Anda di halaman 1dari 12

Pertusis pada Anak Usia 4 Tahun

Che Siti Nurfaziera Binti Che Ismail (102016255), Shema Suluhpradipta Warella
(102016150), Paskalia Chr Lalangpuling (102016182), Singgih (102016020),
Febriana Loto Patandianan (102016056), Desca Nathalia Tae (102015171), Muliaty Mardiani
Putri (102013437), Ermenilda Sonia Dacamis (102016125),
Kelompok: B3
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara, No.6, Jakarta Barat 11510
email: efaziera97@gmail.com

Abstrak
Pertusis atau dikenali sebagai batuk rejan merupakan penyakit yang sering dideritai anak
yang tidak mendapat imunisasi yang lengkap. Pertusis memberi gambaran klinis yang khas
iaitu batuk dengan bunyi ‘whoop’. Pertusis disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis bisa
membawa kepada kematian akibat komplikasinya. B. pertussis merupakan bakteri yang
menginflitrasi sel bersilia dan menghasilkan toksin untuk menyebabkan penyakit. Pertusis
hanya bisa dicegah dengan imunisasi.
Kata kunci : Pertusis, batuk rejan, Bordetella pertussis, imunisasi

Abstract
Pertusis or whooping cough is a disease that always infected children with incomplete
immunization. Pertusis is special cough marked by a ‘whoop’ sound when the patient
coughing. Pertusis caused by Bordetella pertussis can cause to death because of its
complications. B. pertussis infected the cilliated cell and produced toxin to cause disease.
Pertusis can be prevented by immunization.
Key words : Pertusis,whooping cough, Bordetella pertussis, immunization

Pendahuluan
Pertusis atau yang lebih dikenal orang awam sebagai “batuk rejan” atau “batuk 100
hari” merupakan salah satu penyakit menular saluran pernapasan yang sudah diketahui
adanya sejak tahun 1500-an. Penyebab tersering dari pertusis adalah kuman gram negatif,
Bordetella pertussis.

1
Di seluruh dunia insidensi pertussis banyak didapatkan pada bayi dan anak kurang
dari 5 tahun. Meskipun anak yang lebih besar dan orang dewasa masih mungkin terinfeksi
oleh B.pertussis. Insidensi terutama didapatkan pada bayi atau anak yang belum diimunisasi.
Dahulu pertusis adalah penyakit yang sangat epidemic karena menyerang bukan
hanya negara-negara berkembang namun juga beberapa bagian dari negara maju, seperti
Amerika Serikat, Italia, Jerman. Namun setelah mulai digalakkannya vaksinasi untuk
pertusis, angka kematian bisa ditekan hingga 10/10.000 populasi. Seiring dengan semakin
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, pertusis diharapkan tidak diketemukan lagi,
meskipun ada kasusnya namun tidak signifikan atau kurang.
Dengan mendiagnosa secara dini kasus pertusis, dari gejala klinis,foto rontgen, dan
pemeriksaan penunjang lainnya, diharapkan para dokter mampu memberikan penanganan
yang tepat dan cepat sehingga derajat penyakit pertusis tidak menimbulkan komplikasi yang
lebih lanjut, seperti ensefalopati, respiratory distress syndrome, dan penyakit paru-sistemik
lainnya.

Anamnesis
Hal-hal yang perlu dipertanyakan dalam anamnesis :1
 Identitas pasien; nama, umur, tanggal lahir, tempat tinggal dan berapa minggu waktu
gestasi.
 Adakah terdapat komplikasi sewaktu lahir?
 Bagaimana dengan immunisasi anak? Adakah lengkap atau tidak?
 Sejak kapan anak batuk?
 Batuk ada darah tak?
 Punya dahak gak?
 Waktu kapan aja batuknya?

Pemeriksaan Fisik
I. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda vital
Pemeriksaan tanda-tanda vital dilakukandengan mengambil suhu tubuh,
tekanan darah, frekuensi pernapasan dan denyut nadi anak. Pemeriksaan ini
adalah pemeriksaan rutin yang dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan
lain yang berkaitan.

2
b. Pemeriksaan fisik thoraks
Pemeriksaan fisik abdomen dilakukan karena adanya kelainan pada thoraks
pada anak yaitu batuk. Pemeriksaan fisik thoraks dapat dibagikan seperti
dibawah:
i. Inspeksi
Memeriksa bentuk thoraks sama ada terdapat pectus excavatum, pectus
carinatum atau barrel chest. Selain itu, turut diamati pergerakan dada
saat statis dan dinamis waktu bernafas serta melaporkan jika terdapat
retraksi sela iga.
Seringkali pada kasus pertusis akan kelihatan retraksi sela iga dan
kesikaran untuk pasien bernafas akibat batuk yang teruk.
ii. Palpasi
Palpasi dilakukan pada bagian thoraks hadapan dan belakang secara
acak dan terstruktur. Semua sela-sela iga diraba dan dilaporkan sama
ada normal atau terdapat kelainan. Pemeriksaan thoraks diraba pada
saat statis dan dinamis bagi mengetahui jika ada bagian dada yang
tertinggal saat inspirasi atau expirasi. Pemeriksaan vokal premitus turut
dilakukan.
iii. Perkusi
Perkusi dilakukan untuk mengetahui jika terdapat kelainan pada paru
dengan mengenal bunyi thoraks baru yang terjadi akibat perkusi.
iv. Auskultasi
Auskultasi dapat membedakan suara napas patologis dan fisiologis.
Kelainan bunyi pada pernafasan saat inspirasi dan ekspirasi akan dapat
memberi petunjuk penyakit yang dideritai pasien.

Pemeriksaan Penunjang
Foto toraks dapat memperlihatkan infiltrat perihiler, atelaktasis atau
empiema. Diagnostik spesifik tergantung dari didapatkannya organisme, terbaik diperiksa
selama fase awal penyakit dengan melakukan apus nasofaring yang dibiak pada media
Bordet-Gengou. “Direct flourescent antibody staining” dari spesimen faring dapat
membedakan diagnosis spesifik secara tepat. 2,3,4

3
Leukositosis (20.000-50.000/mm³ darah) dengan limfositosis absolut khas, pada bayi-
bayi jumlah leukosit tidak dapat menolong untuk diagnosis, oleh karena respon limfositosis
terdapat pula pada banyak infeksi.
Diagnosis serologis dapat dilakukan dengan penentuan antibodi toksin pertussis dari
sepasang serum. ELISA dapat dipakai untuk menentukan IgM, IgG, dan IgA serum terhadap
“filamentous hemoaglutinin (FHA)” dan toksin pertussis (TP). nilai IgM-FHA dan IgM-TP
serum tidak bernilai dalam penentuan seropositif oleh karena menggambarkan respon imun
primer dan dapat disebabkan oleh penyakit atau vaksinasi. IgG langsung terhadap toksin
pertussis merupakan test yang paling sensitif dan spesifik untuk infeksi akut. IgA-FHA dan
IgA-TP kurang sensitif daripada IgG-TP tetapi sangat spesifik untuk infeksi natural dan tidak
terlihat sesudah imunisasi pertussis. 4,5
Tidak ada test tunggal berlaku saat ini yang sangat sensitif dan sangat spesifik untuk
menentukan infeksi B. pertussis selama semua fase penyakit. Kultur paling positif pada fase
kataral dan awal paroksimal dan seharusnya dilakukan pada semua kasus yang tersangka.
Test serologis berguna pada stadium lanjut penyakit dan untuk menentukan adanya infeksi
pada individu dengan kultur negatif.

Diagnosis Banding
1. Asma bronkiol
Penyakit ini merupakan penyakit immunologi yang menyebabkan kesukaran bernafas. Ini
adalah kerana ketika pesakit diserang asma, keradangan dan spasm (kejang) pada selaput
dinding laluan udara menyebabkan bronkiol di dalam paru-paru menjadi sempit. Pesakit asma
mungkin mengalami wheezing (pernafasan yang berbunyi), sesak nafas, dan sukar untuk
melakukan aktiviti. Ketika otot mengejang, saluran udara mengecil dan menghalang
pernafasan. Apabila ini terjadi,paru-paru akan kekurangan udara. Akibatnya, pesakit boleh
pengsan. 6
Faktor-faktor yang mempradisposkan/membolehkan seseorang mendapat serangan asthma
ialah alahan dihidu seperti house dust mite, debunga, spora kulapuk (mould spores), bulu
binatang peliharaan udara sejuk,senaman,jangkitan sistem pernafasan,tekanan emosi (stress)
aspirin dan ubat seumpamanya,merokok dan menghidu asap rokok,makanan tertentu.6
2. Bronkiolitis
Bronkiolitis adalah infeksi salur nafas yang menyebabkan terjadi radang dan penyumbatan di
dalam bronkiolus disebabkan oleh virus RSV (respiratory syncytial virus). Gejalanya bisa
batuk, mengi, nafas cuping hidung, retraksi, rewel.3

4
2. Lanryngotrachiobronkitis akut
Streptococcus group A, haemofilus influenza dan streptococcus viridans merupakan
penyebabnya. Penyakit ini boleh menyerang berbagai usia terutama 1-2 tahun.mempunyai
gejala-gejala infeksi saluran nafas atas ringan, batuk,serak, stridor, panas tinggi dan distress
pernapasan. Jika terdapat inflamasi di subglottis dapat juga disertai dengan pneumonia.

Working Diagnosis
Berdasarkan gejala klinik yang dialami oleh anak tersebut, diagnosa kerja yang dipilih
adalah Pertusis. Pertusis ditularkan kepada orang lain melalui tetesan (dari batuk atau bersin).
Tanpa perawatan, orang yang menderita pertusis dapat menularkannya kepada orang lain
selama sampai 3 minggu setelah batuk mulai. Waktu antara eksposur dan penyakit biasanya
antara 7 sampai 10 hari, tetapi mungkin berkelanjutan sampai 3 minggu.
Pertusis dapat didiagnosis selama stadium paroksismal. Sukar pada bayi-bayi yang sangat
muda, adolesens, dan pada orang dewasa oleh karena mempunyai manifestasi yang tipis.
Riwayat kontak dengan kasus-kasus pertusis sangatlah menolong, tetapi umumnya riwayat
ini negatif pada populasi yang telah banyak mendapat imunisasi. Batuk lebih dari 2 minggu
dengan emesis sesudah batuk mempunyai nilai diagnostik yang penting.

Etiologi
Penyebabnya adalah Bordetella pertusis. B. pertussis merupakan satu-satunya penyebab
pertusis endemis dan penyebab biasa pertusis sporadis, terutama karena manusia merupakan
satu-satunya host untuk spesies ini. Penyakit serupa - disebut juga a mild pertussis - like
illness- juga dapat disebabkan oleh B. parapertussis (terutama di Denmark, Republik Ceko,
Republik Rusia, dan Slovakia) dan B. bronchiseptica (jarang pada manusia karena merupakan
patogen yang lazim pada binatang - kucing dan binatang pengerat, kecuali pada manusia
dengan gangguan imunitas dan terpapar secara tidak biasa pada binatang). Kadang-kadang
sindroma klinik berupa batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh sehingga susah
dibedakan, juga terdapat pada infeksi adenovirus (tipe 1, 2, 3, dan 5), Respiratory Syncitial
Virus, parainfluenza virus atau influenza virus, enterovirus dan mycoplasma.

Epidemiologi
Pertussis adalah satu dari penyakit-penyakit yang paling menular, dapat menimbulkan
“attack rate” 80-100% pada penduduk yang rentan. Di seluruh dunia ada 60 juta kasus

5
pertusis setahun dengan lebih dari 500.000 meninggal. Selama masa pra-vaksin tahun 192-
1948, pertusis adalah penyebab utama kematian dari penyakit menular pada anak di bawah
usia 14 tahun di Amerika Serikat. Dilaporkan juga bahwa 50 persen adalah bayi kurang dari
setahun, 75 persen adalah anak kurang dari 5 tahun.2,3,7
Pertusis terutama mewabah di negara-negara berkembang dan maju, seperti Italian,
daerah-daerah tertentu di Jerman dimana cakupan vaksin rendah atau Nova Scatia dimana
digunakan vaksin yang kurang poten, dengan angka insidensi rata-rata mencapai 200-
500/100.000 populasi dengan angka kematian 350.000 pada anak dibawah 5 tahun.2 Di
Amerika Serikat sendiri dilaporkan insidensi tertinggi 4500 kasus sejak tahun 1967. namun
setelah hal tersebut, pertusis jarang sekali kasusnya karena sudah lebih di galakkan
vaksinasi. 3
Pertusis adalah endemik, dengan ditumpangin siklus endemik setiap 3-4 tahun sesudah
akumulasi kelompok rentan yang cukup besar. Dilaporkan sebagian kasus terjadi dari bulan
Juli sampai dengan Oktober. Pertusis sangat menular dengan angka serangan 100% pada
individu rentan yang terpajan pada aerosol dengan rentang yang rapat. Penyebaran terjadi
melalui kontak langsung atau melalui droplet yang ditularkan selama batuk.2,3
Dahulu dikatakan bahwa Perempuan terkena lebih sering daripada laki-laki dengan
perbandingan 0.9:1 . Namun dengan laporan terbaru (Farizo, 1992) perbandingan insidensi
antara perempuan dan laki-laki menjadi sama sampai umur dibawah 14 tahun. Sedangkan
proporsi anak belasan tahun dan orang dewasa yang terinfeksi pertusis naik secara bersama
samapai 27% pada tahun 1992-1993.
Tanpa reinfeksi alamiah dengan B. pertussis atau vaksinasi booster berulang, anak
yang lebih tua dan orang dewasa lebih rentan terhadap penyakit ini jika terpajan. Sedangkan
antibodi dari ibu secara transplasental pada anak tidaklah konsisten mencegah bayi yang baru
lahir terhadap pertussis. Pertussis pada neonatus yang berat dapat ditemukan dengan gejala-
gejala pertussis normal. 3
Bergantung pada cakupan imunisasi dan indeks penularan Bordetella mencapai 75 –
100%, yaitu jika terdapat sumber infeksi dan kontak dengan tidak adanya kekebalan, kasus
penyebarannya akan sangat luas hingga mencapai 100%. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, reservoir utama dari patogen di alam dan sumber infeksi adalah tubuh manusia,
utamanya pada usia anak-anak 3-6 tahun. Di negara dengan 4 musim, musim gugur dan
musim dingin adalah masa penularan meningkat.

Patofisiologi

6
B. pertussis : kecil, tidak bergerak, cocobacillus gram negatif. Terbaik dibiak pada
“glycerin-potato-blood agar media (border-gengou)”. Organisme yang didapat umumnya tipe
virulen (disebut fase I). Pasase dalam kultur dapat merangsang pembentukan varian yang
avirulen (fase II, III, dan IV). Strain fase I berperan untuk penularan penyakit dan
menghasilkan vaksin yang efektif. 4
Hanya B. pertussis yang mengeluarkan toksin pertusis (TP), protein virulen
utama. B.pertussis juga menghasilkan beberapa bahan aktif, yang banyak darinya
dimaksudkan untuk memainkan peran dalam penyakit dan imunitas. Aerosol, hemaglutinin
filamentosa (HAF), beberapa aglutinogen (FIM2-FIM3), dan protein permukaan non-fimbria
69-kD yang disebut pertaktin (PRN) penting untuk perlekatan terhadap sel epitel bersilia
saluran pernapasan. Sitotoksin trakea, adenilat siklase, dan TP menghambat pembersihan
organisme. Sitotoksin trakea, factor dermonekrotik dan adenilat siklase diterima secara
dominant menyebabkan cedera epitel local yang menghasilkan gejala-gejala pernapasan dan
mempermudah penyerapan TP. 2,3,4
TP mempunyai 2 sub unit, yaitu A dan B. TP (B) akan berikatan dengan reseptor pada
sel taret dan mengaktivasi TP(A) pada membran sel yang merangsang pengeluaran enzim. TP
akan merangsang pengeluaran Adenosin Diphosphate (ADP) sehingga akan mempengaruhi
fungsi dari leukosit, limfosit, myocardial sehingga bermanifestasi peradangan saluran napas
dengan hyperplasia kelenjar lymph peribronchial dan meningkatkan produksi mucus yang
akan menutupi permukaan silia. Yang pada akhirnya bias mengarah ke komplikasi
bronchopneumonia, infeksi sekunder bakteri lain (ex: Pneumococcus, Haemophilus
influenzae, S.aureus, S.pyogenes), sianosis karena apnea dan ventilation perfusion
mismatch. 2,3
Organisme bermultiplikasi pada epitel yang bersilia dan menghasilkan faktor-faktor
virulen (termasuk toksin). Ada bendungan dan infiltrasi mukosa oleh sel-sel limfosit dan
leukosit PMN, dan hasil hasil peradangan dalam lumen bronki. Pada awalnya terjadi
hiperplasia limfoid peribronkial. Terjadi bronkopneumonia dengan nekrosis dan deskuamasi
epitel permukaan bronki. Obstruksi bronkial dan atelektasis terjadi karena penumpukan
sekresi mukus. Dapat pula timbul bronkiektasi. Perubahan patologis juga ditemukan pada
otak dan hati. Dapat ditemukan perdarahan serebral dan atrofi kortikal yang kemungkinannya
karena adanya anoksia. Pada hati dapat ditemukan infiltrasi lemak.

Manifestasi Klinis

7
Masa inkubasi pertusis rata-rata 7 hari (6-20 hari). Penyakit dapat dibagi dalam 3
stadium :
 kataral
 paroksismal
 konvalenses
Penyakit umumnya berlangsung selama 6-8 minggu. Manifestasi klinik tergantung dari
etiologi spesifik, umur dan status imunisasi. Penderita-penderita yang berumur kurnag lebih 2
tahun. Jarang timbul panas diatas 38.4C pada semua golongan umur. Penyakit disebabkan B.
parapertussis dan B. bronkiseptika lebih ringan dan juga lama sakitnya lebih pendek.
- Stadium kataral : 1-2 minggu
Gejala-gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas predominan  rinore, “conjuctival
injection”, lakrimasi, batuk ringan, panas tidak begitu tinggi. Pada stadium ini biasanya
diagnosis pertussis belum dapat ditetapkan.
- Stadium paroksismal :  2-4 minggu
Jumlah dan berat batuk bertambah. Khas, ada ulangan 5-10 batuk kuat selama ekspirasi
yang diikuti oleh usaha inspirasi masif yang mendadak yang menimbulkan “whoop” ( udara
dihisap secara kuat melalui glotis yang sempit).
Mukanya merah atau sianosis, mata menonjol, lidah menjulur, lakrimasi, salivasi dan
distensi vena leher selama serangan. Episode batuk-batuk yang paroksimal dapat terjadi lagi
sampai obstruksi “mucous plug” pada saluran nafas menghilang.
Pada stadium paroksismal dapat terjadi petekia pada kepala dan leher atau perdarahan
konjungtiva. Emesis sesudah batuk dengan paroksimal adalah cukup khas sehingga anak
dicurigai menderita pertussis walaupun tidak ada “whoop”. Anak tampak apatis dan berat
badan menurun. Serangan-serangan dapat dirangsang dengan menguap, bersin, makan,
minum, aktivitas fisik atau malahan sugesti. Diantara serangan penderita tampak sakit
minimal dan lebih enak. “Whoop” dapat tidak ditemukan pada beberapa penderita terutama
bayi-bayi muda.
- Stadium Konvalesens : 1-2 minggu
Episode paroksimal batuk dan muntah sedikit demi sedikit menurun dalam frekuensi dan
beratnya. Batuk dapat menetap untuk beberapa bulan. Pemeriksaan fisik umumnya tidak
informatif. Pada stadium paroksismal dapat terjadi petekia pada kepala dan leher atau
perdarahan konjungtiva. Pada beberapa penderita terjadi ronki difus. 4

8
Faktor Resiko
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi DPT dan tinggal di kawasan yang
higenisnya kurang bersih adalah paling beresiko untuk dijangkiti pertusis.

Penatalaksanaan
I. Medika mentosa
Eritromisin : 50 mg/kg BB/hari selama 114 hari dapat mengeliminasi organisme pertussis
dari nasofaring dalam 3-4 hari. Eritromisin biasanya tidak memperbaiki gejala-gejala jika
diberikan terlambat.
II. Non medika mentosa

Terapi supportif adalah seperti terutama menghindarkan faktor-faktor yang menimbulkan


serangan batuk, mengatur hidrasi dan nutrisi. Oksigen diberikan pada distres pernapasan
akut/kronik. Penghisapan lendir terutama pada bayi dengan pneumonia dan distres
pernapasan. Betametason dan salbutamol (albuterol) dapat mengurangi batuk paroksismal
yang berat walaupun kegunaannya belum dibuktikan melalui penelitian kontrol. Penekan
batuk (“suppressants”) tidak menolong.7,8

Tatalaksana Imunisasi pada DPT tidak teratur:


A.Usia < 1tahun
Imunisasi diberikan 3 kali dengan interval 1 bulan
B.Usia 1 - < 7 tahun
a. Dosis pertama hari H
b. Dosis kedua : 2 bulan setelah dosis pertama
c. Dosis ketiga : 6 bulan setelah dosis ke 2
C.Usia 7-18 tahun
Diberikan Td
a. Dosis pertama hari H
b. Dosis kedua : 2 bulan setelah dosis pertama
c. Dosis ketiga : 6 bulan setelah dosis ke dua
d. Dosis penguatan/booster: 12 bulan setelah dosis ke 3

9
Pencegahan
Imunisasi aktif :
• vaksin pertusis bersamaan dengan vaksin difteri, tetanus, polio (vaksin DPT), dan
Hib.
• Dasar 2-3-4 bulan
• Ulangan 18-24 bulan (DPT 4) dan 5 tahun (saat masuk sekolah sudah mendapat DPT
5x)
• 0,5 ml intramuskular
• Ulangan : DT 6 Usia 10-12 tahun
• DT 7 usia 17 tahun
- kontak :
 Eritromisin efektif untuk pencegahan pertussis pada bayi-bayi baru lahir dan ibu-ibu
dengan pertussis.
 Kontak intim yang berumur kurnag lebih dengan pasien
 Eritromisin : 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis, peroral selama 14 hari. Anak
yang berumur > 7 tahun yang telah mendapatkan imunisasi juga diberikan
eritromisin profilaksis. Pengobatan eritromisin awal akan mengurangi
penyebaran infeksi eliminasi B. pertussis dari saluran pernafasan, dan
mengurangi gejala-gejala penyakit. 2,3,4,7
 Orang-orang yang kontak dengan penderita pertussis yang belum mendapat
imunisasi sebelumnya, diberikan eritromisin selama 14 hari sesudah kontak
diputuskan. Jika ada kontak tidak dapat diputuskan, eritromisin diberikan
sampai batuk penderita berhenti atau mendapat eritromisin selama 7 hari.
Vaksin pertussis monovalen dan eritromisin diberikan pada waktu terjadi
epidemi. 2,9
Komplikasi
Terutama pada sistem respirasi dan saraf pusat. Pneumonia komplikasi paling sering
terjadi pada 90% kematian B.Pertussis sendiri tetapi lebih sering karena bakteria sekunder
(H.influenzae, S.Pneumonia, S.auris, S.piogenes). TBC laten dapat juga di aktifer. Atelektasis
dapat timbul sekunder oleh karena ada sumbatan mukus yang kental. Aspirasi mukus atau
muntah dapat menimbulkan pneumonia.

10
Panas tinggi sering menandakan adanya infeksi sekunder oleh bakteria. Batuk dengan
tekanan tinggi dapat menimbulkan ruptur alveoli, empisema interstitiel/subkutan dan
pneumotoraks. Bronkiektasia dapat timbul dan menetap. Sering terjadi otitis media yang
sering disebabkan oleh S.pneumonia. Perdarahan subkonjungtiva, hematoma, perdarahan
epidural, perdarahan intrakranial, dehidrasi dan gangguan nutrisi.10,11

Prognosis
Kebanyakan kematian disebabkan oleh ensefalopati dan pneumonia atau komplikasi
paru-paru lain.Sekuele pernapasan yang lama sesudah infeksi pertussis tidak pasti. Umumnya
bayi-bayi yang berumur dua tahun. Jika ditangani dengan berkesan dan baik maka
prognosisnya akan baik.

Kesimpulan
Pertusis ditandai dengan batuk lama dan kadang-kadang terdengar seperti menggonggong
(whooping cough) dan episode diakhir dengan ekspulsi dari secret trakea,silia lepas dan epitel
nekrotik. Pertusis sering menyerang bayi dan anak-anak kurang dari 5 tahun, terutama yang
belum diimunisasi lebih rentan, demikian juga dengan anak lebih dari 12 tahun dan orang
dewasa. Prognosis baik dengan penatalaksanaan yang tepat dan cepat.

11
Daftar Pustaka
1. Bickley L.S. Anamnesis. Bates’ Guide to physical examination and history taking.
International edition. 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins. Wolters Kluwer
Health; 2009. Pg 30-5.
2. Law, Barbara J. Pertussis. Kendig’s : Disorders of Respiratory Tract in Children.
Philadelphia, USA. WB Saunders, 1998. 6th edition. Chapter 62. h :1018-1023.
3. Long, Sarah S. Pertussis. Nelson : Textbook of Pediatrics. USA. WB Saunders, 2004.
17th edition. Chapter 180. h: 908-912,1079.
4. Shehab, Ziad M. Pertussis. Taussig-Landau : Pediatric Respiratory Medicine.
Missouri, USA. Mosby Inc. 1999. Chapter 42. h: 693-699.
5. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Pertusis. Staf pengajar I.K.Anak FKUI :
Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta, Indonesia. FKUI, 1997. Jilid 2. h: 564-
566.
6. Marcdante K.J., Kliegman R.M., Jenson H. B., Behrman R, E,. Nelson essentials of
pediatrics. Saunders Elsevier, 2011. Pg: 311 -318.
7. Garna, Harry. Pertusis. Azhali M.S, dkk : Ilmu Kesehatan Anak Penyakit Infeksi
Tropik. Bandung, Indonesia. FK Unpad, 1993. h: 80-86.
8. Guyton AC. Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2007 hal 516-29
9. William F. Ganong. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-22. Jakarta: EGC;
2008.h.683-94.
10. Gunardi Santoso. Anatomi sistem pernapasan. Edisi pertama. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2007.h.2-13.
11. Campbell Neil A. Biologi. Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga; 2004.h.65-7.

Sasaran Belajar:
1. Mengetahui etiologi dan patofisiologi pertussis.
2. Mampu menentukan differensial diagnosis dan working diagnosis pertusis berdasarkan
gejala klinik dan pemeriksaan fisik serta penunjang.
3. Mampu menentukan komplikasi, tatalaksana, pencegahan dan prognosis dari pertussis.

12

Anda mungkin juga menyukai