KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN MALANG
2017
KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Hematothoraks atau hemothoraks adalah akumulasi darah pada rongga intrapleura.
Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah sistemik maupun pembuluh darah paru,
dan pada trauma yang tersering perdarahan berasal dari arteri interkostalis dan arteri
mammaria interna (Sub Bagian Bedah Thoraks Bagian Ilmu Bedah FK-USU / RS
HAM / RS Pirngadi Medan, 2000).
Hemothoraks adalah adanya darah pada rongga pleura. Perdarahan mungkin berasal
dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar (Mancini, 2011).
B. ETIOLOGI
Penyebab utama hematothoraks adalah trauma, seperti luka penetrasi pada paru,
jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada. Trauma tumpul pada dada juga dapat
menyebabkan hematothoraks karena laserasi pembuluh darah internal (Mancini, 2011).
Menurut Magerman (2010) penyebab hematothoraks antara lain
1. Penetrasi pada dada
2. Trauma tumpul pada dada
3. Laserasi jaringan paru
4. Laserasi otot dan pembuluh darah intercostal
5. Laserasi arteri mammaria interna
C. KLASIFIKASI
Pada orang dewasa secara teoritis hematothoraks dibagi dalam 3 golongan, yaitu:
a. Hematothoraks ringan
Jumlah darah kurang dari 400 cc
Tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto thoraks
Perkusi pekak sampai iga IX
b. Hematothoraks sedang
Jumlah darah 500 cc sampai 2000 cc
15% - 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
Perkusi pekak sampai iga VI
c. Hematothoraks berat
Jumlah darah lebih dari 2000 cc
35% tertutup bayangan pada foto thoraks
Perkusi pekak sampai iga IV
D. MANIFESTASI KLINIK
Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah di dinding
dada. Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak menimbulkan nyeri. Kadang-kadang
anemia dan syok hipovalemik merupakan keluhan dan gejala yang pertama muncul.
Secara klinis pasien menunjukan distress pernapasan berat, agitasi, sianosis, takipnea
berat, takikardia dan peningkatan awal tekanan darah, di ikuti dengan hipotensi sesuai
dengan penurunan curah jantung (Hudak & Gallo, 1997).
Respon tubuh degan adanya hemothoraks dimanifestasikan dalam 2 area mayor:
a. Respon hemodinamik
Respon hemodinamik sangat tergantung pada jumlah perdarahan yang terjadi.
Tanda-tanda shock seperti takikardi, takipnea, dan nadi yang lemah dapat muncul
pada pasien yang kehilangan 30% atau lebih volume darah
b. Respon respiratori
Akumulasi darah pada pleura dapat menggangu pergerakan napas. Pada kasus
trauma, dapat terjadi gangguan ventilasi dan oksigenasi, khususnya jika terdapat
injuri pada dinding dada. Akumulasi darah dalam jumlah yang besar dapat
menimbulkan dispnea.
(Mancini, 2011)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Sinar X dada
Menunjukkan akumulasi cairan pada area pleura
Dapat menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)
b. GDA
Tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik
pernapasan, dan kemampuan mengkompensasi
PaCO2 mungkin normal atau menurun
Saturasi oksigen biasanya menurun
c. Torasentesis
Menunjukkan darah/cairan serosanguinosa (hemothoraks)
d. Full blood count
Hb menurun
Hematokrit menurun
F. PATOFISIOLOGI
Pada trauma tumpul dada, tulang rusuk dapat menyayat jaringan paru-paru atau arteri,
menyebabkan darah berkumpul di ruang pleura. Benda tajam seperti pisau atau peluru
menembus paru-paru mengakibatkan pecahnya membran serosa yang melapisi atau menutupi
thorax dan paru-paru. Pecahnya membran ini memungkinkan masuknya darah ke dalam
rongga pleura. Setiap sisi toraks dapat menahan 30-40% dari volume darah seseorang.
Perdarahan jaringan interstitium, Pecahnya usus sehingga perdarahan Intra Alveoler,
kolaps terjadi pendarahan akibat pecahnya arteri dan kapiler-kapiler kecil , sehingga tekanan
perifer pembuluh darah paru meningkat, dan aliran darah menurun yang mengakibakan
kadar Hb dalam darah menurun, anemia, syok hipovalemik, sesak napas, tahipnea, sianosis,
tachikardia.
G. KOMPLIKASI
Kegagalan pernapasan
Kematian
Fibrosis atau parut dari membran pleura
Syok
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk menstabilkan pasien, menghentikan pendarahan, dan
menghilangkan darah dan udara dalam rongga pleura. Penanganan pada hemothoraks
adalah:
1. Resusitasi cairan
Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume darah yang
dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus cairan
kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudian pemnberian darah dengan
golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam
penampungan yang cocok untuk autotranfusi. Bersamaan dengan pemberian infus
dipasang pula chest tube (WSD)
2. Pemasangan chest tube
Pemasangan chest tube (WSD) ukuran besar agar darah pada toraks dapat cepat
keluar sehingga tidak membeku di dalam pleura. Hemotoraks akut yang cukup
banyak sehingga terlihat pada foto toraks sebaiknya di terapi dengan chest tube
kaliber besar. Chest tube tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura,
mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat
dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya.
WSD adalah suatu sistem drainase yang menggunakan air. Fungsi WSD sendiri
adalah untuk mempertahankan tekanan negatif intrapleural. Macam WSD antara lain:
WSD aktif
continous suction, gelembung berasal dari udara sistem
WSD pasif
gelembung udara berasal dari cavum toraks pasien
3. Thoracotomy
Tindakan ini dilakukan bila dalam keadaan:
a. Jika pada awal hematotoraks sudah keluar 1500ml, kemungkinan besar penderita
tersebut membutuhkan torakotomi segera.
b. Pada beberapa penderita pada awalnya darah yang keluar < 1500ml, tetapi
perdarahan tetap berlangsung terus.
c. Bila didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200cc / jam dalam
waktu 2 4 jam.
d. Luka tembus toraks di daerah anterior, medial dari garis puting susu atau luka di
daerah posterior, medial dari scapula harus dipertimbangkan kemungkinan
diperlukannya torakotomi karena kemungkinan melukai pembuluh darah besar,
struktur hilus atau jantung yang potensial menjadi tamponade jantung
Tranfusi darah diperlukan selama ada indikasi untuk torakotomi. Selama
penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal yang dikeluarkan dengan chest
tube dan kehilangan darah selanjutnya harus ditambahkan ke dalam cairan pengganti
yang akan diberikan. Warna darah (arteri / vena) bukan merupakan indikator yang
baik untuk di pakai sebagai dasar dilakukannya torakotomi
Torakotomi sayatan dapat dilakukan di samping, di bawah lengan (aksilaris
torakotomi); di bagian depan, melalui dada (rata-rata sternotomy); miring dari
belakang ke samping (posterolateral torakotomi); atau di bawah payudara
(anterolateral torakotomi) . Dalam beberapa kasus, dokter dapat membuat sayatan
antara tulang rusuk (interkostal disebut pendekatan) untuk meminimalkan memotong
tulang, saraf, dan otot. Sayatan dapat berkisar dari hanya di bawah 12.7 cm hingga 25
cm.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak
maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek
spasme otot sekunder.
4. Defisit volume cairan
5. Penurunan curah jantung
6. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1 : Ketidakefektivan pola napas
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dalam waktu 1 x 24 jam Tidak ada sianosis 1. Identifikasi etiologi /factor 1. Pemahaman penyebab kolaps
pola napas klien efektif Tidak ada dyspnea dan pencetus, contoh kolaps spontan, paru perlu untuk pemasangan
takipnea trauma, infeksi, komplikasi selang dada yang tepat dan
Klien mampu bernapas
ventilasi mekanik memilih tindakan terapiutik
dengan mudah
yang tepat
Klien menunjukkan jalan
2. Distres pernapasan dan
2. Evaluasi fungsi pernapasan, catat
napas yang paten
perubahan pada tanda vital
TTV dalam rentang kecepatan/pernapasan serak,
dapat terjadi sebagai akibat
normal dispnea, terjadinya sianosis,
stress fisiologis dan nyeri
perubahan tanda vital
menunjukan terjadinya syok
b/d hipoksia/perdarahan
3. Kesulitan bernapas dengan
3. Awasi kesesuaian pola
ventilator atau peningkatan
pernapasan bila menggunakan
tekanan jalan napas diduga
ventilasi mekanik dan catat
memburuknya kondisi/terjadi
perubahan tekanan udara
komplikasi (pneumotorak)
Kristaloid
Diagnosa 3 : Penurunan curah jantung
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan Tanda-tanda vital dalam 1. Catat adanya tanda dan gejala 1. Mengetahui status kesehatan
intervensi selama 1 x 24 rentang normal penurunan curah jantung klien sehingga dapat
jam penurunan curah Tidak ada distensi vena menentukan intervensi yang
jatung teratasi leher tepat
AGD dalam batas normal 2. Status pernapasan yang
2. Monitor status pernapasan
menandakan gagal jantung
dapat ditemukan secara dini
sehigga dapat dilakukan
intervensi dengan cepat
3. Volume cairan tubuh yang
3. Monitor balance cairan
kurang dapat menyebabkan
penurunan curah jantung
4. Aktivitas yang berlebih dapat
meningkatkan kerja jantung
4. Atur periode latihan dan istirahat
5. Dyspnea dan takipnea
untuk menghindari kelelahan
mungkin terjadi karena
5. Monitor adanya dyspnea dan
kurangnya oksigen yang
takipnea
dibawa oleh darah akibat
penurunan curah jantung
6. Mengetahui perkembangan
kondisi klien setelah dilakukan
6. Monitor tekanan darah, nadi,
intervesi
suhu, dan RR 7. Jumlah, bunyi, dan irama
jantung menunjukkan kerja
7. Monitor jumlah, bunyi, dan
jantung dalam memompa
irama jantung
darah
Diagnosa 4 : Nyeri akut
Setelah dilakukan Klien mampu 1. Monitor TTV 1. Nyeri dapat meningkatkan TD
intervensi keperawatan menggunakan teknik dan nadi klien
2. Observasi reaksi nonverbal
2. Membuktikan kesesuaian
selama 3 x 24 jam nyeri nonfarmakologi untuk ketidaknyamanan
antara data subjektif dan
bahu berkurang mengurangi nyeri
Klien melaporkan bahwa objektif yang didapat dari klien
3. Kurangi faktor presipitasi nyeri 3. Dengan mengurangi pajanan
nyeri berkurang dengan faktor presipitasi, dapat
menggunakan mencegah semakin parahnya
manajemen nyeri nyeri yg dirasakan
TTV normal 4. Tingkatkan istirahat
4. Nyeri dapat berkurang saat
Tidak mengalami klien beristirahat
gangguan tidur
7. EVALUASI
1. Pola napas klien efektif
Tidak ada sianosis
Tidak ada dyspnea dan takipnea
Klien mampu bernapas dengan mudah
Klien menunjukkan jalan napas yang paten
TTV dalam rentang normal
2. Defisit volume cairan teratasi
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
Intake oral dan intravena adekuat
Jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal
Elektrolit, Hb, hematokrit dalam batas normal
3. Curah jantung tidak mengalami penurunan
Tanda-tanda vital dalam rentang normal
Tidak ada distensi vena leher
AGD dalam batas normal
4. Nyeri yang dirasakan klien berkurang
Klien mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri
Klien melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
TTV normal
Tidak mengalami gangguan tidur
DAFTAR PUSTAKA
Hudak & Gallo. 1997, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI Vol.1.
Jakarta: EGC
Mancini. . 2011. Hemothoraks. http://emedicine.medscape.com/article/2047916-
overview
Herdman, T. Keather. 2009. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions
& Classification 2009-2011. United Kingdom: Wiley-Blackwell
Doengoes, Marilyn E, et al. 2010. Nursing Diagnosis Manual: Planning,
Individualizing, and Documenting Client Care 3th Edition . Philadelphia: F. A.
Davis Company
PATHWAY
Trauma tumpul /
Nyeri akut
penetrasi pada dada
Volume Syok
Perdarahan darah hipovolemik
Hipoksia
Keterbatasan
Hambatan
Terpasang dalam
mobilitas
Chest Tube bergerak/
Fisik
mobilisasi