Anda di halaman 1dari 11

3. kelainan pada masa organogenesis ?

4. Bibir Sumbing ?

b. klasifikasi

Klasifikasi celah bibir dan langit-langit menurut Kernahan dan Stark yaitu : (1)

a. Grup I : Celah langit-langit primer, meliputi celah bibir dan kombinasi celah bibir dengan
celah pada tulang alveolar. Celah biasanya terdapat pada foramen insisivum (gambar 1A).

b. Grup II : Celah langit-langit sekunder atau celah yang terdapat di belakang foramen
insisivum, meliputi celah langit-langit lunak dan keras dengan variasinya (gambar 1B dan C)

c. Grup III: Kombinasi celah langit-langit primer dan sekunder (gambar 1 D).

Gambar 1(1) : (A) Celah bibir unilateral tidak komplit, (B) Celah bibir unilateral (C) Celah bibir bilateral dengan
celah langit-langit dan tulang alveolar, (D) Celah langit-langit.
Klasifikasi celah langit-langit menurut Veau: (2)

a. Tipe 1 : Celah hanya terdapat pada langit-langit saja (gambar 2a)

b. Tipe 2 : Celah terdapat pada langit-langit lunak dan keras di belakang foramen insisivum
(gambar 2b).

c. Tipe 3 : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang alveolar pada satu sisi
(gambar 2c).

d. Tipe 4 : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang alveolar pada dua sisi
(gambar 2d).

Gambar 2(2) : A. Celah pada langit-langit lunak saja. B. Celah pada langit-langit lunak dan keras. C. Celah
yang meliputi langit-langit dan lunak keras juga alveolar pada satu sisi. D. Celah yang meliputi langit lunak
dan keras juga alveolar dan bibir pada dua sisi.
e. tata laksana (3)

Satu-satunya cara menangani celah bibir dan langit-langit yaitu melalui pembedahan.
Pembedahan ini sudah dimulai dari tahun 317, di mana seorang jenderal di Cina yang
memiliki celah bibir dibedah dengan cara yang masih sederhana. Setelah itu pembedahan
untuk menangani celah mulai dilakukan dan diperbaharui dengan teknik-teknik yang lebih
baik. Sebelum dibedah, pasien harus memenuhi syarat “The Rule of Tens”, yaitu ketika berat
bayi mencapai 10 pon atau setara dengan 4,5 kg, jumlah leukosit bayi di bawah 10.000 per
milimeter kubik, HB di atas 10 gr% dan umur di atas 10 minggu, namun bila bayi belum
dapat memenuhi persyaratan ketika berumur 10 minggu, tindakan bedah celah bibir dapat
dilakukan ketika bayi berumur 3-5 bulan.

Perawatan celah bibir dan langit-langit harus dilakukan secara teintegrasi oleh
spesialis gigi anak, spesialis orthodonti, spesialis prostodonti, spesialis bedah mulut dan
maksilofasial, spesialis bedah plastik, audiologis, spesialis THT-KL, dokter anak, speech
patologist, psikiater dan pekerja sosial dalam sebuah tim. Tim disesuaikan dengan kebutuhan
pasien serta ketersediaan spesialis serta anggota tim lainnya. Berikut tabel yang menunjukkan
kerja tim multidisiplin sesuai dengan umur pasien:
Tabel 1(3). Jadwal Perawatan terintegrasi pasien celah bibir dan langit-langit

7.a. proses pemberian ASI bagi anak yang normal

a. Posisi Badan Ibu dan Badan Bayi(4)


1. Ibu duduk atau berbaring dengan santai
2. Pegang bayi pada belakang bahunya, tidak pada dasar kepala
3. Rapatkan dada bayi dengan dada ibu atau bagian bawah payudara
4. Tempelkan dagu bayi pada payudara ibu
5. Dengan posisi seperti ini telinga bayi akan berada dalam satu garis dengan leher
dan lengan bayi
6. Jauhkan hidung bayi dari payudara ibu dengan cara menekan pantat bayi dengan
lengan ibu.
b. Posisi Mulut Bayi dan Putting Susu Ibu(4)
1. Payudara dipegang dengan ibu jari diatas jari yang lain menopang dibawah
(bentuk C) atau dengan menjepit payudara dengan jari telunjuk dan jari tengah
(bentuk gunting), dibelakang areola (kalang payudara)
2. Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (rooting reflek) dengan cara
menyentuh puting susu, menyentuh sisi mulut puting susu.
3. Tunggu samapi bayi bereaksi dengan membuka mulutnya lebar dan lidah ke
bawah
4. Dengan cepat dekatkan bayi ke payudara ibu dengan cara menekan bahu
belakang bayi bukan bagian belakang kepala
5. Posisikan puting susu diatas bibir atas bayi dan berhadapan- hadapan dengan
hidung bayi
6. Kemudian masukkan puting susu ibu menelusuri langit- langit mulut bayi
7. Usahakan sebagian aerola (kalang payudara) masuk ke mulut bayi, sehingga
puting susu berada diantara pertemuan langit- langit yang keras (palatum durum)
dan langit- langit lunak (palatum molle)
8. Lidah bayi akan menekan dinding bawah payudara dengan gerakan memerah
sehingga ASI akan keluar dari sinus lactiferous yang terletak dibawah kalang
payudara
9. Setelah bayi menyusu atau menghisap payudara dengan baik, payudara tidak
perlu dipegang atau disangga lagi
10. Beberapa ibu sering meletakkan jarinya pada payudara dengan hidung bayi
dengan maksud untuk memudahkan bayi bernafas. Hal itu tidak perlu karena
hidung bayi telah dijauhkan dari payudara dengan cara menekan pantat bayi
dengan lengan ibu
11. Dianjurkan tangan ibu yang bebas dipergunakan untuk mengelus- elus bayi
12. Cara Menyendawakan Bayi
a) Letakkan bayi tegak lurus bersandar pada bahu ibu dan perlahan-lahan
diusap punggung belakang sampai bersendawa
b) Kalau bayi tertidur, baringkan miring ke kanan atau tengkurap. Udara
akan keluar dengan sendirinya
c. Langkah – langkah Menyusui Yang Benar(5)
1. Ibu mencucui tangan sebelum menyusui bayinya
2. Ibu duduk dengan santai dan nyaman, posisi punggung tegak sejajar punggung
kursi dan kaki diberi alas sehingga tidak menggantung
3. Mengeluarkan sedikit ASI dan mengoleskan pada puting susu dan aerola
sekitarnya
4. Bayi dipegang dengan satu lengan, kepala terletak pada lengkung siku ibu dan
bokong bayi terletak pada lengan
5. Ibu menempelkan perut bayi pada perut ibu dengan meletakkan satu tangan bayi
dibelakang ibu dan yang satu didepan, kepala bayi menghadap ke payudara
6. Ibu memposisikan bayi dengan telinga dan lengan pada garis lurus
7. Ibu memegang payudara dengan ibu jari diatas dan jari yang lain menopang
dibawah serta tidak menekan puting susu atau areola
8. Ibu menyentuhkan putting susu pada bagian sudut mulut bayi sebelum menyusui
9. Setelah bayi mulai menghisap, payudara tidak perlu dipegang atau disangga lagi.
10. Ibu menatap bayi saat menyusui
11. Pasca Menyusui
a) Melepas isapan bayi dengan cara jari kelingking di masukkan ke mulut
bayi melalui sudut mulut bayi atau dagu bayi ditekan ke bawah
b) Setelah bayi selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian
dioleskan pada putting susu dan aerola, biarkan kering dengan sendirinya
12. Menyendawakan bayi dengan :
a) Bayi digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu kemudian
punggung ditepuk perlahan-lahan atau
b) Bayi tidur tengkurap di pangkuan ibu, kemudian punggungnya di tepuk
perlahan-lahan.
13. Menganjurkan ibu agar menyusui bayinya setiap saat bayi menginginkan (on
demand)
d. Lama dan Frekuensi Menyusui
1. Menyusui bayi tidak perlu di jadwal, sehingga tindakan menyusui bayi
dilakukan setiap saat bayi membutuhkan.
2. Asi dalam lambung bayi kosong dalam 2 jam.
3. Bayi yang sehat akan menyusu dan mengogongkan payudara selama 5-7 menit.
e. Tanda- Tanda Posisi Bayi Menyusui yang Benar (4)
1. Tubuh bagian depan bayi menempel pada tubuh ibu
2. Dagu bayi menempel pada payudara ibu
3. Dada bayi menempel pada dada ibu yang berada di dasar payudara (payudara
bagian bawah)
4. Telinga bayi berada dalam satu garis dengan leher dan lengan bayi
5. Mulut bayi terbuka lebar dengan bibir bawah yang terbuka
6. Sebagian besar areola tidak tampak
7. Bayi menghisap dalam dan perlahan
8. Bayi puas dan tenang pada akhir menyusu
9. Terkadang terdengar suara bayi menelan
10. Puting susu tidak terasa sakit atau lecet
f. Tanda bahwa Bayi Mendapatkan ASI dalam Jumlah Cukup (6)
1. Bayi akan terlihat puas setelah menyusu
2. Bayi terlihat sehat dan berat badannya naik setelah 2 minggu pertama (100-200
gr setiap minggu)
3. Puting dan payudara tidak luka atau nyeri
4. Setelah beberapa hari menyusu, bayi akan buang air kecil 6-8 kali sehari dan
buang air besar berwarna kuning 2 kali sehari
5. Apabila selalu tidur dan tidak mau menyusui maka sebaiknya bayi dibangunkan
dan dirangsang untuk menyusui setiap 2-3 jam sekali setiap harinya
10. edukasi pada ibu ?

Mengedukasi ibu yang memiliki anak dengan kelainan kongenital khususnya celah bibir
ataupun celah langit-langit,adalah hal yang sangat penting, agar keturunan selanjutnya tidak
mengalami hal yang sama yakni kelainan kongenital tersebut. Berikat adalah pencegahan
kelainan celah bibir dan langit-langit : ()

1. Menghindari merokok Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor risiko


lingkungan terbaik yang telah dipelajari untuk terjadinya celah orofacial. Ibu yang
menggunakan tembakau selama kehamilan secara konsisten terkait dengan
peningkatan resiko terjadinya celah-celah orofacial. Mengingat frekuensi kebiasaan
kalangan perempuan di Amerika Serikat, merokok dapat menjelaskan sebanyak 20%
dari celah orofacial yang terjadi pada populasi negara itu. 25 Lebih dari satu miliar
orang merokok di seluruh dunia dan hampir tiga perempatnya tinggal di negara
berkembang, sering kali dengan adanya dukungan publik dan politik tingkat yang
relatif rendah untuk upaya pengendalian tembakau. (Aghi et al.,2002). Banyak
laporan telah mendokumentasikan bahwa tingkat prevalensi merokok pada kalangan
perempuan berusia 15-25 tahun terus meningkat secara global pada dekade terakhir
(Windsor, 2002). Diperkirakan bahwa pada tahun 1995, 12-14 juta perempuan di
seluruh dunia merokok selama kehamilan mereka dan, ketika merokok secara pasif
juga dicatat, 50 juta perempuan hamil, dari total 130 juta terpapar asap tembakau
selama kehamilan mereka. (Windsor, 2002)
2. Menghindari alcohol
Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat mempengaruhi tumbuh
kembang embrio, dan langit-langit mulut sumbing telah dijelaskan memiliki
hubungan dengan terjadinya defek sebanyak 10% kasus pada sindrom alkohol fetal
(fetal alcohol syndrome). Pada tinjauan yang dipresentasikan di Utah Amerika
Serikat pada acara pertemuan konsensus WHO (bulan Mei 2001), diketahui bahwa
interpretasi hubungan antara alkohol dan celah orofasial dirumitkan oleh biasa yang
terjadi di masyarakat. Dalam banyak penelitian tentang merokok, alkohol
diketemukan juga sebagai pendamping, namun tidak ada hasil yang benar-benar
disebabkan murni karena alkohol.
3. Nutrisi
Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I kehamilan
sangat penting bagi tumbuh kembang bibir, palatum dan struktur kraniofasial yang
normal dari fetus.
a. Asam Folat
Peran asupan folat pada ibu dalam kaitannya dengan celah orofasial sulit
untuk ditentukan dalam studi kasus-kontrol manusia karena folat dari sumber
makanan memiliki bioavaibilitas yang luas dan suplemen asam folat biasanya
diambil dengan vitamin, mineral dan elemen-elemen lainnya yang juga mungkin
memiliki efek protektif terhadap terjadinya celah orofasial. Folat merupakan
bentuk poliglutamat alami dan asam folat ialah bentuk monoglutamat sintetis.
Pemberian asam folat pada ibu hamil sangat penting pada setiap tahap kehamilan
sejak konsepsi sampai persalinan. Asam folat memiliki dua peran dalam
menentukan hasil kehamilan. Satu, ialah dalam proses maturasi janin jangka
panjang untuk mencegah anemia pada kehamilan lanjut. Kedua, ialah dalam
mencegah defek kongenital selama tumbuh kembang embrionik. Telah
disarankan bahwa suplemen asam folat pada ibu hamil memiliki peran dalam
mencegah celah orofasial yang non sindromik seperti bibir dan/atau langit-langit
sumbing
b. Vitamin B-6
Vitamin B-6 diketahui dapat melindungi terhadap induksi terjadinya celah
orofasial secara laboratorium pada binatang oleh sifat teratogennya demikian juga
kortikosteroid, kelebihan vitamin A, dan siklofosfamid. Deoksipiridin, atau
antagonis vitamin B-6, diketahui menginduksi celah orofasial dan defisiensi
vitamin B-6 sendiri cukup untuk membuktikan terjadinya langit-langit mulut
sumbing dan defek lahir lainnya pada binatang percoban. Namun penelitian pada
manusia masih kurang untuk membuktikan peran vitamin B-6 dalam terjadinya
celah.
c. Vitamin A
Asupan vitamn A yang kurang atau berlebih dikaitkan dengan peningkatan
resiko terjadinya celah orofasial dan kelainan kraniofasial lainnya. Hale adalah
peneliti pertama yang menemukan bahwa defisiensi vitamin A pada ibu
menyebabkan defek pada mata, celah orofasial, dan defek kelahiran lainya pada
babi. Penelitian klinis manusia menyatakan bahwa paparan fetus terhadap retinoid
dan diet tinggi vitamin A juga dapat menghasilkan kelainan kraniofasial yang
gawat. Pada penelitian prospektif lebih dari 22.000 kelahiran pada wanita di
Amerika Serikat, kelainan kraniofasial dan malformasi lainnya umum terjadi pada
wanita yang mengkonsumsi lebih dari 10.000 IU vitamin A pada masa
perikonsepsional.
4. Modifikasi Pekerjaan
Dari data-data yang ada dan penelitian skala besar menyerankan bahwa ada
hubungan antara celah orofasial dengan pekerjaan ibu hamil (pegawai kesehatan,
industri reparasi, pegawai agrikulutur). Teratogenesis karena trichloroethylene dan
tetrachloroethylene pada air yang diketahui berhubungan dengan pekerjaan bertani
mengindikasikan adanya peran dari pestisida, hal ini diketahui dari beberapa
penelitian, namun tidak semua. Maka sebaiknya pada wanita hamil lebih baik
mengurangi jenis pekerjaan yang terkait. Pekerjaan ayah dalam industri cetak, seperti
pabrik cat, operator motor, pemadam kebakaran atau bertani telah diketahui
meningkatkan resiko terjadinya celah orofasial.
5. Suplemen Nutrisi
Beberapa usaha telah dilakukan untuk merangsang percobaan pada manusia
untuk mengevaluasi suplementasi vitamin pada ibu selama kehamilan yang
dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan. Hal ini dimotivasi oleh hasil baik yang
dilakukan pada percobaan pada binatang. Usaha pertama dilakukan tahun 1958 di
Amerika Serikat namun penelitiannya kecil, metodenya sedikit dan tidak ada analisis
statistik yang dilaporkan. Penelitian lainnya dalam usaha memberikan suplemen
multivitamin dalam mencegah celah orofasial dilakukan di Eropa dan penelitinya
mengklaim bahwa hasil pemberian suplemen nutrisi adalah efektif, namun penelitian
tersebut memiliki data yang tidak mencukupi untuk mengevaluasi hasilnya.Salah satu
tantangan terbesar dalam penelitian pencegahan terjadinya celah orofasial adalah
mengikutsertakan banyak wanita dengan resiko tinggi pada masa produktifnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Berkowitz S. Cleft lip and palate diagnosis and management.2nd ed. Germany :
Sprnger-Verlag Berlin Heidelberg. 2006 : 3-9
2. Shi B, Sommerlad BC. Cleft lip and palate primary repair. Hangzhou: Zhejiang
University Press. 2013: 3-4.
3. Erlianda D. Distribusi frekuensi celah bibir dan langitan di RSAB Harapan Kita tahun
1998 dan 2000. Skripsi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia,
2008: 9, 22, 29-30.
4. Depkes RI. 2005. Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi
Buruk 2005-2009. Jakarta: Depkes RI
5. Departemen Kesehatan R.I. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta
6. Rochmawati, L. 2009. Asuhan Kebidanan III: Fisiologi Laktasi.
7. Sadler TW. Langman’s essential medical embryology. Baltimore: Lippincott
Williams and Wilkins, 2005; 1: 94-5.

Anda mungkin juga menyukai