari
vena pampiniformis skrotum dan injeksi agen sklerotik. Teknik ini memiliki angka
performa yang tinggi tetapi angka rekurensi jika dibandingkan dengan yang teknik
retrograd, dapat memberikan risiko trauma pada arteri testikular.

Teknik operasi
Ligasi dari vena spermatika interna dilakukkan dengan berbagai teknik. Teknik yang
paling pertama dilakukkan dengan memasang clamp eksternal pada vena lewat kulit
skrotum.
Operasi ligasi varikokel termasuk retroperitoneal, ingunal atau sublingual, laparoskopik
dan mikrokroskopik varikokelektomi.

1. Teknik retroperitoneal (palomo)


Teknik retroperitoneal (palomo) memiliki keuntungan mengisolasi vena
spermatiaka interna kea rah proksimal, dekat dengan lokasi drainase menuju vena
renalis kiri. Pada bagian ini, hanya 1 tau2 vena besar yang terlihat. Sebagai tambahan,
arteri testicular belum bercabang dan seringkali berpisah dari vena spermatika interna.
Kekurangan dari teknik ini yaitu sulitnya menjaga pembuluh limfatik karena sulitnya
mencari lokasi pembuluh retroperitoneal, dapat menyebabkan hidrokel post operasi.
Sebagai tambahan, angka kekambuhan tinggi karena arteri testicular terlindungi oleh
plexus periarterial (vean comitantes), dimana akan terjadi dilatasi seiring berjalannya
waktu dan akan menimbulkan kekambuhan. Parallel ingunal atau retroperitoneal
kolateral bermula dari testis dan bersama dengan vena spermatika interna kea rah atas
ligasi (cephalad), dan vena kremaster yang tidak terligasi, dapt menyebabkan
kekambuhan. Ligasi dari atreri testikular disarankan pada anak-anak untuk
meminimalkan kekambuhan, tetapi pada dewasa dengan infertilitas, ligasi arteri
testicular tidak direkomendasikan karena akan mengganggu fungsi testis.
Modified palomo retroperitoneal approach for varicocelectomy

a. Pasien dalam posisi supinasi pada meja operasi


b. Insisi horizontal daerah iliaka dari umbilicus ke SIAS sepanjang 7-10cm
tergantung besar tubuh pasien.
c. Aponeurosis M. External oblique
d. M. internal oblique terpisah 1cm kea rah lateral dari M. Rectus abdominis dan
M. Transversus abdominis diinsisi.
e. Peritoneum dipisahkan dari dinding abdomen dan diretraksi.
f. Pembuluh spermatik terlihat berdekatan dengan peritoneum, sangatlah penting
menjaganya tetap berdekatan dengan peritoneum.
g. Dilanjutkan memotong dinding abdomen menuju M. Psoas posterior.
h. Dengan retraksi luas memudahkan untuk mengidentifikasi vena spermatika,
dan <10% kasus arteri spermatika mudah dilihat, terisolasi dari seluruh
struktur spermatik dan mudah dikendali.
i. Proses operasi ditentukan dari penemuan intraoperatif. Pada kasus dengan
vena multiple, kolateral akan teridentifikasi dan seluruh pembuluh darah dari
ureter menuju dinding abdomen terligasi. Pembuluh darah spermatika secara
terinspeksi pada jarak 7-8cm dan diligasi dengan pemisahan/ pemotongan,
kemudian dijahit permanen.
j. Setelah hemostasis dipastikan, M. Oblique internal, M. Tranversus
abdominalis, dan M.Eksternal oblique ditutp lapis demi lapis dengan jahitan
yang dapat diserap.
k. Fasia scarpa ditutp dengan jaitan yang akan diserap
l. Kulit dijahit subkutikuler dengan jahitan yang dapat diserap.

2. Teknik Inguinal (Ivanissevich)


a. Insisi dibuat 2cm diatas simfisis pubis.
b. Fasia M. External oblique secara hati-hati disingkirkan untuk mencegah
trauma N. Ilioinguinal yang terletak dibawahnya.
c. Pemasangan penrose drain pada saluran sperma.
d. Insisi fasia spermatika, kemudian akan terlihat pembuluh darah spermatika.
e. Setiap pembuluh darah terisolasi, kemudian diligasi dengan menggunakan
benang yang nonabsorbable.
f. Setelah semua pembuluh darah kolateral terligasi, fasia M. External oblique
ditutup dengan benang yang absorbable dan kulit dijahit subkitikuler.

Teknik ingunal

3. Teknik Laparoskopik
Teknik ini merupakan modifikasi dari teknik retroperitoneal dengan keuntungan dan
kerugian yang hampir sama. Pembesaran optikal dibutuhkan untuk melakukkan teknik
ini, untuk memudahkan menyingkirkan pembuluh limfatik dan arteri testikular
sewaktu melakukkan ligasi beberapa vena spermatika interna apabila vena comitantes
bergabung dengan arteri testikular. Teknik ini memiliki beberapa komplikasi seperti
trauma usus, pembuluh intarabdominal dan visera, emboli, dan peritonitis.
Komplikasi ini lebih serius dibandingkan dengan varikokelektomi open.
4. Microsurgical varicocelectomy (Marmar-Goldstein)
Microsurgical subinguinal atau inguinal merupakan teknik terpilih untuk melakukkan
ligasi varikokel. Saluran spermatika dielevasi kearah insisi, untuk memudahkan
pengelihatan, dan dengan menggunakan bantuan mikroskop pembesaran 6x hingga
25x, periarterial yang kecil dan vena kremaster akan dengan mudah diiligasi, serta
ekstraspermatik dan vena gubernacular sewaktu testis diangkat. Fasia intraspermatika
dan ekstraspermatika secara hati-hati dibuka untuk mencari pembuluh darah. Arteri
testikular dapat dengan mudah diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop.
Pembuluh limfatik dapat dikenali dan disingkirkan, sehingga menurunkan komplikasi
hidrokel.

5. Teknik Embolisasi
a. Embolisasi varikokel dilakukkan dengan anestesi intravea sedai dan local
anastesi.
b. Angiokateter kecil dimasukkan ke system vena, dapat lewat vena femoralis
kanan atau vena jugularis kanan.
c. Kateter dimasukkan dengan guiding fluoroskopi ke vena renalis kiri (karena
kebanyakan varikokel terdapt di sisi kiri) dan kontras venogram.
d. Dilakukkan ISV venogram sebagai peta untuk mengembolisasi vena.
e. Kateter kemudian dimanuever ke bawah vena menuju kanalis inguinalis
internal.
f. Biasanya vena atau cabangnya terembolisasi dengan injeksi besi atau platinum
spring-like embolization coils.
g. Vena kemudian terblok pada level kanalis inguinalis interna dan sendi
sakroiliaka.
h. Dapat ditambahkan sclerosing foam untuk menyelesaikan embolisasi.
i. Pada tahap akhir, venogram dilakukkan untuk memastikan semua cabang ISV
terblok, kemudian kateter dapat dikeluarkan.
j. Dibutuhkan tekanan manual pada daerah tusukan selama 10 menit, untuk
mencapai hemostasis.
k. Tidak ada penjahitan pada teknik ini. Setelah selesai, pasien diobservasi
selama beberapa jam, kemudian dipulangkan. Angka keberhasilan proses ini
mencapai 95%.
Asuhan Keperawatan

Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
Trauma, kecelakaan sehingga testis rusak
Konsumsi obat-obatan yang mengganggu spermatogenesis
Pernah menjalani operasi yang berefek mengganggu organ reproduksi
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
d. Memiliki riwayat saudara/keluarga dengan aberasi genetic
2. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi dan palpasi terdapat bentukan seperti kumpulan cacing-cacing di dalam
kantung yang berada di sebelah cranial testis saat penderita berdiri.
3. Data fokus pengkajian
Pre Operasi
Data Subjektif
a. Kien mengeluh belum mempunyai keturunan sampai saat ini
b. Klien mengungkapkan perasaan tidak nyaman karena adanya benjolan diatas testis
dan terkadang terasa nyeri
c. Klien mengungkapkan perasaan bersalah atau rendah diri karena tidak mampu
memberikan keturunan
d. Klien mengungkapkan perasaan cemas terhadap prosedur pembedahan yang akan
dijalaninya
Data Objektif
a. Adanya benjolan di testis saat pasien berdiri dan hilang saat penderita duduk
b. Kontak mata kurang saat berkomunikasi
c. Jantung berdebar, peningkatan denyut nadi dan tekanan darah dapat terhadi sesaat
sebelum operasi pembedahan
Intra operatif
Data subjektif : keluhan yang dirasakan klien saat proses pembedahan, mual muntah.
Data objektif : k/u pasien, tanda vital, perdarahan dan hasil dari pembedahan
Post operasi
Data Subjektif
a. Klien mengeluhkan nyeri pada bagian tubuh yang dilakukan tindakan
pembedahan
Data Objektif
a. Suhu, denyut nadi dan tekanan darah dapat meningkat setelah operasi
b. Terdapat luka bekas operasi yang berhubungan dengan dunia luar
Diagnosa Keperawatan
Intra operatif :

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi


b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pernafasan akibat efek anestesi .
c. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan penekanan saraf tepi akibat insisi .
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah .
e. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan akibat
insisi .
f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi luka akibat operasi .
g. Resiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan drainase luka.

Intervensi Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi.


Tujuan : Tidak terjadi gangguan pernafasan
Kriteria Hasil : Tidak tersedak, Sekret tidak menumpuk di jalan nafas dan tidak ditemukan
tanda cyanosis
Intervensi :
1) Kaji pola nafas klien.
2) Kaji perubahan tanda vital secara drastis.
3) Kaji adanya syanosis.
4) Bersihkan sekret dijalan nafas.
5) Ciptakan lingkungan yang nyaman.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pernafasan akibat efek anestesi .
Tujuan : pola nafas menjadi normal (vesikuler).
Kriteria Hasil : pola nafas efektif, bebas dari sianosis atau tanda-tanda hipoksia.
Intervensi :
1) Pertahankan jalan nafas dengan memiringkan kepala, hiperekstensi rahang, aliran
udara faringeal oral.
2) Observasi frekuensi dan kedalaman pernafasan.
3) Posisikan klien dengan nyaman.
4) Observasi pengembalian fungsi otot pernafasan.
5) Lakukan pengisapan lendir jika diperlukan.
6) Berikan 0ksigen jika diperlukan.
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan penekanan saraf tepi akibat insisi .
Tujuan : klien merasa nyaman.
Kriteria Hasil : klien tidak gelisah, skala nyeri 1-2, tanda vital normal.
Intervensi :
1) Kaji tanda vital klien.
2) Catat lokasi dan lamanya intensitas nyeri.
3) Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi.
4) Ciptakan lingkungan yang nyaman.
5) Kolaborasi pemberian analgesik (Narkotik), anti spasmodik dan kortikosteroid.

4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan akibat insisi.
Tujuan : Membaiknya keseimbangan cairan dan elektrolit.
Kriteria Hasil :
1) Monitor tanda vital.
2) Monitor urin meliputi warna hemates sesuai indikasi.
3) Pertahankan pencatatan komulatif jumlah dan tipe pemasukan cairan.
4) Monitor status mental klien.
5) Monitor berat badan tiap hari.
6) Awasi pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, dan natrium urin).
7) Kolaborasi pemberian diuretik.
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi luka operasi
Tujuan : Tidak terjadi infeksi.
Kriteria Hasil: Limfosit dalam batas normal, tanda vital normal dan tidak ditemukan tanda
infeksi.
Intervensi :
1) Kaji lokasi dan luas luka.
2) Pantau jika terdapat tanda infeksi (rubor, dolor, kolor, tumor dan perubahan fungsi).
3) Pantau tanda vital klien.
4) Kolaborasi pemberian antibiotik.
5) Ganti balut dengan prinsip steril.
6. Resiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan drainase luka.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan integritas kulit .
Kriteria Hasil: tidak ditemukan tanda infeksi, tidak ada luka tambahan
Intervensi :
1) Kaji drainase luka.
2) Monitor adanya tanda infeksi (rubor, dolor, kolor, tumor dan perubahan fungsi).
3) Kaji adanya luka tambahan pada klien.
4) Ganti balut dengan prinsip steril.
5) Kolaborasi pemberian antibiotik.
6) Himbau agar klien membatasi mobilitasnya.
PATHWAY

Peningkatan Tekanan Vena Anastomosis Vena Kolateral Katup yang Inkompeten

Varikokel

Stagnasi darah balik pd Refluks hasil metabolit ginjal suhu testis Anastomosis
sirkulasi testis & adrenal antara pleksus
pampiniformis
kiri dan kanan
hipoksia

Bengkak
Nyeri saat gg. proses spermatogenesis
Harga Diri Rendah
berdiri
terlalu lama
Mual, muntah infertilitas Disfungsi seksual

Merangsang Varicocelectomy Putusnya


peristaltic Anastesi SAB pembuluh darah
usus Teknik Palomo

Paralisis Perdarahan intra


syaraf Relaksasi dan Diskontinuitas op
frenikus vasodilatasi jaringan
PD

Resiko
Hipoperfusi Nyeri Akut kekurangan
dan Terjadi volume cairan
hipoventilasi hipotensi

Ketidakefektifan
perfusi perifer Resiko Syok
Hipovolemik
Daftar Pustaka

Behrman;Kliegman; Arvin. (2014). Ilmu kesehatan anak nelson. Edisi15. Jakarta: EGC
Doenges, Marylin E. (2015). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC
Tambayong, Jan. (2014). Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC
Sabiston, David C. (2013). Buku ajar bedah. Jakarta: EGC
Willms, Janice L; Schneiderman, Henry; Algranati, Paula S. (2015). Diagnosis fisik: Evaluasi
diagnosis dan fungsi di bangsal. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai