Anda di halaman 1dari 22

Laporan Kasus

Demam Thypoid

Disusun oleh:
dr. Jorgi Neforinaldy M

Pembimbing:
dr. Ritha Allo Somba

PUSKESMAS KECAMATAN CIRACAS


JAKARTA TIMUR
2018
KATAPENGANTAR

Segala puji syuku rkehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Shalawat besertasalam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman islamiyah, juga kepada sahabat dan
keluarga beliau.
Ucapan terima kasih tidak lupa kami ucapkan kepada pembimbing kami
dr. Ritha Allo Somba dan para dokter di Puskesmas Kecamatan Ciracas yang
telah memberikan arahan serta bimbingan hingga terselesaikannya laporan kasus
ini.
Tidak ada kata sempurna dalam pembuatan sebuah laporan kasus.
Keterbatasan dalam penulisan maupun kajian yang dibahas merupakan beberapa
penyebabnya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan terhadap
laporan kasus ini demi perbaikan di masa yang akan datang.

Jakarta, Agustus 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii

PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4
LAPORAN KASUS ...................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi ................................................................................................................. 11
Epidemiologi........................................................................................................ 12
Etiologi ................................................................................................................. 12
Patofisiologi ......................................................................................................... 16
Diagnosis .............................................................................................................. 16
Pencegahan dan Manajemen ............................................................................. 18
Prognosis .............................................................................................................. 23

ANALISA KASUS………………………………………………………………….. 24

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 25

3
BAB I
PENDAHULUAN

Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik akut yang disebabkan


oleh Salmonella enterica serotype typhi, dapat juga disebabkan oleh Salmonella
enterica serotype paratyphi A, B, atau C(demam paratifoid). Demam tifoid
ditandai antara lain dengan demam tinggi yang terus menerus bisa selama 3-4
minggu, toksemia, denyut nadi yang relatif lambat, kadang gangguan kesadaran
seperti mengigau, perut kembung, splenomegali dan leukopenia.

Di banyak negara berkembang, termasuk di Indonesia, demam tifoid


masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat, berbagai upaya yang
dilakukan untuk memberantas penyakit ini tampaknya belum memuaskan.
Sebaliknya di negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang misalnya,
seiring dengan perbaikan lingkungan, pengelolaan sampah dan limbah yang
memadai dan penyediaan air bersih yang cukup, mampu menurunkan insidensi
penyakit ini secara dramatis. Di abad ke 19 demam tifoid masih merupakan
penyebab kesakitan dan kematian utama di Amerika, namun sekarang kasusnya
sudah sangat berkurang.

Di negara maju kasus demam tifoid terjadi secara sporadik dan sering juga
berupa kasus impor atau bila ditelusuri ternyata ada riwayat kontak dengan karier
kronik. Di negara berkembang kasus ini endemik. Diperkirakan sampai dengan 90
- 95 % penderita dikelola sebagai penderita rawat jalan. Jadi data penderita yang
dirawat di rumahsakit dapat lebih rendah 15 – 25 kali dari keadaan yang
sebenarnya.

Diseluruh dunia diperkirakan antara 16 – 16, 6 juta kasus baru demam


tifoid ditemukan dan 600.000 diantaranya meninggal dunia. Di Asia diperkirakan
sebanyak 13 juta kasus setiap tahunnya. Di Jawa Barat menurut laporan tahun
2000 ditemukan 38.668 kasus baru yang terdiri atas 18.949 kasus rawat jalan dan
19.719 kasus rawat inap.

4
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : An. A
Umur : 6 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kampung rambutan RT 6/12, Jakarta Timur
Pekerjaan : Belum Bekerja
Status Pernikahan : Belum Menikah
Suku : Jawa
Agama : Islam
HP/ Telp :-
Nomor RM : 4998/16
Tanggal Periksa : 15 Agustus 2018

Anamnesis
- Keluhan Utama :
Demam sejak 5 hari yang lalu.
- Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dating diantar oleh ibunya ke puskesmas dengan keluhan demam
sejak 5 hari. Demam dirasakan naik turun. Demam terutama saat sore menjelang
malam hari. Dan biasanya tidak demam pada pagi dan siang hari. Terdapat
keluhan tambahan pusing,mual, batuk dan pilek. Batuk dan pilek sudah 5 hari
dan awal muncul bersamaan dengan demam.
- Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada
- Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (-), asma (-), diabetes melitus (-)

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak lemah


Berat badan : 24 kg
Tinggi badan : 100 cm

5
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6

Tanda vital
Tekanan darah : Tidak diukur
Frekuensi nadi : 82 kali/menit
Frekuensi nafas : 20 kali/menit
Suhu badan : 39oC

Kepala dan leher


Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, JVP tidak meningkat, tidak ada
pembesaran KGB.

Toraks
Cor : BJ I dan BJ II normal reguler, murmur (-), gallop
(-)
Pulmo : BND vesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)

Abdomen
Tidak teraba massa. Terdapat nyeri tekan epigastrium.

Ekstremitas
Akral hangat, edem (-/-), parese (-/-)

Pemeriksaan penunjang

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 15 Agustus 2018 :

Pemeriksaan Hasil

Hemoglobin 12,1 g/dL

Leukosit 8.645/uL

Eritrosit 4,6 juta/uL

Hematokrit 42 Vol%

Trombosit 289.000/uL

6
Widal :

- S Thypi O : 1/320

- S Parathypi B-O : 1/160

- S Parathypi B-H : 1/80

Diagnosis

Demam Thypoid dengan Ispa

Medikamentosa :

Amoxycilin 3 x 500 mg
SF 1 x I tab
Vit A 1 x I
Antasyd Syr 3 x I C

Dikarenakan HB pasien 7, 5 g/dl, pasien direncakan dirujuk ke fasilitas kesehatan


yang lebih memadai (RSUD Pasar Rebo) untuk dilakukan terapi lebih lanjut
(transfusi) dan USG. Ditakutkan masih ada sisa plasenta yang tertinggal.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Perdarahan Post Partum adalah perdarahan atau hilangnya darah 500 cc


atau lebih setelah kala III (setelah plasenta lahir) pada kelahiran pervaginam dan
1000 ml pada kelahiran SC. Bila perdarahan terjadi kurang dari 24 jam setelah
kelahiran disebut HPP Primer dini dan bila lebih dari 24 jam setelah kelahiran
maka disebut HPP Sekunder Lambat.

Klasifikasi

Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua macam, yaitu :

1. Perdarahan Pasca Persalinan Dini(Early Postpartum Haemorrhage, atau


Perdarahan Post Partum Primer, atau Perdarahan Pasca Persalinan Segera)

Perdarahan Post Partum primer terjadi dalam 24 jam pertama.


Penyebabutama Perdarahan Post Partumprimer adalah atonia uteri, retensio
plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam
2 jam pertama.

8
2. Perdarahan masa nifas (Perdarahan Persalinan Sekunder atau Perdarahan Post
PartumLambat, atau Late PPH).

Perdarahan Post Partumsekunder terjadi setelah 24 jam pertama.


Perdarahan Post Partumsekunder sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan
rahim yang tidak baik (subinvolusio uteri) atau sisa plasenta yang tertinggal.

Epidemiologi

1. Insiden

Angka kejadian Perdarahan Post Partum setelah persalinan pervaginam


yaitu 5-8 %. Perdarahan Post Partum adalah penyebab paling umum
perdarahan yang berlebihan pada kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada
wanita hamil dilakukan untuk menggantikan darah yang hilang setelah
persalinan.

2. Peningkatan angka kematian di Negara berkembang

Di negara kurang berkembang merupakan penyebab utama dari kematian


maternal hal ini disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang memadai,
kurangnya layanan transfusi, kurangnya layanan operasi.

Etiologi

Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan terjadinya Perdarahan


Post Partum, diantaranya yaitu atonia uteri, perlukaan jalan lahir, retensio
plasenta, sisa plasenta, kelainan pembekuan darah, subinvolusio uteri

1. Tone Dimished : Atonia uteri

9
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi
dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum secara
fisiologis di kontrol oleh kontraksi serat-serat myometrium terutama yang berada
disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan
plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada
perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpasi.. Atonia
uteri merupakan penyebab utama Perdarahan Post Partum. Disamping
menyebabkan kematian, Perdarahan Post Partum memperbesar kemungkinan
infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang. Perdarahan yang banyak
bisa menyebabkan “ Sindroma Sheehan “ sebagai akibat nekrosis pada hipofisis
pars anterior sehingga terjadi insufiensi bagian tersebut dengan gejala : astenia,
hipotensi, dengan anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia,
penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis
dan ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenorea dan kehilangan
fungsi laktasi.

Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi:

 Manipulasi uterus yang berlebihan,


 General anestesi (pada persalinan dengan operasi ),
 Uterus yang teregang berlebihan :Kehamilan kembar, Fetal macrosomia
(berat janin antara 4500 – 5000 gram), Polyhydramnion
 Kehamilan lewat waktu,
 Portus lama
 Grande multipara (fibrosis otot-otot uterus)
 Infeksi uterus (chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia)
 Plasenta previa,
 Solutio plasenta,

2. Tissue

10
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu
dinamakan retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena : plasenta belum
lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan.

Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perarahan, tapi apabila terlepas
sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya.

Plasenta belum lepas dari dinding uterus dapat di karenakan oleh kontraksi
uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva ) serta plasenta
yang melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis komalis menembus desidua
sampai miometrium – sampai dibawah peritoneum ( plasenta akreta – perkreta )

Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah
penanganan kala III. Sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah
uterus yang menghalangi keluarnya plasenta ( inkarserasio plasenta ). Sisa
plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20-25 % dari kasus perdarahan post
partum.

3. Trauma

Sekitar 20% kasus perdarahan post partum disebabkan oleh trauma jalan
lahir seperti ruptur uteri, inversi uteri, dan perlukaan jalan lahir

Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan
antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya,
dan persalinan dengan induksi oxytosin. Ruptur uterus sering terjadi akibat
jaringan parut SC sebelumnya.

Laserasi dapat mengenai uterus, serviks, vagina, atau vulva, dan biasanya
terjadi karena persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam dengan
bayi besar, terminasi kehamilan dengan vacum atau forcep, walau begitu laserasi
bisa terjadi pada sembarang persalinan. Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa
vagina dan vulva akan menyebabkan hematom, perdarahan akan tersamarkan dan

11
dapat menjadi berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan
bisa menyebabkan terjadinya syok.

Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai


arteri atau vena yang besar, jika episitomi luas,Perdarahan yang terus terjadi
(terutama merah menyala) dan kontraksi uterus baik akan mengarah pada
perdarahan dari laserasi ataupun episitomi. Ketika laserasi serviks atau vagina
diketahui sebagai penyebab perdarahan maka repair adalah solusi terbaik.

4. Thrombin : Kelainan pembekuan darah

Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan


ataupun didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa :

- Hipofibrinogenemia,

- Trombositopeni,

- Idiopathic thrombocytopenic purpura,

- HELLP syndrome ( hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count )

- Disseminated Intravaskuler Coagulation,

- Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit karena
darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen fibrin dan trombosit sudah
rusak.

5. Subinvolusio uteri

Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi,


dan keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab terumum perdarahan post
partum. Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4
hingga 6 minggu post partum. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam
abdomen/ pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokia seringkali gagal berubah
dari bentuk rubra ke bentuk serosa, lalu ke bentuk lokia alba. Lokia bisa tetap
dalam bentuk rubra, atau kembali ke bentuk rubra dalam beberapa hari post
partum. Lokia yang tetap bertahan dalam bentuk rubra selama lebih dari 2 minggu

12
post patum sangatlah perlu dicurigai terjadi kasus subinvolusi. Jumlah lokia bisa
lebih banyak dari pada yang diperkirakan. Leukore, sakit punggung, dan lokia
berbau menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi.

Faktor Resiko

Riwayat Perdarahan Post Partum pada persalinan sebelumnya merupakan


faktor resiko paling besar untuk terjadinya Perdarahan Post Partum sehingga
segala upaya harus dilakukan untuk menentukan keparahan dan penyebabnya.
Beberapa faktor lain yang perlu kita ketahui karena dapat menyebabkan terjadinya
Perdarahan Post Partum:

1. Grande multipara

2. Perpanjangan persalinan

3. Chorioamnionitis

4. Kehamilan multiple

5. Injeksi Magnesium sulfat

6. Perpanjangan pemberian oksitosin

Patofisiologi

Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus terus melebar untuk
meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan
kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah – pembuluh darah yang
melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus.
Trauma jalan lahir seperti episiotomi yang lebar, laserasi perineum, dan
rupturuteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah.
Penyakit pada darah ibu misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena
tidak adanya atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga

13
merupakan penyebab dari Perdarahan Post Partum. Perdarahan yang sulit
dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.

Diagnosis

Perdarahan Post Partum digunakan untuk persalinan dengan umur


kehamilan lebih dari 20 minggu, karena apabila umur kehamilan kurang dari 20
minggu disebut sebagai aborsi spontan.

Beberapa gejala yang bisa menunjukkan Perdarahan Post Partum:

1. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol

2. Penurunan tekanan darah

3. Peningkatan detak jantung

4. Penurunan hitung sel darah merah (hematokrit)

5. Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar perineum

Perdarahan hanyalah gejala, penyebabnya haruslah diketahui dan


ditatalaksana sesuai penyebabnya. Perdarahan postpartum dapat berupa
perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat
jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang merembes
perlahan-lahan tapi terjadi terus menerus sehingga akhirnya menjadi banyak dan
menyebabkan ibu lemas ataupun jatuh kedalam syok.

Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan


tekanan darah, nadi dan napas cepat, pucat, extremitas dingin, sampai terjadi syok.
Pada perdarahan sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan retensio plasenta
atau laserasi jalan lahir, bila karena retensio plasenta maka perdarahan akan
berhenti setelah plasenta lahir. Pada perdarahan yang terjadi setelah plasenta lahir
perlu dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa plasenta, atau trauma jalan
lahir. Pada pemeriksaan obstretik kontraksi uterus akan lembek dan membesar

14
jika ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik dilakukan eksplorasi untuk
mengetahui adanya sisa plasenta atau laserasi jalan lahir.

Berikut langkah-langkah sistematik untuk mendiagnosa perdarahan


postpartum.

1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri

2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak

3. Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari :

a. Sisa plasenta dan ketuban

b. Robekan rahim

c. Plasenta succenturiata

4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises yang pecah.

5. Pemeriksaan laboratorium : bleeding time, Hb, Clot Observation test dan lain-
lain

Pencegahan dan Manajemen

1. Pencegahan Perdarahan Postpartum

A. Perawatan masa kehamilan

Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang


disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja
dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan
melakukan antenatal care yang baik. Menangani anemia dalam kehamilan adalah
penting, ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan post
partum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.

B. Persiapan persalinan

15
Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan
darah, dan bila memungkinkan sediakan donor darah dan dititipkan di bank darah.
Pemasangan cateter intravena dengan lobang yang besar untuk persiapan apabila
diperlukan transfusi. Untuk pasien Sangat dianjurkan pada pasien dengan resiko
perdarahan post partum untuk menabung darahnya sendiri dan digunakan saat
persalinan.

C. Persalinan

Setelah bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan circular atau
maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan baik. Massae
yang berlebihan atau terlalu keras terhadap uterus sebelum, selama ataupun
sesudah lahirnya plasenta bisa mengganggu kontraksi normal myometrium dan
bahkan mempercepat kontraksi akan menyebabkan kehilangan darah yang
berlebihan dan memicu terjadinya perdarahan post partum.

D. Kala tiga dan Kala empat

Uterotonika dapat diberikan segera sesudah bahu depan dilahirkan.


Beberapa penelitian memperlihatkan penurunan insiden perdarahan post partum
pada pasien yang mendapat oksitosin setelah bahu depan dilahirkan, tidak
didapatkan peningkatan insiden terjadinya retensio plasenta. Hanya saja lebih baik
berhati-hati pada pasien dengan kecurigaan hamil kembar apabila tidak ada USG
untuk memastikan. Pemberian oksitosin selama kala tiga terbukti mengurangi
volume darah yang hilang dan kejadian perdarahan post partum sebesar 40%.

Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit


setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan tidak ada untungnya
justru dapat menyebabkan kerugian. Pelepasan plasenta akan terjadi ketika uterus
mulai mengecil dan mengeras, tampak aliran darah yang keluar mendadak dari
vagina, uterus terlihat menonjol ke abdomen, dan tali plasenta terlihat bergerak
keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta dapat dikeluarkan dengan cara menarik
tali pusat . Apabila dalam pemeriksaan plasenta kesan tidak lengkap, uterus terus
di eksplorasi untuk mencari bagian-bagian kecil dari sisa plasenta.

16
Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya perlukaan jalan
lahir yang dapat menyebabkan perdarahan dengan penerangan yang cukup. Luka
trauma ataupun episiotomi segera dijahit sesudah didapatkan uterus yang
mengeras dan berkontraksi dengan baik.

2. Manajemen Perdarahan Post partum

Tujuan utama pertrolongan pada pasien dengan perdarahan post partum


adalah menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat
mungkin.

Terapi pada pasien dengan perdarahan post partum mempunyai 2 bagian


pokok :

a. Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan

Pasien dengan perdarahan post partum memerlukan penggantian cairan dan


pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ – organ penting. Pantau terus
perdarahan, kesadaran dan tanda-tanda vital pasien.

Pastikan dua abocath intravena ukuran besar (16) untuk memudahkan


pemberian cairan dan darah secara bersamaan apabila diperlukan resusitasi cairan
cepat.

- Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer lactate

- Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red cell

- Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine (dikatakan perfusi


cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam 1 jam 30 cc atau lebih)

b. Manajemen penyebab perdarahan post partum

Tentukan penyebab perdarahan post partum :

- Atonia uteri

Periksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu tangan di fundus
uteri dan lakukan massase untuk mengeluarkan bekuan darah di uterus dan

17
vagina. Apabila terus teraba lembek dan tidak berkontraksi dengan baik perlu
dilakukan massase yang lebih keras dan pemberian oksitosin.

Pengosongan kandung kemih bisa mempermudah kontraksi uterus dan


memudahkan tindakan selanjutnya. Lakukan kompres bimanual apabila
perdarahan masih berlanjut, letakkan satu tangan di belakang fundus uteri dan
tangan yang satunya dimasukkan lewat jalan lahir dan ditekankan pada fornix
anterior. Pemberian uterotonika jenis lain dianjurkan apabila setelah pemberian
oksitosin dan kompresi bimanual gagal menghentikan perdarahan, pilihan
berikutnya adalah ergotamine.

- Sisa plasenta

Apabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek setelah kompresi


bimanual ataupun massase dihentikan, bersamaan pemberian uterotonika lakukan
eksplorasi. Beberapa ahli menganjurkan eksplorasi secepatnya, akan tetapi hal ini
sulit dilakukan tanpa general anestesi kecuali pasien jatuh dalam syok. Jangan
hentikan pemberian uterotonika selama dilakukan eksplorasi. Setelah eksplorasi
lakukan massase dan kompresi bimanual ulang tanpa menghentikan pemberian
uterotonika.

Pemberian antibiotik spectrum luas setelah tindakan ekslorasi dan manual


removal. Apabila perdarahan masih berlanjut dan kontraksi uterus tidak baik bisa
dipertimbangkan untuk dilakukan laparatomi.

- Trauma jalan lahir

Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila uterus sudah


berkontraksi dengan baik tapi perdarahan terus berlanjut. Lakukan eksplorasi jalan
lahir untuk mencari perlukaan jalan lahir dengan penerangan yang cukup.
Lakukan reparasi penjahitan setelah diketahui sumber perdarahan, pastikan
penjahitan dimulai diatas puncak luka dan berakhir dibawah dasar luka. Lakukan
evaluasi perdarahan setelah penjahitan selesai.

Hematom jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi apabila terjadi laserasi
pembuluh darah dibawah mukosa, penatalaksanaannya bisa dilakukan incise dan

18
drainase. Apabila hematom sangat besar curigai sumber hematom karena
pecahnya arteri, cari dan lakukan ligasi untuk menghentikan perdarahan.

- Gangguan pembekuan darah

Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya ruptur uteri, sisa


plasenta dan perlukaan jalan lahir disertai kontraksi uterus yang baik maka
kecurigaan penyebab perdarahan adalah gangguan pembekuan darah. Lanjutkan
dengan pemberian product darah pengganti ( trombosit,fibrinogen).

- Terapi pembedahan

o Laparatomi

Pemilihan jenis irisan vertical ataupun horizontal adalah tergantung


operator. Begitu masuk bersihkan darah bebas untuk memudahkan
mengeksplorasi uterus dan jaringan sekitarnya untuk mencari tempat ruptur uteri
ataupun hematom. Reparasi tergantung tebal tipisnya ruptur. Pastikan reparasi
bena-rbenar menghentikan perdarahan dan tidak ada perdarahan dalam karena
hanya akan menyebabkan perdarahan keluar lewat vagina. Pemasangan drainase
apabila perlu. Apabila setelah pembedahan ditemukan uterus intact dan tidak ada
perlukaan ataupun ruptur lakukan kompresi bimanual disertai pemberian
uterotonika.

o Histerektomi

Merupakan tindakan kuratif dalam menghentikan perdarahan yang berasal


dari uterus. Total histerektomi dianggap lebih baik dalam kasus ini walaupun
subtotal histerektomi lebih mudah dilakukan, hal ini disebabkan subtotal
histerektomi tidak begitu efektif menghentikan perdarahan apabila berasal dari
segmen bawah rahim, servix, dan fornix vagina.

Prognosis

Seperti dikatakan oleh Tadjuludin (1965) : “Perdarahan post partum masih


merupakan ancaman yang tidak terduga ; walaupun dengan pengawasan dengan

19
sebaik-baiknya, Perdarahan post partum masih merupakan salah satu sebab
kematian ibu yang penting”.
Pada perdarahan post partum, Mochtar R. Dkk, (1969), melaporkan
kematian ibu sebesar 7,9 % dan Wiknjosastro H. (1960) 1,8 – 4,5 %. Tingginya
angka kematian ibu karena banyak penderita yang dikirim dari luar dengan
keadaan umum yang sangat jelek dan anemis dimana tindakan apapun kadang-
kadang tidak menolong.
Sehingga prognosis pada kasus Perdarahan Post Partum ditentukan
bagaimana tatalaksananya dalam menghentikan perdarahan yang terjadi.

BAB IV
ANALISA KASUS

Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan mulas disertai keluar air-air
dari kemaluan. Awalnya keluhan mulas sudah dirasakan sejak kurang lebih 8
jam yang lalu. Kemudian sekitar 4 jam yang lalu mulai keluar air-air dari
kemaluan berwarna hijau. Rasa mulas yang dirasakan semakin sering. Pasien
datang pukul 07.00. Kemudian pukul 08.20 bayi lahir secara spontan. Pada kala
III, plasenta tidak segera lahir dibutuhkan waktu kurang lebih 50 menit setelah
bayi lahir dan perdarahannya kurang lebih 500 cc. Hal ini sesuai dengan kriteria
diagnosis dari perdarahan post partum yaitu keluar darah sebanyak 500 cc atau
lebih. Pasien mengalami perdarahan <24 jam pasca melahirkan, maka dapat
digolongkan sebagai Perdarahan Post Partum Primer ec. Retensio Plasenta. Sesuai
dengan kriteria Retensio Plasenta yaitu plasenta lahir lebih dari 30 menit setelah
bayi lahir.

Pada pemeriksaan fisik pasien, didapatkan tanda vital TD : 90/60 mmHg,


Nadi : 70 x/mnt, RR : 24 x/mnt, S : 37oC, status generalis dalam batas normal,
status ginekologi TFU teraba 2 jari dibawah pusat. Dari hasil laboratorium darah
rutin yang dilakukan, didapatkan kada Hb 7,5 g/dL, leukosit 21.950, eritrosit 2,4
juta, hematokrit 23 vol%, trombosit 186 ribu.

Pasien dinyatakan anemia sedang sesuai dengan grade Anemia pada ibu
hamil yaitu anemia ringan jika HB : 9-10 g/dl, anemia sedang jika HB : 7-8 g/dl ,
dan anemia berat jika HB : < 7 g/dl.

20
Tindakan perawatan yang dilakukan pada kasus ini, dengan memberikan
transfusi dikarenakan HB yang rendah dan rencana USG Abdomen untuk
mengetahui apakah masih ada sisa plasenta yang tertinggal.

Pasien juga diberikan diberikan tablet besi berupa sulfasferosus 600 mg


per oral untuk membantu pembentukan sel darah merah dari dalam tubuh.
Amoxycilin digunakan sebagai antibiotik dikarenakan leukosit yang cukup tinggi
dan mencegah terjadinya infeksi.

21
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilmu Kebidanan, editor Prof.dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOg, edisi Ketiga
cetakan Kelima,Yayaan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 1999
2. Williams Obstretics 21 st Ed: F.Gary Cunningham (Editor), Norman F.Grant
3. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke tiga Jilid Pertama , Editor Arif Mansjoer ,
Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri , Wahyu Ika Wardani , Wiwiek Setiowulan.
4. Suharto, Wibowo A, Tobing S, et al. Pedoman diagnosis dan terapi
Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi. (Sutarinda Z). Banjarmasin:
Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD Ulin; 2010
5. Suharto, Wibowo A, Tobing S, et al. Kegawatdaruratan obstetri dan
ginekologi. Banjarmasin: Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD Ulin;
2010

22

Anda mungkin juga menyukai